INVASI DUNIA BARAT KE DUNIA ISLAM (1)

INVASI DUNIA BARAT KE DUNIA ISLAM

A. Latar Belakang Masalah
Abad pertengahan dalam sejarah Islam, ialah periode kisaran
waktu antara tahun 1250 – 1800 M.1[1] Jatuhnya kota Bagdad pada
tahun 1258 M. Ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri sistem
kekhalifahan Abbasiyah disana, tetapi juga merupakan masa awal dari
kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Bagdad sebagai
pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan
khasanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap di bumihanguskan
oleh pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan.2[2]

Sebagai akibat dari serangan bangsa Mongol tersebut, situasi
sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan mengalami masa-masa sulit
yang akhirnya merosot. Wilayah kekuasaan Islam terpecah menjadi
beberapa negara independen, yang masing-masing memperkuat dan
berjuang sendiri-sendiri untuk kemajuan negerinya. Bahkan tak jarang
terjadi peperangan antara negara-negara Islam yang telah berdiri di
masing-masing wilayah itu. Beberapa peninggalan budaya dan
peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol
itu. Derita yang dihadapi dunia Islam tidak berhenti sampai situ.

Situasi yang terjadi di dunia Islam seperti ini berdampak negatif
yang sangat luar biasa terhadap perkembangan dan pertumbuhan ilmu
pengetahuan serta peradaban Islam. Umat Islam tidak mampu lagi
bangkit untuk menumbuhkembangkan ilmu pengetahuan dan
peradaban yang dulunya pernah dikembangkan oleh umat Islam
sebelum mereka. Mereka hanya memikirkan bagaimana
mempertahankan wilayah kekuasaannya. Mereka tidak lagi
memikirkan kemajuan peradaban dalam bidang ilmu pengetahuan dan
1[1]. H.A. Wahid Sy. Sejarah Kebudayaan Islam Untuk Madrasah Aliyah, (Edisi I ; Bandung : CV.Armico, 2009), h. 69
2

teknologi. Hingga akhirnya orang-orang Barat mencoba menggunakan
kesempatan itu untuk menjajah dunia Islam dengan berbagai cara.
Semua kelemahan dunia Islam dimanfaatkan oleh mereka untuk
mengeksploitasi dunia Islam itu sendiri.3[3]

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas kami rumuskan item masalah
yang akan dibahas pada penulisan makalah ini, yaitu :
1. Bagaimana kondisi dunia Islam sebelum kedatangan para penjajah

bangsa barat?
2. Apa motivasi dan tujuan bangsa barat menginvasi dunia Islam?
3. Bagaimana dampak invasi bangsa barat atas dunia Islam ?
C. Gambaran Dunia Islam
Setelah mengalami perjalanan sejarah yang cukup panjang, Islam
mengalami kemajuan. Dinamika sejarah mengalami pasang surut.
Semua itu merupakan bukti dari perkembangan sejarah Islam dari
masa ke masa.
Semangat Islam dari kaumnya sangat besar pengaruhnya
terhadap pertumbuhan dan perkembangan peradaban Islam.
Semangat itu telah ditanamkan oleh Rasulullah SAW. Sejak awal
perkembangan ajaran Islam hingga mencapai puncak kejayaannya.
Ketinggian peradaban Islam juga didorong oleh adanya gerakan
memperluas wilayah kekuasaan Islam. Di zaman Rasulullah ketika
daerah Islam baru meliputi wilayah Arab, Peradaban Islam baru
mempunyai corak bangsa Arab. Akan tetapi setelah zaman
khulafaurrasyidin, Dinasti Umayyah, dan Dinasti Abbasiyah, bangsabangsa yang bernaung dibawah panji Islam menjadi aneka suku
bangsa dengan aneka corak peradabannya.
Oleh karena itu, corak peradaban meliputi berbagai jenis, sesuai
dengan corak peradaban bangsa yang dikuasai. Namun semuanya

