Perlindungan Hukum Terhadap Saksi Instrumenter Dalam Akta Notaris yang Aktanya Menjadi Objek Perkara Pidana di Pengadilan

30

BAB II
KEDUDUKAN SAKSI INSTRUMENTER DALAM AKTA NOTARIS
A. Sejarah Perkembangan Notaris
Sejarah dari lembaga Notariat yang dikenal sekarang ini dimulai dari abad ke11 atau ke-12 di daerah pusat perdagangan yang sangat berkuasa pada zaman itu di
Italia Utara. Daerah inilah yang merupakan tempat asal dari Notariat yang dinamakan
“Latijnse Notariaat” dan yang tanda-tandanya tercermin dari diri Notaris yang
diangkat oleh penguasa umum untuk kepentingan masyarakat umum dan menerima
uang jasanya (honorarium) dari masyarakat umum pula. Dengan demikian “Latijnse
Notariaat” tidak berasal dari Romawi Kuno, akan tetapi justru dinamakan demikian
berdasarkan kenyataan bahwa lembaga notariat sendiri meluaskan dirinya di Italia
Utara.
Nama “Notariat” sendiri berasal dari nama pengabdinya, yakni dari nama
“Notarius” yang menandakan suatu golongan orang-orang yang melakukan suatu
bentuk pekerjaan tulis-menulis tertentu, akan tetapi yang dinamakan Notaris
terdahulu tidak sama dengan Notaris yang dikenal sekarang.
Pendapat lain mengatakan bahwa kata Notaris berasal dari kata “Nota
Literaria”. Pertama kali kata “notarii” diberikan kepada orang-orang yang
pekerjaannya mencatat atau menuliskan pidato yang diucapkan dahulu oleh “CATO
(de Oudere)” dalam senat romawi dengan mempergunakan “abrevation” (tanda-tanda


30

Universitas Sumatera Utara

31

kependekan isi materi/resume) atau “characters” dalam dunia jurnalis disebut
“stenographic”.55
Arti dari nama Notaris secara lambat laun berubah dari artinya semula. Dalam
abad ke-2 dan ke-3 sesudah Masehi dan bahkan jauh dari sebelumnya, sewaktu nama
atau title itu dikenal secara umum, yang dinamakan para Notarii tidak lain adalah
orang-orang yang memiliki keahlian untuk mempergunakan suatu bentuk tulisan
cepat di dalam menjalankan pekerjaan mereka yang pada hakekatnya mereka itu
dapat disamakan dengan yang dikenal sekarang ini sebagai Stenografen.56
Pejabat-pejabat yang dinamakan Notarii ini merupakan pejabat-pejabat yang
menjalankan tugas untuk Pemerintah dan tidak melayani publik (umum), yang
melayani publik dinamakan “Tabelliones”.57 Sepanjang mengenai pekerjaannya,
mereka mempunyai beberapa persamaan dengan para pengabdi dari Notariat, oleh
karena mereka adalah orang-orang yang ditugaskan bagi kepentingan masyarakat

umum untuk membuat akta-akta dan lain-lain surat, walaupun jabatan atau
kedudukannya itu tidak mempunyai sifat kepegawaian dan tidak ditunjuk atau
diangkat oleh kekuasaan umum untuk melakukan sesuatu formalitas yang ditentukan
oleh undang-undang.58

55
A.A.Andi Prajitno, Apa dan Siapa Notaris Di Indonesia, cet 1, (Surabaya: Putra Media
Nusantara, 2010), hal. 9
56
G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit., hal. 6
57
R. Soegondo Notodisoerjo, Op.Cit., hal. 13
58
G.H.S Lumban Tobing, Op.cit., hal. 7

Universitas Sumatera Utara

32

Berdasarkan kenyataannya, bahwa akta-akta atau surat-surat yang dibuat oleh

Tabelliones ini tidak mempunyai kekuatan autentik, sehingga akta-akta atau suratsurat tersebut hanya mempunyai kekuatan seperti akta yang dibuat di bawah tangan.
Kekuatan pembuktian dari akta yang dibuat oleh para tabelliones pada hakekatnya
jauh tertinggal dari yang dibuat di hadapan yang berwajib.
Disamping para tabelliones, masih terdapat satu golongan orang-orang yang
juga menguasai teknik menulis, mereka dinamakan Tabularii. Mereka ini termasuk ke
dalam pegawai-pegawai yang ditugaskan untuk memegang dan mengerjakan bukubuku dari keuangan kota-kota serta mengadakan pengawasan terhadap administrasi
dari magistrart kota. Mereka juga ditugaskan untuk menyimpan surat-surat
(dokumen-dokumen) bahkan diberikan wewenang juga untuk membuat akta.59
Pada dasarnya dalam dunia Notaris, terdapat perundang-undangan yang
digunakan dalam pelaksanaan jabatan Notaris, yang diantaranya adalah Peraturan
Jabatan Notaris (Notaris Reglement-Stbl. 1860-3), yang sekarang ini telah berumur
kurang lebih 120 tahun, sebagai pengganti dari “Instructie voor notarissen in
Indonesia” (Stbl. 1822 11).60 Pada tahun 1620 telah diangkat Notaris pertama di
Indonesia yang bernama Melchior Kerchem.61
1.

Sejarah Notaris di Indonesia
Lembaga Notaris masuk ke Indonesia pada permulaan abad ke-17 dengan

beradanya Vereenigde Oost Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia. Jan Pieterszoon

59

R. Soegondo Notodisoerjo, Op.cit., hal. 14
G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit., hal. 1
61
Habib Adjie. Op.Cit., hal. 4

