Kajian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah dalam Rangka Menjamin Kepastian Hukum kepada Kreditur, (Studi Kasus pada PT Bank SUMUT KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013

Harahap, M. Yahya, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Jakarta, PT. Gramedia, 1988

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi, dan

Pelaksanaan. Djambatan, Jakarta. 1999

Hernoko, Agus Yudha, Lembaga Jaminan Hak Tanggungan Sebagai Penunjang

Kegiatan Perkreditas Perbankan Nasional Surabaya: Tesis, Pascasarjana, UNAIR, 1998

HS, Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2004

Kansil, Pokok-Pokok Hukum Hak Tanggungan Atas Tanah Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997

Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta, Liberty, 1988

Muljono, Eugenia Liliawati, Tinjauan Yuridis Undang-Undang Nomor 4 Tahun

1996 Tentang Hak Tanggungan dalam Kaitannya dengan Pemberian Kredit oleh Perbankan, Jakarta, Harvarindo, 2003

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan : Hak-hak

Atas Tanah, Kencana, 2004

Perangin-angin, Effendi, Praktik Penggunaan Tanah Sebagai Jaminan Kredit, Jakarta: Penerbit Rajawali Pers, 1981

Purnamasari, Irma Devita, Hukum Jaminan Perbankan, Bandung : Penerbit Kaifa, 2011

Santoso, Urip, Pendaftaran dan Peralihan Hak katas Tanah, Jakarta : Penerbit Kencana, 2011

Sutan Remy Syahdeini, Hak Tanggungan Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok

Dan Masaalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan, Cetak, Bandung :


(2)

Satrio, J., Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2002

Subekti, Hukum Acara Perdata, Bandung, Bina Cipta. 1997

Sofyan, Sri Soedewi Masjchoen, Hukum jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok

Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, 1980

Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Jakarta, Gita Karya, 1973 Supriadi, Hukum Agraria, Jakarta : Penerbit Sinar Grafika, 2007

Sutedi, Andrian, Hukum Hak Tanggungan, Jakarta : Sinar Grafika, 2012

Syahrani, Ridwan, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, Jakarta, Pustaka Kartini, 1988

Usman, Rachmadi, Pasal-Pasal Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah, Jakarta, Djambatan, 1999

_____________, Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta : Penerbit Sinar Grafika, 2008

Tutik, Titik Triwulan, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta : Peenrbit Kencana, 2008

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Undang - Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan


(3)

BAB III

PROSES EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM KEPADA KREDITUR

A. Pengertian Eksekusi

Eksekusi dalam bahasa Inggris disebut executie atau uitvoering dalam bahasa Belandanya, sedangkan dalam kamus hukum berarti pelaksanaan putusan pengadilan. Lebih lanjut Subekti memberikan definisi tentang eksekusi adalah upaya dari pihak yang dimenangkan dalam putusan guna mendapatkan yang menjadi haknya dengan bantuan kekuatan umum (polisi, militer) guna memaksa pihak yang dikalahkan untuk melaksanakan bunyi putusan.48

Istilah eksekusi dalam bahasa Indonesia disebutkan pelaksanaan putusan. Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara yang juga merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara.49

Dalam membicarakan masalah eksekusi tentunya tidak terlepas dari pengertian eksekusi itu sendiri, oleh karena itu ada baiknya apabila kita melihat pendapat para ahli hukum dari beberapa literature seperti terurai dibawah ini. a. Sesuai pendapat dari Ridwan Syahrani, bahwa eksekusi/pelaksanaan putusan

Pengadilan tidak lain adalah realisasi dari pada apa yang merupakan kewajiban dari pihak yang dikalahkan untuk memenuhi suatu prestasi yang merupakan

48 Subekti, Hukum Acara Perdata, Bandung, Bina Cipta. 1997, hal. 128

49 Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Grosse Akta Dalam Pembuktian


(4)

hak dari pihak yang dimenangkan, sebagaimana tercantum dalam putusan Pengadilan.50

b. Pendapat Sudikno Mertokusumo, bahwa pelaksanaan putusan Hakim atau eksekusi pada hakekatnya adalah realisasi daripada kewajiban pihak yang bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan tersebut.51

c. Pendapat M. Yahya Harahap, bahwa eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh Pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara, merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara, oleh karena itu eksekusi tidak lain daripada tindakan yang berkesinambungan dan keseluruhan proses hukum antara perdata. Jadi eksekusi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan tata tertib berita acara yang terkandung dalam HIR atau RBg.52

d. Pendapat Soepomo, bahwa hukum eksekusi mengatur cara dan syarat – syarat yang dipakai oleh alat-alat Negara guna membantu pihak yang berkepentingan untuk menjalankan putusan Hakim, apabila yang kalah tidak bersedia dengan sukarela memenuhi putusan yang tidak ditentukan dalam Undang-Undang.53

Dari beberapa definisi diatas jelaslah bahwa eksekusi merupakan upaya pemenuhan prestasi oleh pihak yang kalah kepada pihak yang menang dalam perkara di Pengadilan dengan melalui kekuasaan Pengadilan. Sedangkan Hukum eksekusi merupakan hukum yang mengatur hal ihwal pelaksanaan putusan Hakim.

50 Ridwan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, Jakarta,

Pustaka Kartini, 1988, hal. 106

51

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta, Liberty, 1988, hal. 201

52

M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Jakarta, PT. Gramedia, 1988, hal. 1

53


(5)

Jika berbicara tentang eksekusi dalam hubungannya dengan Hak Tanggungan tidaklah termasuk dalam pengertian apa yang dinamakan eksekusi riil, karena eksekusi riil hanya dilakukan setelah adanya pelelangan. Eksekusi dalam hubungannya dengan Hak Tanggungan bukanlah merupakan eksekusi riil akan tetapi yang berhubungan dengan penjualan dengan cara lelang obyek Hak Tanggungan ynag kemudian hasil perolehannya dibayarkan kepada Kreditur pemegang Hak Tanggungan, apabila ada sisanya dikembalikan kepada Debitur. Masalah eksekusi seringkali merupakan akhir suatu perkara maka masalah eksekusi diatur dalam dalam Hukum Acara Perdata Buku Kedua Rechtvordering diberi judul mengenai pelaksanaan putusan Pengadilan dan surat perintah serta akta yang dipersamakan dengan suatu putusan Pengadilan, sedang yang dimaksud dengan akta yang mempunyai kekuatan sebagai suatu keputusan Pengadilan adalah Grosse Akta,termasuk Grosse Akta Hipotik.

B. Macam-Macam Eksekusi Hak Tanggungan

Menurut pasal 20 Undang-Undang Hak Tanggungan ada tiga cara eksekusi yang dapat di lakukan terhadap obyek Hak Tanggungan apabila debitur cidera janji, yaitu :

1. Menjual obyek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum berdasarkan Titel eksekutorial.

2. Menjual obyek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum atas kekuasaan sendiri dari pemegang Hak Tanggungan pertama. Menjual obyek Hak Tanggungan secara di bawah tangan berdasarkan Titel Eksekutorial Yang dimaksud dengan Titel eksekutorial adalah pelaksanaan eksekusi Hak


(6)

Tanggungan tanpa melalui bantuan pengadilan Negeri setempat. Apabila debitur cidera janji, kreditur berhak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangna umum menurut tata cara yang di tentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Karena dengan cara melalui pelelangan umum ini di harapkan dapat di peroleh harga yang paling tinggi untuk menjual obyek hak tanggungan.

Dari hasil penjualan obyek hak tanggungan tersebut, Kreditur berhak mengambil pelunasan piutangnya.Dalam hasil penjualan itu lebih besar dari pada piutang tersebut yang setinggi-tingginya sebesar nilai tanggungan, sisanya menjadi hak pemberi hak tanggungan. Pada asasnya, pelaksanaan eksekusi harus melalui penjualan di muka umum atau melalui lelang (pasal 1 ayat (1) UUHT). Dasar pikirannya adalah diperkirakan, bahwa melalui suatu penjualan lelang terbuka, dapat di harapkan akan di peroleh harga yang wajar atau paling tidak mendekati wajar, karena dalam suatu lelang tawaran yang rendah bisa di harapkan akan memancing peserta lelang lain untuk mencoba mendapatkan benda lelang dengan menambah tawaran. Hal ini merupakan salah satu wujud bagi perlindungan undang-undang kepada pemberi jaminan.

Pelelangan Umum Hak Tanggungan adalah bertujuan untuk menjamin utang yang diberikan Pemegang Hak Tanggungan Kepada Debitur. Apabila debitur cidera janji, maka tanah (hak atas tanah) yang di bebani dengan Hak Tanggungan itu berhak untuk di jual oleh pemegang hak tanggungan tanpa persetujuan dari pemberi hak tanggungan dan pemberi hak tanggungan tidak dapat menyatakan keberatan atas penjualan tersebut. Eksekusi Hak Tanggungan harus


(7)

melalui pelelangan umum. Agar pelaksanaan penjualan itu dapat dilakukan secara jujur (fair), maka Undang-Undang Hak Tanggungan mengharuskan agar penjualan itu dilakukan melalui pelelangan umum menurut tata cara yang di tentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai yang di tentukan oleh pasal 20 ayat (1) UUHT.

Dalam pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, apabila debitur cidera janji. Pemegang Hak Tanggungan pertama tidak perlu meminta persetujuan terlebih dahulu dari pemberi Hak Tanggungan dan tidak perlu pula meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan eksekusi Hak Tanggungan yang di jadikan jaminan tersebut.

Pemegang Hak Tanggungan Pertama tersebut cukup mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pelelangan Umum (KKPU) dalam rangka eksekusi obyek Hak Tanggungan yang telah di jadikan jaminan oleh debitur. Oleh karena kewenangan pemegang Hak Tanggungan pertama tersebut merupakan kewenangan yang di berikan oleh undang-undang (kewenangan tersebut dipunyai demi hukum).

