Kajian Model Partisipasi Masyarakat dala

Exe cu tive Su m m ary

P

Pelayanan publik m erupakan salah satu peran m ulia yang sudah
sejatinya

diperankan

kesejahteraan

oleh

m asyarakatnya.

pem erintah
Nam un,

untuk
peran


m eningkatkan

tersebut,

dalam

prakteknya, belum tentu secara otom atis dapat terjalankan sesuai dengan
harapan m asyarakat. Kurangnya akuntabilitas dan kualitas pelayanan publik
seringkali dianggap sebagai penyakit yang serius dalam birokrasi pelayanan.
Masalah-m asalah pelayanan tersebut juga m asih dialam i oleh Indonesia.
Keterbatasan pem erintah dalam m em enuhi sem ua kebutuhan m asyarakat
m engingat kom pleksitas yang ditem ukan di lapangan m enjadi salah satu kendala
dalam pem enuhan pelayanan publik.
Sejauh ini pelayanan publik selalu m endapat kritik dan sorotan yang cukup tajam
dari m asyarakat. Pelayanan yang m ahal, m em akan waktu lam a, bertele-tele,
tidak profesional m erupakan hal-hal yang seringkali dikeluhkan oleh m asyarakat
apabila berurusan dengan instansi publik. Rendahnya kualitas pelayanan publik
yang dilakukan oleh sebagian aparatur pem erintahan dalam m enjalankan tugas
dan fungsinya seringkali m em unculkan ketidakpuasan publik. Birokrasi yang
panjang


dan

berbelit-belit,

ditam bah

dengan

adanya

tum pang

tindih

kewenangan m enyebabkan proses pelayanan publik m enjadi panjang sehingga
m em buka peluang m unculnya kasus-kasus korupsi, kolusi dan nepotism e, serta
diskrim inasi pelayanan.
Mekipun dasar hukum untuk m eningkatkan pendidikan berkualitas sangat kuat,
nam un setelah enam dekade m erdeka persoalan pendidikan m asih juga m enjadi

m om ok besar bagi setiap pem erintahan. Rencana Pem bangunan J angka
Menengah (RPJ M) m enjelaskan sejum lah persoalan yang m asih dihadapi oleh
bangsa Indonesia saat ini.
Dalam hal partisipasi m asyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan
di Indonesia, ada

beberapa perm asalahan yang dihadapi antara lain pola

penyeragam an secara nasional sistem partisipasi m asyarakat dianggap tidak
PKAI Kajian Model Partisipasi Masyarakat Dalam Peningkatan Pelayanan Dasar di Beberapa Negara Asia Pasifik

v

akan efektif, perlu partisipasi berbagai model,

partisipasi m asyarakat hanya

pada saat perencanaan dan budgeting nam un belum pada bentuk m onitoring dan
evaluasi, sosialisasi kebijakan belum dilaksanakan, sehingga m asyarakat kurang
berpartisipasi baik dalam bentuk dana m aupun tenaga, partisipasi m asyarakat

akan tim bul apabila ada kepercayaan m asyarakat terhadap kualitas pelayanan.
Agar kondisi kondusif perlu ada regulasi dan akuntabilitas dalam pelayanan dan
perlu dibuat standar pelayanan m inim al, sistem belum m apan, otonom i daerah
belum dipaham i baik oleh legislatif m aupun eksekutif.
Dalam implem entasinya partisipasi yang berkem bang di beberapa daerah di
Indonesia cenderung bersifat terbatas, elitis, serta keterbatasan kapasitas serta
terjadi asim etris inform asi. Hal ini terjadi karena kurangnya inform asi tentang
kebijakan kepada m asyarakat akibat dari kurang berjalannya sosialisasi
kebijakan.
Peta Statistik pendidikan yang dipublikasikan oleh Worldbank m enunjukkan
beberapa indikator pendidikan di Indonesia, India, Thailand dan Philippina dari
tahun 1985 sam pai 20 0 5. Dalam profil tersebut indikator pendidikan di beberapa
negara tersebut dibagi ke dalam 8 cluster indikator yaitu: konteks sosio-ekonom i
(socio-econom ic context), struktur dan cakupan sistem (structure and coverage
of the sy stem ), perputaran pelajar (student flow ) pada tingkat sekolah dasar dan
m enengah,

