Viabilitas Dan Kemampuan Bakteri Penghasil Biosurfaktan Terimobilisasidalam Mendegradasi Pestisida Berbahan Aktifkarbofuran Chapter III V

15

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan April sampai dengan November
2016 di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan. Analisis residu
karbofuran secara kuantitatif dilakukan di Balai Besar Proteksi dan Perbenihan
Tanaman Perkebunan

(BBPPTP),

Medan dan

Pengamatan

mikroskopis

menggunakan SEM dilakukan di Pusat Penelitian Biologi, Bagian Zoologi,

Lembaga Penelitian Indonesia, Cibinong, Jawa Barat.

3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain spektrofotometer, Hight
Performance Liquid Chromatographi (HPLC), vortex, sentrifuge, inkubator, pipet
volume, cawan petri, erlenmeyer, gelas ukur, beaker glass, jarum ose bengkok,
pipet mikro dan tip, magnetic stirrer, magnetic bar, laminar airflow, ion coater,
vacum drier, orbital shaker, ultrasonic cleaner dan Scanning Electron
Microscope (SEM).
Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain pestisida berbahan
aktif karbofuran dengan merek dagang Gemafur© 3GR, Nutrient Agar (NA),
Plate Count Agar (PCA), akuades, Phospat Buffered Saline (PBS), N-heksan,
alkohol (50%, 70%, 85%, 95%, absolut), tert butanol, desinfektan, larutan trisodium sitrat, larutan polyurethane A dan B, caccodylate buffer, Glutaraldehyde
2,5%, tannic acid 2%, OsO 4 .
Media yang digunakan pada penilitan ini adalah Nutrient Agar (NA),
Nutrient Broth (NB), Plate Count Agar (PCA) dan Busnel Hass Broth (BHB).
Bakteri yang digunakan merupakan bakteri koleksi Laboratorium Mikrobiologi
FMIPA USU dengan spesies Pseudomonas aeruginosa dan Pseudonomonas
aeruginosa Strain M111.


Universitas Sumatera Utara

16

3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Persiapan Kultur Bakteri dan Pemeriksaan Kemurnian Kultur
Kedua bakteri diremajakan pada media NA selama 1 x 24 jam.
Pemeriksaan kemurnian kultur dilakukan untuk memastikan kemurnian kultur
yang didapatkan melalui pemeriksaan morfologi secara mikroskopis dengan
metode pewarnaangram (Fardiaz, 1992) dan uji biokimia (Hadioetomo,
1990).Selanjutnya isolat ditumbuhkan kembali pada media NB sebagai kultur
antara dalam pemanenan sel, inkubasi dilakukan dengan menggunakan
orbitalshaker pada suhu ambient dengan kecepatan 120 rpm selama 2 x24 jam
(Lampiran 1).

3.3.2.Pembuatan Suspensi Sel Bakteri
Isolat yang ditumbuhkan pada media NB (Nutrient Broth) sebagai kultur
antara diendapkan dengan menggunakan centrifuge dengan kecepatan 6000xg
selama 20 menit pada 4oC. Akan terbentuk dua fase yaitu fase cair/ supernatan
(bagian atas) dan fase padat/ pelet (bagian bawah). Pelet bakteri dihomogenkan

pada PBS pH 7 kemudian diendapkan dengan cara yang sama. Perlakuan ini
diulangi sebanyak dua kali untuk membersihkan sel bakteri dari sisa media.
Bagian pelet diambil kembali dan kemudian dicampur dengan PBS hingga
homogen. Suspensi diatur kekeruhannya dengan nilai absorbansi 1 pada panjang
gelombang 600 nm (109 CFU/ ml).

3.3.3.Imobilisasi Bakteri
a. Imobilisasi dengan Mengunakan Polyurethane foam (PUF)
PUF dibentuk dengan cara mencampur larutan polyurethane A dan B
dengan perbandingan 1 : 1 secara aseptis pada sebuah wadah steril. Campuran
dihomogenkan dengan cara diadur hingga membentuk busa. Busa dibiarkan
hingga mengembang dan mengeras. Setelah busa mengeras selanjutnya dipotong
hingga berukuran 50 mm x 50 mm x 50 mm. Selanjutnya dimasukkan 2 gr PUF
ke dalam erlenmeyer 250 ml, disterilisasi pada autoclaft dengan suhu 121 oC
selama 15 menit. Setelah proses sterilisasi selesai, suspensi bakteri dimasukkan

Universitas Sumatera Utara

17


sebanyak 100 ml ke dalam erlenmeyer yang berisi PUF secara aseptis, kemudian
dihomogenkan pada orbital shaker selama 6 jam (Quek et al., 2005) dimodifikasi.
b. Imobilisasi dengan Menggunakan Alginat
Sebanyak 50 ml suspensi bakteri yang sama kemudian dicampurkan
dengan 50 ml alginat dengan konsentrasi 3% (b/v). Selanjutnya campuran tersebut
diteteskan pada CaCl2 0,1 Menggunakan syringe sambil dilakukan pengadukan
dengan kecepatan putaran 50-100 rpm menggunakan magnetic stirrer. Pengerasan
gel dilakukan selama satu jam (Li et al. 2009). Gel yang terbentuk dipindahkan
dalam larutan NaCl fisiologis (0,85%) untuk mendapatkan struktur gel yang
kompak. Kapsul yang terbentuk selanjutnya dimasukkan ke air destilasi steril dan
diputar secara perlahan selama satu jam untuk menghilangkan residu CaCl 2
(Lampiran 1).

3.3.4. Efektifitas Imobilisasi
Keberhasilan dari proses imobilisasi dapat dihitung dengan cara
membandingkan jumlah bakteri sebelum dan sesudah imobilisasi, dengan
persamaan sebagai berikut:
Populasi
setelah
imobilisasi x 100%

�������� bakteri
������� ������
ℎ �����������
�����������
�����������
Efektifitas Imobilisasi
= = �������� ������� ������� ����������� � 100%
Populasi bakteri sebelum imobilisasi
3.3.5. Uji Viabilitas Bakteri Setelah Imobilisasi dan Pengaplikasian pada
Media Uji
Uji viabilitas dilakukan dengan metode Triana et al. (2006) yang telah
dimodifikasi, segera setelah proses enkapsulasi selesai dan diinkubasi selama 20
hari pada suhu 37oC kondisi kering dan amobil. Viabilitas sel terenkapsulasi
dihitung dengan menggunakan metode Total Plate Count menggunakan media
Plate Count Agar (PCA) dengan

membuat pengenceran berseri.

