Pengaruh Waktu Destilasi Terhadap Kadar Minyak Atsiri dan Penentuan Kadar Air pada Lada Hitam

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Lada

Lada berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan, hal ini diindikasikan dengan banyaknya jenis lada liar di wilayah tersebut. Tanaman lada kemudian menyebar ke Ghat Barat (India) yang terjadi jutaan tahun yang lalu. Tanaman lada yang saat ini dibudidayakan di Indonesia juga diprediksi berasal dari India karena pada tahun 100 – 600 SM banyak koloni Hindu yang datang ke Pulau Jawa dengan membawa bibit lada.

Daerah penghasil lada di Indonesia adalah Lampung dan Bangka, dimana Lampung daerah penghasil lada hitam, sedangkan Bangka penghasil lada putih. Produksi lada pada kedua daerah tersebut mencapai 90% dari seluruh produksi lada di Indonesia (Hasanah,2011).

Biji lada merupakan komoditi ekspor, yang sering diberi nama ”raja” dari segala jenis rempah-rempah, merupakan daya tarik yang kuat bagi para pedagang perorangan maupun yang berbadan hukum, untuk dijadikan obyek perdagangan yang menyibukkan sepanjang masa (Rismunandar,2000).

Bagian tanaman lada yang dimanfaatkan adalah buahnya. Buah lada yang sudah diolah berbentuk lada putih dan hitam termasuk bahan perdagangan yang serba guna (multi function). Misalnya, lada putih dapat dimanfaatkan sebagai bumbu dalam berbagai masakan. Lada sebagai bumbu masakan bisa memberikan


(2)

masak, lada ini bisa dipergunakan sebagai pengawet daging, misalnya untuk pembuatan dendeng. Lada juga dipergunakan sebagai campuran bahan obat-obatan. Di Indonesia, lada ini banyak dipakai untuk obat traadisional, khususnya jamu Jawa. Bagi masyarakat di Kutub Utara maupun Kutub Selatan, lada diolah untuk dibuat minuman kesehatan. Dengan meminum bahan dari lada ini maka suhu tubuh tidak akan terasa dingin meskipun suhu udara disekitarnya mencapai 0o C, bahkan dibawah 0o C

Produk lada hitam pada umumnya dimanfaatkan untuk minyak wangi (parfum). Caranya, lada dikukus, lalu uapnya disalurkan ke tabung pendingin melalui pipa kaca. Dari hasil pendinginan uap lada ini akan diperoleh minyak lada. Minyak lada ini mempunyai aroma yang sedap dan khas yang sangat disukai oleh sebagian orang yang ingin berpenampilan eksklusif (Sarpian,1999).

Dalam klasifikasi tanaman, lada termasuk dalam famili Piperaceae. Famili tersebut terdiri dari 10 - 12 marga dan 1400 spesies yang bentuknya beraneka ragam, seperti herba, sebak, tanaman menjalar, hingga pohon-pohonan. Lada (Piper nigrum Linn.) dari genus Piper merupakan spesies tanaman yang berasal dari Ghats, Malabar, India.

Beraneka ragamnya masyarakat Indonesia secara langsung mempengaruhi pengenalan mereka terhadap biji lada dan penggunaannya. Oleh karena itu, nama biji atau tanaman lada disetiap daerah berbeda-beda. Beberapa diantaranya adalah lada (Aceh, Batak, Lampung, Buru, dan Nias), raro (Mentawai), lado (Minangkabau), merico (Jawa), maica (Bali), ngguru (Flores), malita lo dawa (Gorontalo), marica atau barica (Sulawesi Selatan), marisan mau, manise ahuwee (Seram), rica jawa (Halmahera, Ternate, Minahasa), leudeu pedih (Gayo), sahang


(3)

(Banjarmasin, Jawa Barat), sakang (Madura), saha (Bima), dan mboko saah (Ende).

Nama biji atau tanaman lada di beberapa negarapun berbeda-beda. Beberapa diantaranya ialah pepper (Belanda), black pepper dan white pepper (Inggris), pimienta (Spanyol), poivre (Perancis), peffer (Jerman),dan pimiento (Portugis).

Ciri yang mendasar dari tanaman lada terletak pada malai bunga berporos tunggal, berdiri sendiri, berputik lebih dari satu batang, berbuah tidak bertangkai, kelompak bungga betina melekat pada poros malai, dan berdaun ilat (Rismunandar,2003).

Ciri khas dari marga Piperaceae adalah bentuk bunganya yang berbentuk malai berporos tunggal atau bercabang. Pada poros tersebut tumbuh banyak bunga yang kecil-kecil, telanjang, dan berovari sebutir.

