Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Serapan Anggaran Skpd Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014-2015 Dengan Silpa Sebagai Variabel Moderating
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori
2.1.1. Serapan Anggaran
Anggaran merupakan pernyataan estimasi kinerja yang hendak dicapai
selama periode tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Anggaran yang
telah disusun akan dievaluasi pada akhir tahun untuk melihat apakah estimasi
kinerja tersebut telah tercapai. Pencapian kinerja merupakan ukuran prestasi kerja
yang akan dicapai dalam bentuk kualitas, kuantitas, efisiensi dan efektivitas
pelaksanaan dari setiap program dan kegiatan (Bastian, 2006,289).
Serapan anggaran dalam hal ini adalah kemampuan Pemda untuk
merealisasikan sejumlah anggaran yang sudah ditetapkan bersama lembaga
legislatif (DPRD) di dalam APBD yang dinyatakan dengan skala ordinal.
Penentuan skala pengukuran dilakukan melalui kesepakatan daerah. Sampai saat
ini pemerintah pusat maupun daerah belum memiliki definisi baku tentang nilai
persentase suatu daerah yang tergolong rendah serapan anggaran APBD-nya.
Namun ada beberapa daerah memiliki Perjanjian Kinerja (PK) yang
ditandatangani oleh Kepala Daerah dengan pimpinan SKPD yang menyetujui
suatu Pemda dinyatakan rendah serapan anggarannya apabila sampai dengan akhir
tahun tidak mampu merealisasikan 90% dari total APBD yang telah disusun.
“Kinerja manajer publik akan dinilai berdasarkan pencapaian target
anggaran, berapa yang berhasil dicapai. Penilaian kinerja dilakukan dengan
menganalisis simpangan kinerja aktual dengan yang dianggarkan” (Mardiasmo,
2009,61). Dalam teori ekonomi makro, belanja pemerintah merupakan salah satu
Universitas Sumatera Utara
elemen untuk menjaga pertumbuhan ekonomi suatu negara. Belanja pemerintah,
khususnya belanja barang dan jasa, merupakan salah satu komponen utama yang
membentuk Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP).
PDB dibentuk melalui unsur-unsur pengeluaran konsumsi pribadi,
investasi swasta, ekspor netto (ekspor – impor), dan belanja pemerintah. Semakin
besar keuangan negara yang dibelanjakan, maka akan semakin besar porsi
pemerintah dalam membentuk PDB, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi sendiri terbentuk dari peningkatan jumlah PDB.
Pertumbuhan ekonomi dihitung dari peningkatan PDB tahun ini dibandingkan
tahun sebelumnya. Hal ini menjadi salah satu indikator tingkat keberhasilan
pembangunan bidang ekonomi.
Serapan anggaran, khususnya belanja barang dan jasa, memiliki pengaruh
yang cukup signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Untuk itu setiap
instansi pemerintah harus mengatur pengeluarannya agar berjalan lancar dan dapat
mendukung keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan nasional. Namun
demikian serapan anggaran tidak diharuskan mencapai 100%, tetapi diharapkan
mampu memenuhi setidaknya lebih dari 80% anggaran yang telah ditetapkan.
Tinggi rendahnya serapan anggaran dalam suatu SKPD dapat menjadi tolak ukur
kinerja dari SKPD tersebut.
2.1.2
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang
disetujui oleh DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Untuk menyusun
APBD, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menyusun Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran dari Rencana
Universitas Sumatera Utara
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan menggunakan bahan
dari Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKPD SKPD) untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah.
UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 1 ayat 8,
mendefinisikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai
rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). APBD merupakan perwujudan dari
pengelolaan keuangan daerah yang sepenuhnya dilakukan dalam rangka untuk
menjalankan roda pemerintahan daerah dengan maksimal.
Struktur APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja dan
anggaran pembiayaan. Anggaran daerah dirinci sampai dengan unit organisasi,
fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. Pendapatan daerah adalah hak
pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening Kas Umum
Daerah (KUD) yang menambah ekuitas dana pendapatan daerah yang berasal dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang
sah. Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja daerah dirinci menurut organisasi,
fungsi dan jenis belanja.
UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mendefinisikan
pembiayaan daerah sebagai setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Di dalam penyusunan
Universitas Sumatera Utara
rancangan APBD berpedoman kepada Rancangan Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
2.1.3
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Penyusunan APBD didasarkan pada perencanaan yang sudah ditetapkan
terlebih dahulu, mengenai program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Bila
dilihat dari waktunya, perencanaan ditingkat pemerintah daerah dibagi menjadi
tiga kategori yaitu: Rencana Pemerintah Jangka Panjang Daerah (RPJDP)
merupakan perencanaan pemerintah daerah untuk periode 20 tahun; Rencana
Pemerintah Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan perencaan pemerintah
daerah untuk periode 5 tahun; dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
merupakan rencana tahunan daerah. Sedangkan perencanaan ditingkat SKPD
terdiri dari : Rencana Strategi (Renstra) SKPD merupakan rencana untuk periode
5 tahun dan Rencana Kerja (Renja) SKPD untuk periode tahunan SKPD.
Dalam Penyusunan APBD unsur yang dilibatkan adalah rakyat, eksekutif,
dan legislatif. Pada proses penyusunan APBD rakyat hanya dilibatkan pada
tingkat musyawarah rencana pembangunan tingkat desa/kelurahan (Musrenbang )
dan unit daerah kerja pembangunan (UDKP) saja. pada tingkat rapat koordinasi
pembangunan (Rakorbang) dan pengesahan RAPBD rakyat sama sekali tidak
dilibatkan. Dalam menyusun APBD ada prinsip-prinsip yang tidak boleh
ditinggalkan yaitu adalah :
a.
Transparansi dan akuntabilitas
b. Disiplin anggaran
c.
Efesiensi dan efektifitas
d. Keadilan anggaran
Universitas Sumatera Utara
e.
Format anggaran
f.
Rasional dan terukur
g. Pendekatan kinerja dokumen publik
Dalam UU Nomor 17 Tahun 2004 menyebutkan bahwa ketentuan
mengenai penyusunan dan penetapan APBD/APBN dalam UU tersebut meliputi
penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran
DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran,
pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran,
penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran dan penggunaan
kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
Rancangan Perda (Ranperda) tentang APBD dan rancangan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD yang dievaluasi ditetapkan oleh kepala
daerah menjadi Perda tentang APBD dan peraturan kepala daerah penjabaran
APBD (PP Nomor 58/2005 pasal 53). Penetapan Ranperda tentang APBD dan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD ini dilakukan selambatlambatnya tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya. Kepala daerah
menyampaikan Perda tentang APBD dan peraturan daerah tentang penjabaran
APBD kepada Menteri Dalam Negeri bagi Provinsi dan kepada Gubernur bagi
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah ditetapkan.
2.1.4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Serapan Anggaran
Perencanaan anggaran merupakan hal yang penting pada awal penyusunan
anggaran, seiring dengan kebijakan pembangunan daerah dan nasional. Rencana
kerja yang memuat program dan kegiatan Pemda terdiri dari komponenkomponen belanja dan target yang ingin dicapai, yang semestinya sesuai visi dan
Universitas Sumatera Utara
misi Kepala Daerah. Alokasi sumberdaya dalam anggaran diperhitungkan
sedemikian rupa sehingga memenuhi standar ekonomi, efektivitas, dan efisiensi.
Pada akhirnya, semua kegiatan yang akan dilaksanakan diharapkan dapat
terealisasi atau terserapnya anggaran secara maksimal, sehingga outcome berupa
pembangunan dan pelayanan publik yang baik dapat dicapai.
Berdasarkan fungsinya, APBD merupakan instrumen yang akan menjamin
terciptanya disiplin dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan
pendapatan maupun belanja daerah. APBD adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemda dan DPRD,
dan ditetapkan dengan Perda. Oleh karena itu, anggaran menjadi pedoman
pelaksanaan aktivitas Pemda selama satu tahun, mulai 1 Januari sampai 31
Desember.
Proses penyusunan anggaran daerah melibatkan partisipasi SKPD selaku
pengguna anggaran di Pemda. Usulan SKPD disampaikan kepada TAPD sebagai
paham untuk penyusunan rancangan APBD, yang nantinya akan ditetapkan
menjadi APBD dengan Perda setelah mendapat persetujuan dari DPRD. Menurut
Seftianova dan Adam (2013) (dalam Taufik, Darwin, 2016,11) permasalahan
dalam perencanaan anggaran belanja adalah adanya kecenderungan mengajukan
usulan anggaran yang lebih besar dari yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena
masih adanya anggapan bahwa usulan tersebut nantinya tidak akan disetujui
semua, sehingga perlu “cadangan” sebagai “tumbal” untuk bagian yang tidak akan
disetujui.
