Penggantian Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam (Khi) Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Wakaf adalah sebagai perbuatan hukum sudah lama melembaga dan
dipraktikkan di Indonesia. Wakaf di Indonesia sudah ada sejak Islam datang ke
Indonesia, wakaf telah dilaksanakan berdasarkan paham yang dianut oleh masyarakat
Islam sesuai dengan paham Syafi’iyyah dan adat kebiasaan. Pada tahun 1905,
dikeluarkan sirkulir oleh Pemerintah Hindia Belanda yang termuat dalam BS (bijblad
op hat staatblad). No. 6196 tanggal 31 Juni. BS (bijblad op hat staatblad) tersebut
antara lain mengatakan bahwa bagi mereka yang ingin melaksanakan wakaf
diharuskan terlebih dahulu meminta ijin kepada Bupati.1
Wakaf yang diajarkan oleh Islam mempunyai sandaran ideologi yang amat
kental dan kuat sebagai kelanjutan ajaran tauhid yaitu, segala sesuatu yang berpuncak
pada keyakinan terhadap keesaan Tuhan harus dibarengi dengan kesadaran akan
perwujudan keadilan sosial. Islam mengajarkan kepada umatnya agar meletakkan
persoalan harta (kekayaan dunia) dalam tinjauan yang relatif, yaitu harta kekayaan
dunia yang dimiliki oleh seseorang atau sebuah lembaga harus mempunyai
kandungan nilai-nilai sosial (humanistik).2


1

Siah Khosyi’ah, Wakaf & Hibah Perspektif Ulama Fiqih Dan Perkembangannya Di
Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hal. 194.
2
Departemen Agama, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis Di
Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2007), hal. 8.

1

Universitas Sumatera Utara

2

Wakaf merupakan ibadah dalam bentuk sedekah yang sangat banyak
manfaatnya bagi kepentingan sosial kemasyarakatan. Seseorang mewakafkan
hartanya untuk membantu fakir miskin atau untuk membangun mesjid, sekolah,
rumah sakit, rumah penyantunan, atau untuk proyek pembangunan ilmu pengetahuan,
maka bagi orang yang berwakaf itu akan memperoleh pahala yang besar dari Allah

SWT dan pahalanya terus mengalir selama harta itu masih dimanfatkan.3
Wakaf telah memerankan peran yang sangat penting dalam mengembangkan
kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan masyarakat Islam. Selain itu,
keberadaan wakaf juga telah banyak memfasilitasi para sarjana dan mahasiswa
dengan berbagai sarana dan prasarana yang memadai untuk melakukan riset dan
pendidikan, sehingga dapat mengurangi ketergantungan dana pada pemerintah.
Kenyataan menunjukkan, institusi wakaf telah menjalankan sebagian dari tugas-tugas
Pemerintah. Berbagai bukti menunjukan, sumber-sumber wakaf tidak saja digunakan
untuk membangun perpustaakaan, ruang-ruang belajar, tetapi juga untuk membangun
perumahan siswa, riset, jasa-jasa foto copy, pusat seni dan lain-lain.4
Larangan memperjual belikan harta wakaf terdapat pada dalil hadist yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (Muttafaqun’alaih). Larangan tersebut
diucapkan Rasulullah pertama kali pada masa awal disyariatkannya wakaf, yaitu pada
waktu Umar bin Khattab memperoleh tanah perkebunan yang luas di Khaibar. Untuk

3

Hasballah Thaib, Fiqih Wakaf, (Medan: Program Pascasarjana Hukum Universitas Sumatera
Utara, 2003), hal. 13.
4

Mannan, Sertifikat Wakaf Tunai Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam, (Depok: CiberPKTTI-UI, 2001), hal. 11-12.

Universitas Sumatera Utara

3

memanfaatkannya Umar meminta petunjuk kepada Rasulullah. Rasulullah lalu
menasihatkan, jika Umar mau, tanah itu diwakafkan saja kepada pihak yang sedang
membutuhkanya. Waktu itu Rasulullah menegaskan bahwa: “tanah wakaf itu tidak
boleh dijual, tidak boleh diwariskan, dan tidak pula dihibahkan”. Umar lalu
melaksanakan petunjuk Rasulullah itu, dan hasilnya digunakan untuk kepentingan
sosial seperti membantu fakir miskin, membebaskan perbudakan dan jalan kebaikan
lainya. Dalam memahami maksud hadist ini, ulama berbeda pendapat.5
Di antara mereka ada yang cenderung memahaminya secara harfiah, dan ada
pula yang lebih berorientasi kepada hal-hal yang bersifat substansial. Di antara ulama
yang memahaminya secara harfiah adalah sebagaian pengikut Imam Malik dan
sebagian pengikut Imam Syafi’i yang berpendapat bahwa harta wakaf tidak boleh
diperjual belikan atau ditukarkan/diubah. Masjid atau peralatan masjid sebagai wakaf
meskipun sudah tidak dapat digunakan, tidak boleh dijual atau ditukarkan. Menjual
atau menukar harta wakaf berarti memutuskan pahala dari harta wakaf. Si wakif

