Gambaran Peran Pasangan Usia Subur (PUS) yang Memiliki Anak Remaja Terhadap Pendidikan Seks di Keluarahan Sudirejo 1 Kecamatan Medan Kota Tahun 2017

20

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peran
Teori peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang
mempunyai suatu status. Menurut David Bery peran adalah individu-individu
menempati kedudukan tertentu maka mereka merasa bahwa setiap yang mereka
tempati itu menimbulkan harapan-harapan tertentu dari orang disekitarnya.
Pengertian Peran diungkapkan oleh Soerjono Soekanto: “Peranan
merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan
hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu
peranan” (Soekanto, 2004) Terdapat dalam ilmu antropologi dan ilmu-ilmu sosial
peranan adalah “tingkah laku individu yang mementaskan suatu kedudukan
tertentu” (Koentjoroningrat, 1986).
Pendapat lain dikemukakan oleh Livinson yang dikutip oleh Soerjono
Soekanto bahwa :
a.

Peranan meliputi norma–norma yang diungkapkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat.


b.

Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dilakukan oleh individu dalam
masyarakat sebagai organisasi.

c.

Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting sebagai
struktur sosial masyarakat (Soekanto, 1990)
Broom dan Selynick peran dapat ditinjau dari 3 perspektif yaitu :
1. Perspektif prescribed role yaitu peran yang didasarkan pada harapanharapa masyarakat atau peran yang ideal.
2. Perspektif perceived role yaitu peran yang didasarkan pada pertimbangan
pribadi, peran ini mungkin saja tidak sejalan dengan harapan dari

Universitas Sumatera Utara

21

masyarakat tetapi harus dilakukan, karena menurut pertimbangan hal ini

adalah baik.
3. Perspektif actual role yaitu peran yang didasarkan pada bagaimana
peranan itu diwujud nyatakan atau diaktualisasikan.
Dalam teorinya Biddle dan Thomas membagi peristilahan dalam teori
peran ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu istilah yang menyangkut :
1. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi tersebut.
2. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut.
3. Kedudukan orang-orang dalam perilaku.
Orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial dapat dibagi dalam 2
(dua) golongan sebagai berikut :
a. Aktor (actor, pelaku) yaitu orang yang sedang berperilaku menurut
suatu peran tertentu.
b. Target (sasaran) atau orang lain (other), yaitu orang yang
mempunyai

hubungan

antara

orangtua


dan

anak

dalam

berperilaku. Disini aktor (target) bisa berupa individu-individu
ataukumpulan individu (kelompok). Hubungan antara kelompok
dengan kelompok, misalnya terjadi antara orangtua (aktor) dan
anak (target).
2.2 Peran Orang Tua dalam Pendidikan Seks
WHO menulis bahwa keluarga sebagai Primary Sosial Agent dalam
promosi kesehatan atau penelitian-penelitian keluarga/kesehatan
sangatdipengaruhi perilaku kesehatan dan bahwa pendekatan melalui keluarga
(Family Centered Approach) merupakan cara yang paling efektif dan efisien
untuk mencapai tujuan kesehatan untuk semua orang (Health for all) pada tahun

Universitas Sumatera Utara


22

2000. Cara hidup (life style) yang sehat biasanya dikembangkan, dibudidayakan
atau diubah dilingkungan keluarga. Perilaku hidup sehat orang tua sangat
menentukan apakah seseorang akan berperilaku sehat dan dukungan keluarga
sangat menentukan apakah seorang individu (anggota keluarga) mampu merubah
cara hidupnya.
Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh
seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peran keluarga didasari oleh harapan dan
pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat (Setiadi, 2008). Menurut
Setiadi (2008) setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing. Peran
ayah yang sebagai pemimpin keluarga yang mempunyai peran sebagai pencari
nafkah, pendidik, pelindung atau pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap
anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu.
Peran ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak,
pelindung keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial
tertentu. Sedangkan peran anak dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan
spiritual.
Dalam mengantarkan anak remajanya ke alam dewasa ada beberapa peran
orangtua yang harus dijalankan orangtua antara lain:

a. Sebagai Pendidik
Orangtua wajib memberikan bimbingan dan arahan kepada anak
remajanya sebagai bekal dan benteng mereka untuk menghadapi perubahanperubahan yang terjadi. Nilai-nilai agama yang ditanamkan orangtua kepada
anaknya secara dini merupakan bekal dan benteng mereka untuk menghadapi
perubahan-perubahan yang terjadi. Agar kelak remaja dapat membentuk rencana
hidup yang mandiri, disiplin dan bertanggung jawab, orangtua perlu menanamkan
kepada remaja arti penting pendidikan dan ilmu pengetahuan yang mereka
dapatkan.
b. Sebagai Panutan

Universitas Sumatera Utara

23

Remaja memerlukan model panutan di lingkungannya. Orangtua
merupakan model/panutan dan menjadi tokoh teladan bagi remajanya. Pola
tingkah lakunya, cara berekpresi, cara berbicara orangtua yang pertama dilihat
mereka, yang kemudian akan dijadikan panutan dalam kehidupannya. Orangtua
harus terus selalu memberikan contoh dan keteladanan bagi anak remajanya,
baik perkataan, sikap maupun perbuatan.

