Kedudukan Saksi Instrumenter dalam Pembuatan Akta Notaris

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana
ditetapkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 dimana
kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum
mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan, hukum adalah
perlindungan kepentingan manusia. Hukum mengatur segala hubungan
individu atau perorangan dan individu dengan kelompok atau masyarakat
maupun individu dengan pemerintah.1
Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian,
ketertiban dan perlindungan hukum menuntut antara lain bahwa lalu lintas
dalam kehidupan masyarakat

memerlukan adanya alat bukti yang

menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum

dalam masyarakat 2. Dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan
perlindungan hukum tersebut, perlu adanya profesional hukum yang memiliki
keahlian yang berkaitan dengan bidangnya sehingga mampu secara mandiri
memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan pelayanan dibidang
hukum.
1.

Agustining, Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Otentik Yang Dibuat Dan
Berindikasi Perbuatan Pidana , diakses dari http:/www.google.com/10E00165-1.pdf pada
tanggal 14 Februari 2015.
2.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

2

Perlu diketahuhi bahwa profesi hukum bukan saja menyangkut
amanat kepercayaan yang menyangkut kepentingan individu (private trust),
tetapi menyangkut kepentingan umum (public trust).3 Salah satu contoh

profesi hukum yang dimaksud adalah Notaris.
Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris (UUJN) menentukan bahwa Notaris adalah Pejabat Umum
(openbaar ambtenaar ) yang berwenang untuk membuat akta autentik dan
memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Notaris sebagai salah satu
professional hukum di Indonesia memiliki fungsi dan peran dalam gerak
pembangunan nasional dewasa ini yang semakin kompleks terutama di
bidang hukum. Notaris merupakan pejabat umum yang diangkat oleh Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang diberikan
kewenangan atributif berdasarkan Undang-Undang dan bekerja untuk
kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Dalam rangka menjalankan
profesinya, seorang Notaris wajib dilindungi oleh hukum yang berlaku. Hal
ini sangat diperlukan karena dalam menjalankan profesinya tidak jarang
seorang Notaris dijadikan sebagai tersangka bahkan terpidana sehubungan
dengan akta otentik yang dibuat oleh Notaris.

3.


Suhrawadi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika,2014),
hal 9-10.

Universitas Sumatera Utara

3

Selain itu, tidak menutup kemungkinan juga bahwa Notaris dituntut secara
perdata oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian ataupun pihak ketiga.
Salah satu bentuk perlindungan yang diberikan oleh undangundang kepada Notaris sehubungan dengan pembuatan akta otentik adalah
adanya saksi yang diwajibkan oleh Pasal 40 UUJN untuk hadir dan
menyaksikan secara langsung pembuatan akta otentik oleh Notaris
sebagaimana dikenal dengan Saksi Intrumenter .
Saksi yang tertera di dalam akta Notaris hanya sebatas saksi
instrumenter (instrumentaire getuigen), artinya saksi yang dikehendaki oleh
peraturan perundang-undangan. Kehadiran 2 (dua) orang saksi instrumenter
adalah mutlak, tetapi bukan berarti harus 2 (dua) orang, boleh lebih jika
keadaan memerlukan.4
Saksi instrumenter harus cakap bertindak dalam hukum, mengerti
bahasa akta, tidak boleh ada hubungan keluarga dekat dalam arti garis keatas

dan kebawah tanpa batas dan garis kesamping sampai derajat ketiga baik
dengan Notaris ataupun dengan para penghadap. 5 Tugas saksi instrumenter
ini adalah membubuhkan tanda tangan, memberikan kesaksian tentang
kebenaran isi akta dan dipenuhinya formalitas yang diharuskan oleh undangundang. Dalam praktek sekarang ini yang menjadi saksi instrumenter adalah
karyawan Notaris sendiri.6

4.

Sutrisno, Komentar UU Jabatan Notaris Buku II , (Medan,2007), hal 35-37.
Ibid., hal.37.
6.
Khairulnas, “Nilai Keberadaan Saksi Dalam Akta Notaris”, Majalah Renvoi
(Maret 2014), hal 89.
5.