APBD memuat rencana kegiatan tahunan suatu daerah, sumber
penerimaan untuk membiayai kegiatan tersebut, dan adanya biaya yang
Universitas Sumatera Utara
merupakan batas maksimal pengeluaran yang akan dilaksanakan. Sebelum
ditetapkan dengan Perda dan dilaksanakan, anggaran terlebih dahulu dibahas,
disetujui dan disepakati bersama antara DPRD dan Kepala Daerah. Perda APBD
merupakan sebuah “kontrak” yang seharusnya tidak dilanggar oleh kedua belah
pihak (Halim dan Abdullah, 2006), namun dapat dilakukan penyesuaian
(rebudgeting) selama pelaksanaannya (Forrester dan Mullins, 1992; Cornia, et al.,
2004). Dougherty, et al. (2003) (dalam Abdullah: 2015, 4) menemukan bahwa
perubahan anggaran merupakan hasil dari managerial necessity dan penggunaan
diskresi untuk menghasilkan dan mendistribusikan sumber daya.
Pelaksanaan APBD selama tahun berjalan berpedoman pada regulasi yang
telah ditetapkan oleh Pemda, yang dinyatakan dalam bentuk Peraturan Kepala
Daerah (Peraturan Gubernur, Bupati, atau Walikota). Teknis pelaksanaan
anggaran secara normatif harus mengikuti pedoman atau manual yang secara
implisit merupakan contracts di antara pelaksana (agents) dengan pemberi tugas
(principal), karena sudah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan (Halim
dan Abdullah, 2006).
Penetapan dalam bentuk aturan ini diharapkan dapat
dipatuhi sehingga pada akhirnya target-target kinerja dalam anggaran dapat
tercapai dalam satu tahun anggaran.
Perkembangan lingkungan dan perubahan kebijakan selama pelaksanaan
anggaran
dalam
periode
anggaran
berkenaan
seringkali
mengharuskan
penyesuaian dilakukan selama periode berjalan. Target yang telah ditetapkan di
awal, yakni sebelum periode pelaksanaan anggaran dimulai, tidak jarang berbeda
dengan perkembangan kemudian di lapangan. Hal ini menyebabkan terjadi
perbedaan antara anggaran dengan realisasinya.
Universitas Sumatera Utara
Dari aspek belanja daerah, perbedaan antara anggaran dan realisasinya
menunjukkan daya serap anggaran, yang secara tersirat menggambarkan
ketidakmampuan Pemda mencapai target-target pembangunan yang ingin dicapai
melalui pelaksanaan anggaran belanja. Daya serap anggaran yang tinggi bermakna
bahwa sisa anggaran (yang merupakan implikasi dari terjadinya varian anggaran)
tidak banyak pada akhir tahun. Artinya, daya serap anggaraan berkorelasi positif
dengan keakurasian dalam perencanaan anggaran atau kualitas anggaran.
Diskusi tentang kualitas anggaran Pemda telah lam
a dilakukan. Priatno dan Khusaini (2013) menemukan pola penyerapan anggaran
belanja yang terjadi pada Kota Blitar, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten
Tulungagung tahun anggaran 2012. Ternyata penyerapan belanja rendah di awal
tahun dan menumpuk di akhir tahun anggaran. Priatno dan Khusaini (2013) juga
menemukan bahwa faktor perencanaan dan pengadaan barang dan jasa yang
berpengaruh signifikan terhadap penyerapan anggaran satuan kerja.
Dengan menggunakan analisis faktor eksploratori, Heryanto (2013)
menemukan bahwa keterlambatan penyerapan anggaran belanja pada satuan kerja
pemerintah pusat di wilayah Jakarta disebabkan oleh faktor (1) perencanaan, (2)
administrasi, (3) sumberdaya manusia, (4) dokumen pengadaan, dan (5) ganti
uang persediaan.
Abdullah (2015) meneliti bahwa rendahnya serapan APBD dengan
menggunakan sampel pada 23 kabupaten/kota di Aceh disebabkan oleh (a).
Waktu Penetapan Anggaran, (b). Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya, dan (c).
Perubahan Anggaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sisa Anggaran Tahun
Universitas Sumatera Utara
Sebelumnya berpengaruh negatif terhadap Serapan Anggaran, sementara Waktu
Penetapan dan Perubahan Anggaran tidak berpengaruh.
Arif (2011) dari Universitas Islam Riau, juga melakukan penelitian tentang
Identifikasi
Faktor-Faktor
Penyebab
Minimnya
Penyerapan
APBD
Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2011, Hasil dari penelitian ini
menunjukan bahwa masing-masing daerah kabupaten/kota memiliki faktor-faktor
penyebab minimnya penyerapan APBD yang berbeda-beda disesuaikan dengan
kondisi internal dari pemerintahan daerah. Namun, ada beberapa faktor yang
hampir sama antara daerah satu dengan daerah lainnya, misalnya: regulasi, politik,
proses pengadaan barang dan jasa dan komitmen organisasi.
2.1.4.1. Regulasi Keuangan Daerah
Dalam suatu sistem regulasi keuangan daerah dibuat untuk mengendalikan
pelaksanaan keuangan daerah agar segala tindakan atas pengendalian tersebut
dapat di tetapkan dalam peraturan tertentu. Namun dalam reformasi di bidang
keuangan daerah tidak konsistennya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
pusat atas pengelolaan keuangan daerah merupakan faktor utama lambatnya
akuntabilitas keuangan daerah. (Nilawati, 2009. Dalam Rasdianto dkk,2014)
Dalam penelitiannya Arif (2011) bahwa regulasi di bidang keuangaan
daerah merupakan salah satu yang menyebabkan terjadinya keminiman dalam hal
penyerapan belanja. Seperti yang diungkap oleh pengamat ekonomi Avililiani,
“Lambatnya serapan anggaran dikarenakan banyaknya aturan, misalnya proses
tender saja membutuhkan waktu enam bulan.”
Disamping itu, terkadang adanya aturan-aturan yang berubah secara cepat
dan waktu yang tidak terlalu banyak, membuat pimpinan SKPD sebagai
Universitas Sumatera Utara
pelaksana anggaran tidak berani untuk mengimplementasikan kegiatan fisik,
karena takut salah dalam pelaksanaannya yang dapat berimplikasi hukum. Oleh
karena itu, adanya sosialisasi jauh-jauh hari tentang peraturan yang dibuat
merupakan langkah tepat untuk menghindari hal tersebut.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perubahan regulasi yang
terjadi tidak selalu bisa dilaksanakan secara langsung, hal ini dikarenakan pihak
penyelenggara juga butuh waktu untuk mempelajari dan memahaminya.
2.1.4.2 Politik Anggaran
Anggaran digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas dan kebutuhan
keuangan terhadap prioritas tersebut. Pada sektor publik, anggaran merupakan
alat politik (political tool) sebagai bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan
legislatif atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu. (Marsdiasmo,
2002,123).
Faktor politik dalam hal ini adalah proses penetapan kebijakan tentang
anggaran dipengaruhi oleh berbagai kepentingan elemen politik. Politik anggaran
adalah proses saling mempengaruhi antara berbagai pihak yang berkepentingan
dalam menentukan skala prioritas pembangunan akibat terbatasnya sumber dana
publik yang tersedia.
Dari kutipan di atas, memang tak dapat dihindari bahwa faktor politik
yaitu proses tarik menarik antara kepentingan pemerintah dengan legislatif secara
langsung dapat mengurangi waktu dalam pengimplementasian program kerja
yang sudah disepakati di awal pemerintahan. Akibat yang ditimbulkan dari faktor
politik tersebut menjadikan SKPD tidak langsung bisa mengimplementasikan
program kerjanya.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.3. Proses Pengadaan Barang dan Jasa
Mayoritas lambatnya serapan anggaran tersebut terjadi dikarenakan proses
tender yang memakan waktu beberapa bulan, hal ini dikarenakan ada beberapa
proses teknis dan non teknis yang harus dijalankan dan harus melalui prosedurprosedur yang sudah ditetapkan oleh aturan UU. Proses tender merupakan salah
satu penyebab dari rendahnya serapan APBD di Provinsi Sumatera Utara tahun
2014 -2015. Lambatnya proses lelang ditambah lagi konflik-konflik yang terjadi
selama proses tender berlangsung semakin memperparah lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk implementasi anggaran.
