Kajian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah dalam Rangka Menjamin Kepastian Hukum kepada Kreditur, (Studi Kasus pada PT Bank SUMUT KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas)

BAB II
KETENTUAN UNDANG-UNDANG HAK TANGGUNGAN MENJAMIN
KEPASTIAN HUKUM KEPADA KREDITUR

A. Hak Tanggungan Atas Tanah Menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun
2006
Menurut Pasal 1 ayat (1) UUHT disebutkan pengertian Hak Tanggungan.
Yang dimaksud dengan Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan
pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk
pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya. Hak Tanggungan adalah Hak
penguasaan atas tanah, berisi kewenangan bagi kreditur untuk berbuat sesuatu
mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik
dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cedera janji dan
mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran debitor
kepadanya. lunas hutang.
Beranjak dari definisi di atas, dapat ditarik unsur pokok dari hak
tanggungan, sebagai berikut:
1) Hak tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang

2) Objek hak tanggungan adalah ha katas tanah sesuai UUPA

Universitas Sumatera Utara

3) Hak tanggungan dapat dibebankan atas tananya (hak katas tanah) saja, tetapi
dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah itu.
4) Utang yang dijamin adalah suatu utang tertentu.
5) Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap
kreditor-kreditor lain.11
Tanggungan Atas Tanah berserta Benda-benda yang Berkaitan Dengan
Tanah maka ketentuan dalam Buku Kedua Bab XXI Pasal 1162 sampai dengan
Pasal 1232 KUH Perdata tentang Hipotik atas tanah dan dalam Staatsblad Tahun
1908 nomor 542 tentang ketentuan Creditverband dinyatakan tidak berlaku lagi.
Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan tersebut,
disebutkan bahwa: Hak Tanggungan adalah Hak Jaminan yang dibebankan pada
hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang peraturan dasar Pokok Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut
benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan
utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditur

tertendu terhadap kreditur-kreditur lain.
Berdasarkan uraian di atas, dapat di ketahui ciri-ciri hak tangungan sebagai hak
kebendaan, sebagai berikut :
1. Hak tanggungan merupakan hak jaminan kebendaan
Hak tanggungan merupakan salah satu lembaga hak jaminan kebendaan,
yang lahirnya dari perjanjian. Dalam hak tanggungan terdapat benda
tertentu, yaitu hak-hak atas tanah yang dijanjikan secara khusus sebagai
11

Supriadi, Hukum Agraria , Jakarta : Penerbit Sinar Grafika, 2007, hal 173

Universitas Sumatera Utara

jaminan pelunasan utang tertentu, sehingga hak tanggungan merupakan hak
jaminan khusus pula.12
Hak jaminan memberikan suatu kedudukan yang lebih baik kepada kreditur
yang memperjanjikannya. Lebih baik di sini diukur dari kreditur-kreditur
yang tidak memperjanjikan hak jaminan khusus, yaitu kreditur konkuren,
yang pada asasnya berkedudukan sama tinggi, sehingga mereka harus
bersaing satu sama lain untuk mendaptkan pelunasan atas hasil eksekusi

harta debitur. Di samping itu, hak jaminan kebendaan juga memberikan
kemudahan kepada kreditur yang bersangkutan untuk mengambil
pelunasan, karena kepada kreditur diberikan hak parate eksekusi.13
2. Hak jaminan kebendaan dimaksud adalah jaminan kebendaan atas tanah,
baik berikut maupun tidak berikut benda-benda lain yang berkaitan dengan
dan merupakan satu kesatuan dengan tanah, yang berada di atas maupun di
bawah permukaan tanah sepanjang benda-benda lain tersebut mempunyai
kaitan dengan dan merupakan satu kesatuan dengan tanah yang
bersangkutan.
Pada dasarnya hak atas tanah sebagaimana dimaksud daa\lam Undangundang pokok agrarian menjadi objek hak tanggungan, apabila ha katas
tanahnya dibebankan dengan hak tanggungan tidak serta merta meliputi
benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah dijadikan
jaminan. Pembebanan benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan

12

J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Bandung : PT
Citra Aditya Bakti, 2002, hal 278
13
Ibid, hal 278-279


Universitas Sumatera Utara

dengan tanah yang bersangkutan sebagai jaminan dapat dilakukan bila
secara tegas diperjanjikan pula oleh para pihak.14
Syarat penting bahwa benda-benda lain itu harus merupakan satu kesatuan
dengan tanah dan secara khusus diperjanjikan masuk dalam penjaminan.
Hal ini berarti, bahwa Undang-undang Hak Tanggungan tidak menganut
asas asasi, terbawa oleh tanahnya ke dalam penjaminan. Hal ini merupakan
konsekuensi dari dianutnya prinsip hukum adat dalam Undang-undang
Pokok Agraria, walaupun yang namanya hukum adat tidak harus sama
dengan hukum adat lain.15
Benda-benda lain yang emrupakan satu kesatuan dengan tanah yang
bersangkutan yang ikut dijadikan jaminan itu tidak harus dimiliki oleh
pemegang hak atas tanahnya (debitur), melainkan dapat juga meliputi milik
pihak lain (pihak ketiga).
Dengan demikian dalam pembebasan hak tanggungan atas tanah tersebut
dapat dengan mengikutsertakan atau tidak mengikutsertakan benda-benda
lain yang merupakan atau kesatuan (permanen atau tetap) dengan tanah
yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan pemisahan horizontal menurut

hukum adat. Artinya, setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas
tanah, tidak tanaman dan hasil kerja, yang secara tetap merupakan satu
kesatuan dengan tanah, yang dijadikan sebagai jaminan utang. 16
3. Pembebanan hak tanggungan dimaksud sebagai jaminan perlunasan utang
tertentu
14

Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta : Penerbit Sinar Grafika,
2008, hal 334
15
J. Satrio, Op.Cit, hal 279
16
Rachmadi Usman, Op.Cit, hal 335

