Penggantian Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam (Khi) Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Chapter III V

49

BAB III
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENGGANTIAN BENDA WAKAF
DENGAN BERDASARKAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG AKAF
A. Faktor-Faktor Penggantian Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum
Islam (KHI)
Dalam Pasal 225 Kompilasi Hukum Islam (KHI) dikatakan bahwa pada
dasarnya benda yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau
penggunaan lain dari pada yang dimaksud dalam ikrar wakaf, namun karena adanya
alasan tertentu. Perubahan benda wakaf dalam pasal 225 Ayat (2) Kompilasi Hukum
Islam (KHI) menyatakan penyimpangan terhadap benda yang telah diwakafkan
dilakukan perubahan atau penggunaan lain hanya dapat dilakukan setelah
mendapatkan persetujuan tertulis dari kepala Kantor Urusan Agama kecamatan
berdasarkan saran dari majelis ulama kecamatan dan Camat, dengan alasan :
a.

Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif, dan

b.


Karena kepentingan umum.
Perubahan terhadap harta benda yang diwakafkan dapat dilakukan menurut

Hukum Islam dengan jalan isthisan, yaitu suatu cara menentukan hukum dengan jalan
menyimpang dari ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial
yang menghendaki.62
Persoalan penggantian benda wakaf telah berlaku sejak lama dan dari
penggantian ini muncul sisi negatif dan positifnya. Disebutkan di dalam tarikh bahwa
62

Elsi Kartika Sari, Op. Cit. hal. 76.

49

Universitas Sumatera Utara

50

seseorang bernama Jamaluddin, salah seorang penguasa Mesir pada Dinasti Mamalik,

apabila mendapatkan benda wakaf produktif dan dia ingin mengambilnya, dia mesti
mendatangkan dua saksi yang menyatakan bahwa tempat itu (benda wakaf) dalam
keadaan mudarat sehingga perlu dilakukan penggantian dengan benda wakaf yang
lain. Berdasarkan hal itu, hakim memutuskan untuk melakukan penggantian dan
demikianlah, cara ini ditempuh apabila bermaksud melakukan penggantian. Peristiwa
ini, sesungguhnya memiliki implikasi yang luas terhadap berbagai pemikiran ulama
fikih. Oleh karena itu, Abu Zahrah menegaskan, ada tiga hal yang harus dipenuhi
dalam proses penggantian.63
1. Hakim harus memeriksa dan menyelidiki sendiri jika memungkinkan terhadap
benda wakaf dan benda yang diajukan sebagai penggantinya.
2. Hendaknya menunjuk dua saksi yang berpengalaman, adil, dan dapat
dipercaya dalam penyelidikan tersebut. Apabila telah ditetapkan kelayakanya,
dibolehkan adanya penggantian.
3. Setelah dilakukan penggantian, hendaknya ditulis dalam buku khusus, dan
didengar kesaksianya, serta disebutkan bahwa tidak ada sesuatu yang dapat
menghambat atau menghalangi prosesnya sebagai proses penggantian telah
sempurna untuk kemasalahatan.64

63
64


Siah Khosyi’ah, Op. Cit, hal. 140.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

51

Ulama fikih sepakat mengatakan bahwa apabila salah satu rukun atau syarat
wakaf tidak terpenuhi, maka wakafnya batal. Ulama Mazhab Maliki mengemukakan
pendapat yang rinci tentang wakaf. Menurut mereka, wakaf bisa batal apabila:
a. Orang yang berwakaf wafat sebelum harta wakaf diserahterimakan, kecuali
apabila ahli warisnya meneruskan wakaf tersebut.
b. Rumah yang diwakafkan tetap ditempati wakif, sekalipun hanya satu tahun,
atau wakif mengambil hasil harta yang diwakafkannya, maka wakaf tersebut
batal.
c. Wakaf untuk hal-hal yang bersifat maksiat, seperti wakaf untuk gereja, atau
wakaf untuk membeli senata guna memerangi umat Islam.
d. Wakaf itu dituukan kepada wakif dan mitranya sehingga harta wakaf itu tetap
saja dimiliki wakif.

e. Bila dalam akad wakaf itu disyaratkan bahwa pengelola wakaf wakif sendiri;
f. Seluruh harta yang diawakafkan terbelit utang;
g. Wakif tidak melepaskan harta yang diwakafkan itu kepada yang berhak
menerima.
h. Yang member wakaf adalah orang kafir, terutama jika benda wakafnya berupa
masjid.65
Permasalahan yang timbul adalah harta yang telah diwakafkan boleh
digantikan dengan yang lain. Tentu arti menggantikan berbeda dengan menjual.
Adapun mengganti apa yang dinadzarkan dan diwakafkan dengan yang lebih baik
65

Sirojuddin, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), hal. 1910.

Universitas Sumatera Utara

52

darinya, seperti dalam penggantian benda wakaf, maka yang demikian ini ada dua
macam:
Pertama : Penggantian karena kebutuhan, misalnya benda sudah tidak

berfungsi, maka ia dijual dan harganya dipergunakan untuk membeli apa yang dapat
menggantikanya. Seperti kuda yang diwakafkan untuk perang, bila tidak mungkin
lagi dimanfaatkan didalam peperangan, maka ia dijual dan harganya dipergunakan
untuk membeli apa yang dapat menggantikanya. Seperti masjid yang diwakafkan
misalnya, bila tempat disekitarnya rusak, maka ia dipindahkan ketempat lain atau
dijual dan harganya dipergunakan untuk membeli apa yang dapat menggantikanya.
Apabila tidak mungkin lagi memanfaatkan wakaf menurut maksud pewakaf, maka ia
dijual dan harganya dipergunakan untuk membeli apa yang dapat menggantikanya.
Bila masjid rusak dan tidak mungkin lagi diramaikan, maka tanahnya dijual dan
harganya dipergunakan untuk membeli apa yang dapat menggantikanya. Ini
semuanya diperbolehkan, karena bila yang pokok (asal) tidak dapat untuk mencapai
maksud, maka digantikan oleh yang lainya.66
Kedua : Penggantian karena kepentingan dan masalahat (kemanfaatan orang
banyak) yang lebih kuat. Misalnya ada masjid yang sudah tidak layak guna bagi
kaum muslimin setempat, maka boleh dijual dan uangnya digunakan untuk

66

Hasbalah Thaib, Perbandingan Mazhab Dalam Ilmu Hukum Islam, ( Fakultas Pascasarjana
Hukum Universitas Sumatera Utara, 1999), hal 116.


Universitas Sumatera Utara

53

membangun masjid yang baru, sehingga kaum muslimin dapat menggunakan dan
memakmurkanya dengan maksimal.67
1.