60

Universitas Sumatera Utara

33

Coen sebagai Gubernur Jenderal di Jakarta antara tahun 1617 sampai 1629, untuk
keperluan para penduduk dan para pedagang di Jakarta menganggap perlu
mengangkat seorang Notaris yang disebut Notarium Publicum, sejak tanggal 27
Agustus 1620, mengangkat Melchoir Kerchem, sebagai Sekertaris College van
Schepenen (Urusan Perkapalan Kota) di Jakarta untuk merangkap sebagai Notaris
yang berkedudukan di Jakarta.
Instruksi mengenai tugas dan wewenangnya dicantumkan dalam surat

pengangkatannya yang isinya bahwa ia ditugaskan menjabat sebagai Notarium
Publicus dalam wilayah Kota Jakarta dan untuk kepentingan publik di wilayah itu
membuat akta-akta, surat-surat dan lainnya serta mengeluarkan salinan-salinannya.
Setelah pengangkatan Melchior Kerchem sebagai Notaris dalam tahun 1620,
jumlah Notaris terus bertambah, walaupun lambat, yang disesuaikan menurut
kebutuhan waktu itu. Dalam tahun 1650 ditentukan, bahwa di Batavia akan diadakan
hanya 2 orang Notaris dan untuk menandakan bahwa jumlah ini telah mencukupi,
dikeluarkan bersamaan dengan itu ketentuan bahwa para “Prokureur” dilarang untuk
mencampuri pekerjaan Notaris. Hal ini dimaksudkan agar dengan cara demikian
masing-masing golongan dapat memperoleh penghasilan secara adil.
Pada tahun 1654 jumlah Notaris di Batavia ditambah lagi menjadi 3 orang dan
kemudian pada tahun 1751 jumlah ini menjadi 5 dengan ditentukan bahwa 4 dari
padanya harus bertempat tinggal di dalam Kota, yakni 2 di daerah bagian Barat dan 2
di bagian Timur, sedangkan satu orang lagi harus tinggal di luar kota.

Universitas Sumatera Utara

34

Pada tahun 1949 melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dilaksanakan

di Den Haag, Nederland, terjadi Penyerahan Kedaulatan dari Pemerintahan Belanda
kepada Republik Indonesia Serikat untuk seluruh wilayah Indonesia kecuali Irian
Barat. Adanya penyerahan kedaulatan tersebut, membawa akibat kepada status
Notaris berkewarganegaraan Belanda yang ada di Indonesia, harus meninggalkan
jabatannya. Dengan demikian terjadi kekosongan Notaris di Indonesia dan untuk
mengisi kekosongan tersebut, sesuai dengan kewenangan yang ada pada Menteri
Kehakiman Republik Indonesia Serikat dari tahun 1049 sampai dengan tahun 1954,
menetapkan dan mengangkat Wakil Notaris untuk menjalankan tugas Jabatan Notaris
dan menerima protokol yang berasal dari Notaris yang berkewarganegaraan Belanda.
Pemerintah Republik Indonesia selanjutnya mengeluarkan Undang-undang
Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara. Dalam
Pasal 2 ayat (1) Undang-undang tersebut menegaskan bahwa dalam hal Notaris tidak
ada, Menteri Kehakiman dapat menunjuk seorang yang diwajibkan menjalankan
pekerjaan-pekerjaan Notaris. Mereka yang ditunjuk dengan kewajiban tersebut dalam
pasal ini disebut sebagai Wakil Notaris. Sementara di Pasal 2 ayat (2) menegaskan
bahwa sembari menunggu ketetapan dari Menteri Kehakiman, Ketua Pengadilan
Negeri dapat menunjuk seorang untuk sementara menjalankan kewajiban yang
disebut sebagai Wakil Notaris Sementara.
Pada tahun 2004 diundangkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris atau disebut UUJN pada tanggal 6 Oktober 2004. Pada Pasal 91

UUJN telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi :

Universitas Sumatera Utara

35

a. Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia (Stbl. 1860: 3) sebagaimana
telah diubah terakhir dalam Lembaran Negara 1954 Nomor 101
b. Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris
c. Undang-undang Nomor 33 Tahun 1954
d. Pasal 54 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
e. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949. Tentang Sumpah/janji Jabatan
Notaris
Dengan adanya UUJN tersebut, telah terjadi pembaharuan dan pengaturan
kembali secara menyeluruh dalam satu undang-undang yang mengatur Jabatan
Notaris sehingga dapat tercipta suatu unifikasi hukum yang berlaku untuk semua
penduduk di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
2. Pengertian dan Wewenang Notaris
Notaris adalah pejabat umum yang diangkat oleh Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia (selanjutnya disebut Menteri Hukum dan HAM) yang mempunyai
kewenangan secara atributif62 untuk membuat akta autentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh para pihak yang berkepentingan. Melalui

62

Kewenangan Atributif yaitu pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu
ketentuan dalam peraturan perundangundangan. Lihat dalam http://repository.usu.ac.id
/bitstream/123456789/49076/3/Chapter%20II.pdf. Diakses pada tanggal 30 September 2016, pukul:
13.42 WIB

Universitas Sumatera Utara

36

akta yang dibuatnya, Notaris harus dapat memberikan kepastian hukum kepada
masyarakat yang menggunakan jasa Notaris.
Dalam Pasal 2 Undang-undang Jabatan Notaris disebutkan bahwa Notaris
diangkat dan diberhentikan oleh Menteri, sedangkan untuk dapat diangkat sebagai
Notaris harus dipenuhi persyaratan dalam Pasal 3 UUJN, antara lain :

1. warga negara Indonesia;
2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
3. berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh tahun);
4. sehat jasmani dan rohani;
5. berijasah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;
6. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan

Notaris dalam waktu 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut pada kantor
notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah
lulus strata dua kenotariatan
7. tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat atau tidak

sedang memangku jabatan lain yang oleh Undang-Undang dilarang untuk
dirangkap dengan jabatan Notaris.
Secara yuridis, pengertian Notaris tercantum dalam peraturan perundangundangan sebagai berikut :
1. Staatsblad 1860 Nomor 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia
(Reglement op het Notaris-ambt in Indonesie).