Ciri-ciri dasar tanaman lada adalah :

1. Malai bunganya berporos tunggal dan berdiri sendiri.

2. Berputik lebih dari satu batang buahnya tidak bertangkai kelompak bunga jantan tidak berdaging.

3. Kelopak bunga betina melekat pada poros malai. 4. Daunnya liat.

Buahnya tidak bertangkai alias duduk, berbiji tunggal, bulat bentuknya, berdiamaeter 4 - 6 meter, berdaging, kulitnya hijau bila masih muda dan berubah warnanya menjadi merah bila sudah masak. Buahnya yang masih hijau kulitnya akan menjadi kehitam-hitaman bila dijemur dibawah terik sinar matahari. Malai buah bisa mencapai panjang 15 cm, minimal 5 cm.


(4)

Biji lada berukuran rata-rata 3 - 4 mm, embrionya sangat kecil. Berat 100 biji lada 3 - 8 gram, namun rata-rata 4,5 gram adalah normal.

Biji lada diliputi selapis daging buah yang berlendir dan manis rasanya, hingga disukai burung berkicau. Biji lada tidak umum untuk dijadikan bibit, karena tanaman lada baru bisa berbuah 7 tahun setelah disemaikan.

Biji lada relatif berkurang daya tumbuhnya. Untuk disemaikan, kulit bijinya dibuang kemudian diangin-anginkan beberapa hari. Untuk mempercepat tumbuhnya, dianjurkan biji lada direndam dalam larutan zat asam sulfat yang agak pekat selama dua menit. Tempat penyemaian biji harus cukup basah dan diberi naungan yang cukup gelap. Rata-rata biji yang tumbuh bisa mencapai 90% dan tumbuh setelah 6 minggu disebar.

Semai yang tumbuh, beraneka ragam bentuk dan sifatnya. Kekuatan tumbuhnya pun tidak seragam. Semai yang kuat pertumbuhannya, yang akan dimanfaatkan untuk bibit, dipindahkan dalam kantong plastik. Rata-rata 1 (satu) bulan kemudian bisa ditanam (Rismunandar,2000).


(5)

Menurut jenisnya lada ada dua macam yaitu lada putih dan lada hitam. Lada putih adalah buah lada yang dipetik saat buah lada itu sudah matang. Lantas dikupas kulitnya dengan cara merendamnya dalam air mengalir selama dua minggu, kemudian dijemur selama tiga hari. Sedang lada hitam ialah buah lada yang saat dipetik sudah matang tapi kulitnya masih hijau, dan langsung di jemur selama tiga hari tanpa direndam terlebih dahulu.

Rempah-rempah telah luas dikenal gunanya sebagai pemberi cita rasa atau bumbu, disamping banyak digunakan untuk jamu tradisional. Sifat tersebut disebabkan kandungan zat aktif aromatis di dalamnya. Jika zat atau komponen aktif tersebut dipisahkan dengan cara diekstrak, baik dengan pelarut tertentu (misalnya etanol) maupun penyulingan (destilasi) hasilnya masing-masing dikenal

dengan nama oleoresin atau minyak atsiri

Tanaman lada alias Piper Nigrum L. yang termasuk warga piper, masih mempunyai keluarga lainnya, yang mempunyai nilai sosial ekonomis, walaupun tidak setinggi lada sendiri. Keluarga lada ini ialah jenis-jenis Piper misalnya : 1. Piper betle L. alias sirih yang terkenal di seluruh Indonesia, sebagai bahan

kinangan.

2. Piper cubeba L. alias kemukus atau staarpe-per (lada berekor). Buahnya dimanfaatkan dalam obat-obatan dan mengandung minyak atsiri 10-20% dan cubine 2-3 %.

3. Piper methysticum yang banyak berada di Irian Barat dan kepulauan Polnesia. Tanaman ini banyak mengandung bahan narkotika, yang di irian


(6)

diolah menjadi minuman dengan nama kawa. Sebelum perang dunia kedua, akar kawa ini diekspor ke Jerman untuk bahan obat gonosan.

4. Piper retrofractum alias cabe jawa atau cabe panjang. Tumbuh liar di alam terbuka. Banyak dimanfaatkan untuk obat-obatan tradisional (Rismunandar,2000).

2.1.2 Klasifikasi Tanaman

Klasifikasi : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Piperales

Family : Piperaceae Genus : Piper

Spesies : Piper nigrum Linn

(Hasanah,2011)

2.2 Komposisi Kimia Lada

Biji lada digemari dan dihargai karena dua sifat yang khas, yaitu rasanya yang pedas dan aromanya yang khas. Kedua sifat ini mengangkat derajat biji lada menjadi bahan penyedap atau peningkat rasa yang digunakan pada seluruh masakan dibeberapa penjuru dunia.


(7)

Rada pedas lada diakibatkan oleh adanya zat piperin, piperanin, dan chacivin yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan semacam alkoida. Chacivin banyak terdapat dalam daging biji lada (mesocarp) dan tidak akan hilang walaupun biji yang masih berdaging dijemur hingga menjadi lada hitam. Oleh karena itu lada hitam lebih pedas dibanding lada putih.