c. Sebagai Pendamping
Orangtua wajib mendampingi remaja agar mereka tidak terjerumus dalam
pergaulan yang membawanya kedalam kenakalan remaja dan tindakan yang
merugikan diri sendiri. Namun demikian, pendamping hendaknya dilakukan
dengan bersahabat dan lemah lembut. Sikap curiga dari orangtua justru akan
menciptakan jarak antara anak dan orangtua serta kehilangan kesempatan untuk
melakukan dialog terbuka dengan remaja.
d. Sebagai Konselor
Peran orangtua sangat penting dalam mendampingi remaja, ketika
menghadapi masa-masa sulit dalam mengambil keputusan. Sebagai konselor,
orangtua dituntut untuk tidak menghakimi, tetapi dengan jiwa besar justru harus
merangkul remaja bila sedang mengalami masalah dan membantu menyelesaikan
masalah tersebut.
e. Sebagai Komunikator
Hubungan yang baik antara orangtua dengan anak remajanya akan sangat
membantu dalam pembinaan mereka. Apabila hubungan antara orangtua dengan
anaknya terjalin dengan baik, maka satu sama lain akan terbuka dan saling
mempercayai. Secara kesulitan yang dihadapi remaja akan dapat teratasi, sehingga
mereka tidak akan mencari teman/orang lain dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi. Remaja akan merasa aman dan terlindungi, bila orangtua dapat menjadi

sumber informasi, serta teman yang dapat diajak bicara tentang kesulitan atau

Universitas Sumatera Utara

24

masalah mereka. Salah satu cara yang ideal untuk membina hubungan dengan
anak remajanya adalah menjadi sahabat atau teman.
f. Sebagai Teman/Sahabat
Dengan peran orangtua sebagai teman/sahabat remaja akan lebih terbuka
dalam menyampaikan permasalahan yang dihadapinya. Sebagai orangtua
hendaknya mampu berperan seperti pohon yang kuat dan rindang, akarnya
menghujam keatas kedalam tanah sehingga bisa memberikan makanan pada dahan
dan daun dan sang pohon dapat menghasilkan buah yang segar, tidak busuk dan
berulat (BKKBN, 2012).
Menurut penelitian Williams, dkk (1996) dari hasil penelitian tentang
peran orang tua dalam pendidik seks utama yang mengambil sample remaja
Sekolah Menengah Pertama di Chicago, Baltimoe, Hartford dan Milwake
menunjukkan Hasil penelitian bahwa peran orang tua dalam pendidikan seks
antara lain:

1. Mengontrol informasi yang diterima anak dalam pendidikan seksual dari
berbagai sumber yang kadang tidak tepat.
2. Menjadi model dalam melakukan aktivitas seksual yang sehat.
3. Memberikan informasi yang tepat bagi anak.
4. Mendampingi remaja saat menerima informasi dari media seperti televisi,
internet dan media lain sehingga anak dapat mengetahui informasi seksual
yang sehat.
Menurut penelitian Starkhshall (2007) tentang peran orang tua dalam
pendidikan seks dengan obyek penelitian remaja pada Sekolah Menengah Pertama
dan Sekolah Menengah Atas di New York menunjukkan hasil bahwa peran orang
tua dalam pendidikan seks antara lain :
1. Pendidik utama dalam masalah seksualitas.

Universitas Sumatera Utara

25

2. Pendiidik utama dalam masalah sosial.
3. Menjelaskan nilai-nilai sosial dan agama.
4. Menjelaskan


bagaimana

seharusnya

anak

mensikapi

perkembangan

seksualitasnya.

2.3. Pasangan Usia Subur
Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami isteri yang isterinya
berusia 15-49 tahun. Ini dibedakan dengan perempuan usia subur yang berstatus
janda atau cerai (BPS, 2008). Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami
istri yang istrinya berumur antara 15 sampai dengan 49 tahun dan masih haid atau
pasangan suami istri yang istri berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau
istri berumur lebih dari 50 tahun, tetapi masih haid (BKKBN Kab. Klungkung,

2007).
2.4. Konsep Remaja
Remaja, dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa
latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”.
Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang
luas, mencakup kematangan mental, emosional, social dan fisik (Asrori, 2004).
Menurut WHO, masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanakkanak menuju masa dewasa, dimana pada masa itu terjadi pertumbuhan
yang pesat termasuk fungsi reproduksi. Sehingga mempengaruhi terjadinya
perubahan- perubahan perkembangan, baik fisik, mental, maupun peran sosial
(Kumalasari, 2013).
Konsep “remaja” juga merupakan konsep yang relatif baru, yang muncul
kira-kira setelah era industrialisasi merata di Negara-negara eropa, Amerika
Serikat, dan Negara-negara maju lainnya. Dengan perkataan lain, masalah remaja

Universitas Sumatera Utara

26

baru menjadi pusat perhatian ilmu-ilmu social dalam 100 tahun terakhir ini saja.
(Sarwono, 2011).