dapat dipadukan dalam satu payung peradaban besar, yaitu
peradaban Islam.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pertumbuhan dan
perkembangan peradaban Islam terjadi melalui berbagai proses
akulturasi antara berbagai peradaban yang ada dibawah kekuasaan
Islam dengan memasukkan ajaran Islam tanpa merubah sisi penting
yang dimiliki oleh peradaban tersebut.
Namun, setelah kota Bagdad jatuh ke tangan bangsa Mongol
peradaban Islam yang dulunya mencapai puncak kejayaannya, bukan
hanya mengakhiri sistem kekhalifahan Abbasiyah dan dinasti-dinasti
yang muncul kemudian. Tetapi juga merupakan awal keruntuhan dan
kemunduran politik dan peradaban Islam yang sangat kaya akan
khazanah ilmu pengetahuan pasca penyerangan bangsa mongol.
Serangan bangsa Mongol akhirnya mampu melumpuhkan situasi
politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan Islam. Wilayah kekuasaan
Islam terpecah menjadi beberapa bagian, diantara bagian-bagian itu
3

hanya memperkuat dan berjuang sendiri-sendiri untuk kemajuan
wilayahnya saja. Bahkan tak jarang mereka berperang antara satu

dengan lainnya.
Serangan bangsa Mongol itu tidak hanya sampai di situ. Situasi
politik di kerajaan Islam Turki Usmani tidak menentu setelah
meninggalnya Sultan Sulaiman al-Qanuni tahun 1566 M. Kerajaan
Usmani tidak lagi memiliki sultan-sultan yang kuat. Kerajaan ini mulai
mengalami masa kemunduran pada abad ke 18 M. Di dalam negeri
timbul pemberontakan-pemberontakan, seperti pemberontakan di
Syiria dibawah pimpinan Kurdi Jumbulat, di Libanon dibawah pimpinan
Druze Amir Fakhruddin4[4].
Kemajuan-kemajuan Eropa dalam teknologi militer dan industri
perang membuat kerajaan Usmani menjadi kecil di hadapan Eropa.
Akan tetapi nama besar Turki Usmani masih membuat Eropa segan
untuk menyerang atau menguasai wilayah-wilayah yang berada di
bawah kekuasaan kerajaan Islam. Namun kekalahan besar Turki
Usmani dalam peperangan di Wina pada tahun 1683 M, membuka
mata Barat bahwa Turki Usmani telah benar-benar mengalami
kemunduran jauh sekali5[5].
Sejak kekalahan dalam peperangan Wina itu, kerajaan Turki
Usmani menyadari akan kemundurannya dan kemajuan Barat. Usahausaha pembaharuan mulai dilaksanakan dengan mengirim duta-duta
ke negara Eropa, terutama Perancis, untuk mempelajari kemajuan

mereka dari dekat. Pada tahun 1720 M, Celebi Muhamad diutus ke
Paris dan diinstruksikan untuk mengunjungi pabrik-parbik, bentengbenteng pertahanan dan institusi-institusi lainnya. Ia kemudian
memberi laporan tentang kemajuan teknik, organisasi angkatan
perang modern, dan kemajuan lembaga-lembaga sosial lainnya.
Laporan-laporan tersebut mendorong Sultan Ahmad III (1703 – 1730 M)
untuk memulai pembaharuan. Untuk tujuan itu, didatangkanlah ahliahli militer Eropa, salah satunya adalah De Rochefort, Pada tahun
1717, ia datang ke Istambul dalam rangka membentuk korps artileri
dan melatih tentara Usmani dalam ilmu-ilmu kemiliteran modern. 6[6]
Usaha pembaruan yang dilakukan tidak terbatas pada bidang
milliter. Dalam bidang-bidang lain pembaharuan juga dilaksanakan,
seperti pembukaan percetakan di Istanbul pada tahun 1737 M, untuk
kepentingan kemajuan ilmu pengetahuan. Demikian juga gerakan
penerjemahan buku-buku Eropa ke dalam bahasa Turki, sebagaimana
telah dilakukan oleh para penguasa Abbasiyah ketika menerjemahkan
buku-buku Yunani ke dalam bahasa Arab.
Meskipun demikian, usaha-usaha pembaharuan itu bukan saja
gagal menahan kemunduran Turki Usmani, tetapi juga tidak membawa
hasil yang diharapkan. Penyebab kegagalan tersebut karena
kelemahan raja-raja Turki Usmani karena wewenangnya sudah
menurun. Di samping itu, keuangan negara yang terus mengalami

kebangkrutan, tidak mampu menunjang usaha pembaharuan. Faktor
terpenting yang menyebabkan kegagalan usaha pembaharuan adalah
4
5
6

