Kajian Hukum Mengenai Peran Kepolisian Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang (Studi Di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu)

BAB II
PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA
PENCUCIAN UANG

D.

Tindak Pidana Pencucian Uang Menurut Undang-Undang No. 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Dalam konteks

kepentingan nasional ditetapkannya Undang-Undang

Tindak Pidana Pencucian Uang adalah dengan membentuk undang-undang yang
melarang perbuatan dan menghukum berat para pelaku tindak pidana pencucian
uang. Dengan adanya undang-undang maka diharapkan tindak pidana pencucian
uang dapat dicegah dan diberantas.33
Secara umum ada tiga alasan pokok yang menyebabkan praktik pencucian
uang diperangi dan dinyatakan sebagai tindak pidana, yaitu sebagai berikut:34
1. Karena pengaruhnya pada sistem keuangan dan ekonomi diyakini
berdampak negatif bagi perekonomian dunia, misalnya dampak negatif
terhadap efektivitas penggunaan sumber daya dan dana. Dengan adanya

praktik pencucian uang maka sumber daya dan dana banyak digunakan
untuk kegiatan yang tidak sah dan dapat merugikan masyarakat.
Disamping itu dana-dana banyak yang kurang dimanfaatkan secara
optimal. Hal ini terjadi karena uang hasil tindak pidana terutama
diinvestasikan pada Negara-negara yang dirasakan aman untuk mencuci
uangnya, walaupun hasilnya lebih rendah. Uang hasil tindak pidana itu
dapat saja beralih dari suatu Negara yang perekonomiannya baik ke
                                                            
33
34

 

Juni Sjafrien Jahja, Op.Cit, hal. 45.
Ibid, hal.12-14.

26 
Universitas Sumatera Utara

27 


 

2. Negara yang perekonomiannya kurang baik, karena pengaruhnya
negatifnya pada pasar financial dan dampaknya dapat mengurangi
kepercayaan publik terhadap sistem keuangan internasional, dan kejahatan
terorganisir yang melakukan pencucian uang dapat juga membuat
ketidakstabilan pada ekonomi nasional. Fluktuasi yang tajam pada nilai
tukar dan suku bunga mungkin juga merupakan akibat negatif dari praktik
pencucian uang. Dengan berdampak negatif itu diyakini bahwa praktik
pencucian uang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia.
3. Dengan ditetapkannya pencucian uang sebagai tindak pidana akan lebih
memudahkan bagi aparat penegak hukum untuk menyita hasil tindak
pidana yang kadangkala sulit untuk disita, misalnya aset yang susah
dilacak atau sudah dipindahtangakan kepada pihak ketiga. Dengan
pendekatan

follow

the


money,

kegiatan

menyembunyikan

atau

menyamarkan uang hasil tindak pidana dapat dicegah dan diberantas.
Dengan kata lain, orientasi pemberantasan tindak pidana sudah beralih dari
”menindak pelakunya” ke arah menyita “hasil tindak pidana”. Di banyak
Negara dengan menyatakan praktik pencucian uang sebagai tindak pidana
merupakan dasar bagi penegak hukum untuk memidanakan pihak ketiga
yang dianggap menghambat upaya penegakan hukum.
4. Dengan dinyatakannya praktik pencucian uang sebagai tindak pidana dan
dengan adanya kewajiban pelaporan sistem pelaporan transaksi dalam
jumlah tertentu dan transaksi yang mencurigakan, memudahkan para
penegak hukum untuk menyelidiki kasus pidana sampai kepada tokoh-


 
 

Universitas Sumatera Utara

28 

 

tokoh yang di belakang tindak pidana pencucian uang yang biasanya sulit
dilacak dan ditangkap, karena pada umumnya mereka tidak terlihat dalam
pelaksanaan tindak pidana, tetapi menikmati hasil tindak pidana tersebut.
Adapun latar belakang pembentukan Undang-Undang No 15Tahun 2002
dalam dijelaskan dalam penjelasan Undang-Undang yaitu Berbagai kejahatan,
baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun oleh korporasidalam batas
wilayah suatu negara maupun yang dilakukan melintasi batas wilayah negara lain
makin meningkat. Kejahatan tersebut antara lain berupa tindak pidanakorupsi,
penyuapan

(bribery),


penyelundupan

barang,

penyelundupan

tenaga

kerja,penyelundupan imigran, perbankan, perdagangan gelap narkotika dan
psikotropika,perdagangan budak, wanita, dan anak, perdagangan senjata gelap,
penculikan,terorisme, pencurian, penggelapan, penipuan, dan berbagai kejahatan
kerah putih.
Kejahatan-kejahatan tersebut telah melibatkan atau menghasilkan Harta
Kekayaan yangsangat besar jumlahnya. Harta Kekayaan yang berasal dari
berbagai kejahatan atau tindak pidana tersebut, padaumumnya tidak langsung
dibelanjakan atau digunakan oleh para pelaku kejahatan karenaapabila langsung
digunakan akan mudah dilacak oleh penegak hukum mengenai sumber
diperolehnya Harta Kekayaan tersebut. Biasanya para pelaku kejahatan terlebih
dahulu mengupayakan agar Harta Kekayaan yang diperoleh dari kejahatan

tersebut masuk kedalam sistem keuangan (financial system), terutama ke dalam
sistem perbankan (banking system).