Universitas Sumatera Utara

Perjanjian jaminan (hak tanggungan) merupakan ikutan atau tambahan dari
perjanjian utang piutang atau perjanjian lainnya yang menimbulkan
hubungan hukum utang piutang, yang merupakan perjanjian perjanjian
pokok atau pendahuluannya. Dengan kata lain, perjanjian jaminan (hak

tanggungan) merupakan perjanjian accessoir dari suatu perihatan
sebelumnya, yaitu perjanjian lainnya yang menimbulkannya hubungan
hukumutang piutang. Hak tanggungan dimungkinkan dapat menjamin lebih
dari satu utang, baik berdasarkan satu eprjanjian utang piutang (termasuk
secara sindikasi) atau dengan beberapa perjanjian utang piutang. 17 Apabila
perikatan pokoknya beralih, maka perikatan jaminannya turut berpindah,
apabila perikatan pokoknya hapus, maka perikatannya juga hapus.
Perikatan jaminan baru lahir atau mempunyai daya kerja, kalau perikatan
pokoknya sudah lahir.18
4. Hak tanggungan memberikan kedudukan istimewa, yang diutamakan atau
hak mendahulu kepada pemegang hak tanggungan dalam mengambil
pelunasan utang tertentu yang bersangkutan.
Bertalian dengan eksekusi hak tanggungan, pemegang hak tanggungan
mempunyai “hak mendahulu’ atau “hak didahulukan” dalam mengambil
pelunasan atas hasil eksekusi hak tanggungan sebagaimana dalam Pasal 20
ayat (1) huruf b UUHT.19 Ini berarti terdapat dua kata yang bertalian
dengan kedudukan pemegang hak tanggungan, yaitu “kedudukan yang
diutamakan” dan “hak mendahulu atau hak didahulukan”. Kata “hak

17


Ibid, hal 335
J. Satrio, Op.Cit, hal 336
19
Rachmadi Usman, Op.Cit, hal 336
18

Universitas Sumatera Utara

mendahulu”

kalau

dihubungkan

dengan

peristiwa

“eksekusi


hak

tanggungan” tentunya berarti “didahulukan” dalam mengambil pelunasan
atas hasil eksekusi dari benda atau benda-benda yang dijaminkan dengan
hak tanggungan. Sedangkan kedudukan kreditor pemegang hak tanggungan
sebut sebagai “kreditor yang diutamakan”, sedangkan pelaksanaan haknya
disebut “mendahulu atau didahulukan”.20
Pada tanggal 9 April 1996 lahir Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan sehingga dengan berlakunya Undang-Undang tersebut
maka ketentuan mengenai hipotik dan creditverband dinyatakan tidak berlaku lagi
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 29 UUHT. Dengan begitu dapat dipahami
bahwa lembaga hak jaminan atas tanah yang berlaku saat ini adalah Hak
Tanggungan yang menggantikan lembaga hipotik dan creditverband yang
dianggap sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan Bangsa Indonesia.
Lembaga Hak Tanggungan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan
Dengan Tanah yang biasa dikenal dengan “Undang-Undang Hak Tanggungan”
untuk selanjutnya disebut UUHT.
Setiap Warga Negara Indonesia dapat memiliki hak-hak atas tanah tersebut

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, UUPA
menetapkan beberapa hak atas tanah yang dapat digunakan sebagai jaminan hutang
dengan pembebanan Hak Tanggungan. Ketentuan mengenai Hak Tanggungan
diatur sendiri dengan Undang- Undang sebagaimana terdapat dalam Pasal 51
UUPA. Sebagai tindak lanjut dari Pasal 51 UUPA maka pada tanggal 9 April 1996
20

J. Satrio, Op.Cit, hal 281

Universitas Sumatera Utara

Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Berserta Benda- Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
(selanjutnya disingkat UUHT). UUHT merupakan suatu jawaban dari adanya
unifikasi dalam lembaga jaminan yang ada di Indonesia, karena undang-undang ini
telah disesuaikan dengan perkembangan keadaan dan mengatur berbagai hal baru
yang berkenaan dengan lembaga Hak Tanggungan.
Keberadaan Undang-Undang Hak Tanggungan ini merupakan undangundang yang penting bagi sistem hukum perdata khususnya hukum jaminan, yaitu
dalam rangka memberikan kepastian dalam bidang pengikatan jaminan atas bendabenda yang berkaitan dengan tanah sebagai agunan kredit. Yang mana pemegang
Hak Tanggungan berhak untuk menjual obyek yang dijadikan jaminan melalui

pelelangan umum menurut peraturan hukum yang berlaku dan mengambil
pelunasan tersebut meskipun obyek Hak Tanggungan sudah dipindahkan haknya
kepada pihak lain, kreditor pemegang Hak Tanggungan masih tetap berhak untuk
menjual melalui pelelangan umum apabila debitor cidera janji. Dalam pemberian
Hak Tanggungan dilakukan dengan perjanjian tertulis yang dituangkan dalam Akta
Pemberian Hak Tanggungan. Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 10 ayat 2
UUHT
Secara yuridis formal asas yang menyatakan bahwa Hak Tanggungan
hanya dapat dibebankan pada hak atas tanah ada diatur dalam Pasal 8 ayat (2)
dinyatakan bahwa kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek
Hak Tanggungan harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran
Hak Tanggungan. St. Remy Sjahdeini mengatakan bahwa : (ST. Remy Sjahdeini,
op. cit, hlm. 25). Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas tanah

Universitas Sumatera Utara

yang telah dimiliki oleh pemegang Hak Tanggungan. Oleh karena itu, hak atas
tanah yang baru akan dipunyai oleh seseorang di kemudian hari tidak dapat
dijaminkan dengan Hak Tanggungan bagi pelunasan suatu utang. Begitu juga
tidaklah mungkin untuk membebankan Hak Tanggungan pada suatu hak atas

tanah yang baru akan ada di kemudian hari.
Asas, ini juga merupakan asas yang sebelumnya sudah dikenal di dalam
hipotek. Menurut Pasal 1175 KUH Perdata, hipotek hanya dapat dibebankan atas
benda-benda yang sudah ada. Hipotek atas benda-benda baru akan ada di
kemudian hari adalah batal. (lbid., hlm. 26.) Hak Tanggungan yang diatur dalam

Undang-Undang ini pada dasarnya adalah Hak Tanggungan yang dibebankan pada
hak atas tanah. Namun kenyataannya seringkali terdapat benda-benda berupa
bangunan, tanaman, dan hasil karya, yang secara tetap merupakan satu kesatuan
dengan tanah yang dijadikan jaminan tersebut. Sebagaimana diketahui Hukum
Tanah Nasional didasarkan pada hukum adat, yang menggunakan asas pemisahan
horizontal. Sehubungan dengan itu, maka dalam kaitannya dengan bangunan,
tanaman, dan hasil karya tersebut, Hukum Tanah Nasional menggunakan juga
asas pemisahan horizontal. Dalam rangka asas pemisahan horizontal, bendabenda
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah menurut hukum bukan merupakan
bagian dari tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu setiap perbuatan hukum
mengenai hak-hak atas tanah, tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda
tersebut.
Meskipun Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah yang telah
ada, sepanjang Hak Tanggungan itu dibebankan pula atas benda-benda yang
berkaitan dengan tanah, ternyata pada Pasal 4 ayat (4) memungkinkan Hak