Apabila dalam hal penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi, maka dengan menyimpang dari prinsip sebagaimana dimaksud diatas diberi kemungkinan melakukan eksekusi melalui penjualan di bawah tangan. Dengan penjualan di bawah tangan ini dimaksudkan


(8)

mempercepat penjualan obyek hak tanggungan dengan harga penjualan dan menguntungkan semua pihak.

Pelaksanaan penjualan sendiri obyek Hak Tanggungan hanya dapat di lakukan apabila di sepakati oleh pemberi dan pemegang Hak Tanggungan. Selanjutnya pasal 20 ayat (2) dan penjelasan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan menentukan bahwa; Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek hak Tanggungan dapat di laksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan di peroleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. Dalam hasil melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi, dengan menyimpang dari prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di beri kemungkinan melakukan eksekusi melalui penjualan di bawah tangan, asalkan hal tersebut di sepakati oleh pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, dan syarat-syarat yang di tentukan pada ayat (3) dipenuhi. Kemungkinan ini dimaksudkan untuk mempercepat penjualan obyek Hak Tanggungan dengan penjualan harga tertinggi. Dengan adanya kesepakatan antara pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat di laksanakan di bawah tangan, jika dengan cara itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. Demikian ditentukan oleh pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan. Karena penjualan di bawah tangan dari obyek Hak Tanggungan hanya dapat di laksanakan apabila ada kesepakatan antara pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, Bank tidak mungkin melakukan penjualan di bawah tangan terhadap obyek Hak Tanggungan atau agunan kredit itu apabila debitur tidak menyetujuinya. Apabila kredit sudah macet, sering bank menghadapi kesulitan untuk dapat memperoleh persetujuan dari


(9)

nasabah debitur. Dalam keadaan-keadaan tertentu justru menurut pertimbangan bank lebih baik agunan di jual di bawah tangan dari pada di jual di pelelangan umum. Bank sendiri berkepentingan agar hasil penjualan agunan tersebut cukup jumlahnya untuk membayar seluruh jumlah kredit yang terutang. Kesulitan untuk memperoleh persetujuan dari nasabah tersebut dapat terjadi misalnya karena nasabah debitur yang tidak lagi beritikad baik tidak bersedia di temui oleh bank, atau telah tidak di ketahui lagi keberadaannya. Agar bank kelak setelah kredit diberikan tidak mengalami kesulitan yang demikian, bank pada waktu kredit di berikan/mensyaratkan agar di dalam perjanjian kredit diperjanjikan bahwa bank diberi kewenangan untuk dapat menjual sendiri agunan tersebut secara di bawah tangan atau meminta kepada debitur untuk memberikan surat kuasa khusus yang memberikan kekuasaan kepada bank untuk dapat menjual sendiri agunan tersebut secara di bawah tangan. Dengan di cantumkannya secara tegas dalam pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan, bahwa penjualan obyek hak tangggungan dapat di laksanakan di bawah tangan bila ada kesepakatan antara pemberi dan pemegang hak tanggungan.

Dalam hukum acara perdata ada beberapa macam eksekusi yang berkaitan dengan Eksekusi Hak Tanggungan yaitu :

1. Eksekusi riil yang diatur dalam Pasal 200 ayat 1 HIR dan Pasal 218 ayat 2 RBg hanya mengatur eksekusi riil dalam penjualan lelang, yang berisikan jika pihak yang kalah dalam perkara tidak mau meninggalkan/mengosongkan barang tak bergerak yang telah dilelang, maka Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan surat perintah kepada petugas eksekusi (Panitera/Juru Sita), agar bila perlu


(10)

dengan bantuan polisi mengosongkan barang tidak bergerak/tanah yang dilelang itu kepada pihak yang kalah perkara, keluarga, dan sanak saudara. 2. Eksekusi untuk membayar sejumlah uang. Pelaksanaan putusan ini diatur

dalam Pasal 197 HIR dan Pasal 208 RBg yaitu dengan cara melakukan penjualan lelang terhadap barang-barang milik pihak yang kalah perkara sampai mencukupi jumlah uang yang harus dibayar menurut putusan Pengadilan yang dilaksanakan ditambah biaya yang dikeluarkan guna pelaksanaan putusan tersebut.

3. Eksekusi melakukan atau tidak melakukan sesuatu, eksekusi ini adalah salah satu jenis eksekusi riil yang pada prinsipnya pelaksanaan perbuatan tertentu itu tidak dapat dipaksakan. Oleh karenanya bila pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan tersebut maka pihak yang menang dapat meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri agar perbuatan tertentu tersebut dapat dinilai dengan uang yang harus dibayar oleh pihak yang kalah sebagai penganti perbuatan yang seharusnya dia lakukan. Selanjutnya pelaksanaan eksekusinya sama dengan pelaksanaan eksekusi yang berupa membayar sejumlah uang.

Hak Tanggungan (jaminan) tidak mungkin dilaksanakan dengan eksekusi riil, karena hubungan hukum yang mendasarinya adalah adanya hutang-piutang, yang harus diselesaikan dengan cara membayar sejumlah uang. Eksekusi Hak Tanggungan dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu :

1. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum sebagaimana dimaksud Pasal 6 UUHT atau Parate eksekusi eks Pasal 6 UUHT.54 Mengenai Parate eksekusi

54


(11)

eks Pasal 6 UUHT yang berbunyi Apabila Debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Apabila Pasal 6 UUHT dicermati dan diperkuat dengan janji yang disebut dalam Pasal 11 ayat 2 huruf e UUHT yaitu janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila Debitur cidera janji, hal ini merupakan tata cara eksekusi yang paling singkat karena Kreditur tidak perlu mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri, tetapi dapat langsung datang dan meminta kepada Kepala Kantor Lelang untuk melakukan pelelangan atas obyek hak tanggungan yang bersangkutan apabila jalan damai tidak tercapai. Untuk dapat mengunakan kewenangan menjual obyek Hak Tanggungan tanpa persetujuan lebih dahulu dari Debitur diperlukan adanya janji Debitur yang disebut dalam Pasal 11 ayat 2 tersebut, dan janji itu wajib dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. Kewenangan yang dimiliki oleh Kreditur pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual sendiri atau dengan perantaraan Kantor Lelang Negara berdasarkan yang sekarang dikenal dengan nama Beding van eigenmachtigeverkoop kenyataannya sulit dapat dilaksanakan karena pemegang Hak Tanggungan yang bersangkutan masih memerlukan fiat eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri karena menurut Pengadilan Negeri pelaksanaan pelelangan sebagai akibat adanya Sertifikat Hak Tanggungan yang memakai irahirah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa“. harus dilakukan atas perintah dan pimpinan Ketua Pengadilan Negeri.


(12)

2. Eksekusi atas titel eksekutorial yang terdapat pada Sertifikat Hak Tanggungan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 2 dengan irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang dicantumkan dalam sertifikat Hak Tanggungan, dimaksudkan untuk menegaskan adanya Kekuatan Eksekutorial. Titel Eksekutorial berdasarkan keputusan Pengadilan yaitu putusan perkara Perdata yang sudah berkekuatan Hukum tetap seperti diuraikan diatas. Sedangkan sertifikat Hak Tanggungan yang merupakan tanda bukti adanya Hak Tanggungan yang diterbitkan oleh kantor pertanahan dan yang memuat irah-irah dengan katakata “Demi Ketuhanan Yang Maha Esa” mempunyai kekuatan eksekotorial yang sama dengan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan Hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti Grosse Akta Hipotik sepanjang mengenai hak atas tanah.

3. Eksekusi dibawah tangan, maksudnya adalah penjualan obyek Hak Tanggungan berdasarkan kesepakatan dengan pemegang Hak Tanggungan, dengan cara ini akan diperoleh harga tinggi.55 Berbicara masalah eksekusi maka tidak semua putusan Hakim dapat dimintakan eksekusi seperti yang telah dijelaskan diatas, melainkan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde), yaitu putusan yang tidak mungkin lagi dilawan dengan upaya hukum verset,banding maupun kasasi, dan itupun harus putusan Hakim yang diktumnya bersifat Condemnatoir.

C. Proses Eksekusi Hak Tanggungan yang di Lakukan oleh Bank-Bank Swasta Maupun Bank-Bank Pemerintah

55


(13)

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku Eksekusi Hak Tanggungan Kredit macet pada bank-bank swasta harus di selesaikan melalui jalur pengadilan negeri. Eksekusi menurut pasal 224 HIR atau pasal 258 RBG dapat di laksanakan oleh Pengadilan Negeri untuk memenuhi isi perjanjian yang telah di buat oleh pihak debitur dan pihak kreditur dalam bentuk Gross Akte, maupun pengakuan hutang, bilamana pihak debitur tidak melaksanakannya secara sukarela. Gross Akte Hak Tanggungan yang dapat di eksekusi bila telah berira-irah dan berkepala : demi keadilan berdasarkan ketuhanan Yang maha esa. Maka kekuatan Gross Akte Hak Tanggungan secara Hukum sudah pasti, atau sama kedudukannya seperti keputusan dari hakim yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Kreditur pemegang Hak Tanggungan yang bukan BUMN atau instansi pemerintah misalnya Bank Swasta akan merasa diperlakukan tidak adil apabila ruang lingkup dari apa yang termasuk dalam piutang negara tidak dibatasi.56 Kreditur sebagai pemegang Hak Tanggungan yang telah memiliki hak preferent tidak perlu khawatir pemilik jaminan akan mengalihkannya seperti menjual, menyewakan, menjaminkan kembali atau disita pihak lain atas jaminan tersebut karena undang-undang memberikan perlindungan dan kekuatan hukum bagi pemegang Hak Tanggungan yang memberikan hak preferent. Pada saat kreditur membebankan Hak Tanggungan, kreditur harus mengemukakan kepada PPAT yang membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan agar nilai Hak Tanggungan yang ditetapkan kreditur dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan. Penetapan besarnya nilai Hak Tanggungan pada umumnya lebih tinggi dari jumlah hutang pokok yang tercantum dalam perjanjian kredit. Pencantuman nilai Hak

56 Sutan Remy Syahdeini, Hak Tanggungan Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan


(14)

Tanggungan yang lebih tinggi dari jumlah hutang pokok karena dalam menentukan nilai Hak Tanggungan kreditur memperhitungkan jumlah hutang pokok, ditambah besarnya bunga selama jangka waktu kredit dan biaya lain yang dikeluarkan kreditur. Sebagai tanda bukti ada atau lahirnya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan setempat menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana ditegaskan dalam UUHT.