Universitas Sumatera Utara


37

Di dalam Pasal 1 Staatsblad 1860 Nomor 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris
di Indonesia, telah dirumuskan pengertian sebagai berikut :
“Para Notaris adalah pejabat-pejabat umum, khususnya berwenang untuk
membuat akta-akta autentik mengenai semua perbuatan, persetujuan dan
ketetapan-ketetapan yang untuk itu diperintahkan oleh suatu undang-undang
umum atau yang dikehendaki oleh orang-orang yang berkepentingan, yang
akan terbukti dengan tulisan autentik, menjamin hari dan tanggalnya,
menyimpan akta-akta dan mengeluarkan grosse-grosse, salinan-salinan dan
kutipan-kutipannya; semuanya itu sejauh pembuatan akta-akta tersebut oleh
suatu undang-undang umum tidak juga ditugaskan atau diserahkan kepada
pejabat-pejabat atau orang-orang lain.”
2. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Pengertian Notaris tercantum dalam Pasal 1 angka 1, yang berbunyi :
“Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau
berdasarkan undang-undang lainnya.
Secara umum dapat disimpulkan, yang dimaksud dengan Notaris adalah
Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik mengenai semua

perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan
Perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam suatu akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
menyimpan akta, memberikan grosse salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang

Universitas Sumatera Utara

38

pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau
orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
Menurut Abdul Kadir Muhammad,63 Notaris dalam menjalankan tugas dan
jabatannya harus bertanggung jawab, artinya :
1. Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar. Artinya
akta yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan pihak
berkepentingan karena jabatannya.
2. Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu. Artinya akta yang
dibuatnya itu sesuai dengan aturan hukum dan kehendak para pihak yang
berkepentingan dalam arti sebenarnya, bukan mengada-ada. Notaris
menjelaskan kepada pihak yang berkepentingan kebenaran isi dan prosedur
akta yang dibuatnya itu.
3. Berdampak positif, artinya siapapun akan mengakui akta Notaris itu
mempunyai kekuatan bukti sempurna.
Tugas Notaris adalah mengkonstantir hubungan hukum antara para pihak
dalam bentuk tertulis dan format tertentu, sehingga merupakan suatu akta autentik.
Notaris adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum.64

63

Abdul Kadir Muhammad, Dalam Buku Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan
Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2009), hal. 49.
64
Tan Thong Kie, Studi Notariat, Serba-serbi Praktek Notaris, Buku I (Jakarta: PT Ichtiar
Baru Van Hoeve, 2000), hal. 159

Universitas Sumatera Utara

39

Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berpedoman pada Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris (UUJN), dan peraturan perundang-undangan yang terkait
lainnya. UUJN dan peraturan perundang-undangan tersebut juga sekaligus menjadi
acuan bagi Notaris agar dapat melaksanakan fungsi dan perannya dengan baik dan
benar.
Notaris mempunyai kedudukan dan peran yang sangat penting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, karena mempunyai kewenangan yang telah
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.65
Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan
kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
mengatur jabatan yang bersangkutan.66 Dengan demikian setiap wewenang ada
batasannya sebagaimana yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang
mengaturnya. Wewenang Notaris terbatas sebagaimana peraturan perundangundangan yang mengatur jabatan Pejabat yang bersangkutan.
Notaris sebagai pejabat publik mempunyai karakteristik sebagai berikut: 67
a. Sebagai Jabatan
UUJN merupakan unifikasi dibidang pengaturan jabatan Notaris, artinya satusatunya aturan hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur Jabatan
65

Salim. HS, Teknik Pembuatan Akta Satu, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hal. 47
Habib Adjie, Op.Cit., hal. 77
67
Ibid., hal. 15
66

Universitas Sumatera Utara

40

Notaris di Indonesia, sehingga segala hal yang berkaitan dengan Notaris di
Indonesia harus mengacu kepada UUJN. Jabatan Notaris merupakan suatu
lembaga yang diciptakan oleh Negara. Menempatkan Notaris sebagai jabatan
merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan
hukum untuk keperluan dan kewenangan tertentu serta sifat berkesinambungan
sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap.
Menurut E. Utrecht,68 bahwa jabatan (ambt) ialah suatu lingkungan pekerjaan
tetap (kring van vaste werkzaamheden) yang diadakan dan dilakukan guna
kepentingan Negara (kepentingan umum). Selanjutnya69 dikemukakan pula
bahwa yang dimaksud dengan “lingkungan pekerjaan tetap: adalah suatu
lingkungan pekerjaan yang sebanyak-banyaknya dapat dinyatakan dengan tepatteliti (zoveel mogelijk nauwkeurig omsschreven) dan yang bersifat “duurzam”
(tidak dapat diubah begitu saja)
b. Notaris mempunyai kewenangan tertentu
Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus dilandasi aturan
hukumnya sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik dan tidak
bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Dengan demikian, jika seorang
pejabat (Notaris) melakukan tindakan diluar wewenang yang telah ditentukan,
dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang.

68

Utrecht, E. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Cetakan Keenam, (Jakarta:
Ichtiar, 1963), hal. 159
69
Utrecht, E. Ibid., hal. 160

Universitas Sumatera Utara

41

Wewenang notaris tercantum dalam UUJN Pasal 15 ayat (1), (2) dan (3).
Menurut Pasal 15 ayat (3) UUJN merupakan wewenang yang akan ditentukan
kemudian berdasarkan aturan hukum lain akan datang kemudian (ius
consituendum). Berkaitan dengan wewenang tersebut, jika Notaris melakukan
perbuatan di luar wewenangnya, maka produk atau akta Notaris tersebut tidak
mengikat secara hukum atau tidak dapat dilaksanakan. Pihak yang dirugikan oleh
tindakan Notaris tersebut, maka Notaris dapat digugat secara perdata ke
pengadilan negeri.
c. Diangkat dan diberhentikan oleh Pemerintah
Dalam UUJN Pasal 2 menentukan bahwa Notaris diangkat dan diberhentikan
oleh pemerintah, dalam hal ini menteri yang membidangi kenotariatan (Pasal 1
angka 14 UUJN). Notaris meskipun secara administratif diangkat dan
diberhentikan oleh pemerintah, tidak berarti Notaris menjadi subordinasi
(bawahan) dari yang mengangkatnya. Dengan demikian Notaris menjalankan
tugas jabatannya bersifat mandiri, tidak memihak siapa pun, tidak tergantung
siapa pun (independent), yang dalam menjalankan tugas jabatannya tidak dapat
dicampuri oleh pihak yang mengangkatnya atau oleh pihak lain.
d. Tidak menerima gaji atau pensiun dari yang mengangkatnya
Notaris walaupun diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah tetapi tidak
menerima gaji dan pensiun dari pemerintah. Notaris hanya menerima honorarium