2.1.4.4. Komitmen Organisasi
Anggaran merupakan wujud komitmen dari budget holder (eksekutif)
kepada pemberi wewenang (legislatif). Kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan
pencapian target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran. Kinerja manajer
publik dinilai berdasarkan berapa yang berhasil ia capai terkait dengan anggaran
yang telah ditetapkan. (Mardiasmo, 2002,124)
Allen dan Meyer (dalam Norman, 2010) mendefinisikan komitmen
organisasi sebagai suatu kelekatan afeksi atau emosi terhadap organisasi seperti
individu melakukan identifikasi yang kuat, memilih keterlibatan tinggi, dan
senang menjadi bagian dari organisasi. Ada tiga komponen komitmen organisasi
yaitu :
1. Affective commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari
organisasi karena adanya ikatan emosional.
2. Continuance commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu
organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan lain.
Universitas Sumatera Utara
3. Normative commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan
bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa
komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan.
Tidak tercapainya komitmen yang dilakukan melalui Perjanjian Kinerja
(PK) dalam melaksanakan APBD, merupakan cerminan dari lemahnya komitmen
pimpinan SKPD dengan Kepala Daerah untuk memenuhi kewajibannya sebagai
pejabat daerah yang bertugas untuk mensejahterakan masyarakat. Fenomena ini
menjadi dampak bagi Pemda dalam mencapai serapan anggaran.
2.1.4.5. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu (Silpa)
Silpa merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari sisa anggaran
tahun lalu yang mencakup sumber penghematan belanja, kewajiban pada pihak
ketiga yang sampai akhir tahun belum diselesaikan, sisa dana lanjutan, dan semua
pelampauan atas penerimaan daerah. Silpa dapat berupa penerimaan PAD,
penerimaan dana perimbangan, penerimaan lain-ain pendapatan yang sah dan
penerimaan pembiayaan (Halim,2007,103)
Sisa anggaran merupakan saldo dana atau kas daerah pada akhir tahun
anggaran yang mencerminkan ketidakakuratan dalam peramalan (forecasts)
anggaran. Sisa ini akan terbawa ke tahun anggaran berikutnya sebagai penerimaan
dalam pembiayaan di APBD. Pada tahun anggaran berikutnya tersebut, sisa
anggaran ini disebut sisa anggaran tahun sebelumnya dan digunakan untuk
menutupi defisit anggaran, mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan, dan
mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran
sebelumnya selesai dibayarkan (Abdullah, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Jumlah Silpa yang besar menunjukan kekurang-cermatan dalam
penganggaran dan tidak efektifnya pelaksanaan anggaran. Secara faktual, sisa
anggaran ada dalam laporan keuangan tahunan Pemda dan sering digunakan
sebagai ukuran dalam menilai kinerja keuangan dan anggaran. Meskipun di satu
sisi mencerminkan ketidakakuratan dalam penganggaran Pemda, keberadaan sisa
anggaran tahun sebelumnya penting untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan atas
projects yang tidak dapat didanai dari pendapatan Pemda tahun berjalan. Namun,
sisa anggaran juga menambah beban kerja Pemda karena memperbanyak program
dan kegiatan yang akan dilaksanakan selama tahun anggaran berkenaan.
2.2
Review Penelitian Terdahulu
Priatno (2013) meneliti tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
penyerapan anggaran pada satuan kerja lingkup pembayaran Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN) Blitar. Penelitian ini menggunakan analisis faktor
dan regresi logistik. Dari 15 variabel awal yang dimunculkan, diperoleh 3 faktor
yakni faktor administrasi dan SDM, faktor perencanaan dan faktor pengadaan
barang dan jasa. Hasil analisis data menunjukan bahwa faktor administrasi dan
SDM mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap penyerapan anggaran
satuan kerja, sedangkan faktor perencanaan dan faktor pengadaan barang dan jasa
yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyerapan anggaran satuan
kerja.
Harriyanto ( 2012) meneliti tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Keterlambatan
Penyerapan
Anggaran
Belanja
pada
Satuan
Kerja
Kementerian/Lembaga di Wilayah Jakarta. Menghasilkan lima faktor utama yang
Universitas Sumatera Utara
terbentuk yaitu faktor perencanaan, Administrasi, SDM, Dokumen Pengadaan,
dan Ganti Uang Persediaan.
Kuswoyo (2011) meneliti tentang Faktor-faktor Penyebab Penumpukan
Anggaran Belanja Diakhir Tahun Anggaran Pada Satuan Kerja di Wilayah KPPN
Kediri. Variabel independen dalam penelitian ini yaitu faktor perencanaan
anggaran, faktor pelaksanaan anggaran, faktor pengadaan barang dan jasa, faktor
internal Satker. Sedangkan yang menjadi variabel dependen yaitu penumpukan
anggaran.
Abdulah (2012) meneliti Serapan Anggaran Pemerintah Daerah FaktorFaktor yang Mempengaruhinya (Studi pada Pemda Kabupaten/Kota di Aceh).
Variabel yang digunakan sebagai variabel independen yaitu: waktu penetapan
anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan perubahan anggaran. Hasil analisis
menunjukan bahwa sisa anggaran tahun sebelumnya berpengaruh negatif
terhadap serapan anggaran, sementara waktu penetapan dan perubahan anggaran
tidak berpengaruh.
Arif (2011) meneliti Identifikasi Faktor-faktor Penyebab Minimnya
Penyarapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota
di Provinsi Riau. Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor regulasi,
politik, tender/lelang dan komitmen organisasi. Hasil penelitian menunjukan
masing-masing daerah memiliki faktor-faktor penyebab minimnya penyerapan
anggaran pendapatan dan belanja daerah yang berbeda-beda disesuaikan dengan
kondisi internal dari pemerintah daerah.
Kaharuddin
(2011)
meneliti
tentang
Analisis
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi Penyerapan Belanja Daerah di Kabupaten Sumbawa (Studi kasus
Universitas Sumatera Utara
belanja DAK di bidang pendidikan).
Faktor regulasi, faktor anggaran
pelaksanaan, faktor sumber daya manusia, faktor anggaran dan faktor
pengendalian yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini. Hasil
analisis menunjukan bahwa faktor regulasi meliputi peraturan sering berubah dan
pelaksanaan mekanisme DAK menghambat realisasi pengeluaran DAK dalam
sector pendidikan.
Putri (2014) dalam penelitiannya meneliti tentang Analisis Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Penyerapan Anggaran pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
di Pemprov Bengkulu. Variabel yang digunakan sebagai variabel independen
yaitu dokumen perencanaan, pencatatan administrasi, kompetensi SDM, dokumen
pengadaan dan uang persediaan. Penelitian ini menggunakan regresi linier
berganda yang menunjukan kompetensi SDM memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap penyerapan anggaran dan uang persediaan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap penyerapan anggaran.
Dalam penelitian lainnya, Purtanto (2015) meneliti Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Penyerapan Anggaran Belanja Daerah Pemerintah Kota Tegal.
Hasil penelitian menunjukan bahwa komitmen manajemen dan perencanaan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan anggaran terkait
pengadaan barang dan jasa. Sedangkan monitoring dan evaluasi berpengaruh
positif namun kurang signifikan, kompetensi SDM tidak berpengaruh positif dan
pengaruh lingkungan ekternal kurang signifikan terhadap penyerapan anggaran.
Implikasi dari penelitian ini agar Pemda mengambil kebijakan dalam melakukan
monitoring dan evaluasi untuk meningkatkan penyerapan anggaran.
Universitas Sumatera Utara
Sukadi (2012) meneliti tentang Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Penumpukan Penyerapan Anggaran Belanja pada Akhir Tahun Anggaran. Dalam
penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah (1) faktor perencanaan
anggaran, (2) faktor pelaksanaan anggaran, (3) faktor pengadaan barang dan jasa,
(4) faktor internal satuan kerja dan (5) faktor- faktor lainnya. Hasil penelitian
menunjukan terdapat empat variabel independen yang mempengaruhi secara
signifikan terhadap penumpukan anggaran pada anggaran belanja di akhir tahun.