Adapun khusus kredit macet pada bank-bank pemerintah, selama ini proses penagihannya dilakukan lewat Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), yang di bentuk dengan Undang-Undang Nomor 49 Prp 1960, Badan Usaha Piutang dan Lelang Negara (BUPLN), yang di bentuk dengan keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991. Pasal 2 dari Kepres ini menentukan bahwa Badan Usaha Piutang Negara (BUPN), mempunyai tugas menyelenggarakan pelaksanaan tugas Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), maupun yang lainnya. Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), bertugas menyelesaikan piutang Negara yang telah diserahkan oleh instansi-instansi pemerintah atau badan-badan Negara. Dengan demikian bagi bank milik Negara menyelesaikan kredit macetnya harus di lakukan melelui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), di mana dengan adanya penyerahan piutang macet kepada badan tersebut secara hukum wewenang penguasaan atas hak tagih dialihkan kepadanya.57 Kreditur pemegang Hak Tanggungan yang bukan BUMN atau instansi pemerintah misalnya Bank Swasta akan merasa diperlakukan

57


(15)

tidak adil apabila ruang lingkup dari apa yang termasuk dalam piutang negara tidak dibatasi.58

Dalam hal-hal tertentu, adakalanya seorang kreditur menginginkan untuk tidak berkedudukan yang sama dengan kreditur-kreditur lain dari hasil penjualan harta kekayaan debitur, apabila debitur cidera janji, sebagai mana menurut ketentuan pasal 1132 dan pasal 1136 KUH Perdata. Kedudukan yang berimbang itu tidak memberikan kepastian akan terjaminnya pengembalian piutangnya. Kreditur yang bersangkutan tidak akan pernah tau akan adanya kreditur-kreditur lain yang mungkin muncul kemudian hari. Makin banyak kreditur dari debitur yang bersangkutan, maka makin kecil pula kemungkinan terjaminnya pengembalian piutang yang bersangkutan apabila karena sesuatu hal debitur menjadi dalam keadaan insolven (tidak mampu membayar utang-utangnya).

Pengadaan hak-hak jaminan oleh undang-undang, seperti Hipotik dan Gadai, adalah untuk memberikan kedudukan bagi seorang kreditur tertentu untuk di dahulukan terhadap kreditur-kreditur lain. Itulah pula tujuan dari eksistensi Hak Tanggungan yang di atur oleh Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan. Kreditur-Kreditur yang tidak mempunyai hak untuk di dahulukan terhadap kreditur-kreditur lain, disebut kreditur konkurent, sedangkan kreditur yang mempunyai hak untuk di dahulukan terhadap kreditur-kreditur lain, disebut kreditur preferen.

D. Tata Cara Eksekusi Hak Tanggungan secara umum

Dalam rangka memenuhi ketentuan penjualan obyek hak tanggungan pada azasnya pelaksanaan eksekusi harus melalui penjualan dimuka umum atau melalui

58


(16)

lelang (Pasal 1 ayat UUHT). Dasar pemikiran yang disampaikan mengenai hal ini adalah bahwa diperkirakan melalui suatu penjualan lelang terbuka, dapat diharapkan akan diperoleh harga yang wajar atau paling tidak mendekati wajar, karena dalam suatu lelang tawaran yang rendah bisa diharapkan akan memancing peserta lelang lain untuk mencoba mendapatkan benda lelang dengan menambah tawaran. Ini merupakan salah satu wujud dari perlindungan Undang-Undang kepada pemberi jaminan.59

Dari uraian diatas tata cara eksekusi hak tanggungan adalah pemohon mengajukan permohonannya kepada Ketua Pengadilan Negeri, dan setelah menerima permohonan itu Ketua Pengadilan Negeri langsung menyuruh memanggil Debitur yang ingkar janji itu untuk ditegur, dan dalam waktu 8 hari harus memenuhi kewajibannya yaitu membayar hutangnya dengan sukarela. Apabila Debitur tetap lalai, maka Kreditur akan melaporkan hal itu kepada Ketua Pengadilan Negeri, dan Ketua Pengadilan Negeri akan memerintahkan agar tanah obyek Hak Tanggungan tersebut disita dengan sita eksekutorial oleh Panitera atau Penggantinya dengan dibantu oleh 2 (dua) orang saksi yang memenuhi persyaratan menurut Undang-Undang.

Panitera atau Penggantinya yang telah melakukan penyitaan membuat berita acara tentang penyitaan itu dan memberitahukan maksudnya kepada orang yang barangnya tersita apabila ia hadir pada waktu itu. Apabila yang disita berupa barang tidak bergerak berupa tanah yang sudah didaftarkan di Kantor Pendaftaran tanah maka berita acara penyitaan itu diberitahukan kepada Kepala Kantor Pendaftaran tanah yang bersangkutan. Akan tetapi, jika tanah yang disita itu belum

59


(17)

didaftarkan maka berita acara penyitaan diumumkan oleh Panitera atau Penggantinya, disamping itu Panitera atau Penggantinya meminta kepada Kepala Desa/Lurah untuk mengumumkannya seluas-luasnya di tempat itu dengan cara yang lazim digunakan di daerah tersebut. Jika setelah disita ternyata Debitur tetap lalai maka tanah tersebut akan dilelang, pelelangan atas barang tidak bergerak berupa tanah milik Debitur dapat dilakukan sendiri oleh Ketua Pengadilan Negeri dengan menunjuk Panitera atau Juru Sita maupun dengan perantaraan bantuan Kantor Lelang yang ada di daerah yang bersangkutan. Jika pelelangan dilakukan oleh Kepala Kantor Lelang maka menurut Pasal 41 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah berbunyi : Selambat-lambatnya 7 hari kerja sebelum suatu bidang tanah atau satuan rumah susun dilelang dalam rangka lelang eksekusi maupun lelang non eksekusi Kepala Kantor lelang wajib meminta Keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 kepada Kantor Pertanahan mengenai bidang tanah atau satuan rumah susun yang akan dilelang.

Sebelum pelaksanaan pelelangan dilakukan harus terlebih dahulu diumumkan kepada khalayak menurut kebisaan setempat dan pelelangan harus dilakukan 8 hari setelah penyitaan, karena dalam Hak Tanggungan yang hendak dilelang berupa benda tak bergerak maka pengumumannya harus dilakukan 2 kali berturut-turut dalam surat kabar yang terbit di kota itu atau dekat dengan kota itu, dengan tenggang waktu 15 (lima belas) hari antara pengumuman yang pertama dengan pengumuman yang kedua.

Terhadap uang hasil lelang akan dipergunakan untuk membayar tagihan dari bank/Kreditur tersebut, setelah dibayar terlebih dahulu biaya perkara, termasuk biaya lelang dan apabila ada kelebihan, maka uang tersebut akan


(18)

dikembalikan kepada penanggung hutang. Untuk menjelaskan Eksekusi Hak Tanggungan, perlu diketahui terlebih dahulu proses yuridis dan administrasi melekatnya titel eksekusi pada Hak Tanggungan, yaitu melalui tahap-tahap sebagai berikut:60

1. Tahap pertama yaitu pengikatan perjanjian kredit atau perjanjian utang

Dalam salah satu pasal tentang hak tanggungan ini, diperlukan adanya janji debitor memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang. Sehingga dengan demikian perjanjian debitor memberikan hak tanggungan merupakan :

a. Perjanjian pokok yang berfungsi sebagai dokumen pertama untuk membuktikan adanya perjanjian utang.

b. Menurut Pasal 10 ayat (1), yang menyatakan: Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut. Pasal tersebut dapat ditafsirkan bahwa eksistensi janji pemberian hak tanggungan dalam perjanjian utang merupakan bagian tak terpisahkan dari janji pemberian hak tanggungan.

c. Perjanjian hak tanggungan bersifat accessoir dengan perjanjian pokok. Dalam hal ini hak tanggungan tidak bisa berdiri sendiri, tetapi merupakan ikutan dari perjanjian pokok, yakni perjanjian yang memberikan jaminan atas pelunasan utang yang disebut perjanjian pokok.

60


(19)

d. Bentuk perjanjian pokok yang berisi pemberian hak tanggungan dapat berbentuk underhandse acte (akta dibawah tangan) dan atau authentieke

acte (akta otentik).

e. Pembuatan akta tersebut dapat dilakukan di dalam negeri maupun diluar negeri.

f. Subyek atau pihak dalam hak tanggungan dapat berupa natural person maupun legal entelity.