Universitas Sumatera Utara

42

dari masyarakat yang telah dilayaninya atau dapat memberikan pelayanan cumacuma untuk mereka yang tidak mampu.
e. Akuntabilitas atas pekerjaannya kepada masyarakat
Kehadiran Notaris untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan
dokumen hukum (akta autentik) dalam bidang hukum perdata, sehingga Notaris
mempunyai tanggung jawab untuk melayani masyarakat yang dapat menggugat
secara perdata, menuntut biaya, ganti rugi, dan bunga jika ternyata akta tersebut
dapat dibuktikan dibuat tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Wewenang yang diperoleh suatu jabatan mempunyai sumber asalnya. Dalam
hukum administrasi, wewenang bisa diperoleh secara Atribusi, Delegasi atau
mandate. Wewenang secara Atribusi adalah pemberian wewenang yang baru kepada
suatu jabatan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan atau aturan hukum.
Wewenang secara Delegasi merupakan pemindahan/pengalihan wewenang yang ada
berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan atau aturan hukum. Sedangkan
wewenang secara Mandat sebenarnya bukan pengalihan atau pemindahan wewenang,
tetapi karena yang berkompeten berhalangan.70
Menurut Ateng Syafrudin, pengertian kewenangan yaitu :
“Ada perbedaan antara pengertian kewenangan dan wewenang. Kewenangan
adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari
kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang, sedangkan wewenang hanya
mengenai suatu “onderdeel” (bagian) tertentu saja dari kewenangan. Di dalam
kewenangan terdapat wewenang-wewenang yang merupakan lingkup
70

Ibid. hal. 78

Universitas Sumatera Utara

43

tindakan hukum publik, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya
meliputi wewenang membuat keputusan pemerintah, tetapi meliputi
wewenang dalam rangka pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang serta
distribusi wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundangundangan.”71
Ateng Syafrudin tidak hanya menyajikan konsep tentang kewenangan, tetapi
juga tentang wewenang. Unsur-unsur yang tercantum dalam kewenangan, meliputi :
1. Adanya kekuasaan formal, dan
2. Kekuasaan diberikan oleh undang-undang
H.D. Stoud, menyajikan pengertian tentang kewenangan, yaitu :
“Keseluruhan

aturan-aturan

yang

berkenaan

dengan

perolehan

dan

penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik di dalam
hubungan hukum publik.”72
Wewenang utama dari Notaris adalah untuk membuat akta autentik. Otensitas
dari akta Notaris bersumber dari Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun
2014 Tentang Jabatan Notaris, dimana Notaris dijadikan sebagai pejabat umum,
sehingga dengan demikian akta yang dibuat oleh Notaris dalam kedudukannya
tersebut memperoleh sifat akta autentik seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 1868
KUHPerdata.73
Mengenai wewenang yang harus dimiliki oleh pejabat umum untuk membuat
suatu akta autentik, seorang Notaris hanya boleh melakukan atau menjalankan
71

Ateng Syafrudin, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan
Bertanggung Jawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, (Bandung: Universitas Parahyangan, 2000), hal. 22
72
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 110
73
G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit., hal. 48

Universitas Sumatera Utara

44

jabatannya di dalam seluruh daerah yang ditentukan baginya dan hanya di dalam
daerah hukum yang menjadi wewenangnya. Akta yang dibuat oleh seorang Notaris di
luar daerah hukum (daerah jabatannya) adalah tidak sah.
Wewenang Notaris ini meliputi 4 (empat) hal, yaitu:74
1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuatnya
2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang, untuk kepentingan
siapa akta itu dibuat
3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, di mana akta itu dibuat
4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.
Kewenangan Notaris dalam sistem hukum Indonesia cukup luas, tidak hanya
membuat akta autentik semata, tetapi juga termasuk kewenangan lainnya.
Kewenangan Notaris telah ditentukan dalam pasal 15 UUJN. Kewenangan itu,
yaitu:75
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

Membuat Akta autentik
Menjamin kepastian tanggal pembuatan akta
Menyimpan akta
Memberikan grosse
Membuat salinan akta
Membuat kutipan akta
Legalisasi akta di bawah tangan
Waarmeking
Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan
Pengesahan kecocokan fotocopi dengan surat aslinya
Penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta
Membuat akta pertanahan
74
75

G.H.S Lumban Tobing. Ibid., hal 49
Salim HS, Op. Cit., hal.50

Universitas Sumatera Utara

45

m. Membuat akta risalah lelang
n. Kewenangan lain yang diatur dalam perundang-undangan
Oleh karena itu kewenangan Notaris dalam Pasal 15 UUJN haruslah
dihubungkan dengan Pasal 1868 KUH Perdata, yaitu:76 akta harus dibuat oleh (door)
atau dihadapan (ten overstaan) seorang Pejabat Umum :
1. Akta harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan dalam undang-undang
2. Pejabat Umum oleh/atau di hadapan siapa akta dibuat harus mempunyai
wewenang untuk membuat akta yang bersangkutan.
Notaris tidak berwenang membuat akta untuk kepentingan dirinya sendiri
ataupun setiap orang yang ada hubungan sedarah, keluarga semenda dari Notaris itu
dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan
derajat ketiga. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya tindakan memihak dan
penyalahgunaan jabatan.77
B. Hak dan Kewajiban Saksi Instrumenter dalam Akta Notaris
1. Jenis-jenis dan Pengertian Saksi Notaris
Jenis-jenis saksi dalam akta Notaris yaitu Saksi Instrumenter (Instrumentaire
Getulgen) dan saksi Pengenal (Attesterend Getulgen). Saksi pengenal (Attestterend
Betulgen) adalah saksi yang bertugas untuk memperkenalkan para penghadap kepada
Notaris. Saksi Instrumenter (Intrumentaire Getulgen) adalah saksi yang bertugas

76

Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, cet 1, (Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2009), hal. 14
77
G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit., hal 50

Universitas Sumatera Utara

46

sepanjang mengenai akta partij, mereka harus hadir pada pembuatan akta tersebut,
dalam arti pembacaan dan penanda tanganan dari akta itu. Serta ikut menanda tangani
akta tersebut.78
Dalam setiap verlidjen (pembacaan dan penandatanganan) akta Notaris,
Notaris wajib menghadirkan 2 (dua) orang saksi akta. Dengan kehadiran saksi akta,
mereka dapat memberikan kesaksian bahwa formalitas-formalitas dalam pembuatan
akta yang ditentukan oleh undang-undang telah dipenuhi.
Peranan saksi akta Notaris dalam pembuatan akta sangatlah penting, sehingga
apabila keberadaan saksi akta ini tidak dipenuhi, maka berdasarkan Pasal 41 UUJN,
akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
Saksi adalah seseorang yang memberikan kesaksian, baik dengan lisan
maupun secara tertulis, yakni menerangkan apa yang ia saksikan sendiri, baik itu
berupa perbuatan atau tindakan dari orang lain atau suatu keadaan ataupun suatu
kejadian.
Pengertian saksi menurut Kamus Hukum adalah orang yang menyaksikan
sendiri suatu kejadian, orang yang memberikan penjelasan di dalam sidang
pengadilan untuk kepentingan semua para pihak yang terlibat di dalam perkara
terutama terdakwa dan pendakwa; orang yang dapat memberikan keterangan tentang

78

http://notariatundip2011.blogspot.co.id/2011/11/catatan-kuliah-peraturan-jabatan.html,
diakses pada tanggal 30 September 2016.

