Viabilitas Dan Kemampuan Bakteri Penghasil Biosurfaktan Terimobilisasidalam Mendegradasi Pestisida Berbahan Aktifkarbofuran

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian

Isolat Bakteri

Karakterisasi Bakteri

Imobilisasi Bakteri

Imobilisasi Dengan Alginat

Imobilisasi dengan Polyurethane

Uji Viabilitas Bakteri

Uji Kemampuan Bakteri Terenkapsulasi Dalam Mendegradasi Pestisida

Pengamatan Penempelan Bakteri pada Matriks Pembawa dengan Scanning

Electron Microscope (SEM)


(2)

Lampiran 2. Persiapan Kultur Bakteri dan Pemeriksaan Kemurnian Kultur

Ditumbuhkan pada media NA (Nutrient Agar)

Diinkubasi selama 1 x 24 jam pada suhu 28-30oC

Diinokulasikan ke dalam media NB (Nutrient Broth)

Diinkubasi 2 x 24 jam pada incubator shaker padadengan kecepatan 120 rpm pada suhu ambient

Isolat Bakteri

Hasil

Hasil

Karakterisasi

Morfologi Pewarnaan Gram

• Bentuk Koloni • Warna koloni • Tepi Koloni • Elevasi Koloni • Bentuk Sel • Penataan Sel

Hasil


(3)

Lampiran 3. Pembuatan Suspensi Sel Bakteri

Lampiran 4. Imobilisasi dengan Menggunakan PolyurethaneFoam(PUF) Ditumbuhkan pada media NB (Nutrient Broth)

Disentrifuse dengan kecepatan 6000 x g selama 20 menit, suhu 4oC

Diinkubasi selama 2 x 24 jam pada incubator shaker, 120 rpm

Dilarutkan dengan PBS (absorbansi 1 pada panjang gelombang 600 nm setara 109 CFU/ ml)

Isolat Bakteri

Pellet

Suspensi Sel (109 CFU/ml)

Supernatan

Dicampur dengan larutan Polyurhetane B 1 : 1

Dihomogenkan dengan cara mengaduk hingga berbentuk busa Didiamkan selama 15 menit hingga mengembang dan mengeras

Dipotong membentuk kubus dengan ukuran 0,5 cm x 05 cm x 0,5 cm Ditimbang seberat 2 gram

Dimasukkan ke dalam erlemneyer 250 ml Polyurhetane A

PUF

Disterilisasi menggunakan autoclaft Ditambahkan 100 ml suspensi bakteri (10

9

CFU/ml) Di guncang pada orbital shaker selama 6 jam Disaring


(4)

Lampiran 5. Imobilisasi dengan Menggunakan Alginat

Lampiran 6. Uji Viabilitas Bakteri Setelah Imobilisasi

Dicampurkan dengan 50 ml alginat 3% (b/v)dengan perbandingan 1 : 1

Diteteskan pada CaCl2 0,1 M menggunakan syringe sambil

dilakukan pengadukan dengan kecepatan putaran 150-200 rpm

Disaring dengan menggunakan kertas saring steril

DibilasdenganmenggunakanNaCl 0,85 %

Disaring dengan menggunakan kertas saring steril Dicuci dengan menggunakan air destilasi streril SuspensiBakteri

Beads Alginat + Bakteri

Beads Alginat + Bakteri


(5)

Lampiran 7. Uji AktifitasBiosurfaktanMetodeDrop Collapsing Test (J ain et al., 1991) yang Dimodifikasi


(6)

Lampiran 8. Uji Kemampuan Bakteri Terimobilisasi Dalam Mendegradasi Pestisida Secara In Vitro


(7)

Lampiran 9. Pengamatan Penempelan Bakteri Pada Bahan Penyalut

dibekukan dalam freezer sampai beku

divakum dalam vacum drier hingga mengering

dibersihkan dengan cara merendam sampel dalam larutan caccodylate buffer kurang lebih 2 jam, diagitasi dalam ultrasonic cleaner selama 5 menit

diprefiksasi dengan merendam dalam larutan glutaraldehyde 2,5% selama 2 hari

difiksasi dalam tannic acid 2% selama 6 jam. Setalah itu cuci dengan caccodylate buffer selama 5 menit sebanyak 4 kali ulangan dalah dehidrasi dengan perendaman pada alkohol 50% selama 5 menit 4 kali pengulangan, 70% selama 20 menit, 80% selama 20 menit alkohol 95% selama 20 menit dan terakhir pada alkohol dikeringkan dengan merendam dalam tert butanol selama 10 menit sebanyak 2 kali pengulangan

dicoating

Diamati dengan Scanning Electron Microscope (SEM) Foam Polyurethane

+ Bakteri

Beads Alginat + Bakteri


(8)

Lampiran 10. Konsentrasi Residu Karbofuran Selama 15 Hari Masa Inkubasi

No. Perlakuan Konsentrasi Residu (mg/kg)

Hari ke-0 Hari ke-5 Hari ke-10 Hari ke-15

1. Kontol (-) 41,86 39,31 37,46 18,71

2. P.aeruginosa (Kontrol +)

41,86 1,46 1,14 0,00

3. P.aeruginosa Strain M111 (Kontrol +)

41,86 1,67 1,30 0,00

4. P.aeruginosa (Alginat)

41,86 0,00 0,00 0,00

5. P.aeruginosa Strain M111 (Alginat)

41,86 0,00 0,00 0,00

6. P.aeruginosa (PUF) 41,86 1,53 1,53 1,17 7. P.aeruginosa Strain

M111 (PUF)

41,86 1,19 1,19 0,00


(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

(20)

(21)

(22)

(23)

(24)

(25)

(26)

(27)

DAFTAR PUSTAKA

Abouseoud, M., Yataghene, A., Amrane A. and Maachi, R. 2008. Biosurfactant Production by Free and Alginate Entrapped Cells of Pseudomonas

fluorescens. Journal Ind Microbiol Biotechnol. 35:1303–1308.

Alexander, M. 1999. Biodegradation and Bioremediation. San Diego, USA: Academic Press. Page 453.

Anisah, S., Sakti, Y. M. dan Sumarno. 2013. Pengaruh Penggunaan Blowing Agent Methylene Cloride dan Karbondioksida Terhadap Struktur Polyurethane Foam. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Jurnal Teknik POMITS. 1(1): 1-3.

Arias, M., Garcia-Rio, L., Mejuto, J. C., Rodriguez-Dafonte, P., and Simal-Gandara, J. 2005. Influence if micelles on the basic degradation of carbofuran. Journal of Agriculture Food Chemistry. 53: 7172-7178.

Asok, A. K., Fathima, P. A. and Jisha, M. S. 2015. Biodegradation of Linear Alkylbenzene Sulfonate (LAS) by Immobilized Pseudomonas sp. School of Biosciences, Mahatma Gandhi University, Kottayam, India and M.E.S. College Ponnani, Nedumkandam, Idukki, India. Advances in Chemical Engineering and Science. 5: 465-475.

Bangun, H. 2002. The Preparation of Indometacin Capsules Without Gastrointestinal Side Effect. The 32nd

Bano, N. and Musarrat, J. 2004. Characterization of a Novel Carbofuran Degrading Pseudomonas sp. with Collateral Biocontrol and Plant Growth Promoting Potential. FEMS Microbiology Letters. 231: 13–17.

Korean Society Annual Meeting Pharmaceutics in Asia. Page: 39-41.

Banat, I. M. 1995. Biosurfactants Production and Possible Uses in Microbial Enchanced Oil Recovery and Oil Pollution Remediation. A ReviewBioresource Technology. 51: 1-12.

Bayat, Z., Hassanshahian, M. and Cappello, S. 2015. Immobilization of Microbe for Bioremediation of Crude Oil Polluted Environment: A Mini Review. The Open Microbiology Journal. 9: 48-54.


(28)

Bazot, S. and Lebeau, T. 2009. Effect of Immobilization of a Bacterial Consortium On Diuron Dissipation and Community Dynamics. Journal of Bioresource TechnologyElsevier. 100: 4257–4261.

Bonner, M. R., Lee, W. J., Sandler, D. P., Hoppin J. A., Dosemeci, M. and Alavanja, M. C. R. 2005. Occupational Exposure to Carbofuran and The Incidence Of Cancer in The Agricultural Health Study. Environment Health Perspect. 113(3): 285 – 289.

Callone, E., Campostrini, R., Cartura, G., Cavazza, A. and Guzzon, R. 2008. Immobilization Of Yeast and Bacteria Cells in Alginate Microbeads Coated with Silica Membranes: Procedures, Physico-Chemical Features and Bioactivity. Journal of Materials Chemistry. 18: 4839-4848.

Chapalmadugu, S. and Chaudhry, G. R. 1991. Hydrolysis of Carbaryl by a Pseudomonas sp. and Construction of a Microbial Consortium that Completely Metabolizes Carbaryl. Applied and Environmental Microbiology. 57: 744-750.

Chaudhry, G.R. and Ali, A.N. 1988. Bacterial metabolism of Carbofuran. Applied and Environmental Microbiology. 54: 1414-1419.

Cheetham, P. S. J., Blunt, K. W. and Bucke, C. 1979. Physical Studies on Cell Immobilization Using Calcium Alginate Gels. Biotechnol Bioeng. 21: 2155-2168.

Chen, J. P. and Lin, Y. S. 2007. Decolorization of azo dye by immobilized Pseudomonas luteola entrapped in alginate–silicate sol–gel beads. Process Biochem . 42:934–942.

Chen, X. and Stewart, P. S. 2002. Role of Electrostatic Interaction in Cohesion of Bacterial Biofilm. Appl Microbial Biotechnol. 59: 718-720.

Curley, A. 1991. Organic Mercury Identification as The Case of Poisoning in Humas and Hogs. Journal of Science. 172: 65-67.

Diaz, M. P., Boyd, K. G. and Grigson, S. J. W. 2002. Biodegradation of Crude Oil Across a Wide Range of Salinities by an Extremely Halotolerant Bacterial Consortium MPD-M, Immobilized onto Polypropylene Fibers. Biotech Bioeng. 79: 145-53.

Direktorat Jendral Prasarana dan Sarana Pertanian. 2011. Pedoman Pembinaan Pengunaan Pestisida. Direktorat Pupuk dan Pestisida. Kementerian Pertanian.


(29)

Drenkard, E. 2003. Antimicrobial Resistance of Pseudomonas aeruginosa biofilms. Journal of Microbes and Infection, Elsevier. 5 (2003): 1212-1219.

Dunne, C., O’Mahony, L., Murphy, L., Thornton, G., Morrissey, D., O'Halloran S., Feeney, M., Flynn, S., Fitzgerald, G., Daly, C., Kiely, B., O'Sullivan, G. C. and Shanahan F. 2001. In vitro selection criteria for probiotic bacteria of human origin: correlation with in vivo findings. American Journal of Clinical Nutrition. 73: 386S – 392S.

Duvnjak. Z., Cooper, D.G. and Kosaric, N. 1983. Effect on N Sources on Surfactant Production by Arthrobacter parafineus ATCC 19558. Microbial Enhanced Oil Recovery. Pages: 66-72.

Fadhilah, N. 2015. Isolasi dan Uji Potensi Bakteri Penghasil Biosurfaktan dari Laut Belawan Sumatera Utara dalam Mendegradasi Pestisida Berbahan Aktif Karbofuran pada Tanah. [SKRIPSI]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: PT. Gramedia Utama.

Farragher, N. 2013. Degradation of Pesticide by The Lininolytic Enzyme Laccase. The Faculty of Natural Resource and Agricultural Sciences. Uppsala. 6: 1101-8151.

Feng, X., Ou, L. T. and Ogram, A.V. 1997. Plasmid Mediated Mineralization of Carbofuran by Sphingomonas sp. Strain CF06. Applied and Environmental Microbiology. 63: 1332–1337.

Fleming, D. L. 2004. Evaluating Bacterial Cell Immobilization Matrices for Use in A Biosensor. [THESIS]. Faculty of The Virginia Polytechnic Institute and State University.

Food and Agriculture Organization (FAO). 1997. Pesticide Residues in Food –

1997. Report.

Desember 2015).