Keempat variabel tersebut adalah faktor perencanaan anggaran, faktor
pelaksanaan anggaran, faktor pengadaan barang dan jasa serta faktor internal
satuan kerja sedangkan satu variabel independen tidak signifikan mempengaruhi
penumpukan penyerapan anggaran belanja pada akhir tahun anggaran yaitu
faktor-faktor lain. Besarnya pengaruh keempat faktor tersebut terhadap
penumpukan penyerapan anggaran belanja pada akhir tahun anggaran yang dapat
dijelaskan oleh model regresi berganda ini adalah sebesar 73,5% sedangkan
sisanya sebesar 26,5% dijelaskan oleh faktor-faktor di luar faktor model regresi.
Secara ringkas hasil penelitian sebelumnya ditampilkan dalam matrik
penelitian pada tabel 2.1
Table 2.1 Penelitian Terdahulu
No
1.
Nama
Peneliti
Priatno
(2013)
Judul
Analisis faktorfaktor yang
mem-pengaruhi
penyerapan
anggaran pada
satuan kerja
lingkup
pembayaran
KPPN Blitar.
Variabel
Penelitian
Variabel Independen:
- Faktor Administrasi
dan SDM (X 1 )
- Faktor Perencanaan
(X 2 )
- Faktor Pengadaan
Barang dan Jasa (X 3 )
Hasil
Penelitian
Hasil analisis data
menunjukkan bahwa
faktor adminstrasi dan
SDM mempunyai
pengaruh yang tidak
signifikan terhadap
penyerapan anggaran
satuan kerja,
Universitas Sumatera Utara
Variabel dependen :
Penyerapan anggaran
(Y)
2.
3.
4
Zaman and
Cristea
(2011)
Heriyanto
(2012)
Kuswoyo
(2011)
EU Structural
Funds
Absorption in
Romania :
Obstacles and
Issues
Faktor-faktor
yang mempengaruhi
keterlambatan
penyerapan
anggaran
belanja pada
satuan kerja
Kementerian/
Lembaga di
wilayah
Jakarta
Variabel Independen:
- The stage of SOP
implementation
commencement (X 1 )
- The stage of project
application launching
(X 2 )
- The project selection
and contracting stage
(X 3 )
Variabel dependen :
Funds Absorption (Y)
Variabel Independen:
- Faktor Perencanaan
(X 1 )
- Administrasi (X 2 )
- Sumber Daya Manusia
(X 3 )
- Dokumen Pengadaan
(X 4 )
- Ganti Uang Persediaan
(X 5 )
Variabel dependen :
Penyerapan anggaran (Y)
Faktor-faktor
Variabel Independen:
penyebab
- Faktor Perencanaan
penumpukan
anggaran (X 1 )
anggaran
- Faktor Pelaksanaan
belanja diakhir
Anggaran (X 2 )
tahun anggaran
- Faktor Pengadaan
pada satuan
Barang dan Jasa (X 3 )
kerja di
wilayah KPPN - Faktor Internal Satker
Kediri
(X 4 )
sedangkan faktor
perencanaan dan
faktor pengadaan
barang dan jasa yang
mempunyai pengaruh
yang signifikan
terhadap penyerapan
anggaran Satker.
The present paper
analyses the absortion
capacity of SOPs in
Romania, paying a
special attention to
SOP Environment,
which can be
considered and
important tool for
improving ecoefficiency standards
and greening the
economic growth.
Menghasilkan lima
faktor utama yang
terbentuk yaitu faktor
perencanaan,
administrasi, SDM,
dokumen pengadaan,
dan ganti uang
persediaan.
Menghasilkan empat
faktor diantaranya
faktor perencanaan
anggaran, faktor
pelaksanaan
anggaran, faktor
pengadaan barang dan
jasa, dan faktor
internal Satker.
Variabel dependen :
Penumpukan anggaran
Universitas Sumatera Utara
(Y)
5.
6.
Abdullah
(2012)
Arif
(2011)
Serapan
anggaran
Pemda faktorfaktor yang
mempengaruhinya
(Studi pada
Pemda
Kabupaten/
Kota di Aceh)
Identifikasi
faktor-faktor
penyebab
minimnya
penyerapan
APBD
Kabupaten/
Kota di
Provinsi Riau
Tahun 2011
Variabel Independen:
- Waktu penetapan
anggaran (X 1 )
- Sisa anggaran tahun
sebelumnya (X2)
- Perubahan anggaran
(X 3 )
Variabel dependen :
Serapan anggaran (Y)
Variabel Independen:
- Faktor regulasi (X 1 )
- Faktor politik (X 2 )
- Faktor tender/lelang
(X 3 )
- Faktor komitmen
organisasi ((X 4 )
Variabel dependen :
Penyerapan anggaran
(Y)
7.
8.
Kaharuddin
(2011)
Putri
(2014)
Analisis
faktor-faktor
yang mempengaruhi
penyerapan
belanja daerah
di Kabupaten
Sumbawa
(Studi kasus:
belanja DAK
bidang
pendidikan
2010)
Variabel Independen:
- Faktor regulasi (X 1 )
- Faktor anggaran
pelaksanaan (X 2 )
- Faktor kapasitas
sumber daya manusia
(X 3 )
- Faktor anggaran (X 4 )
- Faktor pengendali (X 5 )
Variabel dependen :
Penyerapan belanja (Y)
Hasil analisis
menunjukkan bahwa
sisa anggaran tahun
sebelumnya
berpengaruh negatif
terhadap serapan
anggaran, sementara
waktu penetapan
dan perubahan
anggaran tidak
berpengaruh.
Hasil dari penelitian
ini menunjukan
bahwasannya masingmasing daerah
kabupaten/kota
memiliki faktor-faktor
penyebab minimnya
penyerapan APBD
yang berbeda
disesuaikan dengan
kondisi internal dari
Pemda.
Hasil analisis
deskriftif kualitatif
menunujukan bahwa
faktor regulasi yang
meliputi peraturan
sering berubah, akhir
bimbingan teknis,
masalah sosialisasi
dan pelaksanaan
mekenisme
ketidakjelasan DAK
menghambat realisasi
pengeluaran DAK
dalam sektor
pendidikan.
Hasil penelitian
Analisis faktor- Variabel Independen:
faktor yang
- Dokumen perencanaan dengan regresi linier
Universitas Sumatera Utara
mem-pengaruhi
penyerapan
anggaran pada
Satker
perangkat
daerah di
Pemprov
Bengkulu
9.
10.
Purtanto
(2015)
Sukadi
(2012)
(X 1 )
- Pencatatan
administrasi (X 2 )
- Kompetensi SDM (X 3 )
- Dokumen pengadaan
(X 4 )
- Uang persediaan (X 5 )
Variabel dependen :
Penyerapan anggaran
(Y)
Variabel Independen:
- Komitmen manajemen
dan perencanaan (X 1 )
- Monitoring dan
evaluasi (X 2 )
- Kompetensi SDM (X 3 )
- Lingkungan external
(X 4 )
berganda menunjukan
kompetensi SDM
memiliki pengaruh
yang signifikan
terhadap penyerapan
anggaran dan UP
memiliki pengaruh
yang signifikan
terhadap penyerapan
anggaran.
Hasil penelitian
menunjukan bahwa
komitmen manajemen
dan perencanaan
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap penyerapan
anggaran terkait
pengadaan barang dan
jasa. Monitoring dan
evaluasi berpengaruh
positif namun kurang
signifikan, kompetensi
SDM tidak
berpengaruh positif
dan pengaruh
lingkungan ekternal
kurang signifikan
terhadap penyerapan
anggaran. Implikasi
dari penelitian ini agar
Pemda mengambil
kebijakan dengan
lebih mengoptimalVariabel dependen :
kan monitoring dan
Penyerapan anggaran (Y) evaluasi untuk
peningkatan
penyerapan anggaran.
Hasil penelitian
Analisis faktor- Variabel Independen:
menunjukkan terdapat
faktor yang
- faktor perencanaan
empat variabel
memanggaran (X 1 )
independen secara
pengaruhi
- faktor pelaksanaan
signifikan
penumpukan
anggaran (X 2 )
mempengaruhi
penyerapan
- faktor pengadaan
anggaran
barang dan jasa (X 3 ) penumpukan
belanja pada
- faktor internal satuan penyerapan anggaran
belanja pada akhir
akhir tahun
kerja (X 4 )
tahun anggaran.
anggaran
- faktor-faktor lain
Variabel independen
(X 5 )
tidak signifikan
mempengaruhi
Variabel dependen :
penumpukan
penumpukan penyerapan
Faktor-faktor
yang mempengaruhi
penyerapan
anggaran
belanja daerah
Pemerintah
Kota Tegal
Universitas Sumatera Utara
anggaran (Y)
penyerapan anggaran
belanja pada akhir
tahun anggaran yaitu
faktor faktor lain.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori
2.1.1. Serapan Anggaran
Anggaran merupakan pernyataan estimasi kinerja yang hendak dicapai
selama periode tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Anggaran yang
telah disusun akan dievaluasi pada akhir tahun untuk melihat apakah estimasi
kinerja tersebut telah tercapai. Pencapian kinerja merupakan ukuran prestasi kerja
yang akan dicapai dalam bentuk kualitas, kuantitas, efisiensi dan efektivitas
pelaksanaan dari setiap program dan kegiatan (Bastian, 2006,289).