hanya mendapat aliran pahala wakafnya dari benda yang diwakafkannya, bukan dari
benda lain tukaranya.6
Sebagian ulama menangkap pengertian hadist itu bahwa larangan menjual
harta wakaf dalam hadist itu hanyalah bagi harta wakaf yang masih dapat
dimanfaatkan tanpa suatu kebutuhan. Adapun harta wakaf yang sudah tua atau
hampir tidak dapat dimanfaatkan lagi boleh dijual dan uangnya dibelikan lagi
5

Michael Dumper, Wakaf Muslimin di Negara Yahudi, ( Jakarta: Lentera Basritama, 1999).

6

Ibid.

hal. 5.

Universitas Sumatera Utara

4


penggantinya. Demikianlah pendapat sebagian ulama pengikut Ahmad bin Hanbal,
seperti dicatat oleh Ibnu Qudamah dalam Kitabnya al-Mugni.
Adapun tentang menukar harta wakaf dengan yang lain untuk diwaafkan juga,
Ibnu Taimiyah dalam kitab Majmu’al-Fatawa menjelaskan pada selain wakaf Masjid,
menurut mazhab Ahmad bin Hanbal boleh ditukarkan dengan yang lebih baik untuk
diwakafkan juga. Adapun menukarkan Masjid yang masih bisa dimanfaatkkan,
dengan masjid yang lebih besar manfaatnya bagi jama’ah terdapat dua riwayat dari
Ahmad bin Hanbal, antara yang membolehkan dan yang tidak membolehkan.7
Berdasarkan pertimbangan diatas dan untuk memenuhi kebutuhan hukum
dalam rangka pembangunan hukum nasional, maka perlu dibentuk undang-undang
tentang wakaf. Pada dasarnya ketentuan mengenai perwakafan berdasarkan syari’ah
dan peraturan perundang-undangan dicantumkan kembali dalam undang-undang
Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, namun terdapat pula berbagai pokok
pengaturan yang baru, antara lain:8
a. Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi harta
benda wakaf, undang-undang ini menegaskan bahwa perbuatan hukum wakaf
wajib dicatat dan dituangkan dalam Ikrar wakaf dan didaftarkan serta diumumkan
yang pelaksanaanya dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf dan harus dilaksanakan.


7

Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, ( Jakarta :
Prenada Media, 2004). hal. 436-437.
8
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta : Kencana,
2006). hal. 257-258.

Universitas Sumatera Utara

5

Undang-undang ini tidak memisahkan antara wakaf ahli yang pengelolaan dan
pemanfaatan harta benda wakaf terbatas untuk kaum kerabat (ahli waris) dengan
wakaf khairi yang dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat umum sesuai
dengan tujuan dan fungsi wakaf.
b. Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum cenderung terbatas
pada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, menurut undangundang ini wakif dapat pula mewakafkan sebagian kekayaanya berupa harta benda
wakaf bergerak, baik berwujud atau tidak berwujud yaitu uang, logam mulia, surat
berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak

lainnya. Dalam hal benda bergerak berupa uang, wakif dapat mewakafkan melalui
lembaga keuangan syariaah. Yang dimaksud Lembaga Keuangan Syari’ah adalah
badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan-peraturan undangundang yang berlaku, yang bergerak dibidang keuangan syari’ah misalnya badan
hukum di bidang perbankan syari’ah.
c. Peruntukan harta benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan sarana ibadah
dan sosial, tetapi juga diarahkan untuk memajukan kesejateraan umum dengan
cara mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf. Hal itu
memungkinkan pengelolaan harta benda wakaf dapat memasuki wilayah kegiatan
ekonomi dalam arti luas sepanjang pengelolaan tersebut sesuai dengan prinsip
manajemen dan eknomi syari’ah.