Fuentes, M. S., Briceno, G. E., Saez, J. M., Benimeli, C. S., Diez, M. C. and Amoroso, M. J. 2013. Enhanced Removal of a Pesticides Mixture by Single Cultures and Consortia of Free and Immobilized Streptomyces Strains. Hindawi Publishing Corporation. BioMed Research International. 2013: 1-9.


(30)

its applications for L-aspartic acid production. Appl. Environ. Microbiol. 42:672-676.

Fushiwaki, Y. dan Urano, K. 2001. Adsorption of Pesticide and Their Biodegraded Products on Clay Minerals and Soils. Journal Health Science. 47: 429-432.

Gentili, A. R., Cubitto, M. A. and Ferrero, M. 2006. Bioremediation of Crude Oil Polluted Seawater by A Hydrocarbon Degrading Bacterial Strain Immobilized on Chitin and Chitosan Flakes. Int Biodeterior Biodegradation. 57: 222-8.

Grant, G. T., Morris, E. R., Rees, D. A., Smith, P. J. C., & Thom, D. 1973. Biological interactions between polysaccharides and divalent cations: the egg-box model. FEBS Letter. 32: 195-198.

Hamzah, A., Sabturani, N. and Radiman, S. 2013. Screening and Optimization of Biosurfactant Production by the Hydrocarbon-degrading Bacteria. Sains Malaysia. 42(5): 615-623.

Hernandez, M. L. O., Salinas, E. S., Gonzalez, E. D.and Godinez, M. L. C. 2013. Pesticide Biodegradation: Mechanisms, Genetics and Strategies to Enhance the Process. New York: Biodegradation - Life of Science. INTECH. Nova Science Publisher, Inc.

Heyd, M., Franzreb, M. and Berensmeier S. 2011. Continuous Rhamnolipid Production with Integrated Product Removal by Foam Fractionation and Magnetic Separation of Immobilized Pseudomonas aeruginosa.

Biotechnol Prog. 27:706–716.

Hindumathy, C. K. and Gayathri, V. 2013.

Hisatsuka, I.G., Nakahara, T., Sano, N. and Yamada, K. 1971. Formation of Rhamnolipid by Pseudomonas aeruginosa and Its Function in Hydrocarbon Fermentation. Agr Biol Chem. 35:686-692.

Effect of Pesticide

(Chlorpyrifos) on Soil Microbial Flora and Pesticide

Degradation by Strains Isolated from Contaminated

Soil. Department of Biotechynology, Vinayaka Mission

University, Salem, India.Research Article of

Bioremediation and Biodegradation.4:2.


(31)

Iesce, M.R., Greca, M. D., Cermoral, F., Rubino, M., Isidori, M.and Pascarella, L. 2006. Transformation and Ecotoxicology of Carbamic Pesticide in Water. Environ. Sci. Pollut. Res. Int. 13: 105-109.

Indraningsih. 2008. Pengaruh Penggunaan Insektisida Karbamat terhadap Kesehatan Ternak dan Produknya. Jurnal Wartazoa. 18: 2.

Ipcsintox. 1985. Carbofuran. Data Sheet on Pesticide No. 56. Desember 2015).

Ito, S. and Inoue, S. 1982. Sophorolipids from Torulopsis bombicola. Possible relation to alkane uptake. Appl Environ Microbiol.43 : 1278- 1283.

Jain, D. K., Thompson, D. L. C., Lee, H. and Trevois, J. T. 1991. A Drop Collapsing Test for Screening Surfactant Producing Microorganism. Journal Microbiol.Method. 13: 271-279.

Jeong H.S., Lim D.J., Hwang S.H., Ha S.D. and Kong J.Y. 2004. Rhamnolipid Production by Pseudomonasaeruginosa immobilized in Polyvinyl Alcohol Beads. Biotechnol Lett. 26:35–39

Kim, C. K. andLee, E. J. 1992. The Controlled Realease of Blue Dextran from Alginat Beads. Int. Journal Pharm. 79: 11-19.

Kim, I. S., Ryu, J. Y., Hur, H. G., Gu, M. B., Kim, S. D. and Shim, J. H. 2004. Sphingomonas sp. Strain SB5 Degrades Carbofuran to A New Metabolite by Hydrolysis at the Furanyl Ring. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 52: 2309-2314.

Kippeli, O. and Finnerty, W.R. 1980. Characteristics of hexadecane partition by the growth medium of Acinetobacter sp. Biotechnol Bioeng 22:495-503.

Li, X. Y., Chen, X. G., Cha, D. S., Park, H. J. and Liu, C. S. 2009. Microencapsulation of a Probiotic Bacteria with Alginate-Gelatin and Its Properties. Journal of Microencapsulation. 26: 315-324.

Mabury, S. A., Cox, J. S. and Crosby, D. G. 1996. Environmental Fate of Rice Pesticide in California. Rev. Environ. Contam. Toxicol. 147: 71-117.

Mansee, A. H., Chen, W. and Mulchandani, A. 2000. Biodetoxification of Coumaphos Insecticide using Immobilized Escherichia coli Expressing Organophosphorus Hydrolase Enzyme on Cell Surface. Biotechnol.


(32)

Massiha, A., Pahlaviani, M. and Issazadeh, R. K. 2011. Microbial Degradation of Pesticides in Surface Soil Using Native Strain in Iran. Singapore. International Conference on Biotechnology and Environment Management. 18.

Mateen, A., Chaudhry, G. R., Kaskar, B., Sardessai, M., Bloda, M., Bhatti, A. R. and Walia, S. K. 2002. Induction of Carbofuran oxidation to 4-hydroxy Carbofuran by Pseudomonas sp. 50432. FEMS Microbiology Letters 214: 171-176.

Mohammed, M. S. 2009. Degradation of Methomyl by The Novel Bacterial Strain Strain Stenotrophomonas maltophilia M1. E.j. biotechnology. 12: 1-6.

Moorman, T. B., Jayachandran, K. and Struthers, J. K. 1998.Biodegradation of Atrazine by Agrobacterium radiobacter J14a and Use of This Strain in Bioremediation of Contaminated Soil. Appl.and Environ. Microbiol. 3368-3375.

Morris, E. R., Rees, D. A. and Thom, D. 1980. Characterization of Alginate Composition and Block Structure by Cirular Dichrroism. Carbohydrate Research. 81: 305-310.

Mulligan, C. N. 2005. Environmental application for biosurfactans. Journal of Environment Pollution. 133: 183-198.

Obuekwe, C. O. and Al-Muttawa, E. M., 2001. Self-Immobilized Bacterial Cultures With Potential for Application as Ready-To-Use Seeds for Petroleum Bioremediation. Biotechnology Letters. 23: 1025–1032.

Ogot, H. A., Boga, H. I., Budamdula, N., Tsanuo., Andika, D. O. and Ogola, H. J. 2013. Isolation, Characterization and Identification of Roundup Degrading Bacteria from Soil and Gut of Macrotermes michaelseni. International Journal of Microbiology and Mycology. 1: 31-38.

Olawale, Adetunji., Kolawole., Akintobi., Olubiyi.and Akinsoji. 2011. Biodegradation of Glyphosate Pesticide by Bacteria Isolated from Agricultural Soil. Department of Applied Sciences, Osun State Polytechnic, Iree.Nigeria and Department of Biochemistry and Microbiology, Lead City University, Ibadan. Nigeria.Report and Opinion.3:124-128.

Onwosi, C. O. and Odibo, F. J. C. 2012. Rhamnolipid biosurfactant production by Pesudomonas nitroreducens immobilized on Ca+

43

alginate beads and under resting cell condition. Journal of Ann Microbiol, Springer. 63: 161-165.


(33)

O'Reilly, K. T. and R. L. Crawford. 1989. Kinetics of p-cresol degradation by an immobilized Pseudomonas sp. Appl. Environ. Microbiol. 55:866-870.

Ortiz-Hernández, M. L., Sánchez-Salinas, E., Dantán-González, E. and Castrejón-Godínez, M. L. 2011. Pesticide Biodegradation: Mechanisms, Genetics and Strategies to Enhance the Process. Mexico: Biotechnology Research Center, Autonomous University of State of Morelos, Colombia. Chamilpa, Cuernavaca, Morelos.

Parekh, N. R., Suett, D. L., Roberts, S. J., McKeon, T., Shaw, E. D. and Jukes, A. A. 1994. Carbofuran Degrading Bacteria from Previously Treated Field Soils. Journal of Applied Bacteriology. 76: 559-567.

Park, M. R, Sunwoo, L., Tae-ho, H., Byung-tack, O., Jae, H. S. and In, S.K. 2006. A New Intermediate in The Degradation of Carbofuran by Sphingomonas sp. strain SB5. J Microbiol Biotechnol.16 : 1306–1310.

Porto, A. L. M., Melgar, G. Z., Kasemodel, M. C. and Nitschke, M. 2012. Biodegradation of Pesticides. Universidade de São Paulo, Instituto de Química de São Carlos,Brazil. Intechopen. Pesticides in The Modern World - Pesticides Use and Management.

Quek, E., Ting, Y. P., and Tan, H. M. 2005. Rhodococcus sp. F92 Immobilized on Polyurethane Foam Shows Ability to Degrade Various Petroleum Products. Journal of Bioresource Technology, Elsevier. Xxx (2005): xxx-xxx.

Rajagopal, B. S., Rao, V. R., Nagendrappa, G. and Sethunathan, N., Metabolism of Carbaryl and Carbofuran By Soil-Enrichment and Bacterial Cultures. Canad. J. Microbial. 30: 1458.

Rapp, P., Bock, H., Wray, V. and Wagner, F. 1979. Formation, isolation and characterisation of trehalose dimycolates from Rhodococcus erythropolis grown on n-alkanes. J Gen Microbiol .115:491-503

Riley, M.R., Muzzio, F.J. and Reyes, S.C., 1999. Experimental and modelling studies of diffusion in immobilized cell systems: A Review Of Recent Literature and Patents. Applied Biochemistry and Biotechnology. 80: 151– 188.

Romaškevič, T., Budrienė, S., Pielichowski, K. and Pielichowski, J. 2006. Application of Polyurethane-Based Materials for Immobilization of Enzymes and Cells: A Review. CHEMIJA. 17: 74-89.


(34)

Rosa, F. S., Galvan, F., and Vega, J. M. 1989. Biological Viability of Chlamydomonas reinhardtii cells entrapped in alginate beads for ammonium photoproduction. Journal of Biotechnology, Elsevier. 9: 209-220.

Sarbini, K. 2012. Biodegradasi Pyrena menggunakan Bacillus subtilis c19. Fakultas Teknik. Program Studi Teknologi Bioproses. Departemen Teknik Kimia. [SKRIPSI]. Depok.

Sandoval, C. O., Lobato-Calleros, C., Garcia-Galindo, H. S., Alvarez-Ramirez, J., and Vernom-Carter, E. J. 2010. Textural properties of alginat-pectin beads and survivalbility of entrapped Lb casei in simulated gastrointestinal condition and in yoghurt. Food Research International. 43: 111-117.

Schneider, B. 2014. Electron Microscopy Procedures Manual.

Schuster, M. and Greenberg, E. P. 2006. A Network of Networks: Quorum-Sensing Gene Regulation in Pseudomonas aeruginosa. Int. J. Med. Microbiol. 296: 73-81.

Seo, J., Jeon, J., Kim, S. D., Kang, S., Han, J. and Hur, H. G. 2007. Fungal Biodegradation of Carbofuran and Carbofuran Phenol by The Fungus Mucor Ramannianus. Identification of Metabolites. Water Sci. Technol. 55: 163-167.

Sethunathan, N. and Yoshida, T. 1973. A Flavobacterium sp. that Degrades Diazinon and Parathion.Can. J. Microbiol.19.

Shinghvi, R., Koustas, R. N. and Mohn, M. 1994. Contaminants and Remediation Options at Pesticide Sites. EPA/600/R-94/202. USA. Office of Research and Development, Risk Reduction Engineering Laboratory. Cincinnati, OH.

Sihombing, J. 2015. Potensi Bakteri Penghasil Biosurfaktan dari Air Laut Belawan Sumatera Utara dalam Mendegradasi Herbisida Berbahan Aktif Glifosat pada Tanah. [SKRIPSI]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Sing, H. 1996. Studies on The Residue on Carbofuran in Sweet Potato and Chili in The State of Perlis, Malaysia. Research Report Submitted to the Bureau of Research and Consultancy Mara Institute of Technology, Selangor, Malaysia.