.pengeluaran

pem erintah


pada

sektor

pendidikan

(public

expenditure on education), rasio m urid terhadap guru (ratio of pupils to
teachers), indeks persam aan jender (gender parity index), dan tingkat
partisipasi swasta (private sektor enrollm ent share). Nam un dem ikian, pada
tahun 20 0 5 peringkat Indonesia turun m enjadi peringkat kedua dengan nilai
117.3 persen, sem entara itu, India yang tadinya peringkat terakhir (keem pat) naik
m enjadi peringkat pertam a dengan nilai 119.2 persen. Dengan dem ikian, dapat
dikatakan bahwa dari tahun 1985 sam pai tahun 20 0 5, India cukup berhasil
dalam m eningkatkan tingkat partisipasi m asyarat pada pendidikan dasar.
Dengan dem ikian, dalam partisipasi kotor tingkat pendidikan m enengah,
Philippina dan Thailand lebih berhasil dibandingkan negara lainnya term asuk
Indonesia.

PKAI Kajian Model Partisipasi Masyarakat Dalam Peningkatan Pelayanan Dasar di Beberapa Negara Asia Pasifik

vi

Keberagaman m asyarakat India tersebut relatif kom pleks yang diindikasikan
dengan m ulti-agam a, m ulti-budaya, m ulti-bahasa, dan dem okrasi m ulti-partai.
Di tengah keberagam an m asyarakatnya, Pem erintah Negara ini m emiliki
kom itm en yang besar untuk m ewujudkan “Ed u catio n fo r All” (pendidikan
untuk sem ua). Salah satu wujud kom itm en tersebut adalah kom itm en
pem erintah untuk m eningkatkan pengeluaran pem erintah dengan target 6
persen dari GDP dimana setengahnya m erupakan earm aked untuk pendidikan
dasar dan m enengah. Kom itm en ini ditujukan untuk m eningkatkan akses
terhadap kualitas pendidikan dasar.
Sedangkan di Thailand, m elalui pendidikan untuk sem ua anggota m asyarakat,
Negara tersebut ingin m engejar ketertinggalannya dari negara-negara lainnya
yang sudah relatif m aju term asuk J epang, Singapura, dan Malaysia. Nam un
dem ikian, visi pendidikan Thailand m em iliki keunikan yaitu tidak hanya terfokus
pada peningkatan kualitas pendidikan tetapi juga pem bangunan m oral serta
faham pem balajaran (learning) dalam dim ensi yang luas, tidak hanya dalam
pendidikan form al.

Pem erintah Thailand tidak m enem patkan pendidikan sebagai entitas tersendiri
yang terpisah dari entitas-entitas lainnya. J ustru sistem pendidikan di Thailand
m enem patkan m oral sebagai landasan berpijak (fondasi) dan kecukupan
ekonom i sebagai penguat pijakan (penopang) . Tanpa m oral, pem bangunan akan
terseok-seok karena banyaknya penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan
pribadi. Sedangkan tanpa kecukupan ekonom i, daya beli m asyarakat m enjadi
sangat rendah sehingga tidak dapat m engkonsum si berbagai produk atau
layanan term asuk layanan pendidikan.
Hak dan prinsip dasar partisipasi m asyarakat di Indonesia dituangkan dalam
instrum en hukum yang m engatur perencanaan, pengelolaan tata pem erintahan,
proses penyusunan legislasi, dan pem erintahan daerah. Dalam instrum en hukum
tersebut partisipasi m asih dituangkan sebagai hak, prinsip, dan tujuan tata
pem erintahan. Sedangkan