2. Tahap kedua, yaitu pembuatan akta pemberian hak tanggungan (APHT) yang dibuat oleh PPAT yang berfungsi sebagai bukti tentang pemberian hak tanggungan yang berkedudukan sebagai dokumen perjanjian kedua yang melengkapi dokumen perjanjian pokok. Terhadap isi dan format APHT dijelaskan dalam Pasal 11 ayat (1) dan (2) UU Nomor 4 Tahun 1996, Pasal 11 ayat (1); Di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib dicantumkan: a. Nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan; Maksud dari

ketentuan tersebut menetapkan isi yang sifatnya wajib untuk sahnya APHT, tidak dicantumkan secara lengkap hal tersebut dalam APHT mengakibatkan batal demi hukum.

b. Domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan apabila di antara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dianggap sebagai domisili yang dipilih; Maksudnya dengan dianggapnya kantor PPAT sebagai domisili Indonesia bagi pihak yang berdomisili di luar negeri apabila domisili pilihannya tidak


(20)

disebut di dalam akta, maka syarat pencantuman domisili pilihan tersebut dianggap sudah dipenuhi.

c. Penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1); Maksudnya penunjukan utang atau utang yang dijamin sebagaimana dimaksud pada huruf ini meliputi juga nama dan identitas debitor yang bersangkutan.

d. Nilai tanggungan;

e. Uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan. Maksudnya meliputi rincian mengenai sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan atau bagi tanah yang belum terdaftar sekurang-kurangnya memuat uraian mengenai kepemilikan, letak, batas-batas dan luas tanahnya. Apabila tidak dicantumkan secara lengkap tentang hal-hal yang disebutkan dalam APHT, maka mengakibatkan akta yang bersangkutan batal demi hukum. Pasal 11 ayat (2); Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janjijanji, antara lain:

1) janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk menyewakan obyek Hak Tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa di muka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;

2) janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata susunan obyek Hak Tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;


(21)

3) janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk mengelola obyek Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak obyek Hak Tanggungan apabila debitor sungguh-sungguh cidera janji;

4) janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk menyelamatkan obyek Hak Tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi obyek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang; 5) janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk

menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji;

6) janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan pertama bahwa obyek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari Hak Tanggungan; 7) janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya

atas obyek Hak Tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;

8) janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya apabila obyek Hak Tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi Hak Tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan umum;


(22)

9) janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika obyek Hak Tanggungan diasuransikan;

10) janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan obyek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan;

11)janji yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4). Janji-janji yang dicantumkan dalam APHT tersebut yang sifatnya fakultatif dan tidak mempunyai pengaruh terhadap sahnya APHT. Dengan dimuatnya janji-janji tersebut yang kemudian didaftar pada Kantor Pertanahan, maka janji-janji tersebut mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga.

3. Tahap ketiga, yaitu pendaftaran hak tanggungan, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (1), (2) dan (3); Ayat (1) Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Ayat (2) selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan APHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan APHT yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan. Ayat (3) Pendaftaran Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku-tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam bukutanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan. Intinya bahwa pendaftaran ini bersifat imperative yang wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan, yang merupakan asas publisitas yang


(23)

merupakan syarat mutlak untuk lahirnya dan mengikatnya hak tanggungan kepada pihak ketiga ayat (1); kewajiban PPAT sebagai pembuat APHT untuk mengirimkan APHT dan warkat lain yang meliputi surat-surat bukti yang terkait obyek hak tanggungan dan identitas para pihak serta sertifikat atas tanah pada Kantor Pertanahan, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja dari penandatanganan APHT ayat (2); dan terhadap kewajiban Kantor Pendaftaran Tanah sebagaimana tersebut dalam ayat (3) UU No.4 Tahun 1996.

4. Tahap keempat, yaitu tahap pembuatan sertifikat hak tanggungan sebagaimana di atur dalam Pasal 14 UU Nomor 4 Tahun 1996, yang menyatakan:

a. Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertipikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan per- undang-undangan yang berlaku.

b. Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat irah-irah dengan kata-kata "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".

c. Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah. d. Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertipikat hak atas tanah yang telah

dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.


(24)

e. Sertipikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan.61

Eksekusi yang didasarkan pada Pasal 224 HIR/258 Rbg merupakan eksekusi yang tunduk dan patuh dan masuk kepada ranah Hukum Acara Perdata, maksudnya eksekusi berdasarkan akta autentik yang bertitel eksekutorial tersebut tata cara pelaksanaannya\ sama dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hokum tetap.

Pengadilan Negeri dalam rangka pelaksanaan putusan pengadilan yang secara khusus menyangkut perkara perdata diatur dalam Pasal 36 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyebutkan bahwa: Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh Panitera dan Juru Sita dipimpin oleh Ketua Pengadilan Negeri. Peran Pengadilan Negeri dalam eksekusi hak tanggungan, pada dasarnya ada dalam tangan Ketua Pengadilan Negeri yaitu kewenangan untuk menetapkan sita eksekusi atas obyek hak jaminan dengan hak tanggungan.

Eksekusi Hak Tanggungan melalui Pengadilan Negeri sebenarnya merupakan alternatif terakhir setelah upaya penjualan di bawah tangan atau penjualan atas kekuasaan sendiri (parate eksekusi) yang mengalami kegagalan. Eksekusi di bawah tangan tidak dapat dilaksanakan jika debitor tidak dapat ditemui, sengaja menghindar atau menghilang sejak terjadinya kredit macet sehingga penyelesaian utang dapat menyulitkan kreditor, maka penjualan obyek hak tanggungan di bawah tangan tidak mungkin dapat dilakukan, karena salah satu

61


(25)

syarat dilakukan penjualan di bawah tangan tersebut harus ada persetujuan atau kesepakatan antara pemberi dan pemegang hak tanggungan.

Praktek yang dijadikan sebagai upaya utama oleh lembaga perbankan adalah eksekusi hak tanggungan melalui Pengadilan Negeri. Artinya jika debitor wanprestasi pihak bank selaku kreditor jarang menempuh langkah penjualan di bawah tangan atau parate eksekusi, umumnya langsung meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri agar dilaksanakan eksekusi berdasarkan sertifikat

hak tanggungan yang mempunyai titel eksekutorial.

Pada prinsipnya eksekusi merupakan realisasi kewajiban pihak yang dikalahkan dalam putusan hakim, untuk memenuhi prestasi yang tercantum di dalam putusan hakim. Dengan kata lain eksekusi terhadap putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap merupakan proses akhir dari proses perkara perdata di pengadilan.62

Kepastian hukum yang didapat oleh Bank dengan berlakuknya UUHT ini antara lain karena :

1. Hak Tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan. Artinya jika debitur cidera janji, kreditur Pemegang Hak Tanggungan dapat menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan yang diatur oleh UUHT (asas droit

de preference).

2. Hak Tanggungan tidak akan berakhir sekalipun obyek hak tanggungan itu beralih kepada pihak lain oleh karena sebab apapun juga (asas droit de suite).

62


(26)

3. Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

UUHT tidak hanya memperhatikan kepentingan kreditur juga kepentingan debitur karena undang-undang tersebut melarang untuk memberikan kewenangan kepada debitur untuk memiliki obyek hak tanggungan apabila debitur cidera janji.


(27)

BAB IV

PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH DALAM MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM KEPADA KREDITUR STUDI

PADA PT BANK SUMUT KCP SOSA KABUPATEN PADANG LAWAS

A. Pelaksanaan eksekusi hak tanggungan atas tanah dalam menjamin

kepastian hukum kepada kreditur di Dalam Praktek Dan Akibat Hukumnya

Dalam praktek Kreditur sering menerima jaminan tanah, yang mana sertifikat tanah sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan yang sebenarnya karena tanah, tanah dan bangunan tersebut telah dijual dengan membuat Akta PPAT namun balik nama belum dilakukan oleh Kantor Pertanahan yang bersangkutan, kalau terjadi hal demikian pengikatan jaminan bisa dilakukan bersamaan dengan proses balik nama setelah itu dilakukan pendaftaran Hak Tanggungannya oleh Kantor Pertanahan yang bersangkutan. Karena hak atas tanah merupakan obyek jaminan kredit yang utama disamping benda-benda lain yang berhubungan dengan tanah, maka kreditur harus selalu waspada dalam pengikatannya, agar ia dikemudian hari tidak mendapatkan kesulitan dalam mengeksekusi atau menjual tanah atau tanah dan bangunan tersebut guna memperoleh pelunasan hutangnya.

Untuk pemegang hak agunan atas panenan, kreditur yang melaksanakan eksekusi kebendaan jamianan wajib melaporkan dan mempertanggungjawabkan seluruh hasil penjualan jaminan tersebut kepada kurator, dan menyerahkan kepada kurator sisa hasil penjualan setelah dikurangi dewngan jumlah hutang yang harus dibayar, bunga dan biaya-biaya, dan dengan tidak mengurangi hak previllige dari kreditur yang diistimewakan sebagaimana diatur dalam BAB XIX Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang beradi di atas hak-hak kreditur preferen, baik secara


(28)

umum maupun khusus atas kebendaan yang dijaminkan secara preferen tersebut. Sehingga atas tuntutan kurator atau kreditur yang diistimewakan tersebut, kreditur preferen yang telah mengeksekusi kebendaan yang dijaminkan wajib menyerahkan bagian dari hasil penjualan kebendaan tersebut, sampai dengan terpenuhnya jumlah tagihan yang diistimewakan tersebut. Telah disebutkan bahwa pihak yang berwenang untuk mengeksekusi jaminan hutang bisa kreditur, dan bisa juga pihak kurator. Hal ini bergantung pada hubungan aset dengan kreditur (dijaminkan atau tidak) dan bergantung pada waktu kapan eksekusi itu dilaksanakan.63

Pemberian hak tanggungan merupakan ikutan dari perjanjian pokok yang bersifat accesoir, yaitu perjanjian buntutan atau pun ikutan dari suatu perjanjian lain yang bersifat pokok. Pengikatan jaminan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait, perlu diketahui secara luas mengenai adanya pengikatan jaminan tersebut guna memberikan kepastian hukum serta melindungi pihak-pihak yang berkepentingan. Tindakan yang sangat simpatik untuk melakukan registrasi terhadap jaminan utang, khususnya terhadap bentuk jaminan yang tidak menyertakan benda objek jaminan kepada kreditor.64

Kepastian serta kekuatan hukum yang mengikat terhadap suatu jaminan pelunasan hutang merupakan hal yang sangat penting, sehingga suatu alat bukti pengakuan hutang dan jaminan pelunasannya mendapat pengesahan yang dibuat ke dalam suatu akta otentik dan didaftarkan guna menghindari perselisihan di kemudian hari.