 
 

Universitas Sumatera Utara

29 

 

Dengan cara demikian, asal usul Harta Kekayaan tersebut diharapkan
tidakdapat dilacak oleh para penegak hukum. Upaya untuk menyembunyikan
ataumenyamarkan asal usul Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini, dikenal sebagai pencucian
uang (money laundering).
Bagi organisasi kejahatan, Harta Kekayaan sebagai hasil kejahatan ibarat
darah dalam satu tubuh, dalam pengertian apabila aliran Harta Kekayaan melalui
sistem perbankan internasional yang dilakukan diputuskan, maka organisasi

kejahatan tersebut lamakelamaan akan menjadi lemah, berkurang aktivitasnya,
bahkan menjadi mati. Oleh karena itu, Harta Kekayaan merupakan bagian yang
sangat penting bagi suatu organisasi kejahatan.Untuk itu, terdapat suatu dorongan
bagi organisasi kejahatan melakukan pencucian uang agar asal usul Harta
Kekayaan yang sangat dibutuhkan tersebut sulitatau tidak dapat dilacak oleh
penegak hukum.
Perbuatan pencucian uang di samping sangat merugikan masyarakat, juga
sangat merugikan negara karena dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas
perekonomian nasional atau keuangan negara dengan meningkatnya berbagai
kejahatan.
Sehubungan dengan hal tersebut, upaya untuk mencegah dan memberantas
praktek pencucian uang telah menjadi perhatian internasional. Berbagai upaya
telah ditempuh oleh masing-masing negara untuk mencegah dan memberantas
praktek pencucian uang termasuk dengan cara melakukan kerja sama
internasional, baik melalui forum secara bilateral maupun multilateral.

 
 

Universitas Sumatera Utara


30 

 

Dalam konteks kepentingan nasional ditetapkannya Undang-Undang
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan penegasan bahwa Pemerintah
dan sektor swasta bukan merupakan bagian dari masalah, akan tetapi bagian dari
penyelesaian masalah,baik di sektor ekonomi, keuangan, maupun perbankan.
Pertama-tama usaha yang harus ditempuh oleh suatu negara untuk dapat
mencegah dan memberantas praktek pencucian uang adalah dengan membentuk
Undang-undang yang melarang perbuatan pencucian uang dan menghukum
dengan berat para pelaku kejahatan tersebut. Dengan adanya Undang-undang
tersebut diharapkan tindak pidana pencucian uang dapat dicegah atau diberantas,
antara lain kriminalisasi atas semua perbuatan dalam setiap tahap proses
pencucian uang yang terdiri atas:
a. Penempatan (placement) yakni upaya menempatkan uang tunai yang
berasal daritindak pidana ke dalam sistem keuangan (financial system) atau upaya
menempatkan uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat deposito, dan lain-lain)
kembali ke dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan.

b. Transfer (layering) yakni upaya untuk mentransfer Harta Kekayaan
yang berasal dari tindak pidana (dirty money) yang telah berhasil ditempatkan
pada Penyedia JasaKeuangan (terutama bank) sebagai hasil upaya penempatan
(placement) ke Penyedia Jasa Keuangan yang lain. Dengan dilakukan layering,
akan menjadi sulitbagi penegak hukum untuk dapat mengetahui asal usul Harta
Kekayaan tersebut.
c. Menggunakan Harta Kekayaan (integration) yakni upaya menggunakan
HartaKekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke

 
 

Universitas Sumatera Utara

31 

 

dalamsistem keuangan melalui penempatan atau transfer sehingga seolah-olah
menjadi Harta Kekayaan halal (clean money), untuk kegiatan bisnis yang halal

atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan. Penyedia Jasa Keuangan di
atas diartikan sebagai penyedia jasa di bidang keuangan termasuk tetapi tidak
terbatas pada bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek,pengelola reksa dana,
kustodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian,pedagang valuta
asing, dana pensiun, dan perusahaan asuransi.
Adapun yang dimaksud dengan:
a. Bank adalah bank sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai perbankan.
b. Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai lembaga pembiayaan.
c. Efek, kustodian, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, perusahaan
efek, pengelola reksa dana, rekening efek, reksa dana, dan wali amanat
adalah efek, kustodian, lembaga penyimpanan dan penyelesaian,
perusahaan efek, pengelola reksa dana, rekening efek, reksa dana, dan wali
amanat sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai pasar modal.
d. Pedagang valuta asing adalah pedagang valuta asing sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
pedagang valuta asing.


 
 

Universitas Sumatera Utara

32 

 

e. Dana pensiun adalah dana pensiun sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai dana pensiun.
f. Perusahaan asuransi adalah perusahaan asuransi sebagaimana dimaksud
dalam

peraturan

perundang-undangan

yang

mengatur

mengenai

perusahaan asuransi.
Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian
uang dalam Undang-undang ini dibentuk pula Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan yangdisingkat dengan PPATK, yang bertugas:
a. mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi informasi yang
diperoleh oleh PPATK sesuai dengan Undang-undang ini;
b. memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh
Penyedia Jasa Keuangan;
c. membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan Transaksi Keuangan
yang Mencurigakan;
d. memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang
informasi yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini;
e. mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada Penyedia Jasa Keuangan
tentang kewajibannya yang ditentukan dalam Undang-undang ini atau
dengan peraturan perundang-undangan lain, dan membantu dalam
mendeteksi perilaku nasabah yang mencurigakan;
f. memberikan rekomendasi kepada Pemerintah mengenai upaya-upaya
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;

 
 

Universitas Sumatera Utara

33 

 

g. melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak
pidana pencucian uang kepada Kepolisian dan Kejaksaan;
h. membuat dan memberikan laporan mengenai hasil analisis transaksi
keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala 6 (enam) bulan sekali
kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga yang
berwenang melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa Keuangan.
Di samping itu, untuk memperlancar proses peradilan tindak pidana
pencucian uang,Undang-undang ini mengatur kewenangan penyidik, penuntut
umum, atau hakim sesuai dengan tingkat penanganan perkara untuk dapat
meminta pemblokiran Harta Kekayaan kepada Penyedia Jasa Keuangan. Undangundang ini juga mengatur kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim
untuk meminta keterangan dari Penyedia Jasa Keuangan mengenai Harta
Kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK,tersangka, atau
terdakwa.
Selain kekhususan di atas, Undang-undang ini juga mengatur mengenai
persidangan tanpa kehadiran terdakwa, dalam hal terdakwa yang telah dipanggil 3
(tiga) kali secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
tidak hadir, maka Majelis Hakim dengan putusan sela dapat meneruskan
pemeriksaan dengan tanpa kehadiran terdakwa.
Menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2002, tindak pidana pencucian
uang mencakup 15 macam tindak pidana yang dinamakan predicate crime, yang
terdiri atas Korupsi, penyuapan, penyeludupan barang, penyeludupan tenaga
kerja, penyeludupan imigran, perbankan, narkotika, psikotropika, perdagangan