Penghitungan jumlah bakteri segera dilakukan setelah enkapsulasi. Jumlah
populasi bakteri yang terdapat pada polyurethane foam (PUF) dan kapsul alginat

dihitung selama 15 hari masa inkunasi dengan interval 5 hari. Penghitungan
jumlah bakteri dilakukan dengan cara memisahkan bakteri dari bahan penyalut.
Kapsul alginat diguncang dalam larutan tri-sodiun sitrat hingga larut sempurna,
sedangkan bakteri pada polyurethane foam dimasukkan dalam larutan NaCl

Universitas Sumatera Utara

18

0,85% dan diguncang dengan vortex. Ketahanan bakteri terimobilisasi didapat
dengan membandingkan populasi bakteri sebelum diaplikasikan, dengan seusdah
diaplikasikan selama 15 hari masa inkubasi pada suhu ambien.

Ketahanan (%) =

��������
�������
����
��������
����

�����
Populasi
bakteri
pada
penyalut
pada
waktu
t �
×x 100%
100%
����
��������
�������
��������
Populasi�������
bakteri
pada
penyalut
sebelum�������������
diaplikasikan


3.3.6. Uji Aktifitas Biosurfaktan
Skrining aktivitas biosurfaktan dilakukan dengan metode Drop Collapsing
Test (Jain et al., 1991) yang dimodifikasi, yaitu metode yang digunakan untuk
menentukan penurunan tegangan permukaan cairan. Isolat bakteri ditumbuhkan
pada media BHB yang ditambahkan 2% dekstrosa sebagai sumber karbon.
Sebanyak 2 ml inokulum cair isolat bakteri (λ600 = 1 Abs setara 109 CFU/ml)
diinokulasikan kedalam 100 ml media BHB yang mengandung 2% dekstros
secara aseptis. Media diinkubasi pada waterbath shaker dengan kecepatan 150
rpm pada suhu ruang selama 15 hari. Setelah 15 hari masa inkubasi, masingmasing media biakan disaring dan diambil filtratnya. Sebanyak 4 ml filtrat media
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambah 4 ml N-heksan dan 2 ml akuades.
Lalu campuran larutan tersebut dihomogenkan dengan vorteks selama 10 detik
dan didiamkan selama 1menit. Emulsi yang terbentuk diukur ketebalannya dengan
menggunakan gelas ukur. Persentase Indeks Emulsifikasi (IE) dihitung dari
masing-masing isolat dengan cara membandingkannya antara volume emulsi
dibagi dengan totalvolume filtrat lalu dikali 100% (Hamzah et al., 2013).

IE (%) =
(Hamzah et al., 2013)


������
Volume������
emulsi����
yang���������
terbentuk
�����
(10ml)
�� )
Total������
volume �������
larutan (10

100%
×x100%

3.3.7. Uji Kemampuan Bakteri Terimobilisasi Dalam Mendegradasi Pestisida
Secara In-vitro
Pengujian

kemampuan


bakteri

yang

telah

diimobilisasi

dalam

mendegradasi pestisida dilakukan dengan memberikan bakteri imobil pada media
cair Busnel Hass Broth dengan 4% (b/v) pestisida berbahan aktif karbofuran.

Universitas Sumatera Utara

19

Bakteri yang telah diimobilisasi dengan menggunakan polyurethane foam maupun
alginat dimasukkan masing-masing 0,2 gram dan 2 gram dalam 98 ml media uji

kemudian dinkubasi pada suhu ruang selama 30 hari menggunakan orbital shaker
pada suhu ruang (28oC) dengan kecepatan 100 rpm. Sebagai kontrol, dilakukan
pengujian degradasi pestisida menggunakan bakteri sel bebas dengan memberikan
2 ml suspensi bakteri (λ600 = 1Abs setara 109 CFU/ml) pada 98 ml media uji.
Dilakukan perhitungan jumlah sel dananalisis dengan HPLC untuk mengetahui
residu pestisida pada media uji setiap 10 hari masa inkubasi selama 30 hari
Teraakun et al. (2004) dimodifikasi. (Lampiran 1).

3.3.8. Pengamatan Distribusi dan Penempelan Bakteri Pada Bahan Penyalut
Prosedur pengamatan mikroskopis menggunakan SEM merujuk pada
Scneider (2014) yang telah dimodifikasi. Sampel berupa kapsul alginat dan
polyurethane foam dibersihkan dengan cara merendam sampel dalam larutan
caccodylate buffer kurang lebih 2 jam. Kemudian diagitasi dalam ultrasonic
cleaner selama 5 menit. Sampel kemudian diprefiksasi dengan merendam dalam
larutan glutaraldehyde 2,5% selama 2 hari. Selanjutnya sampel difiksasi dalam
tannic acid 2% selama 6 jam. Setalah itu cuci dengan caccodylate buffer selama 5
menit sebanyak 4 kali ulangan. Proses berikutnya dalah dehidrasi dengan
perendaman pada alkohol 50% selama 5 menit 4 kali pengulangan, 70% selama
20 menit, 80% selama 20 menit, alkohol 95% selama 20 menit dan terakhir pada
alkohol absolut selama 10 menit hingga 2 kali ulangan. Setelah proses dehidrasi
selesai sampel dikeringkan dengan merendam dalam tert butanol selama 10 menit
sebanyak 2 kali pengulangan. Sampel dibekukan dalam freezer sampai beku.
Selanjutnya divakum dalam vacum drier hingga mengering. Setelah kering
sampel direkatkan pada permukaan tembaga untuk di-coating emas menggunakan
E IS-2 Ion Coater. Sampel diamati dengan Mikroskop Elektron Jeol JSM-5310LV
Scanning Microscope di Laboratorium Zoologi, Pusat Penelitian Biologi,
Lembaga Penelitian Indonesia, Cibinong.
.