karena ulama dan tentara Yenissari yang sejak abad ke-17 M
menguasai suasana politik kerajaan Turki Usmani menolak
pembaharuan.
Usaha pembaruan Turki Usmani baru mengalami kemajuan
setelah Sultan Mahmud II membubarkan tentara Yenissari pada tahun
1826 M. Struktur kerajaan dirombak, lembaga-lembaga pendidikan
moderen didirikan, buku-buku Barat diterjemahkan, siswa berbakat
dikirim belajar ke Eropa, dan sekolah-sekolah kemiliteran didirikan.
Akan tetapi, meski banyak mendatangkan kemajuan, hasil yang
diperoleh dari gerakan pembaharuan tetap tidak berhasil
menghentikan gerakan Barat terhadap dunia Islam. Selama abad ke18, Barat menyerang wilayah kekuasaan Turki Usmani di Eropa Timur.
Akhir dari serangan itu adalah ditandatanganinya Perjanjian San
Stefano (Maret 1878 M) dan perjanjian Berlin (Juli 1878 M), antara
kerajaan Turki Usmani dengan Rusia.

Ketika perang dunia I meletus, Turki Usmani bergabung dengan
Jerman yang kemudian mengalami kekalahan. Akibat dari peristiwa itu
kekuasaan kerajaan Turki semakin ambruk. Partai Persatuan dan
Kemajuan memberontak kepada Sultan dan dapat menghapuskan
kekhalifahan Usmani, kemudian membentuk Turki modern.
Di pihak lain, satu demi satu daerah-daerah kekuasaan Turki
Usmani di Asia dan Afrika melepaskan diri dari Konstantinopel. Hal ini
disebabkan timbulnya nasionalisme pada bangsa-bangsa yang ada di
bawah kekuasaan Turki. Bangsa Armenia dan Yunani yang beragama
Kristen berpaling ke Barat, memohon bantuan Barat untuk
kemerdekaan tanah airnya, bangsa Kurdi di pegunugan dan Arab di
padang pasir dan lembah-lembah juga bangkit untuk melepaskan diri
dari cengkeraman penguasa Turki Usmani.
D. Motivasi dan Tujuan Barat Menjajah Dunia Islam
Kemajuan yang telah dicapai bangsa Barat dewasa ini
sebenarnya mempunyai kaitan yang erat dengan perkembangan
peradaban Islam baik ketika Islam mencapai kemajuan di Eropa
ataupun kemajuan yang dicapai dunia Islam di Bagdad. Bangsa barat
banyak berhutang budi kepada para ilmuan muslim yang telah berhasil
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kelemahan dan kemunduran dunia Islam dimanfaatkan oleh
bangsa-bangsa Barat untuk bangkit dan bergerak menuju ke arah
negara-negara Islam untuk menguasai dan menjajahnya. Motivasi
mereka menjajah dunia Islam adalah faktor ekonomi, politik dan
agama. Hal ini terlihat dari cara mereka melakukan interaksi dengan
dunia Islam pada awal-awal kedatangannya. Mereka datang dengan
dalih untuk berdagang dan mencari rempah-rempah di timur. Akhirnya
mereka terangsang oleh keuntungan besar dan ambisi yang kuat,
sehingga muncullah keinginan untuk menguasai semua sistem
ekonomi dan politik negara-negara Islam yang dikuasainya.
Pada saat yang sama, dunia Islam terus dilanda pergolakan dan
kemorosatan di berbagai bidang, sehingga negara-negara Islam tidak
mampu bersaing dengan bangsa Barat yang didukung oleh kekuatan
militer yang tangguh. Saat itulah dunia Islam berada dalam kekuasaan
kaum penjajah Barat.

