Gambaran Pasien Penyakit Hipertensi di RSUP H. Adam Malik Medan Juli sampai Desember Tahun 2015

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Hipertensi

2.1.1 Definisi
Hipertensi menurut The Sevent h Report of The Joint Nat ional Commit t ee on Prevent ion,
Det ect ion, Evaluat ion and Treat ment of High Blood Pressure ( JNC VII ) penyakit yang terjadi

akibat peningkatan tekanan darah diatas normal.

2.1.2 Etiologi Hipertensi
2.1.2.1 Hipertensi Esensial
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga
hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus hipertensi esensial. Banyak faktor yang
mempengaruhi seperti genetic,lingkungan, hiperaktifasi system saraf simpatis, sistem renin
angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca interseluler dan faktor-faktor yang
meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemoa. Hipertensi primer
biasanya timbul pada umur 30-50 tahun (Yogiantoro, 2008).


2.1.2.2 Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifik
diketahui,

seperti

penggunaan

estrogen,

penyakit

ginjal,

hipertensi

vaskular

renal,


hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi
yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain (Yogiantoro, 2008).

2.1.3 Faktor Resiko Hipertensi
Sampai saat ini penyebab hipertensi primer tidak diketahui dengan pasti. Hipertensi
primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini disebabkan oleh berbagai
faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui
yaitu seperti jenis kelamin, usia, etnis, dan lain-lain (Anggraini dkk, 2009).

Universitas Sumatera Utara

a. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi dari hasil penelitian menyebutkan bahwa pria lebih mudah
terserang hipertensi dibandingkan dengan wanita, mungkin dikarenakan gaya hidup pria yang
kebanyakan lebih tidak terkontrol dibandingkan wanita, misalnya kebiasaan merokok, begadang,
stress kerja, hingga pola makan yang tidak teratur (Sudarmoko, 2010).
b. Usia
Kepekaan terhadap hipertensi akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang.
Individu yang berumur diatas 60 tahun, sekitar 50-60% mempunyai tekanan darah lebih besar
atau sama dengan 140/90 mmHG. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada

orang yang bertambah usianya (Susilo dan Wulandari)
Penggolongan kategori umur menurut Departemen Kesehatan tahun 2009:
Masa Balita

= 0-5 Tahun

Masa Anak-anak

= 5-11 Tahun

Masa Remaja Awal

= 12-16 Tahun

Masa Remaja Akhir = 17-25 Tahun
Masa Dewasa Awal

= 26-35 Tahun

Masa Dewasa Akhir = 36-45 Tahun

Masa Lansia Awal

= 46-55 Tahun

Masa Lansia Akhir

= 56-65 Tahun

Masa Manula

= 65-Sampai Atas

c. Etnis
Hipertensi banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang berkulit putih. Belum
diketahui secara pasti penyebabnya, namun pada orang berkulit hitam ditemukan kadar renin
yang lebih rendah dan sensitivitas terhadap vasopressin yang lebih besar (Susilo dan Wulandri,
2011).

d. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor penyebab dan faktor resiko yang dapat dimodifikasi

untuk terjadinya hipertensi. Perokok terbagi atas 2 yaitu perokok pasif dan aktif, Perokok pasif
atau yang dikenal dengan nama Involuntary Smoking adalah istilah yang diberikan bagi mereka
yang tidak merokok, namun mereka seolah dipaksa untuk menghirup asap rokok dari perokok
Universitas Sumatera Utara

aktif yang ada di sekeliling mereka, sedangkan perokok aktif adalah orang yang merokok dan
langsung menghisap rokok. Sedangkan penggolongan berdasarkan jumlah rokok yang dihisap
terbagi tiga yaitu:
Perokok Ringan

< 10 Batang/hari

Perokok Sedang

= 10-19 Batang/hari

Perokok Berat

≥ 20 Batang/hari


Jadi dibeberapa jurnal jelas disebutkan seseorang yg merokok lebih dari 15 batang perhari
memiliki kejadian hipertensi yang tinggi, Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebiasaan merokok
dapat menyebabkan terjadinya hipertensi (susilo dan Wulandari, 2011).
e. Stres
Stres dapat meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan
menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Peningkatan simpatis akan meningkatkan kerja jantung
dan meningkatkan tekanan darah (Susilo dan Wulandari, 2011).
f. Kafein
Konsumsi kafein dalam jumlah yang berlebihan juga dapat menjadi faktor resiko terjadi
hipertensi. Kafein dapat menimbulkan perangsangan saraf simpatis, yang pada orang-orang
tertentu dapat menimbulkan gejala jantung berdebar-debar, sesak nafas dan lain-lain (Susilo dan
Wulandari, 2011).

