Akibat Hukum Putusan MK RI NO. 46 2010 Terhadap Hubungan Antara Anak Dengan Ayah Biologisnya

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berlakunya Hukum Adat masih menyisakan berbagai tantangan, hal ini
dikarenakan nilai-nilai yang dimiliki dari hukum adat masih terlalu berbeda dengan
hukum formal di Indonesia.Hal pertama yang menjadi tantangan adalah dimana
cakupan hukum adat hanya berlaku pada kondisi sosial geografis, terbatas pada
kesukuan dan tidak seluruhnya mencakup nusantara disebabkan latar belakang
banyaknya etnis dan suku di Indonesia.Kedua hukum adat belumlah masuk pada
lingkaran hukum positif dari segi kodifikasi formil, bentuk-bentuknya terbagi kepada
elastisitas kondisional, yang dapat dituntut terjadinya perubahan dan penambahan
maupun asimilasi dari budaya maupun nilai-nilai lain.
Dengan pertimbangan tersebut, ruang gerak dari hukum adat masih sempit
dan kondisional, dan juga dalam pemberlakuan hukum ini ditemukan beberapa sudut
pandang undang-undang, supaya tidak bertentangan dan bertolak belakang dari
hukum positif.Pada Kesempatan ini akan dilampirkan berberapa pembahasan yang
berkaitan dengan sudut pandang dipakainya hukum adat sebagai solusi hukum di
Indonesia, yang menyangkut dengan kedudukan anak luar nikah dengan sederhana
dan juga mengupas beberapa sudut pandang sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwasanya secara nasional Hukum Adat bersifat Legal konstituante.1


1

Hukum adat,www. staff. uny. ac. id/pujiwulandarikuncorowati,SH. M. KN, 2012

1

Universitas Sumatera Utara

2

Pada 20 Desember 1993Machica menikah siri dengan Moerdiono. Buah dari
pernikahan itu lahir seorang anak laki-laki yang diberi nama M Iqbal Ramadhan.
Ternyata pernikahan yang tak diakui negara hanya bertahan sebentar saja.Keduanya
memutuskan bercerai pada 1998.Setelah itu, Machica hanya sendirian membesarkan
dan menafkahi anaknya dan di tahun 2000 Machica menikah secara sah dan di catat
dengan Khalid Mahmud pria asal Pakistan.
Segala cara dilakukan Machica supaya anak hasil dari perkawinannya dengan
Moerdiono diakui oleh keluarga Moerdiono, dari cara baik-baik sampai di siarkan di
televisi,yang akhirnya di bulan Juli 2008 keluarga besar Moerdiono melalui jumpa
pers


menegaskan

kalau

Iqbal

bukanlah

darah

daging

Moerdiono.

Demi

memperjuangkan hak Iqbal sebagai seorang anak, Machica melayangkan judicial
review ke MK. Machica menguji pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 dalam UU 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal itu mengatur anak yang dilahirkan di luar

pernikahan yang hanya memiliki hubungan dengan perdata dengan ibu dan keluarga
ibu.
Setelah melewati serangkaian pemeriksaan, akhirnya uji materi itu diputus
pada 17 Februari 2012.Majelis hakim MK mengabulkan permohonan uji materi
Machica Mochtar. Dengan begitu seluruh anak luar nikah di Indonesia memiliki
hubungan perdata dengan ayah biologisnya, apabila bisa dibuktikan dengan test
DNA. Ketua Majelis Hakim Mahfud MD menyatakan anak lahir di luar hubungan
pernikahan atau di luar hubungan resmi tetap memiliki hubungan dengan ayahnya.
Setelah adanya putusan ini, wanita bisa menuntut pria yang menghamilinya untuk

Universitas Sumatera Utara

3

memberi nafkah sang anak. Dengan dikabulkannya uji materi pasal ini, tidak ada lagi
anak yang ditolak masuk lembaga pendidikan maupun lembaga formal lainnya akibat
tidak memiliki keterangan siapa ayahnya.Secara resmi, MK sudah menetapkan bahwa
anak yang lahir di luar perkawinan masih punya hubungan dengan ayah secara
perdata. Kemudian, status anak tersebut tetap sah secara hukum.
Machica Mochtar merasa lega dengan dikabulkannya uji materi tersebut.

Menurut Machica, putusan MK ini adalah kebaikan untuk anak-anak yang lahir di
luar perkawinan dan bisa melanjutkan masa depannya, sama dengan anak-anak yang
lain. Menurut Machica, apa yang dia lakukan adalah demi anaknya. Selama ini anak
hasil pernikahan siri nya dengan mantan Mensesneg era orde baru, Moerdiono tidak
memiliki kepastian status. Namun saat putusan ini diketuk, Moerdiono telah tutup
usia pada 7 Oktober 2011 karena sakit.
Di tengah perjuangannya untuk mencari pengakuan atas anaknya dari hasil
hubungannya

dengan

Moerdiono,

Machica

melontarkan

pengakuan

yang


mengejutkan. Pedangdut yang mengaku pernah nikah siri dengan Moerdiono itu
mengaku mempunyai video seks dengan Moerdiono yang kini telah meninggal dunia
itu. Machica bahkan mengajak Poppy Dharsono, istri kedua dan dinikah sirri juga,
untuk nonton bareng video tersebut demi membalas Poppy Dharsono yang telah
'menyerang'nya lewat buku 'Pak Moer-Poppy The Untold Story'.Setelah melakukan
tes DNA (Deoxyribonucleic acid) di RSCM pada 7 Januari lalu, Machicha bisa
bernapas lega karena hasil tes menyebutkan bahwa putra semata wayangnya adalah
hasil buah cintanya dengan almarhum Moerdiono.