Ulama Mazhab Hanafi, menyatakan apabila yang di wakafkan itu dalam bentuk
masjid, dan masjid itu telah roboh, tidak ada yang membangun kembali,
sementara masyarakat telah membangun masjid baru atau lainya, maka masjid
wakaf tersebut tetap dibiarkan sebagaimana adanya sampai hari kiamat tidak di
kembalikan kepada orang yang membangunnya, dan tidak pula kepada ahli
warisnya. Dalam hal penggantian harta wakaf, ulama Mazhab Hanafi
mengemukakan tiga bentuk, yaitu:68
a. Apabila wakif mensyaratkan bahwa ia akan mengganti harta wakaf itu dengan
tanah, maka penggantian itu boleh.
b. Apabila wakif tidak mensyaratkan apa pun dan harta wakaf itu tidak bisa lagi
dimanfaatkan dan tidak ada lagi hasilnya, maka penggantian wakaf itu pun

boleh apabila mendapat izin dari penguasa.
c. Apabila penggantian tidak disyaratkan wakif dan penggantian itu pada
dasarnya memberi manfaat, dan wakif akan menggantinya dengan yang lebih
baik, menurut pendapat yang sahih dalam Mazhab Hanafi, penggantian itu
tidak sah.

2.

Ulama Mazhab Maliki membedakan jenis harta wakaf dalam kaitanya dengan
penjualan harta tersebut, yaitu:

67
Departemen Agama, Fikih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam, 2007), hal. 81-82.
68
Sirouddin Ar, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), hal. 1908.

Universitas Sumatera Utara

54


(a) Apabila harta wakaf berwujud masjid, maka tidak boleh dijual.
(b) Apabila harta wakaf itu berbentuk harta tidak bergerak, maka tidak boleh
diganti dengan jenis yang sama, tetapi boleh dijual dengan syarat dibelikan
lagi sesuai dengan kebutuhan untuk memperluas masjid atau jalan umum.
(c) Dalam bentuk benda lain dan hewan, apabila manfaatnya tidak ada lagi
boleh dijual dan hasil penjualanya dibelikan barang atau hewan sejenis.69
3.

Ulama Mazhab Syafi’i dalam penjualan harta wakaf adalah apabila harta wakaf
itu berupa masjid, maka tidak boleh dijual dan tidak boleh di kembalikan kepada
wakif atau siapa pun, walaupun masjid itu telah rusak dan tidak dapat digunakan
untuk shalat. Alasanya, kata mereka karena harta penguasa boleh membangun
masjid lain, jika pihak penguasa menganggap hal itu yang terbaik. Jika tidak,
maka kekayaan masjid itu menjadi amanah di tangan Pemerintah. Apabila masjid
itu rusak dan dikahawatirkan akan runtuh, maka pihak penguasa harus
memperbaikinya. Apabila harta wakaf itu berupa hewan atau buah-buahan, dan
diduga keras pemanfaatanya akan hilang, maka boleh dijual dan hasilnya
diberikan kepada kerabat wakif yang miskin. Apabila tidak ada kerabat wakif
yang miskin, maka diberikan untuk fakir miskin lainnya atau untuk

kemasalahatan umat Islam setempat.70

4.

Ulama Mazhab Hanbali tentang penjualan harta wakaf adalah sebagai berikut:

69
70

Ibid.
Ibid.Sirouddin Ar, Ensiklopedi Hukum Islam, Op. Cit. hal. 1909.

Universitas Sumatera Utara

55

a. Apabila manfaat harta wakaf telah hilang, seperti rumah telah hancur dan
perkebunan sudah menjadi hutan atau masjid tidak dipergunakan lagi oleh
warga setempat, atau masjid itu telah sempit dan tidak mampu lagi
menampung jemaah setempat, sedangkan biaya untuk memperbaiki dan

memperluas masjid itu tidak ada, maka harta wakaf itu boleh dijual.
b. Apabila harta wakaf telah dijual, maka hasil penjualanya boleh dibelikan apa
saja (benda wakaf lain, sejenis atau tidak sejenis), asalkan harta yang dibeli itu
bermanfaat bagi kepentingan umum, karena prinsip dasar dalam wakaf adalah
pemanfaatan harta tersebut seoptimal mungkin bagi kepentingan umum.
c. Apabila manfaat harta wakaf sebagian masih bisa dimanfaatkan sekalipun
sedekit, maka harta itu tidak boleh dijual. Tetapi, dalam keadaan darurat boleh
dijual demi memelihara tujuan wakaf itu sendiri.
d. Apabila harta wakaf berupa hewan, tetapi sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi
lalu dijual dan hasil penjualanya tidak mencukupi untuk membeli hewan lain
yang sama jenis dan kualitasnya, maka boleh dibelikan hewan lain yang tidak
sejenis dan tidak sekualitas, sesuai dengan uang yang ada, sehingga masih
bisa dimanfaatkan penerima wakaf.71
Tidak boleh memindahkan masjid dan menukarnya dengan yang lain, dan
tidak boleh juga menjual pekarangan masjid, kecuali apabila masjid dan perkarangan
masjid itu tidak bermanfaat lagi.

71

Ibid.


Universitas Sumatera Utara

56

Sering banyak kasus bahwa seorang menjual benda wakaf dan memperoleh
sejumlah uang, tetapi dia tidak tahu bahwa uang itu harus digunakan untuk membeli
benda lain sebagai pengganti benda wakaf. Oleh karena itu, Ibnu Najam di dalam
kitab Al-Bahr mensyaratkan supaya penggantian benda wakaf dalam bentuk benda
tak bergerak (akar), bukan dengan sejumlah uang dirham atau dinar sehingga benda
wakaf tidak akan hilang dan batil.
Membuka lebar-lebar peluang penggantian dalam berbagai keadaan, menjadi
sebab hilangnya benda-benda wakaf. Sebab penggantian itu bukan hanya sebuah
kebaikan dan bukan sebuah kejelekan. Akan tetapi, penggantian akan merusak benda
wakaf jika salah satu diantara keduanya rusak. Sungguh, kejelekan itu telah
menghapus semuanya pada masa lalu sehingga perkara penggantian telah merusak
benda wakaf.72
Ulama Hanafi lebih banyak memberi kelonggaran dalam menukar atau
menjual harta wakaf selain masjid. Menurut mereka, pergantian harta wakaf itu
mungkin terjadi dalam tiga hal, yaitu:
1.

Wakaf dalam ikrar menyatakan bahwa dia menunjuk dirinya atau orang atau
badan lain untuk mempertukarkan atau menjual harta wakaf seandainya
diperlukan kemudian hari, seperti seorang wakif menyatakan dalam shighat
wakaf nya, “Saya mewakafkan tanah saya ini, seandainya diperlukan kemudian
hari saya berhak menjualnya dan membelikan kepada yang lain dengan harga
yang sama nilainya dengan hasil penjualan. Atau saya menggantinya dengan
72

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

57

yang lain yang sama nilai dan harganya”. Dalam hal ini wakaf adalah sah dan
syaratnyapun adalah sah.
2.