Setelah bangsa-bangsa Barat menguasai sistem ekonomi dan
politik negara-negara Islam, terdapat negara Barat yang menjajah
dunia Islam yang melakukan penyebaran agama Kristen melalui
missionarisnya. Penjajahan bangsa Barat dipelopori oleh Spanyol, dan

Portugis mempunyai tujuan yang hampir sama, disamping mencari
daerah bahan mentah dan bahan baku serta daerah penanaman modal
asingnya, mereka juga berusaha menyebarkan agamanya diwilayah
jajahannya, walaupun tidak segencar yang dilakukan oleh Spanyol dan
Portugis.
Mereka punya semboyang, Gold adalah semangat mencari
keuntungan sebesar-besarnya. Glory adalah semangat untuk mencapai
kejayaan dan kekuasaan. Gospel adalah semangat menyebarkan
keyakinannya di masyarakat terjajah. Semboyang ini juga dikenal
dengan istilah reconquesta yang berarti semangat balas dendam.
Dengan demikian, motivasi bangsa barat dalam menjajah
negara-negara Islam selain motivasi ekonomi dan politik juga memiliki
motivasi agama. Masyarakat Islam yang berada dibawah kekuasaan
bangsa-bangsa Barat ditekan dengan sangat luar biasa sehingga tidak
sedikit umat Islam yang melarikan diri bahkan bertahan dengan
melakukan perlawanan terhadap kekuatan penjajah Barat tersebut.
Gerak dan langkah dunia Islam selalu diawasi sedemikian rupa,
sehingga umat Islam tidak dapat mengembangkan peradabannya.
Dunia Islam akan diubah budayanya agar berprilaku dan berperadaban
seperti mereka.7[7]

E. Dampak Invasi Barat Terhadap Dunia Islam
Sebagai akibat perang yang berkepanjangan, susunan
masyarakat Islam menjadi terganggu yang pada akhirnya melemah.
Sebab segala daya dan kekuatan yang dimiliki terkuras untuk
mempertahankan kekuasaan umat Islam. Semua itu membutuhkan
kekuatan ekonomi. Jika ekonomi terus dipergunakan untuk kepentingan
peperangan, maka stabilitas perekonomian terganggu. Jika
perekonomian terganggu, maka kehidupan masyarakat tidak akan
menentu. Artinya bahwa stabilitas politik sangat menentukan bagi
stabilitas dalam bidang-bidang lainnya, seperti sosial, ekonomi dan
juga peradaban umat.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, benturan-benturan antara
Islam dan kekuatan Eropa telah menyadarkan umat Islam bahwa,
mereka memang jauh tertinggal dari Eropa. Hal ini dirasakan dan
disadari pertama kali oleh Turki, karena kerajaan inilah yang pertama
dan utama dalam usaha menghadapi kekuatan Eropa. Kesadaran itu
memaksa penguasa dan pejuang-pejuang Turki untuk banya belajar
dari Eropa8[8].
Gerakan pembaharuan itu, dengan segera juga memasuki dunia
politik, karena Islam memang tidak bisa dipisahkan dengan politik.

Gagasan politik yang pertama kali muncul adalah gagasan PanIslamisme (Persatuan umat Islam Sedunia) yang pada awalnya
didengungkan oleh gerakan Wahhabiyah dan Sanusiyah. Namun,
7
8