Universitas Sumatera Utara

Tanggungan dapat dibebankan pula atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah
tersebut, sekalipun benda-benda tersebut belum ada, tetapi baru akan ada di
kemudian hari. Lebih jauh Remy Sjandeini mengatakan bahwa dalam pengertian
"yang baru akan ada" ialah benda-benda yang pada saat Hak Tanggungan
dibebankan belum ada sebagai bagian dari tanah (hak atas tanah) yang dibebani
Hak Tanggungan tersebut. Misalnya karena benda-benda tersebut baru ditanam
(untuk tanaman) atau baru dibangun (untuk bangunan dan hasil karya) kemudian
setelah Hak Tanggungan itu dibebankan atas tanah (hak atas tanah) tersebut.21
Menurut Pasal 13 ayat (1) UUHT, terhadap pembebanan hak tanggungan
wajib didaftarkan pada kantor pertanahan. Selain itu di dalam Pasal 13 ayat (5) jo ayat
(4) UUHT juga dinyatakan bahwa hak tanggungan tersebut lahir pada hari tanggal
buku tanah hak tanggungan, yaitu tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara
lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya. Dengan demikian, hak
tanggungan itu lahir dan baru mengikat setelah dilakukan pendaftaran, karena jika
tidak dilakukan pendaftaran itu pembebanan hak tanggungan tersebut tidak diketahui
oleh umum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga.
Sedangkan berakhirnya hak tanggungan tertuang dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1)
UUHT, yang menyatakan bahwa hak tanggungan berakhir atau hapus karena beberapa

hal sebagai berikut :
1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan.
Hapusnya hutang itu mengakibatkan hak tanggungan sebagai Hak Accessoir
menjadi hapus. Hal ini terjadi karena adanya hak tanggungan tersebut adalah
untuk menjamin pelunasan dari hutang debitor yang menjadi perjanjian

21

Sutan Remy Sjahdeini.Op.Cit, hal 58

Universitas Sumatera Utara

pokoknya. Dengan demikian, hapusnya hutang tersebut juga mengakibatkan
hapusnya hak tanggungan.
2. Dilepaskannya hak tanggungan tersebut oleh pemegang hak tanggungan.
Dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan apabila debitor
atas persetujuan kreditor pemegang hak tanggungan menjual objek hak
tanggungan untuk melunasi hutangnya, maka hasil penjualan tersebut akan
diserahkan kepada kreditor yang bersangkutan dan sisanya dikembalikan
kepada debitor. Untuk menghapuskan beban hak tanggungan, pemegang hak
tanggungan memberikan pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya hak
tanggungan tersebut kepada pemberi hak tanggungan (debitor). Dan pernyataan
tertulis tersebut dapat digunakan oleh kantor pertanahan dalam mencoret catatan
hak tanggungan tersebut pada buku tanah dan sertifikat hak tanah yang menjadi
objek hak tanggungan yang bersangkutan, (sebagaimana dimaksud pada Pasal
22 UUHT);
3. Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan suatu penetapan peringkat oleh
Ketua Pengadilan Negeri.
Pemberian Hak Tanggungan oleh debitor (pemberi Hak Tanggungan) kepada
kreditor (pemegang Hak Tanggungan) wajib didaftarkan pada kantor pertanahan
yang mana hal ini ditetapkan dalam Pasal 13 UUHT. Kemudian di dalam Pasal
11 ayat (2) dan ayat (3) dijelaskan bagaimana caranya pendaftaran Hak
Tanggungan itu dilakukan. Bagi pemberi Hak Tanggungan yang telah melunasi
kewajibannya kepada pemegang Hak Tanggungan, maka dilakukan pencoretan /
hapusnya Hak Tanggungan atas obyek Hak Tanggungan yang dibebankan. Hak
Tangungan akan mengalamai suatu proses berakhir, yang sama dengan hak-hak

Universitas Sumatera Utara

atas tanah yang lainnya. Ketentuan hapusnya Hak Tanggungan diatur dalam
pasal 18 UUHT.
Pembersihan berdasarkan penetapan peringkat oleh ketua pengadilan negeri
hanya dapat dilaksanakan apabila objek hak tanggungan dibebani lebih dari satu
hak tanggungan. Dan tidak terdapat kesepakatan diantara para pemegang hak
tanggungan dan pemberi hak tanggungan tersebut mengenai pembersihan objek
hak tanggungan dan beban yang melebihi harga pembeliannya, apabila pembeli
tersebut membeli benda tersebut dari pelelangan umum.
Pembeli yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan kepada ketua
pengadilan negeri yang berwenang (yang daerah kerjanya meliputi letak objek hak
tanggungan yang bersangkutan) untuk menetapkan pembersihan tersebut dan
sekaligus menetapkan ketentuan mengenai pembagian hasil penjualan lelang
tersebut diantara para yang berpihutang (kreditor) dan para pihak berhutang
(debitor) dengan peringkat mereka menurut Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku (Pasal 19 ayat (3) UUHT). Dan ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUHT tidak
berlaku apabila :
a. Pembelian dilakukan secara sukarela (tanpa melalui lelang);
b. Dalam APHT yang bersangkutan secara tegas diperjanjikan oleh para pihak
bahwa objek hak tanggungan tidak akan dibersihkan dari hak tanggungan
(Pasal 11 ayat (2) huruf f UUHT).
c. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan.
Alasan hapusnya hak tanggungan yang disebabkan karena hapusnya hak
atas tanah yang dibebani hak tanggungan tidak lain dan tidak bukan adalah sebagai
akibat tidak terpenuhinya syarat objektif sahnya perjanjian, khususnya yang

Universitas Sumatera Utara

berhubungan dengan kewajiban adanya objek tertentu, yang salah satunya meliputi
keberadaan dari sebidang tanah tertentu yang dijaminkan.
Setiap pemberian hak tanggungan harus memperhatikan dengan cermat
hal-hal yang dapat menyebabkan hapusnya hak atas tanah yang dibebankan dengan
hak tanggungan. Oleh karena itu, setiap hal yang menyebabkan hapusnya hak atas
tanah tersebut demi hukum juga akan menghapuskan hak tanggungan yang
dibebankan diatasnya, meskipun bidang tanah dimana hak atas tanahnya tersebut
hapus tetapi masih tetap ada, dan selanjutnya telah diberikan pula hak atas tanah
yang baru atau yang sama jenisnya. Dalam hal yang demikian, maka kecuali
kepemilikan hak atas tanah telah berganti, maka perlu dibuatkan lagi perjanjian
pemberian hak tanggungan yang baru, agar hak kreditor untuk memperoleh
pelunasan mendahulu secara tidak pari passu dan tidak prorata dapat
dipertahankan.
Hak atas tanah dapat hapus antara lain karena hal-hal sebagaimana disebut
dalam Pasal 27, Pasal 34 dan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Agraria atau Peraturan Perundang-undangan
lainnya yang mengatur pula tentang hal-hal yang mengakibatkan hapusnya hak
atas tanah. Dalam hal Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang
dijadikan objek hak tanggungan berakhir jangka waktu berlakunya dan
diperpanjang berdasarkan permohonan yang diajukan sebelum berakhirnya jangka
waktu tersebut, hak tanggungan dimaksud tetap melekat pada hak atas tanah yang
bersangkutan.
Ketentuan dalam pasal 22 ayat (3) UUHT ini merupakan ketentuan yang
sangat praktis. Dengan adanya surat roya dari kreditor yang bersangkutan, kecuali