 
 

Universitas Sumatera Utara

34 

 

budak, wanita dan anak, perdagangan senjata gelap, penculikan, terorisme
pencurian, penggelapan, penipuan.
Pasal 35 Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 menegaskan bahwa di
sidang pengadilan terdakwa “wajib” membuktikan bahwa harta kekayaannya
bukan merupakan hasil tindak pidana. Perkataan “wajib” mengandung pengertian
bahwa dalam Undang-Undang ini dianut sistem pembuktian terbalik. Namun,
dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa terdakwa “diberi kesempatan”
untuk membuktikan harta kekayaannya bukan berasal dari tindak pidana. Bunyi
kata wajib dengan bunyi kata “diberi kesempatan” mempunyai pengertian yang
berbeda. Dengan demikian sistem pembuktian terbalik dalam undang-undang ini
masih menjadi perdebatan, bahkan sebenarnya membuat hal yang jelas menjadi
tidak jelas.35
Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2002, pencucian uang dibedakan
dalam dua tindak pidana, yaitu:
1. Tindak pidana pencucian uang aktif diatur dalam Pasal 3 dimana
seseorang

dengan

dengan

sengaja

menempatkan,

mentransfer,

menghibahkan, membayar, menitipkan, membawa ke luar negeri,
menukarkan uang-uang hasil tindakan pidana dengan tujuan mengaburkan
atau menyembunyikan asal-usul uang itu, sehingga muncul seolah-olah
menjadi uang yang sah.
2. Tindak pidana pencucian uang pasif diatur dalam Pasal 6 yang dikenakan
kepada setiap orang yang dikenakan kepada setiap orang yang menerima
                                                            
35

 
 

Phiilips Darwin, Op.Cit. hal. 68.

Universitas Sumatera Utara

35 

 

atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, penerimaan
hibah, sumbangan, penitipan, penukaran uang yang berasal dari tindak
pidana tersebut dengan tujuan yang sama yaitu menyembunyikan asalusulnya.
Undang-Undang

ini

juga

menyebutkan

bahwa

tentang

transaksi

mencurigakan sebagai salah satu hal yang berhubungan dengan pencucian uang.
Menurut Pasal 1 ayat 6 dan Pasal 3 ayat 1a:
“Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang
dari profil dan karakteristik serta kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang
bersangkutan, termasuk transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga
dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang
bersangkutan, yang wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan Sesuai dengan
ketentuan undang-undang ini , dan “setiap orang yang berkaitan dengan sengaja
menempatkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana ke dalam Penyedia Jasa Keuangan, baik atas nama
sendiri atau atas nama pihak lain.”
Dalam Pasal 3 Ayat 2 memasukkan unsur percobaan, pembantuan, atau
permufakatan melakukan tindak pidana pencucian uang sebagai tindak pidana
yang diancam pidana penjara dan pidana denda. Sebagaimana diketahui,
pemanfaatan bank dalam kejahatan pencucian uang dapat berupa:36
1. Menyimpan uang hasil tindak pidana dengan nama palsu;
2. Menyimpan uang di bank dalam bentuk deposito, tabungan, rekening atau
giro;
3. Menukar pecahan uang hasi kejahatan dengan pecahan lainnya yang lebih
besar atau kecil

                                                            
36

http://rimaru.web.id/proses-pencucian-uang-money-laundering/ diakses pada 21 Maret

2016

 
 

Universitas Sumatera Utara

36 

 

4. Bank yang bersangkutan dapat diminta untuk memberikan kredit kepada
nasabah pemilik simpanan dengan jaminan uang yang disimpan di bank
yang bersangkutan;
5. Menggunakan fasilitas transfer atau EFT (Electronic Fund Transfer);
6. Melakukan transaksi ekspor impor fiktif dengan memalsukan dokumendokumen yang dilakukan bekerja sama dengan oknum pejabat terkait;
7. Pendirian atau pemanfaatan bank gelap.
Selain mengatur tentang hukuman untuk pelaku, undang-undang ini juga
menyebutkan perihal hukuman untuk pihak-pihak yang membantu tindak pidana
pencucian uang. Dalam Pasal 10 yang disebutkan:
“ PPATK, penyidik, saksi, penuntut umum, hakim atau orang lain yang
bersangkutan dengan perkara tindak pidana pencucian uang yang sedang diperiksa
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat 1,dan Pasal 41
ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 3 (tiga) tahun”
Pasal 11 menyatakan:
1. Dalam hal terpidana tidak mampu membayar pidana denda tersebut diganti
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun;
2. Pidana penjara sebagai pengganti denda sebgaimana dimaksud dalam ayat
1 dicantumkan dalam amar putusan hakim .

B.

Tindak Pidana Pencucian Uang Menurut Undang-Undang No. 25
Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 15 Tahun
2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Latar belakang pembentukan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 di

jelaskan dalam penjelasan Undang-Undang yaitu karena perkembangan dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang komunikasi telah
menyebabkan terintegrasinya sistem keuangan termasuk sistem perbankan yang

 
 

Universitas Sumatera Utara

37 

 

menawarkan mekanisme lalu lintas dana antarnegara yang dapat dilakukan dalam
waktu yang sangat singkat. Keadaan ini di samping mempunyai dampak positif,
juga membawa dampak negatif bagi kehidupan masyarakat yaitu dengan semakin
meningkatnya tindak pidana yang berskala nasional maupun internasional, dengan
memanfaatkan

sistem

keuangan

termasuk

sistem

perbankan

untuk

menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul dana hasil tindak pidana (money
laundering).
Berkenaan dengan itu dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun, ketentuan dalam
Undang-Undang tersebut dirasakan belum memenuhi standar internasional serta
perkembangan proses peradilan tindak pidana pencucian uang sehingga perlu
diubah, agar upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang
dapat berjalan secara efektif.
Perubahan dalam Undang-Undang ini antara lain meliputi:
a. Cakupan pengertian Penyedia Jasa Keuangan diperluas tidak hanya bagi
setiap orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan tetapi juga
meliputi jasa lainnya yang terkait dengan keuangan. Hal ini dimaksudkan
untuk mengantisipasi pelaku tindak pidana pencucian uang yang
memanfaatkan bentuk Penyedia Jasa Keuangan yang ada di masyarakat
namun belum diwajibkan menyampaikan laporan transaksi keuangan dan
sekaligus mengantisipasi munculnya bentuk Penyedia Jasa Keuangan baru
yang belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002.