Tabel 2.1 Kadar Kimia Lada Hitam dan Lada Putih

Senyawa Kimia Lada Hitam (%) Lada Putih (%)

Kadar air 8 – 13 9,9 - 15

Zat protein 11 11

Zat karbohidrat 22 – 42 50 - 65

Minyak atsiri 1 – 4 Kurang dari lada hitam

Piperin (alkanoid) 5 – 9 5 - 9

Aroma biji berasal dari minyak atsiri yang terdiri dari beberapa jenis minyak terpanen (terpentin). Rata-rata kadar kimia lada hitam dan lada putih dapat dilihat pada Tabel 2.1. Sementara. Kadar zat organik lada terdapat pada Tabel 2.2. Tinggi rendah kadar gugusan kimia banyak tergantung pada jenis maupun asal biji lada yang bersangkutan.

Pada Tabel 2.2 tampak bahwa tanaman sangat membutuhkan P2O, K2O, dan CaO. Zat belerang yang berperan penting dalam pembentukan protein dapat diperoleh dari pupuk organik yang banyak mengandung sisa-sisa zat protein.


(8)

Tabel 2.2 Kadar Zat Organik Lada

Zat Organik Lada Hitam (%) Lada Putih (%)

Zat P2O 11,2 20,8

Zat sulfur 8,6 4,1

Zat K2O 29,8 17,1

Zat kapur CaO 16,1 18,1

2.3 Minyak Atsiri

Minyak atsiri merupakan cairan lembut, bersifat aromatik, dan mudah menguap pada suhu kamar. Minyak ini diperoleh dari ekstrak bunga, biji, daun, kulit batang, kayu, dan akar tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan tersebut dapat berupa semak, belukar, atau pohon. Minyak atsiri merupakan formula obat dan kosmetik tertua yang diketahui manusia dan diklaim lebih berharga daripada emas (Agusta, 2000).

Minyak atsiri dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, minyak atsiri yang dengan mudah dapat dipisahkan menjadi komponen-komponen atau penyusun murninya. Komponen-komponen ini dapat menjadi bahan dasar untuk diproses menjadi produk-produk lain. Biasanya komponen utama yang terdapat dalam minyak atsiri tersebut dipisahkan atau diisolasi dengan penyulingan bertingkat atau dengan proses kimia sederhana. Pada saat isolasi dengan penyulingan bertingkat selalu dilakukan dalam keadaan vakum. Hal ini dikerjakan untuk menghindari terjadinya isomerisasi, polimerisasi atau peruraian. Isolasi yang dilakukan berdasarkan reaksi kimia hanya terdapat pada beberapa minyak


(9)

atsiri. Kelompok kedua adalah minyak atsiri yang sukar dipisahkan menjadi komponen murninya.

Minyak atsiri lazim juga dikenal dengan nama minyak mudah menguap atau minyak terbang. Pengertian atau definisi minyak atsiri yang ditulis dalam Encyclopedia of Chemical Technologi menyebutkan bahwa minyak atsiri merupakan senyawa yang pada umunya berwujud cair, yang diperoleh dari tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, biji maupun dari bunga dengan cara penyulingan uap (Sastrohamidjojo,2004).

Jika daun mengalami luka, umumnya cairan bening akan mengalir keluar, identik dengan darah yang keluar dari luka pada tubuh manusia. Cairan bening maupun darah memiliki kesamaan fungsi, yaitu membersihkan dan melindungi luka, melawan mikroorganisme berbahaya, dan menyediakan nutrisi maupun oksigen untuk regenerasi sel tubuh. “Darah” pada tumbuhan berbentuk cairan menguap (volatil) atau resin yang berfungsi seperti darah dalam tubuh manusia. Substansi yang disebut dengan life force ini jika disuling disebut minyak atsiri (Agusta, 2000).

Minyak atsiri awalnya dikenal sebagai minyak esensial. Minyak ini sudah dikenal sejak tahun 3.000 SM oleh penduduk Mesir Kuno dan digunakan untuk tujuan keagamaan, pengobatan, atau sebagai balsam untuk mengawetkan jenazah. Sejak zaman dahulu, penggunaan minyak esensial di Indonesia masih sangat terbatas dan masih bersifat tradisional. Pemakaian minyak sari tumbuhan secara tradisional dilakukan dengan cara merendam tanaman aromatik dengan air atau dalam minyak kelapa (Yuliani, 2012).


(10)

Minyak atsiri dihasilkan dari bagian jaringan tanaman tertentu seperti akar, batang, kulit, daun, bunga, buah, atau biji. Sifat minyak atsiri yang menonjol antara lain mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan aroma tanaman yang menghasilkannya, dan umumnya larut dalam pelarut organik (Lutony, 1994).

Bahkan kebanyakan minyak atsiri memiliki aroma sangat spesifik. Hal ini tidak lain karena setiap minyak atsiri memiliki komponen kimia yang berbeda. Komponen atau kandungan masing-masing komponen kimia tersebut adalah hal yang paling mendasar dalam menentukan aroma maupun kegunaannya. Jadi, penentuan komponen penyusun dan komposisi masing-masing komponen tersebut di dalam minyak atsiri merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan kegunaan, kualitas ataupun mutu dari suatu minyak atsiri (Agusta, 2000).