Universitas Sumatera Utara

6

d. Untuk mengamankan harta benda wakaf dari campur tangan pihak ketiga yang
merugikan kepentingan wakaf, maka perlu meningkatkan kemampuan professional
nazhir.
Undang-undang ini juga mengatur pembentukan Badan Wakaf Indonesia
(BWI), yang dapat mempunyai perwakilan didaerah sesuai dengan kebutuhan. Badan

ini merupakan lembaga independen yang melakukan tugas dibidang perwakafan yang
melakukan pembinaan terhadap nazhir, melakukan pengelolaan dan pengembangan
harta benda wakaf bersekala nasional dan internasional, memberikan persetujuan atas
perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf, dan memberikan saran dan
pertimbangan kepada pemerintah dalam menyusun kebijakan di bidang perwakafan.
Disamping itu oleh karena banyak terjadi berbagai masalah dalam
pelaksanaan wakaf, dalam undang-undang ini juga ditampung berbagai usulan dari
masyarakat untuk memperbaiki pelaksanaan wakaf, antara lain perlunya pengawasan
wakaf secara efektif agar tidak terjadi penyalahgunaan dalam pelaksanaanya, juga
perlunya pengawasan terhadap syarat-syarat yang ditetapkan oleh wakif agar tidak
bertentangan dengan syari’ah Islam dan perlunya perlindungan terhadap para
mustahik dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dengan adanya ketentuan ini diharapkan pengelolaan dan pemeliharaan serta
pelaksanaan di masa yang akan datang lebih baik dan tertib administrasinya dan
manajemenya.9

9

Ibid.


Universitas Sumatera Utara

7

Sebagaimana dalam uraian terdahulu, wakaf sebagi perbuatan hukum telah
lama melembaga dan dipraktikkan dalam kehidupan umat Islam di Indonesia.
Pengaturan tentang wakaf terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan
antara lain dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang agraria yang
ditindak lanjuti dengan peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang
perwakafan tanah milik. Tentang wakaf juga dimuat dalam Kompilasi Hukum Islam
(KHI) di Indonesia yang pemberlakuanya berdasarkan Intruksi Presiden Nomor 1
Tahun 1991. Beberapa peraturan perundang-undangan ini dirasakan masih belum
memadai karena masalah wakaf selama ini terus berkembang. Disamping itu,
masyarakat memerlukan pengaturan yang komperhensif tentang wakaf yakni meliputi
wakaf uang, wakaf benda-benda bergerak dan wakaf produktif lainya selama ini
belum diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.10
Lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf diharapkan
pengembangan wakaf dapat memperoleh dasar hukum yang kuat, antara lain dapat
memberikan kepastian hukum kepada wakif baik bagi kelompok orang, organisasi
maupun badan hukum yang mengolah benda-benda wakaf. Di samping itu tujuan ini

diharapkan dapat memberikan rasa aman dan melindungi para nazhir dan tujuan
wakaf (maukuf’alaih) sesuai dengan manajemen wakaf yang telah ditetapkan.
Lebih jauh dalam Undang-Undang ini digantung harapan agar terjaminnya
kesinambungan dan optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan benda wakaf sesuai

10

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, ( Jakarta: Perenada
Media Group, 2006), hal. 154-155.

Universitas Sumatera Utara

8

dengan system ekonomi Syariah yang sedang digalakkan saat ini dan diharapkan aset
wakaf menjadi sumber pendanaan bagi pembangunan ekonomi Islam yang dapat
mensejahterakan masyarakat.11
Oleh karena itu dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
tentang wakaf ini diharapkan kepada semua pihak agar dapat mengembangkan wakaf
dalam berbagai aspek, tidak hanya dalam aspek pemikiran, tetapi juga berusaha

membuat inovasi dan langkah terobosan dalam mengelola harta wakaf agar wakaf
dapat dirasakan manfaatnya secara luas bagi masyarakat.12
Salah satu terobosan dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
wakaf adalah pengaturan benda wakaf bergerak berupa uang dan sejenisnya (giro,
saham dan surat berharga lainya), selain harta benda wakaf tidak bergerak (tanah dan
bangunan) Pasal 16 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf
merupakan salah satu upaya pemerintah agar wakaf dapat berkembang secara cepat
dan dapat dijangkau oleh semua kalangan. Wakaf uang jika dikelola secara
professional dan transfaran, maka akan memberikan efek ekonomi yang positif secara
revolusioner.13
Munculnya gagasan wakaf tunai memang mengejutkan banyak kalangan,
khususnya para ahli dan praktisi ekonomi Islam. Karena wakaf tunai berlawanan
dengan persepsi umat Islam yang terbentuk bertahun-tahun lamanya, bahwa wakaf itu
11