Universitas Sumatera Utara

20
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Imobilisasi Bakteri Menggunakan Alginat dan Polyurethane Foam (PUF)
Imobilisasi dilakukan dengan metode ekstruksi menggunakan syringe 23G x 1¼
menghasilkan kapsul alginat dengan diameter 2,042 ± 0,14 untuk Pseudomonas
aeruginosa dan 2,164 ± 0,18 untuk Pseudomonas aeruginosa Strain M111, warna
kapsul putih pucat dan bentuk bulat hingga oval untuk masing-masing kapsul dari
kedua isolat (Tabel 1). Perbedaan bentuk dan diamater dari kapsul alginat hasil
imobilisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya konsentrasi dari alginat,
konsentrasi dari suspensi awal yang digunakan dan jarak antara jarum suntik
dengan larutan CaCl2 .
Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh Cheetham et al. (1979)
jbahwa karakteristik fisik dari alginat bergantung pada beberapa faktor.
Diantaranya adalah konsentrasi alginat dan suspensi awal sel bakteri. Konsentrasi
alginat dapat mempengaruhi karakter, seperti kekuatan mekanik, retensi sel,
porositas, diameter kapsul, dan kompresibilitas. Selain itu, Sandoval (2010),
Smidsrod dan Braek (1996) dan Castilla et al. (2010) juga menyatakan bahwa
ukuran dan bentuk dari kapsul alginat bergantung pada konsentrasi Na-alginat,
viskositas, diameter jarum suntuk yang digunakan dan jarak antara jarum suntik
dengan larutan CaCl2 pada saat proses ekstruksi dilakukan.
Table 1. Karakteristik morfologi kapsul alginat dan Polyurethana Foam (PUF)
No.

Isolat Bakteri

Karakter Bahan Penyalut
Alginat

PUF

1.

P. aeruginosa

Diameter: 2,042 ± 0,14
Warna: Putih Pucat
Bentuk: Bulat, Oval

Dimensi: 0,5 cm x 0,5 cm x
0,5 cm
Warna: Kuning
Brntuk: Kubus, Berpori

2.

P. aeruginosa
Strain M 111

Diamater: 2,164 ± 0,18
Warna : Putih Pucat
Bentuk: Bulat, Oval

Dimensi: 0,5 cm x 0,5 cm x
0,5 cm
Warna: Kuning
Bentuk: Kubus, Berpori

Morfologi polyurethane foam dari kedua isolat menunjukkan tidak adanya
perbedaan yang begitu terlihat. Masing-masing PUF dari kedua isolat memiliki

Universitas Sumatera Utara

21

ukuran dan morfologi yang cenderung sama. Pada pengamatan permukaan PUF
dengan magnifikasi sebesar 10 X terlihat adanya pori-pori yang sangat banyak
dan saling terhubung dengan bagian dalam dari PUF itu sendiri. PUF merupakan
salah satu golongan plastik yang membentuk struktur seperti busa sehingga
memiliki banyak pori (Gambar 4).

2 mm

1 cm

a

2 mm

b

c

1 cm

d

Gambar 4. Mikrograf bahan penyalut menggunakan mikroskop stereo
pencahayaan atas. a) Kapsul alginat untuk isolat Pseudomonas
aeruginosa, b) Kapsul alginat untuk isolat Pseudomonas
aeruginosa Strain M 111, c) Polyurethane Foam untuk isolat
Pseudomonas aeruginosa dan d) Polyurethane Foam untuk isolat
Pseudomonas aeruginosa Strain M 111
Hasil

pengamatan

mikrokopis

menggunakan

Scanning

Electron

Microscope (SEM) permukaan dalam dan luar dari kapsul alginat dan PUF
(Gambar 5). Permukaan dari kapsul alginat dengan magnifikasi 7500 X terlihat
alginat terlihat kasar dan bergelombang (Gambar 5a dan 5e). Struktur berbentuk
tonjolan yang tidak teratur yang disebut protrusion (pr) ditemukan pada bagian
permukaan dan tersebar di beberapa bagian kapsul alginat. Struktur tersebut
dikenali sebagai koloni bakteri yang membentuk struktur biofilm. Penampakan

Universitas Sumatera Utara

22

a

X 7,500

a

X 3,500

b

pr
ba
37.7um

17.6um
X 3,500

c

X 3,500

d

ba

ba

37,7 um

37,7 um
X 10,000

e

X 5000

f

po

ba

pr

13,2 um

g

ba

X 3,500

26,4 um

X 5000

h
ba

37,7um

26,4 um

Gambar 5. Mikrograf SEM pada tampak permukaan dan bagian dalam bahan
penyalut. a) permukaan luar kapsul alginat bakteri P. aeruginosa (pr
= protrusion), b) permukaan dalam kapsul alginat bateri P.
aeruginosa (ba = bakteri), c) permukaan luar PUF bakteri
P.aeruginosa, permukaan dalam PUF P. aeruginosa (ba = bakteri),
d) permukaan luar kapsul alginat bakteri P. aeruginosa Strain M111
(pr = protrusion), e) permukaan dalam kapsul alginat bateri bakteri
P. aeruginosa Strain M111 (ba = bakteri), g) permukaan luar PUF
bakteri bakteri P. aeruginosa Strain M111 (ba = bakteri) dan f)
permukaan dalam PUF bakteri bakteri P. aeruginosa Strain M111
(ba = bakteri).

Universitas Sumatera Utara

23

protrusion pada permukaan alginat juga diperlihatkan oleh penelitian yang
dilakukan oleh Rosa et al. (1988), struktur seperti pada Gambar 5a dan 5e
dinamakan dengan protrusion yang merupakan kumpulan dari sel bakteri yang
melekatkan diri satu sama lain pada permukaan kapsul dengan membentuk
struktur biofilm.
Bakteri yang terimobilisasi di bagian permukaan luar cenderung lebih sulit
untuk bertahan dibandingkan dengan yang berada di bagian dalam kapsul,
sehingga bakteri membentuk biofilm agar dapat memaksimalkan kondisi
lingkungan agar mendukung pertumbuhan dari bakteri tersebut. Bagian dalam dari
kapsul alginat (Gambar 5b dan 5f) memperlihatkan bahwa bakteri dibalut oleh
alginat. Sel-sel bakteri tersebar secara merata pada bagian dalam kapsul alginat
tersebut. Kapsul alginat mampu memberikan porositas yang tinggi sehingga
komunikasi dan aliran nutrisi antara sel bakteri terjalin dengan baik. Riley et al.
(1999) menyatakan bahwa kemampuan difusi dari nutrien dan gas, ditentukan
oleh area pori pada bahan penyalut, berperan penting pada viabilitas dari bakteri
yang terimobilisasi pada bahan penyalut.
Untuk bagian permukaan dari PUF (Gambar 5c dan 5g) terbilang sangat
halus dan rata. Terlihat bahwa bakteri P. aeruginosa mampu melekatkan diri
pada permukaan PUF, dikarenakan bakteri membentuk struktur biofilm. Struktur
biofilm dapat terlihat menyatukan satu sel bakteri dengan bakteri lainnya, dan
koloni bakteri dengan substrat perlekatannya. Dunne et al. 2001 menyatakan
bahwa bakteri Pseudomonas aeruginosa mampu menghasilkan eksopolisakarida
bagian dari EPS. Dalam beberapa kasus, bakteri mampu menghasilkan EPS yang
digunakan untuk menangkap nutrisi. Chen dan Stewart, (2002) menyimpulkan
bahwa EPS bertanggung jawab pada interaksi adhesi dan kohesi sehingga
memiliki peran penting dalam menjaga integritas struktural dari biofilm P.
aeruginosa sehingga dapat melekat dengan baik di permukaan PUF.
Memperlihatkan PUF yang mengandung bakteri P. aeruginosa Strain M
111. Sel bakteri P. aeruginosa Strain M111 terpisah satu dengan yang lainnya,
namun dapat melekat di PUF (Gambar 5). Kemampuan dari perlekatan bakteri
tersebut dikarenakan adanya pili tipe IV pada P. aeruginosa Strain M111. Pili
tipe IV diketahui dapat mebantu perlekatan