 
 

Universitas Sumatera Utara

38 

 

b. Pengertian

Transaksi

Keuangan

Mencurigakan

diperluas

dengan

mencantumkan transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan
dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil
tindak pidana.
c. Pembatasan jumlah hasil tindak pidana sebesar Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) atau lebih, atau nilai yang setara yang diperoleh dari
tindak pidana dihapus, karena tidak sesuai dengan prinsip yang berlaku
umum bahwa untuk menentukan suatu perbuatan dapat dipidana tidak
tergantung pada besar atau kecilnya hasil tindak pidana yang diperoleh.
d. Cakupan tindak pidana asal (predicate crime) diperluas untuk mencegah
berkembangnya tindak pidana yang menghasilkan Harta Kekayaan dimana
pelaku tindak pidana berupaya menyembunyikan atau menyamarkan asalusul hasil tindak pidana namun perbuatan tersebut tidak dipidana.
Berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait yang mempidana
tindak pidana asal antara lain:
1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika;
2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika;
3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi;

 
 

Universitas Sumatera Utara

39 

 

4) Undang-Undang

Nomor

30

Tahun

2002

tentang

Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
e. Jangka waktu penyampaian laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan
dipersingkat, yang semula 14 (empat belas) hari kerja menjadi tidak lebih
dari 3 (tiga) hari kerja setelah Penyedia Jasa Keuangan mengetahui adanya
unsur Transaksi Keuangan Mencurigakan. Hal ini dimaksudkan agar Harta
Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana dan pelaku tindak
pidana pencucian uang dapat segera dilacak.
f. Penambahan ketentuan baru yang menjamin kerahasiaan penyusunan dan
penyampaian

laporan

Transaksi

Keuangan

Mencurigakan

yang

disampaikan kepada PPATK atau penyidik (anti-tipping off). Hal ini
dimaksudkan antara lain untuk mencegah berpindahnya hasil tindak
pidana dan lolosnya pelaku tindak pidana pencucian uang sehingga
mengurangi efektifitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang.
g. Ketentuan kerja sama bantuan timbal balik di bidang hukum (mutual legal
assistance) dipertegas agar menjadi dasar bagi penegak hukum Indonesia
menerima dan memberikan bantuan dalam rangka penegakan hukum
pidana pencucian uang. Dengan adanya ketentuan kerja sama bantuan
timbal balik merupakan bukti bahwa Pemerintah Indonesia memberikan
komitmennya

bagi

komunitas

internasional

untuk

bersama-sama

mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Kerja sama
internasional telah dilakukan dalam forum yang tidak hanya bilateral

 
 

Universitas Sumatera Utara

40 

 

namun regional dan multilateral sebagai strategi untuk memberantas
kekuatan ekonomi para pelaku kejahatan yang tergabung dalam kejahatan
yang terorganisir.
Namun demikian pelaksanaan kerja sama bantuan timbal balik harus tetap
memperhatikan hukum nasional masing-masing negara serta kepentingan nasional
dan terutama tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 memuat defenisi tindak pidana
pencucian uang dan segala aturan yang bersangkutan dengan masalah tersebut.
Dalam Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa :
“Pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer,
membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan,
membawa uang ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas Harta
Kekayaan yang diketahui atau patut dicurigai merupakan hasil tindak pidana
dengna maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal-usul Harta
Kekayaan sehingga seolah-olah menjadi Harta Kekayaan yang sah.”
Dalam hal tindak pidana yang memicu terjadinya pencucian uang meliputi
penyuapan, penyeludupan barang, penyeludupan tenaga kerja, penyeludupan
imigran, perbankan, pasar modal, asuransi, narkotika, psikotropika, perdagangan
Manusia, senjata gelap, penculikan , terorisme, pencurian, penggelapan, penipuan,
pemalsuan uang, perjudian , prostitusi, perpajakan, kehutanan, lingkungan hidup,
kelautan, atau tindak pidana lainnya yang diancam dengan penjara empat tahun
atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia atau di luar
wilayah Negara Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan
tindak pidana menurut hukum Indonesia.

 
 

Universitas Sumatera Utara

41 

 

Beberapa tindakan yang dapat dikualifikasikan ke dalam tindak pidana
pencucian uang menurut Pasal 3 Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 adalah:
8. Menempatkan harta kekayaan ke dalam penyedia jasa keuangan baik
atas nama sendiri atau atas nama orang lain, padahal diketahui atau
patut diduga bahwa harta tersebut diperoleh melalui tindak pidana.
9. Mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga
merupakan hasil tindak pidana pencucian uang, dari suatu penyedia
jasa keuangan ke penyedia jasa keuangan yang lain. Baik atas nama
sendiri maupun atas nama orang lain.
10. Membelanjakan atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya
atau patut diduga merupakan harta yang diperoleh dari tindak pidana.
baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain.
11. Menitipkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga
merupakan harta yang diperoleh dari tindak pidana baik atas nama
sendiri maupun atas nama pihak lain.
12. Membawa ke luar negeri harta yang diketahuinya atau patut diduga
merupakan harta yang diperoleh dari tindak pidana.
13. Menukarkan atau perbuatan lainnya tehadap harta kekayaan yang
diketahui atau patut diduga merupakan harta yang diperoleh dari
tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya, dengan
tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta
kekayaan tersebut.
Tindakan-tindakan tersebut dapat dipidana penjara paling singkat lima
tahun dan paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun, dan denda paling
sedikit Rp. 100 juta dan paling banyak 15 miliar.
Dalam Pasal 6 menyebutkan bahwa Setiap orang yang menerima atau
menguasai penempatan,pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,
atau penukaran harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga harta tersebut
diperoleh dari hasil tindak pidana, maka dapat dipidana dengan hukuman penjara
paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun, dan denda paling sedikit Rp.
100 juta dan paling banyak Rp. 15 Miliar.