Minyak atsiri memiliki kandungan komponen aktif yang disebut terpenoid atau terpena. Jika tanaman memiliki kandungan senyawa ini, berarti tanaman tersebut memiliki potensi untuk dijadikan minyak atsiri. Zat inilah yang mengeluarkan aroma atau bau khas yang terdapat pada banyak tanaman, misalnya pada rempah-rempah atau yang dapat memberikan cita rasa di dalam industri makanan dan minuman (Yuliani, 2012).

Satu jenis minyak atsiri, pada umumnya memiliki beberapa khasiat yang berbeda, misalnya sebagai antiseptik dan antibakteri. Penelitian klinik memperlihatkan bahwa minyak atsiri sering membantu menciptakan lingkungan sedemikian rupa sehingga penyakit, bakteri, virus, dan jamur tidak dapat hidup (Agusta, 2000).


(11)

2.3.1 Komponen Minyak Atsiri

Pada dasarnya semua minyak atsiri mengandung campuran senyawa kimia dan biasanya campuran tersebut sangat kompleks. Beberapa tipe senyawa organik mungkin terkandung dalam minyak atsiri, seperti hidrokarbon, alkohol, oksida, ester, aldehida, dan eter.

Komponen kimia minyak atsiri sangat kompleks, tetapi biasanya tidak melebihi 300 senyawa. Yang menentukan aroma minyak atsiri biasanya komponen yang persentasenya tinggi. Walaupun begitu, kehilangan satu komponen yang persentasenya kecil pun dapat memungkinkan terjadinya perubahan aroma minyak atsiri tersebut.

Jika minyak atsiri memiliki kandungan hidrokarbon tidak beroksigen dalam jumlah besar dan stearoptena dalam porsi kecil, maka kegunaannya lebih diutamakan sebagai pemberi bau yang spesifik atau perancah (flavoring), sedangkan jika minyak atsiri mengandung lebih banyak senyawa dari golongan hidrokarbon, alcohol, keton, fenol, ester dari fenol, oksida, dan ester, lebih memungkinkan untuk digunakan sebagai obat, karena secara teori diketahui bahwa semua senyawa itu memiliki gugus aktif yang berfungsi melawan suatu jenis penyakit (Agusta,2000).

2.3.2 Manfaat Minyak Atsiri a. Aromaterapi dan kesehatan

Kandungan minyak atsiri memiliki efek menenangkan (relaxing). Senyawa minyak atsiri yang masuk kedalam tubuh dapat mempengaruhi sistem limbik atau pengatur emosi. Minyak atsiri yang tercium oleh hidung akan berikatan


(12)

dengan reseptor penangkap aroma. Setelah itu, reseptor akan mengirim sinyal-sinyal kimiawi ke otak dan akan mengatur emosi seseorang. Karena itu, minyak atsiri biasanya digunakan sebagai campuran ramuan aromaterapi untuk menangani masalah psikis.

Selain memiliki aroma yang menenangkan, minyak atsiri juga memiliki manfaat untuk kesehatan, seperti antiradang dan antiserangga.

b. Memiliki Aroma Wangi

Wangi yang dihasilkan oleh minyak atsiri banyak dimanfaatkan sebagai campuran wewangian atau parfum. Tidak hanya sebagai sumber wangi, minyak atsiri juga berperan sebagai pengikat bau (fixative perfume). Efek wewangian yang berasal dari minyak atsiri juga digunakan untuk beberapa produk seperti sabun, pasta gigi, sampo, lotion, deodorant, pembersih, penyegar, dan tonik rambut.

Selain itu, minyak atsiri dapat digunakan sebagai pengharum ruangan dan udara. Misalnya, minyak atsiri mampu menghilangkan partikel logam racun dari udara, memikat oksigen, dan menambahkan ion negative. Penggunaan minyak atsiri sebagai bahan baku pengharum ruangan dapat membuat udara diruangan menjadi lebih bersih, segar dan tidak pengap.

c. Bahan Tambahan Makanan

Dalam pembuatan makanan, minyak atsiri juga memiliki peranan yang cukup penting. Minyak atsiri berguna sebagai penambah aroma dan rasa, khususnya untuk makanan olahan. Selain itu, minyak atsiri dapat menambah cita rasa makanan.


(13)

d. Pestisida Alami

Dalam budidaya pertanian, beberapa wangi yang dihasilkan oleh minyak atsiri tidak disukai oleh serangga dan hama pengganggu tanaman. Karena itu, banyak petani yang menggunakan minyak atsiri untuk membasmi serangga (Rusli, 2010).