Batasan umur usia remaja bervariasi antara beberapa ahli, organisasi, atau
lembaga kesehatan. usia remaja merupakan periode transisi perkembangan dari
masa anak ke masa dewasa, usia antara 10-24 tahun. Batasan umur remaja
(adolescence) menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah periode usia
antara 10-19 tahun. Sedangkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyebut
kaum muda (youth) untuk usia antara 15-24 tahun. sementara itu batasan umur
menurut BkkbN (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan
usia remaja adalah 10-21 tahun (BkkbN, 2006). Menurut The Health Resources
and Service Administrations Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja
adalah 11-21 tahun dan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu remaja awal (11-14
tahun); remaja menengah (15-17 tahun); dan remaja akhir (18-21 tahun).
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa.
Terjadi pula peralihan proporsi tubuh dan ciri-ciri seks primer dan sekunder yang
akan menyamai orang dewasa. Secara anatomi dan fisiologi, alat-alat reproduksi
laki-laki dan perempuan akan mencapai kematangan baik secara fisik maupun
fisiologisnya. Perkembangan pada remaja ini disebut sebagai masa pubertas atau
lebih dikenal dengan nama masa puber. Masa pubertas ini berawal dari haid pada
perempuan dan mimpi basah pada laki-laki. Tetapi, pada usia berapa persisnya
masa puber ini dimulai sulit ditetapkan, oleh karena cepat lambatnya haid atau
mimpi basah sangat tergntung pada kondisi tubuh masing-masing individu.
(Sarwono, 2011).
Pertumbuhan fisik ini akan mengantar remaja kepada tugas mereka
selanjutnya. Remaja akan berada dalam kebingungan terhadap hal-hal yang baru
dialaminya. Pertumbuhan fisik ini juga akan membawa perubahan perilaku pada
remaja, misalnya munculnya ketertarikan kepada lawan jenis mendorong remaja
untuk pacaran dan sedikit demi sedikit remaja bisa terjerumus pada perilaku seks
bebas (Dianawati, 2006).

Universitas Sumatera Utara

27

Soetjiningsih (2010) mengatakan bahwa hubungan seksual yang pertama
dialami oleh remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
a. Waktu/saat mengalami pubertas. Saat itu mereka tidak pernah memahami
tentang apa yang akan dialaminya.
b. Kontrol sosial kurang tepat yaitu terlalu ketat atau terlalu longgar.
c. Frekuensi pertemuan dengan pacarnya. Mereka mempunyai kesempatan
untuk melakukan pertemuan yang makin sering tanpa kontrol yang baik
sehingga hubungan akan makin mendalam.
d. Hubungan antar mereka makin romantic.
e. Kondisi keluarga yang tidak memungkinkan untuk mendidik anak-anak
untuk memasuki masa remaja yang baik.
f. Kurangnya kontrol dari orangtua. Orangtua terlalu sibuk sehingga
perhatian terhadap anak kurang baik.
g. Status ekonomi. Mereka yang hidup dengan fasilitas berkecukupan akan
mudah melakukan pesiar ke tempat-tempat rawan yang memungkinkan
adanya kesempatan melakukan hubungan seksual. Sebaiknya yang
ekonomi lemah tetapi banyak kebutuhan atau tuntunan, mereka mencari
kesempatan untuk memanfaatkan dorongan seksnya demi mendapatkan
sesuatu.
h. Korban pelecehan seksual yang berhubungan dengan fasilitas antara lain
sering menggunakan kesempatan yang rawan misalnya pergi ke tempat
tempat sepi.
i. Tekanan dari teman sebaya. Kelompok sebaya kadang-kadang saling
ingin menunjukkan penampilan diri yang salah untuk menunjukkan

Universitas Sumatera Utara

28

kemantapannya, misal mereka ingin menunjukkan bahwa mereka sudah
mampu seorang perempuan untuk melayani kepuasan seksnya.
j. Penggunaan obat-obatan terlarang dan alkohol. Peningkatan penggunaan
obat terlarang dan alkohol makin lama makin meningkat.
k. Mereka kehilangan kontrol sebab tidak tahu batas-batasnya yang boleh dan
mana tidak boleh.
l. Mereka merasa sudah saatnya untuk melakukan aktifitas seksual sebab
sudah merasa matang secara fisik.
m. Adanya keinginan untuk menunjukkan cinta pada pacarnya.
n. Penerimaan aktifitas seksual pacarnya.
o. Sekedar menunjukkan kegagalan dan kemampuan fisiknya.
p. Terjadinya peningkatan rangsangan pada seksual akibat peningkatan kadar
hormon reproduksi atau seksual.
2.5. Pendidikan Seks
2.5.1. Konsep Pendidikan Seks
Istilah pendidikan seks (sex education) berasal dari masyarakat Barat.
Negara Barat yang pertama kali memperkenalkan pendidikan ini dengan cara
sistematis adalah Swedia, dimulai sekitar tahun 1926. Dan untuk Indonesia
pembicaraan mengenai pendidikan seks ini secara resmi baru dimulai tahun1972,
tepatnya tangal 9 September 1972, dengan penyampaian satu ceramah dengan
tema: Masalah Pendidikan Seks, dengan Fakultas Kedokteran Universitas
Pajajaran sebagai pencetusnya (Marzuki, 2001). Gerakan untuk pendidikan seks,
kadang-kadang juga dikenal sebagai pendidikan seksualitas, dimulai di Amerika
Serikat pada akhir abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh. (Setiawati,
2010).
Berdasarkan kesepakatan di Kairo 1994 (The Cairo Consensus) tentang
kesehatan reproduksi yang berhasil ditanda tangani oleh 184 negara termasuk