Universitas Sumatera Utara

47

segala sesuatu yang didengar, dilihat dan dialami sendiri untuk kepentingan
penyidikan, penuntutan dan peradilan mengenai suatu perkara pidana.79
Pasal 1 ayat (26) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
menyatakan bahwa, Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna
kepentingan penyidik, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.80 Saksi juga merupakan alat bukti
yang sah.
Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan
Korban, pada Pasal 1 menyatakan bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan
keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan
di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri, dan/atau ia alami sendiri.
Pentingnya saksi dalam suatu peristiwa hukum, sehingga dalam hukum acara
perdata, alat bukti saksi merupakan alat bukti yang berada dalam urutan kedua setelah
alat bukti surat (Pasal 1866 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).81 Bahkan dalam

79

Sudarsono, Kamus Hukum, Cet VI, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hal. 415
H.M.Kamaluddin Lubis, Hukum Pembuktian Pidana Dan Perdata Dalam Teori Dan
Praktek, (Medan: 1992), hal.18.
81
“Alat Bukti Terdiri Dari : Bukti Tulisan, Bukti dengan Saksi-Saksi, PersangkaanPersangkaan, Pengakuan, Sumpah, Segala Sesuatunya Dengan Mengindahkan Aturan-Aturan Yang
Ditetapkan Dalam Bab-Bab Yang Berikut”, Lihat Dalam Pasal 1866 KUHPerdata, R. Subekti dan
Tjitrosudibio, (Jakarta: Pradnya Paramita), hal. 475.
80

Universitas Sumatera Utara

48

hukum acara pidana, alat bukti saksi merupakan alat bukti utama (Pasal 184 Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana).82
Hukum acara perdata tidak menempatkan saksi sebagai alat bukti utama,
dikarenakan beberapa sebab, yaitu:83
a. manusia mudah lupa
b. ingatan manusia sangat terbatas
c. manusia suatu saat pasti meninggal, sehingga ada keterbatasan waktu.
Berdasarkan peranannya, saksi akta dapat bertindak sebagai saksi seperti yang
dimaksud dalam KUHAP tersebut mengingat saksi akta merupakan saksi yang secara
sengaja menyaksikan proses pembuatan akta Notaris.
Para saksi harus dikenal oleh Notaris atau identitas atau wewenang mereka
dinyatakan kepada Notaris oleh seorang atau lebih dari para penghadap. Kecuali
dalam hal-hal yang mana oleh KUHPerdata dituntut kedudukan khusus disebutkan
tersendiri mengenai saksi-saksi, maka diperkenankan sebagai saksi-saksi semua orang
yang menurut ketentuan dalam KUHPerdata cakap untuk memberikan kesaksian di
bawah sumpah di muka pengadilan, mengerti bahasa akta dan dapat menuliskan tanda
tangannya di dalam akta.
Menurut keadaannya, saksi dapat dibagi atas:84

82

“Alat Bukti yang sah ialah : keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan
keterangan terdakwa”, Lihat Dalam Pasal 184 KUHAP, Permata Press, 1981.
83
Hari Sasangka, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Perdata, Cet.I, (Bandung: Mandar
Maju, 2005), hal. 62.

Universitas Sumatera Utara

49

a. Saksi Kebetulan
Saksi Kebetulan yaitu saksi yang secara kebetulan melihat atau mengalami
sendiri peristiwa yang harus dibuktikan di muka Hakim.85 Hari Sasangka juga
berpendapat saksi kebetulan adalah saksi yang secara kebetulan melihat atau
mendengar atau mengalami sendiri tentang perbuatan atau peristiwa hukum
yang menjadi perkara.86
b. Saksi Sengaja
Saksi Sengaja yaitu Saksi yang pada waktu pembuatan atau peristiwa hukum
itu dibuat, sengaja telah diminta menyaksikannya. Akta-akta Notaris dengan
tidak mengurangi ketentuan yang telah ada atau yang akan ditetapkan
dikemudian hari, mengenai bentuk dari beberapa di antaranya dibuat di
hadapan Notaris, dengan dihadiri dua orang saksi. Dalam peresmian suatu
akta Notaris, dikenal 2 orang saksi, yaitu saksi kenal dan saksi instrumenter.87
c. Saksi A Charge dan Saksi A De Charge
Saksi a charge adalah saksi yang memberikan keterangan di dalam
persidangan, dimana keterangan yang diberikannya mendukung surat
dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (selanjutnya disebut JPU) atau
memberatkan terdakwa.88

84

Ibid., hal. 62.
R.Subekti, Op.Cit., hal. 37
86
Hari Sasangka, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana Untuk Mahasiswa Dan Praktisi,
(Bandung: Mandar Maju, 2005), hal. 62.
87
Tan Thong Kie, Op.Cit., hal. 647.
88
Darwan Prints, Hukum Acara Pidana dalam Praktik, (Jakarta: Djambatan, 1998). hal. 139.
85

Universitas Sumatera Utara

50

Saksi a de charge adalah saksi yang memberikan keterangan di dalam
persidangan, dimana keterangan yang diberikannya meringankan terdakwa
atau dapat dijadikan dasar bagi nota pembelaan (pledoi) dari terdakwa atau
penasehat hukumnya.89 Saksi yang meringankan atau saksi a de charge
merupakan saksi yang diajukan terdakwa dalam rangka melakukan pembelaan
atas dakwaan yang ditujukan pada dirinya. Hal ini dilandasi Pasal 65 KUHAP
yakni tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan
saksi atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan
keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.
Dalam Pasal 160 ayat (1) huruf c KUHAP, dijelaskan mengenai saksi A
Charge dan Saksi A De Charge, yang berbunyi:
“Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan
terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang
diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama
berlangsung sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang
wajib mendengar keterangan saksi tersebut.”90
d. Saksi Berantai
Saksi Berantai yaitu Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri
tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti
yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain
89
90

Darwan Prints, Op.Cit., hal. 139.
Pasal 160 ayat (1) huruf c, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Universitas Sumatera Utara

51

sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau
keadaan tertentu.
Saksi berantai tersebut juga diungkapkan oleh S.M. Amin, kesaksian berantai
ini ada 2 (dua) macam, yaitu:91
1.