Universitas Sumatera Utara

4

Hasilnya 99.999 tes DNA cocok, tinggal 0.001 persen. Untuk melengkapi
bukti atau fakta hukum, Machica bersedia melakukan sumpah di depan Pengadilan
Agama Jakarta Selatan yang akan memutus status anaknya. Nah, melakukan sumpah
untuk melengkapi bukti yang sudah ada ini dalam istilah hukum disebut dengan
sumpah supletoir.
Dalam sebuah persidangan di pengadilan ada beragam cara untuk melakukan

pembuktian sebelum perkara diputus hakim. Pertama, ada keterangan saksi yang
betul-betul mengetahui kejadian; kedua keterangan saksi ahli yang mengerti sebuah
duduk perkara; ketiga, alat bukti; dan keempat pengakuan para pihak.
Poin yang keempat ini terjadi sumpah.Dalam persidangan, sumpah jarang
sekali dilakukan.Hakim umumnya mendasarkan fakta dan bukti persidangan dari
keterangan saksi dan alat bukti.Sumpah biasanya jadi jalan terakhir. Makna sumpah
secara hukum adalah pernyataan yang diucapkan dengan resmi dan dengan bersaksi
kepada Tuhan oleh salah satu pihak yang berperkara bahwa apa yang dikatakan itu
benar.
Pada Februari 2012, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan Mahkamah
Konstitusi (MK) Nomor 46/PUU-VIII/2010 terkait kedudukan hukum bagi anak luar
kawin. Putusan ini lantas mengundang pro dan kontra dari berbagai pihak, baik dari
kalangan praktisi hukum, akademisi, LSM, MUI, bahkan masyarakat.Walaupun
melegakan sejumlah pihak, tapi akan ada permasalahan baru yang timbul dari putusan
mahkamah konstitusi tersebut. Atas dasar hal tersebut diatas, hendak mencoba

Universitas Sumatera Utara

5


membedah kedudukan anak lahir di luar nikah pasca putusan MK sebagaimana
telahdisebut sebelumnya dan ada beberapa hal yang patut menjadi catatan :
1. Persoalan status anak yang lahir di luar perkawinan dari kasus itubermuara pada
masalah pernikahan yang tidak tercatat.
2. Pengembangan analisis selanjutnya adalah seputar anak yang lahir di
luarperkawinan, dan anak yang sah dalam perspektif bahasa, Undang-undangdan
perspektif kasus posisi dari kasus ini.
3. Menyangkutkewenangan Pengadilan Agama. Bagaimana aspek yuridis dari
pernikahan yang tidak tercatat, di sini akan menjurus pada persoalan yuridis
materiil dan yuridis formil2.
Bagaimana pengertian anak yang lahir di luar perkawinan sebelum dan
sesudah putusan MK, di sini akan tampak pergeseran makna. Perkawinan di
Indonesia, ada perkawinan yang tercatat dan yang tidak tercatat. Pencatatan
perkawinan di Indonesia senantiasa menjadi topik menarik karena ragam pendapat
senantiasa

muncul,

baik


sebelum

terbentuk

UU

Perkawinan

maupun

sesudahnya.Berdasarkan kitab-kitab yang dijadikan pedoman oleh Departemen
Agama dalam menyelesaikan perkara dalam lingkungan Peradilan Agama, tidak
terdapat ulama yang menetapkan bahwa salah satu syarat perkawinan adalah
pencatatan, baik sebagai syarat sah maupun sebagai syarat pelengkap. Akan tetapi,
dalam undang-undang perkawinan yang diberlakukan, pasal yang mengatur

2

Abdullah Wasian, Akibat Hukum Perkawinan Siri (Tidak Dicatatkan) Terhadap Kedudukan
Isteri, Anak, dan Undang – Undang Perkawinan, Universitas Diponegoro, Semarang, 2010. Hlm. 25


Universitas Sumatera Utara

6

pencatatan perkawinan itu ada, sebagai bagian dari pengawasan perkawinan yang
diamanatkan oleh Undang-undang.3
Dalam konteks pencatatan perkawinan, banyak istilah yang digunakan untuk
menunjuk sebuah perkawinan yang tidak tercatat, ada yang menyebut kawin di bawah
tangan, kawin syar'i, kawin modin, dan kerap pula disebut kawin kiyai.Sedangkan
Hukum adat perkawinan adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang
bentuk-bentuk perkawinan,cara-cara pelamaran,upacara perkawinan dan putusnya
perkawinan diIndonesia. Aturan-aturan hukum adat perkawinan diberbagai daerah
diIndonesia berbeda-beda,dikarenakan sifat kemasyarakatan,adat istiadat,agama dan
kepercayaan masyarakat yang berbeda-beda.
Perkawinan tidak tercatat ialah perkawinan yang secara material telah
memenuhi ketentuan syari'at sesuai dengan maksud Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan
tetapi tidak memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat 2 jo pasal 10ayat 3 PP Nomor 9 Tahun
1975. 4Pada umumnya yang dimaksud perkawinan tidak tercatat adalahperkawinan
yang tidak dicatat oleh Pegawai Pencatatan Nikah (PPN).Perkawinan yang tidak

berada di bawah pengawasan PPN, dianggap sah secara agama tetapi tidak
mempunyai kekuatan hukum karena menurut hukum positif Indonesia tidak memiliki
bukti-bukti perkawinan yang sah menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Perkawinan tidak tercatat termasuk salah satu perbuatan hukum yang tidak
dikehendaki oleh undang-undang karena terdapat kecenderungan kuat dari segi
3

Jaih Mubarok, Modernisasi Hukum Perkawinan di Indonesia, Bandung, Pustaka Bani Quraisy,