Serapan anggaran dalam hal ini adalah kemampuan Pemda untuk
merealisasikan sejumlah anggaran yang sudah ditetapkan bersama lembaga
legislatif (DPRD) di dalam APBD yang dinyatakan dengan skala ordinal.
Penentuan skala pengukuran dilakukan melalui kesepakatan daerah. Sampai saat
ini pemerintah pusat maupun daerah belum memiliki definisi baku tentang nilai
persentase suatu daerah yang tergolong rendah serapan anggaran APBD-nya.
Namun ada beberapa daerah memiliki Perjanjian Kinerja (PK) yang
ditandatangani oleh Kepala Daerah dengan pimpinan SKPD yang menyetujui
suatu Pemda dinyatakan rendah serapan anggarannya apabila sampai dengan akhir
tahun tidak mampu merealisasikan 90% dari total APBD yang telah disusun.
“Kinerja manajer publik akan dinilai berdasarkan pencapaian target
anggaran, berapa yang berhasil dicapai. Penilaian kinerja dilakukan dengan
menganalisis simpangan kinerja aktual dengan yang dianggarkan” (Mardiasmo,
2009,61). Dalam teori ekonomi makro, belanja pemerintah merupakan salah satu
Universitas Sumatera Utara
elemen untuk menjaga pertumbuhan ekonomi suatu negara. Belanja pemerintah,
khususnya belanja barang dan jasa, merupakan salah satu komponen utama yang
membentuk Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP).
PDB dibentuk melalui unsur-unsur pengeluaran konsumsi pribadi,
investasi swasta, ekspor netto (ekspor – impor), dan belanja pemerintah. Semakin
besar keuangan negara yang dibelanjakan, maka akan semakin besar porsi
pemerintah dalam membentuk PDB, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi sendiri terbentuk dari peningkatan jumlah PDB.
Pertumbuhan ekonomi dihitung dari peningkatan PDB tahun ini dibandingkan
tahun sebelumnya. Hal ini menjadi salah satu indikator tingkat keberhasilan
pembangunan bidang ekonomi.
Serapan anggaran, khususnya belanja barang dan jasa, memiliki pengaruh
yang cukup signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Untuk itu setiap
instansi pemerintah harus mengatur pengeluarannya agar berjalan lancar dan dapat
mendukung keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan nasional. Namun
demikian serapan anggaran tidak diharuskan mencapai 100%, tetapi diharapkan
mampu memenuhi setidaknya lebih dari 80% anggaran yang telah ditetapkan.
Tinggi rendahnya serapan anggaran dalam suatu SKPD dapat menjadi tolak ukur
kinerja dari SKPD tersebut.
2.1.2
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang
disetujui oleh DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Untuk menyusun
APBD, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menyusun Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran dari Rencana
Universitas Sumatera Utara
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan menggunakan bahan
dari Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKPD SKPD) untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah.
UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 1 ayat 8,
mendefinisikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai
rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). APBD merupakan perwujudan dari
pengelolaan keuangan daerah yang sepenuhnya dilakukan dalam rangka untuk
menjalankan roda pemerintahan daerah dengan maksimal.
Struktur APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja dan
anggaran pembiayaan. Anggaran daerah dirinci sampai dengan unit organisasi,
fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. Pendapatan daerah adalah hak
pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening Kas Umum
Daerah (KUD) yang menambah ekuitas dana pendapatan daerah yang berasal dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang
sah. Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja daerah dirinci menurut organisasi,
fungsi dan jenis belanja.
UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mendefinisikan
pembiayaan daerah sebagai setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Di dalam penyusunan
Universitas Sumatera Utara
rancangan APBD berpedoman kepada Rancangan Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
2.1.3
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Penyusunan APBD didasarkan pada perencanaan yang sudah ditetapkan
terlebih dahulu, mengenai program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Bila
dilihat dari waktunya, perencanaan ditingkat pemerintah daerah dibagi menjadi
tiga kategori yaitu: Rencana Pemerintah Jangka Panjang Daerah (RPJDP)
merupakan perencanaan pemerintah daerah untuk periode 20 tahun; Rencana
Pemerintah Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan perencaan pemerintah
daerah untuk periode 5 tahun; dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
merupakan rencana tahunan daerah. Sedangkan perencanaan ditingkat SKPD
terdiri dari : Rencana Strategi (Renstra) SKPD merupakan rencana untuk periode
5 tahun dan Rencana Kerja (Renja) SKPD untuk periode tahunan SKPD.
Dalam Penyusunan APBD unsur yang dilibatkan adalah rakyat, eksekutif,
dan legislatif. Pada proses penyusunan APBD rakyat hanya dilibatkan pada
tingkat musyawarah rencana pembangunan tingkat desa/kelurahan (Musrenbang )
dan unit daerah kerja pembangunan (UDKP) saja. pada tingkat rapat koordinasi
pembangunan (Rakorbang) dan pengesahan RAPBD rakyat sama sekali tidak
dilibatkan. Dalam menyusun APBD ada prinsip-prinsip yang tidak boleh
ditinggalkan yaitu adalah :
a.
Transparansi dan akuntabilitas
b. Disiplin anggaran
c.
Efesiensi dan efektifitas
d. Keadilan anggaran
Universitas Sumatera Utara
e.
Format anggaran
f.
Rasional dan terukur
g. Pendekatan kinerja dokumen publik
Dalam UU Nomor 17 Tahun 2004 menyebutkan bahwa ketentuan
mengenai penyusunan dan penetapan APBD/APBN dalam UU tersebut meliputi
penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran
DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran,
pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran,
penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran dan penggunaan
kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
Rancangan Perda (Ranperda) tentang APBD dan rancangan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD yang dievaluasi ditetapkan oleh kepala
daerah menjadi Perda tentang APBD dan peraturan kepala daerah penjabaran
APBD (PP Nomor 58/2005 pasal 53). Penetapan Ranperda tentang APBD dan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD ini dilakukan selambatlambatnya tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya. Kepala daerah
menyampaikan Perda tentang APBD dan peraturan daerah tentang penjabaran
APBD kepada Menteri Dalam Negeri bagi Provinsi dan kepada Gubernur bagi
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah ditetapkan.
2.1.4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Serapan Anggaran
Perencanaan anggaran merupakan hal yang penting pada awal penyusunan
anggaran, seiring dengan kebijakan pembangunan daerah dan nasional. Rencana
kerja yang memuat program dan kegiatan Pemda terdiri dari komponenkomponen belanja dan target yang ingin dicapai, yang semestinya sesuai visi dan
Universitas Sumatera Utara
misi Kepala Daerah. Alokasi sumberdaya dalam anggaran diperhitungkan
sedemikian rupa sehingga memenuhi standar ekonomi, efektivitas, dan efisiensi.
Pada akhirnya, semua kegiatan yang akan dilaksanakan diharapkan dapat
terealisasi atau terserapnya anggaran secara maksimal, sehingga outcome berupa
pembangunan dan pelayanan publik yang baik dapat dicapai.
Berdasarkan fungsinya, APBD merupakan instrumen yang akan menjamin
terciptanya disiplin dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan
pendapatan maupun belanja daerah. APBD adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemda dan DPRD,
dan ditetapkan dengan Perda. Oleh karena itu, anggaran menjadi pedoman
pelaksanaan aktivitas Pemda selama satu tahun, mulai 1 Januari sampai 31
Desember.
Proses penyusunan anggaran daerah melibatkan partisipasi SKPD selaku
pengguna anggaran di Pemda. Usulan SKPD disampaikan kepada TAPD sebagai
paham untuk penyusunan rancangan APBD, yang nantinya akan ditetapkan
menjadi APBD dengan Perda setelah mendapat persetujuan dari DPRD. Menurut
Seftianova dan Adam (2013) (dalam Taufik, Darwin, 2016,11) permasalahan
dalam perencanaan anggaran belanja adalah adanya kecenderungan mengajukan
usulan anggaran yang lebih besar dari yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena
masih adanya anggapan bahwa usulan tersebut nantinya tidak akan disetujui
semua, sehingga perlu “cadangan” sebagai “tumbal” untuk bagian yang tidak akan
disetujui.