Universitas Sumatera Utara

4

Keberadaan Saksi Instrumenter selain bertujuan sebagai alat bukti

juga dapat membantu posisi seorang Notaris menjadi aman dalam hal akta
yang dibuat oleh Notaris diperkarakan oleh salah satu pihak dalam akta atau
pihak ketiga. Akan tetapi pada kenyataannya, tetap saja Notaris dapat dituntut
baik secara pidana maupun perdata meskipun dalam pembuatan akta otentik
telah disaksikan oleh Saksi Instrumenter . Misalnya dalam Putusan Mahkamah
Agung No. 1099K/PID/2010 atas nama Terdakwa Notaris San Smith. Kasus
tersebut berawal dari Dulang Martapa melakukan kesepakatan untuk menjual,
memindahkan serta menyerahkan 17 kavling tanah (komplek Bukit Hijau
Regency) dengan 21 sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT.
IRA WIDYA UTAMA dan sebidang tanah dengan sertifikat HGB atas nama
PT. IRA WIDYA UTAMA kepada Alwijaya. Dulang Martapa bersama
Alwijaya menghadap Notaris Roosmidar untuk membuat Akta Perjanjian
Pendahuluan untuk Jual Beli No. 138 pada tanggal 29 Mei 2008. Akta berisi
kesepakatan tentang batas tanah, uang panjar sebesar Rp. 2 Milyar yang telah
diterima Alwijaya, harga, hak-hak dan kewajiban dan lampiran berupa site
plan. Toni Wijaya menghubungi Dulang Martapa untuk menghadap kepada
Notaris San Smith untuk menindaklanjuti akta pendahuluan tersebut yang
dibuat dihadapan Notaris Roosmidar. Para pihak bertemu di hadapan Notaris
San Smith pada tanggal 27 Juni 2008 dan dibuat akta pengikatan diri untuk
melakukan jual beli No. 165, di mana isinya sama dengan akta pendahuluan

kecuali pihak pembeli yaitu Toni Wijaya. Dulang Martapa menerima salinan
akta dari Notaris San Smith pada tanggal 18 November 2008 dan pada saat

Universitas Sumatera Utara

5

itu ia baru menyadari adanya perubahan terhadap site plan yakni telah terjadi
selisih luas tanah yang telah disepakati dihadapan Notaris Roosmidar dan
Notaris San Smith. Dulang Martapa merasa dirugikan sehingga ia
mengajukan pemberitahuan kepada Notaris San Smith. Selisih luas tanah
tersebut dikuasai oleh Toni Wijaya dan dipagari dengan pagar yang terbuat
dari seng. Dulang Martapa yang merasa dirugikan meminta pengembalian
sisa tanah yang dikuasai oleh Toni Wijaya tetapi tidak diberikan. Ia meminta
Notaris San Smith untuk mengubah site plan kepada bentuknya yang asli
akan tetapi tidak dikabulkan oleh San Smith. Ia kemudian meminta BPN
meninjau lapangan untuk mengukur ulang tetapi tidak diberikan masuk oleh
Toni Wijaya. Akhirnya ia melapor ke Poltabes Medan karena merasa telah
dirugikan dan menganggap adanya kerja sama antara Notaris San Smith
dengan pihak pembeli Toni Wijaya untuk mengubah site plan yang berbeda

dengan yang dibuat sebelumnya di hadapan Notaris Roosmidar.

7

Kemudian pernah juga terjadi suatu peristiwa hukum

tentang

pemalsuan keterangan pada akta otentik yang dibuat oleh Notaris dimana
Notaris tersebut dilaporkan sampai diadili di muka persidangan. Kasus
tersebut bermula Notaris X telah menerbitkan akta otentik dimana pihak yang
menghadap adalah Tn.A. Kedudukan Tn.A adalah merupakan Paman
sejumlah ahli waris yang melaporkan kasus pemalsuan keterangan tersebut
(selanjutnya para ahli waris disebut Tn.B dan Tn.C).
7.

Monika Yulianti Hadiwidjaja, Asas Praduga Sah Bagi Notaris Terhadap Akta Yang
Dibuatnya: Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
1099K/Pid/2010, diakses dari http:/www.google.com/lib.ui.ac.id/file digital/131194-T, pada
tanggal 12 Mei 2015.


Universitas Sumatera Utara

6

Kasus ini berawal dari laporan Tn.B dan Tn.C yang menganggap
bahwa telah terjadi pemalsuan keterangan dalam akta pengikatan jual beli
yang telah dibuat oleh Notaris X, karena Tn.B dan Tn.C sebagai ahli waris
tidak pernah membuat akta pengikatan jual beli dan memberikan kuasa
kepada Tn.A atau memberikan hak apapun yang intinya dapat mengalihkan
objek kepada pihak lain, sehingga Tn.B dan Tn.C melaporkannya hingga
masuk ke dalam proses pengadilan. 8
Selain kedua kasus tersebut di atas, Putusan Mahkamah Agung
No. 1847K/PID/2010 menghukum Notaris Drs. Ade Rachman Maksudi, S.H.,
M.H., terkait pemalsuan salinan akta pendirian yayasan berupa perubahan dan
pengurangan

isi

minuta


akta.