2.4 Tahap Pengambilan Minyak Atsiri 2.4.1 Perlakuan Bahan Tanaman

2.4.1.1 Pemotongan dan Memperkecil Bahan Tanaman

Pekerjaan utama penyulingan adalah mengisolasi atau mengeluarkan minyak atsiri dari bahan tanaman yang berbau. Dalam tanaman minyak atsiri terdapat dalam kelenjar minyak atau pada bulu-bulu kelenjar. Minyak atsiri hanya akan keluar setelah uap menerobos jaringan-jaringan tanaman yang terdapat dipermukaan. Proses lepasnya minyak atsiri ini hanya dapat terjadi dengan hidrodifusi atau penembusan air pada jaringan-jaringan tanaman. Biasanya proses difusi berlangsung sangat lambat. Untuk mempercepat proses difusi maka sebelum penyulingan dilakukan bahan tanaman harus diperkecil dengan cara dipotong-potong atau digerus. Pemotongan menjadi kecil-kecil atau penggerusan sering diistilahkan kominusi. Pemotongan atau penggerusan merupakan upaya mengurangi ketebalan bahan hingga difusi dapat terjadi. Peningkatan difusi akan mempercepat penguapan dan penyulingan minyak atsiri. Ada kalanya meskipun sudah dipotong-potong ternyata hanya sebagian minyak atsiri yang dapat terbebaskan (Sastrohamidjojo, 2004).


(14)

Namun demikian tidak semua bahan tanaman yang mengandung minyak atsiri harus dipotong-potong. Bahan tanaman seperti bunga, daun atau bagian-bagian tipis tidak berserat dapat disuling tanpa harus dipotong-potong. Sedangkan bahan yang berupa biji (buah-buahan) harus diremuk agar dinding-dinding sel pecah hingga minyak atsiri mudah lepas bila dikenai oleh uap. Akar, batang dan semua bahan berupa kayu harus dipotong-potong terlebih dahulu hingga kelenjar-kelenjar minyak mudah menguap.

Perlu diperhatikan bila bahan telah dipotong-potong atau diperkecil harus segera disuling. Bila tidak segera diproses maka minyak atsiri yang mempunyai sifat mudah menguap sebagian akan teruapkan. Ada dua hal yang dapat merugikan proses ini: pertama, hasil total minyak atsiri yang diperoleh berkurang karena ada yang menguap; kedua, komposisi minyak atsiri akan berubah, hingga akan mempengaruhi baunya. Perlu diketahui bahwa satu jenis minyak atsiri terdiri atas sejumlah komponen, bahkan ada yang berjumlah 20-30 lebih komponen. Diantaranya ada yang mudah menguap pada suhu kamar pada saat akan diproses. (Sastrohamidjojo, 2004).

2.4.1.2 Penyimpanan Bahan Tanaman

Penyimpanan bahan tanaman sebelum dilakukan kominusi sering mengandung bahaya yaitu lepasnya minyak atsiri yang mudah menguap. Biasanya hilangnya minyak atsiri oleh penguapan relatif sedikit, tetapi hilangnya minyak atsiri kebanyakan disebabkan oleh peristiwa oksidasi dan pendamaran atau resinifikasi. Jika bahan tanaman harus disimpan sebelum diproses maka bahan tanaman


(15)

tersebut harus ditempatkan pada ruangan yang udaranya kering pada suhu rendah dan bebas terhadap sirkulasi udara. (Sastrohamidjojo, 2004).

2.4.1.3 Hilangnya Minyak Atsiri dalam Bahan Tanaman sebelum Penyulingan

Minyak atsiri yang terdapat dalam jaringan tanaman sering hilang oleh pemanasan setelah bahan dipanen. Terdapat sejumlah tanaman yang segar atau bagian tanaman dengan kandungan air yang tinggi dapat kehilangan kandungan minyak atsiri dalam jumlah yang besar pada saat dikeringkan dalam keadaan udara terbuka, tetapi memang ada sejumlah tanaman yang kehilangan minyak atsiri sedikit.

Hilangnya minyak atsiri selama waktu pelayuan dan pengeringan bahan tanaman jauh lebih besar daripada hilangnya minyak atsiri yang terjadi selama penyimpanan bahan tanaman setelah tanaman tersebut dikeringkan. Berdasarkan kenyataan, yaitu selama tahap-tahap awal pelayuan dan pengeringan tanaman masih menahan jumlah cukup besar embun air didalam sel-sel. Kemudian oleh difusi mengangkut minyak atsiri kepermukaan dan membantu terjadinya penyerapan. Bila embun air hilang, dan tanaman telah kering maka hidrodifusi tidak dapat terjadi lagi. Setiap hilangnya minyak atsiri selama penyimpanan bahan tanaman yang kering udara tergantung pada beberapa faktor lain yaitu kondisi bahan, cara dan lamanya penyimpanan, dan komposisi minyak atsiri (Sastrohamidjojo, 2004).