Wakif tidak menyatakan hak untuk menjual atau menukar harta wakaf, dalam
shighat wakafnya dahulu, dan tidak memberikan hak itu kepada orang atau badan
yang lain. Kemudian hari ternyata harta wakaf itu tidak dapat diambil
manfaatnya atau hasilnya lagi, seperti robohnya bangunan wakaf, tanah menjadi
gersang tidak lagi menghasilkan yang sepadan dengan biaya pengolahannya.
Penggantian atau penjualan hal yang seperti ini dibolehkan dengan keputusan
baik.

3.

Harta wakaf telah memberi manfaat atau mendatangkan hasil yang melebihi
biaya pengolahanya, tetapi ada kesempatannya untuk menukar dengan yang lebih
baik dengan harga dan nilai yang sama dengan harta wakaf itu. Dalam hal ini
Abu Yusuf membolehkan menukarnya karena tidak mengurangi tujuan wakaf.73
Jika wakaf rusak, sementara tidak ada sesuatu yang digunakan untuk

memperbaikinya, juga tidak mungkin disewakan atau diperbaiki, dan yang tersisa
hanyalah reruntuhannya seperti batu bata dan kayu maka sah untuk dijual berdasarkan
perintah penguasa, hasil penjualan dibelikan pengganti wakaf. Jika tidak mungkin
dibeli maka dikembalikan kepada ahli waris orang yang wakaf jika mereka ada. Jika
tidak ada maka diberikan kepada orang-orang fakir.

73

Zakiah Daradjat Dkk, Ilmu Fiqih, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam Departemen Agama, 1986). hal. 225.

Universitas Sumatera Utara

58

Penjualan benda wakaf adalah dengan izin hakim dan hasil penjualan
diberikan kepada sebagian masjid berdasarkan pendapat Abu Yusuf dalam riwayat
keduanya, atau dikembalikan kepada ahli waris, orang-orang fakir, berdasarkan
pendapat Muhammad SAW, pendapat ini merupakan perpaduan yang bagus.
Pendapat Abu Yusuf diamalkan jika memungkinkan, jika tidak maka pendapat
Muhammad adalah kebolehan penjualan reruntuhan itu dan memberikan hasil
penjualanya untuk masjid lain atau penampungan lain sebab tujuan dari orang wakaf
adalah orang-orang bisa memanfaatkanya.74
Para ahli fiqih terdahulu telah mengenal wakaf uang. Sebagian di antara
mereka ada yang memperbolehkan, dan sebagian lagi ada yang melarangnya. Inti
permasalahanya adalah kemungkinan penggunaanya merusak barangnya atau tidak.
Sebagian ahli fiqih memperbolehkan wakaf uang apabila dipergunakan untuk hiasan
berdasarkan dalil qiyas bahwa penyewaan uang untuk tujuan ini diperbolehkan,
sekalipun hal ini masih diperdebatkan. Sebagaian ada yang membolehkannya untuk
tujuan dipinjamkan. Sebagian yang lain juga memperbolehkan untuk diinvestasikan
dalam usaha bagi untung (mudharabah), kemudian keuntunganya disalurkan sesuai
dengan tujuan wakaf.75

74

Wahbah Az-Zuhaili, Fikih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta :Gema Insani, 2007). hal. 324-

75

Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, (Jakarta :Khalifa, 2005). hal. 198.

325.

Universitas Sumatera Utara

59

B. Faktor-Faktor Penggantian Benda Wakaf Dalam Undang-Undang No. 41
Tahun 2004 Tentang Wakaf
Pengelolaan agar pengembangan harta benda wakaf terjaga maka yang harus
dilakukan oleh nazhir sesuai dengan Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 Tentang
Wakaf yang termuat didalam Pasal 44 yaitu:
1. Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, nazhir dilarang
melakukan perubahan peruntukan harta benda wakaf kecuali atas dasar izin
tertulis dari Badan Wakaf Indonesia.
2. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan apabila harta
benda wakaf ternyata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukan
yang dinyatakan dalam ikrar wakaf.
Sebab dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang yaitu:
a. Dijadikan jaminan.
b. Disita.
c. Dihibahkan.
d. Dijual.
e. Diwariskan.
f. Ditukar. Atau
g. Dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainya.76

76

Departemen Agama, Op. Cit., hal. 17.

Universitas Sumatera Utara

60

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 huruf f dikecualikan apabila
harta benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepentingingan umum
sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR), berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syari’ah. Pada
pasal 41 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf dinyatakan:
1.

Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuan
Badan Wakaf Indonesia.

2.

Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan pengecualian
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu), wajib ditukar dengan harta benda yang
manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf
semula.

3.

Ketentuan mengenai perubahan status harta benda wakaf sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Dari ketentuan yang tercantum mulai pasal 40 dan 41 diatas, kehati-

hatian dalam tukar-menukar barang wakaf dan masih menekankan upaya menjaga
keabadian barang wakaf selama keadaannya masih normal-normal saja. Akan
tetapi

disisi

lain juga sudah

membuka pintu Istibdal

meskipun

tidak tasahul

(mempermudah masalah).77

77

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

61

Hal

ini lebih jelas lagi dengan melihat aturan yang terdapat pada

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006. Dalam BAB VI , Pasal 49
dinyatakan :
1.

Perubahan status harta benda wakaf dengan bentuk penukaran dilarang
kecuali dengan izin tertulis dari Menteri berdasarkan pertimbangan BWI.

2.

Izin tertulis

dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dapat diberikan dengan pertimbangan sebagai berikut :
a) Perubahan harta benda wakaf tersebut digunakan untuk kepentingan
umum sesuai

dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) berdasarkan

ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan tidak bertentangan dengan
prinsip syari’ah.
b) Harta

benda wakaf

wakaf,

atau

tidak

dapat

dipergunakan

pertukaran dilakukan

sesuai dengan

ikrar

untuk keperluan keagamaan secara

langsung dan mendesak.
3.

Selain

dari

pertimbangan

sebagaimana

dimaksud

pada

ayat (2), izin

pertukaran harta benda wakaf hanya dapat diberikan jika :
a. Harta benda penukar memiliki sertifikat atau bukti kepemilikan sah
sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan.
b. Nilai

dan manfaat

harta penukar sekurang-kurangnya

sama

dengan

harta benda wakaf semula.

Universitas Sumatera Utara

62

4.

Nilai dan manfaat harta benda penukar sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf b ditetapkan oleh Bupati/Walikota berdasarkan rekomendas tim
penilai yang anggotanya terdiri dari unsur :
a. Pemerintah daerah Kabupaten/Kota
b. Kantor pertanahan Kabupaten/Kota
c. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten/Kota
d. Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota
e. Nazhir tanah wakaf yang bersangkutan
Pasal 50 dan 51 PP Nomor 42 tersebut, selanjutnya di dinyatakan:

Pasal 50: Nilai dan manfaat harta benda penukar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 ayat (3) huruf b dihitung sebagai berikut :
a.