63 Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Bandung : Citra Aditya Bakri,

2002, hal 111

64


(29)

Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.65 Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.66 Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan dengan cara batal demi hokum.67 Sampai saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan, penjualan dapat dihindarkan dengan pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu beserta biaya-biaya eksekusi yang telah dikeluarkan.68

Berkaitan dengan cara penjualan aset, maka pada prinsipnya dilakukan dengan mengajukan permohonan lelang di kantor lelang sebagaimana diatur dalam pasal 171 UUK. Adapun tata cara pelelangan dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku untuk lelang tersebut yaitu, bisa dijual dimuka umum atas dengan penjualan yang dilakukan di bawah tangan. Dalam penjualan harta pailit yang dilakukan secara dibawah tangan, tetapi perbuatan tersebut telah mendapat ijin dari hakim pengawas. Hasil ini tentunya dilakukan oleh kurator, apabila kurator yakin bahwa penjualan dengan cara dibawah tangan atau penjualan langsung (tanpa

65

Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Pasal 20 ayat (2)

66 Ibid, Pasal 20 ayat (3) 67 Ibid, Pasal 20 ayat (4) 68


(30)

campur tangan kantor lelang) akan menghasilkan yang lebih baik, antara lain karena dapat menghemat biaya lelang.

Untuk melaksanakan eksekusi hak tanggungan di PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas yang perlu dilihat dahulu adalah isi dari perjanjian yang terletak di dalam Surat Kuasa membebankan hak tanggungan (SKMHT) dan dalam Surat Kuasa Membebankan hak tanggungan (SKMHT) tidak boleh ada klausula “melakukan perbuatan hukum lain”, apabila terdapat perbuatan hukum lain maka Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan akan mengakibatkan “tidak sah dan cacat hukum”. Proses pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan baru dapat dilaksanakan apabila debitor melakukan wanprestasi, proses Pelaksanaan Eksekusi harus sesuai dengan hukum positif di Indonesia.69

Mengenai eksekusi hak tanggungan, dalam praktek sekarang dilakukan melalui eksekusi parat berdasar Pasal 6 UUHT. Pada umumnya pelelangan berdasar Pasal 6 UUHT ini diumumkan melalui media masa cetak. Dalam hal ini, kreditor bertindak sebagai penjual lelang, yang pelaksanaannya dilakukan melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Dapat juga pelelangan dilakukan melalui jasa pra lelang oleh Balai Lelang Swasta. Di bawah ini disajikan contoh pengumuman lelang. Dalam pengumuman melalui media cetak, paling atas adalah simbul dari kreditor bersama dengan simbul KPKNL serta judul pengumuman lelang eksekusi hak tanggungan, selanjutnya diikuti dengan dasar hukum dan penyelenggara lelang yang berbunyi :

Pelelangan tersebut tidak hanya dilaksanakan oleh kreditor bank pemerintah, melainkan juga kreditor-kreditor lainnya. Pelaksanaan lelang tersebut

69 Hasil Wawancara Tanggal 9 Maret 2016 dengan narasumber Syamsul Rizal Rangkuti,


(31)

dirasa tidak tepat, karena menganggap ketentuan Pasal 6 UUHT tentang lelang eksekusi merupakan ketentuan yang berdiri sendiri terlepas dari ketentuan tentang eksekusi lainnya. Ketentuan Pasal 6 UUHT adalah bagian dari eksekusi parat yang ketentuan dasarnya diatur dalam Pasal 20 (1) a UUHT. Dengan kata lain, pandangan KPKNL dan BRI tentang lelang eksekusi merupakan pandangan yang parsial, bukan pandangan terpadu yang memandang ketentuan eksekusi dalam UUHT sebagai suatu sistem yang saling kait-mengait satu sama lain. Selain itu, KPKNL dan BRI juga mengesampingkan ketentuan Pasal 26 UUHT berikut penjelasannya serta Penjelasan Umum angka 9 UUHT, yang dengan tegas-tegas menyatakan bahwa ketentuan UUHT tentang eksekusi obyek HT belum berlaku karena belum ada peraturan pemerintah sebagai pelaksanaannya.

Ketentuan UUHT yang menyatakan peraturan tentang eksekusi belum berlaku karena belum ada peraturan pelaksanaannya, merupakan ketentuan hukum memaksa (dwingen recht), sehingga harus ditaati. Pelanggaran terhadap ketentuan ini terancam sanksi. Sehubungan ketentuan UUHT yang mengatur tentang eksekusi masih belum berlaku, maka penggunaan Pasal 6 UUHT sebagai dasar hukum pelaksanaan lelang eksekusi adalah tidak benar. Pasal 6 UUHT belum berlaku, sehingga belum dapat dipergunakan sebagai dasar hukum untuk pelaksanaan eksekusi. Akibat hukum yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan eksekusi obyek hak tanggungan berdasar Pasal 6 UUHT adalah lelang eksekusi tersebut diselenggarakan dengan tanpa dasar hukum, akibatnya pelaksanaan eksekusi tersebut tidak sah.

Akibat hukum eksekusi hak tanggungan, mengenai pelaksanaan atas dasar Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang tidak memenuhi


(32)

persyaratan baku, dapat menimbulkan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam pasal 1365 KUH Perdata dan pelaksanaan tersebut adalah tidak sah dan cacat hukum, serta tidak menutup kemungkinan dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkraacht van gewidjse), yang menyatakan pelaksanaan tersebut adalah tidak sah dan cacat hukum terhadap pelaksanaan yang telah melakukan perbuatan melawan hukum tersebut dapat dituntut secara pidana sebagai mana dimaksud Pasal 335 KUHP.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis di PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas, dalam pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan pihak bank tidak langsung melakukan eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan, akan tetapi tetap berusaha melakukan pendekatan persuasive terhadap kreditur.70

Pelaksanaan eksekusi hak tanggungan PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas yaitu

1. Pelelangan Umum

Pelelangan umum adalah cara alternatif apabila upaya penyelamatan kredit macet yang dilakukan pihak kreditur tidak berhasil. Dalam pelelangan umum pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut sebagai mana diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 20 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Hak Tanggungan pelelangan agunan di PT. BRI (Persero) Tbk. Kantor Cabang Cepu dilaksanaka secara terbuka berdasarkan izin dari pihak debitur selaku pemilik agunan dan dapat dilaksanakan tanpa perlu penetapan Ketua

70 Hasil Wawancara Tanggal 10 Maret 2016 dengan narasumber Syamsul Rizal Rangkuti,


(33)

Pengadilan Negeri. Pelaksanaan lelang eksekusi tidak boleh dilakukan sendiri oleh kreditur pemegang hak tanggungan, melainkan harus dilakukan oleh pejabat lelang pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), karena pejabat lelang inilah yang diberi wewenang melakukan lelang eksekusi.

Diperkirakan melalui suatu penjualan lelang terbuka akan diperoleh harga yang wajar atau paling tidak mendekati wajar, karena dalam suatu lelang tawaran yang rendah bisa diharapkan akan memancing peserta lelang lain untuk mencoba mendapatkan benda lelang dengan menambah tawaran. Lelang dilaksanakan dengan cara: penawaran langsung oleh peserta lelang dengan sistem harga naik-naik, penawaran pertama dilemparkan oleh juru lelang dengan standar harga terbatas dan pemenangnya adalah penawar dengan harga tinggi. Apabila pelelangan telah selesai dan barang telah dijual, maka hasil pelelangan tersebut diberikan kepada pihak yang telah dimenangkan dalam perkara perdata atau kepada kreditur selaku pemegang Hak Tanggungan untuk membayar tagihannya dan biaya eksekusi, dan apabila ada sisa atau kelebihannya akan masembalikan kepada pihak yang telah masenakan eksekusi atau debitur yang berhutang.

2. Penjualan di bawah tangan Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan objek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak dan akan mempercepat penjualan objek Hak Tanggungan. Di PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas

penjualan di bawah tangan dilakukan dengan cara sukarela yaitu dengan memberikan wewenang kepada debitur untuk mencari pembeli dengan harga


(34)

yang lebih tinggi dari harga limit yang ditentukan oleh pihak bank. Setelah debitur mendapatkan pembeli tersebut, debitur mengkonfirmasikan ke pihak bank untuk dilakukannya penjualan di bawah tangan terhadap objek Hak Tanggungan. Penjualan di bawah tangan diatur dalam pasal 20 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 menyebutkan bahwa: “atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan dapat dilakukan dibawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tinggi yang menguntungkan

semua pihak”. Dan dalam Pasal 20 ayat (3) Undang-undang Hak Tanggungan

yang menyatakan bahwa: “Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan semasit-masitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang

menyatakan keberatan”.