Kasus

ini

berawal

terdakwa

Drs. Ade Rachman Maksudi, SH.MH pada tanggal 26 Desember 1990
bertempat di Kantor Notaris Drs. Ade Rachman Maksudi, SH Jalan Palang
Merah No.56 Medan atau setidak-tidaknya pada tempat lain yang masih
termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan, Memalsukan surat
Akta Authentik yang dilakukan Terdakwa dengan cara sebagai berikut :
Bermula Terdakwa Drs. Ade Rachman Maksudi, SH.MH pada hari Rabu
tanggal 26 Desember 1990 di Kantor Notaris Drs. Ade Rachman Maksudi,
SH Jalan Palang Merah No. 56 Medan, didatangi Haji Sugeng Imam
Soeparno untuk membuat perubahan-perubahan pada Akta Authentik


8.

Irenrera Putri, Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Karyawan Notaris
sebagai Saksi Dalam Peresmian Akta , diakses dari http:/www.google.com/lib.ui.ac.id/file
digital/131194-T, pada tanggal 13 Pebruari 2015.

Universitas Sumatera Utara

7

No.132 tanggal 26 Desember 1990, Terdakwa menuliskan perubahanperubahan dan pengurangan serta menghilangkan isi yang ada dalam
asli/Minuta Akta Yayasan Trie Argo Mulyo Nomor 132 tanggal 26 Desember
1990 ke dalam

selembar

kertas kosong,

lampiran tersebut


kami

lampirkan,dalam daftar lampiran. Isi Akta yang telah dirubah Terdakwa
Drs. Ade Rachman Maksudi, SH. pada hari Senin targgal 25 Juni 2007 sekira
pukul 11.00 Wib di Kantor Pengadilan Negeri Medan Jalan Pengadilan No.
08 Kota Medan Propinsi Sumatera Utara Akta Authentik No 132 tanggal 26
Desember 1990 yang seolah-olah sesuai dengan isi Minuta Asli salinan kedua
Akte No. 132 tanggal 26 Desember 1990 yang dibuat oleh Notaris Soeparno,
SH selaku pejabat yang menampung protokol Notaris Drs. Ade Rachman
Maksudi, SH. digunakan oleh saksi Haji Sugeng Imam Soeparno sebagai
barang bukti dalam perkara Perdata di Pengadilan Negeri Medan Nomor
306/Pdt.G/06/PN.Mdn, tanggal 08 September 2006. yang dibuat oleh
Terdakwa Drs. Ade Rachman Maksudi, SH. mengakibatkan kerugian kepada
saksi Alwi selaku Direktur Operasional PT. Pancing Business Centre Medan
(pelapor) yaitu kalah dalam sidang perdata nomor 306/Pdt.G/06/PN.Mdn,
tanggal 08 September 2006 ; Isi Akta yang telah dirubah Terdakwa Drs. Ade
Rachman Maksudi, SH. pada hari Senin targgal 25 Juni 2007 sekira pukul
11.00 Wib di Kantor Pengadilan Negeri Medan Jalan Pengadilan No. 08 Kota
Medan Propinsi Sumatera Utara Akta Authentik No 132 tanggal 26 Desember
1990 yang seolah-olah sesuai dengan isi Minuta Asli salinan kedua Akte
No. 132 tanggal 26 Desember 1990 yang dibuat oleh Notaris Soeparno, SH

Universitas Sumatera Utara

8

selaku pejabat yang menampung protokol Notaris Drs. Ade Rachman
Maksudi, SH. digunakan oleh saksi Haji Sugeng Imam Soeparno sebagai
barang bukti dalam perkara Perdata di Pengadilan Negeri Medan Nomor
306/Pdt.G/06/PN.Mdn, tanggal 08 September 2006. yang dibuat oleh
Terdakwa Drs. Ade Rachman Maksudi, SH. mengakibatkan kerugian kepada
saksi Alwi selaku Direktur Operasional PT. Pancing Business Centre Medan
(pelapor) yaitu kalah dalam sidang perdata nomor 306/Pdt.G/06/PN.Mdn,
tanggal 08 September 2006. 9
Putusan