Universitas Sumatera Utara

roya partial sudah nyata, bahwa utang, untuk mana diberikan jaminan,sudah tidak
ada lagi atau paling tidak, ternyata bahwa kreditor sudah tidak memerlukan
jaminan Hak Tanggungan itu lagi. Diwaktu yang sudah, penyelesaiannya
dilakukan dengan prosedur yang tidak praktis. Kalau sertipikat hipotek hilang,
jalan keluarnya dengan membuat akta consent roya didepan Notaris atau pihak
kreditor, dengan membawa Surat Keterangan Kehilangan dari Kepolisian dating
menghadap kepada dan membuat pernyataan tertulis di hadapan Kepala Kantor.
Dalam peristiwa ini yang mengherankan bahwa consent roya yang adalah
pernyataan persetujuan untuk meroya, yang biasanya dipakai untuk mengganti
surat roya yang hilang, dipakai untuk mengganti sertifikat hipotek yang hilang,
padahal yang hilang di sini bukan surat royannya, tetapi sertifikat hipoteknya.
Menurut Pasal 22 UUHT setelah hak tanggungan dihapus, Kantor Pertanahan
mencoret catatan hak tanggungan tersebut pada bukti tanah hak atas tanah dan
sertifikatnya. Adapun sertifikat hak tanggungan yang bersangkutan ditarik dan
bersama-sama buku hak tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh kantor
pertanahan. Jika sertifikat sebagaimana dimaksud diatas, karena sesuatu sebab tertentu
tidak dikembalikan kepada kantor pertanahan, hal tersebut dicatat pada buku tanah hak
tanggungan.

Sejalan dengan asas yang berlaku di dalam Hak Tanggungan di atas, dalam
kenyataannya hal tersebut sama dengan ketentuan dalam Pasal 1165 KUH I
Perdata bahwa setiap hipotek meliputi juga segala apa yang menjadi satu dengan
benda itu karena pertumbuhan atau pembangunan. Dengan kata lain, tanpa harus
diperjanjikan terlebih dahulu, segala benda yang berkaitan dengan tanah yang baru
akan ada di kemudian hari demi hukum terbebani pula dengan hipotek. Apabila

Universitas Sumatera Utara

Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, dapat diperjanjikan
dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan, bahwa pelunasan
utang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama
dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek
Hak Tanggungan, yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut, sehingga
kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak Tanggungan
untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi.22
Utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat berupa
utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu atau
jumlah yang pada saat permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapat
ditentukan berdasarkan perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain yang
menimbulkan hubungan utang-piutang yang bersangkutan. 23 Hak Tanggungan
dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil
karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah
tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang
pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak
Tanggungan yang bersangkutan.24
Berdasarkan bunyi Pasal 4 UUHT, Hak-hak atas tanah yang dapat
diletakkan hak Tanggungan diatasnya adalah:
(1) Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah:
a. Hak Milik;
b. Hak Guna Usaha;

22

Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Pasal 2 ayat (2)
Ibid, Pasal 3 ayat (1)
24
Ibid, Pasal 4 ayat (4)
23

Universitas Sumatera Utara

c. Hak Guna Bangunan.
(2) Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Hak Pakai atas
tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut
sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga di-bebani Hak Tanggungan.
(3) Pembebanan Hak Tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak Milik akan
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan,
tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas
tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian
Hak Tanggungan yang bersangkutan.
(5) Apabila bangunan, tanaman, dan hasil karya sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) tidak dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan
atas benda-benda tersebut hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan
serta pada Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan oleh
pemiliknya atau yang diberi kuasa untuk itu olehnya dengan akta otentik.
Sedangkan bunyi Pasal 5, menjelaskan bagaimana objek hak tanggungan
yang dapat dibebani lebih dari satu kali pendaftarannya:
(1) Suatu obyek Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu Hak
Tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang.
(2) Apabila suatu obyek Hak Tanggungan dibebani dengan lebih dari satu Hak
Tanggungan, peringkat masing-masing Hak Tanggungan ditentukan menurut
tanggal pendaftarannya pada Kantor Pertanahan.

Universitas Sumatera Utara

(3) Peringkat Hak Tanggungan yang didaftar pada tanggal yang sama ditentukan
menurut tanggal pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang
bersangkutan.
Yang dimaksud dengan Indiviudaliteit adalah bahwa yang dapat dimiliki
sebagai kebendaan adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat ditentukan
terpisah (individualiteit bepaald ). Di dalam ketentuan Pasal 5 UUHT Nomor 4
Tahun 1996 menentukan sebagai berikut:
(1) Suatu obyek Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu Hak
Tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang.
(2) Apabila suatu obyek Hak Tanggungan dibebani dengan lebih dari satu Hak
Tanggungan, peringkat masing-masing Hak Tanggungan ditentukan menurut
tanggal pendaftarannya pada Kantor Pertanahan.
(3) Peringkat Hak Tanggungan yang didaftar pada tanggal yang sama ditentukan
menurut tanggal pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang
bersangkutan
Dengan demikian dapat diketahui bahwa meskipun atas sebidang tanah
tertentu yang telah ditentukan dapat diletakkan lebih dari satu Hak Tanggungan,
namun masing-masing Hak Tanggungan tersebut adalah berdiri sendiri, terlepas
dari yang lainnya. Eksekusi atau Hapusnya Hak Tanggungan yang tidak membawa
pengaruh terhadap Hak Tanggungan lainnya yang dibebankan di atas hak atas
tanah yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan tersebut.
Hapusnya Hak Tanggungan di atur dalam Pasal 18 UUHT Nomor 4 Tahun
1996, yang mengatur sebagai berikut:
(1) Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

a. hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;
b. dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;
c. pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua
Pengadilan Negeri;
d. hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.
(2) Hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya dilakukan
dengan

pemberian

pernyataan

tertulis

mengenai

dilepaskannya

Hak

Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan kepada pemberi Hak
Tanggungan.
(3) Hapusnya

Hak

Tanggungan

karena

pembersihan

Hak

Tanggungan

berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena
permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut
agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban Hak Tanggungan
sebagaimana diatur dalam Pasal 19.
(4) Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibeban Hak
Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijamin.