bakteri

pada satu substrat dan

Universitas Sumatera Utara

24

merupakan komponen dari Extracelular Polymeric Substance (EPS). Bakteri P.
aeruginosa mampu menghasilkan EPS dan membentuk biofilm sedangkan bakteri
P. aeruginosa Strain M111 cenderung tidak menghasilkan struktur biofilm.
Menurut Wei and Luyan (2013), bakteri Pseudomonas memiliki pili tipe IV yang
mampu membantu pergerakan bakteri tersebut dan kemampuannya dalam
melekatkan diri pada satu substrat.
Jumlah bakteri yang berada pada bagian dalam mengindikasikan bahwa
suspensi yang digunakan pada proses imobilisasi mampu masuk hingga ke bagian
dalam PUF, karena PUF memiliki pori-pori yang sangat banyak mulai dari bagian
permukaan hingga bagian dalam. Jumlah bakteri yang berada di permukaan dari
PUF lebih banyak dibandingkan pada bagian dalam dikarenakan proses
imobilisasi yang kurang maksimal.
Bakteri P. aeruginosa memiliki kemampuan berikatan pada suatu
permukaan dengan menghasilkan eksopolisakarida (Drenkard, 2003; Dunne,
2001). Wei danLuyan (2013) menyatakan bahwa P. aeruginosa membentuk
biofilm

sebagai

substansi pelindung

pertumbuhan

yang

memungkinkan

mikroorganisme untuk bertahan hidup di lingkungan yang dapat merusak dan
mencegah pembenihan sel untuk memasuki relung baru di bawah kondisi yang
diinginkan. Biofilm dapat terbentuk pada berbagai permukaan dan yang lazim
berada di alam.
Penelitian yang dilakukan oleh Yamaguchi et al. (1999) menunjukkan
bahwa tingginya jumlah bakteri F92 imobil ditentukan oleh hidrofobisitas
permukaan PUF atau jumlah akumulasi dari sel yang dialirkan. Hal tersebut telah
menyiratkan bahwa adanya hubungan langsung antara hidropobisitas permukaan
sel dan adesi inisial yang bersifat irreversible pada permukaan bahan penyalut,
berpengaruh pada efektifitas dari imobilisasi menggunakan PUF (Obuekwe & AlMuttawa, 2001).
Morfologi struktur ekstraseluler (Gambar 5c dan 5g) pada penelitian ini
mirip dengan yang telah diidentifikasi sebagai eksopolisakarida oleh Obuekwe
and Al-Muttawa (2001). Eksopolisakarida yang bertanggung jawab dalam
pembentukan subtansiyang digunakan untuk menstabilkan sel. Adanya struktur

Universitas Sumatera Utara

25

ekstraseluler pada suatu bakteri dapat diinduksi oleh perletakan ke permukaan
PUF (Vandevivere & Kirchman, 1993).
Kemampuan alginat dalam memerangkap sel bakteri lebih baik
dibandingkan dengan PUF, hal ini dibuktikan oleh data (Gambar 6) yang
memperlihatkan efektifitas imobilisasi lebih tinggi ditunjukkan oleh kapsul alginat
dengan rata-rata efektifitas sebesar 95,105%, dimana bakteri P. aeruginosa
sebesar 92,24% dan P. aeruginosa Strain M111 97,97. Berbeda dengan
PUFdengan rata-rata lebih rendah yaitu 90,55%. Untuk bakteri P. aeruginosa
lebih efektif diimobilisasi dengan menggunakan PUF (93,24%) dibandingkan
pada kapsul alginat (92,24%).
Keberhasilan proses imobilisasi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, pada
kapsul alginat dapat terjadi pembilasan (wash out) sel bakteri pada saat proses
ekstruksi dilakukan sehingga jumlah bakteri yang berhasil terimobilisasi lebih
sedikit dibandingkan dengan jumlah bakteri sebelum dilakukannya imobilisasi.
Begitu pula dengan polyurethane foam (PUF), pada PUF kesempatan sel bakteri
mengalami pembilasan (wash out) lebih besar dikarenakan teknik imobilisasi ini
mengandalkan kemampuan sel bakteri untuk melekat pada permukaan PUF dan
masuk melalui pori-pori yang ada.

Efektifitas Imobilisasi (%)

92,24

97,97

93,24

87,86

100
80
60
40
20
0
Kapsul Alginat

Polyurethane Foam

Jenis Bahan Penyalut
Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa Strain M 111

Gambar 6. Efektifitas imobilisasi bakteri menggunakan bahan penyalut alginat
dan polyurethane foam
Konsentrasi alginat 3% merupakan konsentrasi yang tepat untuk
digunakan dalam proses imobilisasi. Rosa et al. (1988) menyatakan bahwa

Universitas Sumatera Utara

26

konsentrasi alginat sebesar 3% tidak mengakibatkan terjadinya kebocoran sel,
menyediakan porositas tinggi dan pengikatan sel yang besar.