Beberapa kesaksian oleh beberapa saksi, dalam satu perbuatan.

2.

Beberapa kesaksian oleh beberapa saksi, dalam beberapa perbuatan.

Kesaksian berantai adalah beberapa orang saksi yang memberikan keterangan
tentang suatu kejadian yang tidak bersamaan, asalkan berhubungan yang satu
dengan yang lain sedemikian rupa dan tidak dikenai unus testis nullus testis.92
e. Saksi Korban
Saksi Korban yaitu saksi yang dimintai keterangannya dalam suatu perkara
karena menjadi korban langsung dalam perkara tersebut. Korban adalah
seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental dan/atau kerugian
ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.93
f. Saksi Pelapor
Saksi pelapor yaitu orang yang memberikan kesaksian berdasarkan
laporannya tentang suatu peristiwa pidana baik yang ia lihat atau alami
sendiri, namun ia tidak harus menjadi korban dari peristiwa pidana tersebut.

91

S.M. Amin, Dalam Buku M.Kamaluddin Lubis, Op.Cit., hal. 29.
Hari Sasangka, Op.Cit., hal. 87.
93
Pasal 1 angka (2), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang perubahan UndangUndang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
92

Universitas Sumatera Utara

52

Dalam perkembangannya istilah saksi pelapor ini digunakan dengan istilah
whistleblower. Walaupun secara terjemahan harafiah dalam Bahasa Indonesia,
whistleblower adalah “peniup peluit”, namun istilah tersebut dimaksudkan
adalah orang-orang yang mengungkapkan fakta kepada publik. 94
2. Hak dan Kewajiban Saksi Akta dalam Akta Notaris
Hak dan kewajiban Notaris diatur dalam Pasal 16 UUJN. Hak dapat diartikan
sebagai kewenangan atau kekuasaan dari orang atau badan hukum untuk berbuat
sesuatu karena telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan atau kekuasaan
yang benar atas sesuatu atau menuntut sesuatu.95
Kekuasaan merupakan kemampuan atau kewenangan dari seseorang atau
badan hukum untuk mengurus atau menentukan sesuatu.96 Sedangkan kewajiban
dapat diartikan sebagai sesuatu yang harus dilaksanakan oleh orang atau badan
hukum atau Notaris di dalam melaksanakan kewenangannya.
Hak dan kewajiban seorang Notaris meliputi:97
1. Bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.
2. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian
dari Protokol Notaris
3. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap para minuta akta
4. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta atau kutipan akta berdasarkan minuta
akta
94

Irenrera Putri, Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Karyawan Notaris sebagai Saksi
Dalam Peresmian Akta, diakses dari http:/www.google.com/lib.ui.ac.id/file digital/131194-T, pada
tanggal 25 Juli 2016.
95
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1989), hal. 292.
96
Ibid., hal. 467.
97
Salim HS, Op.Cit., hal. 43-44.

Universitas Sumatera Utara

53

5. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini,
kecuali ada alasan untuk menolaknya
6. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala
keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji
jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain
7. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang
memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat
dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu
buku, dan mencatat jumlah minuta akta, bulan dan tahun pembuatannya pada
sampul setiap buku
8. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya
surat berharga
9. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu
pembuatan akta setiap bulan
10. Mengirimkan daftar akta atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke
pusat daftar wasiat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu
pertama setiap bulan berikutnya
11. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap
akhir bulan
12. Mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang Negara Republik
Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan
tempat kedudukan yang bersangkutan
13. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2
(dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan wasiat
di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi
dan Notaris
14. Menerima magang calon Notaris, dan
15. Kewajiban menyimpan minuta akta.
Dalam syarat pembuatan akta, Notaris harus menghadirkan saksi instrumenter
yang akan menyaksikan perbuatan hukum serta menandatangani akta setelah
dibacakan Notaris di hadapan para pihak. Kehadiran saksi instrumenter dapat
membuat akta tersebut menjadi akta autentik, sehingga jika terjadi masalah, saksi
akan dapat memberikan keterangan bahwa perbuatan hukum yang disebutkan di
dalam akta, benar terjadi.

Universitas Sumatera Utara

54

Pada Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban menjelaskan
mengenai hak seorang saksi dalam tindak pidana, yaitu:98
a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta
bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang
akan, sedang atau telah diberikannya,
b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan
dukungan keamanan,
c. Memberikan keterangan tanpa tekanan
d. Mendapat penerjemah
e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat
f. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus
g. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan
h. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan
i. Mendapat identitas baru
j. Mendapatkan tempat kediaman baru
k. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan
l. Mendapat nasihat hukum, dan/atau
m. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan
berakhir.
Uraian di atas memberikan kesimpulan bahwasannya saksi akta atau dapat
dikatakan saksi intrumenter juga memiliki hak yang sama seperti ketentuan hak untuk
saksi dan korban yang tertera di Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban
tersebut. Sebagaimana diketahui, bahwa dalam memberikan keterangan mengenai
akta yang terjerat kasus hukum, Saksi Instrumenter yang ikut serta dalam lalu lintas
hukum atau ikut serta dalam perbuatan hukum di dalam akta, juga harus dilindungi
keselamatannya jika terjadi ancaman. Perlindungan tersebut memang tidak terlalu
jelas untuk saksi akta atau saksi instrumenter. Namun sesuai dengan ketentuan
undang-undang tersebut, jelas bahwa setiap orang yang dijadikan sebagai saksi,