Harta benda penukar memiliki Nilai Jual Obyek Pajak (NOJP) sekurangkurangya sama dengan NPJP harta benda wakaf.

b.

Harta benda penukar berada di wilayah yang strategis dan mudah untuk
dikembangkan.
Pasal 51 menyebutkan bahwa harta benda wakaf yang akan diubah statusnya

dapat dilakukan sebagai berikut :
a.

Nazhir mengajukan permohonan tukar ganti kepada Menteri melalui Kantor
Urusan Agama Kecamatan setempat dengan menjelaskan alasan perubahan
status/tukar menukar tersebut.

Universitas Sumatera Utara

63

b.

Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan meneruskan permohonan tersebut
kepada Kantor Departemen Kementerian Agama Kabupaten/Kota, Kepala
Kantor Departemen Kementerian Agama Kabupaten/Kota setelah menerima
permohonan tersebut membentuk tim dengan susunan dan maksud seperti dalam
pasal 49 ayat 4 dan selanjutnya Bupati/Walikota setempat membuat Surat
Keputusan.

c.

Kepala

Kantor

Departemen

Kementerian

Agama

kabupaten / kota

meneruskan permohonan tersebut dengan dilampiri hasil penelitian dari tim
kepada Kantor Wilayah Departemen Kementerian Agama propinsi dan
selanjutnya meneruskan permohonan tersebut kepada Menteri.
d.

Setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri, maka tukar ganti
dapat dilaksanakan dan hasilnya harus dilaporkan oleh Nazhir ke kantor
pertanahan dan / atau lembaga terkait untuk pendaftaran lebih lanjut .78
Perlunya rekonstruksi konsep fiqh wakaf, didasarkan salah satunya pada

pengelolaan wakaf di Indonesia yang sangat memprihatinkan. Karena faktor
ketidak profesionalan dalam penanganan harta benda wakaf, banyak yayasan
pendidikan yang berasal dari harta benda wakaf terlantar. dan tidak berkembang atau
bahkan gulung tikar. Yayasan semacam ini, di Indonesia jumlahnya sangat banyak.
Inilah salah satu ide dasar munculnya istilah wakaf produktif. Kesadaran masyarakat
untuk mengamalkan tingkat religiusitasnya dengan cara wakaf memang cukup tinggi.
78

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang wakaf, http://hukum.unsrat.ac.id/pp/pp_42_2006.pdf
(diakses tanggal, 21 Mei 2012).

Universitas Sumatera Utara

64

Namun sayangnya, banyak aset wakaf yang tingkat pendayagunaannya terbatas, dan
tidak sedikit yang tidak berkembang sama sekali. Penyebabnya adalah umat Islam
pada umumnya mewakafkan tanah, namun kurang memikirkan biaya operasional
sekolah, sehingga yang harus dilakukan adalah pengembangan wakaf produktif
untuk mengatasi hal tersebut. Pilihan menganut manajemen moderen menjadi
niscaya dan harus dilakukan serta kelaziman bahwa harta benda wakaf adalah
hanya harta benda tak bergerak harus segera diubah bahwa harta benda wakaf
bergerak juga bisa diwakafkan dan potensial untuk dikembangkan. Keterikatan
dengan pemahaman yang diyakini dan kualitas nadzir yang tidak futuristik dalam
mengelola aset wakaf menyebabkan potensi harta wakaf tidak berkembang
semestinya. Pengembangan dan pengelolaan fungsi aset wakaf secara produktif
merupakan upaya menghidupkan kembali harta wakaf yang statis atau cenderung
mati. Pengembangan wakaf ini juga bisa ditopang dengan dikembangkannya konsep
wakaf tunai.79
Pada umumnya tanah yang diwakafkan umat Islam di Indonesia hanyalah
cukup untuk membangun masjid atau mushallah, tapi sulit untuk dikembangkan.
Memang ada beberapa tanah wakaf yang cukup luas, tetapi nazhir tidak profesional.
Di Indonesia masih sedikit orang yang mewakafkan harta selain tanah (benda tidak
bergerak), padahal dalam fiqih, harta yang boleh diwakafkan sangat beragam
termasuk surat berharga dan uang.
79

Sururudin, Pemeliharaan Dan Pengamanan Harta Benda Wakaf, http:// sururudin.
wordpress. com/2009/03/27/pemeliharaan-dan-pengamanan-harta-benda-wakaf/, Sururudin, (diakses,
tanggal 21 Mei 2012).

Universitas Sumatera Utara

65

Dalam pengelolaan harta wakaf produktif, pihak yang paling berperan
berhasil tidaknya dalam pemanfaatan harta wakaf adalah nazhir wakaf, yaitu
seseorang atau sekelompok orang dan badan hukum yang diserahi tugas oleh wakif,
untuk

mengelola

wakaf.

Walaupun

dalam

kitab-kitab

fiqih

ulama

tidak

mencantumkan nazhir wakaf sebagi salah satu rukun wakaf, karena wakaf merupakan
pemberian yang bersifat sunnah (tabaru). Namun demikian setelah memperhatikan
tujuan wakaf yang ingin melestarikan manfaat dari hasil harta wakaf, maka
keberadaan nazhir sangat dibutuhkan, bahkan menempati pada peran sentral. Sebab
dipundak nazhirlah tanggung jawab dan memelihara, menjaga, mengembangkan
wakaf dan menyalurkan hasil atau manfaat dari wakaf kepada sasaran wakaf. 80
Diberbagai negara yang wakafnya dapat berkembang dan berfungsi untuk
memberdayakan ekonomi umat, wakaf dikelola oleh nazhir yang profesional. Di
Indonesia masih sedikit nazhir yang profesional, bahkan ada beberapa nazhir yang
kurang memahami hukum wakaf, termasuk

kurang memahami

hak dan

kewajibannya.
Dengan demikian, wakaf yang diharapkan dapat memberi kesejahteraan pada
umat, tetapi sebaliknya justru biaya pengelolaannya terus-menerus tergantung pada
zakat, infaq dan shadaqah dari masyarakat, di samping itu, dalam berbagai kasus ada
sebagian nazhir yang kurang memegang amanah, seperti melakukan penyimpangan
dalam pengelolaan, kurang melindungi harta wakaf, dan kecurangan-kecurangan lain,

80

Muhammad Syafii Antonio, Menuju Era Wakaf Produktif, (Depok: Mumtaz Publishing,
2005). hal. 83.