4

Ibid, hlm. 110

hlm 69

Universitas Sumatera Utara

7

sejarah hukum perkawinan, bahwaperkawinan tidak tercatat termasuk perkawinan

ilegal.
Meskipun demikian, dalam Pasal 5 ayat (1) KHI terdapat informasi implisit
bahwa pencatatan perkawinan bukan sebagai syarat sah perkawinan; tetapi sebagai
alat untuk menciptakan ketertiban perkawinan.Oleh karena itu, dalam Pasal 7 ayat (3)
KHI diatur mengenai itsbat nikah bagi perkawinan tidak tercatat.Dengan kata lain,
perkawinan tidak tercatat adalah sah; tetapi kurang sempurna.Ketidak sempurnaan itu
dapat dilihat dari ketentuan Pasal 7 ayat (3) KHI.
Dalam penjelasan umum Pasal 7 KHI bahwa pasal ini diberlakukan setelah
berlakunya undang-undang peradilan agama. Aqad pada perkawinan tidak tercatat
biasanya dilakukan di kalangan terbatas, di mukaKiai atau tokoh agama, tanpa
kehadiran petugas KUA, dan tentu saja tidak memiliki surat nikah yang resmi. Dalam
Pasal 2 ayat 2 UU Perkawinan ditegaskan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perkawinan tidak tercatat secara agama adalah sah manakala memenuhi syarat
dan rukun perkawinan.Meskipun demikian, karena pernikahan tersebut tidak tercatat
maka dalam hukum positif dianggap tidak sah karena tidak diakui negara
(dasarnyaPasal 1 ayat 2 UU Perkawinan).5 Suatu perkawinan yang tidak tercatat akan
menghilangkan hak istri untuk menuntut secara hukum. Dengan kata lain, wanita
tidak mendapat perlindungan hukum. Perkawinan yang demikian bertentangan

5

Moh Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan
Segi Hukum Perkawinan Islam, Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2002 hlm. 224.

Universitas Sumatera Utara

8

dengan aspek kesetaraan jender.Karena itu menurut M. Quraish Shihab, perkawinan
yang tidak tercatat merupakan salah satu bentuk pelecehan terhadap perempuan
karena dapat menghilangkan hak-hak kaum perempuan. 6
Perkawinan apa pun selain yang tercatat secara resmi di negara hukumnya
tidak sah.7 Permasalahannya jika perkawinan harus tercatat maka kaum pria merasa
keberatan terutama pria yang sudah memiliki istri, karena untuk poligami
prosedurnya dianggap terlalu memberatkan.Sebaliknya bagi kaum wanita perkawinan
tidak tercatat bukan saja merugikan yaitu tidak memiliki hak menuntut harta gono
gini, juga akan kehilangan hak-haknya untuk menuntut kewajiban suami. Kondisi ini
dianggap dilematis, di satu pihak keharusan pencatatan perkawinan memberatkan
kaum pria, di lain pihak perkawinan tidak tercatat merugikan kaum wanita dan anak.
Anak yang lahir di luar perkawinan, adalah anak yang lahir dari perkawinan
yang dilakukan menurut masing-masing agamanya dan kepercayaannya.Pengertian
ini menunjukkan adanya perkawinan, dan jika dilakukan menurut agama Islam, maka
perkawinan yang demikian ”sah” dalam perspektif fikih Islam sepanjang memenuhi
syarat dan rukun perkawinan. Dengan demikian anak tersebut sah dalam kacamata
agama, yaitu sah secara materiil, namun karena tidak tercatat baik di Kantor Urusan
Agama (KUA) maupun di Kantor Catatan Sipil (anak hasil nikah sirri, seperti halnya
Machica Mochtar dengan Moerdiono), maka tidak sah secara formil.

6
7

M. Quraish Shihab, Perempuan, Jakarta , Lentera Hati, 2006, hlm. 216
Dadang Hawari, Marriage Conseling (Konsultasi Perkawinan), Jakarta, FKUI, 2006, hlm. 83.

Universitas Sumatera Utara

9

Untuk istilah “anak yang lahir di luar perkawinan”, maka istilah ini yang tepat
untuk kasus Machica, mengingat anak yang lahir itu sebagai hasil perkawinan dengan
memenuhi syarat dan rukun secara agama, namun tidak tercatat.Jadi bukanlah
sebagaimana berkembangnya persepsi yang salah yang menganggap kasus anak dari
Machica dengan Moerdiono sebagai anak hasil zina.Kasus tersebut merupakan anak
yang dilahirkan “di luar perkawinan” karena perkawinannya hanya memenuhi Pasal 2
ayat (1) UU Perkawinan, dan tidak memenuhi Pasal 2 ayat (2) UUPerkawinan.
Pada dasarnya perkawinan di Indonesia harus dilaksanakan dengan prosedur
sesuai dengan pasal 2 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan, itulah yang dimaksud dengan
perkawinan yang sesungguhnya menurut UU Perkawinan.Jika perkawinan dilakukan
hanya mengikuti pasal 2 ayat (1) saja, maka perkawinan itu disebut ”luar
perkawinan”, oleh karena itu pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan itu tidak berdiri
sendiri, sangat berkaitan dengan adanya perkawinan sebagaimana diatur oleh pasal 2
UU perkawinan. Disebut luar perkawinan, karena perkawinan itu dilakukan di luar
prosedur pada pasal 2 ayat (2).Tidak bisa "luar perkawinan" itu diartikan sebagai
perzinaan, karena perbuatan zina itu dilakukan sama sekali tanpa ada perkawinan,
beda sekali antara luar perkawinan dengan tanpa perkawinan.8
Anak yang lahir tanpa perkawinan, adalah anak yang dilahirkan dari
hubungan antara pria dengan wanita tanpa ada ikatan perkawinan.Inklusif anak yang
lahir atas pertemuan ovum dengan sperma dari pasangan suami istri yang menikah
secara sah keberadaan anak melalui Bayi Tabung, namun anak tersebut ketika dalam
8