Singh, B. K. and Walker, A. 2006. Microbial Degradation of Organophosphorus Compounds. Environmental Sciences, Macaulay Institute, Craigiebuckler, Aberdeen. FEMS Microbiology. Rev 30: 428–471.


(35)

Singh, D. K. 2008. Biodegradation and Bioremediation of Pesticide in Soil: Concept, Method and Recent Developments. Indian. Journal of Microbiology.48: 35-40.

Slaoui, M., Lamrabet, Ouhsssine, Massoui, M., Elyachioui, M. 2001. Dégradation du carbofuran par une bactérie du genre Pseudomonas sp isolée à partir du sol. Sci. Lett. 3: 3.

Smidsrød, O. 1973. Some physical properties of alginates in solution and in the gel state. [Thesis]. Norwegian Institute of Technology, Trondheim.

Smidsrød, O. and Draget, K. I. 1996. Alginate gelation technologies. In E. Dickinson, & B. Bergenståhl (Eds.), Food colloids: Proteins, lipids and polysaccharides . Cambridge: The Royal Society of Chemistry. 279–293.

Stormo, K. E. and Crawford, R. L. 1992. Preparation of Encapsulated Microbial Cells for Environmental Application. American Society for Microbiology. Applied and Environmental Microbiology. 58: 727-737.

Sugawa, S., Imai, T., Iwaoka, D. andOtagiri. 1991. Improvement of Absorption Rate of Indometacin and Reduction of Stomach Irritation by Alginat Dispestion. J. Pharm, Pharmacol. 43: 615-620.

Tamin, U., Chairul, S. M. dan Sulistyati, M. 1996. Aplikasi Formulasi Pelepasan Terkendali Karbofuran-14C pada Tanaman Tomat. Jurnal BATAN.

Tanaka, H., Matsumura, M., and Veliky, I. A. 1984. Diffusion characteristics of substrates in Ca-alginate gel beads. Biotechnology and Bioengineering. 26: 53-58.

Teerakun, M., Reungsang, A., and Virojanakud, W. 2004. Phytoremediation of carbofuran residue in soil. Journal Sciences Technology. 1: 171-176.

Thu, B., Bruheim, P., Espevik, T., Smidsrød, O. and Skjåk-Bræk, G. 1996. Alginate polycation microcapsules. I. Interaction between alginate and polycation. Biomaterials. 17: 1031–1040.

Tobin, J. S. 1970. Carbofuran: A New Carbamate Insecticide. J. Occup. Med. 12: 16-19.

Trabue, S. L., Ogram, A. V. and Ou, L. T. 2001. Dynamics of Carbofuran Degrading Microbial Communities in Soil during Three Successive Annual Applications of Carbofuran. Soil Biology and Biochemistry. 33:


(36)

Triana, E., Yulianto, E. dan Nurhidayat, N. 2006. Uji Viabilitas Lactobacillus sp. Mar 8 Terenkapsulasi. Jurnal Biodiversitas. 7: 114-117.

Trotter, D., R. Kent, and M. Wong. 1991. Aquatic Fate and Effect of Carbofuran. Crit Rev in Environ Cont. 21:137-176.

Vandevivere, P., and Kirchman, D. L., 1993. Attachment stimulates exopolysaccahride synthesis by a bacterium. Applied and Environmental Microbiology. 59: 3280–3286.

Venkateswarlu, K., Siddarame, T. K. and Sethunathan. 1976. Persistence and Biodegradation of Carbofuran in Flooded Soils. Laboratory of Soil Microbiology, Central Rice Research Institute, Cuttack-753006, Orissa, India. Journal of Agriculture. 25: 533-536.

Venkateswarlu, T. K., Siddarame, G. and Sethunathan, N. 1977. Persistence and biodegradation of carbofuran in flooded soils, J. Agric. Food Chem. 25: 533.

Ventury, V. 2006. Regulation of quorum sensing in Pseudomonas. FEMS Microbiol. Rev. 30: 274–291.

Wei, Y. H., Cheng, C. L., Chien, C.C., and Wan, H.M. 2008. Enhanced dirhamnolipid production with an indigenous isolate Pseudomonas

aeruginosa J16. Process Biochem 43:769–774

Xu, Y. and Lu, M. 2010. Bioremediation of Crude Oil-Contaminated Soil: Comparison of Different Biostimulation and Bioaugmentation Treatments. J. Hazard Mater. 183: 395-401.

Yamaguchi, T., Ishida, M. and Suzuki, T. 1999. An immobilized cell system in polyurethane foam for the lipophilic micro-alga Prototheca zopfii. Process Biochemistry. 34: 167–171.

Yan, Q., Hong, Q., Han, P., Dong, X., Shen, Y. and Li, S. 2007. Isolation and Characterization of a Carbofuran Degrading Strain Novosphingobium sp. FEMS Microbiology Letters. 271: 207–213.

Zhang, Y. And Miller, R. M. 1994. Effect of a Pseudomonas rhamnolipid biosurfactant on cell hydrophobicity and biodegradation of octadecane. Journal of applied and environmental microbiology. 60(6): 2101-2106. Zupliker, H. 2015. Isolasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Tomat (Solanum

lycopersicum L.). [SKRIPSI]. Medan: Universitas Sumatera Utara. 47


(37)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan April sampai dengan November 2016 di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan. Analisis residu karbofuran secara kuantitatif dilakukan di Balai Besar Proteksi dan Perbenihan Tanaman Perkebunan (BBPPTP), Medan dan Pengamatan mikroskopis menggunakan SEM dilakukan di Pusat Penelitian Biologi, Bagian Zoologi, Lembaga Penelitian Indonesia, Cibinong, Jawa Barat.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain spektrofotometer, Hight Performance Liquid Chromatographi (HPLC), vortex, sentrifuge, inkubator, pipet volume, cawan petri, erlenmeyer, gelas ukur, beaker glass, jarum ose bengkok, pipet mikro dan tip, magnetic stirrer, magnetic bar, laminar airflow, ion coater, vacum drier, orbital shaker, ultrasonic cleaner dan Scanning Electron Microscope (SEM).

Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain pestisida berbahan aktif karbofuran dengan merek dagang Gemafur© 3GR, Nutrient Agar (NA), Plate Count Agar (PCA), akuades, Phospat Buffered Saline (PBS), N-heksan, alkohol (50%, 70%, 85%, 95%, absolut), tert butanol, desinfektan, larutan tri-sodium sitrat, larutan polyurethane A dan B, caccodylate buffer, Glutaraldehyde 2,5%, tannic acid 2%, OsO4

Media yang digunakan pada penilitan ini adalah Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth (NB), Plate Count Agar (PCA) dan Busnel Hass Broth (BHB). Bakteri yang digunakan merupakan bakteri koleksi Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU dengan spesies Pseudomonas aeruginosa dan Pseudonomonas


(38)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Persiapan Kultur Bakteri dan Pemeriksaan Kemurnian Kultur

Kedua bakteri diremajakan pada media NA selama 1 x 24 jam. Pemeriksaan kemurnian kultur dilakukan untuk memastikan kemurnian kultur yang didapatkan melalui pemeriksaan morfologi secara mikroskopis dengan metode pewarnaangram (Fardiaz, 1992) dan uji biokimia (Hadioetomo, 1990).Selanjutnya isolat ditumbuhkan kembali pada media NB sebagai kultur antara dalam pemanenan sel, inkubasi dilakukan dengan menggunakan orbitalshaker pada suhu ambient dengan kecepatan 120 rpm selama 2 x24 jam (Lampiran 1).

3.3.2.Pembuatan Suspensi Sel Bakteri

Isolat yang ditumbuhkan pada media NB (Nutrient Broth) sebagai kultur antara diendapkan dengan menggunakan centrifuge dengan kecepatan 6000xg selama 20 menit pada 4oC. Akan terbentuk dua fase yaitu fase cair/ supernatan (bagian atas) dan fase padat/ pelet (bagian bawah). Pelet bakteri dihomogenkan pada PBS pH 7 kemudian diendapkan dengan cara yang sama. Perlakuan ini diulangi sebanyak dua kali untuk membersihkan sel bakteri dari sisa media. Bagian pelet diambil kembali dan kemudian dicampur dengan PBS hingga homogen. Suspensi diatur kekeruhannya dengan nilai absorbansi 1 pada panjang gelombang 600 nm (109 CFU/ ml).

3.3.3.Imobilisasi Bakteri

a. Imobilisasi dengan Mengunakan Polyurethane foam (PUF)

PUF dibentuk dengan cara mencampur larutan polyurethane A dan B dengan perbandingan 1 : 1 secara aseptis pada sebuah wadah steril. Campuran dihomogenkan dengan cara diadur hingga membentuk busa. Busa dibiarkan hingga mengembang dan mengeras. Setelah busa mengeras selanjutnya dipotong hingga berukuran 50 mm x 50 mm x 50 mm. Selanjutnya dimasukkan 2 gr PUF ke dalam erlenmeyer 250 ml, disterilisasi pada autoclaft dengan suhu 121 o

16

C selama 15 menit. Setelah proses sterilisasi selesai, suspensi bakteri dimasukkan


(39)

sebanyak 100 ml ke dalam erlenmeyer yang berisi PUF secara aseptis, kemudian dihomogenkan pada orbital shaker selama 6 jam (Quek et al., 2005) dimodifikasi. b. Imobilisasi dengan Menggunakan Alginat

Sebanyak 50 ml suspensi bakteri yang sama kemudian dicampurkan dengan 50 ml alginat dengan konsentrasi 3% (b/v). Selanjutnya campuran tersebut diteteskan pada CaCl2 0,1 Menggunakan syringe sambil dilakukan pengadukan

dengan kecepatan putaran 50-100 rpm menggunakan magnetic stirrer. Pengerasan gel dilakukan selama satu jam (Li et al. 2009). Gel yang terbentuk dipindahkan dalam larutan NaCl fisiologis (0,85%) untuk mendapatkan struktur gel yang kompak. Kapsul yang terbentuk selanjutnya dimasukkan ke air destilasi steril dan diputar secara perlahan selama satu jam untuk menghilangkan residu CaCl2

(Lampiran 1).

3.3.4. Efektifitas Imobilisasi

Keberhasilan dari proses imobilisasi dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah bakteri sebelum dan sesudah imobilisasi, dengan persamaan sebagai berikut:

����������������������= �������� ������� ������ ℎ�����������

�������� ������� ������� ����������� � 100%

3.3.5. Uji Viabilitas Bakteri Setelah Imobilisasi dan Pengaplikasian pada Media Uji

Uji viabilitas dilakukan dengan metode Triana et al. (2006) yang telah dimodifikasi, segera setelah proses enkapsulasi selesai dan diinkubasi selama 20 hari pada suhu 37o

Penghitungan jumlah bakteri segera dilakukan setelah enkapsulasi. Jumlah populasi bakteri yang terdapat pada polyurethane foam (PUF) dan kapsul alginat dihitung selama 15 hari masa inkunasi dengan interval 5 hari. Penghitungan jumlah bakteri dilakukan dengan cara memisahkan bakteri dari bahan penyalut. Kapsul alginat diguncang dalam larutan tri-sodiun sitrat hingga larut sempurna, C kondisi kering dan amobil. Viabilitas sel terenkapsulasi dihitung dengan menggunakan metode Total Plate Count menggunakan media Plate Count Agar (PCA) dengan membuat pengenceran berseri.

Efektifitas Imobilisasi = Populasi bakteri setelah imobilisasi


(40)

0,85% dan diguncang dengan vortex. Ketahanan bakteri terimobilisasi didapat dengan membandingkan populasi bakteri sebelum diaplikasikan, dengan seusdah diaplikasikan selama 15 hari masa inkubasi pada suhu ambien.