4.2. Viabilitas Bakteri Terimobilisasi
Viabilitas bakteri terimobilisasi pada kapsul alginat cenderung stabil, sedangkan
bakteri yang diimobilisasi pada PUF menunjukkan data viabilitas yang fluktuatif
selama masa inkubasi (Gambar 6). Kedua bakteri yang diimobilisasi pada PUF
menunjukkan data yang hampir sama yaitu jumlah bakteri cenderung mengalami
penurunan pada hari ke-5 hingga hari ke-10 dan kemudian kenaikan jumlah
populasi pada hari ke-15. Dapat dikatakan bahwa kedua bakteri pada PUF
melakukan penyesuaian terlebih dahulu, dikarenakan bakteri harus mampu

Populasi bakteri (log
CFU/gram)

melekatkan diri dengan baik pada permukaan PUF.
15,00
14,50
14,00
13,50
13,00
12,50
12,00
11,50
11,00
10,50
10,00

13,31 13,31 13,34

13,72

14,00 14,00

13,62

12,46

Pseudomonas aeruginosa

Populasi bakteri (log CFU/gram)

(a)

Hari ke-0

Hari ke-5

Pseudomonas aeruginosa
Strain M 111
Hari ke-10
Hari ke-15

15,00
14,00
13,00
12,00

12,60

12,96

13,38
12,29
12,30 11,90

11,70
11,48

11,00
10,00
Pseudomonas aeruginosa

(b)

Hari ke-0

Hari ke-5

Pseudomonas aeruginosa
Strain M 111
Hari ke-10

Hari ke-15

Gambar 7. Viabilitas bakteri terimobilisasi pada (a) kapsul alginat dan (b)
Polyurethane Foam (PUF)

Universitas Sumatera Utara

27

Proses pembentukan biofil termasuk dalam penyesuain diri P. aeruginosa
untuk menempel pada PUF. Sesuai dengan hasil pengamatan mikroskopis dengan
menggunakan SEM (Gambar 5d) memperlihatkan bahwa bakteri melekatkan diri
pada permukaan PUF dengan membentuk satu lapisan (monolayer) yang dikenal
juga sebagai biofilm untuk membantu bakteri melekatkan diri dan juga
memperoleh nutrisi dari lingkungan sekitarnya, sedangkan bakteri P. aeruginosa
Strain M111 tidak membentuk struktur biofilm.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Quek et al. (2005) menyatakan bahwa
bakteri yang diimobilisasi pada PUF akan menghasilkan satu lapisan yang sering
disebut sebagai eksopolisakarida, yang bertanggung jawab untuk membentuk
monolayer dimana pembentukan tersebut dipicu oleh interaksi antara bakteri
dengan permukaan PUF (Vandevivere & Kirchman, 1993). Mekanisme
pembentukan EPS berbeda pada beberapa bakteri dan membutuhkan waktu dalam
proses pembentukannya (Diaz et al. 2002).
Pengukuran viabilitas bakteri terimobilisasi alginat dan PUF ketika
diaplikasikan ke media uji menunjukkan bahwa viabilitas bakteri yang
diimobilisasi menggunakan PUF lebih baik dibandingkan dengan alginat. Pada
bakteri Pseudomonas aeruginosa dimobilisasi menggunakan kapsul alginat yang
diaplikasikan pada media uji memperlihatkan bahwa pada hari ke-15 kapsul
alginat telah hancur dan menyatu dengan media uji, sehingga bakteri dapat
dikatakan telah release 100%. Bakteri P. aeruginosa Strain M111 terimobilisasi
kapsul alginat memperlihatkan data yang baik dimana kapsul alginat masih utuh
dan kompak dengan jumlah bakteri yang bertahan sebesar 80% (Gambar 8). Dapat
dikatakan bahwa bakteri yang diimobilisasi menggunakan PUF akan lebih baik
digunakan untuk pengaplikasian. Hal ini karenakan PUF mampu bertahan dalam
kondisi lingkungan yang bervariasi, sedangkan kapsul alginat cenderung
mengalami peluruhan.
Viabilitas bakteri terimobilisasi PUF menunjukkan nilai yang lebih baik.
Pada PUF populasi bakteri yang bertahan hingga hari ke-15 masa inkubasi sebesar
80,22 % untuk bakteri P. aeruginosa dan 82,22 % untuk bakteri P. aeruginosa
Strain M111, sedangkan pada alginat sebesar 0 % untuk bakteri P. aeruginosa dan
79,81% untuk bakteri P. aeruginosa Strain M111. Pada penelitian yang lakukan

Universitas Sumatera Utara

28

oleh Chen danLin (2007) mendapat hasil bahwa kapsul alginat hancur seluruhnya
pada waktu 115 jam setelah aplikasi dilakukan, namun kapsul alginat-silika
mampu bertahan 80% setelah diaplikasikan selama 170 jam. Beberapa penelitian
mengasumsikan bahwa ikatan kovalen mampu terbentuk antara polimer

Jumlah populasi bakteri ( log CFU/ml)

polyurethane dan permukaan sel selama proses imobilisasi (Fusee et al. 1981).
13,72

15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

12,46

12,60 12,30
10,95

10,11 10,11

0

Kapsul
Alginat

Polyurethane
Foam

Hari ke-0
Pseudomonas aeruginosa

Kapsul
Alginat

Polyurethane
Foam

Hari ke-15
Psedomonas aeruginosa Strain M111

Gambar 8. Viabilitas bakteri terimobilisasi pada (a) kapsul alginat dan (b)
Polyurethane Foam (PUF) pada media uji BHB + 4% pestisida
berbahan aktif karbofuran selama 15 hari masa inkubasi
Hasil dari pengamatan mikroskop elektron pada Escherichia coli yang
diimobilisasi pada polyurethane menyatakan bahwa sel telah merekat pada
struktur kompak dari bahan penyalut (Klein &Kluge, 1981). Hasil dari penelitian
O’Reilly dan Crawford (1989) mengindikasikan bahwa transfer oksigen pada
polyurethane terjadi dengan sangat baik. Polyurethane juga diketahui sebagai
matriks yang efektif dalam pendegradasian PCP oleh Flavobacterium. Proses
dapat dilakukan berulang-ulang (continious-reuseable). Keuntungan imobilisasi
menggunakan PUF mampu mempertahankan aktifitas pendegradasian PCP hingga
150 hari.
Kapsul alginat cenderung sensitif terhadap agen pengkelat, kondisi
lingkungan yang ekstrem seperti

pH, namun untuk suhu tidak terlalu

berpengaruh. Faktor yang paling penting dari sifat fisik alginat adalah kemampuan