Universitas Sumatera Utara

66

sehingga memungkinkan wakaf tersebut berpindah tangan. Untuk mengatasi
masalah ini, hendaknya calon wakif sebelum berwakaf memperhatikan lebih dahulu
apa

yang

diperlukan

masyarakat,

dan

dalam

memilih

nazhir

sebaiknya

mempertimbangkan kompetensinya.81
Dalam hal pengelolaan harta benda wakaf sebagaimana dimaksudkan oleh
undang-undang wakaf, yakni agar dapat berkembang dan dapat dimanfaatkan secara
maksimal bagi kesejahteraan sosial, maka yang paling memegang peranan sangat
penting dan strategis ialah nazhir. Walaupun dalam referensi fiqih klasik, peranan
nazhir tidak begitu dianggap penting, bahkan tidak termasuk salah satu rukun wakaf,
namun melihat tujuan dan kecenderungan pengembangan serta pemberdayaan wakaf
yang diintensifkan saat ini, sudah saatnya nazhir ini mendapatkan perhatian khusus
dan lebih, bahkan sudah pada saatnya dimasukkan ke dalam salah satu rukun wakaf.
Karena itu rekrutmennya tidak menjadi hak wakif semata, atau hanya sekedar
saran dan pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) kecamatan dan Camat saja,
tetapi lebih dari itu harus ada campur tangan Badan Wakaf Indonesia (BWI). Hal ini
dimaksudkan agar nazhir benar-benar orang yang berkualitas dan mempunyai
kualifikasi khusus yang dipersyaratkan oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Sementara ini persyaratan nadzir sebagimana yang terdapat dalam Pasal 54
undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, ialah meliputi :
a.

Warga Negara Indonesia
81

Suhairi blog Stain Jurai Siwo Metro, Wakaf Uang Dalam Mewujudkan Ekonomi Umat,
Internet,http://suhairistain.blogspot.com, wakaf-uang-dalam mewujudkan.html, Wakaf Uang Dalam
Mewujudkan Ekonomi Umat, (diakses tanggal, 21 Mei 2012).

Universitas Sumatera Utara

67

b.

Beragama Islam

c.

Dewasa

d.

Amanah

e.

Mampu secara jasmani dan rohani

f.

Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum. (psl. 10 ayat 1). 82
Berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang harta

benda wakaf yaitu, suatu harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang :
a. Dijadikan jaminan
b. Disita
c. Dihibahkan
d. Dijual
Apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan akan dilakukan tukar
seperti hal yang diatur dalam pasal 40 butir f, dapat dilakukan apa bila untuk
kepentingan umum sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR), berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan
dengan syari’ah dan telah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuan
Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Harta benda yang sudah diubah statusnya, wajib ditukar dengan harta benda
yang manfaatnya dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf
semula. Setiap perubahan atau ditukar harta benda wakaf peruntukanya maka nazhir
82

Muhibbin, Pengelolaan Dan Pemberdayaan Wakaf Produktif di Indonesia, http:// www.
walisongo.co.id/view?p=kolom&id=paradigma baru pengelolaan dan pemberdayaan wakaf produktif
di Indonesia, (diakses tanggal 20 mei 2012).

Universitas Sumatera Utara

68

wajib mendaftarkan kembali kepada instansi yang berwenang atas harta benda wakaf
yang ditukar atau diubah peruntukanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.83
Prospek perkembangan wakaf yang diinginkan di masa mendatang, antara lain
dapat diproyeksikan dari substansi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf tersebut. Ada beberapa substansi penting yang perlu diperhatikan bagi
berbagai pihak yang perduli dengan permasalahan perwakafan dalam undang-undang
wakaf antara lain adalah dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf ini terlihat jelas arah perwakafan di Indonesia bukan hanya untuk kepentingan
ibadah saja, tetapi juga untuk memberdayakan masyarakat dengan pengelolaan wakaf
secara ekonomis dan produktif dalam rangka meningkatkan kesejahteraan ummat.84
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Pasal 2 terkait dengan
pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan berdasarkan asas :
a. kemanusiaan.
a. keadilan.
b. kemanfaatan
c. Kepastian
d. Keterbukaan
e. Kesepakatan

83

Elsi Kartika Sari, Loc. Cit.
Sri Handayani, Pelaksanaan Wakaf Uang Dalam Perspektif Hukum Islam Setelah
Berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 TentangWakaf Di Kota Semarang, (Semarang:
Program Studi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Di Ponegoro Semarang,
2008). hal.95.
84

Universitas Sumatera Utara

69

f. Keikutsertaan
g. Kesejahteraan
h. Keberlanjutan
i. keselarasan. 85
Wakaf tunai yang bisa diterbitkan dengan Serifikat Wakaf Tunai dapat
dilakukan dengan maksud untuk memenuhi target investasi, sedikitnya yaitu:
1. Kemanfaatan bagi kesejahteraan pribadi (dunia akhirat), semua manusia akan
kembali kehariban illahi, karena itu tidaklah berlebihan kalau kita merenungkan
sejenak, bahwa pada saat dilahirkan kita dalam keadaan miskin dan pada saat
meninggal kita pun akan dalam keadaan miskin. Tidak dapat disangkal lagi bahwa
setelah meninggal, semuanya akan berakhir kecuali tiga hal, yaitu ilmu yang
bermanfaat, anak saleh, dan amal jariah. Wakaf tunai termasuk salah satu amal
ariyah yang terus mengalir pahalanya. Wakaf tunai sebagai sedekah ariyah
memainkan peranan penting bagi seseorang untuk mencapai kesejahteraan dunia
dan akhirat.
2. Kemanfaatan bagi kesejahteraan keluarga (dunia dan akhirat), Sertifikat Wakaf
Tunai menerangkan peluang bagi kita untuk dapat mewujudkan tanggung jawab
kepada orang tua, istri, anak–anak dan anggota keluarga lainnya. Sertifikat Wakaf
Tunai dapat juga dibeli untuk menjamin perbaikan kualitas hidup generasi penerus

85

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi
PembangunanUntukKepentinganUmum,http://www.google.com/search?le=UTF8&oe=UTF&sourceid
=navclient&gfns=1&q=uu+no+2+thun2012+pasal+2, (diakses Tanggal, 20 Mei 2012).

Universitas Sumatera Utara

70

melalui pelaksanaan program pendidikan, pernikahan dan lain-lain. Sebab bank
akan tetap bertanggung jawab untuk mengelola keuntungan dari Sertifikat Wakaf
Tunai itu. Karena dengan cara pengelolaan program seperti itu, maka wakaf tunai
dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan generasi mendatang.
3. Pembangunan sosial Sertifikat Wakaf Tunai juga menawarkan peluang yang unik
untuk membantu masyarakat. Dengan adanya keuntungan dari wakaf tunai,
seseorang dapat membantu bantuan yang berharga bagi pendirian ataupun
operasionalisasi lembaga-lembaga pendidikan termasuk masjid, madrasah, rumah
sakit, sekolah, kursus, akademi, dan universitas. Pembelian sertifikat ini dapat
membantu

terlaksananya

proyek-proyek

pendidikan,

riset,

keagamaan,

kesejahteraan sosial, pengobatan dan perawatan kesehatan untuk orang miskin dan
untuk penghapusan kemiskinan.
4. Membangun masyarakat sejahtera dana yang terhimpun dari wakaf tunai akan
diinvestasikan dan hasilnya dapat memberikan jaminan sosial kepada simiskin dan
keamanan bagi sikaya. Akhirnya, wakaf tunai akan menjadi wahana bagi
terciptanya kepedulian dan kasih sayang antara sikaya dan si miskin, sehingga
membantu terciptanya hubungan yang harmonis dan kerjasama yang baik. Tidak
berlebihan kiranya kita mengharapkan bahwa melalui Sertifikat Wakaf Tunai akan
memperoleh manfaat yang banyak di bidang ekonomi dan sosial bagi masyarakat
secara keseluruhan.86

86

Departemen Agama, Loc. Cit, hal. 3-4.

