Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan dan Pengedaran Uang Palsu (Study Putusan Nomor 1515 Pid.B 2013 PN MDN)

BAB II
KETENTUAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN
DAN PENGEDARAN UANG PALSU DALAM HUKUM POSITIF
INDONESIA

A. Sejarah Hukum Tentang Tindak Pidana Membuat Dan Mengedarkan
Benda Semacam Mata Uang Atau Uang Kertas Sebagai Alat Pembayaran
Yang Diatur Di dalam UU No.1 Tahun 1946 Jo UU No. 73 Tahun 1958

Pada awal kemerdekaan dibuat suatu Undang-Undang yang mengatur
tindak pidana megenai membuat dan mengedarkan benda semacam mata uang
atau uang kertas yang dimuat di dalam UU No.1 Tahun 1946 jo UU No.73 Tahun
1958. Terdapat 4 (empat) rumusan tindak pidana yang dimaksud, dan dimuat di
dalam Pasal IX sampai dengan Pasal XII. Sedangkan Pasal XIII tidak
merumuskan tindak pidana, tetapi mengatur tentang tindak pidana tambahan
perampasan barang yang sifatnya imperatif. 4 (empat) rumusan tindak pidana
yang dimuat di dalam Pasal IX sampai dengan Pasal XIII dibutuhkan untuk
menindas usaha untuk mengacaukan peredaran uang di negeri Indonesia dengan
menyebarkan mata uang atau uang kertas yang oleh pihak Pemerintah kita tidak
diakui sebagai alat pembayaran yang sah.


1. Pasal IX merumuskan :
Barangsiapa membikin benda semacam mata uang atau uang kertas dengan
maksud untuk menjalankannya atau menyuruh menjalankannya sebagai alat
pembayaran yang sah, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 15
tahun.

2. Pasal X, merumuskan :
Barangsiapa dengan sengaja menjalankan sebagai alat pembayaran yang sah
mata uang atau uang kertas, sedangkan ia sewaktu-waktu menerimanya
mengetahui atau setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa benda-benda itu

41
Universitas Sumatera Utara

oleh pihak pemerintah tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah, atau
dengan maksud untuk menjalankannya sebagai alat pembayaran yang sah,
menyediakannya atau memasukkannya ke dalam Indonesia, dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun.

3. Pasal XI, merumuskan :

Barangsiapa dengan sengaja menjalankan sebagai alat pembayaran yang sah
mata uang atau uang kertas yang dari pihak pemerintah tidak diakui sebagai
alat pembayaran yang sah, dalam hal di luar keadaan sebagai tersebut dalam
pasal baru lalu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun.

4. Pasal XII, merumuskan :
Barangsiapa menerima sebagai alat pembayaran atau penukaran atau sebagai
hadiah atau menyimpan atau mengangkut mata uang atau uang kertas
sedangkan ia mengetahui, bahwa benda-benda itu oleh pemerintah tidak diakui
sebagai alat pembayaran yang sah, dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya 5 tahun. 33
Bahwa tindak pidana mengenai mata uang dan uang kertas dalam UU
No.1 Tahun 1946 jo UU No. 73 Tahun 1958 prinsipnya berbeda dengan tindak
pidana mengenai uang dalam KUHP. Perbedaan itu adalah, bahwa tindak pidana
mengenai uang dalam KUHP menitikberatkan pada larangan meniru, memalsu
mata uang dan uang kertas dan merusak mata uang sementara tindak pidana
mengenai uang dalam UU No.1 Tahun 1946 jo UU No. 73 Tahun 1958 adalah
menitikberatkan pada perbuatan membikin benda sebagai alat pembayaran lainnya
selain alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan dan diakui pemerintah.
Latar belakang dibentuknya tindak pidana tersebut di atas, bahwa pada
ketika itu di bagian wilayah tertentu di Indonesia (bekas Hindia Belanda) beredar

uang lainnya selain yang sah dikeluarkan oleh Pemerintah RI, seperti uang yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Federal Belanda, dan pernah juga di daerah

33

UU No.1 Tahun 1946 jo UU No. 73 Tahun 1958

42
Universitas Sumatera Utara

kepulauan Riau berlaku uang straits dolar atau di Jawa Barat uang rupiah
istimewa, atau di wilayah Sumatera beredar uang Republik Indonesia Sumatera
dan uang Republik Indonesia Tapanuli dan sebagainya.
Dengan maksud untuk melindungi kepentingan hukum terhadap
kepercayaan uang rupiah resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI, maka
dibentuklah tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam Pasal IX sampai Pasal
XII tersebut di atas.
Situasi dan keadaan pada awal kemerdekaan seperti itu kini sudah tidak
ada lagi. Oleh karena itu, tindak pidana mengenai uang yang terdapat dalam UU
No.1 Tahun 1946 jo UU No.73 Tahun 1958 tersebut hanya penting dalam sejarah

segi hukum di Indonesia. Kini dalam hal perlindungan hukum terhadap
kepercayaan uang rupiah sudah diatur melalui tindak pidana mengenai uang yang
terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . 34