Pengadilan

No.1119/Pdt.G/2006/PN.Jkt.Pst.

yang

Negeri
membatalkan

Jakarta

Pusat

akta

perjanjian

perdamaian yang dibuat oleh Notaris. Kasus ini merupakan sengketa antara
Thomas Hartono selaku Penggugat dengan Marjam Muktiningsih selaku
Tergugat I yang melibatkan Notaris X selaku Tergugat II. Kasus ini terkait
Surat Wasiat alm. Andreas Setiomuljo yang merupakan kakak kandung dari
Penggugat dan ayah dari Tergugat I. Pada Tanggal 2 Maret 2004 Terkait surat
wasiat tersebut, Tergugat I melaporkan Penggugat ke Polres Metro Pusat atas
dugaan memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik dan pemalsuan
surat (Pasal 266 ayat (1), 263 ayat (2) KUH Pidana). Pada tanggal 9 Februari
2004 Penggugat ditangkap oleh petugas kepolisian dari Polda Metro Jaya dan
dibawa ke Polda Metro Jaya untuk menjalani proses pemeriksaan.

9.

Wisni Ariani Batubara, Analisis Yuridis Normatif Terhadap Pemalsuan Akta Otentik
Yang Dilakukan Oleh Notaris, diakses dari http:/www.academia.edu/ 6799783, pada tanggal
12 Mei 2015.

Universitas Sumatera Utara

9

Pada tanggal 9 Pebruari 2006 itu juga di Polda Metro Jaya, Penggugat dengan
didampingi kuasa hukumnya Syahrir Siregar, S.H mengadakan pembicaraan
dengan Elza Syarief, S.H. selaku kuasa hukum Tergugat I mengenai
perdamaian di anatara kedua belah pihak. Para pihak yang mengadakan
pembicaraan perdamaian setuju untuk berdamai dan pada saat itu Penggugat
menandatangani Surat Pernyataan tertanggal 9 Pebruari 2006. Karena pihak
Penggugat dan pihak Tergugat I yang diwakili oleh kuasa hukumnya Elza
Syarief, S.H. merasa jika perdamaian diantara kedua belah pihak tidak cukup
hanya berupa Surat Pernyataan semata, maka kedua belah pihak sepakat
untuk membuat perjanjian perdamaian dalam bentuk otentik yang kemudian
dibuatlah Perjanjian Perdamaian oleh Notaris X yang dituangkan dalam Akta
Perjanjian Damai Nomor : 08 tertanggal 10 Pebruari 2006.

10

Merujuk ke-empat contoh kasus di atas, terlihat sangat nyata bahwa
Notaris dalam menjalankan profesinya tidak jarang terjerat kasus hukum yang
dilaporkan oleh para pihak atau pihak ketiga sehubungan dengan akta otentik
(baik itu pemalsuan keterangan pada akta otentik, pemalsuan salinan akta
maupun pengurangan dan perubahan isi minuta akta), meskipun dalam
pembuatan akta otentik wajib disaksikan oleh saksi instrumenter.

10.

I Nyoman Satria Wijaya, Pembatalan Akta Perjanjian Perdamaian Yang Dibuat
Oleh Notaris (Studi Kasus:Putusan No.1119/PDT.G/2006/PN.JKT.PST), diakses dari
http:/www.google.com/lib.ui.ac.id/file digital/135674-T, pada tanggal 12 Mei 2015.

Universitas Sumatera Utara

10

Saksi instrumenter mempunyai peranan yang sangat penting untuk
melindungi Notaris dalam melaksanakan profesinya sehingga perlu adanya
pembahasan yang mendalam mengenai keberadaan saksi instrumenter dalam
pembuatan akta notaris.
Berdasarkan uraian penjelasan dan contoh kasus-kasus yang
menimpa beberapa Notaris tersebut di atas, maka Penulis akan membahasnya
dalam bentuk penulisan hukum tesis yang berjudul “KEDUDUKAN SAKSI
INSTRUMENTER DALAM PEMBUATAN AKTA NOTARIS” yang
nantinya diharapkan dapat memberikan saran dan masukan terhadap praktek
notaris khususnya dan lembaga kenotariatan umumnya, serta lembaga yang
terkait dalam penegakan hukum di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Esensi dari uraian latar belakang masalah di atas mengisyaratkan
bahwa permasalahan pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini
berdasarkan identifikasi permasalahan diatas setidaknya menurunkan
perumusan masalah yakni:
1. Bagaimanakah kekuatan pembuktian keterangan saksi instrumenter dalam
pembuatan akta yang dibuat oleh Notaris?
2. Bagaimanakah ruang lingkup tanggung jawab saksi instrumenter dalam
pembuatan akta yang dibuat oleh Notaris?