B. Subyek dan Obyek Hak Tanggungan
Pada dasarnya setiap hak atas tanah adalah dikuasai oleh Negara, dan
negara dapat menentukan jenis dan mendistribusikan hak-hak tersebut kepada
masyarakat. Dalam Pasal 4 ayat 1 Undang Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun
1960 (selanjutnya disebut UUPA) disebutkan bahwa “Atas dasar hak menguasai
dari negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, ditentukan adanya macammacam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada

Universitas Sumatera Utara

dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang
lain serta badan hukum.”
Dari uraian pasal tersebut di atas dapat diketahui bahwa terdapat beberapa
subyek hukum yang dapat memiliki hak atas tanah, yaitu: orang-orang secara
individu; bersama-sama dengan orang lain; dan badan hukum. Untuk mengetahui
kepatioan hak dari masing subyek hak atas tanah tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:25

1. Orang-orang secara Individu.
Orang, manusia (individu) dapat disebut sebagai Natuurlijk Persoon yaitu
subyek hukum secara alami, karena secara alamiah hanya manusia yang dapat
menjadi subyek hukum dan melakukan suatu tindakan atau hubungan hukum.
Hak atas tanah dapat diberikan kepada manusia secara individu, perorangan,
masing-masing atas suatu hak atas tanah tertentu. Sehingga dalam tanda bukti
atas tanah tersebut dapat disebutkan nama tiap-tiap individu yang memiliki hak
tas tanah, misalnya Sertifikat Hak Milik Atas Tanah No 56 Atas Nama Tuan
BUDI. Ini berarti negara telah memberi hak kepada tuan Budi (secara personal)
untuk menguasai tanah tersebut, sebagai sebuah subyek hukum. Jadi, kepastian
hukum bagi Tuan BUDI sebagai subyek hak atas tanah dapat dilihat dari
adanya sertifikat –sebagai tanda bukti hak atas tanah- yang dimiliki oleh Tuan
Budi secara personal.

25

Sonny Pungus, Kepastian Hukum Hak katas Tanah, melalui http://sonnytobelo.blogspot.co.id/2009/12/kepastian-hukum-hak-atas-tanah.html, diakses tanggal 8 April 2016

Universitas Sumatera Utara

Dalam Hukum Agraria (UUPA), khususnya yang berkaitan dengan hak atas
tanah, tidak semua individu dapat memiliki hak atas tanah, dengan kata lain
hanya orang-orang yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang dapat
mempunyai hak atas tanah. Misalnya, dalam Hak Milik, hanya warga negara
Indonesia yang dapat memiliki hak milik atas tanah, sedangkan bagi warga
negara asing hanya dapat memiliki hak pakai atas tanah.
2. Orang-orang secara bersama-sama dengan orang lain
Hak atas tanah juga dapat diberikan kepada orang-orang secara bersama-sama,
artinya sekelompok orang secara bersama-sama dapat memiliki hak atas tanah.
Dalam UUPA hal ini dikenal dengan tanah ulayat. Dalam ketentuan Pasal 3
UUPA disebuitkan bahwa masyarakat hukum adat diakui oleh negara
sepanjang dalam kenyataannya masih ada dan tidak bertentangan dengan
peraturan yang berlaku dalam masyarakat kesatuan Negara Republik
Indonesia.
Masyarakat adat tersebut memiliki wilayah hukum adat yang terdiri atas tanah
yang dikelola dan dipergunakan secara bersama-sama dan pengurusannya pula
diserahkan kepada masyarakat adat tersebut, yakni tanah ulayat. Hak atas tanah
ulayat ini diberikan oleh negara kepada masyarakat hukum adat, dan
penggunaannya dimaksudkan untuk kepentingan bersama, dimiliki atas nama
bersama bukan untuk kepentingan atau atas nama individu. Misalnya Surat
Tanda Bukti Hak Atas Tanah Ulayat No 11 atas Nama Masyarakat Hukum
Adat Asmat, hal ini berarti hak atas tanah tersebut dimiliki atau dukuasi oleh
sekelompok orang yang tergabung dalam masyarakat hukum adat Asmat.
3. Badan Hukum

Universitas Sumatera Utara

Selain dapat diberikan kepada orang perorangan dan bersama-sama dengan
orang lain, hak atas tanah juga dapat diberikan kepada badan hukum. Badan
hukum dapat disebut juga Recht Persoon, yaitu subyek hukum yang memiliki
hak karena hukum yang menentukan dia sebagai subyek hukum. Terhadap
badan hukum tersebut dapat juga mempunyai hak atas tanah, dengan syaratsyarat tertentu sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan. Misalnya: Untuk badan hukum, hanya badan-badan hukum tertentu
saja yang dapat mempunyai hak milik atas tanah, yaitu Basan Hukum yang
bergerak dibidang sosial, keagamaan dan koperasi pertanian. Sedangkan untuk
Badan Hukum komersial lainnya tidak dapat mempunyai hak milik atas tanah,
tetapi dapat mempunyai Hak Guna Bangunan Hak Guna Usaha, dan
sebagainya.
Dalam perjanjian pemberian hak jaminan atas tanah dengan hak
tanggungan, ada dua pihak yaitu pihak yang memberikan hak tanggungan dan
pihak yang menerima hak tanggungan tersebut. Yang dapat menjadi subjek hukum
dalam pemasangan hak tanggungan adalah sebagai berikut:
1. Pemberi Hak Tanggungan
Pemberi hak tanggungan dapat perorangan atau badan hukum, yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak
tanggungan.26 Dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
menentukan bahwa pemberi hak tanggungan adalah orang perseorangan atau
badan hukum yang mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum
terhadap obyek hak tanggungan yang bersangkutan. Kewenangan untuk
26

Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta : Peenrbit
Kencana, 2008, hal 185