gagasan ini baru disuarakan dengan lantang oleh tokoh pemikir Islam
terkenal, Jamaludin al-Afghani. Al-Afghani-lah orang pertama yang
menyadari sepenuhnya akan dominasi Barat dan bahayanya. Oleh
karena itu, dia mengabdikan dirinya untuk memperingatkan dunia
Islam akan hal tersebut dan melakukan usaha-usaha untuk
pertahanan. Umat Islam, menurutnya, harus meninggalkan
perselisihan-perselisihan dan berjuang di bawah panji bersama. Ia juga
berusaha membangkitkan semangat lokal dan nasional negeri-negeri
Islam. Karena itu, al-Afghani dikenal sebagai Bapak Nasionalisme
dalam Islam9[9].
Semangat Pan-Islamisme yang bergelora itu mendorong Sultan
Hamid II, untuk mengundang al-Afghani ke Istanbul. Gagasan ini
dengan cepat mendapat sambutan hangat dari negeri-negeri Islam.
Akan tetapi, semangat demokrasi al-Afghani tersebut menjadi duri bagi
kekuasaan sultan, sehingga al-Afghani tidak diizinkan berbuat banyak
di Istanbul. Setelah itu, gagasan Pan-Islamisme dengan cepat redup,
terutama setelah Turki Usmani bersama sekutunya Jerman, kalah
dalam Perang Dunia I dan kekhalifahan dihapuskan oleh Mustafa
Kemal, tokoh yang justru mendukung nasionalisme, rasa kesetiaan
kepada negara kebangsaan.
Gagasan nasionalisme yang berasal dari Barat tersebut masuk ke
negeri-negeri Islam melalui persentuhan umat Islam dengan Barat
yang menjajah mereka dan dipercepat oleh banyaknya pelajar Islam
yang menuntut ilmu ke Eropa atau lembaga-lembaga pendidikan barat
yang didirikan di negeri mereka. Gagasan kebangsaan ini pada
mulanya banyak mendapat tantangan dari pemuka-pemuka Islam,
karena dipandang tidak sejalan dengan semangat uóuwaú alIslamiyaú. Akan tetapi, gagasan ini berkembang dengan cepat setalah
gagasan Pan-Islamisme redup.
Di Mesir, benih-benih nasionalisme tumbuh sejak masa al-Tahtawi
dan Jamludin al-Afghani. Tokoh pergerakan terkenal yang
memperjuangkan gagasan ini adalah Ahmad Urabi Pasha. Gagasan
tersebut menyebar dan mendapat sambutan hangat, sehingga
nasionalisme tersebut terbentuk atas dasar kesamaan bahasa. Hal itu
terjadi di Mesir, Syiria, libanon, Palestina, Irak, Bahrain, dan Kuwait.
Semangat persatuan Arab tersebut diperkuat pula oleh usaha barat
untuk mendirikan negara Yahudi di tengah-tengah bangsa Arab.
Di India, sebagaimana di Turki dan Mesir, gagasan Pan-Islamisme
yang dikenal dengan gerakan óilafaú juga mendapat pengikut. Syed
Amir Ali adalah salah seorang pelopornya. Namun, gerakan ini pudar
setelah usaha menghidupkan kembali khilafah yang dihapuskan
Mustafa Kemal tidak memungkinkan lagi. Yang populer adalah gerakan
nasionalisme, yang diwakili oleh Partai Kongres Nasional India. Akan
tetapi, gagasan nasionalisme itu segera pula ditinggalkan sebagian
besar tokoh-tokoh Islam, karena kaum muslim yang minoritas tertekan
oleh kelompok Hindu yang mayoritas.
Persatuan antar kedua komunitas besar Hindu dan Islam sulit
diwujudkan. Oleh karena itu, umat Islam di anak benua India tidak lagi
semangat menganut nasionalisme, tetapi Islamisme, yang dalam
masyarakat India dikenal dengan nama komunalisme. Gagasan
9

Komunalisme Islam disuarakan oleh Liga Muslimin yang merupakan
saingan bagi Partai Kongres Nasional. Benih-benih gagasan Islamisme
tersebut sebenarnya sudah ada sebelum Liga Muslimin berdiri, yang
disuarakan oleh Sayyid Ahmad Khan, kemudian mengkristal pada
masa Iqbal dan Muhammad Ali Jinnah.
Munculnya gagasan nasionalisme yang diikuti dengan berdirinya
partai-partai politik merupakan modal utama umat Islam dalam
perjuangannya untuk mewujudkan negara merdeka. Dalam
kenyataannya, partai-partai itulah yang berjuang melepaskan diri dari
kekuasaan penjajah. Perjuangan tersebut terwujud dalam beberapa
bentuk kegiatan antara lain:
a. Gerakan politik, baik dalam bentuk diplomasi maupun perjuangan
bersenjata.
b. Pendidikan dan propaganda dalam rangka mempersiapkan
masyarakat menyambut dan mengisi kemerdekaan 10[10].
Negara berpenduduk mayoritas Muslim yang pertama kali
memproklamasikan kemerdekaannya adalah Indonesia, yaitu tanggal
17 Agustus 1945. Indonesia merdeka dari pendudukan Jepang setelah
Jepang dikalahkan oleh Sekutu. Disusul oleh Pakistan tanggal 15
Agustus 1947, ketika Inggris menyerahkan kedaulatannya di India
kepada dua Dewan Konstitusi, satu untuk India dan satunya untuk
Pakistan.
Tahun 1922, Timur Tengah (Mesir) memperoleh kemerdekaan dari
Inggris, namun pada tanggal 23 Juli 1952, Mesir menganggap dirinya
benar-benar merdeka. Pada tahun 1951 di Afrika, tepatnya Lybia
merdeka, Sudan dan Maroko tahun 1956, Aljazair tahun 1962.
Semuanya membebaskan diri dari Prancis. Dalam waktu yang hampir
bersamaan, Yaman Utara, Yaman selatan dan Emirat Arab memperoleh
kemerdekaannya pula. Di Asia tenggara, Malaysia, yang saat itu
termasuk Singapura mendapat kemerdekaan dari Inggris tahun 1957,
dan Brunai Darussalam tahun 1984 M11[11].
Demikianlah, satu persatu negeri-negeri Islam memerdekakan
diri dari penjajahan. Bahkan, beberapa diantaranya baru mendapat
kemerdekaan pada tahun-tahun terakhir, seperti negera Islam yang
dulunya bersatu dalam Uni Soviet, yaitu Uzbekistan, Turkmenia,
Kirghistan, Kazakhtan, Tasjikistan dan Azerbaijan pada tahun 1992 dan
Bosnia memerdekakan diri dari Yugoslavia pada tahun 1992 12[12].
Kesimpulan
Serangan bangsa Mongol ke Bagdad merupakan awal penetrasi
Barat terhadap dunia Islam yang selanjutnya membawa kaum
muslimin berada dalam jajahan negara-negara Barat. Karena mulai
sinilah kaum muslimin banyak mengalami kerugian, baik kerugian
yang bersifat material seperti banyaknya wilayah Islam yang direbut
Barat, diduduki dan dikuasai, juga kerugian non material yang berupa
10
11
12
[12]. Ibid, Badri Yatim, h. 189