Ketahanan (%) = �������� ������� ���� �������� ���� ����� �

�������� ����������� �������� ������� �������������

× 100%

3.3.6. Uji Aktifitas Biosurfaktan

Skrining aktivitas biosurfaktan dilakukan dengan metode Drop Collapsing Test (Jain et al., 1991) yang dimodifikasi, yaitu metode yang digunakan untuk menentukan penurunan tegangan permukaan cairan. Isolat bakteri ditumbuhkan pada media BHB yang ditambahkan 2% dekstrosa sebagai sumber karbon. Sebanyak 2 ml inokulum cair isolat bakteri (λ600 = 1 Abs setara 109 CFU/ml) diinokulasikan kedalam 100 ml media BHB yang mengandung 2% dekstros secara aseptis. Media diinkubasi pada waterbath shaker dengan kecepatan 150 rpm pada suhu ruang selama 15 hari. Setelah 15 hari masa inkubasi, masing-masing media biakan disaring dan diambil filtratnya. Sebanyak 4 ml filtrat media dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambah 4 ml N-heksan dan 2 ml akuades. Lalu campuran larutan tersebut dihomogenkan dengan vorteks selama 10 detik dan didiamkan selama 1menit. Emulsi yang terbentuk diukur ketebalannya dengan menggunakan gelas ukur. Persentase Indeks Emulsifikasi (IE) dihitung dari masing-masing isolat dengan cara membandingkannya antara volume emulsi dibagi dengan totalvolume filtrat lalu dikali 100% (Hamzah et al., 2013).

IE (%)

=

������ ������ ���� ���������

����� ������ ������� (10 ��)

× 100%

(Hamzah et al., 2013)

3.3.7. Uji Kemampuan Bakteri Terimobilisasi Dalam Mendegradasi Pestisida Secara In-vitro

Pengujian kemampuan bakteri yang telah diimobilisasi dalam mendegradasi pestisida dilakukan dengan memberikan bakteri imobil pada media cair Busnel Hass Broth dengan 4% (b/v) pestisida berbahan aktif karbofuran.

Populasi bakteri pada penyalut pada waktu t

Populasi bakteri pada penyalut sebelum diaplikasikan x 100%

Volume emulsi yang terbentuk

Total volume larutan (10 ml) x 100%


(41)

Bakteri yang telah diimobilisasi dengan menggunakan polyurethane foam maupun alginat dimasukkan masing-masing 0,2 gram dan 2 gram dalam 98 ml media uji kemudian dinkubasi pada suhu ruang selama 30 hari menggunakan orbital shaker pada suhu ruang (28oC) dengan kecepatan 100 rpm. Sebagai kontrol, dilakukan pengujian degradasi pestisida menggunakan bakteri sel bebas dengan memberikan 2 ml suspensi bakteri (λ600 = 1Abs setara 109 CFU/ml) pada 98 ml media uji. Dilakukan perhitungan jumlah sel dananalisis dengan HPLC untuk mengetahui residu pestisida pada media uji setiap 10 hari masa inkubasi selama 30 hari Teraakun et al. (2004) dimodifikasi. (Lampiran 1).

3.3.8. Pengamatan Distribusi dan Penempelan Bakteri Pada Bahan Penyalut Prosedur pengamatan mikroskopis menggunakan SEM merujuk pada Scneider (2014) yang telah dimodifikasi. Sampel berupa kapsul alginat dan polyurethane foam dibersihkan dengan cara merendam sampel dalam larutan caccodylate buffer kurang lebih 2 jam. Kemudian diagitasi dalam ultrasonic cleaner selama 5 menit. Sampel kemudian diprefiksasi dengan merendam dalam larutan glutaraldehyde 2,5% selama 2 hari. Selanjutnya sampel difiksasi dalam tannic acid 2% selama 6 jam. Setalah itu cuci dengan caccodylate buffer selama 5 menit sebanyak 4 kali ulangan. Proses berikutnya dalah dehidrasi dengan perendaman pada alkohol 50% selama 5 menit 4 kali pengulangan, 70% selama 20 menit, 80% selama 20 menit, alkohol 95% selama 20 menit dan terakhir pada alkohol absolut selama 10 menit hingga 2 kali ulangan. Setelah proses dehidrasi selesai sampel dikeringkan dengan merendam dalam tert butanol selama 10 menit sebanyak 2 kali pengulangan. Sampel dibekukan dalam freezer sampai beku. Selanjutnya divakum dalam vacum drier hingga mengering. Setelah kering sampel direkatkan pada permukaan tembaga untuk di-coating emas menggunakan E IS-2 Ion Coater. Sampel diamati dengan Mikroskop Elektron Jeol JSM-5310LV Scanning Microscope di Laboratorium Zoologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Penelitian Indonesia, Cibinong.


(42)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Imobilisasi Bakteri Menggunakan Alginat dan Polyurethane Foam (PUF) Imobilisasi dilakukan dengan metode ekstruksi menggunakan syringe 23G x 1¼ menghasilkan kapsul alginat dengan diameter 2,042 ± 0,14 untuk Pseudomonas aeruginosa dan 2,164 ± 0,18 untuk Pseudomonas aeruginosa Strain M111, warna kapsul putih pucat dan bentuk bulat hingga oval untuk masing-masing kapsul dari kedua isolat (Tabel 1). Perbedaan bentuk dan diamater dari kapsul alginat hasil imobilisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya konsentrasi dari alginat, konsentrasi dari suspensi awal yang digunakan dan jarak antara jarum suntik dengan larutan CaCl2

Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh Cheetham et al. (1979) jbahwa karakteristik fisik dari alginat bergantung pada beberapa faktor. Diantaranya adalah konsentrasi alginat dan suspensi awal sel bakteri. Konsentrasi alginat dapat mempengaruhi karakter, seperti kekuatan mekanik, retensi sel, porositas, diameter kapsul, dan kompresibilitas. Selain itu, Sandoval (2010), Smidsrod dan Braek (1996) dan Castilla et al. (2010) juga menyatakan bahwa ukuran dan bentuk dari kapsul alginat bergantung pada konsentrasi Na-alginat, viskositas, diameter jarum suntuk yang digunakan dan jarak antara jarum suntik dengan larutan CaCl

.

2

Table 1. Karakteristik morfologi kapsul alginat dan Polyurethana Foam (PUF) pada saat proses ekstruksi dilakukan.

No. Isolat Bakteri Karakter Bahan Penyalut

Alginat PUF

1. P. aeruginosa Diameter: 2,042 ± 0,14

Warna: Putih Pucat Bentuk: Bulat, Oval

Dimensi: 0,5 cm x 0,5 cm x 0,5 cm

Warna: Kuning Brntuk: Kubus, Berpori

2. P. aeruginosa

Strain M 111

Diamater: 2,164 ± 0,18 Warna : Putih Pucat Bentuk: Bulat, Oval

Dimensi: 0,5 cm x 0,5 cm x 0,5 cm

Warna: Kuning Bentuk: Kubus, Berpori

Morfologi polyurethane foam dari kedua isolat menunjukkan tidak adanya perbedaan yang begitu terlihat. Masing-masing PUF dari kedua isolat memiliki


(43)

ukuran dan morfologi yang cenderung sama. Pada pengamatan permukaan PUF dengan magnifikasi sebesar 10 X terlihat adanya pori-pori yang sangat banyak dan saling terhubung dengan bagian dalam dari PUF itu sendiri. PUF merupakan salah satu golongan plastik yang membentuk struktur seperti busa sehingga memiliki banyak pori (Gambar 4).

Gambar 4. Mikrograf bahan penyalut menggunakan mikroskop stereo pencahayaan atas. a) Kapsul alginat untuk isolat Pseudomonas aeruginosa, b) Kapsul alginat untuk isolat Pseudomonas aeruginosa Strain M 111, c) Polyurethane Foam untuk isolat Pseudomonas aeruginosa dan d) Polyurethane Foam untuk isolat Pseudomonas aeruginosa Strain M 111

Hasil pengamatan mikrokopis menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) permukaan dalam dan luar dari kapsul alginat dan PUF (Gambar 5). Permukaan dari kapsul alginat dengan magnifikasi 7500 X terlihat alginat terlihat kasar dan bergelombang (Gambar 5a dan 5e). Struktur berbentuk tonjolan yang tidak teratur yang disebut protrusion (pr) ditemukan pada bagian permukaan dan tersebar di beberapa bagian kapsul alginat. Struktur tersebut

a

b

2 mm 2 mm

c

1 cm

d


(44)

a

po

Gambar 5. Mikrograf SEM pada tampak permukaan dan bagian dalam bahan penyalut. a) permukaan luar kapsul alginat bakteri P. aeruginosa (pr = protrusion), b) permukaan dalam kapsul alginat bateri P. aeruginosa (ba = bakteri), c) permukaan luar PUF bakteri P.aeruginosa, permukaan dalam PUF P. aeruginosa (ba = bakteri), d) permukaan luar kapsul alginat bakteri P. aeruginosa Strain M111 (pr = protrusion), e) permukaan dalam kapsul alginat bateri bakteri P. aeruginosa Strain M111 (ba = bakteri), g) permukaan luar PUF bakteri bakteri P. aeruginosa Strain M111 (ba = bakteri) dan f) permukaan dalam PUF bakteri bakteri P. aeruginosa Strain M111

X 7,500 17.6um pr X 3,500 37.7um ba X 3,500 37,7 um ba X 3,500 37,7 um ba X 10,000 13,2 um pr X 5000 26,4 um ba X 3,500 37,7um ba X 5000 26,4 um ba

a b

c d

e f

g h


(45)

protrusion pada permukaan alginat juga diperlihatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Rosa et al. (1988), struktur seperti pada Gambar 5a dan 5e dinamakan dengan protrusion yang merupakan kumpulan dari sel bakteri yang melekatkan diri satu sama lain pada permukaan kapsul dengan membentuk struktur biofilm.

Bakteri yang terimobilisasi di bagian permukaan luar cenderung lebih sulit untuk bertahan dibandingkan dengan yang berada di bagian dalam kapsul, sehingga bakteri membentuk biofilm agar dapat memaksimalkan kondisi lingkungan agar mendukung pertumbuhan dari bakteri tersebut. Bagian dalam dari kapsul alginat (Gambar 5b dan 5f) memperlihatkan bahwa bakteri dibalut oleh alginat. Sel-sel bakteri tersebar secara merata pada bagian dalam kapsul alginat tersebut. Kapsul alginat mampu memberikan porositas yang tinggi sehingga komunikasi dan aliran nutrisi antara sel bakteri terjalin dengan baik. Riley et al. (1999) menyatakan bahwa kemampuan difusi dari nutrien dan gas, ditentukan oleh area pori pada bahan penyalut, berperan penting pada viabilitas dari bakteri yang terimobilisasi pada bahan penyalut.

Untuk bagian permukaan dari PUF (Gambar 5c dan 5g) terbilang sangat halus dan rata. Terlihat bahwa bakteri P. aeruginosa mampu melekatkan diri pada permukaan PUF, dikarenakan bakteri membentuk struktur biofilm. Struktur biofilm dapat terlihat menyatukan satu sel bakteri dengan bakteri lainnya, dan koloni bakteri dengan substrat perlekatannya. Dunne et al. 2001 menyatakan bahwa bakteri Pseudomonas aeruginosa mampu menghasilkan eksopolisakarida bagian dari EPS. Dalam beberapa kasus, bakteri mampu menghasilkan EPS yang digunakan untuk menangkap nutrisi. Chen dan Stewart, (2002) menyimpulkan bahwa EPS bertanggung jawab pada interaksi adhesi dan kohesi sehingga memiliki peran penting dalam menjaga integritas struktural dari biofilm P. aeruginosa sehingga dapat melekat dengan baik di permukaan PUF.

Memperlihatkan PUF yang mengandung bakteri P. aeruginosa Strain M 111. Sel bakteri P. aeruginosa Strain M111 terpisah satu dengan yang lainnya, namun dapat melekat di PUF (Gambar 5). Kemampuan dari perlekatan bakteri tersebut dikarenakan adanya pili tipe IV pada P. aeruginosa Strain M111. Pili


(46)

merupakan komponen dari Extracelular Polymeric Substance (EPS). Bakteri P. aeruginosa mampu menghasilkan EPS dan membentuk biofilm sedangkan bakteri P. aeruginosa Strain M111 cenderung tidak menghasilkan struktur biofilm. Menurut Wei and Luyan (2013), bakteri Pseudomonas memiliki pili tipe IV yang mampu membantu pergerakan bakteri tersebut dan kemampuannya dalam melekatkan diri pada satu substrat.