Universitas Sumatera Utara

29

Indonesia, diputuskan tentang perlunya pendidikan seks bagi para remaja. (Irianto,
2014). Pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah
penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang
tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit menular
seksual, depresi dan perasaan berdosa (Sarwono, 2011).
Pendidikan seks merupakan bagian dari pendidikan kesehatan reproduksi,
sehingga ruang lingkup pendidikan kesehatan reproduksi lebih luas dan lebih
difokuskan kepada hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan seks (BKKBN,
2009).
Marry Calderone (2001) memberikan defenisi pendidikan seks sebagai
berikut “pelajaran untuk menguatkan kehidupan keluarga, untuk menumbuhkan
pemahaman diri dan hormat terhadap diri, untuk mengembangkan kemampuan
hubungan manusiawi yang sehat, untuk membangun tanggung jawab seksual dan
social; untuk mempertinggi masa perkenalan yang bertanggung jawab,
perkawinan yang bertanggung jawab, dan orang tua yang bertanggung jawab.”
Sedangkan menurut Warnaen dalam Esti (2012) mengungkapkan bahwa
pendidikan seks juga dapat diartikan sebagai semua cara pendidikan yang dapat
membantu anak muda untuk menghadapai persoalan hidup yang berpusat pada
naluri seks, yang kadang-kadang timbul dalam bentuk tertentu dan merupakan
pengalaman manusia yang normal. Pendidikan seks bermaksud menerangkan
semua hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuknya yang
wajar; tidak terbatas pada anatomi, fisiologi, penyakit kelamin dan bahaya
prostitusi, atau tingkah laku seksual yang menyimpang, dan yang lebih penting
adalah membentuk sikap serta kematangan emosional terhadap seks. Pendidikan
seks dimaksud sebagai penerangan tentang kehidupan yang wajar atau sehat
selama masa kanak-kanak sampai dewasa.
Esti (2012) sendiri mengungkapkan pendidikan seks adalah pendidikan
tentang tingkah laku yang baik sehubungan dengan masalah-masalah seks. Jadi,
pendidikan seks mengutamakan pendidikan tingkah laku yang baik dan
menjungjung tinggi nilai-nilai kemasyarakatan; yang dipentingkan adalah

Universitas Sumatera Utara

30

pendidikannya, bukan seksnya, walaupun pada pendidikan seks memang tidak
dapat dihindari pembahasan pengetahuan tentang seks dalam arti keilmuan
(seksologi).
Pendidikan itu sendiri mempunyai makna pengalihan nilai-nilai. Apa yang
dinilai baik oleh orang tua dialihkan melalui pendidikan agar dinilai baik pula
oleh anak. Demikian pula dengan nilai-nilai yang buruk. Jadi pendidikan bukan
sekedar pemindahan informasi (keterangan atau pengetahuan), akan tetapi ada
unsur penilaian baik-buruk yang memihak (Irianto, 2014). Pendidikan seks tidak
menyediakan informasi mengenai bagaimana berhubungan seks dan tidak terbatas
pada informasi-informasi mengenai seksualitas ataupun kesehatan reproduksi,
pendidikan seks juga termasuk pemindahan nilai-nilai yang berkaitan dengan
seksualitas dari orang tua kepada anaknya agar anak memiliki pegangan dan tidak
mudah terombang-ambing oleh infromasi-informasi yang menyesatkan dan
pengaruh-pengaruh buruk dari lingkungan (Michail, 2006).
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan seks
adalah upaya pemberian informasi, nilai-nilai sosial dan moral agar terbentuk
kepribadian yang mampu menghadapi pengaruh-pengaruh lingkungan dan
menciptakan kehidupan yang bertanggung jawab.
2.5.2. Tujuan Pendidikan Seks
Tujuan pendidikan seks yang disampaikan oleh Voss (1980), yakni
pertama pendidikan seks harus memberikan informasi yang tepat dan mengurangi
mitos dan konspsi yang keliru. Yang kedua pendidikan seks harus menunjukkan
sikap tolernasi dan membantu partisipan agar menerima orang lain yang
mempunyai pandangan dan tingkah laku yang berbeda. Yang ketiga pendidikan
seks harus dirancang untuk menunjukkan pemecahan masalah social seperti
hubungan seks sebelum menikah, hamil diluar nikah atau kehamilan yang tidak
dikehendaki, penularan penyakit seksual, aborsi, dan keluarga berencana. Tujuan
keempat, Voss menyarankan bahwa pendidikan seks seharusnya merupakan
komunikasi yang terbuka dan memudahkan hubungan antara orang-orang yang
berjenis kelamin berbeda.