Universitas Sumatera Utara

29

dalam mengikat kation, yang merupakan dasar untuk pembentukan gel.
Pembentukan gel tidak bergantung kepada suhu (Smidsrød, 1973). Pengikatan
kalsium oleh agen pengkelat seperti beberapa kation dapat terjadi sebagai akibat
dari struktur G-blok, yang disebut sebagai model '' egg-box '' (Grant et al. 1973).
Ba2+ dapat mengganti beberapa ion kalsium, juga berkontribusi terhadap
peningkatan stabilitas mekanik dan pembentukan pada alginat. Alginat juga
membentuk kompleks yang kuat dengan polikation (Thu et al. 1996). Kompleks
ini tidak dapat larut dengan kalsium pengkelat, dan dengan demikian dapat
digunakan baik untuk menstabilkan gel dan untuk mengurangi porositas gel.
Secara umum, pori-pori dari gel alginat terbilang besar, protein besar (Mw > 3 x
105 Da) akan berdifusi keluar dari manik-manik alginat tergantung pada ukuran
molekul (Tanaka et al. 1984).
4.3. Aktifitas Biosurfaktan
Aktifitas biosurfaktan yang ditunjukkan oleh nilai indeks emulsi antara sel bebas
bakteri, bakteri yang diimobiliasi dengan alginat dan PUF memiliki perbedaan.
Bakteri P. aeruginosa memiliki indeks lebih tinggi pada perlakukan dengan sel
bebas, sedangkan P.aeruginosa strain M 111 memiliki indeks lebih tinggi pada
perlakuan PUF. Perbedaan jenis bakteri mempengaruhi aktifitas dari biosurfaktan.
Jenis bahan penyalut juga memberikan pengaruh yang berbeda pada jenis bakteri
yang berbeda untuk aktifitas biosurfaktan yang dimilikinya.
Diketahui bahwa pada bakteri P. aeruginosa menghasilkan Indeks Emulsi
(IE) lebih tinggi pada perlakuan sel bebas 46,38%, sedangkan pada bakteri P.
aeruginosa Strain M111 lebih tinggi pada PUF sebesar 31,88 %. IE terendah dari
bakteri P. aeruginosa yang diimobilisasi dengan PUF sebesar 3,97 %, sedangkan
bakteri P. aeruginosa Strain M111 sebesar 14,04 % pada perlakuan sel bebas.
Data selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 9.
Kemampuan bakteri dalam menyerap hidrokarbon berkaitan dengan
kemampuannya dalam menghasilkan biosurfaktan. Biosurfaktan biasa dihasilkan
oleh bakteri ketika ditumbuhkan pada satu media yang megandung cairan dengan
sifat polar dan non-polar (Hisatzuka et al. 1971;. Ito & Inoue, 1982; Kippeli &
Finnerty, 1980; Rapp et al. 1979). Beberapa penelitian mengenai P. aeruginosa
penghasil biosurfaktan telah dilakukan. Hasil menunjukkan bahwa biosurfaktan

Universitas Sumatera Utara

30

yang dihasilkan berbeda kuantitasnya bila ditumbuhkan pada sumber nutrisi yang
berbeda (Duvnjak et al. 1983; Abouseoud et al. 2008; Jeong et al. 2004; Heyd et
al. 2011). Menurut Duvnjak et al. (1983) biosurfaktan yang dihasilkan masingmasing mikroba berbeda bergantung pada jenis mikroba dan nutrien yang
dikonsumsinya. Demikian pula untuk jenis mikroba yang sama, jumlah surfaktan
yang dihasilkan berbeda berdasarkan nutrien yang dikonsumsinya.

46,38
50
45
Indeks Emulsi (%)

40
31,88

35
30
20,94

25
20

14,04
10,52

15

3,97

10
5
0
Sel Bebas (Kontrol +)

Kapsul Alginat

Polyurethane Foam

Jenis Bahan Penyalut
Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa Strain M 111

Gambar 9. Aktifitas biosurfaktan selama 15 hari masa inkubasi
Onwosi danOdibo (2012) melakukan penelitian mengenai produksi
biosurfaktan dalam beberapa jenis sumber karbon seperti D-mannito, sukorsa,
xylosa, sorbitol, raffinosa, laktosa, mannosa, maltosa, dulcita, glukosa, groundnut
oil, gliserol, parafin, diesel, kerosin dan minyak kelapa, mendapatkan hasil bahwa
biosurfaktan dihasilkan dalam konsentrasi tertinggi pada substrat sukrosa.
Abouseoud et al. (2008), menggunakan minyak zaitun sebagai sumber
nutrisi bagi bakteri untuk menghasilkan biosurfaktan. Jeong et al. (2004)
Pseudomonas aeruginosa BYK-2diimobilisasi dengan bahan penyalut PVA dan
dioptimalkan untuk produksi berkelanjutan rhamnolipid. Heyd et al. (2011)
menggunakan Pseudomonas aeruginosa DSM 2874 terimobilisasi kapsul alginat
magnetik dengan gliserol sebagai sumber karbon.

Universitas Sumatera Utara

31

4.4. Pertumbuhan Bakteri Pada Media Uji BHB + 4% Pestisida Berbahan
Aktif Karbofuran
Profil pertumbuhan bakteri pada perlakuan dengan menggunakan sel bebas bakteri
(kontrol +) memperlihatkan bahwa selama masa inkubasi terjadi peningkatan
jumlah bakteri dengan pesat pada hari ke-5 dan cenderung menurun namun tidak
meningkat dengan pesat mulai hari ke-10 hingga 15. Bila dibandingkan dengan
data degradasi karbofuran yang tersaji pada Gambar 13 dapat dikatakan bahwa
pertumbuhan bakteri berbanding lurus dengan konsentrasi karbofuran. Pada hari
ke-5 hingga hari ke-15 terjadi penurunan konsentrasi dari karbofuran (Gambar
10).
Bakteri ditumbuhkan pada media yang hanya menye diakan karbofuran
sebagai sumber nutrisinya, sehingga dapat dikatakan pada hari ke-5 hingga 10
jumlah bakteri menurun dikarenakan konsentrasi dari karbofuran juga menurun.
Namun penuruna tidak terlalu signifikan, masing berkisar pada 1012 CFU/ml
untuk P. aeruginosa dan 1013 CFU/ml untuk P. aeruginosa Strain M 111. Hal ini
dikarenakan karbofuran tidak terdegradasi sempurna melainkan terbentuk
metabolit lain yang masih dapat digunakan oleh bakteri sebagai sumber nutrisi
bagi pertumbuhannya.
Pada perlakuan menggunakan bakteri yang terimobilisasi dengan kapsul
alginat (Gambar 10b) menunjukkan data yang hampir sama, hanya saja terjadi
penurunan yang cukup pesat untuk bakteri P. aeruginosa dimulai dari hari ke-5
hingga hari ke-15 masa inkubasi. Hal ini sejalan dengan data degradasi (Gambar
11) yang menunjukkan bahwa konsentrasi karbofuran sudah tidak terdeteksi pada
hari ke-5, sehingga sumber nutrisi juga semakin terbatas.
Berbeda dengan bakteri P. aeruginosa Strain M 111 yang mengalami
penurunan namun tidak signifikan hingga hari ke-15 masa inkubasi. Data aktifitas
biosurfaktan dari bakteri ini yang diimobilisasi menggunakan kapsul alginat
memperlihatkan indeks emulsifikasi yang kecil namun kemampuan dalam
mendegradasi yang baik dimana pada masa inkubasi hari ke-5 konsentrasi
karbofuran sudah tidak terdeteksi. Hal ini dapat disebabkan oleh kemampuan
degradasi yang dimiliki oleh bakteri tersebut sangat baik dibandingkan dengan
bakteri P. aeruginosa.