Jumlah bakteri yang berada pada bagian dalam mengindikasikan bahwa suspensi yang digunakan pada proses imobilisasi mampu masuk hingga ke bagian dalam PUF, karena PUF memiliki pori-pori yang sangat banyak mulai dari bagian permukaan hingga bagian dalam. Jumlah bakteri yang berada di permukaan dari PUF lebih banyak dibandingkan pada bagian dalam dikarenakan proses imobilisasi yang kurang maksimal.

Bakteri P. aeruginosa memiliki kemampuan berikatan pada suatu permukaan dengan menghasilkan eksopolisakarida (Drenkard, 2003; Dunne, 2001). Wei danLuyan (2013) menyatakan bahwa P. aeruginosa membentuk biofilm sebagai substansi pelindung pertumbuhan yang memungkinkan mikroorganisme untuk bertahan hidup di lingkungan yang dapat merusak dan mencegah pembenihan sel untuk memasuki relung baru di bawah kondisi yang diinginkan. Biofilm dapat terbentuk pada berbagai permukaan dan yang lazim berada di alam.

Penelitian yang dilakukan oleh Yamaguchi et al. (1999) menunjukkan bahwa tingginya jumlah bakteri F92 imobil ditentukan oleh hidrofobisitas permukaan PUF atau jumlah akumulasi dari sel yang dialirkan. Hal tersebut telah menyiratkan bahwa adanya hubungan langsung antara hidropobisitas permukaan sel dan adesi inisial yang bersifat irreversible pada permukaan bahan penyalut, berpengaruh pada efektifitas dari imobilisasi menggunakan PUF (Obuekwe & Al-Muttawa, 2001).

Morfologi struktur ekstraseluler (Gambar 5c dan 5g) pada penelitian ini mirip dengan yang telah diidentifikasi sebagai eksopolisakarida oleh Obuekwe and Al-Muttawa (2001). Eksopolisakarida yang bertanggung jawab dalam pembentukan subtansiyang digunakan untuk menstabilkan sel. Adanya struktur


(47)

ekstraseluler pada suatu bakteri dapat diinduksi oleh perletakan ke permukaan PUF (Vandevivere & Kirchman, 1993).

Kemampuan alginat dalam memerangkap sel bakteri lebih baik dibandingkan dengan PUF, hal ini dibuktikan oleh data (Gambar 6) yang memperlihatkan efektifitas imobilisasi lebih tinggi ditunjukkan oleh kapsul alginat dengan rata-rata efektifitas sebesar 95,105%, dimana bakteri P. aeruginosa sebesar 92,24% dan P. aeruginosa Strain M111 97,97. Berbeda dengan PUFdengan rata-rata lebih rendah yaitu 90,55%. Untuk bakteri P. aeruginosa lebih efektif diimobilisasi dengan menggunakan PUF (93,24%) dibandingkan pada kapsul alginat (92,24%).

Keberhasilan proses imobilisasi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, pada kapsul alginat dapat terjadi pembilasan (wash out) sel bakteri pada saat proses ekstruksi dilakukan sehingga jumlah bakteri yang berhasil terimobilisasi lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah bakteri sebelum dilakukannya imobilisasi. Begitu pula dengan polyurethane foam (PUF), pada PUF kesempatan sel bakteri mengalami pembilasan (wash out) lebih besar dikarenakan teknik imobilisasi ini mengandalkan kemampuan sel bakteri untuk melekat pada permukaan PUF dan masuk melalui pori-pori yang ada.

Konsentrasi alginat 3% merupakan konsentrasi yang tepat untuk Gambar 6. Efektifitas imobilisasi bakteri menggunakan bahan penyalut alginat

dan polyurethane foam

0 20 40 60 80 100

Kapsul Alginat Polyurethane Foam 92,24 97,97 93,24

87,86 Ef ekt if itas I mo b ilis as i (% )

Jenis Bahan Penyalut


(48)

konsentrasi alginat sebesar 3% tidak mengakibatkan terjadinya kebocoran sel, menyediakan porositas tinggi dan pengikatan sel yang besar.

4.2. Viabilitas Bakteri Terimobilisasi

Viabilitas bakteri terimobilisasi pada kapsul alginat cenderung stabil, sedangkan bakteri yang diimobilisasi pada PUF menunjukkan data viabilitas yang fluktuatif selama masa inkubasi (Gambar 6). Kedua bakteri yang diimobilisasi pada PUF menunjukkan data yang hampir sama yaitu jumlah bakteri cenderung mengalami penurunan pada hari ke-5 hingga hari ke-10 dan kemudian kenaikan jumlah populasi pada hari ke-15. Dapat dikatakan bahwa kedua bakteri pada PUF melakukan penyesuaian terlebih dahulu, dikarenakan bakteri harus mampu melekatkan diri dengan baik pada permukaan PUF.

(a)

(b)

Gambar 7. Viabilitas bakteri terimobilisasi pada (a) kapsul alginat dan (b) Polyurethane Foam (PUF)

10,00 11,00 12,00 13,00 14,00 15,00

Pseudomonas aeruginosa Pseudomonas aeruginosa

Strain M 111

12,60 12,30 11,70 11,90 11,48 12,29 12,96 13,38 P o pul a si b a kt er i (l o g CF U /gr a m )

Hari ke-0 Hari ke-5 Hari ke-10 Hari ke-15 10,00 10,50 11,00 11,50 12,00 12,50 13,00 13,50 14,00 14,50 15,00

Pseudomonas aeruginosa Pseudomonas aeruginosa

Strain M 111

12,46 13,72 13,31 14,00 13,31 14,00 13,34 13,62 P opul a si ba kt er i (l og C F U /g ra m)

Hari ke-0 Hari ke-5 Hari ke-10 Hari ke-15


(49)

Proses pembentukan biofil termasuk dalam penyesuain diri P. aeruginosa untuk menempel pada PUF. Sesuai dengan hasil pengamatan mikroskopis dengan menggunakan SEM (Gambar 5d) memperlihatkan bahwa bakteri melekatkan diri pada permukaan PUF dengan membentuk satu lapisan (monolayer) yang dikenal juga sebagai biofilm untuk membantu bakteri melekatkan diri dan juga memperoleh nutrisi dari lingkungan sekitarnya, sedangkan bakteri P. aeruginosa Strain M111 tidak membentuk struktur biofilm.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Quek et al. (2005) menyatakan bahwa bakteri yang diimobilisasi pada PUF akan menghasilkan satu lapisan yang sering disebut sebagai eksopolisakarida, yang bertanggung jawab untuk membentuk monolayer dimana pembentukan tersebut dipicu oleh interaksi antara bakteri dengan permukaan PUF (Vandevivere & Kirchman, 1993). Mekanisme pembentukan EPS berbeda pada beberapa bakteri dan membutuhkan waktu dalam proses pembentukannya (Diaz et al. 2002).

Pengukuran viabilitas bakteri terimobilisasi alginat dan PUF ketika diaplikasikan ke media uji menunjukkan bahwa viabilitas bakteri yang diimobilisasi menggunakan PUF lebih baik dibandingkan dengan alginat. Pada bakteri Pseudomonas aeruginosa dimobilisasi menggunakan kapsul alginat yang diaplikasikan pada media uji memperlihatkan bahwa pada hari ke-15 kapsul alginat telah hancur dan menyatu dengan media uji, sehingga bakteri dapat dikatakan telah release 100%. Bakteri P. aeruginosa Strain M111 terimobilisasi kapsul alginat memperlihatkan data yang baik dimana kapsul alginat masih utuh dan kompak dengan jumlah bakteri yang bertahan sebesar 80% (Gambar 8). Dapat dikatakan bahwa bakteri yang diimobilisasi menggunakan PUF akan lebih baik digunakan untuk pengaplikasian. Hal ini karenakan PUF mampu bertahan dalam kondisi lingkungan yang bervariasi, sedangkan kapsul alginat cenderung mengalami peluruhan.

Viabilitas bakteri terimobilisasi PUF menunjukkan nilai yang lebih baik. Pada PUF populasi bakteri yang bertahan hingga hari ke-15 masa inkubasi sebesar 80,22 % untuk bakteri P. aeruginosa dan 82,22 % untuk bakteri P. aeruginosa Strain M111, sedangkan pada alginat sebesar 0 % untuk bakteri P. aeruginosa dan


(50)

oleh Chen danLin (2007) mendapat hasil bahwa kapsul alginat hancur seluruhnya pada waktu 115 jam setelah aplikasi dilakukan, namun kapsul alginat-silika mampu bertahan 80% setelah diaplikasikan selama 170 jam. Beberapa penelitian mengasumsikan bahwa ikatan kovalen mampu terbentuk antara polimer polyurethane dan permukaan sel selama proses imobilisasi (Fusee et al. 1981).

Hasil dari pengamatan mikroskop elektron pada Escherichia coli yang diimobilisasi pada polyurethane menyatakan bahwa sel telah merekat pada struktur kompak dari bahan penyalut (Klein &Kluge, 1981). Hasil dari penelitian O’Reilly dan Crawford (1989) mengindikasikan bahwa transfer oksigen pada polyurethane terjadi dengan sangat baik. Polyurethane juga diketahui sebagai matriks yang efektif dalam pendegradasian PCP oleh Flavobacterium. Proses dapat dilakukan berulang-ulang (continious-reuseable). Keuntungan imobilisasi menggunakan PUF mampu mempertahankan aktifitas pendegradasian PCP hingga 150 hari.

Kapsul alginat cenderung sensitif terhadap agen pengkelat, kondisi lingkungan yang ekstrem seperti pH, namun untuk suhu tidak terlalu berpengaruh. Faktor yang paling penting dari sifat fisik alginat adalah kemampuan

Gambar 8. Viabilitas bakteri terimobilisasi pada (a) kapsul alginat dan (b) Polyurethane Foam (PUF) pada media uji BHB + 4% pestisida berbahan aktif karbofuran selama 15 hari masa inkubasi

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Kapsul Alginat Polyurethane Foam Kapsul Alginat Polyurethane Foam

Hari ke-0 Hari ke-15

12,46 12,60 0 10,11 13,72 12,30 10,95 10,11 Jum la h po pul as i b akt er i ( lo g C F U /m l)

Pseudomonas aeruginosa Psedomonas aeruginosa Strain M111 28


(51)

dalam mengikat kation, yang merupakan dasar untuk pembentukan gel. Pembentukan gel tidak bergantung kepada suhu (Smidsrød, 1973). Pengikatan kalsium oleh agen pengkelat seperti beberapa kation dapat terjadi sebagai akibat dari struktur G-blok, yang disebut sebagai model '' egg-box '' (Grant et al. 1973). Ba2+ dapat mengganti beberapa ion kalsium, juga berkontribusi terhadap peningkatan stabilitas mekanik dan pembentukan pada alginat. Alginat juga membentuk kompleks yang kuat dengan polikation (Thu et al. 1996). Kompleks ini tidak dapat larut dengan kalsium pengkelat, dan dengan demikian dapat digunakan baik untuk menstabilkan gel dan untuk mengurangi porositas gel. Secara umum, pori-pori dari gel alginat terbilang besar, protein besar (Mw > 3 x 105 Da) akan berdifusi keluar dari manik-manik alginat tergantung pada ukuran molekul (Tanaka et al. 1984).

4.3. Aktifitas Biosurfaktan

Aktifitas biosurfaktan yang ditunjukkan oleh nilai indeks emulsi antara sel bebas bakteri, bakteri yang diimobiliasi dengan alginat dan PUF memiliki perbedaan. Bakteri P. aeruginosa memiliki indeks lebih tinggi pada perlakukan dengan sel bebas, sedangkan P.aeruginosa strain M 111 memiliki indeks lebih tinggi pada perlakuan PUF. Perbedaan jenis bakteri mempengaruhi aktifitas dari biosurfaktan. Jenis bahan penyalut juga memberikan pengaruh yang berbeda pada jenis bakteri yang berbeda untuk aktifitas biosurfaktan yang dimilikinya.

Diketahui bahwa pada bakteri P. aeruginosa menghasilkan Indeks Emulsi (IE) lebih tinggi pada perlakuan sel bebas 46,38%, sedangkan pada bakteri P. aeruginosa Strain M111 lebih tinggi pada PUF sebesar 31,88 %. IE terendah dari bakteri P. aeruginosa yang diimobilisasi dengan PUF sebesar 3,97 %, sedangkan bakteri P. aeruginosa Strain M111 sebesar 14,04 % pada perlakuan sel bebas. Data selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 9.