B. Ketentuan Hukum Terhadap Kejahatan Pemalsuan Dan Pengedaran
Uang Yang Diatur Di Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011
Tentang Mata Uang
Ketentuan tindak pidana pemalsuan dan pengedaran uang palsu yang
diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dianggap belum mengatur
secara kompeherensif jenis perbuatan dan sanksi yang diancamkan. Dengan dasar
pemikiran tersebut, lahirlah peraturan hukum baru yang membahas mengenai
Rupiah sebagai mata uang di Indonesia. Undang-Undang ini diharapkan dapat
menjadi suatu langkah baru dalam upaya pemberantasan tindak pidana pemalsuan
dan pengedaran uang palsu di Indonesia. Berikut larangan dan sanksi yang
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang terkait
dengan tindak pidana pemalsuan dan pengedaran uang palsu.

34

Adam Chazawi, Ardi Ferdian, Op.cit., hlm 94 – 96.


43
Universitas Sumatera Utara

1. Larangan
Isi dari bab VII dari UU RI Nomor 7 Tahun 2011 merupakan larangan
atas beberapa perbuatan yang berkaitan dengan pemalsuan dan pengedaran uang
palsu yang terdiri dari 5 pasal, mulai dari pasal 24 sampai pasal 27
a. Meniru Rupiah (Pasal 24)
(1) Setiap orang dilarang meniru Rupiah, kecuali untuk tujuan
pendidikan dan/atau promosi dengan memberikan kata specimen.
(2) Setiap Orang dilarang menyebarkan atau mengedarkan Rupiah
Tiruan.
b. Merusak Rupiah (Pasal 25)
(1) Setiap orang dilarang merusak, memotong, menghancurkan, dan/ atau
mengubah Rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan Rupiah sebagai
simbol Negara.
(2) Setiap orang dilarang membeli atau menjual Rupiah yang sudah
dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/atau diubah.
(3) Setiap orang dilarang mengimpor atau mengekspor Rupiah yang

sudah dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/atau diubah.
c. Memalsu Rupiah (Pasal 26)
(1) Setiap orang dilarang memalsu Rupiah.
(2) Setiap orang dilarang menyimpan secara fisik dengan cara apapun
yang diketahuinya merupakan Rupiah palsu.
(3) Setiap orang dilarang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah
yang diketahuinya merupakan Rupiah palsu.
(4) Setiap orang dilarang membawa atau memasukkan Rupiah palsu ke
dalam dan/ atau keluar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
44
Universitas Sumatera Utara

(5) Setiap orang dilarang mengimpor atau mengekspor Rupiah palsu.
d. Memproduksi Atau Memiliki Persediaan Bahan Untuk Membuat Rupiah
Palsu (Pasal 27)
(1) Setiap orang dilarang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor,
mengekspor, menyimpan, dan/atau mendistribusikan bahan baku Rupiah yang
digunakan atau dimaksudkan untuk membuat Rupiah palsu.
(2) Setiap orang dilarang, memproduksi, menjual, membeli, mengimpor,
mengekspor, menyimpan, dan/atau mendistribusikan bahan baku Rupiah yang

digunakan atau dimaksudkan untuk membuat Rupiah palsu.

2. Ketentuan Pidana
Sanksi hukum terhadap kejahatan mata uang, khusus pemalsuan dan
pengedaran uang palsu, pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata
Uang semakin diperberat guna menimbulkan efek jera bagi pelaku sebab dampak
yang ditimbulkan sangat besar, baik bagi Negara dan masyarakat. Hal ini dapat
dilihat dari beberapa aturan pasal yang menerapkan hukuman seumur hidup
sebagai ancaman maksimalnya, sanksi denda bagi pelaku pemalsuan dan
pengedaran uang palsu dalam Undang-Undang tentang Mata Uang ini juga sangat
besar jumlahnya.
Pasal 34
(1) Setiap orang yang meniru rupiah, kecuali untuk tujuan pendidikan
dan promosi dengan member kata specimen sebagaimana dimaksud dalam pasal
24 ayat (1) dipidana dengan kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang menyebarkan atau mengedarkan rupiah tiruan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan

45

Universitas Sumatera Utara

paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).
Pasal 35
(1) Setiap orang yang sengaja merusak, memotong, menghancurkan,
dan/atau mengubah rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan rupiah
sebagai simbol Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp.1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang membeli atau menjual rupiah yang sudah dirusak,
dipotong, dihancurkan, dan/ atau diubah sebagaimana dimaksud dalam pasal 25
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Setiap orang yang mengimpor atau mengekspor rupiah yang sudah
dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/ atau diubah sebagaimana dimaksud dalam
pasal 25 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
Pasal 36
(1) Setiap orang yang memalsu rupiah sebagaimana dimaksud dalam

pasal 26 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang menyimpan secara fisik dengan cara apapun yang
diketahuinya merupakan rupiah palsu sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).
(3) Setiap orang yang mengedarkan dan/atau membelanjakan rupiah yang
diketahuinya merupakan rupiah palsu sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat

46
Universitas Sumatera Utara

(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
(4) Setiap orang yang membawa atau memasukkan rupiah palsu ke dalam
dan/ atau ke luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud pada pasal 26 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.50.000.000.000,00 (lima
puluh miliar rupiah).
(5) Setiap orang yang mengimpor atau mengekspor rupiah palsu

sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara
paling

lama

seumur

hidup

dan

pidana

denda

paling

banyak

Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Pasal 37
(1) Setiap orang yang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor,
mengekspor, menyimpan, dan/atau mendistribusikan mesin, peralatan, alat cetak,
pelat cetak atau alat lain yang digunakan atau dimaksudkan untuk membuat rupiah
palsu sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama seumur hidup dan pidana denda paling banyak
Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor,
mengekspor, menyimpan, dan/atau mendistribusikan bahan baku rupiah yang
digunakan atau dimaksudkan untuk membuat rupiah palsu sebagaimana dimaksud
dalam pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur
hidup, dan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah).
Pasal 38
(1) Dalam hal perbuatan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
pasal 33, pasal 34, pasal 35, serta pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)
dilakukan oleh pegawai Bank indonesia, pelaksana Pencetakan rupiah, badan yang
47
Universitas Sumatera Utara

mengoordinasikan pemberantasan rupiah palsu, dan/atau aparat penegak hukum,
pelaku dipidana dengan pidana penjara dan pidana denda maksimum ditambah 1/3
(satu per tiga).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (1),
ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dilakukan secara terorganisasi, digunakan untuk
kejahatan terorisme, atau digunakan untuk kegiatan yang dapat mengakibatkan
terganggunya perekonomian nasional, pelaku dipidana dengan idana penjara
paling

lama

seumur

hidup

dan

pidana

denda

paling

banyak

Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Pasal 39
(1) Pidana yang dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda
dengan ketentuan ancaman pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud
dalam pasal 33, pasal 34, pasal 35, pasal 36 atau pasal 37 ditambah 1/3 (satu per
tiga).
(2) Dalam hal terpidana korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak mampu membayar pidana denda, dalam putusan pengadilan dicantumkan
perintah penyitaan harta benda korporasi dan/atau harta benda pengurus korporasi.
(3) selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, pasal 34,
pasal 35, pasal 36 atau pasal 37, setiap orang dapat dikenai pidana tambahan
berupa pencabutan izin usaha dan/atau perampasan terhadap barang tertentu milik
terpidana.
Pasal 40
(1) Dalam hal terpidana perseorangan tidak mampu membayar pidana
denda sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, pasal 34, pasal 35, pasal 36, ayat
(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), pidana denda diganti dengan pidana kurungan
dengan ketentuan untuk setiap pidana denda sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus
juta rupiah) diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.

48
Universitas Sumatera Utara

(2) Lama pidana kurungan pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.
Pasal 41
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, dan pasal 34
adalah pelanggaran.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 35, pasal 36, dan
pasal 37 adalah kejahatan.

C. Ketentuan Hukum Terhadap Kejahatan Pemalsuan Dan Pengedaran
Uang Yang Diatur Di Dalam KUHP

1. Meniru Atau Memalsu Uang (Pasal 244)
Tindak pidana meniru atau memalsukan mata uang, uang kertas Negara
atau uang kertas bank dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh
mengedarkannya seolah-olah mata uang, uang kertas Negara atau uang bank
tersebut asli dan tidak dipalsukan itu merupakan tindak pidana pertama yang
dilarang di dalam Bab ke- X dari buku ke-II KUHP, yakni dalam pasal 244
KUHP, yang rumusan aslinya di dalam bahasa belanda berbunyi sebagai berikut :
Hij die muntspecien of munt of bankbiljetten namaakt of vervalst, met het
oogmerk om die muntspecien of munt – of bankblijetten als echt en
onvervalst uit te geven of te doen uitgeven, wordt gestraft met
gevangenisstraf van ten hoogste vijftien jaren. 35

Artinya :
Barangsiapa meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan
oleh Negara atau bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh

35

Engelbrecht, De Wetboeken, hlm. 1336.

49
Universitas Sumatera Utara

mengedarkan mata uang atau uang kertas itu sebagai asli dan tidak dipalsu,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. 36
Apabila rumusan tersebut dirinci, unsur-unsurnya terdiri dari :
Unsur-unsur objektifnya, adalah :
1. Perbuatan:

a. meniru;
b. memalsu;

2. Objeknya :

a. mata uang yang dikeluarkan Negara atau bank;
b. uang kertas yang dikeluarkan Negara atau bank;

Unsur subjektifnya, adalah :
3. Dengan maksud :

a. untuk mengedarkan seolah-olah asli dan tidak dipalsu;
b. untuk menyuruh mengedarkan seolah- olah asli dan
tidak dipalsu.