Universitas Sumatera Utara

71

Perluasan benda yang diwakafkan sebelum Undang-undang Nomor 41 Tahun
2004 tentang wakaf, pengaturan wakaf hanya menyangkut perwakafan benda tak
bergerak yang lebih banyak dipergunakan untuk kepentingan konsumtif, seperti
masjid, madrasah, kuburan, yayasan yatim piatu, pesantren, sekolah dan sebagainya.
Namun saat ini sedang berkembang dan sudah dipraktekkan oleh sebagaian
lembaga Islam terhadap wacana wakaf benda bergerak, seperti uang (cash waqaf),
saham atau surat-surat berharga lainnya seperti yang diatur dalam Undang-undang
wakaf. Tentu saja ini merupakan terobosan yang cukup signifikan dalam dunia
perwakafan, karena wakaf seperti uang, saham atau surat berharga lainya merupakan
variabel penting dalam pengembangan ekonomi.
Pembaharuan paham wakaf tersebut bukan untuk dibelanjakan secara
konsumtif seperti kekhawatiran sebagai orang hingga habis yang berarti menyalahi
konsep dasar wakaf itu sendiri, namun bagaimana agar uang, saham atau surat
berharga lainnya yang dimiliki oleh seseorang atau lembaga (badan hukum) dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat banyak.
Aspek kemanfaatan dzat (benda yang diwakafkan) menjadi esensi dari jenis
benda wakaf ini, bukan aspek dzat benda wakaf itu sendiri. Sehingga dengan
diaturnya benda wakaf bergerak seperti diatur dalam undang-undang wakaf seperti
uang, saham atau surat berharga lainya diharapkan bisa menggerakan seluruh potensi
wakaf untuk kesejahteraan masyarakat luas.87

87

Departemen Agama, Op. Cit, hal. 102

Universitas Sumatera Utara

72

Terkait dengan penggantian benda wakaf dengan uang maka berdasarkan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 28 sampai dengan Pasal 31 yang mana
Undang-Undang ini mengatur tentang wakaf benda bergerak berupa uang.
Ketentuannya bahwa wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui
Lembaga Keuangan Syari‘ah yang ditunjuk oleh Menteri. Penjelasan Pasal 28
Undang-Undang ini menerangkan bahwa yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan
Syari‘ah adalah badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang keuangan syari‘ah.
Hal ini dapat dilaksanakan oleh wakif dengan pernyataaan kehendak wakif
yang dilakukan secara tertulis dan diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.
Selanjutnya lembaga keuangan syari‘ah menerbitkan sertifikat tersebut dan
menyampaikannya kepada wakif dan nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda
wakaf. Kemudian lembaga keuangan syari‘ah, atas nama nazhir mendaftarkan harta
benda wakaf berupa uang ini kepada Menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja
sejak diterbitkannya Sertifikat Wakaf Uang.
Wakaf benda bergerak berupa uang tersebut merupakan masalah yang baru
dalam perwakafan di Indonesia. Putusan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
tentang masalah wakaf uang ini dikeluarkan pada tanggal 28 Safar 1423 H atau
bertepatan dengan tanggal 11 Mei 2002 M. Komisi ini memutuskan fatwa tentang
wakaf uang pada prinsifnya adalah: (1) wakaf uang (cash wakaf/waqf al-Nuqud)
adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum
dalam bentuk uang tunai, (2) termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat

Universitas Sumatera Utara

73

berharga, (3) wakaf uang termasuk jawaz (boleh), (4) wakaf uang hanya boleh
disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar‘iy, (5) nilai
pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan
atau diwariskan.88

88

TataFathurrohman,WakafDanIslam,http://lsi.unisba.ac.id/index.php/component/content/artic
le/61-wakap/83-wakaf-dan-islam, (diakses, 21 Mei 2012).

Universitas Sumatera Utara

74

BAB IV
AKIBAT HUKUM PENGGANTIAN BENDA WAKAF MENURUT
KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41
TAHUN 2004 TENTANG WAKAF
A. Akibat Hukum Penggantian Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum
Islam (KHI) Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
1.

Keabsahan Wakaf Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Dan UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004
Pada masa sebelum lahirnya Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-

Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf jarang harta atau tanah wakaf
didaftarkan menurut peraturan yang berlaku akibatnya sewaktu terjadi persengketaan
tentang setatus tanah wakaf tersebut atau tanah wakaf itu di gusur dengan tujuan
pembangunan, maka pihak kenaziran sulit membuktikan bahwa tanah wakaf yang
digusur itu benar-benar tanah wakaf.89
Maka agar dapat meminimalisir dampak negatif terhadap benda wakaf tata
cara pendaftaran wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) tersebut terdapat
pada Pasal 223 yaitu:
1. Pihak yang hendak mewakafkan dapat menyatakan ikrar wakaf dihadapan Pejabat
Pembuat Akta Ikrar wakaf untuk melaksanakan ikrar wakaf.
2. Isi dan bentuk ikrar wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama.
3. Pelaksanaan ikrar, demikian pula pembuatan akta ikrar wakaf, dianggagap sah jika
dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya oleh dua orang saksi.

89

Yulia Damayanti, Op. Cit., hal, iv.