Universitas Sumatera Utara

melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan sebagaimana
dimaksud di atas harus ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pendaftaran
hak tanggungan dilakukan.27
2. Pemegang Hak Tanggungan
Selain pihak yang memberi hak tanggungan, maka sudah barang tentu ada
pihak yang menerima hak tanggungan tersebut yang lazim disebut pemegang hak
tanggungan. Pemegang hak tanggungan terdiri dari perorangan atau badan hokum
yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang.28 Menurut Pasal 9 UUHT,
pemegang hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang
berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Dengan demikian yang dapat
menjadi pemegang hak tanggungan adalah siapapun juga yang berwenang
melakukan perbuatan perdata untuk memberi uang, baik orang perseorangan warga
negara Indonesia maupun orang asing. 29
Subjek hak tanggungan diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 9
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Dalam kedua
pasal itu ditentukan bahwa yang dapat menjadi subjek hokum dalam pembebanan
hak tanggungana dalah pemberi hak tanggungan dan pemegang hak tanggungan.
Pemberi hak tanggungan dapat perorangan atau badan hokum, yang mempunyai
kewenangan untuk melakukan perbuatan hokum terhadap objek hak tanggungan.
Pemegang hak tanggungan terdiri dari perorangan atau badan hokum, yang
berkedudukan sebagai pihak berpiutang. Biasanya dalam praktik pemberi hak
27

Sutan Remy Sjahdeini, 1996, Hak Tanggungan Asas-Asas Ketentuan- Ketentuan Pokok
dan Masalah-Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan, Airlangga University Press, Surabaya,
hal.56
28
Titik Triwulan Tutik, Op.Cit, hal 185
29
Sri Soedewi Masjchoen Sofyan, Hukum jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum
Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, 1980, hal. 32.

Universitas Sumatera Utara

tanggungan disebut dengan debitur, yaitu orang meminjamkan uang di lembaga
perbankan, sedangkan penerima hak tanggungan disebut dengan istilah kreditur,
yaitu orang atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang.30
Obyek hak atas tanah adalah mengenai obyek hak (tanah) tertentu yang
dapat dipunyai hak oleh subyek hukum. Obyek hak atas tanah tersebut dapat
berasal dari tanah negara maupun tanah-tanah yang telah dimiliki hak sebelumnya.
Obyek hak atas tanah tersebut juga berkaitan berkaitan dengan jenis-jenis hak atas
tanah yang ditentukan dalam UUPA yaitu dalam Pasal 16. Dalam Pasal tersebut
dijelaskan macam-macam hak atas tanah antara lain: Hak Milik; Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak membuka Tanah, Hak
memungut Hasil Hutan, Hak-hak atas tanah yang akan ditentukan kemudian, dan
Hak hak atas tanah yang bersifat sementara.
Untuk menjamin kepastian hukum, maka obyek hak atas tanah yang
dipunyai oleh suatu subyek hak harus dituliskan atau dicatatkan secara jelas dan
rinci mengenai jenis hak, batas wilayah dan jangka waktu (bila ada). Obyek
tersebut digambarkan dalam peta situasi dan diukur oleh pejabat yang berwenang
dan hasilnya akan dicatatkan dalam sertifikat sebagai bukti hak atas tanah.
Kesalahan dalam menentukan obyek hak atas tanah ini sering menjadi masalah
krusial dalam masyarakat. Misalnya adanya tumpang tindih sertifikat terhadap
tanah yang letaknya berbatasan.
Untuk dapat dibebani hak jaminan atas tanah, obyek hak tanggungan yang
bersangkutan harus memenuhi 4 (empat) syarat, yaitu:
1. dapat dinilai dengan uang;
30

Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia , Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada, 2004, hal 103

Universitas Sumatera Utara

2. termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum;
3. mempunyai sifat dapat dipindahtangankan;
4. memerlukan penunjukan oleh undang-undang.31
Adapun obyek dari hak tanggungan dalam Pasal 4 ayat (1) UUHT
disebutkan bahwa hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah hak
milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan. Dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1)
UUHT, yang dimaksud dengan hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan
adalah hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA. Hak guna
bangunan meliputi hak guna bangunan di atas tanah negara, di atas tanah hak
pengelolaan, maupun di atas tanah hak milik. Sebagaimana telah dikemukakan
dalam Penjelasan Umum dari UUHT, dua unsur mutlak dari hak atas tanah yang
dapat dijadikan obyek tanggungan adalah:
1. Hak tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku wajib didaftar dalam daftar
umum, dalam hal ini pada Kantor Pertanahan. Unsur ini berkaitan dengan
kedudukan diutamakan (preferent) yang diberikan kepada kreditor pemegang
hak tanggungan terhadap kreditor lainnya. Untuk itu harus ada catatan
mengenai hak tanggungan tersebut pada buku tanah dan sertipikat hak atas
tanah yang dibebaninya, sehingga setiap orang dapat mengetahuinya (asas
publisitas), dan
2. Hak tersebut menurut sifatnya harus dapat dipindahtangankan, sehingga
apabila diperlukan dapat segera direalisasi untuk membayar utang yang
dijamin pelunasannya.32

31
32

Sri Soedewi Masjchoen Sofyan, Op.Cit, hal.58
Rachmadi Usman, Op.Cit, hal. 130

Universitas Sumatera Utara

Pada prinsipnya, objek hak tanggungan adalah hak-hak atas tanah yang
memenuhi dua persyaratan, yaitu wajib didaftarkan (untuk memenuhi syarat
publisitas) dan dapat dipindahtangankan untuk memudahkan pelaksanaan
pembayaran utang yang dijamin pelunasannya. Sesuai dengan amanat Pasal 51
UUPA, ha katas tanah yang ditunjuk sebagai objek hak tanggungan adalah hak
milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan. Untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat, hak pakai atas tanah Negara tertentu yang memenuhi kedua syarat
terebeut juga dapat dijadikan objek hak tanggungan. 33

C. Hukum Jaminan Hak Atas Tanah pada umumnya
Salah satu bentuk jaminan kebendaan yang dibebankan atas hak atas tanah
adalah hak tanggungan sebagai pengganti Hipotik dan Credietverband. Lahirnya
hak tanggungan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan tersebut merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah
dalam hukum tanah nasional yang tertulis. Lembaga perbankan cenderung lebih
menerima

jaminan

kebendaan

karena

merupakan

jaminan

yang

paling

menguntungkan kreditor karena didalam perjanjian penjaminan ditentukan bahwa
benda tertentu yang diikat perjanjian dan objek jaminan yang diutamakan adalah
tanah sebab nilai tanah tidak pernah berkurang. Hak tanggungan merupakan salah
satu jenis hak kebendaan yang bersifat terbatas, yang hanya memberikan
kewenangan kepada pemegang haknya untuk memperoleh pelunasan piutangnya
secara mendahulu dari kreditor-kreditor lainnya.34

33

Andrian Sutedi, Op.Cit, hal 53
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan : Hak-hak Atas
Tanah, Kencana, 2004 , hal 9.
34