98

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Universitas Sumatera Utara

55

mendapatkan perlindungan terhadap keterangan yang ia berikan selama kesaksian itu
bukan merupakan kesaksian palsu.
Sebagai orang yang cakap dalam memberikan kesaksian, saksi wajib untuk
memenuhi beberapa kewajiban sebagai berikut:99
a. Kewajiban mengadap.
Jika diperlukan dalam sidang pengadilan, Hakim dapat memanggil
saksi untuk hadir dalam sidang pengadilan. Dan apabila orang yang dipanggil sebagai
saksi tersebut adalah orang yang cakap untuk menjadi saksi, maka yang dipanggil
tersebut harus memberikan kesaksian di muka Hakim.100 Jika tidak hadir, maka akan
terkena sanksi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 140 HIR, yaitu bahwa saksi
harus membayar biaya yang telah dikeluarkan dan harus dipanggil satu kali lagi atas
dasar biaya sendiri.
b. Kewajiban untuk bersumpah
Dalam suatu perkara kewajiban saksi untuk mengucap sumpah atau janji
merupakan syarat mutlak untuk suatu kesaksian. Jadi, sebelum memberikan
keterangan, saksi wajib mengucap sumpah atau janji menurut cara agamanya masingmasing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain
daripada yang sebenarnya.101

99
Teguh Samudera, Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, (Bandung: Penerbit P.T.
Alumni, 2004), hal. 70-72.
100
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, diterjemahkan oleh R.Subekti, (Jakarta: Pradnya
Paramita, 1990), Pasal 1909.
101
Teguh Samudera, Op.Cit., hal. 70-72.

Universitas Sumatera Utara

56

Pengucapan sumpah adalah merupakan syarat mutlak untuk kesaksian. Hal ini
diatur dalam Pasal 1911 KUHPerdata dan Pasal 160 ayat (3) KUHAP. Kecuali pada
tingkat penyidikan, saksi diperiksa “tanpa disumpah”.102
Pada Pasal 1911 KUHPerdata, berbunyi: “Tiap saksi diwajibkan, menurut
cara agamanya, bersumpah atau berjanji bahwa ia akan menerangkan apa yang
sebenarnya.” Sedangkan pada Pasal 160 ayat (3) KUHAP berbunyi : “Sebelum
memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara
agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya
dan tidak lain daripada yang sebenarnya.”
c. Wajib memberikan keterangan yang benar.
Sebagai seorang saksi yang memberikan keterangan dalam suatu persidangan,
haruslah memberikan keterangan yang benar. Hal ini diatur dalam Pasal 148 HIR.
Jika tidak, maka saksi akan disanderakan atas perintah hakim, sampai saksi tersebut
memenuhi kewajibannya.
Kewajiban saksi ada 3 yaitu:103
1. Memenuhi panggilan
2. Mengangkat sumpah
3. Memberikan keterangan yang benar.

102

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2009), hal. 142.
103
Bambang sugeng A.S., dan Sujayadi, Hukum Acara Perdata Dokumen Litigasi Perkara
Perdata, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 72

Universitas Sumatera Utara

57

Ada orang-orang yang dapat diminta dibebaskan dari kewajiban menjadi
saksi, yaitu: 104
1. Mereka yang mempunyai hubungan keluarga
2. Mempunyai hubungan darah menurut garis lurus
3. Mereka

yang

karena

jabatannya,

pekerjaan,

kedudukan

diharuskan

menyimpan rahasia yang berhubungan dengan jabatan, pekerjaan dan
kedudukannya.
C. Syarat-Syarat Menjadi Saksi Dalam Akta Notaris dan Saksi Dalam
Memberikan Keterangan di Persidangan
Ketentuan bahwa dalam pembacaan akta Notaris harus dihadiri oleh paling
sedikit 2 (dua) orang saksi, hal ini sejalan dengan Asas yang diatur dalam pasal 169
HIR/Pasal 306 RBg yang berbunyi : “Keterangan seorang saksi saja, tanpa suatu alat
bukti lain di muka pengadilan tidak boleh dipercaya.” Namun Undang-Undang HIR
yang kini telah dihapuskan dan diganti dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana, juga telah menjelaskan mengenai keterangan saksi pada Pasal 185 ayat (2),
yang berbunyi : “Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan
bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.”
Berdasarkan ketentuan di atas, jelas bahwa keterangan seorang saksi saja
adalah tidak cukup untuk membuktikan bahwa dalil yang dikemukakan dalam

104

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

58

gugatan terbukti. Hal ini sesuai dengan Asas dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana yaitu Asas Unus Testis Nullus Testis.
Setiap orang pada asasnya wajib menjadi saksi, akan tetapi tidak semua orang
dapat menjadi saksi. Adapun syarat untuk jadi saksi adalah sebagai berikut:105
1. Umur 15 tahun ke atas
2. Sehat akal jiwanya atau tidak ditaruh di bawah pengampuan
3. Bukan keluarga sedarah/semenda menurut garis lurus dengan salah satu pihak
yang bersengketa
4. Bukan suami istri salah satu pihak, meskipun sudah cerai
5. Tidak mempunyai hubungan kerja dengan salah satu pihak dengan menerima
upah
Syarat-syarat untuk menjadi saksi instrumenter diatur dalam suatu peraturan
tersendiri, yakni Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dan
Staatblad 1860 Nomor 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris tersebut telah jelas diatur
mengenai saksi instrumenter.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris di dalam Pasal 40
menetapkan syarat-syarat saksi, sebagai berikut : 106
1) Setiap akta yang dibacakan oleh Notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang
saksi, kecuali peraturan perundang-perundangan menentukan lain.
2) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. Paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah;
b. Cakap melakukan perbuatan hukum;
c. Mengerti bahasa yang digunakan dalam akta;
d. Dapat membubuhi tanda tangan dan paraf, dan
105

Bambang sugeng A.S dan Sujayadi, Op.Cit., hal. 71
Pasal 40 Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris.
106