(16)

2.4.2 Cara Pengambilan Minyak Atsiri

Pengambilan (ekstraksi) minyak atsiri dari tumbuh-tumbuhan dilakukan dengan tiga cara yaitu:

1. Penyulingan menggunakan uap air (Steam Distillation)

2. Ekstraksi menggunakan pelarut (Solvent Extraction)

3. Pengempaan (Expression)

Dari ketiga cara ini, penyulingan menggunakan uap air dan ekstraksi menggunakan pelarut merupakan dua cara terpenting (Harris, 1987).

2.4.2.1 Penyulingan Menggunakan Uap Air

Penyulingan dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan komponen-komponen suatu campuran yang terdiri atas dua cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap mereka atau berdasarkan perbedaan titik didih komponen-komponen senyawa tersebut (Sastrohamidjojo, 2004).

Penyulingan menggunakan uap air merupakan cara pengambilan minyak yang tertua, namun masih paling banyak digunakan, Akan tetapi, cara ini hanya cocok untuk minyak-minyak tanaman yang tidak rusak oleh panas uap air.

Penyulingan terbagi atas dua, yaitu : 1. Penyulingan Langsung

Pada cara penyulingan ini, bahan tumbuhan yang akan diambil minyaknya dimasak dengan air. Dengan demikian, penguapan air dan minyak berlangsung bersamaan. Kendati penyulingan ini seolah-olah memudahkan penanganan, tetapi ternyata mengakibatkan kehilangan hasil dan penurunan mutu. Penyulingan


(17)

langsung mengakibatkan pengasaman (oksidasi) serta persenyawaan zat ester yang dikandung dengan air (hidrolisis ester). Selain itu, penggodokan ini menyebabkan timbulnya aneka hasil sampingan yang tidak dikehendaki.

2. Penyulingan Tidak Langsung

Cara yang lebih melipatkan hasil serta meningkatkan mutu ialah memisahkan penguapan air dengan penguapan minyak bahan tumbuhan yag diolah. Bahan tumbuhan diletakkan di tempat tersendiri yang dialiri dengan uap air, yaitu diletakkan di atas air mendidih.

2.4.2.2 Ekstraksi Menggunakan Pelarut

Ekstraksi ini cocok untuk mengambil minyak bunga yang kurang stabil dan dapat rusak oleh panas uap air. Bahan pelarut dialirkan seecara berkesinambungan, melalui serangkaian penampan yang diisi bahan tumbuhan, menggunakan teknik arus-lawan (countercurent technique), sampai ekstraksi selesai.

2.4.2.3 Pengempaan

Sebagian besar pengempaan dilakukan untuk mendapatkan berbagai minyak jeruk. Minyak itu terkandung dalam sel-sel kecil daging buah. Seperti yang sering kita lihat, sel-sel jeruk sangat mudah melepaskan minyak (Harris, 1987).

2.5 Minyak Lada

Kandungan kimia dari buah lada adalah minyak atsiri mengandung felandren, dipenten, kariopilen, enthoksilin, limonen, alkaloida piperina dan kavisina.


(18)

Kadar minyak atsiri dan kadar bahan yang tidak menguap (non-volatile extract) sangat tergantung dari jenis lada. Tinggi rendah kadar minyak lada menentukan tinggi rendah nilai aroma jenis biji lada. Namun, bukan tidak mungkin faktor lain seperti kesuburan tanah pun berpengaruh terhadap aroma minyak lada.

Minyak lada yang baik dapat diperoleh melalui destilasi uap air. Minyak yang dihasilkan dengan cara ini hampir tidak berwarna hingga agak kehijau-hijauan dan berbau khas merica.

Minyak lada memiliki sifat mudah menguap pada suhu kamar. Oleh karena itu, pengemasan harus dilakukan dengan baik dan benar. Minyak lada dikemas dengan menggunakan botol yang bersih dan kedap udara. Botol yang digunakan sebaiknya berwarna gelap. Penggunaan botol berearna gelap dapat membantu mengurangi risiko kerusakan oksidatif karena mampu menahan cahaya matahari. Dengan kemasan yang baik maka kualitas (warna dan wangi) minyak lada dapat dipertahankan (Rismunandar,2003).

2.6 Khasiat Biji Lada 2.6.1 Untuk Pengobatan

Biji lada banyak dimanfaatkan untuk obat-obatan tradisional maupun modern. Khasiatnya sebagai stimulant pengeluaran keringat (diaphoretic), pengeluaran angin (carminativ), peluruh air kencing (diuretic), peningkatan nafsu makan, peningkatan nafsu makan, peningkatan aktivitas kelenjar-kelenjar pencernaan, dan percepatan pencernaan zat lemak. Selain itu, biji lada dapat dipakai untuk ramuan obat reumatik. Bahkan, banyak yang memanfaatkan bubuk lada sebagai obat kuat


(19)

fisik setelah dicampur telur ayam setengah matang. Bubuk lada pun dapat dicampurndengan madu sebagai ramuan peningkatan vitalitas (Rismunandar,2003).