Ibid. hlm. 68

Universitas Sumatera Utara

10

masa kandungan dititipkan kepada rahim selain ibunya yang sah.Anak yang lahir
demikian tidak sah secara materiil juga tidak sah secara formil.Pemahaman yang
keliru terhadap putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 terutama terhadap kalimat
“anak yang dilahirkan di luar perkawinan” membawa kepada perdebatan panjang.
Frasa “di luar perkawinan” sangat berbeda maknanya dengan frasa “tanpa
perkawinan”.
Anak yang dilahirkan di luar perkawinan atau anak yang lahir dari perkawinan
yang dilakukan sesuai dengan ketentuan agama dan kepercayaannya tapi tidak
tercatat pada KUA atau Kantor Catatan Sipil merupakan anak yang sah secara
materiil tapi tidak sah secara formil.Sedangkan anak yang dilahirkan tanpa
perkawinan orang tuanya atau anak yang dilahirkan dari hubungan antara lelaki
dengan perempuan tanpa adanya ikatan perkawinan merupakan anak yang tidak sah
secara materiil juga tidak sah secara formil (anak zina).“Jadi putusan MK ini tidak
bisa dihubungkan dengan perzinahan atau akibat perzinahan, kasus yang melatar
belakangi putusan ini hanya berkaitan dengan “pencatatan perkawinan”.
Anak sah dalam perspektif undang-undang pembahasan “anak sah” ditinjau
dari undang-undang dapat dilihat dari beberapa ketentuan, antara lain : Pasal 28B ayat
(1) Undang-undang Dasar Tahun 1945 berbunyi :
“Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah”.
Kata-kata “melanjutkan keturunan” apapun pengertian pasti terjemahan
konkritnya adalah “ anak “ yakni kehadirannya melalui pertemuan antara ovum dan

Universitas Sumatera Utara

11

spermatozoa baik berdasarkan perkembangan teknologi yang menyebabkan
terjadinya pembuahan, yang keberadaannya harus dilakukan melalui perkawinan
yang sah, hal ini dipertegas dengan Pasal 42 UU Perkawinan, yang berbunyi :
“anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan
yang sah”.
Pasal ini tidak termasuk yang dilakukan uji materiil oleh MK, oleh karena itu
keberadaannya masih eksis dan keberlakuannya masih harus dipedomani, jika
menurut putusan MK memandang tidak tepat jika menetapkan bahwa anak yang lahir
dari suatu kehamilan karena lembaga seksual di luar perkawinan, hanya memiliki
hubungan dengan ibunya, itu sudah benar tetapi tidak dapat melepaskan diri dari
Pasal 28B ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 42 ayat (1) UU Perkawinan.
Oleh karena putusan MK tersebut tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan
pasal-pasal tersebut diatas, maka kata-kata anak diluar perkawinan tidak dapat
dikatakan anak hasil perzinahan, karena anak hasil perzinahan bertentangan dengan
kedua pasal tersebut diatas, begitu juga jika yang dimaksudkan oleh Undang-undang
adalah “zina” maka bahasanya jelas yaitu zina, bukan luar perkawinan, seperti
tercantum dalam Pasal 44 ayat (1) UU Perkawinan, yaitu berbunyi : “Seorang suami
dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya, bilamana ia dapat
membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak itu akibat dari perzinaan
tersebut”. Pasal itu jelas membedakan antara zina dengan luar perkawinan.Oleh
karena itu tidak pada tempatnya jika kata-kata anak luar pekawinan dimaknai dengan
anak hasil perzinahan.

Universitas Sumatera Utara

12

Putusan MK ini akhirnya menimbulkan Pro dan Kontra dari berbagai pihak
antara lain9 :
Mendukung :
Komnas Perempuan menyambut positif putusan MK karena sejalan dengan konstitusi
dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (UU
No 7 Tahun 1984).“Putusan ini meneguhkan pelaksanaan jaminan hak konstitusional
bagi anak,” demikian bunyi pernyataan resmi Komisi yang diterima hukumonline
dari Ketua MK Mahfud MD , berpendapat Dengan adanya putusan ini, para ayah
harus bertanggung jawab atas anak yang lahir dari hubungan haram atau perzinahan
sekalipun. Hal ini sesuai dengan UU Kewarganegaraan menyangkut HAM.
Sepekan setelah putusan MK dibacakan, komisioner Komnas HAM,
Saharuddin Daming, membuat sebuah artikel yang memuji putusan Mahkamah
Konstitusi sebagai ‘terobosan spektakuler’. Menurut Daming, ketentuan Pasal 2 ayat
(2) dan Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan memerkosa rasa keadilan dan bertentangan
dengan prinsip hak asasi manusia yang dijamin Pasal 28B ayat (1) dan (2) serta Pasal
28D ayat (1) UU Perkawinan. Sedangkan Masyarakat berpendapat, secara Biologis,
hubungan pertalian darah antara anak dan ayah tidak bisa di ingkari, sudah sepatutnya
status perkawinan orang tuanya yang mungkin saja tidak sah, tapi tidak dengan serta
merta mereduksi hak – hak si anak sebagai manusia, putusan MK ini kemarin kental
dengan unsur sosial dan agama, tapi tentu koridornya tetap adalah untuk demi alasan