Universitas Sumatera Utara

Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of law,
zekerheidsstelling, atau zekerheidsrechten. 35 pengertian hukum jaminan yang

diberikan didasarkan kepada pembagian jenis lembaga hak jaminan, artinya tidak
memberikan perumusan pengertian hukum jaminan, melainkan memberikan
bentang lingkup dari istilah hukum jaminan itu yaitu meliputi jaminan kebendaan
dan jaminan perorangan. Tidak banyak literatur yang merumuskan pengertian
hukum jaminan. Menurut Salim HS, hukum jaminan itu adalah keseluruhan dari
kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima
jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan
fasilitas kredit.36 Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, sebagaimana yang dikutip oleh
Salim HS, mengemukakan bahwa hokum jaminan adalah: “Mengatur konstruksi
yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan
benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan demikian harus cukup
meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit, baik
dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga
demikian kiranya harus dibarenagi dengan adanya lembaga kredit dengan jumalh,
besar, dengan jangka waktu yang lama dan bunga yang relatif rendah.”37
Pengertian lain dari hukum jaminan diberikan oleh Rachmadi Usman yang
menyatakan bahwa hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur
hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur) dan penerima jaminan
(kreditur) sebagai akibat pembebanan suatu utang tertentu (kredit) dengan suatu
jaminan (benda atau orang tertentu). Dalam hukum jaminan tidak hanya mengatur

35

Rachmadi Usman, Op.Cit, hal 1
Salim HS, Op.Cit, hal 6
37
Ibid, hal 5-6
36

Universitas Sumatera Utara

perlindungan hukum terhadap kreditur sebagai pihak pemberi utang saja,
melainkan juga mengatur perlindungan hukum terhadap debitur sebagai pihak
penerima utang.38
Dari pengertian hukum jaminan di atas dapat disimpulkan bahwa hukum
jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hubungan antara
pemberi jaminan dan peneriman jaminan guna menjamin suatu hutang atau
fasilitas kredit tertentu dengan jaminan benda atau perorangan. Dalam rangka
pembangunan ekonomi, Bidang hukum yang meminta perhatian serius dalam
pembinaan hukumnya diantaranya lembaga jaminan. Hal ini disebabkan
perkembangan ekonomi dan perdagangan akan diikuti oleh perkembangan
kebutuhan kredit dan pemberian fasilitas kredit ini memerlukan adanya jaminan
demi keamanan pemberian kredit tersebut. Lembaga jaminan ini sangat diperlukan
bagi perkembangan dunia investasi dan perdagangan di Indonesia. Kegiatan
investasi dan perdagangan ini memerlukan dana yang sangat besar. Dana tersebut
antara lain diperoleh melalui kredit perbankan. Pemberian fasilitas kredit oleh bank
ini memerlukan adanya jaminan untuk menjamin pelunasan hutang debitor.
Apabila sewaktu-waktu debitor wanprestasi bank dapat menjual benda jaminan
untuk memperoleh pelunasan piutangnya.
Pasal 1131 KUHPerdata dikatakan bahwa segala kebendaan orang yang
berhutang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada
maupun yang akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala
perikatan perorangan, namun sering orang tidak merasa puas dengan jaminan yang
dirumuskan secara umum. Oleh karena itu, bank perlu meminta supaya benda
38

Rachmadi Usman, Op.Cit, hal. 1-2

Universitas Sumatera Utara

tertentu dapat dijadikan jaminan yang diikat secara yuridis. Dengan demikian,
apabila debitor tidak menepati janjinya atau cidera janji (wanprestasi), maka bank
dapat melaksanakan haknya dengan mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi dari
kreditor lainnya untuk mendapatkan pelunasan hutangnya.
Tanah merupakan barang jaminan untuk pembayaran hutang yang paling
disukai oleh lembaga keuangan yang memberikan fasilitas kredit. Sebab tanah,
pada umumnya mudah dijual, harganya terus meningkat, mempunyai tanda bukti
hak, sulit digelapkan dan dapat dibebani Hak Tanggungan yang memberikan hak
istimewa kepada kreditor.39
Didalam UUPA, hak jaminan atas tanah yang dinamakan Hak Tanggungan
mendapat pengaturan dalam Pasal 25; Pasal 33; Pasal 39; Pasal 51 dan Pasal 57. Di
dalam Pasal 25, Pasal 33 dan Pasal 39 UUPA ditetapkan mengenai hak-hak atas
tanah yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan,
yaitu tanah dengan status hak milik, hak guna usaha serta hak guna bangunan.
Menurut Pasal 51 UUPA, Hak Tanggungan itu akan diatur dengan UndangUndang dan dalam Pasal 57 UUPA dinyatakan bahwa selama Undang-Undang
tersebut belum terbentuk maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan mengenai
Hipotek dan Creditverband.
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan, ketentuan-ketentuan mengenai hipotek atas tanah yang terdapat
dalam Buku II KUHPerdata dan ketentuan-ketentuan mengenai Creditverband
yang terdapat dalam Staatsblad 1937 Nomor 190 dinyatakan sudah tidak berlaku
lagi. Karena dipandang tidak sesuai lagi dengan sistem hukum keperdataan dalam
39

Effendi Perangin-angin, Praktik Penggunaan Tanah Sebagai Jaminan Kredit , Jakarta:
Penerbit Rajawali Pers, 1981, hal. 9

Universitas Sumatera Utara

hukum jaminan dan kebutuhan kegiatan perkreditan, dan sehubungan dengan
perkembangan tata ekonomi Indonesia.
Dengan terbitnya UUHT ini sangat berarti terutama didalam menciptakan
unifikasi hukum tanah nasional, khususnya di bidang hak jaminan atas tanah.
Dalam Pasal 1 ayat (1) UUHT, disebutkan bahwa hak tanggungan adalah hak
jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, berikut atau tidak berikut benda-benda lain
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu,
yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap
kreditor-kreditor lain. Hak Tanggungan ini merupakan lembaga hak jaminan yang
kuat atas benda tidak bergerak berupa tanah yang dijadikan jaminan, karena
memberikan kedudukan yang lebih tinggi (didahulukan) bagi kreditor pemegang
hak tanggungan dibandingkan dengan kreditor lainnya. 40
Keberadaan jaminan kredit, bukan merupakan unsur yang utama bagi bank
dalam memberikan kredit pada debitor, akan tetapi merupakan persyaratan guna
memperkecil resiko dalam pengembalian kredit perbankan. Adanya jaminan ini
merupakan langkah antisipasi terhadap kemungkinan timbulnya resiko dalam
pengembalian kredit.
Dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, penjaminan hak atas
tanah dilakukan dengan hak tanggungan. Hal ini dapat dilihat yaitu dalam Pasal 51
yang menentukan bahwa ”Hak Tanggungan yang dapat dibebankan pada Hak
Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan tersebut dalam Pasal 25, 33 dan
39 diatur dengan undang-undang.” satu-satunya hak jaminan atas tanah hanyalah
40