Unsur-unsur formal yang membentuk rumusan tindak pidana adalah yang
ditulis dengan dicetak miring. Unsur-unsur tersebut akan dijelaskan satu persatu.

1.1 Perbuatan Meniru
Perbuatan meniru (namaken) adalah membuat sesuatu yang menyerupai
atau seperti yang asli dari sesuatu tersebut. Pengertian meniru mata uang atau
uang kertas dalam pasal ini adalah membuat benda mata uang atau uang kertas
yang menyerupai atau seperti atau mirip dengan mata uang atau uang kertas yang
asli. Jadi agar dapat dikatakan adanya perbuatan meniru mata uang atau uang
kertas, maka harus ada mata uang atau uang kertas yang asli.
Apabila ada seseorang yang membuat mata uang atau uang kertas yang
tidak ada aslinya yang ditiru, maka perbuatan itu bukan termasuk perbuatan
meniru. Meskipun terkandung maksud untuk mengedarkannya atau menyuruh
orang mengedarkannya. Orang yang membuat uang semacam itu tidak boleh
dipidana. Misalnya seorang membuat lembaran uang kertas dengan nilai
nominalnya Rp76.000,-. Karena tidak terdapat lembar uang kertas asli yang nilai

36

Terjemahan BPHN (1983)

50
Universitas Sumatera Utara

nominalnya Rp76.000,- maka perbuatan itu bukan perbuatan meniru, dan tidak
dapat dipidana. Meskipun terkandung maksud untuk diedarkan.
Sejauhmana kemiripan antara mata uang atau uang kertas yang tiruan dan
yang asli sehingga dapat dipersalahkan melanggar pasal ini ? dalam hal ini ada
dua kemungkinan.
Kemungkinan pertama. Bisa jadi antara benda mata uang atau uang
kertas tiruan terdapat perbedaan sesuatunya, misalnya kertasnya, bentuk huruf,
warna atau apa pun juga dengan aslinya. Baik hal perbedaan itu cukup dilihat
dengan kasat mata maupun dengan menggunakan sesuatu alat untuk mengetahui
perbedaanya. Uang hasil perbuatan meniru tersebut disebut uang palsu, meskipun
misalnya dibuat oleh orang yang berhak.
Kemungkinan kedua, bisa jadi mata uang atau uang kertas tiruan tersebut
sama sekali tidak ada perbedaan sedikitpun dengan aslinya. Tidak diketahui atau
ditemukan adanya perbedaan itu, baik secara kasat mata maupun dengan alat yang
khusus dibuat untuk membedakan. Misalnya uang tiruan dibuat dengan bahan
yang sama dan dengan alat dan cara yang sama. Benda uang tersebut boleh
dikatakan asli, tetapi dibuat oleh orang yang tidak berhak. Orang itu juga
termasuk melakukan perbuatan meniru dalam pengertian ini, dan dapai dipidana.
Demikian juga dalam hal orang yang menurut ketentuan berhak membuat
uang,

namun

membuat/mencetak

uang

melebihi

dari

ketentuan

yang

diperintahkan, perbuatan seperti itu juga termasuk perbuatan meniru dalam
pengertian ini. Si pembuat juga dapat dipidana.
Benda uang yang dihasilkan oleh orang yang tidak berhak maupun oleh
orang yang berhak namun melebihi dari jumlah yang diperintahkan, juga termasuk
uang palsu, atau dapat disebut dengan uang asli tapi palsu (aspal).
Dipidana ataukah tidak terhadap orang yang berhak membuat/ mencetak
uang tetapi melebihi dari yang diperkenankan, bergantung dari kesengajaannya.
Apabila orang itu mengetahui bahwa uang dicetaknya melebihi dari jumlah yang
diperkenankan, dan terkandung maksud untuk mengedarkannya sama seperti
membuat / mencetak uang yang menjadi haknya, maka ia dapat dipidana. Namun
bila sebaliknya, tidak dipidana.

51
Universitas Sumatera Utara

Dalam hal pemalsuan uang dengan perbuatan meniru, tidak dipedulikan
tentang nilai bahan yang digunakan untuk membuat / mencetak uang itu apakah
lebih rendah atau lebih tinggi dari bahan uang asli. Misalnya emas bahan mata
uang (uang logam) yang digunakan dalam melakukan perbuatan meniru mata
uang itu lebih rendah atau lebih tinggi, perbuatan seperti itu juga termasuk dalam
kejahatan memalsu uang menurut Pasal 244. Pembuatnya tetap dapat dipidana,
asal terkandung unsur maksudnya melakukan perbuatan itu adalah untuk
mengedarkannya atau menyuruh orang mengedarkannya seolah-olah mata uang
asli. 37