Universitas Sumatera Utara

31

Michail (2006) mengatakan tujuan mempelajari seksualitas manusia
adalah agar siswa lebih mengetahui lebih banyak tentang seks, mendorong
semacam keterampilan atau kecakapan, sikap, kecendrungan, perilaku dan refleksi
kritis terhadap pengalaman pribadi.
Menurut Lilik dalam Lestari (2015) ada beberapa tujuan pendidikan
seksual pada remaja diantaranya:
1. Agar remaja mendapatkan pengetahuan yang benar, jelas dan akurat
tentang kehidupan seksual seperti organ reproduksi beserta fungsi dan
perawatannya, penyakit menular seksual (PMS), perilaku seksual sehat
dan sebagainya.
2. Agar remaja bisa mengelola dorongan seksualnya dengan tepat.
3. Berperilaku sehat berkaitan dengan kehidupan seksualnya (dapat merawat
dan menjaganya).
4. Dapat menjalankan hukum agama dengan benar berkaitan dengan
kehidupan seksualnya.
5. Tidak terjerumus dalam pergaulan bebas yang menyalahgunakan
kehidupan seksualnya.
6. Dapat menghindari perilaku seksual menyimpang seperti kebiasaan
masturbasi/onani, sodomi, incest (hubungan seksual dengan anggota
keluarga).
7. Terhindar dari perbuatan maksiat atau zina.
Berdasarkan konsep pendidikan seks yang telah dijelaskan sebelumnya
dapat disimpulkan pula tujuan dari pendidikan seks yaitu untuk memberikan
proteksi kepada remaja di dalam perjalanan hidupnya. Nilai dalam pendidikan
seks yang diberikan orang tua pada anaknya yang menjadi proteksi pada anak
nilai yang sudah ada ini nantinya dapat menolak nilai-nilai baru yang datang dari

Universitas Sumatera Utara

32

lingkungan atau dengan kata lain Pendidikan seks membentuk sikap remaja
tentang seks itu sendiri. Sikap ini nantinya akan membentuk kecenderungan
remaja dalam bertindak menghadapi pengaruh-pengaruh lingkungan.
2.6. Pendidikan Seks Ditinjau Dari Dua Segi
1. Pengetahuan secara biologis yang termasuk dalam pengetahuan alat-alat
reproduksi perempuan dan laki-laki, proses reproduksi yaitu kehamilan dan
kelahiran, serta pengetahuan dan pemahaman cara penularan PMS dan
HIV/AIDS. Organ reproduksi wanita terdiri dari dua bagian yaitu bagian luar dan
dalam. bagian luar terdiri dari bibir luar (labia mayora) dan bibir dalam (labia
minora ). bibir luar terdiri dari: klitoris, Uretra,Vagina (lubang kemaluan) bagian
dalam terdiri dari: Liang senggama, Mulut rahim (serviks), Rahim (uterus),
Saluran telur (tuba fallopi), Indung telur (ovarium). Organ reproduksi pria terdiri
dari: testis, saluran vas deferens yang menghubungkan testis dengan kelenjar
prostat, kelenjar prostat Uretra, kandung kencing (Bahiyatun, 2002).
PMS merupakan salah satu infeksi saluran reproduksi (ISR) yang cara
penularan utamanya adalah melalui hubungan kelamin tetapi dapat juga ditularkan
melalui tranfusi darah atau kontak langsung dengan cairan darah dan dari ibu ke
anak selama kehamilan, pada persalinan atau sesudah bayi lahir. Penyakit menular
seksual dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, virus dan parasit. Penyakit menular
seksual yang banyak ditemukan pada saat ini adalah :
Gonore (GO atau kencing nanah) pada laki-laki dan perempuan sering
sekali menyebabkan kemandulan. Pada perempuan, GO dapat diturunkan pada
bayi yang baru lahir berupa infeksi pada mata yang berakibat kebutaaan. Sifilis
(raja singa) pada wanita hamil penyakit ini dapat ditularkan pada bayi yang
dikandungnya seperti keterbelakangan mental, kelainan kulit, hati dan limpa.
Klamidia pada wanita menyebabkan saluran telur cacat, kemandulan, radang
saluran kencing, robeknya selaput ketuban yang menyebabkan kelahiran bayinya

Universitas Sumatera Utara

33

sebelum waktunya (prematur). Pada laki-laki dapat menyebabkan rusaknya
saluran mani yang berakibat pada kemandulan serta radang saluran kencing. Pada
bayi menyebakan penyakit mata dan saluran pernafasan.
Herpes genetalis pada perempuan dapat menyebabkan kanker mulut rahim
dalam beberapa tahun kemudiaan. Trikomoniasis Vaginalis pada perempuan dapat
menyebabkan infeksi saluran tuba fallopi yang berakibat pada penyempitan
saluran telur. Kandidiasis Vaginalis menimbulkan keputihan yang disertai rasa
gatal dan panas. Kutil kelamin pada perempuan dapt mengakibatkan kanker leher
rahim atau kanker kulit sekitar kelamin, sedangkan pada laki-laki gejalanya tidak
terlihat sehingga mereka sering kali tidak menyadarinya (Pinem, 2009).
2. Pengetahuan dengan pendekatan sosial/psikologis yang membahas soal
seks yang mencakup bagaimana seks yang sehat sesuai dengan usia
matang reproduksi, kemudian perkembangan diri yaitu bagaimana remaja
bisa berfikir sehat untuk mendaya gunakan potensinya agar bisa lebih baik,
selanjutnya mengenal perilaku seksual beresiko seperti HIV/AIDS serta
penyakit menular lainnya yang ditularkan melalui hubungan seksual dan
yang terahir yaitu hak-hak manusia untuk keselamatan reproduksinya
misalnya hak untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi
serta keputusan untuk melakukan hubungan seks kepada siapa dan kapan
harus sesuai dengan usia matang reproduksi yaitu 20 tahun untuk
perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki (Annisar, 2015).
2.7 Materi Pendidikan Seks
Materi pendidikan seks sangat bervariasi dari satu tempat ke lain tempat,
tetapi sebuah survei Margarett dalam Sarwono (2011) di Amerika Serikat
menunjukkan pada umumnya materi pendidikan seks adalah sebagai berikut :
1. Masalah-masalah yang banyak dibicarakan di kalangan remaja sendiri :