9

Statushukum-anak-diluar-nikah http: // m. kompasiana.com/post/hokum, 2012/02/1/

Universitas Sumatera Utara

13

HAM, dan si anak juga punya Hak untuk mendapatkan tanggung jawab si Ayah
Biologis, setidaknya secara materi. ”10
Menolak :
Sebaliknya, sebagian kalangan ulama Islam melayangkan kritik.Jika anak luar nikah
diakui bisa membawa implikasi bahwa perkawinan orang tuanya dianggap sah.
Petugas KUA kemungkinan akan menolak memberikan buku nikah orang tua anak
luar kawin karena mereka tidak pernah nikah secara resmi. “Alangkah baiknya
putusan itu dikaji ulang” kata Syamsuar Basyariah, Ketua ICMI Aceh Barat, seperti
dikutip Antara. MUI (Majelis Ulama Indonesia ) menilai, putusan Mahkamah
Konstitusi (MK) terkait dengan pengujian UU Perkawianan sangat berlebihan,
melampaui batas, dan bersifat “overdosis”, serta bertentangan dengan ajaran Islam
dan Pasal 29 UUD 1945, Putusan MK No. 46/ PUU-VII/2010 itu mengenai anak di
luar perkawinan. “Putusan MK itu telah melampaui pengakuan keperdataan atas anak
dengan bapak hasil perkawinan tetapi tidak dicatatkan pada KUA (Kantor Urusan
Agama) menjadi meluas mengenai hubungan keperdataan atas anak hasil hubungan
zina dengan lelaki yang mengakibatkan kelahirannya,” ujar ketua MUI KH Ma’ruf
Amin.11
Dari kondisi pro dan kontra tersebut, maka diketahui :
a. menyetujui Putusan MK ini diakibatkan dan di hubungkan dengan alasan Hak
Azasi Manusia, dimana si anak mempunyai Hak untuk mendapatkan status

10
11

pro-kontra-status-anak-luar-kawin., http://m. hukumonline. com/berita, 2012
Pendapat Putusan anak Luar nikah, http ://www. pikiran-rakyat. com/node/2012

Universitas Sumatera Utara

14

hukum untuk kejelasan kehidupannya, dan dengan alasan Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, dimana si ayah biologis yang
mungkin “memperkosa” harus menanggung jawabi si anak dan tidak lolos dari
hukuman. Dan apabila terjadi kehamilan di luar pernikahan, si ayah tidak bisa lari
dari tanggung jawab dan tidak mengakui anak itu sebagai anaknya karena
pencitraan atau pun kehormatannya.
b. Menolak karena dengan adanya Putusan MK ini bisa membawa implikasi bahwa
perkawinan orang tuanya dianggap sah.
Hubungan dengan Pasal 44 ayat (1) UU Perkawinan, menyatakan bahwa
seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya
bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak itu adalah
akibat dari perzinahan tersebut.
Untuk jangka waktu pengajuan pengingkaran, UU Perkawinan tidak
menjelaskan secara tegas kapan seorang bapak dapat mengingkari anaknya,
sedangkan KUHPerdata memberi waktu sebagai berikut :12
1. Satu bulan jika ia tinggal di tempat kelahiran si anak atau sekitarnya
2. Dua bulan setelah pulang kembalinya, jika ia berada dalam keadaan tidak hadir
3. Dua bulan setelah tipu muslihat diketahuinya, jika kelahiran anak tersebut
disembunyikan darinya.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas tersebut penulis tertarik untuk
menelaah lebih lanjut mengenai anak di luar nikah.Penelaah ini nantinya dilakukan
12

Mustofa Hasan, Pengantar Hukum Keluarga, Pustaka Setia, Bandung, 2011

Universitas Sumatera Utara

15

melalui suatu penelitian dengan judul “AKIBAT HUKUM PUTUSAN MK R.I NO.
46/2010

TERHADAP

HUBUNGAN

ANTARA

ANAK

DENGANAYAH

BIOLOGISNYA”.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.

Bagaimana hubungan hukum keperdataan antara anak yang lahir didalam
perkawinan yang sah dengan ayah biologisnya, dimana si ibu tidak menikah
dengan ayah biologisnya melainkan?

2.

Bagaimana hubungan anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dengan ayah
biologisnya?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah :
1.

Untuk mengetahui hubungan hukum keperdataan antara anak yang lahir dalam
perkawinan yang sah dengan ayah biologisnya, dimana si ibu tidak menikah
dengan ayah biologisnya melainkan pria lain.

2.

Untuk mengetahui hubungan anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dengan
ayah biologisnya.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dapat dilihat secara teoritis dan secara praktis, yaitu :
1.

Secara teoritis, penelitian dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu hukum
dan dapat menambah pengetahuan mengenai Kedudukan Anak Diluar Nikah

Universitas Sumatera Utara

16

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi yang baru yaitu Pasal 43 ayat (1)
UU Perkawinan, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Kompilasi Hukum
Islam dan Hukum Adat.
2.

Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan
bagi penyempurnaan aturan yang menyangkut Kedudukan Anak Diluar Nikah
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi yang baru yaitu Pasal 43 ayat (1)
UU Perkawinan, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Kompilasi Hukum
Islam dan Hukum Adat.

E. Keaslian Penelitian
Dari hasil penelusuran kepustakaan yang ada di dalam lingkungan Univesitas
Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara, maka penelitian dengan judul :“AKIBAT HUKUM PUTUSAN MK R. I
NO.46/2010 TERHADAP HUBUNGAN ANTARA ANAK DENGAN AYAH
BIOLOGISNYA”, belum pernah ada yang meneliti sebelumnya.
Dari hasil penelusuran keaslian penelitian, penelitian yang menyangkut
Kedudukan Anak Luar Nikah yang pernah dilakukan oleh Mahasiswa Program Studi
Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yaitu :
1. Nama

: Ardiana Saragih

NIM

:

027011093

Program Studi

:

Magister Kenotariatan

Judul Tesis

:

Kedudukan Anak Luar Kawin Terhadap Harta

Universitas Sumatera Utara

17

Warisan Orang Tuanya (study Kasus Putusan M. A.
R. I No. 1545/K/Pdt/1986)
Perumusan Masalah

:

1. Bagaimana

kedudukan

Anak

Luar

Kawin

Terhadap Harta Warisan Orang tuanya ?
2. Bagaimana

penerapan

Hukum

Terhadap

Masalah-masalah sehubungan dengan kedudukan
anak (keturunan) terhadap harta warisan yang
ditinggalkan orang tuanya (ayahnya), bila anak
(keturunan) tersebut lahir dari hasil hubungan
perkawinan yang sah antara seorang laki –
laki/ayah

WNI-KA

Cina

dengan

seorang

perempuan/ibu WNI-Pribumi, dalam persidangan
pengadilan.
2. Nama

: Ayu Yulia Sari

NIM

: 097011052

Program Studi

: Magister Kenotariatan

Judul Tesis

: Analisis

Yuridis

Kedudukan

Anak

Luar

Nikah

Bedasarkan Kompilasi Hukum Islam dan KUHPerdata.
Perumusan Masalah

: 1.