1.2 Perbuatan Memalsu
Berbeda dengan perbuatan meniru sebagaimana yang telah diterangkan
sebelumnya. Bahwa dalam hal perbuatan meniru uang, si pembuat melakukan
perbuatan sedemikian rupa dengan meniru uang asli yang sudah ada. Oleh sebab
itu, uang palsu yang dihasilkan oleh perbuatan memalsu tersebut merupakan
benda uang yang baru. Uang hasil dari perbuatan meniru ini disebut dengan uang
palsu.
Sementara itu, dalam hal perbuatan memalsu (vervalschen) tidak
menghasilkan uang baru. Karena perbuatan memalsu ini dilakukan terhadap benda
uang yang sudah ada, dengan cara menghapus, mengubah atau menambah tulisan,
gambar maupun warna, atau mengurangi bahan mata uang sehingga menjadi lain
dari uang semula (aslinya) sebelum perbuatan itu dilakukan. Tidak penting,
apakah dengan demikian mata uang atau uang kertas yang dipalsu tersebut
nilainya menjadi lebih rendah atau sebaliknya.
Demikian juga tidak menjadi syarat hal motif apakah dalam melakukan
perbuatan itu, perbuatan seperti itu sudah termasuk dalam pengertian memalsu
Menurut pasal ini apabila terkandung maksud untuk diedarkan atau menyuruh
orang lain untuk mengedarkannya. Jika tidak terkandung maksud untuk diedarkan
sebagai uang yang tidak palsu, tidak dapat dipidana. Misalnya mengubah semua

37

Adam Chazawi, Ardi Ferdian, Op.cit., hlm 47- 49.

52
Universitas Sumatera Utara

mata uang (uang logam) dengan maksud untuk dijadikan perhiasan, bukan untuk
maksud diedarkan sebagai alat pembayaran seperti mata uang yang tidak dipalsu.
Uang yang dihasilkan oleh perbuatan memalsu ini disebut dengan uang yang
dipalsu.
Tindak pidana dengan perbuatan meniru dan memalsu dalam pasal 244
ini dirumuskan secara formal, atau disebut “tindak pidana formal”. Suatu tindak
pidana yang selesainya ditentukan atau diukur dari selesainya melakukan
perbuatan, bukan diukur dari adanya akibat dari perbuatan. Dengan selesainya
perbuatan meniru atau memalsu terhadap uang, maka selesailah tindak pidana
formal. Timbulnya akibat bukan menjadi syarat selesainya tindak pidana tersebut,
meskipun dalam tindak pidana formal dapat timbul sesuatu akibat . 38

1.3 Objek Mata Uang Atau Uang Kertas Yang Dikeluarkan Negara Atau
Bank
Uang adalah suatu benda yang wujudnya sedemikian rupa yang oleh
masyarakat digunakan sebagai alat pembayaran yang sah yang berlaku pada saat
peredarannya. Benda uang itu harus sah, artinya menurut hukum dikeluarkan oleh
lembaga yang menurut hukum berwenang untuk itu. Pasal 244 KUHP menyebut
dua jenis uang, yakni mata uang (munt) dan uang kertas yang dikeluarkan oleh
Negara atau bank. Mata uang adalah uang terbuat dari bahan logam seperti emas,
tembaga, perak, dan lain sebagainya. Uang kertas adalah uang yang terbuat dari
kertas. Jadi KUHP menyebutkan lembaga yang berhak mengeluarkan atau
membuat uang adalah Negara dan suatu bank . 39
Uang Negara adalah uang yang dikeluarkan oleh pemerintah, terbuat dari
plastik yang memiliki ciri-ciri :
• Dikeluarkan oleh pemerintah.
• Dijamin oleh Undang-Undang.
• Bertuliskan nama Negara yang mengeluarkannya.

38

Ibid, hlm 49 – 50.

39

Ibid, hlm 50.

53
Universitas Sumatera Utara

• Ditandatangani oleh Menteri Keuangan . 40
Namun sejak berlakunya UU No. 13 Tahun 1968 Tentang Bank Sentral
dan berlakuya UU No.23 Tahun 199 Jo UU No.3 Tahun 2004 tentang Bank
Indonesia hingga sekarang di Indonesia tidak ada uang Negara, semua uang yang
beredar adalah uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, disebut uang bank,41
mengandung ciri-ciri sebagai berikut :
• Dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
• Dijamin dengan emas atau valuta asing yang disimpan di Bank Indonesia.
• Bertuliskan nama Bank Indonesia.
• Ditandatangani oleh Gubernur Bank Indonesia . 42
Objek mata uang atau uang kertas yang menjadi objek kejahatan menurut
pasal 244 adalah bukan saja uang rupiah yang dikeluarkan Bank Indonesia, tetapi
termasuk uang asing. Pasal 244 berlaku bagi subjek hukum yang meniru dan
memalsu mata uang dan uang kertas asing yang dilakukan di wilayah hukum
Indonesia, dan berlaku juga bagi subjek hukum yang meniru dan memalsu mata
uang dan uang kertas Negara atau bank yang dilakukan di luar wilayah hukum
Indonesia . 43
Menurut almarhum Prof. Satochid Kartanegara, hal tersebut disebabkan
oleh karena pada tanggal 29 April 1929 telah diadakan suatu traktat antara
Pemerintah Hindia Belanda (dahulu) dengan Pemerintah-Pemerintah dari Negara
lain di seluruh dunia untuk secara bersama-sama melakukan pemberantasan
terhadap pemalsuan-pemalsuan mata uang, dimana pun perbuatan itu dilakukan
orang . 44

40

Jenis-Jenis uang, Wikipedia.org (diakses tanggal 5 April 2016).