Universitas Sumatera Utara

34

a. Perkosaan
b. Masturbasi *)
c. Homoseksualitas
d. Disfungsi seksual*)
e. Eksploitasi seksual *)
2. Kontrasepsi dan pengaturan kesuburan :
a. Alat KB
b. Pengguguran
c. Alternatif-alternatif dari pengguguran
3. Nilai-nilai seksual :
a. Seks dan nilai-nilai moral
b. Seks dan hukum
c. Seks dan media massa *)
d. Seks dan nilai-nilai religi *)
4. Perkembanganremaja dan reproduksi manusia :
a. Penyakit menular seksual
b. Kehamilan dan kelahiran
c. Perubahan-perubahan pada masa puber
d. Anatomi dan fisiologi
e. Obat-obatan alkohol dan seks
5. Ketrampilan dan perkembangan sosial :
a. Berkencan
b. Cinta dan perkawinan
6. Topik-topik lainnya :

Universitas Sumatera Utara

35

a. Kehamilan pada remaja
b. Kepribadian danseksualitas
c. Mitos-mitosyang dikenal umum
d. Kesuburan
e. KeluargaBerencana
f. Menghindari hubungan seks
g. Teknik-teknik hubungan seks **)
Catatan : *) Tidak diberikan dan tidak boleh diberikan pada 31-40% sekolah yang
disurvei.
**) Tidak diberikan dan tidak boleh diberikan pada 74% sekolah yang disurvei.
2.8 Pentingnya Pendidikan Seks Bagi Remaja
Supaya informasi tentang seks dapat dipahami dengan baik oleh remaja,
orangtua harus bersikap jujur berdasarkan pengalaman mereka sendiri dalam
perkawinan yang memuaskan dan membahagiakan, sehingga remaja mengetahui
bagaimana perilaku dua orang yang berbeda itu terhadap satu sama lain: saling
menunjukkan cinta, saling menghormati dan saling menghargai. Sebelum
orangtua memberikan pendidikan seks, mereka harus memperlengkapi diri dahulu
dengan pengetahuan lain, yaitu tentang perkembangan psikoseksual pada masa
remaja (Dianawati, 2006).
Pendidikan seks memang memerlukan pengetahuan tentang seks dan
seksualitas, tetapi yang paling penting mengajarkannya bagaimana cara
pengetahuan itu ia gunakan dalam hidupnya. Dengan bijaksana, yakni secara
ilmiah hal-hal yang mengenai seks dan seksualitas harus kita jelaskan kepada
mereka, sehingga tidak menimbulkan perasaan takut dan reaksi negatif lainnya.
Dalam memberikan pendidikan seks yang penting bagi remaja fakta-fakta biologis
yang diterangkan kepada mereka itu mengatakan sesuatu yang hakiki tentang
manusia: tentang masa lampaunya, tentang panggilannya, tentang tanggung
jawabnya, dan juga tentang masa depannya. Penjelasan seksual baru benar jika da

Universitas Sumatera Utara

36

manfaatnya dan bisa menempatkan fakta-fakta biologis itu dalam keseluruhan apa
yang merka lihat dan alami. Jadi, yang penting bagi kita sebagai orangtua
mempunyai sikap yang tepat dalam hidup ini (Annisar, 2015).
Masa remaja merupakan masalah yang penting dalam hidup remaja, masa
yang indah, masa dimana manusia mampu mencatat dan mengumpulkan
kebenaran-kebenaran fundamental tertentu untuk belajar mengenal dan memiliki
nilai-nilai fundamental tertentu. Dalam masa ini perlu diletakkan dasar yang kuat
untuk pembentukan watak. Tapi pembentukan watak bukanlah masalah
pengetahuan saja. Ini adalah masalah hidup, masalah penghayatan. Oleh karena
itu remaja harus memperoleh pengalaman fundamental yang ia butuhkan. Jadi
pada masa remaja ini tidak cukup hanya diberikan pengetahuan tentang faktafakta
biologis, tetapi pembentukan watak dan pengetahuan seksual juga harus diberikan
secara bersama-sama, sehingga mereka akan memperoleh kehidupan seksual
yang baik dan sehat (Irianto, 2014).
2.9 Keluarga Sebagai Sumber Pendidikan Seks
Keluarga merupakan unsur terkecil dari masyarakat yang terdiri dari ayah,
ibu dan anak. Keluarga adalah lingkungan pendidikan yang pertama dan yang
utama. Dalam keluarga anak belajar untuk pertama sekali dan keluarga juga
sebagai pembentuk karakter anak sebelum anak terjun untuk bermasyarakat.
Keluarga adalah satu-satunya lembaga sosial yang diberi tanggung jawab
untuk mengubah suatu organisme biologis menjadi manusia (Goode, 1991).
Keluargalah yang bertugas untuk mendidik dan memberikan pegangan hidup bagi
anak. Berbagai macam jenis pendidikan yang harus diberikan oleh keluarga,
termasuk pendidikan seks. Melalui pendidikan seks, remaja menjadi pribadi yang
bertanggung jawab dan memiliki kecakapan dalam mengambil keputusan yang
berhubungan dengan seksualitas.
Pendidikan seks harus dimulai dari keluarga, sekolah dan lembagalembaga tertentu hanya membantu orang tua dalam memberikan pendidikan seks.
Banyak faktor yang menjadikan keluarga sebagai lingkungan paling ideal bagi
pendidikan seks remaja, antara lain;