2.6.2 Lada Sebagai Penyedap Makanan

Bubuk lada dimanfaatkan sebagai penyedap makanan Eropa maupun Asia. Masakkan daging di daerah Padang maupun dari daerah lain di Indonesia tidak akan ketinggalan bubuk ladanya. Banyak lada dimanfaatkan untuk pembuatan sosis daging yang membanjiri supermarket. Olahan buah dan sayuran seperti asinan kol, chutney ala India pasti memanfaatkan bubuk/biji lada (Rismunandar,2000).

2.6.3 Minyak Lada

Minyak lada banyak digunakan sebagai pemberi aroma dan rasa pada berbagai industri makanan. Selain itu minyak lada juga dipakai dalam industri farmasi dan kosmetika. Minyak lada dibuat melalui proses penyulingan. Adapun bahan baku yang digunakan dalam pembuatan minyak lada, yaitu lada gugur, lada enteng, lada menir, debu, asal, dan tangkai (Rismunandar,2003).

2.6.4 Oleoresin Biji Lada

Dari biji lada selain dapat dihasilkan minyak atsiri tersebut diatas, dapat pula melalui ekstraksi, diperoleh bahan padat yang diberi nama oleoresin.

Oleoresin dapat diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai oleo (minyak) dan resin (dammar), merupakan gugusan kimia yang terdiri dari minyak atsiri dan


(20)

dammar. Oleoresin biji lada mengandung zat piperine dan piperanine dan chavicine yang member sifat pedas pada biji lada dan minyak-minyak atsiri.

Minyak atsiri lada tidak mengandung unsur-unsur pemedas tersebut dan hanya meningkatkan aroma biji lada belaka (Rismunandar,2000).


(1)

tersebut harus ditempatkan pada ruangan yang udaranya kering pada suhu rendah dan bebas terhadap sirkulasi udara. (Sastrohamidjojo, 2004).

2.4.1.3 Hilangnya Minyak Atsiri dalam Bahan Tanaman sebelum Penyulingan

Minyak atsiri yang terdapat dalam jaringan tanaman sering hilang oleh pemanasan setelah bahan dipanen. Terdapat sejumlah tanaman yang segar atau bagian tanaman dengan kandungan air yang tinggi dapat kehilangan kandungan minyak atsiri dalam jumlah yang besar pada saat dikeringkan dalam keadaan udara terbuka, tetapi memang ada sejumlah tanaman yang kehilangan minyak atsiri sedikit.

Hilangnya minyak atsiri selama waktu pelayuan dan pengeringan bahan tanaman jauh lebih besar daripada hilangnya minyak atsiri yang terjadi selama penyimpanan bahan tanaman setelah tanaman tersebut dikeringkan. Berdasarkan kenyataan, yaitu selama tahap-tahap awal pelayuan dan pengeringan tanaman masih menahan jumlah cukup besar embun air didalam sel-sel. Kemudian oleh difusi mengangkut minyak atsiri kepermukaan dan membantu terjadinya penyerapan. Bila embun air hilang, dan tanaman telah kering maka hidrodifusi tidak dapat terjadi lagi. Setiap hilangnya minyak atsiri selama penyimpanan bahan tanaman yang kering udara tergantung pada beberapa faktor lain yaitu kondisi bahan, cara dan lamanya penyimpanan, dan komposisi minyak atsiri (Sastrohamidjojo, 2004).


(2)

2.4.2 Cara Pengambilan Minyak Atsiri

Pengambilan (ekstraksi) minyak atsiri dari tumbuh-tumbuhan dilakukan dengan tiga cara yaitu:

1. Penyulingan menggunakan uap air (Steam Distillation)

2. Ekstraksi menggunakan pelarut (Solvent Extraction)

3. Pengempaan (Expression)

Dari ketiga cara ini, penyulingan menggunakan uap air dan ekstraksi menggunakan pelarut merupakan dua cara terpenting (Harris, 1987).

2.4.2.1 Penyulingan Menggunakan Uap Air

Penyulingan dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan komponen-komponen suatu campuran yang terdiri atas dua cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap mereka atau berdasarkan perbedaan titik didih komponen-komponen senyawa tersebut (Sastrohamidjojo, 2004).

Penyulingan menggunakan uap air merupakan cara pengambilan minyak yang tertua, namun masih paling banyak digunakan, Akan tetapi, cara ini hanya cocok untuk minyak-minyak tanaman yang tidak rusak oleh panas uap air.

Penyulingan terbagi atas dua, yaitu : 1. Penyulingan Langsung

Pada cara penyulingan ini, bahan tumbuhan yang akan diambil minyaknya dimasak dengan air. Dengan demikian, penguapan air dan minyak berlangsung bersamaan. Kendati penyulingan ini seolah-olah memudahkan penanganan, tetapi ternyata mengakibatkan kehilangan hasil dan penurunan mutu. Penyulingan


(3)

langsung mengakibatkan pengasaman (oksidasi) serta persenyawaan zat ester yang dikandung dengan air (hidrolisis ester). Selain itu, penggodokan ini menyebabkan timbulnya aneka hasil sampingan yang tidak dikehendaki.