APBD memuat rencana kegiatan tahunan suatu daerah, sumber
penerimaan untuk membiayai kegiatan tersebut, dan adanya biaya yang
Universitas Sumatera Utara
merupakan batas maksimal pengeluaran yang akan dilaksanakan. Sebelum
ditetapkan dengan Perda dan dilaksanakan, anggaran terlebih dahulu dibahas,
disetujui dan disepakati bersama antara DPRD dan Kepala Daerah. Perda APBD
merupakan sebuah “kontrak” yang seharusnya tidak dilanggar oleh kedua belah
pihak (Halim dan Abdullah, 2006), namun dapat dilakukan penyesuaian
(rebudgeting) selama pelaksanaannya (Forrester dan Mullins, 1992; Cornia, et al.,
2004). Dougherty, et al. (2003) (dalam Abdullah: 2015, 4) menemukan bahwa
perubahan anggaran merupakan hasil dari managerial necessity dan penggunaan
diskresi untuk menghasilkan dan mendistribusikan sumber daya.
Pelaksanaan APBD selama tahun berjalan berpedoman pada regulasi yang
telah ditetapkan oleh Pemda, yang dinyatakan dalam bentuk Peraturan Kepala
Daerah (Peraturan Gubernur, Bupati, atau Walikota). Teknis pelaksanaan
anggaran secara normatif harus mengikuti pedoman atau manual yang secara
implisit merupakan contracts di antara pelaksana (agents) dengan pemberi tugas
(principal), karena sudah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan (Halim
dan Abdullah, 2006).
Penetapan dalam bentuk aturan ini diharapkan dapat
dipatuhi sehingga pada akhirnya target-target kinerja dalam anggaran dapat
tercapai dalam satu tahun anggaran.
Perkembangan lingkungan dan perubahan kebijakan selama pelaksanaan
anggaran
dalam
periode
anggaran
berkenaan
seringkali
mengharuskan
penyesuaian dilakukan selama periode berjalan. Target yang telah ditetapkan di
awal, yakni sebelum periode pelaksanaan anggaran dimulai, tidak jarang berbeda
dengan perkembangan kemudian di lapangan. Hal ini menyebabkan terjadi
perbedaan antara anggaran dengan realisasinya.
Universitas Sumatera Utara
Dari aspek belanja daerah, perbedaan antara anggaran dan realisasinya
menunjukkan daya serap anggaran, yang secara tersirat menggambarkan
ketidakmampuan Pemda mencapai target-target pembangunan yang ingin dicapai
melalui pelaksanaan anggaran belanja. Daya serap anggaran yang tinggi bermakna
bahwa sisa anggaran (yang merupakan implikasi dari terjadinya varian anggaran)
tidak banyak pada akhir tahun. Artinya, daya serap anggaraan berkorelasi positif
dengan keakurasian dalam perencanaan anggaran atau kualitas anggaran.
Diskusi tentang kualitas anggaran Pemda telah lam
a dilakukan. Priatno dan Khusaini (2013) menemukan pola penyerapan anggaran
belanja yang terjadi pada Kota Blitar, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten
Tulungagung tahun anggaran 2012. Ternyata penyerapan belanja rendah di awal
tahun dan menumpuk di akhir tahun anggaran. Priatno dan Khusaini (2013) juga
menemukan bahwa faktor perencanaan dan pengadaan barang dan jasa yang
berpengaruh signifikan terhadap penyerapan anggaran satuan kerja.
Dengan menggunakan analisis faktor eksploratori, Heryanto (2013)
menemukan bahwa keterlambatan penyerapan anggaran belanja pada satuan kerja
pemerintah pusat di wilayah Jakarta disebabkan oleh faktor (1) perencanaan, (2)
administrasi, (3) sumberdaya manusia, (4) dokumen pengadaan, dan (5) ganti
uang persediaan.
Abdullah (2015) meneliti bahwa rendahnya serapan APBD dengan
menggunakan sampel pada 23 kabupaten/kota di Aceh disebabkan oleh (a).
Waktu Penetapan Anggaran, (b). Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya, dan (c).
Perubahan Anggaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sisa Anggaran Tahun
Universitas Sumatera Utara
Sebelumnya berpengaruh negatif terhadap Serapan Anggaran, sementara Waktu
Penetapan dan Perubahan Anggaran tidak berpengaruh.
Arif (2011) dari Universitas Islam Riau, juga melakukan penelitian tentang
Identifikasi
Faktor-Faktor
Penyebab
Minimnya
Penyerapan
APBD
Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2011, Hasil dari penelitian ini
menunjukan bahwa masing-masing daerah kabupaten/kota memiliki faktor-faktor
penyebab minimnya penyerapan APBD yang berbeda-beda disesuaikan dengan
kondisi internal dari pemerintahan daerah. Namun, ada beberapa faktor yang
hampir sama antara daerah satu dengan daerah lainnya, misalnya: regulasi, politik,
proses pengadaan barang dan jasa dan komitmen organisasi.
2.1.4.1. Regulasi Keuangan Daerah
Dalam suatu sistem regulasi keuangan daerah dibuat untuk mengendalikan
pelaksanaan keuangan daerah agar segala tindakan atas pengendalian tersebut
dapat di tetapkan dalam peraturan tertentu. Namun dalam reformasi di bidang
keuangan daerah tidak konsistennya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
pusat atas pengelolaan keuangan daerah merupakan faktor utama lambatnya
akuntabilitas keuangan daerah. (Nilawati, 2009. Dalam Rasdianto dkk,2014)
Dalam penelitiannya Arif (2011) bahwa regulasi di bidang keuangaan
daerah merupakan salah satu yang menyebabkan terjadinya keminiman dalam hal
penyerapan belanja. Seperti yang diungkap oleh pengamat ekonomi Avililiani,
“Lambatnya serapan anggaran dikarenakan banyaknya aturan, misalnya proses
tender saja membutuhkan waktu enam bulan.”
Disamping itu, terkadang adanya aturan-aturan yang berubah secara cepat
dan waktu yang tidak terlalu banyak, membuat pimpinan SKPD sebagai
Universitas Sumatera Utara
pelaksana anggaran tidak berani untuk mengimplementasikan kegiatan fisik,
karena takut salah dalam pelaksanaannya yang dapat berimplikasi hukum. Oleh
karena itu, adanya sosialisasi jauh-jauh hari tentang peraturan yang dibuat
merupakan langkah tepat untuk menghindari hal tersebut.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perubahan regulasi yang
terjadi tidak selalu bisa dilaksanakan secara langsung, hal ini dikarenakan pihak
penyelenggara juga butuh waktu untuk mempelajari dan memahaminya.
2.1.4.2 Politik Anggaran
Anggaran digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas dan kebutuhan
keuangan terhadap prioritas tersebut. Pada sektor publik, anggaran merupakan
alat politik (political tool) sebagai bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan
legislatif atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu. (Marsdiasmo,
2002,123).
Faktor politik dalam hal ini adalah proses penetapan kebijakan tentang
anggaran dipengaruhi oleh berbagai kepentingan elemen politik. Politik anggaran
adalah proses saling mempengaruhi antara berbagai pihak yang berkepentingan
dalam menentukan skala prioritas pembangunan akibat terbatasnya sumber dana
publik yang tersedia.
Dari kutipan di atas, memang tak dapat dihindari bahwa faktor politik
yaitu proses tarik menarik antara kepentingan pemerintah dengan legislatif secara
langsung dapat mengurangi waktu dalam pengimplementasian program kerja
yang sudah disepakati di awal pemerintahan. Akibat yang ditimbulkan dari faktor
politik tersebut menjadikan SKPD tidak langsung bisa mengimplementasikan
program kerjanya.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.3. Proses Pengadaan Barang dan Jasa
Mayoritas lambatnya serapan anggaran tersebut terjadi dikarenakan proses
tender yang memakan waktu beberapa bulan, hal ini dikarenakan ada beberapa
proses teknis dan non teknis yang harus dijalankan dan harus melalui prosedurprosedur yang sudah ditetapkan oleh aturan UU. Proses tender merupakan salah
satu penyebab dari rendahnya serapan APBD di Provinsi Sumatera Utara tahun
2014 -2015. Lambatnya proses lelang ditambah lagi konflik-konflik yang terjadi
selama proses tender berlangsung semakin memperparah lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk implementasi anggaran.