Universitas Sumatera Utara

11

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka
tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai kekuatan pembuktian
keterangan saksi instrumenter dalam pembuatan akta yang dibuat oleh
Notaris.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai ruang lingkup tanggung
jawab saksi instrumenter dalam pembuatan akta yang dibuat oleh Notaris.

D. Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat penelitian merupakan suatu rangkaian yang
hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat menambah bahan
pustaka/literatur mengenai jabatan atau profesi Notaris tentang ruang
lingkup tanggung jawab saksi instrumenter dalam pembuatan akta yang
dibuat oleh Notaris.
2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran bagi calon Notaris untuk lebih memahami tentang
ruang lingkup tanggung jawab saksi instrumenter dalam pembuatan akta
yang dibuat oleh Notaris, serta kekuatan pembuktian keterangan saksi
instrumenter dalam pembuatan akta yang dibuat oleh Notaris.

Universitas Sumatera Utara

12

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan

informasi

yang

ada

sepanjang

penulusuran

kepustakaan yang ada dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya
di lingkungan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan,
belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul “Kedudukan Saksi
Instrumenter Dalam Pembuatan Akta Notaris”. Dengan demikian penelitian
ini asli baik dari segi substansi maupun dari segi permasalahan sehingga
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia
fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan
secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu
merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang
dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus
didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. Kerangka teori
adalah menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan
menginterpretasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan
hasil-hasil penelitian yang terdahulu.11

11.

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2010),

hal.19.

Universitas Sumatera Utara

13

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberi arahan atau
petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati, dan
dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, maka
kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum, maksudnya penelitian ini
berusaha untuk memahami kedudukan saksi instrumenter dalam pembuatan
akta Notaris dalam hukum nasional.
Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada kerangka teori
yang digunakan sebagai pisau analisis penelitian ini adalah teori pembuktian.
Subekti berpendapat bahwa sebenarnya soal pembuktian ini lebih tepat
diklasifikasikan sebagai hukum acara perdata (procesrecht) dan tidak pada
tempatnya di masukkan dalam BW, yang pada asasnya hanya mengatur halhal yang termasuk hukum materiil. Hukum positif tentang pembuktian yang
berlaku saat ini di Indonesia terbagi dalam HIR dan RBg baik yang materiil
maupun yang formil. Serta dalam BW buku IV yang isinya hanya hukum
pembuktian materiil.12
Pembuktian mengandung beberapa pengertian yaitu : 13
a. Pembuktian dalam arti logis atau ilmiah.
Pembuktian berarti memberikan kepastian mutlak, karena berlaku bagi
setiap orang dan tidak memungkinkan adanya bukti lawan.

12.
13.

Subekti., Pokok-Pokok Hukum Perdata , (Jakarta : PT. Intermasa, 2003), hal.15
Ibid., hal. 16.

Universitas Sumatera Utara

14

b.

Pembuktian dalam arti konvensionil.
Pembuktian berarti memberikan kepastian yang nisbi/relatif sifatnya yang
mempunyai tingkatan-tingkatan yaitu, kepastian yang didasarkan atas
perasaan belaka/bersifat instituitif (conviction intime) dan kepastian yang
didasarkan atas pertimbangan akal (conviction raisonnee).

c. Pembuktian dalam hukum acara mempunyai arti yuridis.
Didalam ilmu hukum tidak dimungkinkan adanya pembuktian yang logis
dan mutlak yang berlaku bagi setiap orang serta menutup segala
kemungkinan adanya bukti lawan. Akan tetapi merupakan pembuktian
konvensionil yang bersifat khusus.
Pembuktian dalam arti yuridis ini hanya berlaku bagi pihak-pihak
yang berperkara atau yang memperoleh hak dari mereka. Dengan demikian
pembuktian dalam arti yuridis tidak menuju pada kebenaran mutlak.14
Pembuktian secara yuridis tidak lain adalah pembuktian “historis”
yang mencoba menetapkan apa yang telah terjadi secara konkreto. Baik
pembuktian yang yuridis maupun yang ilmiah, maka membuktikan pada
hakekatnya berarti mempertimbangkan secara logis mengapa peristiwaperistiwa tertentu dianggap benar.15

14.