mulai hilangnya peradaban Islam dan mulai masuknya peradabanperadaban Barat.
Selain hal diatas yang melatarbelakangi penjajahan Barat adalah
faktor ekonomi dan politik. Bentuk-bentuk penjajahan barat terhadap
dunia Islam berupa penyerangan, penaklukan, sehingga banyak
wilayah-wilayah Islam yang jatuh ke negara-negara Barat. Juga berupa
penindasan, penghisapan dan perbudakan. Dengan dasar itu lahir
Semboyang bangsa Barat yaitu sebagai berikut :
a. Gold adalah semangat mencari keuntungan sebesar-besarnya.
b. Glory adalah semangat untuk mencapai kejayaan dan kekuasaan.
c. Gospel adalah semangat menyebarkan keyakinannya di masyarakat
terjajah. Semboyang ini juga dikenal dengan istilah reconquesta yang
berarti semangat balas dendam.
Penjajahan Barat ternyata membawa implikasi yang sangat luas
terhadap perkembangan peradaban Islam baik peradaban material
yang berupa tehnologi baru, maupun peradaban mental. Penjajahan
Barat juga memicu gerakan pembaharuan dalam Islam, yang mana
bertujuan untuk memurnikan agama Islam dari pengaruh asing dan
menimba gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan
Barat.

[2]. Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam untuk Madrasah Aliyah Kelas 3, (t.e. ; Semarang : PT. Karya Toha Putra, 1994), h. 155
[3]. Ibid, Murodi, h. 157
[4]. Ibid, Murodi, h. 95
[5]. Ibid, Murodi, h. 96. Lihat juga Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam : Imperium Turki Usmani, (Jakarta : Kalam Mulia, 1988)
[6]. Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam I, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1979)
[7]. Op.Cit, Murodi, h. 158-159
[8] . Ali Velayati, Pasang Surut Peradaban Islam, Jurnal Al-Huda Vol. III no. 12, 2006 : h. 59 - 96
[9]. Op.Cit, Murodi, h. 189
[10]. William Montgomery Watt, Islam, A Short History diterjemahkan oleh Imran Rosjadi dengan judul Islam, (Cet. I ; Yogyakarta : Jendela,
2002), h. 163 - 186
[11]. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1998), h. 187 - 189

Penulis : Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz
Penerbitan Asli : Haneef Oliver
Penerjemah : Abu Mujahid, Diena Ulfaty
Murajaah : Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al-Atsary
Cetakan : Cetakan Pertama, Muharram 1431 H / Desember 2009 M
Penerbit : Toobagus Publishing
Ukuran : 14,5 x 20,5 cm
Jumlah Halaman : 199
Cover : Doff plastik
Kertas Isi : HVS
Berat : 235 gram
Jumlah Grosir : 1
Diskon Grosir : 20%
Harga : Rp35.000