ketentuan

m engenai proses dan

kelem bagaan


partisipasi warga dituangkan dalam instrum en hukum dan kebijakan pem erintah
yang bersifat sektoral.
PKAI Kajian Model Partisipasi Masyarakat Dalam Peningkatan Pelayanan Dasar di Beberapa Negara Asia Pasifik

vii

Pada sektor pendidikan, kerangka hukum dan kebijakan bukan hanya
m enekankan pentingnya partisipasi warga m elainkan juga desain kelem bagaan
yang m em ungkinkan partisipasi warga dapat berjalan.
Kebijakan pendidikan di Indonesia dituangkan dalam UU No. 20 Tahun 20 0 3
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Menurut UU No. 20 Tahun 20 0 3 , setiap
warga negara m em punyai hak yang sam a untuk m em peroleh pendidikan yang
berm utu, warga negara yang m em iliki kelainan fisik, em osional, m ental,
intelektual, dan/ atau sosial berhak m em peroleh pendidikan khusus, warga
negara di daerah terpencil atau terbelakang serta m asyarakat adat yang terpencil
berhak m em peroleh pendidikan layanan khusus, warga negara yang m em iliki
potensi kecerdasan dan bakat istim ewa berhak m em peroleh pendidikan khusus,
setiap warga negara berhak m endapat kesem patan m eningkatkan pendidikan
sepanjang hayat. Sedangkan kewajiban warga negara adalah, setiap warga negara
yang berusia tujuh sam pai dengan lim a belas tahun wajib m engikuti pendidikan

dasar dan Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan
penyelenggaraan pendidikan.
Selain

m em beri

ruang kepada

m asyarakat

untuk

berpartisipasi

dalam

pendidikan, UU No.20 / 20 0 3 juga m enyebutkan kelem bagaan serta ruang
lingkup lem baga yang dapat digunakan oleh m asyarakat untuk berpartisipasi
dalam pendidikan. Menurut UU ini, ”..Masyarakat berperan dalam peningkatan
m utu pelayanan pendidikan yang m eliputi perencanaan, pengawasan, dan

evaluasi

program

pendidikan

m elalui

dewan

pendidikan

dan

kom ite

sekolah/ m adrasah..”.
Kebijakan lebih lanjut m engenai Dewan Pendidikan dan Kom ite Sekolah
dituangkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasionaal No. 0 44/ U/ 20 0 2
tanggal 2 April 20 0 2 tentang Acuan Pem bentukan Kom ite Sekolah. Menurut

keputusan m enteri ini, Dewan Pendidikan dan Kom ite Sekolah m erupakan
badan yang bersifat m andiri, tidak m em punyai hubungan hirarkis

dengan

satuan pendidikan m aupun lem baga pem erintah lainnya.

PKAI Kajian Model Partisipasi Masyarakat Dalam Peningkatan Pelayanan Dasar di Beberapa Negara Asia Pasifik

viii

Sedangkan acuan operasional partisipasi m asyarakat di Thailand adalah regulasiregulasi yang dikeluarkan Perdana Menteri tentang Listening to the Public
(m endengarkan suara m asyarakat), B.E. 2539 (1996). Dengan diberlakukannya
kebijakan tersebut, m aka istilah “public hearing” m enjadi sangat populer dalam
isu kebijakan publik di Thailand. Partisipasi m asyarakat tidak hanya terjadi pada
level m akro seperti public hearing untuk perum usan agenda kebijakan, tetapi
juga pada level m ikro sektoral. Pada level m ikro ini juga m em iliki peran yang
sangat penting karena m enyangkut pelayanan langsung (direct services) yang
dapat dinikm ati oleh m asyarakat. Salah satu sektor penting ini adalah sektor
pendidikan terutam a pendidikan dasar dan m enengah.
Partisipasi m asyarakat di Thailand secara langsung diakom odasi dalam School
Board Com m unity. Institusi ini berada pada level sekolah sebagai m itra sekolah
dalam pengelolaan sekolah. Keanggotaan board ini adalah terdiri dari perwakilan
orang tua m urid, guru, dan para biksu.
Landasan hukum kebijakan partisipasi m asyarakat di Filipina diatur Konstitusi
1986. Dalam
terefleksikan