Ibid.
Ibid.
13
Sumuran Harahap dan Nasarudin Umar, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif
Strategis Di Indonesia,( Jakarta : Derektorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jendral Bimbingan
Masyarakat Islam, 2007). hal. 21-22.
12

Universitas Sumatera Utara

9

berbentuk benda-benda tak bergerak. Wakaf tunai bukan merupakan aset tetap yang
berbentuk benda tak bergerak seperti tanah, melainkan aset lancar. Diakomodirnya
wakaf tunai dalam konsep wakaf sebagai hasil interpretasi radikal yang mengubah
defenisi atau pengertian mengenai wakaf. Tafsiran baru ini dimungkinkan karena
berkembangnya teori-teori ekonomi.14
Ada manfaat dan nilai-nilai bagi peningkatan kemampuan ekonomi
masyarakat, manakala wakaf dapat dikelola secara profesional. Selain pengembangan
wacana, juga sistem dan manajemen pengelolaanya, dilandasi dengan semangat
kejujuran, amanah dan transparan. Untuk dapat memberdayakan ekonomi umat
melalui wakaf, maka selain manajemen yang baik, juga diperlukan pencerahaan
wawasan untuk dapat memahami perkembangan dan kebutuhan pengelolaan wakaf
secara lebih baik, sejalan dengan tuntutan ruang dan waktu. Pemahaman kontekstual
bahwa wakaf tidak bisa dialihkan, dijual, dihibahkan, atau diwariskan, harus
dipahami sebagai rambu-rambu yang berlaku umum, akan tetapi ketika keberadaan
tanah dan benda wakaf sudah tidak bisa lagi dimanfaatkan dan boleh jadi akan
mengundang bahaya, maka sudah seharusnya jika ada pilihan yang lebih besar
manfaatnya, maka pilihan itu harus dilakukan.15

14

Tulus dan Taufiq Kamil, Proses Lahirnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf Ditjen Bimas Islam Dan
Penyelenggaraan Haji, 2005), hal. 1-2.
15
Ahmad Rofiq, Fiqih Kontekstual, (Ngaliyan : Pustaka Pelajar, 2004). hal. 331-332.

Universitas Sumatera Utara

10

Berdasarkan latar belakang di atas, maka menarik untuk dilakukan penelitian
dengan judul“. (Penggantian Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam
Dan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ).”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan analisis latar belakang masalah yang tertera diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut yaitu :
1. Bagaimanakah

prinsip-prinsip

penggantian

benda

wakaf

berdasarkan

Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
tentang wakaf?
2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan penggantian benda wakaf dengan
berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 tentang wakaf?
3. Bagaimanakah akibat hukum penggantian benda wakaf berdasarkan
Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
tentang wakaf?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan Perumusan

masalah yang telah ditulis diatas, maka Tujuan

Penelitian yang ingin dicapai dalam tesis ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis prinsip-prinsip penggantian benda wakaf
berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 tentang wakaf.

Universitas Sumatera Utara

11

2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan
penggantian benda wakaf dengan berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI)
dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum penggantian benda wakaf
berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 tentang wakaf.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis yaitu:
1. Secara teoritis, kegiatan penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa
sumbangsih pemikiran bagi para akademisi maupun masyarakat umum guna
menambah pengetahuan mengenai penggantian benda wakaf Menurut
Kompilasi Hukum Islam Dan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf, serta ilmu kenotariatan khususnya

memberikan masukan bagi

perkembangan yang lebih baik mengenai tentang penggantian benda wakaf
Menurut Kompilasi Hukum Islam Dan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf.
2. Secara Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi
dan pengetahuan bagi masyarakat dan pihak yang membuat akta penggantian
benda wakaf. Selain itu masyarakat dan praktisi hukum dapat menyadari

Universitas Sumatera Utara

12

bahwa kedudukan benda wakaf adalah untuk mensejahterakan masyarakat dan
bila benda wakaf tersebut tidak dapat mensejahterakan lagi, maka ada alasanalasan untuk mengganti dengan benda yang dapat lebih mensejahterakan lagi.