 
 

Universitas Sumatera Utara

42 

 

C.

Tindak Pidana Pencucian Uang Menurut Undang-Undang No. 8
Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang
1.

Tindak Pidana Pencucian Uang

Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesiahanya mencantumkan
pengertian dari pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsurunsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini
disebutkan dalam Pasal 1 angka (1). Dengan Hasil tindak pidana berupa harta
kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana asal sebagaimana yang disebutkan
dalam Pasal 2 angka (1) seperti:
a. korupsi;
b. penyuapan;
c. narkotika;
d. psikotropika;
e. penyelundupan tenaga kerja;
f. penyelundupan migran;
g. di bidang perbankan;
h. di bidang pasar modal;
i. di bidang perasuransian;
j. kepabeanan;
k. cukai;
l. perdagangan orang;
m. perdagangan senjata gelap;
n. terorisme;
o. penculikan;
p. pencurian;
q. penggelapan;
r. penipuan;
s. pemalsuan uang;
t. perjudian;
u. prostitusi;
v. di bidang perpajakan;
w. di bidang kehutanan;
x. di bidang lingkungan hidup;
y. di bidang kelautan dan perikanan; atau
z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana

 
 

Universitas Sumatera Utara

43 

 

penjara 4 (empat) tahun atau lebih.
Tindak pidana asal (predicate crime) adalah tindak pidana yang memicu
(sumber) terjadinya tindak pidana pencucian uang.37
Undang No.8 Tahun 2010 membedakan tindak pidana pencucian uang
menjadi dua kelompok, antara lain “tindak pidana pencucian uang” sebagaimana
diatur dalam Bab II Pasal 3 sampai Pasal 10 dan “tindak pidana lain yang
berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang” sebagaimana diatur dalam Bab
III Pasal 11 sampai dengan Pasal 16.
Mengenai tindak pidana pencucian uang itu yang diatur dalam BAB II
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, yaitu :
Pasal 3
“Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,
membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa
keluar negeri mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat
berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan
asal usul Harta Kekayaan dipidanakarena tindak pidana pencucian uang
dengan pidana penjara paling lama20 (dua puluh) tahun dan denda paling
banyak Rp 10.000.000.000, 00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 4
“Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul,
sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang
sebenarnya atas harta kekayaan yang diketah uinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 5
                                                            
37

Muhammad Yusuf,Dkk, Ikhtisar Ketentuan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang, Jakarta: PT. Gramedia, 2011, hal. 97.

 
 

Universitas Sumatera Utara

44 

 

1. Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan,
pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan
harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Pihak
Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
Pasal 6
1. Dalam hal tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh korporasi, pidana dijatuhkan
terhadap Koorporasi dan/atau Personil Pengendalian Koorporasi.
2. Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila tindak pidana pencucian
uang:
a. Dilakukan atau diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi;
b. Dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi;
c. Dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi
perintah; dan
d. Dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi.
Pasal 7
1. Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap Korporasi adalah pidana denda
paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
2. Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap
Korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. Pengumuman putusan hakim;
b. Pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi;
c. Pencabutan izin usaha;
d. Pembubaran dan / atau pelarangan Korporasi;
e. Perampasan aset Korporasi untuk negara; dan / atau
f. Pengambilalihan Korporasi oleh negara.
Pasal 8
Dalam hal harta terpidana tidak cukup untuk membayar pidana denda
sebagai mana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5, pidana
tersebut diganti dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun 4
(empat) bulan.
Pasal 9
1. Dalam hal Korporasi tidak mampu membayar denda sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), pidana denda tersebut diganti dengan
perampasan Harta Kekayaan milik Korporasi atau Personil Pengendali

 
 

Universitas Sumatera Utara

45 

 

Korporasi yang nilainya sama dengan putusan pidana denda yang
dijatuhkan
2. Dalam hal penjualan Harta Kekayaan milik Korporasi yang dirampas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, pidana kurungan
pengganti denda dijatuhkan terhadap Personil Pengendali Korporasi
dengan memperhitungkan denda yang telah dibayar.
Pasal 10
Setiap orang yang berada di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang turut serta melakukan percobaan, pembantuan,
atau Pemufakatan Jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang
dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,
Pasal 4, Pasal 5.
Secara umum ada tiga tahapan proses pencucian uang, yaitu:
a. Penempatan (Placement)
Tahap ini merupakan bentuk yang paling sederhana dari tindak pidana
pencucian uang, di mana pelaku menempatkan (mendepositokan) uang haram
tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system). Pada tahap placement ini,
bentuk dari uang hasil kejahatan harus dikonversi untuk menyembunyikan asalusul yang tidak sah dari uang itu. Misal, hasil dari perdagangan narkoba uangnya
terdiri atas pecahan-pecahan kecil yang berjumlah sangat banyak lalu dikonversi
ke dalam denominasi uang yang lebih besar, kemudian uang tersebut
didepositokan ke dalam rekening bank, dan dibelikan ke instrument-instrumen
moneter seperti cheques, money orders, dan lain-lain.38

                                                            
38

Andri Gunawan, Membatasi Transaksi Tunai Peluang dan Tantangan, Jakarta Selatan:
Indonesian Legal Roundtable, 2013, hal 40.