41

Lihat Pasal 26 UU No. 13 Tahun 1968 Tentang Bank Sentral.

42

Jenis-Jenis uang, Wikipedia.org (diakses tanggal 5 April 2016)

43

Lihat Pasal 4 Angka 1 KUHP

44

Lamintang dan Samosir, Hukum Pidana Indonesia, cetakan kedua, hlm. 154.

54
Universitas Sumatera Utara

1.4 Maksud Untuk Mengedarkan Atau Menyuruh Mengedarkan Sebagai
Asli Dan Tidak Dipalsu.
Unsur pasal 244 tersebut di atas merupakan unsur kesalahan, khususnya
kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk). Unsur maksud sama artinya
dengan tujuan dekat (maaste doel), adalah tujuan yang menurut akal dan
kebiasaan yang berlaku dapat dicapai dengan melakukan perbuatan tertentu,
bukan tujuan jauh yang berhubungan langsung dengan motif perbuatan.

45

Apabila dihubungkan dengan objek mata uang atau uang kertas, maka
dari caranya dan alat yang digunakan melakukan perbuatan meniru atau memalsu
mata uang atau uang kertas tersebut, maka dapatlah diketahui maksud apa si
pembuat melakukan perbuatan itu, ialah untuk mengedarkan atau menyuruh orang
lain mengedarkannya.

2. Sengaja Mengedarkan Mata Uang Atau Uang Kertas Palsu atau Dipalsu
(Pasal 245)
Tindak pidana dengan sengaja mengedarkan mata uang, uang kertas
Negara atau uang kertas bank yang ditiru atau dipalsukan seolah-olah mata uang,
uang kertas Negara atau uang kertas bank itu asli dan tidak dipalsu dan lainlainnya oleh pembentuk undang-undang telah diatur di dalam ketentuan pidana
yang diatur di dalam pasal 245 KUHP, yang rumusan aslinya di dalam bahasa
belanda berbunyi sebagai berikut.
Hij die opzettelijk als echte en onvervalste muntspecien of munt of bankbiljett en uitgeeft, muntspecien of munt of bank biljetten die hij zelf heft
nagemaakt of vervalst, of waarvan de valsheid of de vervalsing hem, toen hij ze
ontving, bekend was, of deze, met het oogmerk om deze las echt en onvervalst uit

45

Adam Chazawi (II), 2011. Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Penerbit

Bayumedia Publishing, Malang, hlm. 74.

55
Universitas Sumatera Utara

te geven of te doen uitgeven in voorraad heft on binnen Indonesie invert, wordt
gestraft met gevangenisstraf van ten hoogste vijftien jaren. 46
Artinya :
Barangsiapa dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas yang
dikeluarkan oleh Negara atau bank sebagai mata uang atau uang kertas asli dan
tidak dipalsu, padahal ditiru atau dipalsu olehnya sendiri, atau waktu diterima
diketahuinya bahwa tidak asli atau dipalsu, ataupun barangsiapa menyimpan atau
memasukkan ke Indonesia mata uang dan uang kertas yang demikian, dengan
maksud untuk mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun. 47
Dari rumusan Pasal 245 KUHP tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat
4 (empat) macam tindak pidana, ialah :
1. Tindak Pidana – melarang orang yang dengan sengaja mengedarkan mata uang
atau uang kertas Negara atau bank sebagai mata uang asli atau tidak dipalsu,
padahal ditiru atau dipalsu olehnya sendiri.
2. Tindak Pidana – melarang orang yang dengan sengaja mengedarkan mata uang
atau uang kertas Negara atau bank sebagai mata uang asli atau tidak dipalsu,
yang waktu menerima mata uang atau uang kertas tersebut diketahuinya
sebagai tidak asli atau dipalsu.
3. Tindak Pidana – melarang orang yang dengan sengaja menyimpan atau
memasukkan ke Indonesia mata uang atau uang kertas Negara atau bank
sebagai mata uang asli atau tidak dipalsu, padahal ditiru atau dipalsu olehnya
sendiri dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan
sebagai asli dan tidak dipalsu.

46

Engelbrecht, op.cit.