Universitas Sumatera Utara

Populasi Bakteri (logCFU/ ml)

32

12,75 12,70 12,43

15
10

13

7,30

13,13

13

7,30

5
0

Pseudomonas aeruginosa

a)

Isolat Bakteri
Hari ke-5
Hari ke-10

Populasi Bakteri (log CFU/ ml)

Hari ke-0

12,46

15

Pseudomonas aeruginosa
Strain M 111

Hari ke-15
13,43 13,11 13,10

11,20

9,48

10
5
0

0

0
Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa
Strain M 111

Isolat Bakteri
Hari ke-0

Populasi Bakteri (log CFU/ ml)

b)

Hari ke-5

Hari ke-10

12,48 10,54

12,36 12,46

15

Hari ke-15

12,52

10,18
10
5

0

0

0
Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa
Strain M 111

Isolat Bakteri

c)

Hari ke-0

Hari ke-5

Hari ke-10

Hari ke-15

Gambar 10. Profil pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa dan
Pseudomonas aeruginosa Strain M111 a) Sel bebas bakteri
(Kontrol +) pada media uji BHB + 4% pestisida berbahan aktif
karbofuran masa inkubasi 15 hari, b) sel bakteri yang release
dari polyurethane foam pada media uji BHB + 4% pestisida
berbahan aktif karbofuran masa inkubasi 15 hari, c) sel bakteri
yang release dari alginat pada media uji BHB + 4% pestisida
berbahan aktif karbofuran masa inkubasi 15 hari

Universitas Sumatera Utara

33

4.5. Potensi Bakteri Dalam Mendegradasi Pestisida Berbahan Aktif
Karbofuran
Residu karbofuran yang diamati dari perlakuan bakteri terimabilisasi dan sel
bebas selama 15 hari masa inkubasi memperlihatkan bahwa, sel bebas
Pseudomonas aeruginosamemiliki kemampuan yang baik dalam mendegradasi
karbofuran (konsentrasi awal 41,86 mg/kg) dimana keberadaan carbofuran sudah
tidak terdeteksi pada hari ke-15 masa inkubasi. P. aeruginosa yang diimobilisasi
menggunakan alginat memperlihatkan data yang paling baik, dimana pada hari ke5 masa inkubasi konsentrasi karbofuran sudah tidak terdeteksi. P. aeruginosa
yang diimobilisasi menggunakan PUF menunjukkan data yang kurang baik,
dimana hingga hari ke-15 masa inkubasi konsentrasi karbofuran terdeksi sebesar
1,17 mg/kg (kemampuan degradasi 97,60%) (Gambar 11, Lampiran 10: Halaman
54).
45

Konsentrasi (mg/kg)

40
35
30
25
20
15
10
5
0

Hari ke-0

Hari ke-5

Hari ke-10

Hari ke-15

Masa inkubasi
Kontrol (-)
P. aeruginosa (Kontrol +)
P. aeruginosa Strain M 111 (Kontrol +)
P. aeruginosa (Kapsul Alginat)
P. aeruginosa Strain M 111 (Kapsul Alginat)
P. aeruginosa (Polyurethane foam)
P. aeruginosa Strain M 111 (Polyurethane foam)

Gambar 11. Residu karbofuran selama 15 hari masa inkubasi
Bakteri Pseudomonas aeruginosa Strain M 111 memperlihatkan
kemampuan yang lebih cepat dalam mendegradasi karbofuran. Konsentrasi
karbofuran pada hari ke-15 sudah tidak terdeteksi dengan perlakuan menggunakan
sel bebas dan imobilisasi pada PUF, sedangkan imobilisasi menggunakan kalpsul
alginat pada hari ke-5 konsentrasi dari karbofuran sudah tidak terdekteksi.

Universitas Sumatera Utara

34

Kemampuan kedua isolat bakteri dalam mendegradasi karbofuran tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kemampuan bakteri dalam menghasilkan
biosurfaktan dan enzim yang mampu mendegradasi karbofuran. Pada hasil uji
aktifitas biosurfaktan didapatkan bahwa P. aeruginosa mampu menghasilkan
indeks emulsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan P. aeruginosa Strain M 111,
mengindikasikan kemampuan yang baik dari biosurfaktan untuk membantu proses
degradasi oleh enzim yang dihasilkan oleh bakteri.
Bakteri P. aeruginosa diketahui mampu menghasilkan biosurfaktan dari
golongan glikolipid yaitu rhamnolipid. Rhamnolipid yang dihasilkan mampu
membantu mempercepat proses biodegradasi senyawa-senyawa hidrokarbon yang
sulit larut dalam air. Salah satunya adalah pestisida. Pestisida yang terkandung
dalam media uji mampu didegradasi dengan bantuan biosurfaktan yang
dihasilkam oleh bakteri. Penelitian yang dilakukan oleh Onwosi dan Odibo (2012)
dan Zhang, Mulligan (2005), dan Miller (1994) membuktikan bahwa bakteri dari
genus Pseudomonas mampu menghasilkan biosurfaktan dari golongan glikolipid
yaitu rhamnolipid. Bakteri yang dapat menghasilkan rhamnolipid pada umumnya
mampu mendegradasi senyawa-senyawa hidrokarbon, mengikat logam berat dari
tanah dan dekontaminasi minyak dari tanah.
Ada dua mekanisme yang dilakukan oleh biosurfaktan dalam proses
biodegradasi pestisida, yaitu dengan cara membentuk emulsi sehingga bakteri
akan lebih mudah mensekresi enzim untuk proses biodegradasi, kemudian yang
kedua dengan cara mengubah polaritas dari membran sel bakteri sehingga mampu
melekatkan pestisida ke membran sel yang kemudian akan menginduksi sekresi
enzim dari bakteri.
Menurut

Arias et

al.