Bagaimana Kriteria Anak Diluar Nikah dalam
Kompilasi Hukum Islam dan Kitab Undang –
Undang Hukum Perdata ?

2.

Bagaimana

Kedudukan

Anak

Diluar

Nikah

Universitas Sumatera Utara

18

Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam dan Kitab
Undang – Undang Hukum Perdata ?
3.

Bagaimana Akibat Hukum Anak Luar Nikah
Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam dan Kitab
Undang – Undang Hukum Perdata ?

3. Nama

: Denilah Shofa Nasution

NIM

: 017011010

Program Studi

: Magister Kenotariatan

Judul Tesis

: Hak Dan Kedudukan Anak Luar Kawin Yang Diakui
Atas Harta Peninggalan Orang Tuanya (Kajian Pada
Etnis Tionghoa Di Kota Tebing Tinggi)

Perumusan Masalah :

1. Bagaimanakah kedudukanhukum antara seorang
Laki-laki

dan

seorang

perempuan

yang

perkawinannya dilakukan secara adat tionghoa?
2. Bagaimanakah kedudukan anak luar kawin yang
diakui dalam hukum keluarga?
3. Bagaimanakah hak waris anak luar kawin yang
diakui atas harta peninggalan orang tuanya?
Berdasarkan uraian di atas dapat diyakini bahwa judul tesis yang membahas
masalah“AKIBAT HUKUM PUTUSAN MK R. I. NO.46/2010 TERHADAP
HUBUNGAN ANTARA ANAK DENGAN AYAH BIOLOGISNYA”, belum pernah
ada yang meneliti dan belum ada yang membahas sebelumnya.Oleh karena itu judul

Universitas Sumatera Utara

19

tesis ini dapat dijamin keasliannya sepanjang mengesai judul dan permasalahan
seperti yang diuraikan di atas.Hal ini juga menambah keyakinan bahwa peneliti ini
akan dapat dipertanggungjawabjan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi
1.

Kerangka Teori
Ilmu hukum dalam perkembangannya tidak terlepas dari ketergantungan pada

berbagai bidang ilmu termasuk ketergantungannya pada metodologi, karena aktivitas
penelitian hukum dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori.
Teori berasal dari kata theoria dalam bahasa latin yang berarti perenungan,
yang pada gilirannya berasal dari kata thea dalam bahasa yunani yang secara hakiki
menyiratkan sesuatu yang disebut realitas. Dari kata dasar thea ini pula datang kata
modern teater yang berarti pertunjukan atau tontonan.Dalam banyak literatur,
beberapa ahli menggunakan kata ini untuk menunjukkan bangunan berfikir yang
tersusun sistematis, logis (rasional), empiris (kenyataannya), dan juga simbolis.13
Teori adalah merupakan suatu prinsip yang dibangun dan dikembangkan
melalui proses penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan dan menjelaskan
suatu masalah.
Menurut Bintoro Tjokroamijoyo dan Mustofa Adidjoyo:
“Teori diartikan sebgai ungkapan mengenai kausal yang logis diantara
perubahan (variabel) dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan

13

Subekti, Pokok – Pokok Hukum Perdata, Bandung, PTIntermasa 1982. Hlm25

Universitas Sumatera Utara

20

sebagai kerangka berfikir (frame of thinking) dalam memahami serta
menangani permasalahan yang timbul didalam bidang tersebut”.
Definisi anak dalam pasal 1 ayat 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak adalah:
“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan.”
Anak dikategorikan sebagai subjek hukum yang tidak cakap melakukan
perbuatan hukum. Seseorang yang tidak cakap karena belum dewasa diwakili
oleh orang tua atau walinya dalam melakukan perbuatan hukum. 14 Anak yang
lahir dari perkawinan campuran memiliki kemungkinan bahwa ayah ibunya
memiliki kewarganegaraan yang berbeda sehingga tunduk pada dua yurisdiksi
hukum yang berbeda.15
Berdasarkan UU Kewarganegaraan yang lama, anak hanya mengikuti
kewarganegaraan ayahnya, namun berdasarkan UU Kewarganegaraan yang
baru anak akan memiliki dua kewarganegaraan.
Menurut teori hukum perdata internasional, untuk menentukan status anak dan
hubungan antara anak dan orang tua, perlu dilihat dahulu perkawinan orang
tuanya sebagai persoalan pendahuluan, apakah perkawinan orang tuanya sah
sehingga anak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, atau perkawinan
tersebut tidak sah, sehingga anak dianggap sebagai anak luar nikah yang
hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya.
14
15

Ibid, hlm. 28
http://norickyujustice. blogspot. com/2011/04/status-hukum-anak-dari-hasil-perkawinan. html

Universitas Sumatera Utara

21

Sejak dahulu diakui bahwa soal keturunan termasuk status personal. Negaranegara common law berpegang pada prinsip domisili (ius soli) sedangkan
negara-negara civil law berpegang pada prinsip nasionalitas (ius sanguinis).
Umumnya yang dipakai ialah hukum personal dari sang ayah sebagai kepala
keluarga (pater familias) pada masalah-masalah keturunan secara sah. Hal ini
adalah demi kesatuan hukum dalam keluarga dan demi kepentingan
kekeluargaan, demi stabilitas dan kehormatan dari seorang istri dan hak-hak
maritalnya. Sistem kewarganegaraan dari ayah adalah yang terbanyak
dipergunakan di negara-negara lain, seperti misalnya Jerman, Yunani, Italia,
Swiss dan kelompok negara-negara sosialis.
Dalam sistem hukum Indonesia, Prof. Sudargo Gautama menyatakan
kecondongannya pada sistem hukum dari ayah demi kesatuan hukum dalam
keluarga, bahwa semua anak–anak dalam keluarga itu sepanjang mengenai
kekuasaan tertentu orang tua terhadap anak mereka (ouderlijke macht) tunduk
pada hukum yang sama. Kecondongan ini sesuai dengan prinsip dalam UU
Kewarganegaraan No. 62 tahun 1958.
Status anak sendiri dibagi dalam 2 bagian, yaitu:
a.