2.1.4

Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan rekomendasi dari JNC VII klasifikasi dari tekanan darah untuk dewasa

diatas 18 tahun sebagai berikut:





Normal : systolic dibawah120 mmHG, diastolic dibawah 80 mmHG



Stage 1: systolic 140-159 mmHG, diastolic 90-99 mmHG



Pre-hipertensi : systolic 120-139 mmHG, diastolic 80-90 mmHG

Stage 2: systolic diatas 160 mmHG, diastolic diatas 100 mmHG

2.1.5

Patofisiologi Hipertensi
Menurut Corwin (2000) tekanan darah bergantung pada kecepatan denyut jantung,


volume sekuncup atau curah jantung dan total peripheral resistance (TPR). maka peningkatan
Universitas Sumatera Utara

salah satu dari ketiga variabel tersebut dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan kecepatan
denyut jantung, terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus sinoatrium
(SA). Peningkatan denyut jantung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme, biasanya
dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau total peripheral resistance (TPR).
Peningkatan volume sekuncup atau curah jantung yang berlangsung lama, terjadi apabila
terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam
dan air oleh ginjal atau konsumsi yang berlebihan yang dapat meningkatkan volume diastolik
akhir, biasa disebut preload jantung. Peningkatan preload biasanya berkaitan dengan peningkatan
tekanan sistolik. Peningkatan total peripheral resistance (TPR) yang berlangsung lama, terjadi
pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan
dari arteriol terhadap rangsangan normal. Kedua hal tersebut menyebabkan penyempitan
pembuluh. Pada peningkatan total peripheral resistance, jantung harus memompa lebih kuat
supaya menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melintasi pembuluhpembuluh yang menyempit. Hal ini disebut afterload jantung biasanya berkaitan dengan
peningkatan tekanan diastolik. Apabila afterload berlangsung lama, ventrikel kiri mungkin mulai
mengalami hipertrofi (membesar). Dengan hipertrofi kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin
meningkat sehingga ventrikel harus memompa darah lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, serat-serat otot jantung juga mulai teregang melebihi panjang normalnya yang akhirnya

menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup atau curah jantung (Basha, 2008)

2.1.6

Diangnosa Hipertensi
Data di peroleh melalui anamnesis mengenai keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu

dan keluarga, pemeriksaan fisik, tes laboratorium urin, dan prosedur diagnostik lainnya.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pengukuran tekanan darah yang benar, semua pasien
yang dicurigai menderita hipertensi atau pasien yang sudah pasti hipertensi, harus diambil
anamnesis yang menyeluruh dan pemeriksaan fisik penuh, namun hanya beberapa pemeriksaan
penunjang rutin yang perlu (Yogiantoro, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Pemeriksaan yang diperlukan untuk diagnosa hipertensi
TES

HASIL


Urinalisis untuk darah dan protein, Untuk menunjukkan penyakit ginjal
elektrolit dan kreatinin darah

baik

sebagai

penyebab

atau

disebabkan oleh hipertensi, atau dapat
dianggap hipertensi sekunder.
Glukosa darah

Untuk menyingkirkan diabetes atau
intoleransi glukosa

Kolesterol HDL dan kolesterol total Membantu


memperkirakan

resiko

serum

kardiovaskular dimasa depan

EKG

Untuk menetapkan adanya hipertrofi
ventrikel kiri

2.1.7

Komplikasi Hipertensi
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun

tidak langsung yang bisa mengenai jantung, otak, ginjal, arteri perifer, dan mata. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat
langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain
adanya autoantibodi terhadap reseptor AT1 angiotensin II, stres oksidatif, down regulation dari
ekspresi nitric oxide synthase, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi
garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target,
misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β
(TGF-β) (Yogiantoro, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2. Faktor Resiko Hipertensi
Dapat Dimodifikasi
Hipertensi

Tidak Dapat Dimodifikasi
Umur ( pria > 55 tahun, wanita > 65
tahun)

Merokok
Obesitas(BMI>30)

Riwayat Keluarga dengan penyakit
kardiovaskular premature (pria 1
g proteinuria (Cohen, 2008).
2.1.8.1 Farmakologi
Jenis-jenis obat antihipertensi yang dianjurkan untuk terapi hipertensi adalah:
1. Diuretika, terutama jenis obat Thiazide atau Aldosterone Antagonist
Thiazide merupakan obat utama dalam terapi hipertensi dimana terbukti paling efektif
dalam menurunkan risiko kardiovaskular. Thiazide dapat digunakan sebagai obat tunggal
pada penderita hipertensi ringan sampai sedang dan dapat juga dikombinasi dengan obat
Universitas Sumatera Utara