Kemampuan bakteri dalam menyerap hidrokarbon berkaitan dengan kemampuannya dalam menghasilkan biosurfaktan. Biosurfaktan biasa dihasilkan oleh bakteri ketika ditumbuhkan pada satu media yang megandung cairan dengan sifat polar dan non-polar (Hisatzuka et al. 1971;. Ito & Inoue, 1982; Kippeli & Finnerty, 1980; Rapp et al. 1979). Beberapa penelitian mengenai P. aeruginosa


(52)

yang dihasilkan berbeda kuantitasnya bila ditumbuhkan pada sumber nutrisi yang berbeda (Duvnjak et al. 1983; Abouseoud et al. 2008; Jeong et al. 2004; Heyd et al. 2011). Menurut Duvnjak et al. (1983) biosurfaktan yang dihasilkan masing-masing mikroba berbeda bergantung pada jenis mikroba dan nutrien yang dikonsumsinya. Demikian pula untuk jenis mikroba yang sama, jumlah surfaktan yang dihasilkan berbeda berdasarkan nutrien yang dikonsumsinya.

Onwosi danOdibo (2012) melakukan penelitian mengenai produksi biosurfaktan dalam beberapa jenis sumber karbon seperti D-mannito, sukorsa, xylosa, sorbitol, raffinosa, laktosa, mannosa, maltosa, dulcita, glukosa, groundnut oil, gliserol, parafin, diesel, kerosin dan minyak kelapa, mendapatkan hasil bahwa biosurfaktan dihasilkan dalam konsentrasi tertinggi pada substrat sukrosa.

Abouseoud et al. (2008), menggunakan minyak zaitun sebagai sumber nutrisi bagi bakteri untuk menghasilkan biosurfaktan. Jeong et al. (2004) Pseudomonas aeruginosa BYK-2diimobilisasi dengan bahan penyalut PVA dan dioptimalkan untuk produksi berkelanjutan rhamnolipid. Heyd et al. (2011) menggunakan Pseudomonas aeruginosa DSM 2874 terimobilisasi kapsul alginat magnetik dengan gliserol sebagai sumber karbon.

Gambar 9. Aktifitas biosurfaktan selama 15 hari masa inkubasi 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Sel Bebas (Kontrol +) Kapsul Alginat Polyurethane Foam

46,38 10,52 3,97 14,04 20,94 31,88 Inde ks E m ul si ( % )

Jenis Bahan Penyalut

Pseudomonas aeruginosa Pseudomonas aeruginosa Strain M 111 30


(53)

4.4. Pertumbuhan Bakteri Pada Media Uji BHB + 4% Pestisida Berbahan Aktif Karbofuran

Profil pertumbuhan bakteri pada perlakuan dengan menggunakan sel bebas bakteri (kontrol +) memperlihatkan bahwa selama masa inkubasi terjadi peningkatan jumlah bakteri dengan pesat pada hari ke-5 dan cenderung menurun namun tidak meningkat dengan pesat mulai hari ke-10 hingga 15. Bila dibandingkan dengan data degradasi karbofuran yang tersaji pada Gambar 13 dapat dikatakan bahwa pertumbuhan bakteri berbanding lurus dengan konsentrasi karbofuran. Pada hari ke-5 hingga hari ke-15 terjadi penurunan konsentrasi dari karbofuran (Gambar 10).

Bakteri ditumbuhkan pada media yang hanya menye diakan karbofuran sebagai sumber nutrisinya, sehingga dapat dikatakan pada hari ke-5 hingga 10 jumlah bakteri menurun dikarenakan konsentrasi dari karbofuran juga menurun. Namun penuruna tidak terlalu signifikan, masing berkisar pada 1012 CFU/ml untuk P. aeruginosa dan 1013

Pada perlakuan menggunakan bakteri yang terimobilisasi dengan kapsul alginat (Gambar 10b) menunjukkan data yang hampir sama, hanya saja terjadi penurunan yang cukup pesat untuk bakteri P. aeruginosa dimulai dari hari ke-5 hingga hari ke-15 masa inkubasi. Hal ini sejalan dengan data degradasi (Gambar 11) yang menunjukkan bahwa konsentrasi karbofuran sudah tidak terdeteksi pada hari ke-5, sehingga sumber nutrisi juga semakin terbatas.

CFU/ml untuk P. aeruginosa Strain M 111. Hal ini dikarenakan karbofuran tidak terdegradasi sempurna melainkan terbentuk metabolit lain yang masih dapat digunakan oleh bakteri sebagai sumber nutrisi bagi pertumbuhannya.

Berbeda dengan bakteri P. aeruginosa Strain M 111 yang mengalami penurunan namun tidak signifikan hingga hari ke-15 masa inkubasi. Data aktifitas biosurfaktan dari bakteri ini yang diimobilisasi menggunakan kapsul alginat memperlihatkan indeks emulsifikasi yang kecil namun kemampuan dalam mendegradasi yang baik dimana pada masa inkubasi hari ke-5 konsentrasi karbofuran sudah tidak terdeteksi. Hal ini dapat disebabkan oleh kemampuan degradasi yang dimiliki oleh bakteri tersebut sangat baik dibandingkan dengan


(54)

0 5 10 15

Pseudomonas aeruginosa Pseudomonas aeruginosa

Strain M 111

0 0 12,46 13,43 11,20 13,11 9,48 13,10 P o pul as i B akt er i ( lo g C F U / ml) Isolat Bakteri

Hari ke-0 Hari ke-5 Hari ke-10 Hari ke-15

b)

0 5 10 15

Pseudomonas aeruginosa Pseudomonas aeruginosa

Strain M 111

7,30 7,30

12,7512,70 12,43 13 13,13 13

P o pul as i B akt er i ( lo gC F U / ml) Isolat Bakteri

Hari ke-0 Hari ke-5 Hari ke-10 Hari ke-15

a)

0 5 10 15

Pseudomonas aeruginosa Pseudomonas aeruginosa

Strain M 111

0 0

10,18

12,48

12,36 12,46 10,54 12,52

P o pul as i B akt er i ( lo g C F U / ml) Isolat Bakteri

Hari ke-0 Hari ke-5 Hari ke-10 Hari ke-15

c)

Gambar 10. Profil pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas aeruginosa Strain M111 a) Sel bebas bakteri (Kontrol +) pada media uji BHB + 4% pestisida berbahan aktif karbofuran masa inkubasi 15 hari, b) sel bakteri yang release dari polyurethane foam pada media uji BHB + 4% pestisida berbahan aktif karbofuran masa inkubasi 15 hari, c) sel bakteri yang release dari alginat pada media uji BHB + 4% pestisida berbahan aktif karbofuran masa inkubasi 15 hari


(55)

4.5. Potensi Bakteri Dalam Mendegradasi Pestisida Berbahan Aktif Karbofuran

Residu karbofuran yang diamati dari perlakuan bakteri terimabilisasi dan sel bebas selama 15 hari masa inkubasi memperlihatkan bahwa, sel bebas Pseudomonas aeruginosamemiliki kemampuan yang baik dalam mendegradasi karbofuran (konsentrasi awal 41,86 mg/kg) dimana keberadaan carbofuran sudah tidak terdeteksi pada hari ke-15 masa inkubasi. P. aeruginosa yang diimobilisasi menggunakan alginat memperlihatkan data yang paling baik, dimana pada hari ke-5 masa inkubasi konsentrasi karbofuran sudah tidak terdeteksi. P. aeruginosa yang diimobilisasi menggunakan PUF menunjukkan data yang kurang baik, dimana hingga hari ke-15 masa inkubasi konsentrasi karbofuran terdeksi sebesar 1,17 mg/kg (kemampuan degradasi 97,60%) (Gambar 11, Lampiran 10: Halaman 54).

Bakteri Pseudomonas aeruginosa Strain M 111 memperlihatkan kemampuan yang lebih cepat dalam mendegradasi karbofuran. Konsentrasi karbofuran pada hari ke-15 sudah tidak terdeteksi dengan perlakuan menggunakan sel bebas dan imobilisasi pada PUF, sedangkan imobilisasi menggunakan kalpsul

Gambar 11. Residu karbofuran selama 15 hari masa inkubasi

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Hari ke-0 Hari ke-5 Hari ke-10 Hari ke-15

K o n se n tr a si (m g/ kg) Masa inkubasi

Kontrol (-) P. aeruginosa (Kontrol +)

P. aeruginosa Strain M 111 (Kontrol +) P. aeruginosa (Kapsul Alginat) P. aeruginosa Strain M 111 (Kapsul Alginat) P. aeruginosa (Polyurethane foam) P. aeruginosa Strain M 111 (Polyurethane foam)


(56)

Kemampuan kedua isolat bakteri dalam mendegradasi karbofuran tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kemampuan bakteri dalam menghasilkan biosurfaktan dan enzim yang mampu mendegradasi karbofuran. Pada hasil uji aktifitas biosurfaktan didapatkan bahwa P. aeruginosa mampu menghasilkan indeks emulsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan P. aeruginosa Strain M 111, mengindikasikan kemampuan yang baik dari biosurfaktan untuk membantu proses degradasi oleh enzim yang dihasilkan oleh bakteri.

Bakteri P. aeruginosa diketahui mampu menghasilkan biosurfaktan dari golongan glikolipid yaitu rhamnolipid. Rhamnolipid yang dihasilkan mampu membantu mempercepat proses biodegradasi senyawa-senyawa hidrokarbon yang sulit larut dalam air. Salah satunya adalah pestisida. Pestisida yang terkandung dalam media uji mampu didegradasi dengan bantuan biosurfaktan yang dihasilkam oleh bakteri. Penelitian yang dilakukan oleh Onwosi dan Odibo (2012) dan Zhang, Mulligan (2005), dan Miller (1994) membuktikan bahwa bakteri dari genus Pseudomonas mampu menghasilkan biosurfaktan dari golongan glikolipid yaitu rhamnolipid. Bakteri yang dapat menghasilkan rhamnolipid pada umumnya mampu mendegradasi senyawa-senyawa hidrokarbon, mengikat logam berat dari tanah dan dekontaminasi minyak dari tanah.

Ada dua mekanisme yang dilakukan oleh biosurfaktan dalam proses biodegradasi pestisida, yaitu dengan cara membentuk emulsi sehingga bakteri akan lebih mudah mensekresi enzim untuk proses biodegradasi, kemudian yang kedua dengan cara mengubah polaritas dari membran sel bakteri sehingga mampu melekatkan pestisida ke membran sel yang kemudian akan menginduksi sekresi enzim dari bakteri.

Menurut Arias et al. (2005) biosurfaktan mampu memberikan hidropibisitas yang tinggi dengan melekatkan dirinya pada permukaan membran bakteri. Membran bakteri yang telah bergabung dengan biosurfaktan akan mengikat karbofuran dengan mudah dan kemudian terjadi proses degradasi oleh enzim ektraseluler bakteri. Biosurfaktan juga dapat membentuk kompleks biosurfaktan yang dinaman dengan micelle. Micelle merupakan gabungan dari beberapa monomer biosurfaktan yang saling melekatkan diri, bagian luar merupakan gugus hidrofilik sedangkan dalam merupakan gugus hidropobik.


(57)

Karbofuran akan masuk ke bagian dalam micelle, kemudian enzim akan melekat ke permukaan micelle agar terjadi biodegradasi.Beberapa penelitian mengenai bakteri Pseudomonas pendegradasi pestisida berbahan aktif karbofuran telah dilakukan. Diantaranya adalah Venkateswarlu et al. (1977), bakteri pesudomonas mampu mendegradasi karbofuran dengan konsentrasi 16 ppm selama 40 hari dimana bakteri tersebut terbukti memanfaatkan karbofuran sebagai sumber karbon dan nitrogen untuk metabolisme. Pada penelitian Rajagopal et al. (1984) menunjukkan bahwa selama 30 hari bakteri mampu mendegradasi 70% dari konsentrasi awal 10 ppm pada kondisi yang sama. Beberapa penelitian menyatakan bahwa bakteri yang menghidrolisa karbofuran, mampu mendegradasi sempurna struktur cincin aromatis.