 
 

Universitas Sumatera Utara

46 

 

Jadi placement adalah upaya menempatkan dana yang dihasilkan dari
suatu kegiatan tindak pidana ke dalam sistem keuangan. Bentuk kegiatan ini,
antara lain:39
1) Menempatkan dana pada bank. Kadang-kadang kegiatan ini diikuti
dengan pengajuan kredit/pembiayaan;
2) Menyetorkan uang pada bank dan perusahan jasa keuangan lain
sebagai pembayarankredit untuk mengaburkan audit trial;
3) Menyeludupkan uang tunai dari suatu Negara ke Negara lain;
4) Membiayai- suatu usaha yang seolah-olah sah atau terkait dengan
usaha yang sah berupa kredit/pembiayaan sehingga mengubah kas
menjadi kredit/pembiayaan;
5) Membeli barang-barang berharga yang bernilai tinggi untuk keperluan
pribadi atau sebagai hadiah kepada pihak lain yang pembayarannya
dilakukan melalui perusahaan jasa keuangan lain.
b. Transfer (Layering)
Dalam tahap ini, pencuci berusaha untuk memutuskan hubungan uang
hasil kejahatan itu dari sumbernya, dengan cara memindahkan uang tersebut dari
satu bank ke bank lain hingga beberapa kali. Dengan cara memecah-mecah
jumlahnya, dana tersebut dapat disalurkan melalui pembelian dan penjualan
investment instrument, mengirimkan dari perusahaan gadungan yang satu ke
perusahaan gadungan yang lain. Para pencuci uang juga bisa membeli efek-efek

                                                            
39

 
 

Adrian Sutedi, Op.Cit, hal. 19.

Universitas Sumatera Utara

47 

 

atau alat-alat trasnportasi seperti pesawat atau alat-alat berat atas nama orang
lain.40
Bentuk kegiatan ini antara lain:41
1) Transfer dana dari satu bank ke bank lain dan atau antar
wilayah/Negara;
2) Penggunaan simpanan tunai sebagai agunan untuk mendukung
transaksi yang sah;
3) Memindahkan uang tunai lintas batas Negara, baik melalui jaringan
kegiatan usaha yang sah maupun shell company.
c. Menggunakan Harta Kekayaan (Integration)
Integration adalah upaya menggunakan harta kekayaan yang telah berhasil
masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan transfer. Dalam situasi ini
seolah-olah harta tersebut menjadi bersih, bahkan merupakan objek pajak dengan
menggunakan uang yang telah menjadi halal untuk kegiatan bisnis melalui cara
dengan menginvestasikan dana tersebut ke dalam real estate, barang mewah,
perusahaan-perusahaan.
Jadi dalam integration, begitu uang tersebut telah dapat diupayakan proses
pencuciannya berhasil melalui caralayering, maka tahap selanjutnya adalah
menggunakan uang yang telah menjadi uang halal (clean moneyi) yang digunakan
untuk kegiatan bisnis atau kegiatan operasi kejahatan dari penjahat atau organisasi
kejahatan yang mengendalikan uang tersebut.
2.

Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencucian Uang

                                                            
40
41

 
 

Andri Gunawan, Op.Cit, hal. 40.
Adrian Sutedi, Op.Cit, hal. 20.

Universitas Sumatera Utara

48 

 

Unsur-unsur dalam Pasal 3 Undang-Undang No.8 Tahun 2010 adalah
sebagai berikut:
a. Unsur subjektif (mens rea): diketahuinya atau patut diduganya bahwa
harta kekayaan yang didapat merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan
menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan.
b. Unsur objektif (actus reus):
3. Menempatkan
4. Mentransfer
5. Mengalihkan
6. Membelanjakan
7. Membayarkan
8. Menghibahkan
9. Menitipkan
10. Membawa keluar negeri
11. Mengubah bentuk
12. Menukarkan dengan mata uang atau surat berharga
13. atau perbuatan lain atas harta kekayaan
Pasal 3 Undang-Undang No.8 Tahun 2010 merupakan tindak pidana
pencucian uang aktif . Apabila dilihat dari unsur-unsur maka perbuatan yang
diatur dalam pasal 3 ini masuk ke dalam tahapan Placement, Layering, dan
Integration.
Unsur-unsur dalam Pasal 4 Undang-Undang No.8 Tahun 2010 adalah
sebagai berikut:

 
 

Universitas Sumatera Utara

49 

 

a. Unsur subjektif (mens rea): harta kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana.
b. Unsur objektif (actus reus):
1) Menyembunyikan
2) Menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan,
3) Pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya
Pasal 4 Undang-Undang No.8 Tahun 2010 merupakan tindak pidana
pencucian uang aktif.Apabila dilihat dari unsur-unsur maka perbuatan yang diatur
dalam pasal 4 ini masuk ke dalam tahapan Layering, dan Integration.
Unsur-unsur dalam Pasal 5 Undang-Undang No.8 Tahun 2010 adalah
sebagai berikut:
a. Unsur subjektif (mens rea): harta kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.
b. Unsur objektif (actus reus):
1) Menerima
2) Menguasai penempatan
3) Pentransferan
4) Pembayaran
5) Hibah
6) Sumbangan
7) Penitipan,
8) Penukaran
9) Menggunakan harta kekayaan.

 
 

Universitas Sumatera Utara

50 

 

Pasal 5 Undang-Undang No.8 Tahun 2010 merupakan tindak pidana
pencucian uang pasif.Apabila dilihat dari unsur-unsur dalam maka perbuatan yang
diatur dalam pasal 5 ini masuk ke dalam tahapan Layering, dan Integration.
Sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian uang juga cukup berat, yakni
dimulai dari hukuman penjara paling lama 20 tahun, dengan dengan paling
banyak Rp.10 Miliar.
Ketentuan mengenai pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana
pencucian uang yang diatur dalam Bab III Undang-Undang No.8 Tahun 2010
yaitu:
Pasal 11
1. Pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, hakim, dan
Setiap Orang yang memperoleh Dokumen atau keterangan dalam rangka
pelaksanaan tugasnya menurut Undang-Undang ini wajib merahasiakan
Dokumen atau keterangan tersebut, kecuali untuk memenuhi kewajiban
menurut Undang-Undang ini.
2. Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pejabat
atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, dan hakim jika
dilakukan dalam rangka memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

1.