3. Putusan Pengadilan Negeri Peraturan tentang pelaksanaan eksekusi berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri belum ada di Undang-Undang Hak Tanggungan tetapi hal ini dikuatkan dengan Pasal 26 Undang-undang Hak Tanggungan menyebutkan bahwa: “ selama belum ada peraturan perundang -undangan yang mengaturnya, dengan memperhatikan Pasal 14 Undang-undang Hak Tanggungan, peraturan mengenai eksekusi hypoteek yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini, berlaku terhadap eksekusi Hak

Tanggungan”. Untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum maka

diberlakukan ketentuan Pasal 224 HIR/ Pasal 258 RBg dengan perintah dan di bawah Ketua Pengadilan Negeri. Dalam masa peralihan ini, Undang-Undang


(35)

Hak Tanggungan juga menegaskan bahwa sebelum ada peraturan yang khusus mengatur eksekusi hak tanggungan, maka ketentuan hukum acara eksekusi hipotik berlaku terhadap eksekusi hak tanggungan, dengan penyerahan sertifikat hak tanggungan sebagai dasar pelaksanaannya.

Cara ini jarang sekali dilakukan oleh PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas. Dalam periode tahun 2015 terdapat 2 (dua) kasus yang diselesaikan di Pengadilan terkait dengan masalah gugatan lelang yang dilakukan oleh Pihak BRI dan masalah penyerahan jaminan itu sendiri. Penyebab jarang digunakannya cara ini karena prosesnya yang lama dan terlalu melibatkan banyak pihak, sehingga dalam rangka memperoleh pelunasan hutang pihak kreditur harus menunggu waktu yang lebih lama.

Melakukan pelaksanaan lelang hak tanggungan yaitu terlebih dahulu harus mengetahui prosedur lelang eksekusi hak tanggungan sebagai berikut : 1. Pasal 1 butir (1) Undang-undang No. 4 Tahun 1996, Pendapat Penulis intinya

dalam pelunasan utang atas kebendaan dengan tanah milik antara debitur dan kreditur harus jelas klasula terjadinya SKMHT dan APHT :

a. Pemilihan domisili Hukum yang jelas bila terjadi perselisihan Hukum; b. Tidak boleh ada 2 (dua) perbuatan hukum atas SKMHT yaitu yang

dimaksud kuasa membebankan hak tanggungan dan kuasa menjual. 2. Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak

Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu. Pendapat Penulis intinya dalam janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu harus jelas klasula terjadinya SKMHT dan APHT.


(36)

3. Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan, dan sebagai bukti adanya Hak Tanggungan.

4. Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap akan tetapi pelaksanaan lelang melalui fiat Ketua Pengadilan.

5. Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan.

6. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau akta PPAT, dan harus memenuhi persyaratan.

7. Eksekusi hak tanggungan dilaksanakan seperti eksekusi putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum yang tetap setelah mendapat perintah atau penetapan dari Ketua Pengadilan.

8. Eksekusi dimulai dengan teguran dan berakhir dengan pelelangan tanah yang dibebani dengan Hak tanggungan.

9. Setelah dilakukan pelelangan terhadap tanah yang dibebani Hak tanggungan dan uang hasil lelang diserahkan kepada Kreditur, maka hak tanggungan yang membebani tanah tersebut akan diroya dan tanah tersebut akan diserahkan secara bersih, dan bebas dan semua beban, kepada pembeli lelang.

10.Apabila terlelang tidak mau meninggalkan tanah tersebut, maka berlakulah ketentuan yang terdapat dalam Pasal 200 ayat (11) HIR (upaya paksa/pengosongan objek lelang).71

Mengenai akibat hukum atas pelaksanaan lelang yang mempunyai title

executorial dengan memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan

71 Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata


(37)

Yang Maha Esa”, seharusnya menurut perundang-undangan yang berlaku harus melalui penetapan Ketua Pengadilan, akan tetapi bila pihak kreditor tetap melaksanakan lelang melalui Kantor Pelayanaan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), berarti telah melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud pasal 1365 KUH Perdata dan pelaksanaan lelang tersebut tidak sah dan cacat hukum, selanjutnya dalam Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkraacht van gewidjse), yang menyatakan pelaksanaan lelang tersebut tidak sah dan cacat hukum dapat dituntut secara pidana yang diatur pada pasal 335 KUHP.

Dalam praktiknya, penyelesaian kredit bermasalah di PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas dilakukan melalui berbagai alternatif penyelesaian. Alternatif penyelesaian yang pertama kali dilakukan oleh PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas adalah upaya penagihan dengan mengedepankan negosiasi untuk memahami kesulitan atau permasalahan yang dialami oleh kreditur. Dalam alternatif penyelesaian seperti ini, PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas dapat memberikan kebijakan untuk melakukan penjadwalan kreditur atau melakukan struktur kreditur serta negosiasi lainnya yang masih mengedepankan keberlangsungan usaha kreditur. Apabila menurut penilaian PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas diketahui bahwa keberlangsungan usaha kreditur tidak dapat diupayakan kembali sehingga kreditur tidak mempunyai sumber pembayaran angsuran kreditnya, maka PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas biasanya mengusulkan kreditur untuk menjual asetnya termasuk asset yang merupakan jaminan di bank agar diperoleh


(38)

harga yang terbaik sehingga kreditur dapat melunasi kewajibannya di PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas.

Apabila setelah segala bentuk upaya negosiasi dilakukan oleh PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas, namun kreditur tetap tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk melakukan pembayaran angsuran kreditnya, PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas akan menempuh upaya dalam melakukan eksekusi atas jaminan tanah yang diberikan oleh kreditur. Dalam hal jaminan tersebut berupa tanah yang diikat dengan hak tanggungan, maka PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas dapat melakukan eksekusi hak tanggungan baik dengan mengajukan permohonan eksekusi melalui pengadilan negeri maupun menggunakan parate eksekusi secara langsung melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang.

Dalam hal akan dilakukan eksekusi hak tanggungan atas tanah oleh PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas, maka unit terkait di PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas yang ditugaskan secara khusus untuk menangani penyelesaian kreditur bermasalah akan mengajukan permohonan eksekusi hak tanggungan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) di wilayah tempat tanah tersebut berada. Permohonan ini diajukan setelah kreditur tidak mengindahkan somasi tertulis yang disampaikan oleh PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas dan tidak pula melakukan pembayaran kewajibannya pada waktu yang telah ditentukan.

Dalam proses pelaksanaan eksekusi hak tanggungan atas tanah, PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas menggunakan Balai lelang swasta untuk mengurusi proses administrasi lelang, mulai dari pengajuan permohonan


(39)

lelang kepada Kepala KPKNL, memenuhi segala persyaratan dokumen administrasi lelang, melakukan pengumuman lelang dan yang tidak kalah pentingnya adalah mencari calon pembeli lelang (potencial buyer). Dengan jasa yang diberikan oleh balai lelang swasta tersebut, PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas merasa terbantu karena dapat membuat proses pelaksanaan lelang menjadi lebih efektif dan efisien khususnya untuk proses lelang yang dilakukan diluar wilayah kantor pusat PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas. Balai lelang swasta juga mempunyai jaringan yang cukup baik dengan calon pembeli lelang, baik calon pembeli yang akan membeli tanah tersebut untuk digunakan sendiri, maupun pembeli yang akan menjual kembali tanah tersebut untuk mencari margin keuntungan.

Dokumen persyaratan lelang yang harus disiapkan oleh PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas dan kemudian diserahkan kepada KPKNL, sebagai lampiran dari surat permohonan lelang adalah sebagai berikut:

1. Copy perjanjian tertulis

2. Copy sertifikat hak tanggungan

3. Copy bukti kepemilikan ha katas tanah

4. Copy perincian hutang atau jumlah kewajiban kreditur yang harus dipenuhi 5. Copy surat somasi dari PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang

Lawas kepada kreditur

6. Asli surat pernyataan dari PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas yang menyatakan akan bertanggungjawab apabila terjadi gugatan perdata atau tuntutan pidana (indemnity letter).


(40)

7. Asli laporan hasil penilaian tana yang dikeluarkan oleh perusahaan penilaian.

Setelah dokumen persyaratan lelang dinyatakan lengkap, maka Kepala KPKNL akan mengeluarkan penetapan jadwal lelang secara tertulis kepada PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas selaku pemohon lelang. Surat penetapan tersebut berisi sebagai berikut:

1. Penetapan tempat dan waktu pelaksanaan lelang

2. Permintaan untuk melaksanakan pengumuman lelang sesuai ketentuan dan menyampaikan bukti pengumumannya

3. Hal-hal yang perlu disampaikan kepada penjual, misalnya harga limit, penguasaan secara fisik terhadap barang bergerak yang dilelang dan lain sebagainya.

Berdasarkan penetapan jadwal lelang yang telah dikeluarkan Kepala KPKNL tersebut, balai lelang swasta yang tunjuk oleh PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas akan membantu mengumumkan jadwal pelaksanaan lelang yaitu pengumuman yang dilakukan pada selebaran atau pengumuman tempel di PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas.72

B. Hambatan-Hambatan Dalam Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan Studi Pada PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas

Suatu peraturan Undang-undang disusun secara tegas agar supaya undang-undang tersebut akan dapat terlaksana dan berguna bagi masyarakat namun kenyataan dalam praktek masih muncul adanya hambatan-hambatan mengenai

72 Hasil Wawancara Tanggal 10 Maret 2016 dengan narasumber Syamsul Rizal Rangkuti,


(41)

jalannya pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan Atas Tanah dan benda-benda yang berkaitan. Keadaan demikian tersebut disebabkan oleh adanya berbagai faktor yang menyebabkan timbulnya kendala dalam eksekusi Hak Tanggungan tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian lapangan, ada beberapa faktor yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas tersebut adalah :73

1. Adanya janji debitur pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan obyek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan ternyata tidak ditaati. Bahwa janji debitur pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan obyek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan telah dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) maka ada hak dan kewajiban pada Bank Eksekutif Internasional dan debitur. Kewajiban debitur untuk melunasi hutangnya dan hak Bank Eksekutif Internasional memperoleh pelunasan piutangnya dari hasil penjualan obyek Hak Tanggungan baik berupa tanah maupun tanah beserta bangunan yang berada diatasnya tersebut. Apabila debitur tidak mau secara sukarela mengosongkan obyek Hak Tanggungan, sedangkan obyek Hak Tanggungan tersebut dalam keadaan dihuni baik oleh debitur sendiri maupun oleh penghuni lain misalnya penyewa, pengelola, dan lain-lain. Maka ketua Pengadilan Negeri tetap melaksanakan serta mengajukan permohonan penjualan lelang atas obyek Hak Tanggungan kepada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN). Selanjutnya pelelangan akan

73 Hasil Wawancara Tanggal 10 Maret 2016 dengan narasumber Syamsul Rizal Rangkuti,


(42)

dilaksanakan atas adanya permohonan dari Ketua Pengadilan Negeri yang telah pula dilengkapi dengan persyaratan yang diperlukan.