Sutan Remy Sjahdeni, Op.Cit, hal. 15

Universitas Sumatera Utara

hak tanggungan, Hipotek dan creadietverband tidak berlaku lagi. Akan tetapi,
karena peraturan pelaksana yang mengatur hak tanggungan belum ada, khususnya
mengenai eksekusi hak tanggungan, maka pelaksanaan eksekusi hak tanggungan
masih mengacu pada ketentuan Hipoteek. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal
26 UUHT bahwa “Selama belum ada peraturan perundang-undangan yang
mengaturnya dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 14, peraturan
mengenai Eksekusi Hypoteek yang apa pada mulai berlakunya undang-undang ini
berlaku terhadap Eksekusi Hak Tanggungan”.
Untuk merealisasikan ketentuan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), pemerintah
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Setelah berlakunya
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta
benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang mulai berlaku tanggal 9 April
1996, maka berdasarkan Pasal 29 UUHT menyatakan bahwa : Dengan berlakunya
undang-undang ini, ketentuan mengenai Credietverband sebagaimana tersebut
dalam Staatblad 1908-542 jo Staatblad 1909-586 dan Staatblad 1909-584 jo
Staatblad 1937-191 dan ketentuan Hypoteek sebagaimana tersebut dalam buku II
Kitab

Undang-Undang

Hukum

Perdata

Indonesia

sepanjang

mengenai

pembebanan hak tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang
berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian, satusatunya hak jaminan atas tanah hanyalah hak tanggungan, Hipotek dan
creadietverband tidak berlaku lagi. Akan tetapi, karena peraturan pelaksana yang
mengatur hak tanggungan belum ada, khususnya mengenai eksekusi hak

Universitas Sumatera Utara

tanggungan, maka pelaksanaan eksekusi hak tanggungan masih mengacu pada
ketentuan Hipoteek. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 26 UUHT bahwa
“Selama belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya dengan
memperhatikan ketentuan dalam Pasal 14, peraturan mengenai Eksekusi Hypoteek
yang apa pada mulai berlakunya undang-undang ini berlaku terhadap Eksekusi
Hak Tanggungan”.
Hak tanggungan sebagai lembaga jaminan atas tanah yang kuat dan mampu
memberikan kepastian hukum bagi para pihak, mempunyai dengan ciri-ciri sebagai
berikut :
1. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan di tangan siapapun objek itu Berada
Ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah menyatakan
bahwa hak tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek
tersebut berada, sehingga hak tanggungan tidak akan berakhir sekalipun objek
hak tanggungan itu beralih ke pihak lain oleh sebab apa pun juga. Asas yang
disebut droit de suite memberikan kepastian kepada kreditor mengenai haknya
untuk memperoleh pelunasan dari hasil penjualan atas tanah penguasaan
fisikatau Hak Atas Tanah penguasaan yuridis, yang menjadi objek hak
tanggungan bila debitor wanprestasi, sekalipun tanah atau hak atas tanah yang
menjadi objek hak tanggungan itu dijual oleh pemiliknya atau pemberi hak
tanggungan kepada pihak ketiga.
2. Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas, sehingga dapat mengikat pihak
ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak yang berkepentingan

Universitas Sumatera Utara

Asas spesialitas diaplikasikan dengan cara pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Sedangkan asas publisitas
diterapkan pada saat pendaftaran pemberian hak tanggungan di Kantor
Pertanahan. Pendaftaran tersebut merupakan syarat mutlak untuk lahirnya hak
tanggungan tersebut dan mengikatnya hak tanggungan terhadap pihak ketiga.
3. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya
Keistimewaan lain dari hak tanggungan yaitu bahwa hak tanggungan
merupakan hak jaminan atas tanah yang mudah dan pasti pelaksanaan
eksekusinya. Apabila debitor wanprestasi tidak perlu ditempuh cara gugatan
perdata biasa yang memakan waktu dan biaya. Bagi kreditor pemegang hak
tanggungan disediakan cara-cara khusus, sebagaimana yang telah diatur dalam
pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
Menurut Arie S. Hutagalung dengan ciri-ciri tersebut di atas, maka diharapkan
sektor perbankan yang mempunyai pangsa kredit yang paling besar dapat
terlindungi dalam menyalurkan dana kepada masyarakat dan secara tidak
langsung dapat menciptakan iklim yang kondusif dan lebih sehat dalam
pertumbuhan dan perkembangan perekonomian.41

D. Hak Kreditur Dalam Hal Terjadi Perubahan Status Hak Atas Tanah
Yang Dibebani Hak Tanggungan
Hak tanggungan merupakan jaminan atas tanah yang memberi

Dokumen yang terkait

Kepastian Hukum Bagi Bank Sebagai Kreditur Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Sebagai Agunan Pada PT. Bank SUMUT Cabang Gunung Tua

0 53 116

Kepastian Hukum Bagi Bank Sebagai Kreditur Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Sebagai Agunan Pada PT. Bank SUMUT Cabang Gunung Tua

0 30 116

Kepastian Hukum Bagi Bank Sebagai Kreditur Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Sebagai Agunan Pada PT. Bank SUMUT Cabang Gunung Tua

0 9 116

Kajian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah dalam Rangka Menjamin Kepastian Hukum kepada Kreditur, (Studi Kasus pada PT Bank SUMUT KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas)

0 11 107

Kepastian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan Terhadap Jaminan Pelunasan Piutang Pada Bank (Studi Kasus: Bank Nagari Cabang Pasar Raya Padang).

0 1 6

Kepastian Hukum Bagi Bank Sebagai Kreditur Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Sebagai Agunan Pada PT. Bank SUMUT Cabang Gunung Tua

0 0 1

Kajian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah dalam Rangka Menjamin Kepastian Hukum kepada Kreditur, (Studi Kasus pada PT Bank SUMUT KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas)

0 0 6

Kajian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah dalam Rangka Menjamin Kepastian Hukum kepada Kreditur, (Studi Kasus pada PT Bank SUMUT KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas)

0 0 1

Kajian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah dalam Rangka Menjamin Kepastian Hukum kepada Kreditur, (Studi Kasus pada PT Bank SUMUT KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas)

0 1 13

Kajian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah dalam Rangka Menjamin Kepastian Hukum kepada Kreditur, (Studi Kasus pada PT Bank SUMUT KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas)

0 0 2