2. Penyulingan Tidak Langsung

Cara yang lebih melipatkan hasil serta meningkatkan mutu ialah memisahkan penguapan air dengan penguapan minyak bahan tumbuhan yag diolah. Bahan tumbuhan diletakkan di tempat tersendiri yang dialiri dengan uap air, yaitu diletakkan di atas air mendidih.

2.4.2.2 Ekstraksi Menggunakan Pelarut

Ekstraksi ini cocok untuk mengambil minyak bunga yang kurang stabil dan dapat rusak oleh panas uap air. Bahan pelarut dialirkan seecara berkesinambungan, melalui serangkaian penampan yang diisi bahan tumbuhan, menggunakan teknik arus-lawan (countercurent technique), sampai ekstraksi selesai.

2.4.2.3 Pengempaan

Sebagian besar pengempaan dilakukan untuk mendapatkan berbagai minyak jeruk. Minyak itu terkandung dalam sel-sel kecil daging buah. Seperti yang sering kita lihat, sel-sel jeruk sangat mudah melepaskan minyak (Harris, 1987).

2.5 Minyak Lada

Kandungan kimia dari buah lada adalah minyak atsiri mengandung felandren, dipenten, kariopilen, enthoksilin, limonen, alkaloida piperina dan kavisina.


(4)

Kadar minyak atsiri dan kadar bahan yang tidak menguap (non-volatile extract) sangat tergantung dari jenis lada. Tinggi rendah kadar minyak lada menentukan tinggi rendah nilai aroma jenis biji lada. Namun, bukan tidak mungkin faktor lain seperti kesuburan tanah pun berpengaruh terhadap aroma minyak lada.

Minyak lada yang baik dapat diperoleh melalui destilasi uap air. Minyak yang dihasilkan dengan cara ini hampir tidak berwarna hingga agak kehijau-hijauan dan berbau khas merica.

Minyak lada memiliki sifat mudah menguap pada suhu kamar. Oleh karena itu, pengemasan harus dilakukan dengan baik dan benar. Minyak lada dikemas dengan menggunakan botol yang bersih dan kedap udara. Botol yang digunakan sebaiknya berwarna gelap. Penggunaan botol berearna gelap dapat membantu mengurangi risiko kerusakan oksidatif karena mampu menahan cahaya matahari. Dengan kemasan yang baik maka kualitas (warna dan wangi) minyak lada dapat dipertahankan (Rismunandar,2003).

2.6 Khasiat Biji Lada 2.6.1 Untuk Pengobatan

Biji lada banyak dimanfaatkan untuk obat-obatan tradisional maupun modern. Khasiatnya sebagai stimulant pengeluaran keringat (diaphoretic), pengeluaran angin (carminativ), peluruh air kencing (diuretic), peningkatan nafsu makan, peningkatan nafsu makan, peningkatan aktivitas kelenjar-kelenjar pencernaan, dan percepatan pencernaan zat lemak. Selain itu, biji lada dapat dipakai untuk ramuan obat reumatik. Bahkan, banyak yang memanfaatkan bubuk lada sebagai obat kuat


(5)

fisik setelah dicampur telur ayam setengah matang. Bubuk lada pun dapat dicampurndengan madu sebagai ramuan peningkatan vitalitas (Rismunandar,2003).

2.6.2 Lada Sebagai Penyedap Makanan

Bubuk lada dimanfaatkan sebagai penyedap makanan Eropa maupun Asia. Masakkan daging di daerah Padang maupun dari daerah lain di Indonesia tidak akan ketinggalan bubuk ladanya. Banyak lada dimanfaatkan untuk pembuatan sosis daging yang membanjiri supermarket. Olahan buah dan sayuran seperti asinan kol, chutney ala India pasti memanfaatkan bubuk/biji lada (Rismunandar,2000).

2.6.3 Minyak Lada

Minyak lada banyak digunakan sebagai pemberi aroma dan rasa pada berbagai industri makanan. Selain itu minyak lada juga dipakai dalam industri farmasi dan kosmetika. Minyak lada dibuat melalui proses penyulingan. Adapun bahan baku yang digunakan dalam pembuatan minyak lada, yaitu lada gugur, lada enteng, lada menir, debu, asal, dan tangkai (Rismunandar,2003).

2.6.4 Oleoresin Biji Lada

Dari biji lada selain dapat dihasilkan minyak atsiri tersebut diatas, dapat pula melalui ekstraksi, diperoleh bahan padat yang diberi nama oleoresin.

Oleoresin dapat diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai oleo (minyak) dan resin (dammar), merupakan gugusan kimia yang terdiri dari minyak atsiri dan


(6)

dammar. Oleoresin biji lada mengandung zat piperine dan piperanine dan chavicine yang member sifat pedas pada biji lada dan minyak-minyak atsiri.

Minyak atsiri lada tidak mengandung unsur-unsur pemedas tersebut dan hanya meningkatkan aroma biji lada belaka (Rismunandar,2000).