konstitusi tersebut terkandung nilai-nilai dem okrasi yang
tidak

hanya

dalam

partisipasi

perwakilan

(representative

dem ocracy ) tetapi juga partisipasi langsung (direct dem ocracy ).
Pelajaran (lesson learned) dari beberapa negara bagi pengem bangan partisipasi
di Indonesia, antara lain berkem bangnya wacana CSR di Indonesia perlu
dijadikan m om entum advokasi CSR untuk sekolah, pengem bangan sistem selfsufficiency perlu diadvokasikan dan diinstitusionalkan, prinsip right based
policy perlu diadvokasikan dan diinstitusionalkan, di setiap daerah perlu
dikem bangkan beberapa sekolah internasional dengan m enggunakan bahasa
Inggris, perlu dikem bangkan report card sy stem pendidikan pada level
kabupaten, kecam atan dan desa, perlu m enjadikan beberapa lem baga agam a
(m isal: DKM dan pesantren).
Untuk m engem bangan partisipasi m asyarakat diperlukan beberapa prasyarat
antara lain : pertam a, In is iatif Pe m e rin tah D ae rah . Salah satu hakekat
diberlakukannya desentralisasi adalah agar proses penyelenggaraan negara dapat
PKAI Kajian Model Partisipasi Masyarakat Dalam Peningkatan Pelayanan Dasar di Beberapa Negara Asia Pasifik

ix

lebih efektif dan responsive serta terciptanya good governance. Untuk m engawal
tercapainya tujuan tersebut m aka diperlukan partisipasi m asyarakat. Sem entara
itu, partisipasi m asyarakat akan sulit terbangun apabila tidak ada inisiatif
Pem erintah Daerah untuk m em buka ruang partisipasi tersebut. Sebagai contoh,
berkem bangluasnya partisipasi m asyarakat di daerah Karnataka, India, antara
lain disebabkan oleh adanya inisiatif Pem erintah Daerah tersebut untuk
m engem bangkan partisipasi m asyarakat. Kedua. Go o d So cie tal Go ve rn an ce .
Seringkali peran serta m asyarakat ”diwakili” oleh lem baga swadaya m asyarakat
dan lem baga-lem baga sosial lainnya. Nam un, para aktor tersebut dalam
m enjalankan perannya belum tentu betul-betul m erepresentasikan kepentingan
m asyarakat

yang sesungguhnya.

Dalam

prakteknya,

peluang partisipasi

m asyarakat dapat dim anfaatkan oleh oknum ”aktivis m asyarakat” untuk
m endapatkan keuntungan finansial dari pem erintah m aupun para donor. Untuk
itu, harus ada advokasi good societal governance yang dapat dijadikan prinsip
bersam a dalam penyelenggaraan negara. Ketiga, Me m ban gu n ke p e d u lian
d an p e latih an m as yarakat. Sesuai dengan prinsip Good Governance,
stakeholder penyelenggara negara bukan

hanya pem erintah tetapi juga

m asyarakat dan dunia usaha. Khusus partisipasi m asyarakat diperlukan
kepedulian (aw areness) dan kekm am puan m asyarakat dalam m em aham i proses
partisipasi serta substansi bidang yang dipartisipasikan. Oleh karena itu,
diperlukan pem bangunan kepedulian warga dan pelatihan warga.

PKAI Kajian Model Partisipasi Masyarakat Dalam Peningkatan Pelayanan Dasar di Beberapa Negara Asia Pasifik

x