Universitas Sumatera Utara

59

e. Tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis
lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke
samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.
3) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikenal oleh Notaris atau
diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan tentang identitas dan
kewenangannya kepada Notaris oleh penghadap.
4) Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi
dinyatakan secara tegas dalam akta.
Dalam Pasal 40 ayat (2) UUJN dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
dewasa adalah telah berumur 18 tahun atau telah menikah. Seseorang yang akan
menjadi saksi harus sudah dewasa. Dewasa dalam hal ini adalah sudah berumur
paling sedikit 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah, ketentuan tentang usia
dewasa ini diatur dalam Pasal 40 ayat (2) huruf (a) UUJN.
Usia dewasa yang ditentukan dalam UUJN tersebut selaras dengan ketentuan
dalam KUHPerdata. Namun demikian, batas usia menurut KUHPerdata untuk
menjadi saksi harus sudah dewasa dengan usia 15 tahun. Pada intinya kedua Undangundang tersebut memiliki ketentuan yang sama untuk menjadi saksi, yakni sudah
dewasa. Tetapi untuk menjadi saksi dalam peresmian akta, dewasa diartikan berumur
18 tahun atau lebih atau sudah menikah.
Pada dasarnya setiap orang cakap untuk menjadi saksi, kecuali undangundang menyatakan orang tersebut tidak cakap untuk menjadi saksi. Dalam hal
peresmian akta untuk menjadi saksi juga harus memiliki kecakapan. Menurut Pasal
40 ayat (2) huruf b UUJN, untuk menjadi saksi Notaris, seseorang harus memiliki
kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, dan menurut Pasal 1909 KUHPerdata,
saksi tersebut wajib untuk memberi kesaksiannya. Namun demikian seseorang yang

Universitas Sumatera Utara

60

memiliki kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum tersebut tidak dengan
sendirinya cakap untuk menjadi saksi.
Dalam Pasal 40 ayat (2) UUJN tidak disebutkan dengan tegas para saksi yang
tidak cakap, namun tersirat ketidakcakapan orang menjadi saksi dari Pasal 40 ayat (2)
huruf e UUJN tersebut.
Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang tidak cakap
menjadi saksi adalah orang yang mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan
darah dalam garus lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke
samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.
Pasal 1910 KUHPerdata dengan tegas mengatakan bahwa ada golongan atau
orang-orang tertentu yang dianggap tidak cakap untuk menjadi saksi dan tidak boleh
didengar kesaksiannya ialah para anggota keluarga dan semenda dalam garis lurus
dari salah satu pihak, begitu pula suami atau istri, sekalipun setelahnya suatu
perceraian.
Namun demikian KUHPerdata dalam Pasal 1910 juga memberikan
pengecualian terhadap anggota keluarga sedarah dan semenda menjadi cakap untuk
menjadi saksi dalam perkara-perkara tertentu, yaitu:
a. Dalam perkara-perkara mengenai kedudukan keperdataan salah satu pihak;
b. Dalam perkara-perkara mengenai nafkah, yang harus dibayar menurut Buku
Ke Satu, termasuk pembiayaan pemeliharaan dan pendidikan seorang anak
belum dewasa;

Universitas Sumatera Utara

61

c. Dalam suatu pemeriksaan mengenai alasan-alasan yang dapat menyebabkan
pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan orang tua atau perwalian;
d. Dalam perkara-perkara mengenai suatu perjanjian perburuhan.

Dalam perkara-perkara sebagaimana dimaksud, maka mereka yang disebutkan
dalam Pasal 1910 khususnya (a) dan (b), tidak berhak untuk minta dibebaskan dari
kewajiban memberikan kesaksian.
Dalam ketentuan Pasal 40 ayat (2) huruf c UUJN menyebutkan bahwa salah
satu syarat untuk menjadi saksi Notaris adalah harus mengerti bahasa yang digunakan
dalam akta. Artinya saksi harus mengerti bahasa yang ada dalam akta agar dapat
mengerti juga pembacaan akta yang akan dilakukan oleh Notaris yang berisi
kehendak para pihak yang menghadap pada Notaris.
Bahasa dalam pembuatan akta Notaris menggunakan Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia yang dimaksud dalam akta adalah Bahasa Indonesia yang tunduk
pada kaedah Bahasa Indonesia yang baku.107 Apabila Notaris tidak bisa menjelaskan
atau menerjemahkannya, akta itu diterjemahkan atau dijelaskan oleh seorang
peterjemah resmi.
Peterjemah resmi yang dimaksud adalah peterjemah yang disumpah.
Kemudian jika pihak yang berkepentingan menghendaki bahasa lain dan dipahami
oleh Notaris maka akta dapat dibuat dalam bahasa lain tersebut sepanjang saksi juga

107

Penjelasan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris

Universitas Sumatera Utara

62

memahami bahasa tersebut. Sehingga sewaktu akta dibacakan, yang merupakan
kewajiban Notaris, bisa dipahami oleh saksi.
Segera setelah selesai dibacakan oleh Notaris, semua akta Notaris harus
dibubuhi tanda tangan oleh para penghadap. Selain itu juga ditandatangani oleh
Notaris dan para saksi pada akhir akta tersebut. Dari kalimat tersebut dengan jelas
dapat diketahui bahwa pembacaan dan penandatanganan akta merupakan suatu
perbuatan yang tidak terbagi-bagi dengan suatu hubungan yang tidak terpisah.
Dengan demikian, tidak diperkenankan bahwa penghadap yang satu menandatangani
akta itu pada hari ini dan penghadap lainnya pada esok harinya.
Apabila penandatanganan akta itu dilakukan pada hari-hari yang berlainan,
maka tentunya pembacaan dan penandatanganannya itu dilakukan pada hari-hari yang
berlainan pula dan dengan demikian akta itu harus pula mempunyai lebih dari satu
tanggal, hal mana bertentangan dengan bunyi pasal 28 Peraturan Jabatan Notaris yang
mengatakan “segera setelah akta dibacakan”, persyaratan mana tidak memungkinkan
adanya dua tanggal.108 Akta itu juga harus ditandatangani oleh penterjemah apabila di
dalam pembuatan akta tersebut harus ada penterjemah.109
Menurut Pasal 2 Staatblad 1860 Nomor 3 Tentang Peraturan Jabatan Notaris
di Indonesia, syarat-syarat menjadi saksi instrumenter adalah sebagai berikut :110
a. Para saksi harus dikenal oleh Notaris atau identitas dan wewenang mereka
harus dinyatakan kepada Notaris oleh seorang atau lebih dari pada penghadap,
dengan kewajiban bagi Notaris untuk memberitahukan hal itu dalam akta
108

G.H.S. Lumban Tobing, Op.Cit., hal.168.
Pasal 44 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.
110
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20316810-T31529-Perlindungan%20hukum.pdf

109

Universitas Sumatera Utara

63

b.

c.

d.
e.

yang bersangkutan; Dikenal dalam arti tidak terbatas pada identitas para saksi
tersebut, akan tetapi juga meliputi wewenangnya.
Para saksi harus cakap menurut ketentua