74

Universitas Sumatera Utara

75

4. Dalam melaksanakan ikrar seperti dimaksut ayat 1 (satu) pihak yang mewakafkan
diharuskan menyerahkan kepada Pejabat yang tersebut dalam Pasal 215 ayat 6
(enam), surat-surat sebagai berikut:
a. Tanda bukti kepemilikan harta benda.
b. Jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus disertai
surat keterangan dari kepala desa yang diperkuat oleh camat setempat yang
menerangkan kepemilikan benda tidak bergerak yang dimaksud.
c. Surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda tidak
bergerak yang bersangkutan.
Bentuk perwakafan tata cara di Indonesia berdasarkan Kompolasi Hukum
Islam (KHI) di atas adalah untuk menertipkan pelaksanaanya. Pertama sekali dalam
melaksanakan tata cara perwakafan adalah seseorang atau badan hukum yang hendak
mewakafkan tanahnya (sebagai calon wakif) datang sendiri kepada Pejabat Pembuat
Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan kehendaknya jika calon wakif itu
tidak bisa datang sendiri karna sakit atau sudah tua atau alasan lain yang dapat
diterima, ia dapat membuat ikrar wakaf secara tertulis dngan persetujuan Kepala
Kantor Urusan Agama (KUA) dihadapan dua orang saksi, kemudian ikrar wakaf itu
dibacakan pada nazhir wakaf dihadapan PPAIW.
Pada waktu menghadap Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) wakif
harus memenuhi surat-surat harta yang akan diwakafkan. Langkah selanjudnya, suratsurat itu akan diperiksa lebih dahulu oleh PPAIW, apakah telah memenuhi aturan

Universitas Sumatera Utara

76

atau belum. Kemudian PPAIW meneliti saksi-saksi dan mensahkan susunan nazhir
(Pasal 223 ayat 4). 90
Kelanjutan dari pasal 223 Kompilasi Hukum Islam (KHI) setelah Akta Ikrar
Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 223 ayat (3) dan (4) maka
Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas nama Nazhir yang bersangkutan
diharuskan mengajukan permohonan kepada Camat untuk mendaftarkan perwakafan
benda yang bersangkutan guna menjaga keutuhan dan kelestariannya.
Ketentuan Peralihan yang tertuang didalam Pasal 228 Kompilasi Hukum
Islam (KHI) perwakafan benda demikian pula pengurusanya yang terjadi sebelum
dikeluarkanya ketentuan ini, harus dilaporkan dan didaftarkan kepada Kantor Urusan
Agama Kecamatan setempat untuk disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan ini.91
Tata Cara Pendaftaran Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)
1) Perorangan atau badan hukum yang akan mewakafkan benda miliknya (sebagai
calon wakif) datang sendiri di hadapan PPAIW untuk melaksanakan ikrar wakaf.
Apabila calon wakif tidak dapat datang ke hadapan PPAIW karena suatu sebab,
seperti sakit, uzhur, dan lain-lainya dapat membuat sebab, seperti sakit, uzhur, dan
lain-lainnya dapat membuat Ikrar Wakaf secara tertulis dengan persetuuan kepada
Kandepag Kabupaten letak tanah yang diketahui oleh dua orang saksi. Ikrar Wakaf
tersebut dibacakan kepada nazhir di hadapan PPAIW dengan dua orang saksi.

90

Yulia Damayanti, Op.Cit, hal. 65-66.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara, 2007),
hal. 311.
91

Universitas Sumatera Utara

77

2) Calon wakif sebelum mengikarkan terlebih dahulu menyerahkan kepada PPAIW
surat-surat berikut ini:
a. Sertifikat tanah milik atau bukti pemilikan lainnya seperti surat girik, petuk,
ketitir dan sebagainya.
b. Surat keterangan Kepala Desa, diperkuat Camat setempat mengenai kebenaran
pemilik tanah dan tidak dalam sengketa.
c. Surat keterangan pendaftaran tanah.
d. Izin Bupati atau Walikota c.q Subdit Agraria setempat ini terutama dalam
rangka tata kota.
Pendaftaran Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), setelah
adanya Akta Ikrar Wakaf, maka Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas nama
nazhir mengajukan pendaftaran persetifikatan benda tersebut guna menjaga
kelestariannya.92
Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya
berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai kasus harta benda wakaf tidak
terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga
dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian, hanya karena kelalaian atau ketidak
mampuan nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf.
Akan tetapi, hal ini juga karena sikap masyarakat yang kurang peduli atau
belum memahami status harta benda wakaf yang seharusnya dilindungi demi
kesejateraan umum sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf.
92

Hasbalah Thaib, Op. Cit, hal. 19.

Universitas Sumatera Utara

78

Berdasarkan pertimbangan di atas dan untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam
rangka pembangunan hukum nasional, perlu dibentuk undang-undang tentang wakaf.
Pada dasarnya, ketentuan mengenai perwakafan berdasarkan syariah dan
peraturan perundang-undangan dicantumkan kembali dalam undang-undang ini.
Selain itu, terdapat pula berbagai pokok pengaturan yang baru antara lain sebagai
berikut:
1. Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi harta
benda wakaf. Undang-undang ini menegaskan bahwa perbuatan hukum wakaf
waib dicatat dan di tuangkan dalam akta ikrar wakaf dan didaftarkan serta
diumumkan yang pelaksanaanya dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf dan harus
dilaksanakan. Undang-undang ini tidak memisahkan antara wakaf ahli yang
pengelolaan dan pemanfaatan harta benda wakaf terbatas untuk kaum kerabat (ahli
waris) dengan wakaf khairi yang dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat
umum sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.93
2. Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum cenderung terbatas
pada wakaf benda tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan. Menurut undangundang ini, wakif dapat mewakafkan sebagaian kekayaanya berupa harta benda
brgerak baik berwujud maupun tidak berwujud yaitu uang, logam mulia, surat
berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak
lainya. Dalam hal benda bergerak brupa uang, wakif dapat mewakafkan melalui
93

Siah Khosyi’ah, Op. Cit., hal. 215-216.

Universitas Sumatera Utara

79

Lembaga Keuangan syariaah, yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan
Syariaah adalah badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bergerak dibidang keuangan syariah,
badan hukum di bidang perbankan syariah. Dimungkinkanya wakaf benda
bergerak berupa uang melalui Lembaga Keungan Syariah, dimaksudkan agar
memudahkan wakif untuk mewakafkan uang miliknya.
3. Peruntukan harta benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan sarana ibadah
dan sosial, tetapi juga diarahkan untuk memajukan kesejateraan umum dengan
cara mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf. Hal itu
memungkinkan pengelolaan harta benda wakaf dapat memasuki wilayah kegiatan
ekonomi dalam arti luas, sepanjang pengelolaan tersebut sesuai dengan prinsip
manajemen dan ekonomi syariah.
4. Untuk mengamankan harta benda wakaf dari campur tangan pihak ketiga yang
merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatkan kemampuan perofesional
nazhir.
Undang-undang ini juga mengatur pembentukan Badan Wakaf Indonesia yang
dapat mempunyai perwakilan didaerah sesuai dengan kebutuha. Badan tersebut
merupakan lembaga independen yang melaksanakan tugas dibidang perwakafan yang
melakukan pembinaan terhadap nazhir melakukan pengelolaan dan pengembangan
harta benda wakaf bersekala nasional dan internasional, memberikan persetuuan atas
perubahan peruntukan dan setatus harta benda wakaf, dan memberikan saran dan