Universitas Sumatera Utara

37

Pertama, Keluarga adalah pendidik seks yang baik. Tidak ada orang tua
yang tidak menginginkan kebaikan untuk anaknya. Remaja sendiri membutuhkan
pendidik seks dari orang yang ia percayai sehingga banyak remaja yang
menganggap teman sebaya atau siapapun yang menjadi teman dekatnya sebagai
orang yang paling dipercaya untuk menjadi pendidik seks. Namun hal ini dapat
membawa remaja pada pengaruh-pengaruh dan informasi-informasi sesat. Apabila
seorang remaja memiliki hubungan yang harmonis dengan keluarga dan ada rasa
kepercayaan antara remaja dan orang tuanya, Anak akan lebih nyaman untuk
menjadikan orang tuanya sebagai pendidik seks (Esti, 2008).
Kedua, Masalah seks tidak baik dibicarakan di sembarang tempat. Masalah
seks adalah masalah pribadi manusia dan menuntut rasa hormat. (Tukan, 1993).
Di dalam keluarga terdapat waktu-waktu tenang dan ekslusif yang dapat diisi
dengan pendidikan seks. Orang tua dan anak dapat berdiskusi dengan nyaman dan
akrab sehingga kedua pihak dapat lebih terbuka. Anak akan lebih mampu
mengungkapkan pendapat dan perasaan begitu pula dengan orang tua.
Ketiga, pendidikan seks adalah pendidikan yang memerlukan pengulangan
(Repetition) dan penguatan (Enforcement) dan dilakukan secara kontiniu.
Pengulangan dan pengulangan diberikan agar pengetahuan yang disampaikan
dapat benar-benar menjadi pengetahuan remaja. Selain pengetahuan nilai dalam
pendidikan seks juga perlu diulang dan diberi penguatan agar melekat pada
remaja. Dalam keluarga, remaja dan orang tua bertemu secara intens, hal ini tidak
didapatkan di sekolah. Dalam keluarga pendidikan seks dapat diberikan secara
kontiniu dengan pengulangan dan penguatan yang dibutuhkan (Dianawati, 2006).
2.10 Landasan Teori
Difusi Inovasi terdiri dari dua padanan kata yaitu difusi dan inovasi.
Rogers 1995 dalam Sciffman dan Kanuk (2010) mendefinisikan difusi sebagai
(the process by which an innovation is communicated through certain channels
overtime among the members of a social system), proses dimana suatu inovasi
dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu di antara
para anggota suatu sistem sosial disamping itu, difusi juga dapat dianggap sebagai
suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam
struktur dan fungsi sistem sosial.

Universitas Sumatera Utara

38

Inovasi adalah suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa
baru oleh individu atau kelompok masyarakat. Ungkapan dianggap/dirasa baru
terhadap suatu ide, praktek atau benda oleh sebagian orang, belum tentu juga pada
sebagian yang lain. Kesemuanya tergantung apa yang dirasakan oleh individu atau
kelompok terhadap ide, praktek atau benda tersebut.
Segala sesuatu ide, cara-cara baru, ataupun obyek yang dioperasikan oleh
seseorang sebagai sesuatu yang baru adalah inovasi. Baru di sini tidaklah sematamata dalam ukuran waktu sejak ditemukannya atau pertama kali digunakannya
inovasi tersebut. Hal yang penting adalah kebaruan dalam persepsi, atau kebaruan
subyektif hal yang dimaksud bagi seseorang, yang menetukan reaksinya terhadap
inovasi tersebut. Dengan kata lain, jika sesuatu dipandang baru bagi seseorang,
maka hal itu merupakan inovasi (Nasution, 2004).
Menurut Rogers 1995 dalam Sciffman dan Kanuk (2010), bahwa proses
difusi inovasi terdapat empat elemen pokok, yaitu: suatu inovasi,
dikomunikasikan melalui saluran komunikasi tertentu, dalam jangka waktu dan
terjadi diantara anggota-anggota suatu sistem sosial.
1. Inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh
seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif
menurut pandangan individu yang menerimanya.
2. Saluran komunikasi, adalah alat untuk menyampaikan pesan-pesan
inovasi dari sumber kepada penerima. Jika komunikasi dimaksudkan
untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak
dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat
dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan
untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka
saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
3. Jangka waktu, yakni proses keputusan inovasi dari mulai seseorang
mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya.