2.

3.

4.

 
 

Pasal 12
Direksi, komisaris, pengurus atau pegawai Pihak Pelapor dilarang
memberitahukan kepada Pengguna Jasa atau pihak lain, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dengan cara apa pun mengenai laporan
Transaksi Keuangan Mencurigakan yang sedang disusun atau telah
disampaikan kepada PPATK.
Ketentuan mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku untuk pemberian informasi kepada Lembaga Pengawas dan
Pengatur.
Pejabat atau pegawai PPATK atau Lembaga Pengawas dan Pengatur
dilarang memberitahukan laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan
yang akan atau telah dilaporkan kepada PPATK secara langsung atau tidak
langsung dengan cara apa pun kepada Pengguna Jasa atau pihak lain.
Ketentuan mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
berlaku dalam rangka pemenuhan kewajiban menurut Undang-Undang ini.

Universitas Sumatera Utara

51 

 

5. Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 13
Dalam hal terpidana tidak mampu membayar pidana denda sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5), pidana denda tersebut diganti dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan.
Pasal 14
Setiap Orang yang melakukan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas
dan kewenangan PPATK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 15
Pejabat atau pegawai PPATK yang melanggar kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
Pasal 16
Dalam hal pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, atau
hakim, yang menangani perkara tindak pidana Pencucian Uang yang
sedang diperiksa, melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 83 ayat (1) dan/atau Pasal 85 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
3.

Subjek Hukum dalam tindak pidana pencucian uang

Subjek hukum dalam Undang-undang No.8 Tahun 2010 tentang
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang adalah Orang
sebagai Naturlijk Persoon dan Korporasi sebagai Recht Persoon sebagai badan
usaha berbadan hukum maupun non berbadan hukum.
a. Naturlijk Persoon
Dalam sejarah perundang-undangan hukum pidana, pernah dikenal bahwa
subjek dari sesuatu tindak pidana bukan hanya manusia saja , tetapi juga hewan.
Sampai abad ke-17 hukum (pidana) pernah menerapkan pidana terhadap hewan,

 
 

Universitas Sumatera Utara

52 

 

namun setelah itu hanya manusia yang menjadi subjek hukum.Pada abad
pertengahan (tahun 1571) pernah dipidana seekor banteng (sapi), karena
membunuh seorang wanita.42
Menurut KUHP bahwa hanya manusialah yang dianggap sebagai subjek
tindak pidana, ini tersimpulkan antara lain dari:43
1. Perumusan delik yang selalu menentukan subjeknya dengan istilah:
barangsiapa, warga Negara Indonesia, nakhoda, pegawai negeri dan lain
sebagainya. Penggunaan istilah-istilah tersebut selain daripada yang
ditentukan dalam rumusan delik yang bersangkutan, dapat ditemukan
dasarnya pada Pasal 2-9 KUHP. Untuk istilah barangsiapa, dalam Pasal
2,3 dan 4 KUHP digunakan istilah een ieder (dengan terjemahan “setiap
orang”);
2. Ketentuan mengenai pertanggungjawaban pidana seperti diatur, terutama
dalam Pasal 44, 4544, 49 KUHP, yang antara lain mensyaratkan
“kejiwaan” dari petindak/pelaku;
3. Ketentuan mengenai pidana yang diatur dalam Pasal 10 KUHP, terutama
mengenai pidana denda, Hanya manusialah yang mengerti nilai uang.
Dalam Undang-Undang No 8 Tahun 2010 Pasal 1 angka 9 menyebutkan
“Setiap Orang adalah orang perseorangan atau Korporasi”. Pertanggungjawaban
pidana dalam tindak pidana pencucian uang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
                                                            
42
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya, Jakarta: Alumni AHM-PTHM, 1982, hal. 218.
43
Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hal. 395
44
Dengan berlakunya Undang-Undang NO.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 67, maka pada saat mulai berlakunya undang-undang ini,
Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 47 KUHP dinyatakan tidak berlaku lagi.

 
 

Universitas Sumatera Utara

53 

 

pertanggungjawaban individu dan pertanggungjawaban korporasi. Mengingat
terjadinya perubahan sosial diberbagai perubahan sosial di berbagai bidang
kehidupan manusia, maka subjek hukum pidana tidak lagi dapat dibatasi hanya
pada manusia alamiah (naturlijk persoon) tetapi mencakup pula korporasi (recht
persoon). Secara teoritis subjek hukum adalah segala sesuatu yang mempunyai
hak dan kewajiban.45 Dengan demikian orang sebagai subjek hukum memiliki
kewenangan untuk bertindak menurut hukum.
b. Recht Persoon46
Sebagaimana layaknya subjek hukum, badan hukum mempunyai
kewenangan melakukan perbuatan hukum seperti halnya orang, akan tetapi
perbuatan hukum itu hanya terbatas pada bidang hukum harta kekayaan.
Mengingat wujudnya adalah badan atau lembaga, maka dalam mekanisme
pelaksanaannya badan hukum bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.
Dalam hukum perdata telah lama diakui bahwa suatu badan hukum
(sebagai suatu subyek hukum mandiri; persona standi in judicio) dapat melakukan
perbuatan melawan hukum (onrechtmatig handelen; tort). Penafsiran ini
dilakukan melalui asas kepatutan (doelmatigheid) dan keadilan (bilijkheid). Oleh
karena itu dalam hukum perdata suatu korporasi (recht persoon) dapat dianggap
bersalah melakukan perbuatan melawan hukum, disamping para anggota direksi
sebagai naturlijk persoon.

                                                            
45

Mudijono, Sistem Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Yogyakarta: Liberty,
1997,hal.43.
46
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17818/metamorfosis-badan-hukumindonesia diakses pada 26 Januari 2016.