Anak yang sah, yaitu anak yang lahir dalam perkawinan orang tua.

b.

Anak tidak sah, dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu anak yan lahir dari
hubungan incest, anak yang lahir dari perzinahan, dan anak yang lahir di
luar nikah.

Dalam penelitian ini, menetapkan suatu kerangka teori adalah merupakan

Universitas Sumatera Utara

22

suatu keharusan. Hal ini dikarenakan, kerangka teori itu digunakan sebagai landasan
berfikir untuk menganalisa permasalahan yang dibahas. Teori yang digunakan dalam
melaukan penelitian ini adalah Teori Menentukan Asal Usul Anak, dan teori tentang
Hubungan Diluar Nikah.
Bentuk – bentuk hubungan luar nikah antara lain16:
a. Melakukan hubungan suami isteri
Setiap manusia normal yang tumbuh dewasa dalam dirinya pasti mempunyai rasa
tertarik kepada lawan jenisnya untuk melakukan persetubuhan.Apabila hubungan
itu dilakukan di luar perkawinan, maka hubungan tersebut seperti yang banyak
didengar di masyarakat dilakukan dengan teman, dengan pacar, dengan
perempuan bayaran maupun dengan yang tidak dikenal.Bentuk hubungannya
dapat berupa perzinaan dan perkosaan.
b. Hidup bersama
Melakukan hubungan suami isteri yang diatas biasanya hanya bertahan sebentar,
ketika mereka sudah selesai akan kembali kekehidupan masing – masing
ataupunada yang melanjutkan hubungannya tanpa kesepakatan dan selama
mereka mau.
Dalam kehidupan masyarakat, hidup bersama tanpa menikah kebanyakan
dilakukan tuna wisma dan tuna karya, mereka umumnya menempati gubuk – gubuk
liar maupun di bawah jembatan.Ada juga kaum selebritis, terpelajar atau dari
kalangan berduit yang hidup “ kumpul kebo”, dan biasanya pelaku tidak ingin

16

Gatot Supramono, Segi-Segi Hukum Hubungan Luar Nikah, Djambatan,Jakarta 1998, hlm. 73

Universitas Sumatera Utara

23

diketahui identitasnya karena malu kalau diketahui orang lain.
2.

Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dalam teori, peranan konsepsi

dalam penelitian ini menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan
kenyataan.
Sumandhi Surya brata memberikan arti khusus yang dimaksud dengan
konsep, yaitu berkaitan dengan definisi operasional “konsep diartikan sebagai kata
yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal – hal yang khusus, yang
disebut dengan definisi operasional.”
Suatu kerangka konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan
hubungan antara konsep- konsep khusus yang ingin atau yang akan diteliti. Suatu
konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu
abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itudinamakan fakta, sedangkan konsep
merupakan suatu uraian mengenai hubungan dalam fakta – fakta tersebut.
Definisi operasional perlu disusun, untuk memberi pengertian yang jelas atas
masalah yang dibahas, karena istilah yang digunakan untuk membahas suatu masalah,
tidak boleh memiliki makna ganda.Selain itu, konsepsi juga digunakan untuk
memberikan pegangan pada proses penelitian, oleh kaena itu dalam rangka penelitian
ini, perlu dirumuskan serangkaian defenisi operasional atas beberapa variabel yang
digunakan, sehingga dengan demikian tidak akan menimbulkan perbedaan penafsiran
atas sejumlah istilah dan masalah yang dibahas. Disamping itu, dengan adanya
penegasan kerangka konsepsi ini, diperoleh suatu persamaan pandangan dalam

Universitas Sumatera Utara

24

menganalisis masalah yang ditelii, baik dipandang dari aspek yuridis maupun
dipandang dari aspek sosiologis.
Dalam Kompilasi Hukum Islam kalimat yang mempunyai makna “anak zina”
sebagaimana definisi yang dikemukakan oleh Hasanayn adalah istilah “anak yang
dilahirkan di luar perkawinan yang sah”, sebagaiman yang terdapat pada pasal 100
Kompilasi Hukum Islam, yang menyebutkan bahwa “anak yang lahir di luar
perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya”.
Selanjutnya, untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman
yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka kemudian
dikemukakan konsepsi dalam bentuk definisi operasinal sebagai berikut:
a.

Yang dimaksud dengan Orang Tua adalah ayah dan/ibu seorang anak, baik
melalui hubungan biologis maupun sosial.

b.

Ayah Biologis adalah laki – laki yang berdasarkan pemeriksaan (test DNA)
terbukti mempunyai hubungan darah dengan seorang anak.

c.

Ayah Yuridis, yaitu ditandai dengan adanya ikatan hukum antara ayah dan anak.
Adanya ikatan hukum itu menimbulkan akibat – akibat hukum tertentu, yaitu si
anak berada di bawah kekuasaan si ayah, dimana tanda adanya ikatan hukum
dapat dilihat dari akta kelahiran dan surat pernyataan.

d.

Hubungan hukum keperdataan, maksudnya adalah hubungan yang terkait dengan
nafkah dan waris – mewaris.

e.

Anak Luar Nikah, maksudnya adalah anak yang dilahirkan seorang perempuan,
sedangkan perempuan itu tidak berada dalam ikatan perkawinan yang sah dengan

Universitas Sumatera Utara

25

laki – laki yang menyetubuhinya.
f.