47

Terjemahan oleh BPHN

56
Universitas Sumatera Utara

4. Tindak Pidana – melarang orang yang dengan sengaja menyimpan atau
memasukkan ke Indonesia mata uang atau uang kertas Negara atau bank
sebagai mata uang asli atau tidak dipalsu, yang waktu diterima diketahuinya
sebagai tidak asli atau dipalsu, dengan maksud untuk mengedarkan atau
menyuruh mengedarkannya seperti uang asli dan tidak dipalsu.
Keempat bentuk kejahatan mengedarkan uang palsu atau dipalsu dalam
pasal 245 akan dibicarakan satu persatu. Apabila rumusan tindak pidana pasal 245
dengan cara membedakan bentuk-bentuknya tersebut, terdapat unsur-unsurnya,
ialah :
1.

Bentuk Pertama
Unsur-unsur objektif:
1) Perbuatan : mengedarkan sebagai asli atau tidak dipalsu;
2) Objeknya : a. mata uang Negara atau mata uang bank tidak asli atau
yang dipalsu;
b. uang kertas Negara atau uang kertas bank tidak asli atau
yang dipalsu
3) padahal uang itu ditiru atau dipalsu olehnya sendiri
Unsur Subjektif :
4) Kesalahan : dengan sengaja.

2.

Bentuk Kedua
Jika dirinci terdapat unsur-unsur sebagai berikut :
Unsur-unsur objektif adalah :
1) Perbuatan : mengedarkan sebagai asli atau tidak dipalsu;\

57
Universitas Sumatera Utara

2) Objeknya : a. mata uang Negara atau mata uang bank yang tidak asli
atau dipalsu;
b. uang kertas Negara atau uang kertas bank tidak asli atau
dipalsu;
Unsur subjektif :
3) Kesalahan : a. dengan sengaja;
b. yang tidak asli atau dipalsunya uang itu diketahuinya
pada saat diterimanya..
3.

Bentuk Ketiga
Jika dirinci terdapat unsur-unsur berikut :
Unsur-unsur objektif :
1) Perbuatan : a. menyimpan;
b. memasukkan ke Indonesia;
2) Objeknya : a. mata uang Negara atau mata uang bank tidak asli atau
dipalsu;
b. uang kertas Negara atau uang kertas bank tidak asli
atau dipalsu;
3) yang tidak asli atau dipalsu dilakukan olehnya sendiri;
Unsur subjektif :
4) dengan sengaja;
5) dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan
sebagai uang asli atau tidak dipalsu;

58
Universitas Sumatera Utara

4.

Bentuk Keempat
Bentuk keempat terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :
Unsur-unsur objektif :
1) Perbuatan : a. menyimpan;
b. memasukkan ke Indonesia;
2) Objeknya : a. mata uang Negara atau mata uang bank yang tidak asli
atau dipalsu;
b. uang kertas Negara atau uang kertas bank tidak asli atau
dipalsu;
3) uang tidak asli atau dipalsu dilakukan oleh orang lain;
Unsur subjektif :
4) Kesalahan : a. dengan sengaja;
b. yang tidak asli atau dipalsu diketahui pada saat
menerimanya;
c. dengan maksud untuk mengedarkannya atau menyuruh
mengedarkannya sebagai uang asli atau tidak dipalsu. 48
Unsur-unsur formal yang tercantum dalam rumusan tindak pidana pasal

245 adalah perkataan yang dicetak miring. Dari rumusan tindak pidana diatas,
secara keseluruhan baik unsur objektif dan unsur subjektifnya terdiri dari :
2.1 Perbuatan : Mengedarkan, Menyimpan, Memasukkan Ke Indonesia
Perbuatan “mengedarkan” terdapat pada tindak pidana pasal 245 bentuk
pertama dan kedua. Untuk terwujudnya tindak pidana dengan perbuatan
mengedarkan uang tidak asli atau dipalsu, ditandai oleh objek uang sudah tidak
48

Adam Chazawi, Ardi Ferdian, Op.cit., hlm 53- 56.