2.1.4.4. Komitmen Organisasi
Anggaran merupakan wujud komitmen dari budget holder (eksekutif)
kepada pemberi wewenang (legislatif). Kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan
pencapian target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran. Kinerja manajer
publik dinilai berdasarkan berapa yang berhasil ia capai terkait dengan anggaran
yang telah ditetapkan. (Mardiasmo, 2002,124)
Allen dan Meyer (dalam Norman, 2010) mendefinisikan komitmen
organisasi sebagai suatu kelekatan afeksi atau emosi terhadap organisasi seperti
individu melakukan identifikasi yang kuat, memilih keterlibatan tinggi, dan
senang menjadi bagian dari organisasi. Ada tiga komponen komitmen organisasi
yaitu :
1. Affective commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari
organisasi karena adanya ikatan emosional.
2. Continuance commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu
organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan lain.
Universitas Sumatera Utara
3. Normative commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan
bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa
komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan.
Tidak tercapainya komitmen yang dilakukan melalui Perjanjian Kinerja
(PK) dalam melaksanakan APBD, merupakan cerminan dari lemahnya komitmen
pimpinan SKPD dengan Kepala Daerah untuk memenuhi kewajibannya sebagai
pejabat daerah yang bertugas untuk mensejahterakan masyarakat. Fenomena ini
menjadi dampak bagi Pemda dalam mencapai serapan anggaran.
2.1.4.5. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu (Silpa)
Silpa merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari sisa anggaran
tahun lalu yang mencakup sumber penghematan belanja, kewajiban pada pihak
ketiga yang sampai akhir tahun belum diselesaikan, sisa dana lanjutan, dan semua
pelampauan atas penerimaan daerah. Silpa dapat berupa penerimaan PAD,
penerimaan dana perimbangan, penerimaan lain-ain pendapatan yang sah dan
penerimaan pembiayaan (Halim,2007,103)
Sisa anggaran merupakan saldo dana atau kas daerah pada akhir tahun
anggaran yang mencerminkan ketidakakuratan dalam peramalan (forecasts)
anggaran. Sisa ini akan terbawa ke tahun anggaran berikutnya sebagai penerimaan
dalam pembiayaan di APBD. Pada tahun anggaran berikutnya tersebut, sisa
anggaran ini disebut sisa anggaran tahun sebelumnya dan digunakan untuk
menutupi defisit anggaran, mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan, dan
mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran
sebelumnya selesai dibayarkan (Abdullah, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Jumlah Silpa yang besar menunjukan kekurang-cermatan dalam
penganggaran dan tidak efektifnya pelaksanaan anggaran. Secara faktual, sisa
anggaran ada dalam laporan keuangan tahunan Pemda dan sering digunakan
sebagai ukuran dalam menilai kinerja keuangan dan anggaran. Meskipun di satu
sisi mencerminkan ketidakakuratan dalam penganggaran Pemda, keberadaan sisa
anggaran tahun sebelumnya penting untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan atas
projects yang tidak dapat didanai dari pendapatan Pemda tahun berjalan. Namun,
sisa anggaran juga menambah beban kerja Pemda karena memperbanyak program
dan kegiatan yang akan dilaksanakan selama tahun anggaran berkenaan.
2.2
Review Penelitian Terdahulu
Priatno (2013) meneliti tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
penyerapan anggaran pada satuan kerja lingkup pembayaran Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN) Blitar. Penelitian ini menggunakan analisis faktor
dan regresi logistik. Dari 15 variabel awal yang dimunculkan, diperoleh 3 faktor
yakni faktor administrasi dan SDM, faktor perencanaan dan faktor pengadaan
barang dan jasa. Hasil analisis data menunjukan bahwa faktor administrasi dan
SDM mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap penyerapan anggaran
satuan kerja, sedangkan faktor perencanaan dan faktor pengadaan barang dan jasa
yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyerapan anggaran satuan
kerja.
Harriyanto ( 2012) meneliti tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Keterlambatan
Penyerapan
Anggaran
Belanja
pada
Satuan
Kerja
Kementerian/Lembaga di Wilayah Jakarta. Menghasilkan lima faktor utama yang
Universitas Sumatera Utara
terbentuk yaitu faktor perencanaan, Administrasi, SDM, Dokumen Pengadaan,
dan Ganti Uang Persediaan.
Kuswoyo (2011) meneliti tentang Faktor-faktor Penyebab Penumpukan
Anggaran Belanja Diakhir Tahun Anggaran Pada Satuan Kerja di Wilayah KPPN
Kediri. Variabel independen dalam penelitian ini yaitu faktor perencanaan
anggaran, faktor pelaksanaan anggaran, faktor pengadaan barang dan jasa, faktor
internal Satker. Sedangkan yang menjadi variabel dependen yaitu penumpukan
anggaran.
Abdulah (2012) meneliti Serapan Anggaran Pemerintah Daerah FaktorFaktor yang Mempengaruhinya (Studi pada Pemda Kabupaten/Kota di Aceh).
Variabel yang digunakan sebagai variabel independen yaitu: waktu penetapan
anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan perubahan anggaran. Hasil analisis
menunjukan bahwa sisa anggaran tahun sebelumnya berpengaruh negatif
terhadap serapan anggaran, sementara waktu penetapan dan perubahan anggaran
tidak berpengaruh.
Arif (2011) meneliti Identifikasi Faktor-faktor Penyebab Minimnya
Penyarapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota
di Provinsi Riau. Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor regulasi,
politik, tender/lelang dan komitmen organisasi. Hasil penelitian menunjukan
masing-masing daerah memiliki faktor-faktor penyebab minimnya penyerapan
anggaran pendapatan dan belanja daerah yang berbeda-beda disesuaikan dengan
kondisi internal dari pemerintah daerah.
Kaharuddin
(2011)
meneliti
tentang
Analisis
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi Penyerapan Belanja Daerah di Kabupaten Sumbawa (Studi kasus
Universitas Sumatera Utara
belanja DAK di bidang pendidikan).
Faktor regulasi, faktor anggaran
pelaksanaan, faktor sumber daya manusia, faktor anggaran dan faktor
pengendalian yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini. Hasil
analisis menunjukan bahwa faktor regulasi meliputi peraturan sering berubah dan
pelaksanaan mekanisme DAK menghambat realisasi pengeluaran DAK dalam
sector pendidikan.
Putri (2014) dalam penelitiannya meneliti tentang Analisis Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Penyerapan Anggaran pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
di Pemprov Bengkulu. Variabel yang digunakan sebagai variabel independen
yaitu dokumen perencanaan, pencatatan administrasi, kompetensi SDM, dokumen
pengadaan dan uang persediaan. Penelitian ini menggunakan regresi linier
berganda yang menunjukan kompetensi SDM memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap penyerapan anggaran dan uang persediaan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap penyerapan anggaran.
Dalam penelitian lainnya, Purtanto (2015) meneliti Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Penyerapan Anggaran Belanja Daerah Pemerintah Kota Tegal.
Hasil penelitian menunjukan bahwa komitmen manajemen dan perencanaan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan anggaran terkait
pengadaan barang dan jasa. Sedangkan monitoring dan evaluasi berpengaruh
positif namun kurang signifikan, kompetensi SDM tidak berpengaruh positif dan
pengaruh lingkungan ekternal kurang signifikan terhadap penyerapan anggaran.
Implikasi dari penelitian ini agar Pemda mengambil kebijakan dalam melakukan
monitoring dan evaluasi untuk meningkatkan penyerapan anggaran.
Universitas Sumatera Utara
Sukadi (2012) meneliti tentang Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Penumpukan Penyerapan Anggaran Belanja pada Akhir Tahun Anggaran. Dalam
penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah (1) faktor perencanaan
anggaran, (2) faktor pelaksanaan anggaran, (3) faktor pengadaan barang dan jasa,
(4) faktor internal satuan kerja dan (5) faktor- faktor lainnya. Hasil penelitian
menunjukan terdapat empat variabel independen yang mempengaruhi secara
signifikan terhadap penumpukan anggaran pada anggaran belanja di akhir tahun.
Keempat variabel tersebut adalah faktor perencanaan anggaran, faktor
pelaksanaan anggaran, faktor pengadaan barang dan jasa serta faktor internal
satuan kerja sedangkan satu variabel independen tidak signifikan mempengaruhi
penumpukan penyerapan anggaran belanja pada akhir tahun anggaran yaitu
faktor-faktor lain. Besarnya pengaruh keempat faktor tersebut terhadap
penumpukan penyerapan anggaran belanja pada akhir tahun anggaran yang dapat
dijelaskan oleh model regresi berganda ini adalah sebesar 73,5% sedangkan
sisanya sebesar 26,5% dijelaskan oleh faktor-faktor di luar faktor model regresi.