2. Pembeli lelang eksekusi berdasarkan kekuasaan sendiri dari Pemegang Hak Tanggungan pertama menerima risalah lelang dari Kantor Lelang Negara tetapi tidak menerima sertifikat hak atas tanah yang telah dibeli dari lelang tersebut. Akibatnya Badan Pertanahan Nasional menolak membalik nama pemilik semula Pemberi Hak Tanggungan ke atas nama Pembeli Lelang. Dalam hal demikian maka pembeli lelang mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Lelang Negara (yang melaksanakan lelang) mohon kepadanya diberikan surat keterangan mengenai alasan tidak diserahkannya sertifikat tersebut, baru kemudian Pembeli Lelang dengan bukti mengajukan permohonan balik nama kepada Badan Pertanahan yang berwenang. Upaya tersebut diatas adalah juga sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 41 ayat 5 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menentukan : Untuk pendaftaran peralihan hak yang diperoleh melalui lelang disampaikan kepada Kantor Pertanahan :

a. Kutipan risalah lelang yang bersangkutan.

b. Sertifikat Hak Milik atas satuan rumah susun atau Hak atas tanah yang dilelang jika bidang tanah yang bersangkutan sudah terdaftar. Atau Dalam hal sertifikat tersebut tidak diserahkan kepada pembeli lealng eksekusi surat keterangan dari Kepala Kantor Lelang mengenai alasan tidak diserahkannya sertifikat tersebut.

c. Bukti identitas pembeli lelang. d. Bukti perlunasan harga pembelian.


(43)

Namun dengan adanya ketentuan dalam Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 yang memungkinkan dibuatnya / dipasangnya janji bahwa sertifikat Hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan telah teratasi karena telah dipegangnya sertifikat hak atas oleh kreditur pemegang Hak Tanggungan, maka pemenang lelang selalu akan menerima sertifikat hak atas tanah tersebut selain menerima risalah lelang.

Dengan mengingat salah satu sifat Hak Tanggungan yaitu Hak Tanggungan akan tetap melekat pada obyeknya kemanapun obyek tersebut berada, maka pihak yang membeli persil yang tidak dapat dibersihkan (artinya membeli persil yang masih terbebani Hak Tanggungan), maka pembeli tersebut harus menanggung resiko. Resikonya adalah pemberi Hak Tanggungan cidera janji atau tidak membayar hutangnya, maka persil yang masih menanggung beban Hak Tanggungan karena tidak dibersihkan akan dimohonkan eksekusi oleh pemegang Hak Tanggungan ke-2 yang peringkatnya telah naik menjadi pemegang pertama Hak Tanggungan melalui Pasal 224 HIR. Hambatan dalam Eksekusi Hak Tanggungan sebagai jaminan kredit untuk perlindungan hukum bagi kepentingan Kreditur.

Adapun beberapa faktor yang menjadi kendala atau hambatan yuridis adalah :

a. Adanya penjelasan Pasal 20 ayat 1 UUHT yang dapat disimpulkan bahwa Kreditur berhak mengambil pelunasan piutang yang dijamin dari hasil penjualan obyek Hak Tanggungan dalam hal hasil penjualan itu lebih besar daripada piutang tersebut yang setinggi-tingginya sebesar nilai tanggungan,


(44)

sisanya menjadi hak pemberi Hak Tanggungan. Dari ketentuan tersebut berarti utang yang harus dibayar dari uang hasil penjualan lelang obyek Hak Tanggungan milik Debitur setinggi tingginya/maksimal adalah sebesar nilai tanggungan yang disebut dalam Sertifikat Hak Tanggungan itu. Sedangkan biasanya Kreditur menetapkan jumlah lebih besar dari apa yang tertuang dalam Sertifikat Hak Tanggungan, hal ini dikarenakan pada pembebanan Hak Tanggungan ada syarat-syarat, bahwa Debitur sepanjang mengenai besarnya jumlah yang tergantung, harus menerima pembukuan dari pemberi kredit bagi penetapan jumlah yang tergantung itu termasuk bunga dan denda, sehingga jumlahnya bisa melebihi yang tersebut dalam Sertifikat Hak Tanggungan. b. Kendala lain yang berhubungan dengan janji yang terdapat dalam Pasal 11 ayat

(2) j yaitu janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan mobyek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan. Janji seperti ini oleh Kreditur selalu dimasukkan dalam Sertifikat Hak Tanggungan akan tetapi kebanyakan Debitur tidak akan secara sukarela mengosongkan obyek Hak Tanggungan itu baik pada saat obyek Hak Tanggungan tersebut akan dieksekusi, sebelum pelelangan maupun setelah pelelangan dilaksanakan. c. Kendala lain yang sering terjadi yaitu adanya perlawanan oleh pemegang Hak

Tanggungan itu sendiri terhadap eksekusi atas permohonan pemegang Hak. Kendala-kendala yang dapat mempengaruhi kepastian hukum atas berlakunya UUHT yaitu pada tanah yang belum bersertifikat (masih dalam proses permohonan hak atau sertifikat belum dibalik nama) karena sertifikat Hak Tanggungan sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan belum dapat diterbitkan oleh Kantor Pertanahan sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum karena PT


(45)

Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas menjadi tidak dapat membuktikan bahwa ia adalah pemegang Hak Tanggungan.74

C. Upaya Hukum yang dapat diajukan oleh Debitur/ Pemberi Hak Tanggungan Pada PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas

Jumlah utang yang harus dibayar oleh Debitur atau yang sering dinamakan klausula rekening Koran dalam hubungan hutang piutang, maka Ketua Pengadilan Negeri dalam mengatasi masalah tersebut dapat mendasarkan kepada ketentuan Pasal 3 ayat 1 UUHT yang berbunyi sebagai berikut: Utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat berupa utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan yang jumlahnya tertentu atau pada saat permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapat ditentukan berdasarkan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang piutang yang bersangkutan, jadi utang Debitur dapat berupa utang pokok, bunga yang diperjanjikan dan denda yang diperjanjikan.

Walaupun masalah utang ini, pada umumnya berkaitan dengan masalah jumlah besarnya hutang maksimal yang disebut dalam Sertifikat Hak Tanggungan. Pasal 20 (1) yang dalam praktek sering dipermasalahkan oleh Debitur selaku pemberi Hak Tanggungan, dengan alasan atau dalih untuk melumpuhkan eksekusi Hak Tanggungan, namun dengan adanya ketentuan Pasal 3 ayat 1 UUHT diharapkan Ketua Pengadilan Negeri/Hakim tidak akan mengabulkan keberatan tersebut, dan tetap menjalankan/melaksanakan eksekusi, sehingga kepentingan Kreditur.

74 Hasil Wawancara Tanggal 11 Maret 2016 dengan narasumber Syamsul Rizal Rangkuti,


(46)

Dalam memecahkan masalah sebagai kendala kedua yang berhubungan dengan janji pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan obyek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan. Karena hal tersebut sudah disebut janji, maka Kreditur dan Debitur timbullah dan kewajiban yang harus dilaksanakan apabila Debitur wanprestasi, diantaranya adanya Hak Kreditur untuk memperoleh pelunasan piutangnya dari menjual obyek Hak Tanggungan baik yang berupa tanah atau tanah dan bangunan tersebut dan bagi Debitur harus atau wajib mengosongkan tanah dan bangunan tersebut sebelum obyek Hak Tanggungan dieksekusi melalui penjualan lelang. Dan apabila Debitur tidak mau secara sukarela mengosongkan obyek Hak Tanggungan tersebut, maka Ketua Pengadilan Negeri agar supaya tetap melaksanakan eksekusi dan mengajukan permohonan penjualan lelang obyek Hak Tanggungan kepada Kantor Lelang Negara/Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN). Atas permohonan dari Ketua Pengadilan Negeri tersebut yang telah dilengkapi dengan syarat-syarat yang diperlukan maka pelelangan dilaksanakan.

Hambatan-hambatan dalam Eksekusi Hak Tanggungan adalah meliputi hambatan yuridis dan non yuridis, sehingga Eksekusi Hak Tanggungan tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Upaya pemecahan hambatan yuridis dilakukan menurut ketentuan hukum yang ada, sedangkan untuk hambatan non yuridis upaya pemecahannya dengan melakukan koordinasi antara pihak-pihak terkait dan menambah aparat keamanan serta melakukan sosialisasi dan penyuluhan hukum pada masyarakat.75

75 Hasil Wawancara Tanggal 12 Maret 2016 dengan narasumber Syamsul Rizal Rangkuti,


(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan eksekusi hak tanggungan di dalam praktek dan akibat hukumnya dilihat dahulu isi dari perjanjian yang terletak di dalam Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dan dalam Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) tidak boleh ada klausula (melakukan perbuatan hukum lain). Yang tidak memenuhi persyaratan baku, dapat menimbulkan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam pasal 1365 KUH Perdata dan pelaksanaan tersebut adalah tidak sah dan cacat hukum. 2. Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan eksekusi hak tanggungan Studi pada

PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas diantaranya yaitu Adanya janji debitur pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan obyek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan ternyata tidak ditaati, sulitnya mencari pembeli lelang atas tanah dan bangunan yang menjadi obyek lelang eksekusi tersebut dan pemberi Hak Tanggungan cidera janji atau tidak membayar hutangnya.