Universitas Sumatera Utara

39

Pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi
waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam proses pengambilan
keputusan inovasi, keinovatifan seseorang relatif lebih awal atau lebih
lambat dalam menerima inovasi, dan kecepatan pengadopsian inovasi
dalam sistem sosial.
4. Sistem sosial merupakan kumpulan unit yang berbeda secara
fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah
dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Sistem sosial merupakan kumpulan unit yang berbeda secara fungsional
dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai
tujuan bersama (Rogers, 1983).
Sistem sosial adalah sejumlah kegiatan atau sejumlah orang yang
mempunyai hubungan timbal balik relatif konstan. Hubungan sejumlah orang dan
kegiatannya itu berlangsung terus menerus. Sistem sosial memengaruhi perilaku
manusia, karena di dalam suatu sistem sosial tercakup pula nilai-nilai dan normanorma yang merupakan aturan perilaku anggota-anggota masyarakat. Dalam
setiap sistem sosial pada tingkat-tingkat tertentu selalu mempertahankan batasbatas yang memisahkan dan membedakan dari lingkungannya (sistem sosial
lainnya). Selain itu, di dalam sistem sosial ditemukan juga mekanisme-mekanisme
yang dipergunakan atau berfungsi mempertahankan sistem sosial tersebut
(Widjajati, 2010).
Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter
(penerima inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam
menerima inovasi). Salah satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujukan adalah
pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, (Rogers, 1983).
Dalam hal ini keluarga merupakan anggota sistem sosial dimana
pendidikan seks remaja diterapkan. Keluarga (pasangan usia subur) yang mampu
menerima pendidikan seks remaja akan memiliki peran atau perilaku tertentu yang
harus dilakukannya sehubungan dengan kedudukannya sebagai orang tua.

Universitas Sumatera Utara

40

Menurut teori peran, peran orangtua tidak hanya menentukan perilaku,
tetapi juga keyakinan dan sikap. Orangtua memilih sikap selaras dengan harapanharapan yang menentukan peran mereka. Sehingga perubahan peran akan
membawa perubahan sikap. Meskipun terdapat kesimpangsiuran mengenai
konsep peranan namun peranan pada umumnya didefinisikan sebagai sekumpulan
tingkah laku yang dihubungkan dengan suatu posisi tertentu (Hardi, 2009).
Dasar perilaku seseorang terbentuk sebagai hasil peranan antara warisan
sifat-sifat, bakat-bakat orangtua dan lingkungan dimana ia berada dan
berkembang. Lingkungan pertama yang mula-mula memberikan pengaruh yang
mendalam adalah lingkungan keluarga sendiri. Dari anggota keluarganya itu yang
terdiri dari ayah, ibu, dan saudara-saudaranya, si anak memperoleh kemampuan
dasar, baik intelektual maupun sosial. Bahkan penyaluran emosi banyak ditiru dan
dipelajarinya dari anggota-anggota lain keluarganya. Sehingga dapat dikatakan,
bahwa anak tidak pernah merasakan kasih sayang, juga tidak dapat menyatakan
kasih sayangnya kepada orang lain. Sikap, pandangan dan pendapat orangtua atau
keluarga langsung dijadikan model oleh si anak dan ini kemudian menjadi
sebagian dari tingkah laku anak itu sendiri.
Peran pasangan usia subur (orang tua) disimpulkan berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh William, dkk (1996) dan Starkhshall (2007)
tentang peran orang tua dalam pemberian pendidikan seks remaja.

Universitas Sumatera Utara

ix

2.11 Kerangka Konsep

Sistem Sosial

Inovasi
Pendidikan
Seks
Remaja

Proses Adopsi

Perilaku Seks
menyimpang pada
Remaja

Peran Pasangan Usia
Subur
1. Mengontrol informasi
yang diterima anak
2. Memberikan
informasi.
3. Menjelaskan
bagaimana cara
mengatasi
perkembangan
seksualitasnya.

Saluran komunikasi
Komunikasi
Interpersonal

ix
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengetahuan Wanita Usia Subur Terhadap Pelaksanaan Imunisasi Tetanus Toxoid 5 di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2014

2 76 45

Hubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Wanita Usia Subur (WUS) dengan Upaya Mengurangi Premenstrual Syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2013

1 92 159

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Wanita Usia Subur Yang Belum Menikah Tentang Tradisi Badapu Di Wilayah Kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013

1 43 116

Pengetahuan dan Sikap Pasangan Usia Subur Tentang Infertilitas di Lingkungan I Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2010

1 54 54

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Pasangan Usia Subur (PUS) Tentang Gangguan Kesehatan Reproduksi Akibat Merokok Di kelurahan Sibuluan Indah Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2008

4 57 116

Gambaran Peran Pasangan Usia Subur (PUS) yang Memiliki Anak Remaja Terhadap Pendidikan Seks di Keluarahan Sudirejo 1 Kecamatan Medan Kota Tahun 2017

0 0 15

Gambaran Peran Pasangan Usia Subur (PUS) yang Memiliki Anak Remaja Terhadap Pendidikan Seks di Keluarahan Sudirejo 1 Kecamatan Medan Kota Tahun 2017

0 0 2

Gambaran Peran Pasangan Usia Subur (PUS) yang Memiliki Anak Remaja Terhadap Pendidikan Seks di Keluarahan Sudirejo 1 Kecamatan Medan Kota Tahun 2017

0 0 6

Gambaran Peran Pasangan Usia Subur (PUS) yang Memiliki Anak Remaja Terhadap Pendidikan Seks di Keluarahan Sudirejo 1 Kecamatan Medan Kota Tahun 2017 Chapter III VI

0 0 31

Gambaran Peran Pasangan Usia Subur (PUS) yang Memiliki Anak Remaja Terhadap Pendidikan Seks di Keluarahan Sudirejo 1 Kecamatan Medan Kota Tahun 2017

0 0 4