Fauzan Jauhari, Teori Pembuktian dan Alat-alat Bukti Dalam Hukum Acara Perdata ,
diakses dari http://fauzanjauhari.blogspot.com, pada tanggal 1 Agustus 2015.
15.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

15

Dalam suatu proses perdata, salah satu tugas hakim adalah untuk
menyelidiki apakah suatu hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan
benar-benar ada atau tidak. Dalam soal pembuktian tidak selalu penggugat
saja yang harus membuktikan dalilnya. Hakim yang memeriksa perkara itu
yang akan menentukan siapa diantara pihak-pihak yang berperkara yang akan
diwajibkan memberikan bukti.
Pasal 1865 BW menjelaskan bahwa “barang siapa mengajukan
peristiwa-peristiwa atas mana dia mendasarkan suatu hak, diwajibkan
membuktikan peristiwa-peristiwa itu; sebaliknya barang siapa mengajukan
peristiwa-peristiwa guna pembantahan hak orang lain, diwajibkan juga
membuktikan peristiwa-peristiwa itu. 16
Sekalipun untuk peristiwa yang disengketakan itu telah diajukan
pembuktian, namun pembuktian itu masih harus dinilai. Berhubung dengan
nilai pembuktian, hakim dapat bertindak bebas (Pasal 172 HIR, 309 RBg,
1908 BW memberi contoh : hakim tidak wajib mempercayai satu orang saksi
saja, yang berarti hakim bebas menilai kesaksiannya) atau diikat oleh undangundang (Pasal 165 HIR, 285 RBg, 1870 BW memberi contoh : terhadap akta
yang merupakan alat bukti tertulis, hakim terikat dalam penilaiannya.

17

16.

Subekti, Op.Cit., hal 17
Hari Sasangka, Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata (Bandung: CV. Mandar
Maju,2005), hal 25-26.
17.

Universitas Sumatera Utara

16

Terdapat 3 (tiga) teori yang menjelaskan tentang sampai berapa
jauhkan hukum positif dapat mengikat hakim atau para pihak dalam
pembuktian peristiwa didalam sidang, yaitu : 18
a. Teori Pembuktian bebas, yaitu teori ini penilaian pembuktiannya dapat
diserahkan kepada hakim, karena memberikan kelonggaran wewenang
kepada hakim dalam mencari kebenaran.
b. Teori Pembuktian negatif, yaitu teori ini hanya menghendaki ketentuanketentuan yang mengatur larangan-larangan kepada hakim untuk
melakukan sesuatu yang berhubungan dengan pembuktian.
c. Teori Pembuktian positif.
2. Kerangka Konsepsi
Konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan
antara konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti. Suatu konsep
bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu
abstraksi dari gejala tersebut.19
Konsep diartikan sebagai penggambaran antara konsep-konsep
khusus yang merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan, dengan istilah
yang akan diteliti dan/atau diuraikan dalam karya ilmiah.20
Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini
adalah:
18.

Fauzan Jauhari, Teori Pembuktian dan Alat-alat Bukti Dalam Hukum Acara Perdata ,
diakses dari http://fauzanjauhari.blogspot.com, pada tanggal 1 Agustus 2015.
19.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia, 1986), hal.132
20.

H. Zainuddin Ali, M.A., Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika,
2010), hal.96.

Universitas Sumatera Utara

17

a. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
ini.21
b. Akta Notaris, adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris
menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.22
c. Akta Otentik, adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh
undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang
berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. 23
d. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri, dan/atau ia alami sendiri. 24
e. Saksi instrumenter adalah saksi dalam akta Notaris yang merupakan para
saksi yang ikut serta di dalam pembuatan terjadinya akta.

25

21.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.
23.
Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
24.
Pasal 1 angka 1Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
dan Korban.
25.
Khairulnas, “Nilai Keberadaan Saksi Dalam Akta Notaris”, Majalah Renvoi
(Maret 2014), hal 89.
22.