 
 

Universitas Sumatera Utara

54 

 

Berbeda permasalahannya dalam hukum pidana. Dalam ilmu hukum
pidana Indonesia, gambaran tentang pelaku tindak pidana (kejahatan) masih
sering dikaitkan dengan perbuatan yang secara fisik dilakukan oleh pelaku
(fysieke dader). Dalam pustaka hukum pidana modern telah diingatkan, bahwa
dalam lingkungan sosial ekonomi atau dalam lalu lintas perekonomian, seorang
pelanggar hukum pidana tidak selalu perlu melakukan kejahatannya itu secara
fisik.
Dikatakan bahwa karena perbuatan korporasi selalu diwujudkan melalui
perbuatan manusia (direksi; manajemen), maka pelimpahan pertanggungjawaban
manajemen (manusia; naturlijk persoon), menjadi perbuatan korporasi (badan
hukum; recht persoon) dapat dilakukan apabila perbuatan tersebut dalam lalu
lintas kemasyarakatan berlaku sebagai perbuatan korporasi.Ini yang dikenal
sebagai konsep hukum tentang pelaku fungsional (functionele dader).
Dalam Undang-Undang No 8 Tahun 2010 ini, Korporasi memiliki
pertanggungjawaban yang sama dengan Individu (naturlijk Persoon) oleh karena
kedudukannya sebagai recht persoon. Hal ini terlihat dalam ketentuan Pasal 6
undang-undang ini yang menyebutkan bahwa “dalam hal tindak pidana pencucian
uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, 4 dan 5 dilakukan oleh Korporasi,
pidana dijatuhkan terhadap korporasi atau personil pengendali korporasi”
Selanjutnya Pasal 6 ayat 2 menyebutkan pidana dijatuhkan terhadap
Korporasi apabila tindak pidana pencucian uang:
a) Dilakukan atau diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi;
b) Dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi

 
 

Universitas Sumatera Utara

55 

 

c) Dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi
perintah; dan
d) Dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi.
Perbuatan sebagaimana diancamkan dalam Pasal 3, 4 , dan 5 merupakan
perbuatan yang diancamkan terhadap manusia (unsur setiap orang), pencantuman
korporasi sebagai subjek tindak pidana dalam undang-undang ini dapat dikatakan
merupakan penyimpangan dari ketentuan dalam KUHP.
Undang-Undang ini menuntut pertanggungjawaban baik terhadap orang
maupun korporasi yang terlibat dalam tindak pidana pencucian uang yang
pemidanaan yang dijatuhkan kepada pelaku pencucian uang adalah penjara
maupun denda serta pidana denda dan/atau pidana tambahan bagi korporasi selaku
pelaku tindak pidana pencucian uang.Di samping itu terhadap Korporasi dapat
juga dilakukan perampasan terhadap harta kekayaannya untuk membayar besaran
denda yang dijatuhkan dalam Putusan Hakim.
4.

Kekhususan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010

Sebagaimana halnya dengan berbagai peraturan perundangan-perundangan
yang mengatur tentang tindak pidana yang tersebar di luar KUHP, maka dalam
pengaturan tindak pidana pencucian uang juga memberlakukan aturan khusus,
antara lain:
1) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

PPATK adalah

lembaga

independen yang dibentuk dalam rangka

mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang yang dalam
melaksanakan tugas dan kewenangannya bersifat independen dan bebas dari

 
 

Universitas Sumatera Utara

56 

 

campur tangan dan pengaruh kekuasaan manapun yang bertanggung jawab kepada
presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 37 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010.
PPATK wajib menyerahkan hasil analisi kepada penyidik untuk
ditindaklanjuti, jika menemukan adanya petunjuk atas dugaan telah ditemukan
transaksi mencurigakan dan dalam rangka melaksanakan fungsi analisis atau
pemeriksaan laporan dan informasi PPATK meneruskan hasil analisis atau
pemeriksaan kepada penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 44 huruf l UndangUndang No. 8 Tahun 2010.
2) Ancaman pidana penjara dan denda
Ancaman pidana bagi pelaku tindak pidana pencucian uang dari hukuman
penjara paling lama 20 tahun, dengan dengan paling banyak Rp.10 Miliar.
Pasal 8 Undang-Undang Pencucian Uang mengatur bahwa dalam hal
terpidana tidak cukup untuk membayar pidana denda sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5, pidana tersebut diganti dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan 4 (empat) bulan.
Dalam hal korporasi tidak mampu membayar pidana denda maka pidana
denda diganti dengan perampasan harta kekayaan milik Korporasi atau Personil
Pengendali Korporasi dengan memperhitungkan denda yang telah dibayar, apabila
Harta Kekayaan tidak mencukupi, pidana kurungan pengganti denda dijatuhkan
terhadap Personil Pengendali Korporasi dengan memperhitungkan denda yang
telah dibayar sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Pencucian Uang.
3) Percobaan, Pembantuan dan Pemufakataan Jahat

 
 

Universitas Sumatera Utara

57 

 

Pasal 10 Undang-Undang Pencucian Uang mengatur masalah percobaan,
pembantuan dan pemufakatan jahat dianggap sebagai delik selesai dan dihukum
sama dengan delik selesai, jadi dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5.
4) Perintah pemblokiran Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim
Berdasarkan Pasal 71 Undang-Undang Pencucian Uang Penyidik,
Penuntut Umum, dan Hakim berwenang untuk memerintahkan kepada penyedia
jasa keuangan untuk melakukan pemblokiran Harta Kekayaan yang diketahui atau
patut diduga merupakan hasil tindak pidana dari Setiap orang yang telah
dilaporkan oleh PPATK kepada Penyidik, Tersangka atau Terdakwa.
5) Penyedia Jasa Keuangan dalam pidana pencucian uang
Pasal 23 Undang-Undang Pencucian Uang menyebutkan bahwa penyedia
jasa keuangan wajib melaporkan k

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65