antihipertensi lain untuk meningkatkan efektivitas antihipertensi lain dan mencegah
retensi cairan oleh antihipertensi lain (Nafrialdi, 2007).
2. Beta Blocker
Merupakan obat antihipertensi yang populer kedua setelah diuretik. Beta blocker
digunakan sebagai obat tahap pertama pada hipertensi ringan sampai sedang terutama
pada pasien dengan penyakit jantung koroner (khususnya infark miokard akut), pasien
dengan aritmia supraventrikel dan ventrikel tanpa kelainan konduksi (Nafrialdi, 2007).
3. Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist
Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist pada terapi hipertensi memberikan
efek yang sama dengan antihipertensi yang lain. Calcium Channel Blocker atau Calcium
Antagonist terbukti sangat efektif pada hipertensi dengan kadar renin yang rendah seperti
pada usia lanjut (Nafrialdi, 2007).
4. Angiotensin Converting Enzim Inhibitor (ACEI)
5. Obat golongan ini bermanfaat terutama pada pasien hipertensi yang kronik atau menetap
akibat penyakit parenkim ginjal. Hiperkalemia mungkin terjadi pada penggunaaan ACE
inhibitor akibat hambatan pada renin (Rahayoe, 2003).
6. Angiotensin II Receptor Blocker AT, receptor antagonist/blocker (ARB)
Angiotensin II Receptor Blocker sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah pada
pasien hipertensi dengan kadar renin yang tinggi sepeti hipertensi renovaskular lain dan
hipertensi genetik, tetapi kurang efektif pada hipertensi dengan kadar renin yang rendah
(Nafrialdi, 2007).

2.1.8.2. Non Farmakologi
Terapi Non Farmakologi Mengubah gaya hidup merupakan suatu terapi atau pendekatan
yang sangat bermanfaat dalam mengatasi tekanan darah tinggi (Lumbantobing, 2008).
a. Menurunkan Berat Badan Berlebih dan Pengaturan Diet Mengurangi berat badan dapat
menurunkan risiko hipertensi,diabetes, dan penyakit kardiovaskular. Penerapan pola
makan yang seimbang dapat mengurangi tekanan darah. Menurut Martono (2004) setiap
penurunan 5 kg berat badan pada yang obesitas dapat menurunkan tekanan darah secara
signifikan penurunan tekanan darah diikuti dengan penurunan berat badan mengurangi

Universitas Sumatera Utara

system simpatis dan aktivitas RAAS. Setiap penurunan 1 kg berat badan dapat
menurunkan tekanan darah 2/1 mmHg . Universitas Sumatera Utara xxxiv Penurunan
berat badan tidak lepas dari modifikasi dietnya. Tujuan utama dari pengaturan diet pada
hipertensi adalah mengatur tentang makanan sehat, menu makanan harus seimbang dan
memenuhi kebutuhan zat gizi yang dapat menurunkan tekanan darah. Adopsi pola makan
DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) yang diet kaya serat dari buah-buahan
dan rendah lemak dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebanyak 5,5-11,4 mmHg
serrta tekanan diastolik sebesar 3 – 5,5 mmHg (Frisoli, Schmieder, Grodzicki, Messerli,
2011).
b. Meningkatkan Aktivitas Fisik dan Olahraga Olahraga aerobik secara teratur seperti
berjalan kaki, jogging, berenang dan bersepeda secara teratur dapat menurunkan tekanan
darah dan mempertahankan berat badan ideal. Aktivitas fisik yang cukup dan teratur
membuat jantung lebih kuat. Jantung yang kuat dapat memompa darah lebih banyak
dengan usaha minimal sehingga resistensi perifer total terjadi penurunan karena gaya
yang bekerja pada dinding pembuluh arteri akan berkurang. Aktivitas fisik seperti
olahraga aerobik yang dilakukan secara teratur 30-60 menit per hari, 3-5 hari per minggu
dapat menu bermanfaat menurunkan tekanan darah 5 mmHg (Frisoli, Schmieder,
Grodzicki, Messerli, 2011).
c. Berhenti Merokok Merokok memiliki peran cukup besar dalam peningkatan tekanan
darah yang disebabkan oleh nikotin yang terkandung dalam rokok. Tidak merokok
mengurangi keseluruhan risiko penyakit kardiovaksular dan dapat menurunkan tekanan
darah secara perlahan.
d. Pembatasan Asupan Natrium Pembatasan asupan natrium dengan mengurangi kadar
garam dapat membantu pendertita hipertensi menurunkan tekanan darahnya. Penggunaan
sodium kurang dari 2,4 gram atau kurang dari 6 gram (1 sedok teh) garam dapur per hari
dapat mengurangi 4-7 mmHg tekanan darah (Frisoli, Schmieder, Grodzicki, Messerli,
2011). Pembataasan asupan garam juga harus menghindari makanan yang sudah
diasinkan. Penambahan dengan suplemen potasium juga Universitas Sumatera Utara
xxxv dapat menurunkan tekanan darah karena salah satu penyebab dari hipertensi adalah
defisiensi potassium.

Universitas Sumatera Utara

e. Istirahat yang Cukup Istirahat merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh energi sel
dalam tubuh,istirahat dapat dilakukan dengan meluangkan waktu. Meluangkan waktu
tidak berarti minta istirahat lebih banyak dari pada bekerja produktif samapai melebihi
kepatuhan.Meluangkan waktu istirahat itu perlu dilakukan secara rutin. Yang
dimaksudkan dengan istirahat adalah usaha untuk mengembalikan stamina tubuh dan
mengembalikan keseimbangan hormon dan dalam tubuh (Amir, 2002 dalam Sagala,
2011).

Universitas Sumatera Utara