Universitas Sumatera Utara

80

pertimbangan

kepada

pemerintah

dalam

penyususnan

kebijakan

dibidang

perwakafan. 94
Dibentuknya tata cara perwakafan di Indonesia melalui Kompilasi Hukum
Islam (KHI) di atas, adalah untuk menertibkan pelaksanaanya. Pertama sekali dalam
melaksanakan tata cara perwakafan adalah seseorang atau badan hukum yang hendak
mewakafkan tanahnya (sebagai calon wakif datang sendiri kepada Pejabat Pembuat
Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan kehendaknya. Jika calon wakif itu
tidak dapat senderi karena sakit atau sudah tua atau alasan lain yang dapat diterima, ia
dapat membuat ikrar wakif secara tertulis dengan persetujuan Kepala Kantor Urusan
Agama dihadapan dua orang saksi, kemudian ikrar wakaf itu dibacakan pada nazhir
wakaf dihadapan PPAIW pada waktu menghadap Pejabat Pembuat Akta ikrar wakaf
wakif harus memenuhi surat-surat harta yang akan diwakafkan. Langkah selanutnya,
surat-surat itu akan diperiksa lebih dahulu oleh PPAIW meneliti saksi-saksi dan
mensahkan susunan nazhir.(Pasal 223 ayat 4).95
Sedangkan tata cara pendaftaran harta benda wakaf menurut undang-undang
Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf tersebut yaitu:
1.

Pendaftaran harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah dilaksanakan
berdasarkan Akta Ikrar Wakaf (AIW) atau Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf
(APAIW).

94

Ibid.
Yulia Damayanti, Pendaftaran dan Penggantian Harta Wakaf Ditinau dari Hukum Islam
dan Peraturan Pemerintah (Penelitian di Kota Medan), (Medan : Program Pascasarjana Univesitas
Sumatera Utara, 2004), hal. 65-66.
95

Universitas Sumatera Utara

81

2.

Selain persaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) dilampirkan
persyaratan sebagai berikut:
a. Sertipikat hak atas tanah atau sertipikat atas satuan rumah susun yang
bersangkutan atau tanda bukti kepemilikan tanah lainya.
b. Surat pernyataan dari yang bersangkutan bahwa tanahnya tidak dalam
sengketa, perkara, sitaan, dan tidak dijaminkan yang diketahui oleh kepala
desa atau lurah atu sebutan lain yang setingkat yang diperkuat oleh camat
setempat.
c. Izin dari Pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundangundangan dalam hal tanhnya diperoleh dari instansi pemerintah,
pemerintah daerah. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) dan pemerintah desa atau sebutan lain yang
setingkat dengan itu.
d. Ijin dari Pejabat Bidang Pertanahan apabila dalam sertipikat dan keputusan
pemberian haknya diperlukan ijin pelepasan atau peralihan.
e. Ijin dari pemegang hak pengelolaan atau hak milik dalam hal hak guna
bangun atau hak pakai yang diwakafkan diatas hak pengelolaan atu hak
milik.

Selanjudnya pendaftaran benda wakaf tidak bergerak berupa tanah dalam
Pasal 39 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 Tentang Wakaf yaitu:

Universitas Sumatera Utara

82

1. Pendaftaran sertifikat tanah wakaf dilakukan berdasarkan AIW atau APIW
dengan tata cara sebagai berikut:
a. Terhadap tanah yang sudah bersetatus hak milik didaftarkan menadi tanah
wakaf atas nama nazhir;
b. Terhadap tanah hak milik yang diwakafkan hanya sebagian dari luas
keseluruhan harus dilakukan pemecahan sertifikat hak milik terlebih
dahulu, kemudian didaftarkan menadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
c. Terhadap tanah yang belum bersetatus hak milik yang berasal dari tanah
milik adat langsung didaftarkan menadi tanah wakaf atas nama nazhir;
d. Terhadap hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai di atas tanah
Negara sebagai mana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b yang telah
mendapat persetuuan pelepasan hak dari pejabat yang berwenang di bidang
pertanahan didaftarkan menadi tanah wakaf atas nama nazhir;
e. Terhadap tanah Negara yang di atasnya berdiri bangunan masid;
f. Pejabat yang berwenang dibidang pertanahan Kabupaten/Kota setempat
mencatat perwakafan tanah yang bersangkutan pada buku tanah dan
sertipikatnya.
2. Ketentuan lebih lanut mengenai tata cara pendaftaran wakaf tanah diatur
dalam Peraturan Menteri setelah mendapat saran dan pertimbangan dari
pejabat yang berwenang di bidang pertanahan.96

96

Rachmadi Usman, Op. Cit., hal. 196.

Universitas Sumatera Utara

83

Tata cara pembuatan akta ikrar wakaf benda tidak bergerak dapat dilakukan
sebagai berikut:97
1. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
2. PPAIW meneliti kelengkapan persyaratan administrasi perwakafan dan keadaan
fisik benda wakaf;
3. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf b terpenuhi, maka
pelaksanaan ikrar wakaf dan pembuatan akta ikrar wakaf dianggap sah apabila
dilakukan dalam Majelis Ikrar Wakaf.
4. Akta Ikrar wakaf yang telah ditandatangani oleh wakif, nazhir, 2 (dua) orang saksi,
dan atau Maukuf alaih disahkan oleh PPAIW’
5. Salinan Akta Ikrar Wakaf disampaikan kepada:
a)

Wakif;

b) Nazhir;
c)

Maukuf alaih

d) Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota dalam hal benda wakaf

berupa

tanah; dan
e)

Instansi berwenang lainya dalam hal benda wakaf berupa benda tidak
bergerak selain tanah atau benda bergerak selain uang.

Tata Cara Pembuatan Akta Pengganti Ikrar Wakaf dapat dilakukan sebagai
berikut:
97

Departemen Agama, Op. Cit, hal. 78-79.

Universitas Sumatera Utara

84

1. Tata cara pembuatan Akta Penggantian Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan
berdasarkan permohonan masyarakat atau aksi yang mengetahui keberadaan
benda wakaf.
2. Pemohon masyarakat atau 2 (dua) orang saksi yang mengetahui dan mendengar
perbuatan wakaf harus dikuatkan dengan adanya petunuk (karinah) tentang
keberadaan benda wakaf.
3. Apabila tidak ada orang yang memohon pembuatan Akta Pengganti Akta Ikrar
Wakaf, maka kepala desa tempat benda wakaf tersebut berada wajib meminta
pembuatan akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf tersebut kepada PPAIW setempat.
4. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf atas nama nazhir waib menyampaikan Akta
Pengganti Akta Ikrar Wakaf beserta dokumen pelengkap lainya kepada kepala
kantor pertanahan Kabupaten atau Kota setempat dalam rangka pendaftaran
wakaf tanah yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari sejak penanda tanganan Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf.
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dapat adalah sebagai berikut:
1. PPAIW harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah adalah Kepala KUA
dan atau pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf.
2. PPAIW harta benda wakaf bergerak selain uang adalah kepala KUA dan atau
pejabat lain yang ditunjuk oleh Menteri.

Universitas Sumatera Utara

85

3. PPAIW harta benda wakaf bergerak berupa uang adalah Pejabat Lembaga
Keuangan Syariah palin