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada dilingkungan Universitas
Sumatera Utara, khususnya dilingkungan Pascasarjana Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara ditemukan sedikitnya 3 (tiga) judul tesis terkait tentang perwakafan
yaitu:
1. Sri Kartika Mawardi HSB judul tesis Perubahan Peruntukan Tanah Wakaf Hak
Milik Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960.
Rumusan Masalahnya:
1) Bagaimana pandangan hukum islam mengenai Perubahan Peruntukan tanah
wakaf hak milik.
2) Bagaimana pandangan UU No. 5/1960 tentang UUPA mengenai Perubahan
Peruntukan tanah wakaf hak milik.
3) Bagaimana akibat hukum Perubahan Peruntukan tanah wakaf hak milik
menurut hukum Islam dan UU No. 5/ 1960 tentang UUPA.
2. Isabella Rambey judul tesis Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan
Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu.
Rumusan Masalahnya:

Universitas Sumatera Utara

13

1) Bagaimana pelaksanaan perwakafan tanah di Kecamatan Rantau Utara,
Kabupaten Labuhan Batu ditinjau menurut Undang-Undang No 41 Tahun 2004
tentang wakaf.
2) Bagaimana pengelolaan tanah wakaf di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten
Labuhan Batu.
3) Kendala- kendala apakah yang dihadapi dalam perwakafan tanah di Kecamatan
Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu serta bagaimana solusinya.
3. Yulia Damayanti judul tesis Pendaftaran Dan Pergantian Harta Wakaf Ditinjau
Dari Hukum Islam Dan Peraturan Pemerintah (Penelitian Di Kota Medan).
Rumusan masalahnya:
1) Bagaimanakah tata cara pendaftaran tanah wakaf dalam Hukum Islam dan
Peraturan Pemerintah yang berlaku?
2) Bagaimanakah status tanah wakaf yang tidak didaftarkan?
3) Apakah alasan-alasan yang membenarkan penggantian harta wakaf?
4) Bagaimanakah penggunaan hasil penggantian dari harta wakaf tersebut?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1.

Kerangka Teori
Teori adalah merupakan suatu prinsip atau ajaran pokok yang dianut untuk

mengambil suatu tindakan atau memecahkan suatu masalah. Kamus Besar Bahasa
Indonesia menuliskan, bahwa pengertian teori ialah :

Universitas Sumatera Utara

14

1) Pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data
dan argumentasi.
2) Penyelidikan eksperimental yang mampu menghasilkan fakta berdasarkan
ilmu pasti, logika, metodologi, dan argumentasi.16
Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan pedoman dan
petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.17 Sedangkan kerangka teori adalah
kerangka pemikiran atas butir-butir pendapat teori, tesis mengenai suatu
permasalahan yang menjadi dasar perbandingan atau pegangan teoritis.18 Teori
dipergunakan untuk menjelaskan secara teoritis antara variabel yang sudah
diputuskan untuk diteliti khususnya hubungan antar variabel bebas (independent) dan
variabel tak bebas (dependent).19
Telaah teoritis dan temuan penelitian yang relevan berfungsi menjelaskan
permasalahan dan menegakkan prediksi akan jawaban terhadap pertanyaanpertanyaan penelitian.20
Dari satu segi, wakaf mirip sedekah. Namun dari segi lain, wakaf berbeda
dengan sedekah, mengingat yang dimiliki si penerima wakaf hanya manfaatnya,
bukan bendanya. Demikian pula pahala yang didapat oleh pemberi sedekah hanyalah
sebatas waktu memberikanya, sedangkan pahala yang diperoleh pemberi wakaf
16

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :
Balai Pustaka, 2002). hal. 1177.
17
Lexy Molloeg, Metodelogi Penelitian Kuantitatif, (Bandung : Remaa Rosdakarya, 2002).
hal. 35.
18
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Mau, 1994). hal. 80.
19
Agusni Pasaribu, Metodologi Nomotetik Dan Idiografi Serta Triangulasi, ( Medan :
Perpustaakaan USU, 1998), hal. 7.
20
Safuddin Azwar, Metode Penelitian, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997). hal. 32.

Universitas Sumatera Utara

15

adalah selama benda tersebut dapat dimanfaatkan oleh orang lain. 21 Teori yang
digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan Tesis ini adalah dengan
menggunakan teori Kepastian Hukum dimana dalam penelitian ini mengenai
Penggantian Benda Wakaf Menurut KHI (Kompilasi Hukum Islam) dan UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf yang akan dibahas dan dipaparkan
dalam tesis berdasarkan kepada KHI (Kompilasi Hukum Islam) dan Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 Tentang wakaf, sehingga mempunyai suatu kepastian hukum.
Kepastian hukum adalah asas yang mengutamakan landasan peraturan PerundangUndangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara Negara.22
Kepastian hukum merupakan perlindungan yustiable terhadap tindakan sewenangwenang, yang berarti seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan
dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena
dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas
menciptakan kepastian hukum karna bertujuan ketertiban masyarakat.23
Menurut Radbruch:
Hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan oleh sebab
kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam Negara, maka hukum
positif selalu harus ditaati, apabila isinya kurang adil atau juga kurang sesuai
dengan tujuan hukum. Tetapi terdapat kekecualian, yakni bilamana
pertentangan antara isi tata hukum dan keadilan menjadi begitu besar,

21

Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2008). hal. 394.
22
Ibid.
23
Sudikno Marto Kusumo, Suatu Pengantar Mengenai Hukum, (Yokyakarta : liberty, 1988).
hal. 58.