(2005)

biosurfaktan

mampu

memberikan

hidropibisitas yang tinggi dengan melekatkan dirinya pada permukaan membran
bakteri. Membran bakteri yang telah bergabung dengan biosurfaktan akan
mengikat karbofuran dengan mudah dan kemudian terjadi proses degradasi oleh
enzim ektraseluler bakteri. Biosurfaktan juga dapat membentuk kompleks
biosurfaktan yang dinaman dengan micelle. Micelle merupakan gabungan dari
beberapa monomer biosurfaktan yang saling melekatkan diri, bagian luar
merupakan gugus hidrofilik sedangkan dalam merupakan gugus hidropobik.

Universitas Sumatera Utara

35

Karbofuran akan masuk ke bagian dalam micelle, kemudian enzim akan melekat
ke permukaan micelle agar terjadi biodegradasi.Beberapa penelitian mengenai
bakteri Pseudomonas pendegradasi pestisida berbahan aktif

karbofuran telah

dilakukan. Diantaranya adalah Venkateswarlu et al. (1977), bakteri pesudomonas
mampu mendegradasi karbofuran dengan konsentrasi 16 ppm selama 40 hari
dimana bakteri tersebut terbukti memanfaatkan karbofuran sebagai sumber karbon
dan nitrogen untuk metabolisme. Pada penelitian Rajagopal et al. (1984)
menunjukkan bahwa selama 30 hari bakteri mampu mendegradasi 70% dari
konsentrasi awal 10 ppm pada kondisi yang sama. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa bakteri yang menghidrolisa karbofuran, mampu mendegradasi
sempurna struktur cincin aromatis.
Pada

bakteri

yang

diimobilisasi

dengan

alginat

memperlihatkan

kemampuan bakteri dalam menghasilkan biosurfaktan dan mendegradasi
karbofuran paling baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini dapat
terjadi dikarenakan kapsul alginat memiliki kemampuan mengimobilisasi sel
dalam jumlah yang besar, porositas dan kemampuan difusi yang baik sehingga
komunikasi antara satu sel bakteri dengan bakteri baik, menciptakan jumlah yang
cukup untuk mencapai quorum dan menghasilkan biosurfaktan maupun enzim
yang digunakan untuk memperoleh sumber nutrisi bagi pertumbuhan dan
metabolisme sel bakteri. Menurut Wei dan Luyan (2013), apabila P. aeruginosa
telah mencapai jumlah yang sesuai (quorum) maka sel bakteri tersebut mampu
menghasilkan metabolit berupa enzim, biosurfaktan dan resistensi antibiotik.
Ada dua jalur pendegradasian karbofuran pada rantai N-metil karbamatnya
yaitu dengan oksidatif dan hidrolitik (Chaudhry &Ali, 1988). Jalur hidrolitik
diyakini lebih baik dikarenakan menghasilkan metabolit yang bersifat toksik
dalam jumlah kecil bahkan tidak ada, berbeda dengan jalur oksidatif
(Chapalmadugu & Chaudhry, 1991). Ketidakstabilan ikatan ester dari kelompok
karbonil pada asam N metil karbamik berikatanke fenol atau rantai amida dari N
metil karbamic acid, keduanya akan menghasilkan karbofuran 7-phenol (2,3
dihidro-2,2-dimetil-7-benzofuranol), metabolit yang kurang beracun dibandingkan
dengan karbofuran, karbon dioksida dan metilamin. Yang akhirnyadigunakan
sebagai sumber karbon dan atau nitrogen oleh beberapa grup bakteri yang mampu

Universitas Sumatera Utara

36

mendegradasi karbofuran, tetapi tidak mendegradasi cincin arimatik (Trabue et al.
2001).
Selain

Pseudomonas

ada

beberapa

bakteri

yang

telah

diteliti

kemampuannya dalam mendegradasi karbofuran, dimana mekanisme dalam
biodegradasi tersebut hampir sama dengan yang dimiliki oleh Pseudomonas. Feng
et al. (1997) melaporkan bahwa starin CF06 dari genus Sphinomonas mampu
memineralisasi cincin aromatis dari karbofuran tanpa adanya produksi dari
metabolit lain. Kim et al. (2004) Sphogomonas strain SB5a mampu menghidrolisa
karbofuran 7 phenol dan menghasilkan senyawa intermediate yang disebut dengan
2-hidroksii-3-(3-metilpropan-2-ol)-phenol yang dikonversi menjadi metabolit
merah berupa 5-(2-hidroksi-2-metil-propil)2,2-dimetil-2,3-dihidro-naptho [2,3-6]
furan-4,6,7,9-tetrone yang merupakan hasil dari kondensasi beberapa metabolit
hasil degradasi 2-hidroksi-3-(3-metilpropan-2-ol)-penol (Park et al. 2006).
Hidrolisa ikatan eter dari cincin karbofuran furanyl, menghasilkan metabolit 2hidroksi-3-(3-methylpropan-2-ol) benzene-N-methyl carbamate dan Carbofuran,
menghasilkan metabolit 5-hidroksi carbofuran (Chaudry & Ali, 1988; Slaoui et al.
2001; Bano & Musarrat, 2004).

Universitas Sumatera Utara

37

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari penelitian ini didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
a. Kapusl alginat memiliki efektifitas imobilisasi lebih tinggi dibandingkan
dengan Polyurethane Foam.
b. Bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas aeruginosa Straint M111
yang diimobilisasi memiliki kemampuan degradasi pestisida yang lebih baik
dibandingkan sel bebas.
c. Bahan penyalut yang lebih baik digunakan untuk menjaga viabilitas bakteri
pada proses pengujian degradasi karbofuran adalah Polyurethane Foam (PUF).
Bakteri yang diimobilisasi dengan PUF mampu bertahan selama 15 hari
inkubasi, sedangkan kapsul alginat cenderung lebih cepat mengalami
peleburan.
d. Bahan penyalut yang lebih baik digunakan untuk mendegradasi karbofuran
adalah alginat dimana selama 5 hari masa inkubasi karbofuran telah
terdegrdasi seluruhnya., sedangkan bakteri pada PUF mampu mendegradasi
sempurna selama 15 hari masa inkubasi.

5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian terhadap kuantitas dan jenis biosurfaktan yang
dihasilkan oleh Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas aeruginosa Strain
M111. Selain itu pengaruh jenis subtrat pertumbuhan juga perlu dilakukan untuk
mengetahui substrat yang baik digunakan untuk memperoduksi biosurfaktan
dengan kuantitas dan kualitas yang baik. Untuk imobilisasi perlu dilakukan
penelitian

mengenai

pengaruh

lingkungan

terhadap

viabilitas

bakteri

terimobilisasi, seperti terhadap pH, suhu, kadar air dan konsentrasi unsur makro
maupun mikro.

Universitas Sumatera Utara