3. Upaya hukum yang dapat diajukan oleh Debitor/ Pemberi Hak Tanggungan Pada PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas dilakukan menurut ketentuan hokum yang ada, sedangkan untuk hambatan non yuridis upaya pemecahannya dengan melakukan koordinasi antara pihak-pihak terkait dan


(48)

menambah aparat keamanan serta melakukan sosialisasi dan penyuluhan hukum pada masyarakat.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang merupakan hasil penelitian dalam skripsi ini dibawah ini dapat diberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Di perlukan adanya Amandemen/perubahan, karena UUHT tersebut belum mampu untuk melindungi sepenuhnya apa yang menjadi hak-hak kreditur. Dengan adanya tambahan ketentuan, terutama yang menegaskan bahwa lelang obyek Hak Tanggungan parate eksekusi di laksanakan tanpa fiat pengadilan. 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, memang di

rancang sebagai jaminan yang kuat, dengan ciri khas eksekusi “mudah dan passti”. Akan tetapi, prakteknya tidak demikian. Beberapa ketentuan UUHT tidak tegas, tidak lengkap, serta tidak memperhatikan konfigurasi peraturan dalam sistem hukum yang berlaku, termasuk tentang banyaknya upaya hukum yang di salahgunakan untuk menangguhkan lelang eksekusi obyek Hak Tanggungan, sehingga justru memicu ketidakpastian hukum.

3. Untuk menghindari jangan sampai terjadi eksekusi hak tanggungan dan untuk meminimalisir adanya eksekusi hak tanggungan, kreditur ada baiknya lebih teliti dan hati-hati serta selektif dalam memberikan kreditnya pada debitur dengan memilih kriteria calon debitur. Pemberian kredit oleh kreditur kepada debitur sebaiknya nilai jaminan lebih tinggi dari pada nilai pinjaman. Hal ini dimaksudkan apabila terjadi lelang eksekusi, obyek jaminan dapat mencukupi untuk membayar utangnya kepada kreditur (bank).


(49)

BAB II

KETENTUAN UNDANG-UNDANG HAK TANGGUNGAN MENJAMIN

KEPASTIAN HUKUM KEPADA KREDITUR

A. Hak Tanggungan Atas Tanah Menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 2006

Menurut Pasal 1 ayat (1) UUHT disebutkan pengertian Hak Tanggungan. Yang dimaksud dengan Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya. Hak Tanggungan adalah Hak penguasaan atas tanah, berisi kewenangan bagi kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cedera janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran debitor kepadanya. lunas hutang.

Beranjak dari definisi di atas, dapat ditarik unsur pokok dari hak tanggungan, sebagai berikut:

1) Hak tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang 2) Objek hak tanggungan adalah ha katas tanah sesuai UUPA


(50)

3) Hak tanggungan dapat dibebankan atas tananya (hak katas tanah) saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu.

4) Utang yang dijamin adalah suatu utang tertentu.

5) Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.11

Tanggungan Atas Tanah berserta Benda-benda yang Berkaitan Dengan Tanah maka ketentuan dalam Buku Kedua Bab XXI Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUH Perdata tentang Hipotik atas tanah dan dalam Staatsblad Tahun 1908 nomor 542 tentang ketentuan Creditverband dinyatakan tidak berlaku lagi. Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan tersebut, disebutkan bahwa: Hak Tanggungan adalah Hak Jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar Pokok Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditur tertendu terhadap kreditur-kreditur lain.

Berdasarkan uraian di atas, dapat di ketahui ciri-ciri hak tangungan sebagai hak kebendaan, sebagai berikut :

1. Hak tanggungan merupakan hak jaminan kebendaan

Hak tanggungan merupakan salah satu lembaga hak jaminan kebendaan, yang lahirnya dari perjanjian. Dalam hak tanggungan terdapat benda tertentu, yaitu hak-hak atas tanah yang dijanjikan secara khusus sebagai

11


(1)

KAJIAN HUKUM EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH DALAM RANGKA MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM KEPADA KREDITUR (STUDI KASUS PADA PT BANK SUMUT KCP SOSA

KABUPATEN PADANG LAWAS)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

TRI DEFRI YOHANNAS SITORUS PANE NIM : 110200373

DEPARTEMEN HUKUM AGRARIA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KAJIAN HUKUM EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH DALAM RANGKA MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM KEPADA KREDITUR (STUDI KASUS PADA PT BANK SUMUT KCP SOSA

KABUPATEN PADANG LAWAS)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

TRI DEFRI YOHANNAS SITORUS PANE NIM : 110200373

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara

(Suria Ningsih, SH, M.Hum) Nip : 196002141987032002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof.Dr. M. Yamin, SH, MS, CN Mariati Zendrato, SH.M.Hum Nip : 196112311987031003 Nip : 195703231987032001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahrahmanirrahim

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Esa atas limpahan rahmad, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Adapun skripsi ini berjudul:

“Kajianhukumeksekusihaktanggunganatastanahdalamrangkamenjaminkepastianh ukumkepadakreditur, studi kasus pada PT Bank SUMUT KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas”.Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan di dalam penulisannya, oleh karena itu penulis berharap adanya masukan dan saran yang bersifat membangun untuk dimasa yang akan datang.

Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen

pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku RektorUniversitas Sumatera UtaradansekaligusDekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin, SH, MH, DFM, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

4. Bapak Dr. H. Ok. Saidin, SH. M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. IbuSurianingsih, SH, M.Hum, sebagaiketuaDepartemenHukumAdministrasi Negara Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof.Dr. M. Yamin, SH, MS, CNselaku Dosen Pembimbing I yang banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.

7. IbuMariatiZendrato, SH.M.Humselaku Dosen Pembimbing II yang banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini

8. Kepada Ayahanda tersayang dan Ibunda atas segala perhatian, dukungan, doa dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

10.Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Demikianlahyang dapat penulis sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangan saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Medan, April 2016 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

Bab I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penulisan... 8

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Keaslian Penulisan ... 9

F. Metode Penelitian ... 9

G. Sistematika Penelitian... 11

BAB II : KETENTUAN UNDANG-UNDANG HAK TANGGUNGAN MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM KEPADA KREDITUR .. 13

A. Pengertian dan Ciri-ciri Hak Tanggungan……… 13

B. Subyek dan Obyek Hak Tanggungan ... 29

C. Hukum Jaminan Hak Atas Tanah pada umumnya... 35

D. Hak Kreditur Dalam Hal Terjadi Perubahan Status Hak Atas Tanah Yang Dibebani Hak Tanggungan ... 43

BAB III : PROSES EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM KEPADA KREDITUR .. 52

A. Pengertian Eksekusi ... 52

B. Macam-Macam Eksekusi Hak Tanggungan... 53

C. Proses Eksekusi Hak Tanggungan Yang Di Lakukan Oleh Bank-Bank Swasta Maupun Bank-Bank-Bank-Bank Pemerintah ... 60


(6)

D. Tata Cara Eksekusi HakTanggungan secara umum ... 63

BAB IV :PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH DALAM MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM KEPADA KREDITUR STUDI PADA PT BANK SUMUT KCP SOSAKABUPATEN PADANG LAWAS ... 74

A. Pelaksanaan Eksekusi HakTanggungan Di Dalam Praktek Dan Akibat Hukumnya….... ... 74

B. Hambatan-Hambatan Dalam Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan Studi Pada PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas... … …. ……... 87

A. Upaya Hukum yang dapat diajukan oleh Debitur/ Pemberi Hak Tanggungan Pada PT Bank Sumut KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas………. 91

BAB V : PENUTUP ... 94

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 95 DAFTAR PUSTAKA


Dokumen yang terkait

Kepastian Hukum Bagi Bank Sebagai Kreditur Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Sebagai Agunan Pada PT. Bank SUMUT Cabang Gunung Tua

0 53 116

Kepastian Hukum Bagi Bank Sebagai Kreditur Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Sebagai Agunan Pada PT. Bank SUMUT Cabang Gunung Tua

0 30 116

Kepastian Hukum Bagi Bank Sebagai Kreditur Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Sebagai Agunan Pada PT. Bank SUMUT Cabang Gunung Tua

0 9 116

Kepastian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan Terhadap Jaminan Pelunasan Piutang Pada Bank (Studi Kasus: Bank Nagari Cabang Pasar Raya Padang).

0 1 6

Kepastian Hukum Bagi Bank Sebagai Kreditur Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Sebagai Agunan Pada PT. Bank SUMUT Cabang Gunung Tua

0 0 1

Kajian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah dalam Rangka Menjamin Kepastian Hukum kepada Kreditur, (Studi Kasus pada PT Bank SUMUT KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas)

0 0 6

Kajian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah dalam Rangka Menjamin Kepastian Hukum kepada Kreditur, (Studi Kasus pada PT Bank SUMUT KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas)

0 0 1

Kajian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah dalam Rangka Menjamin Kepastian Hukum kepada Kreditur, (Studi Kasus pada PT Bank SUMUT KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas)

0 1 13

Kajian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah dalam Rangka Menjamin Kepastian Hukum kepada Kreditur, (Studi Kasus pada PT Bank SUMUT KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas)

0 0 39

Kajian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah dalam Rangka Menjamin Kepastian Hukum kepada Kreditur, (Studi Kasus pada PT Bank SUMUT KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas)

0 0 2