Universitas Sumatera Utara

18

d. Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian dan Metode Pendekatan
Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis,
maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan
sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan
berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara
cermat untuk menjawab permasalahan.26
Penelitian

ini

termasuk

ruang

lingkup

penelitian

yang

menggambarkan, menelaah dan menjelaskan serta menganalisa teori hukum
yang

bersifat

umum

dan

peraturan

perundang-undangan

mengenai

permasalahan terhadap saksi dalam pembuatan akta Notaris sehingga dapat
diperoleh penjelasan bagaimana kedudukan saksi dalam akta Notaris,
bagaimana ruang lingkup tanggung jawab saksi instrumenter dalam
menyaksikan pembuatan akta Notaris, dan bagaimana kekuatan hukum
keterangan saksi instrumenter dalam pembuktian akta yang dibuat oleh
Notaris, dan sebagai hasilnya diharapkan dapat menjelaskan tentang ruang
lingkup tanggung jawab saksi instrumenter dalam menyaksikan pembuatan
akta Notaris serta kekuatan hukum keterangan saksi instrumenter dalam
pembuktian akta yang dibuat oleh Notaris menurut perundang-undangan
nasional yang berlaku.

26

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung:
Alumni, 1994), hal.101.

Universitas Sumatera Utara

19

Metode pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian
hukum

normatif

(yuridis

normatif),

yaitu

penelitian

hukum

yang

mempergunakan data sekunder yang dimulai dengan analisis terhadap
permasalahan hukum yang baik berasal dari literatur maupun peraturan
perundang-undangan.27
Penelitian

ini

termasuk

ruang

lingkup

penelitian

yang

menggambarkan, menelaah dan menjelaskan serta menganalisa teori hukum
yang bersifat umum dan peraturan perundang-undangan mengenai kedudukan
saksi dalam pembuatan akta notaris, oleh karena itu penelitian ini
menekankan pada sumber-sumber bahan sekunder, baik berupa peraturan
perundang-undangan maupun teori-teori hukum, disamping menelaah kaidahkaidah hukum yang berlaku di masyarakat, sehingga ditemukan asas-asas
hukum yang berupa dogma atau doktrin hukum yang bersifat teoritis ilmiah
serta dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang dibahas, 28 serta
menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalahan dalam penulisan
tesis ini.
2. Sumber Data/Bahan Hukum
Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder melalui studi dokumen-dokumen, untuk memperoleh data yang
diambil dari bahan kepustakaan, diantaranya adalah:

27.

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2010), hal.37-38.
28
. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1995), hal 13.

Universitas Sumatera Utara

20

a. Bahan Hukum Primer,29 yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan
mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini
diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan
Notaris, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban dan peraturan-peraturan lain yang berkaitan terhadap
saksi dalam pembuatan akta Notaris.
b. Bahan Hukum Sekunder,

30

yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya

dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan
memahami bahan hukum primer, seperti hasil penelitian, hasil seminar,
hasil karya dari kalangan hukum dan literatur-literatur.
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder. Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kamus,
ensiklopedia, dan sebagainya.31

29.

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1990), hal.53.
30
Ibid., hal 53.
31
Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Loc.Cit.,

Universitas Sumatera Utara

21

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
a. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data
dilakukan melalui studi kepustakaan (Library Research), studi kepustakaan
ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori,
asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian ini.
b. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data
yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan:
1) Studi dokumen yaitu dengan melakukan inventarisasi dan sistematisasi
literatur yang berkaitan dengan permasalahan kedudukan saksi dalam
pembuatan akta Notaris dalam hukum perundang-undangan Nasional.
2) Wawancara dipandu pedoman wawancara, hasil wawancara yang
diperoleh akan digunakan sebagai data penunjang dalam penelitian.
Data tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai
informan atau narasumber dari pihak yang terkait terhadap pembahasan
kedudukan saksi dalam pembuatan akta notaris dalam hukum
perundang-undangan nasional yaitu Notaris, wawancara dilakukan
dengan berpedoman pada pertanyaan yang telah disusun

terlebih

dahulu sehingga diperoleh data yang diperlukan sebagai data
pendukung dalam penelitian tesis ini.

Universitas Sumatera Utara

22

4. Analisis Data
Analisis data sangat diperlukan dalam suatu penelitian, hal ini
berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian
dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas
atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat
regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman). 32
Selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah,
kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal yang bersifat
umum menuju hal yang bersifat khusus.33

32.

Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan
Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
2003), hal.53.
33.
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri , (Jakarta: Gahlia
Indonesia, 1998), hal.57.

Universitas Sumatera Utara