Kitab Undang – undang Hukum Perdata (KUHPerdata), adalah seperangkat
peraturan yang mengatur tentang orang, kebendaan, perikatan, dan pembuktian
dan daluwarsa.

G. Metode Penelitian
1.

Sifat dan Jenis Penelitian
Penelitian adalah pencarian atas sesuatu (inqury) secara sistematis dengan

penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah – masalah yang dapat
dipecahkan.”
Sifat penelitian ini adalah bersifat deskriptif analitis.Bersifat deskriptif analitis
maksudnya penelitian yang bertujuan untuk melukiskan keadaan obyek atau
peristiwanya sekaligus menganalisis tentang kedudukan anak luar nikah berdasarkan
Kompilasi Hukum Islam dan Kitab Undang – undang Hukum Perdata.
Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif, yakni dengan menggunakan
metode pendekatan perundang-undangan (statue approach) yang mengacu kepada
peraturan perundang-undangan khususnya Kompilasi Hukum Islam dan Kitab
Undang-undang Hukum Perdata, kemudian menganalisi hukum baik yang tertulis di
dalam buku, melakukan pengkajian peratura perundang-undangan yang berhubungan
dengan pengaturan hukum dan implikasi pelaksanaannya di Indonesia maupun
hukum yang diputuskan melalui proses pengadilan. Dalam hal ini penelitian
dilakukan untuk menemukan hukum in-konkrito dan juga penelitian terhadap

Universitas Sumatera Utara

26

sinkronisasi vertikal dan horizontal.
2.

Sumber Data
Berdasarkan sifat penelitian diatas, maka data yang dikumpulkan berasal dari

data sekunder. Data sekunder yang dimaksudkan antara lain meliputi bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.
Dalam penelitian ini bahkan hukum yang dijadikan sebagai rujukan adalah
menggunakan bahan hukum primer yang diperoleh dari Kompilasi Hukum Islam,
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-Undang No. 1 Tahun 974 tentang
Perkawinan, Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan
khususnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46 Tahun 2010,bertujuan untuk
melengkapi dan mendukung data-data ini, agar penelitian menjadi lebih sempurna.
Bahan Hukum Sekunder yang terutama adalah buku teks karena buku teks
berisi mengenai prinsip – prinsip dasar Ilmu Hukum dan pandangan – pandangan
klasik para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi.Disamping buku teks, bahan
hukum sekunder dapat berupa tulisan-tulisan tentang hukum baik dalam bentuk buku
ataupun jurnal – jurnal, yang berisi tentang perkembangan atau isu-isu yang aktual
mengenai hukum bidang tertentu.Bahan hukum sekunder yaitu Rancangan Undang –
Undang, hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan lain-lainnya yang
memberi penjelasan tentang bahan hukum primer.
Bahan hukum tertier yaitu kamus, ensiklopedia dan lain-lain bahan hukum
yang memberi penjelasan tentang bahan hukum primer dan sekunder.Disamping
sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum, juga menggunakan

Universitas Sumatera Utara

27

bahan-bahan non-hukum yang berupa buku-buku mengenai kebudayaan, Perkawinan
dalam Islam ataupun laporan-laporan penelitian non-hukum dan jurnal-jurnal nonhukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian.
3.

Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan

(library research), yaitu untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pemikiran
konseptual dan penelitian yang dilakukan oleh pihak lain yang relevan dengan
penelitian ini dengan cara menelaah menginventarisasi pemikiran atau pendapat juga
sejarah atau latar belakang pemikiran tentang perjanjian kerjasama. Pemikiran dan
gagasan serta di konsepsi tersebut dapat diperoleh melalui peraturan perundangundangan yang berlaku, literatur dari pakar yang relevan dengan objek penelitian
dalam hal ini hubungan ayah biologis dan anak diluar nikah, yang termuat dalam
bentuk dokumen dan putusan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.
4.

Alat Pengumpulan Data
Studi lapangan (Field research) yaitu untuk mewawancara masyarakat yang

stuju dan tidak setuju dengan putusan Mahkamah Konstitusi ini ataupun yang
mengalaminya langsung untuk memperoleh data primer, dilakukan

wawancara

dengan mempergunakan pedoman wawancara dan daftar pertanyaan yang disusun
secara kombinasi antara bentuk tertutup dan bentuk terbuka, supaya wawancara yang
dilakukan lebih terarah dan sistematis, maka wawancara dilakukan dengan
menggunakan pedoman wawancara.

Universitas Sumatera Utara

28

Studi Dokumen, atau teks merupakan kajian yang menitikberatkan pada
analisisi atau interpretasi bahan tertulis berdasarkan konteksnya. Bahan bisa berupa
catatan yang terpublikasikan, buku teks, surat kabar, majalah, surat-surat, film,
catatan harian, naskah, artikel dan sejenisnya. Untuk memperoleh kredibilitas yang
tinggi, harus yakin bahwa naskah-naskah itu otentik.Penelitian jeis ini bisa juga untuk
menggalipikiran seseorang yang tertuang di dalam buku atau naskah-naskah yang
terpublikasikan.17
5.

Analisis Data
Dalam analisia data dilakukan penyusunan data primer dan data sekunder

secara sistematis. Selanjutnya data primer dan data sekunder yang tela disusun secara
sistematis dianalisis dengan menggunakan metode deduktif dan induktif.Metode
deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan sedangkan
metode induktif dilakukan

dengan

menterjemahkan

berbagai sumber

yng

berhubungan dengan permasalaan yang dibahas dalam tesis ini sehingga diperoleh
kesimpulan sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa analisis data akan dilakukan dengan
pendekatan kualitatif dengan kalimat yang sistematis untuk memperoleh kesimpulan
jawaban yang jelas dan benar.

17

Suryabrata dan Samadi, Metodelogi Penelitian, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1998.

Hlm 60

Universitas Sumatera Utara