Pada bakteri yang diimobilisasi dengan alginat memperlihatkan kemampuan bakteri dalam menghasilkan biosurfaktan dan mendegradasi karbofuran paling baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini dapat terjadi dikarenakan kapsul alginat memiliki kemampuan mengimobilisasi sel dalam jumlah yang besar, porositas dan kemampuan difusi yang baik sehingga komunikasi antara satu sel bakteri dengan bakteri baik, menciptakan jumlah yang cukup untuk mencapai quorum dan menghasilkan biosurfaktan maupun enzim yang digunakan untuk memperoleh sumber nutrisi bagi pertumbuhan dan metabolisme sel bakteri. Menurut Wei dan Luyan (2013), apabila P. aeruginosa telah mencapai jumlah yang sesuai (quorum) maka sel bakteri tersebut mampu menghasilkan metabolit berupa enzim, biosurfaktan dan resistensi antibiotik.

Ada dua jalur pendegradasian karbofuran pada rantai N-metil karbamatnya yaitu dengan oksidatif dan hidrolitik (Chaudhry &Ali, 1988). Jalur hidrolitik diyakini lebih baik dikarenakan menghasilkan metabolit yang bersifat toksik dalam jumlah kecil bahkan tidak ada, berbeda dengan jalur oksidatif (Chapalmadugu & Chaudhry, 1991). Ketidakstabilan ikatan ester dari kelompok karbonil pada asam N metil karbamik berikatanke fenol atau rantai amida dari N metil karbamic acid, keduanya akan menghasilkan karbofuran 7-phenol (2,3 dihidro-2,2-dimetil-7-benzofuranol), metabolit yang kurang beracun dibandingkan dengan karbofuran, karbon dioksida dan metilamin. Yang akhirnyadigunakan


(58)

mendegradasi karbofuran, tetapi tidak mendegradasi cincin arimatik (Trabue et al. 2001).

Selain Pseudomonas ada beberapa bakteri yang telah diteliti kemampuannya dalam mendegradasi karbofuran, dimana mekanisme dalam biodegradasi tersebut hampir sama dengan yang dimiliki oleh Pseudomonas. Feng et al. (1997) melaporkan bahwa starin CF06 dari genus Sphinomonas mampu memineralisasi cincin aromatis dari karbofuran tanpa adanya produksi dari metabolit lain. Kim et al. (2004) Sphogomonas strain SB5a mampu menghidrolisa karbofuran 7 phenol dan menghasilkan senyawa intermediate yang disebut dengan 2-hidroksii-3-(3-metilpropan-2-ol)-phenol yang dikonversi menjadi metabolit merah berupa 5-(2-hidroksi-2-metil-propil)2,2-dimetil-2,3-dihidro-naptho [2,3-6] furan-4,6,7,9-tetrone yang merupakan hasil dari kondensasi beberapa metabolit hasil degradasi 2-hidroksi-3-(3-metilpropan-2-ol)-penol (Park et al. 2006). Hidrolisa ikatan eter dari cincin karbofuran furanyl, menghasilkan metabolit 2-hidroksi-3-(3-methylpropan-2-ol) benzene-N-methyl carbamate dan Carbofuran, menghasilkan metabolit 5-hidroksi carbofuran (Chaudry & Ali, 1988; Slaoui et al. 2001; Bano & Musarrat, 2004).


(59)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari penelitian ini didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

a. Kapusl alginat memiliki efektifitas imobilisasi lebih tinggi dibandingka n dengan Polyurethane Foam.

b. Bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas aeruginosa Straint M111 yang diimobilisasi memiliki kemampuan degradasi pestisida yang lebih baik dibandingkan sel bebas.

c. Bahan penyalut yang lebih baik digunakan untuk menjaga viabilitas bakteri pada proses pengujian degradasi karbofuran adalah Polyurethane Foam (PUF). Bakteri yang diimobilisasi dengan PUF mampu bertahan selama 15 hari inkubasi, sedangkan kapsul alginat cenderung lebih cepat mengalami peleburan.

d. Bahan penyalut yang lebih baik digunakan untuk mendegradasi karbofuran adalah alginat dimana selama 5 hari masa inkubasi karbofuran telah terdegrdasi seluruhnya., sedangkan bakteri pada PUF mampu mendegradasi sempurna selama 15 hari masa inkubasi.

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian terhadap kuantitas dan jenis biosurfaktan yang dihasilkan oleh Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas aeruginosa Strain M111. Selain itu pengaruh jenis subtrat pertumbuhan juga perlu dilakukan untuk mengetahui substrat yang baik digunakan untuk memperoduksi biosurfaktan dengan kuantitas dan kualitas yang baik. Untuk imobilisasi perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh lingkungan terhadap viabilitas bakteri terimobilisasi, seperti terhadap pH, suhu, kadar air dan konsentrasi unsur makro maupun mikro.


(60)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pestisida

Di Indonesia sendiri pemerintah telah mencantumkan pengertian dari pestisida dalam Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973. Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian. Memberantas rerumputan atau tanaman pengganggu/gulma, mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan, mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan peliharaan dan ternak. Memberantas atau mencegah hama-hama air, memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air (Direktorat Jendral Prasarana dan Sarana Pertanian, 2011).

Menurut penelitian Shinghvi et al. (1994) jenis-jenis pestisida meliputi berbagai jenis bahan kimia termasuk herbisida, insektisida, fungisida, dan rodentisida. Pada tahun 1940, 140 ton pestisida digunakan, pestisida yang paling umum digunakan adalah pestisida organik seperti ekstrak tumbuhan, dan juga pestisida anorganik yang mengandung logam berat. Selama pertengahan tahun 1940-an produksi dan penggunaan pestisida organik sintetik meningkat pesat. Hingga tahun 1991, ada sekitar 23.400 produk pestisida yang terdaftar dengan US Environmental Protection Agency (EPA).

2.2. Pestisida Sebagai Pencemar Lingkungan

Penggunaanberlebihanpestisidamenyebabkanakumulasisejumlah

besarresidudilingkungan(Alexander, 1999). Kontaminasi tanahkarena penggunaan pestisidadipertanianberbasis kimiawimemunculkan kekhawatirankarena potensi


(61)

kontaminasiair permukaandan air tanah(Moorman et al.1998). Dalam penelitiannya Massiha et al. (2011) dan Mohammed (2009) juga mengemukakan bahwa penggunaanpestisida secara sembarangandalam bidang pertaniantelah mengakibatkanpencemaran lingkunganair tanah yang mengarah kedalamtoksisitasbiota.

Pestisidayangdisemprotkandapatberada di udaradan akhirnyaberakhirdalam tanahatau air. Pestisida yang diaplikasikanlangsung ketanahdapatterbawa airke dalam tanahatau mungkinmeresapmelalui tanahsehingga turun kelapisantanah dan air-tanah. Pestisidakimia memilikiberbagai efekekologis yang merugikantermasukpenyakit akutpada manusia, ikan membunuh satwa liar, kegagalanreproduksipada burungdanpenurunan fungsihutan. Efekekologibisa terjadi dalam jangka panjang atausingkatdalamfungsi normaldarisebuah ekosistem, yang mengakibatkankerugian ekonomi, sosial, danestetika(

Dampak dari kontaminasi pestisida sudah sangat fatal di beberapa belahan dunia, tingkat kasus kematian akibat keracunan oleh pestisida terbilang tinggi. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Curley (1991) dan Olawale et al. (2011) menyebutkan bahwa

Ogot et al. 2013).

setiap tahunbeberapa orangmeninggal akibatkeracunaninsektisida. Pada tahun 1956di Amerika Serikat,

insektisidamenyebabkan152kematiantermasuk94anak-anak berusiakurang dari9tahun. Pada tahun 1969sebuah keluargadiNewMexicodilaporkan telahteracuni olehmerkuriorganikyang hadir dalambutirbenih yang dijadikan sebagai pakan babiyang kemudiandisembelihuntuk dijadikan sebagai makanan. Pada tahun 2009, 2orangdinegaraEkiti, dan5 orangdiOsun, Nigeriadilaporkanterbunuh olehpestisida be

Massiha et al. (2011) mengemukakan data dari EPA 2005 mengenai pestisida dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT), asam 2,4 Dichlorophenoxyacetic (2,4-D) dan asam 2,4,5-trichlorophenoxyacetic (2,4,5-T), plasticizer, pentachlorophenol, dan polychlorinated biphenyls, merupakan contoh senyawa aromatik terhalogenasi. Stabilitas dan toksisitas mereka memprihatinkan racunyang terkandungdalam biji-bijianyang dikonsumsi oleh mereka.


(62)

(WHO) menunjukkan bahwa hanya 2-3% dari pestisida kimia terapan secara efektif digunakan untuk mencegah, mengendalikan dan membunuh hama, sedangkan sisanya tetap di tanah. Sehingga, permukaan tanah yang mengandung residu pestisida menyebabkan toksisitas pada lingkungan sekitarnya, oleh karena ituharus dicari cara untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan cemaran dari kontaminasi residu pestisida sehingga tidak sampai menimbulkan berbagai macam kerugian baik dalam bidang kesehatan dan lingkungan. Salah satu cara yang dianggap efektif untuk diterapkan adalah bioremediasi oleh agen-agen biologis yang mampu mendegradasi residu pestisida tersebut (biodegradasi).

2.3. Insektisida Karbofuran

Insektisida karbofuran merupakan insektisida sistemik yang dikenal dengan nama dagang seperti Furadan 3G©, Curater 3G©, atau Gemafur© dengan kadar bahan aktif karbofuran sebesar 3-5%. Aplikasinya biasanya dilakukan dengan memasukkannya ke dalam tanah saat penanaman atau dengan cara menaburkan pada tanah (Tamin et al. 1996). Karbofuran (2,3-dihydro-2,2-dimethyl-7-benzofuranylmethylcarbamat) berspektrum luas untuk pengendalian hama pada tanaman padi, jagung, jeruk, alfalfa dan tembakau (Bonner et al. 2005; Tobin, 1970; Tejada et al. 1990; FAO, 1997).

Karbamat merupakan insektisida yang bersifat sistemik dan berspektrum luas sebagai nematosida dan akarisida. Golongan karbamat pertama kali disintesis

Gambar 1. Struktur Karbofuran (Trotter et al.1991)


(63)

bersifat sangat toksik pada unggas dengan kisaran nilai LD50 sebesar 0,37-6,0 mg/kg BB tergantung pada masing-masing spesies unggas (Iesce et al. 2006; Ipcsintox, 1985). Unggas umumnya sangat peka terhadap karbofuran melalui kontak langsung baik melalui penyemprotan (spraying), menelan granul karbofuran, minuman tercemar dan memakan serangga yang mati akibat karbofuran (Indraningsih, 2008). Karbofuran bersifat racun pada binatang menyusui dan dapat melindungi tanaman dari serangga selama 21 hari, dan yang efektif terpakai hanya sekitar sepertiga dari jumlah yang diaplikasikan (Tamin et al. 1996).

Karakteristik dari pestisida turunan karbamat adalah memiliki sifat polaritas yang tinggi, mudah larut di air dan tidak stabil terhadap panas (thermal instability). Karakteristik itulah yang menyebabkan pestisida turunan karbamat memiliki sifat toksik yang akut. Secara kimia, pestisida karbamat merupakan kelompok ester dan karbamat serta senyawa organik turunan dari asam karbamat. Kelompok pestisida ini dapat dibagi ke dalam jenis benzimidazole, metil, N-fenil dan thiokarbamat. Karbamat adalah inhibitor dari enzim AchE (asetilkolinesterase) dan merupakan senyawa yang menyebabkan kasus keracunan di lingkungan masyarakat (Porto et al. 2012).

Sifat kimiawi dan fisik insektisida seperti kelarutan, polaritas, volatilitas dan stabilitas merupakan faktor penentu jalur dan laju degradasi insektisida (Fushiwaki & Urano, 2001). Berbagai teknik reduksi residu/cemaran insektisida dalam produk pangan dan lingkungan telah berkembang melalui berbagai metode. Umumnya metoda pengurangan residu/cemaran insektisida dibagi dalam tiga kelompok yaitu secara fisik (pemanasan dan penguapan), kimia dan biologi (Indraningsih, 2008).