Universitas Sumatera Utara

16

sehingga tata hukum itu nampak tidak adil pada saat itu tata hukum itu boleh
dilepaskan.24
Selanjutnya menurut Sudikno Martokusumo menyatakan:
Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan
akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitik beratkan kepada kepastian
hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum akibatnya kaku dan dan akan
menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi peraturanya adalah
demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan sebab Undang-Undang itu kejam
tetapi demikianlah bunyinya.25
Teori kemasalahatan yaitu teori yang menjelaskan bahwa hukum harus dibuat
demi kemanfaatan orang banyak, yang harus ditaati untuk menciptakan kebahagiaan
dan memberi sangsi bagi yang melanggar, teori kemasalahatan ini hanya sebagai teori
pendukung didalam penulisan tesis ini.26
Dasar hukum wakaf dalam Islam adalah firman allah SWT dalam surah
Ali’Imron (3) ayat 92 yang artinya yaitu :
“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian
harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu
sungguh, Allah Maha Mengetahui”.27

Firman Allah SWT dalam surah Al Baqarah (2) ayat 267 yang artinya yaitu :
“Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah
kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau
24

Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Kanisius,1982). hal. 163.
Sudikno Merto Kusumo, Op. Cit., hal. 136.
26
Mukti Fajar ND, Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
(Yokyakarta : Pustaka Pelajar, 2010). hal.1 37.
27
Al-Aliyy, Alquran Dan Terjemahanya, (Bandung: CVPenerbit Diponegoro, 2005). hal. 49.
25

Universitas Sumatera Utara

17

mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya, Maha Terpuji”.28
Menurut Syafii, Malik dan Ahmad, wakaf itu adalah sesuatu ibadat yang
disyariatkan. Hal ini disimpulkan baik dari pengertian-pengertian umum ayat alQuran maupun hadist yang secara khusus menceritakan kasus-kasus wakaf di zaman
Rasulullah. Di antara dalil-dalil yang djadikan sandaran/dasar hukum wakaf dalam
agama Islam ialah :29
1. Al-Quran surah al-Hajj ayat 77 yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, rukuk dan sujudlah kamu dan sembahlah
Tuhanmu serta berbuatlah kebaikan supaya kamu berbahagia”.
2. Selanjutnya firman Allah SWT dalam surah an-Nahl ayat 97:
“Barang siapa yang berbuat kebaikan, laki-laki atau perempuan dan ia
beriman, niscaya akan Aku beri pahala yang lebih bagus dari apa yang mereka
amalkan”.
3. Surah Ali Imron ayat 92 yang artinya :
“Kamu tidak akan mencapai kebajikan yang dapat dinilai baik oleh Allah,
sebelum kamu menyumbangkan sebahagian harta yang kamu cintai. Adapun
yang kamu sumbangkan itu Allah benar-benar mengetahuinya”.30

28

Ibid.
Bachtiar Surin dan Adz-Dzikraa, Terjemahan Dan Tafsir Al-Qur’an, (Bandung: Angkasa,
1991). hal. 1414.
30
Ibid.
29

Universitas Sumatera Utara

18

4. Hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Hurairah
yang terjemahanya:
“Apabila mati anak Adam, maka terputuslah dari padanya semua amalnya
kecuali tiga hal yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang
saleh yang mendoakannya”.31
Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 215 ayat 1 (satu) menyatakan wakaf
adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian dari harta miliknya dan melembagakannya untuk selamalamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran
Islam.
Dalam Pasal 1 ayat 1 (satu) Undang-Undang No 41 Tahun 2004 tentang
wakaf menyatakan, wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan
atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
dan atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.
Ada tiga larangan tegas ditetapkan atas tanah yang diwakafkan, sehingga
memberinya sifat hukum yang berbeda dan sifat suci.
1. Begitu tanah diwakafkan maka ia tidak dapat diubah. Ia tidak bisa dijual,
diagunkan, diwariskan, atau diubah dengan cara bagaimanapun.
2. Tanah dan harta wakaf disumbangkan untuk selama-lamanya. Ini untuk
memastikan bahwa sasaran amal ke mana pendapatan hasil wakaf disalurkan
31

Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (akarta: Rineka Cipta, 1992). hal. 496.