Secara ringkas hasil penelitian sebelumnya ditampilkan dalam matrik
penelitian pada tabel 2.1
Table 2.1 Penelitian Terdahulu
No
1.
Nama
Peneliti
Priatno
(2013)
Judul
Analisis faktorfaktor yang
mem-pengaruhi
penyerapan
anggaran pada
satuan kerja
lingkup
pembayaran
KPPN Blitar.
Variabel
Penelitian
Variabel Independen:
- Faktor Administrasi
dan SDM (X 1 )
- Faktor Perencanaan
(X 2 )
- Faktor Pengadaan
Barang dan Jasa (X 3 )
Hasil
Penelitian
Hasil analisis data
menunjukkan bahwa
faktor adminstrasi dan
SDM mempunyai
pengaruh yang tidak
signifikan terhadap
penyerapan anggaran
satuan kerja,
Universitas Sumatera Utara
Variabel dependen :
Penyerapan anggaran
(Y)
2.
3.
4
Zaman and
Cristea
(2011)
Heriyanto
(2012)
Kuswoyo
(2011)
EU Structural
Funds
Absorption in
Romania :
Obstacles and
Issues
Faktor-faktor
yang mempengaruhi
keterlambatan
penyerapan
anggaran
belanja pada
satuan kerja
Kementerian/
Lembaga di
wilayah
Jakarta
Variabel Independen:
- The stage of SOP
implementation
commencement (X 1 )
- The stage of project
application launching
(X 2 )
- The project selection
and contracting stage
(X 3 )
Variabel dependen :
Funds Absorption (Y)
Variabel Independen:
- Faktor Perencanaan
(X 1 )
- Administrasi (X 2 )
- Sumber Daya Manusia
(X 3 )
- Dokumen Pengadaan
(X 4 )
- Ganti Uang Persediaan
(X 5 )
Variabel dependen :
Penyerapan anggaran (Y)
Faktor-faktor
Variabel Independen:
penyebab
- Faktor Perencanaan
penumpukan
anggaran (X 1 )
anggaran
- Faktor Pelaksanaan
belanja diakhir
Anggaran (X 2 )
tahun anggaran
- Faktor Pengadaan
pada satuan
Barang dan Jasa (X 3 )
kerja di
wilayah KPPN - Faktor Internal Satker
Kediri
(X 4 )
sedangkan faktor
perencanaan dan
faktor pengadaan
barang dan jasa yang
mempunyai pengaruh
yang signifikan
terhadap penyerapan
anggaran Satker.
The present paper
analyses the absortion
capacity of SOPs in
Romania, paying a
special attention to
SOP Environment,
which can be
considered and
important tool for
improving ecoefficiency standards
and greening the
economic growth.
Menghasilkan lima
faktor utama yang
terbentuk yaitu faktor
perencanaan,
administrasi, SDM,
dokumen pengadaan,
dan ganti uang
persediaan.
Menghasilkan empat
faktor diantaranya
faktor perencanaan
anggaran, faktor
pelaksanaan
anggaran, faktor
pengadaan barang dan
jasa, dan faktor
internal Satker.
Variabel dependen :
Penumpukan anggaran
Universitas Sumatera Utara
(Y)
5.
6.
Abdullah
(2012)
Arif
(2011)
Serapan
anggaran
Pemda faktorfaktor yang
mempengaruhinya
(Studi pada
Pemda
Kabupaten/
Kota di Aceh)
Identifikasi
faktor-faktor
penyebab
minimnya
penyerapan
APBD
Kabupaten/
Kota di
Provinsi Riau
Tahun 2011
Variabel Independen:
- Waktu penetapan
anggaran (X 1 )
- Sisa anggaran tahun
sebelumnya (X2)
- Perubahan anggaran
(X 3 )
Variabel dependen :
Serapan anggaran (Y)
Variabel Independen:
- Faktor regulasi (X 1 )
- Faktor politik (X 2 )
- Faktor tender/lelang
(X 3 )
- Faktor komitmen
organisasi ((X 4 )
Variabel dependen :
Penyerapan anggaran
(Y)
7.
8.
Kaharuddin
(2011)
Putri
(2014)
Analisis
faktor-faktor
yang mempengaruhi
penyerapan
belanja daerah
di Kabupaten
Sumbawa
(Studi kasus:
belanja DAK
bidang
pendidikan
2010)
Variabel Independen:
- Faktor regulasi (X 1 )
- Faktor anggaran
pelaksanaan (X 2 )
- Faktor kapasitas
sumber daya manusia
(X 3 )
- Faktor anggaran (X 4 )
- Faktor pengendali (X 5 )
Variabel dependen :
Penyerapan belanja (Y)
Hasil analisis
menunjukkan bahwa
sisa anggaran tahun
sebelumnya
berpengaruh negatif
terhadap serapan
anggaran, sementara
waktu penetapan
dan perubahan
anggaran tidak
berpengaruh.
Hasil dari penelitian
ini menunjukan
bahwasannya masingmasing daerah
kabupaten/kota
memiliki faktor-faktor
penyebab minimnya
penyerapan APBD
yang berbeda
disesuaikan dengan
kondisi internal dari
Pemda.
Hasil analisis
deskriftif kualitatif
menunujukan bahwa
faktor regulasi yang
meliputi peraturan
sering berubah, akhir
bimbingan teknis,
masalah sosialisasi
dan pelaksanaan
mekenisme
ketidakjelasan DAK
menghambat realisasi
pengeluaran DAK
dalam sektor
pendidikan.
Hasil penelitian
Analisis faktor- Variabel Independen:
faktor yang
- Dokumen perencanaan dengan regresi linier
Universitas Sumatera Utara
mem-pengaruhi
penyerapan
anggaran pada
Satker
perangkat
daerah di
Pemprov
Bengkulu
9.
10.
Purtanto
(2015)
Sukadi
(2012)
(X 1 )
- Pencatatan
administrasi (X 2 )
- Kompetensi SDM (X 3 )
- Dokumen pengadaan
(X 4 )
- Uang persediaan (X 5 )
Variabel dependen :
Penyerapan anggaran
(Y)
Variabel Independen:
- Komitmen manajemen
dan perencanaan (X 1 )
- Monitoring dan
evaluasi (X 2 )
- Kompetensi SDM (X 3 )
- Lingkungan external
(X 4 )
berganda menunjukan
kompetensi SDM
memiliki pengaruh
yang signifikan
terhadap penyerapan
anggaran dan UP
memiliki pengaruh
yang signifikan
terhadap penyerapan
anggaran.
Hasil penelitian
menunjukan bahwa
komitmen manajemen
dan perencanaan
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap penyerapan
anggaran terkait
pengadaan barang dan
jasa. Monitoring dan
evaluasi berpengaruh
positif namun kurang
signifikan, kompetensi
SDM tidak
berpengaruh positif
dan pengaruh
lingkungan ekternal
kurang signifikan
terhadap penyerapan
anggaran. Implikasi
dari penelitian ini agar
Pemda mengambil
kebijakan dengan
lebih mengoptimalVariabel dependen :
kan monitoring dan
Penyerapan anggaran (Y) evaluasi untuk
peningkatan
penyerapan anggaran.
Hasil penelitian
Analisis faktor- Variabel Independen:
menunjukkan terdapat
faktor yang
- faktor perencanaan
empat variabel
memanggaran (X 1 )
independen secara
pengaruhi
- faktor pelaksanaan
signifikan
penumpukan
anggaran (X 2 )
mempengaruhi
penyerapan
- faktor pengadaan
anggaran
barang dan jasa (X 3 ) penumpukan
belanja pada
- faktor internal satuan penyerapan anggaran
belanja pada akhir
akhir tahun
kerja (X 4 )
tahun anggaran.
anggaran
- faktor-faktor lain
Variabel independen
(X 5 )
tidak signifikan
mempengaruhi
Variabel dependen :
penumpukan
penumpukan penyerapan
Faktor-faktor
yang mempengaruhi
penyerapan
anggaran
belanja daerah
Pemerintah
Kota Tegal
Universitas Sumatera Utara
anggaran (Y)
penyerapan anggaran
belanja pada akhir
tahun anggaran yaitu
faktor faktor lain.
Universitas Sumatera Utara