2.4. Bioremediasi

Bioremediasiadalah teknikpembersihan polutan dilingkungan dengan menggunakan agen biologis seperti bakteri ataupun tanaman. Bioremediasimerupakanalternatif yang lebih baik dibandingkanmetodekimia


(64)

yaitulebih murahdanselektifdalam mendegradasi totalpolutanorganik(Alexander, 1999).

Penggunaanmikroorganismedalam

degradasidandetoksifikasibahanxenobiotikberacun, terutamapestisida, merupakancara yang efisienuntukdekontaminasiwilayahlingkungan tercemar. Tujuan daribioremediasiadalah untuk mengubahpolutanorganik atau polutan metabolitberbahayatermineralisasimenjadi karbon dioksidadan air (Alexander,

1999; Mohammed, 2009). Bioremediasi

melibatkanpengkondisiandilingkungantercemarsehinggamikroorganismeyang sesuaiberkembang danmelaksanakankegiatanmetabolismeuntuk detoksifikasikontaminan(Singh & Walker, 2006).Remediasitanahmenggunakan gabungandarimikroorganismeseperti bakteri, jamurdanactinomycetes, yang diketahuiefektif dalambiodegradasipestisida (Massiha et al. 2011).

2.5. Biodegradasi Karbofuran

Biodegradasi merupakan proses penguraian suatu senyawa organik yang berlangusng secara alami dengan bantuan mikroorganime dan menghasilkan produk metabolisme akhir berupa air, karbondioksida, senyawa oksidasi dan biomassa. Proses biodegradasi merupakan salah satu oksidasi dasar, dimana enzim bakteri mengkatalisis penempatan oksigen ke dalam senyawa hidrokarbon, sehingga molekul dapat digunakan dalam metabolisme seluler. Beberapa molekul didegradasi secara lengkap menjadi CO2 dan H2

Biodegradasi sempurna dari pestisida melibatkan proses oksidasi dari senyawa utama membentuk karbondioksida dan air. Proses ini menyediakan karbon dan energi untuk pertumbuhan dan reproduksi mikroba. Setiap tahapan degradasi dikatalis oleh enzim spesifik yang diproduksi melalui sekresi sel atau enzim yang ada pada lingkungan eksternal sel. Degradasi pestisida melalui salah satu enzim eksternal atau internal akan berhenti pada tahapan tertentu jika tidak terdapat enzim yang tepat untuk mendegradasinya. Ketidaktersediaan enzim yang tepat merupakan salah satu alasan mengapa suatu pestisida dapat bertahan lama (persisten) di dalam tanah. Jika mikroorganisme yang sesuai tidak ada di dalam O, sedangkan yang lain diubah dan digabungkan menjadi biomassa (Sarbini, 2012).


(65)

untuk meningkatkan aktivitas atau kemampuan mikroorganisme yang sudah ada dalam mendegradasi pestisida (Singh, 2008).

Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim. Selain menghasilkan enzim beberapa mikroorganisme juga berpotensi dalam menghasilkan bioemulsifier atau biosurfaktan sebagai produk metabolit sekunder dalam fase pertumbuhannya. Biosurfaktan ini berfungsi dalam meningkatkan kelarutan substrat (senyawa hidrokarbon) dalam fase cair untuk lebih mudah dikonsumsi oleh mikroorganisme tersebut. Beberapa jenis bakteri (Imycobacterium, Pseodomonas, Bacillus) menghasilkan biosurfaktan dan juga enzim seperti dioxygenase, dihydrogenase dalam pemutusan rantai oksigen dan hidrogen (Sarbini, 2012).

Degradasi karbofuran pada tanah juga terjadi karena pH yang tinggi, tanah yang mengandung pasir, kelembaban tanah sangat tinggi, dan biodegradasi oleh bakteri (Sing, 1996). Venkateswarlu et al. (1977) menemukan bahwa karbofuran yang terdapat dalam tanah yang tergenang air akan lebih cepat terdegradasi dibandingkan dengan di dalam tanah yang tidak tergenang air. Mikroorganisme berperan dalam proses degradasi karbofuran dalam tanah terutama tanah yang bersifat asam atau netral.

Kondisi lingkungan basa yang biasanya terdapat pada lahan sawah, dan hasil hidrolisisnya juga mengalami degradasi dengan cepat. Degradasi insektisida dapat dipercepat dengan proses gabungan antara fisika (sinar matahari) dan biologi (mikroorganisme). Degradasi mikroba dapat berlangsung pada masing-masing jenis pestisida. Pada keadaan tertentu populasi mikroba (Pseudomonas spp.) digunakan untuk melakukan proses degradasi karbofuran, tetapi tidak efisien untuk mendegradasi produk hidrolisis (metabolit) karbofuran yang dikenal sebagai karbofuran fenol (Mabury et al. 1996). Beberapa Actinomycetes, jamur dan bakteri lainnya dilaporkan dapat melangsungkan proses biodegradasi terhadap karbamat seperti bensulfuron metil melalui proses oksidasi dan hidrolisis sekaligus. Tiobenkarb dapat mengalami biodegradasi pada kondisi anaerob dalam


(1)

VIABILITY AND CAPABILITY OF IMMOBILIZED BACTERIA PRODUCE BIOSURFACTANT TO DEGRADE PESTICIDE WITH

CARBOFURAN AS ACTIVE COMPUND

ABSTRACT

Application of pesticides especially in developing countries, on the agricultural sector has become a common thing. Pesticides widely used is a synthetic pesticide that has a negative impact on the environment, such as causing pollution and the accumulation of pesticide residues, which finally goes into the food chain. Research to determine the viability of the immobilized biosurfactant producing bacteria and its ability to degrade pesticides has been carried out. This study used Pseudomonas aeruginosa and Pseudomonas aeruginosa Strain M 111, collections of the Laboratory of Microbiology, Faculty Mathematics and Natural Sciences, University of Sumatera Utara. Those bacteria were immobilized on two different types of immobilizing materials, alginate and polyurethane foam (PUF). The result showed that both immobilizing materials have higt effectiveness (97.97% in alginate and 93.24% in PUF). Bacterial viability analysis showed that the bacteria immobilized with alginate was better than that of the polyurethane during 15 days of incubation at ambient temperature. However, for application on the Busnel Hass Broth (BHB) containing carbofuran as the sole carbon source, the bacteria immobilized using PUF have better viability than that in alginate. Macroscopic observation showed that alginate capsules tended to disolve during 15-day incubation period. Analysis of carbofuran residue using Hight Performance Liquid Chromatography (HPLC) indicated that both isolates immobilized with alginate have able to degrade carbofuran completely (initial concentration of 41,36 ppm) during 5 days of incubation and bacteria immobilized with PUF were able to degrade carbofuran completely during 15 days of incubation.


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Gambar ix

Daftar Tabel x

Daftar Lampiran xi

BAB 1. Pendahuluan 1

1.1. Latar Belakang 2

1.2.Permasalahan 2

1.3. Tujuan Penelitian 2

1.4. Hipotesis 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

BAB 2. Tinjaun Pustaka 4

2.1. Pestisida

2.2. Pestisida Sebagai Pencemar Lingkungan 4

2.3. Insektisida Karbofuran 6

2.4. Bioremediasi 7

2.5. Biodegradasi Karbofuran 8

2.6. Immobilisasi Bakteri 12

2.7. Matriks Pembawa 14

BAB 3. Metode Penelitian 15

3.1. Waktu dan Tempat 15

3.2. Alat dan Bahan 15

3.3. Prosedur Penelitian 15

3.3.1. Persiapan Kultur Bakteri dan

Pemeriksaan Kemurnian Kultur 15

3.3.2. Pembuatan suspensi 16

3.3.3. Imobilisasi Bakteri 16

3.3.4. Efektifitas Imobilisasi 16

3.3.5. Uji Viabilitas Bakteri Setelah Imobilisasi 17 Dan Pengaplikasian pada Media Uji

3.3.6. Uji Aktifitas Biosurfaktan 18 3.3.7. Uji Kemampuan Bakteri Terimobilisasi

Dalam Mendegradasi Pestisida Secara In-vitro 18 3.3.8. Pengamatan Distribusi dan Penempelan 19

Bakteri Pada Bahan Penyalut


(3)

BAB 4. Hasil dan Pembahasan 20 4.1. Imobilisasi Bakteri Menggunakan Alginat 20 danPolyurethane Foam

4.2. Viabilitas Bakteri Terimobilisasi 26

4.3. Aktifitas Biosurfaktan 29

4.4. Pertumbuhan Bakteri Pada Media 31

Uji BHB + 4% Pestisida Berbahan Aktif Karbofuran

4.5. Potensi Bakteri Dalam Mendegradasi 33 Pestisida Berbahan Aktif Karbofuran

BAB 5. Kesimpulan dan Saran 37

5.1. Kesimpulan 37

5.2. Saran 37

Daftar Pustaka 38

Lampiran 47


(4)

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Struktur karbofuran

Skema jalur degradasi karbofuran

Struktur satuan pengulangan asam alginat

Mikrograf bahan penyalut menggunakan mikroskopstereo pencahayaan atas. a) Kapsul alginat untuk isolat Pseudomonas aeruginosa, b) Kapsul alginat untuk isolat Pseudomonas aeruginosa Strain M 111 c) Polyurethane Foam untuk isolat Pseudomonas aeruginosa dan d) Polyurethane Foam untuk isolat Pseudomonas aeruginosa Strain M 111

Mikrograf SEM pada tampak permukaan dan bagian dalam bahan penyalut. a) permukaan luar kapsul alginat bakteri P. aeruginosa, b) permukaan dalam kapsul alginat bateri P. aeruginosa, c) permukaan luar PUF bakteri P. aeruginosa, permukaan dalam PUF P. aeruginosa, d) permukaan luar kapsul alginat bakteri P. aeruginosa Strain M111, e) permukaan dalam kapsul alginat bateri bakteri P. aeruginosa Strain M111, g) permukaan luar PUF bakteri bakteri P. aeruginosa Strain M111 dan f) permukaan dalam PUF bakteri bakteri P. aeruginosa Strain M111

Efektifitas imobilisasi bakteri menggunakan bahan penyalut alginat dan polyurethane foam

Viabilitas bakteri terimobilisasi pada (a) kapsul alginat dan (b) Polyurethane Foam (PUF)

Viabilitas bakteri terimobilisasi pada (a) kapsul alginat dan (b) Polyurethane Foam (PUF) pada media uji BHB + 4% pestisida berbahan aktif karbofuran selama 15 hari masa inkubasi

Aktifitas Biosurfaktan selama 15 hari masa inkubasi Profil pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas aeruginosa Strain M111 a). sel bebas bakteri (Kontrol +) pada media uji BHB + 4% pestisida berbahan aktif karbofuran masa inkubasi 15 hari b). sel bakteri yang release dari polyurethane foam pada media uji BHB + 4% pestisida berbahan aktif karbofuran masa inkubasi 15 hari dan c). bakteri yang release dari alginat pada media uji BHB + 4% pestisida berbahan aktif karbofuran masa inkubasi 15 hari

Residu karbofuran selama 15 hari masa inkubasi

6 11 14 21 22 25 26 28 30 32 33 Halaman ix


(5)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Karakteristik morfologi kapsul alginat 20

danPolturethane Foam


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1.

Lampiran 2.

Lampiran 3. Lampiran 4.

Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7.

Lampiran 8.

Lampiran 9. Lampiran 10.

Lampiran 11.

Diagram Alir Penelitian

Persiapan Kultur Bakteri dan Pemeriksaan Kemurnian Kultur

Pembuatan Suspensi Sel Bakteri

Imobilisasi dengan Menggunakan Polyurethane Foam (PUF)

Imobilisasi dengan Menggunakan Alginat Uji Viabilitas Bakteri Setelah Imobilisasi

Uji Aktifitas Biosurfaktan Metode Drop Collapsing Test (Jain et al. 1991) yang Dimodifikasi

Uji Kemampuan Bakteri Terimobilisasi Dalam Mendegradasi Pestisida Secara In-Vitro

Pengamatan Penempelan Bakteri Pada Bahan Penyalut Konsentrasi Residu Karbofuran Selama 15 Hari Masa Inkubasi

Lembaran Hasil Uji Residu Pestisida

47 48

49 49

50 50 51

52

53 54

55