Universitas Sumatera Utara

19

umpamanya, masjid atau rumah panti asuhan dijamin mendapat pendapatan
yang tetap dan abadi.
3. Sumbangan wakaf tidak dapat dibatalkan. Begitu suatu wakaf diadakan, maka
wakif atau keturunanya tidak boleh berubah pikiran. Larangan-larangan ini
disusun guna memastikan bahwa wakaf diadakan untuk tujuan kepentingan
umum (altruitik). Konsekuensinya, semua larangan tersebut memberi si wakif
suatu posisi moral yang tinggi dalam komunitas. Sebagai suatu berkah, maka
tanah atau harta yang disumbangkan itu sendiri memperoleh konotasi suci dan
terhormat.
Untuk ini ada beberapa pendapat, diantaranya:32
1.

Pendapat Mazhab (aliran) Sulaiman Rasyid.
Sulaiman Rasyid berpendapat bahwa wakaf tidak boleh dipindahkan atau dijual
(termasuk dibebani dengan jaminan) bahkan diubah pun tidak bisa, kecuali
disebabkan oleh sesuatu hal yang memaksa, misalnya harta benda itu tidak
bermanfaat lagi seperti semula, hal ini sesuai dengan ungkapannya; “wakaf itu
hanya untuk diambil manfaatnya, barang asalnya tetap, tidak boleh dijual,
diberikan atau dipusakakan”. Sekarang kalau wakaf itu tidak ada manfaatnya
atau kurang manfaatnya kecuali dengan dijual, bolehkah dijual? Menurut kata
yang sah, tidak berhalangan menjual tikar mesjid yang sudah tidak pantas di
pakai lagi, agar jangan tersia-sia, hasilnya digunakan untuk kemasalahatan
masjid.
32

Michael Dumper, Wakaf Muslimin di Negara Yahudi, Op.Cit., hal. 4.

Universitas Sumatera Utara

20

2.

Menurut Mazhab (aliran) Ahmad bin Hambal.
1. Menurut Mazhab atau aliran ini bahwa apabila wakaf tidak dapat lagi
dipergunakan sebagaimana mestinya, maka wakaf itu boleh dijual, dan uang
yang diperoleh dari hasil penjualan benda wakaf tersebut lebih lanjut
dipergunakan untuk membeli benda yang pemanfaatanya dapat dipergunakan
sebagaimana pemanfaatan benda wakaf yang telah dijual.
Penukaran harta wakaf sepenuhnya menjadi wewenang Menteri Agama atas

persetujuan Badan Wakaf Indonesia. Adapun terjadi perubahan atau penukaran harta
wakaf, posisi nazir adalah memastikan bahwa harta wakaf itu memang tidak dapat
lagi dipergunakan, ada kepentingan umum yang berkenan dengan Rencana Umum
Tata Ruang Kota (RUTR) dan didasarkan pertimbangan keperluan agama yang
dilalui. Sampai di sini, integritas seorang nazhir menjadi taruhanya.
Secara implisit UU No 41 Tahun 2004 ingin menegaskan signifikasi
keberadaan nazhir. Jika wakaf umat Islam ingin produktif, tidak ada pilihan lain
kecuali dengan membentuk nazhir yang profesional. Jika sampai saat ini, harta wakaf
yang

jumlahnya

di

Indonesia

cukup

signifikan

namun

belum

berhasil

mensejahterakan umat Islam, salah satu faktornya adalah kegagalan nazhir atau
ketidak mampuan nazhir dalam mengelola, memberdayakan, memproduktifkan harta
wakaf. Pernyataan ini bukan sekedar asumsi atau opini, namun merupakan sebuah
penelitian yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.33

33

Waspada, Nazir Wakaf Dalam UU No 41 Tahun 2004, (24 Pebruari 2012).

Universitas Sumatera Utara

21

2.

Konsepsi
Berdasarkan kerangka teoritis yang telah diuraikan, maka perlu dikemukakan

definisi secara oprasional untuk menghindarkan adanya penafsiran yang berbeda
dalam pelaksanaan penelitian ini, definisi istilah atau konsep berfungsi untuk
menyederhanakan arti kata atau pengertian tentang ide-ide, hal-hal dan kata bendabenda maupun gejala sosial yang digunakan, agar sipembaca dapat segera memahami
maksudnya sesuai dengan keinginan penulis yang memakai konsep tersebut, dan
pengaturan konsep atau defenisi istilah tersebut akan memperlancar komunikasi
antara penulis dengan pembaca yang ingin memahami isi tulisan didalam tesis ini,
oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus
didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara oprasional diperoleh hasil penelitian
yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan yaitu:
1.

Wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam adalah perbuatan hukum seseorang atau
kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda
miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat
atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.34

2.

Wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf adalah
perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untuk dimanfaatan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu

34

Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,
(Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama, 2001), hal. 30.

Universitas Sumatera Utara

22

sesuai dengan kepentingan guna keperluan ibadah dan atau kesejateraan umum
menurut syariah.35
3.

Penggantian Benda Wakaf adalah proses atau cara perbuatan mengganti atau
menggantikan.36

4.

Harta Benda Wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah segala benda
baik benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak
hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam.37

5.

Harta Benda Wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 adalah
harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang
serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif.38

G. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan
maupun teknologi. Oleh karena penelitian merupakan suatu sarana (ilmiah) bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian yang
diterapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi
induknya. Hal ini tidaklah selalu berarti metodologi penelitian yang dipergunakan
berbagai ilmu pengetahuan pasti akan berbeda secara utuh. Ilmu pengetahuan pada
hakekatnya timbul karena adanya hasrat ingin tahu dalam diri manusia, yang mana
35
Departemen Agama, Peraturan Perundang-Undangan Perwakafan, (Jakarta : Direktorat
Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2006), hal. 2.
36
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Op. Cit, hal.334.
37
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan & Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara,
2007), hal. 305.
38
Departemen Agama, Op. Cit , hal. 3.

Universitas Sumatera Utara

23

hasrat keingintahuan tentang hal-hal ataupun aspek-aspek kehidupan yang masih
gelap bagi mansia.

39

Maka metode ini menyangkut masalah cara kerja untuk dapat

memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. 40
1.

Sifat dan Metode Pendekatan
Untuk memperoleh suatu pembahasan sesuai dengan apa yang terdapat

didalam tujuan penyusunan bahan analisis, maka jenis penelitian yang diterapkan
adalah bersifat deskriptif analisis. Deskriptif artinya mampu memberi gambaran
secara jelas dan sistematis tentang masalah yang akan diteliti. Analisis artinya
menganalisis secara teliti permasalahan berdasarkan gambaran dan fakta sehingga
mampu menjawab permasalahan yang berkaitan dengan Penggantian Benda Wakaf
Menurut Kompilasi Hukum Islam Dan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf.
2.

Sumber Data
Penelitian normatif ini dilakukan dengan batasan studi dokumen atau bahan

pustaka saja yaitu berupa data primer, selain data primer, untuk mendukung
penelitian juga digunakan data yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier.
a.

Bahan hukum primer, yaitu bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah
yang baru maupun pengertian mengenai fakta yang diketahui maupun mengenai

39

Soerjono Soerkanto. Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,
1998), hal 1.
40
Koenjtaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, ( Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1977), hal 16.

Universitas Sumatera Utara

24

studi gagasan dalam bentuk Kompolasi Hukum Islam dan Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
b.

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya,
bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang
relevan dengan objek telaah penelitian.

c.

Bahan hukum tertier, yaitu, bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti
kamus, majalah maupun internet.

3.

Alat Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang akurat dan relevan, pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (Library
Research). Penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu Studi dokumen, yang
digunakan untuk memperoleh data sekunder, suatu penelitian yang ingin dicapai
konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian
pendahulu yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini yang dapat berupa
peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainya, dan dengan membaca,
mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa data sekunder yang
berkaitan dengan penelitian. Studi dokumen yang dimaksud dalam penelitian ini
antara lain penggantian benda wakaf menurut KHI (Kompolasi Hukum Islam) dan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

Universitas Sumatera Utara

25

4.

Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan metode analisis kualitatif, yaitu penelitian

dilakukan dengan menganalisis terhadap data-data. Selanjutnya, ditarik kesimpulan
dengan metode deduktif, yakni berfikir dari hal yang umum menuju kepada hal yang
khusus atau spesifik dengan menggunakan perangkat normatif. Sesuai dengan sifat
penelitian ini yang bersifat deskriptif analisis, maka setelah diperoleh data primer,
sekunder dan tertier dilakukanlah pengumpulan data, mentabulasi, mensistematisasi,
menganalisis serta menarik kesimpulan data sesuai dengan kategori yang ditemukan.
Sehingga memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dan tujuan penelitian.

Universitas Sumatera Utara