59
Universitas Sumatera Utara

berada di dalam kekuasaannya lagi. Telah berpindah ke dalam kekuasaan pihak
lain. Melepaskan kekuasaan atas uang itu ke dalam kekuasaan pihak lain haruslah
dilakukannya dengan sengaja. Sengaja disini ditujukan baik pada perbuatan
mengedarkannya maupun maupun terhadap keadaan tidak asli atau dipalsunya
uang yang diedarkannya itu.
Mengedarkan merupakan perbuatan yang dirumuskan secara abstrak,
yang bentuk konkretnya bisa bermacam-macam, yang penyelesaiannya ditandai
oleh beralihnya kekuasaan atas uang itu yang semula berada dalam kekuasaan si
pengedar ke dalam kekuasaan pihak lain. Wujud konkretnya misalnya :
membelanjakan, memberikan, menyetorkan ke bank, menukarkan, menyerahkan,
menghibahkan, mengirimkan bahkan bisa juga dengan cara meninggalkannya di
suatu tempat agar ditemukan dan diambil oleh orang lain.
Dengan lepasnya kekuasaan atas uang tidak asli atau dipalsu dari wujud
perbuatan-perbuatan konkret mengedarkan semacam itu, maka selesailah
perbuatan mengedarkan, dan selesai sempurna pula tindak pidana pasal 245 ini.
Tidak diperlukan syarat apakah setelah lepasnya kekuasaan atas uang tidak asli
atau dipalsu tadi oleh pihak yang menerima/ menguasainya melakukan perbuatan
lagi dengan melepaskan kekuasaannya lagi kepada pihak lain. Andaikan orang
yang semula menerima mengalihkannya lagi kepada pihak lain, maka orang itu
juga melakukan perbuatan mengedarkan yang berdiri sendiri, dan dapat dipidana
pula apabila mengetahui bahwa uang yang diterimanya yang kemudian diedarkan
lagi itu sebagai uang tidak asli atau uang dipalsu. Apabila tidak ada pengetahuan
seperti itu, orang ini bukan sebagai orang yang dapat dipidana, meskipun
perbuatannya termasuk mengedarkan. Ada dua alasan tidak dipidananya, ialah :
• Dilihat dari sudut pengetahuan terhadap tidak asli atau dipalsunya uang yang
diedarkan merupakan salah satu unsur pembentuk Pasal 245. Jika salah satu
unsur tidak ada, maka si pembuat yang perbuatannya tidak memenuhi salah
satu unsur tidak ada, maka si pembuat yang perbuatannya tidak memenuhi
salah satu unsur, haruslah dibebaskan, karena tidak melakukan tindak pidana.

60
Universitas Sumatera Utara

• Dilihat dari sudut alasan peniadaan pidana yang bersumber pada asas hukum
yang tidak tertulis “tiada pidana tanpa kesalahan” (geen straf zonder schuld).
Berdasarkan asas ini si pengedar tidak dipidana, melainkan diputus lepas dari
tuntutan hukum. Karena perbuatannya terbukti, tetapi ada alasan peniadaan
pidana di luar UU, berupa alasan pemaaf.

Sementara perbuatan menyimpan mengandung ciri-ciri :
• Ada perbuatan awalnya, sebagai penyebab atau asal dari keberadaan benda
yang disimpan: (a) bisa dari perbuatan orang lain, misalnya mengedarkan
seperti membelanjakan uang tidak asli atau dipalsu atau (b) dari perbuatannya
sendiri, misalnya meniru atau memalsu uang sebagaimana perbuatan dalam
pasal 244.
• Terdapatnya hubungan langsung dan sangat erat antara si pembuat yang
menyimpan uang dengan benda uang yang disimpannya. Hubungan ini
merupakan hubungan kekuasaan/ menguasai. Hubungan yang sangat erat ini
berhubungan dengan maksud dari penyimpanan itu, yakni untuk diedarkan
atau menyuruh orang mengedarkan. Dari keadaan hubungan kekuasaan inilah
dapat dinilai adanya maksud dari penyimpanan seperti itu.
Dari kedua ciri perbuatan menyimpan sebagaimana tersebut di atas
dapatlah diketahui bahwa pengertian menyimpan adalah berlawanan dengan
pengertian perbuatan mengedarkan. Mengedarkan melakukan perbuatan terhadap
uang yang ada di dalam kekuasaanya, yang menyebabkan kekuasaan atas uang itu
berpindah ke dalam kekuasaan pihak lain. Sebaliknya, menyimpan justru
beralihnya kekuasaan atas uang itu dari orang lain ke dalam kekuasaan orang yang
menyimpan.
Meskipun dari sifat kedua perbuatan seperti itu, pengertian menyimpan
berlawanan dengan pengertian mengedarkan, menyimpan dapat pula berarti lain.
Dalam arti menyimpan tidak selamanya benda yang disimpan diterimanya dari
peralihan kekuasaan dari orang lain, seperti berasal dari perbuatan mengedarkan.
Namun bisa juga keberadaan benda yang disimpan tersebut oleh sebab

61
Universitas Sumatera Utara

perbuatannya sendiri. Misalnya meniruatau memalsu uang sebagaimana dimaksud
pasal 244, setelah perbuatan tersebut selesai dilakukan, kemudian menyimpan
uang yang dihasilkan oleh perbuatan itu.
Penyebab beralihnya kekuasaan benda uang tidak asli atau dipalsu ke
dalam kekuasaan si yang menyimpan bisa oleh sebab perbuatan yang melawan
hukum maupun tidak. Melalui perbuatan yang melawan hukum, misalnya berasal
dari perbuatan mengedarkan oleh orang lain. Melalui perbuatan yang tidak
bersifat melawan hukum misalnya uang tidak asli atau dipalsu itu terjatuh di jalan
dan ditemukan oleh orang lain yang selanjutnya menyimpannya. Orang yang
kemudian menguasai uang dalam kedua contoh tersebut, hanya dapat dipidana
apabila mengetahui bahwa uang yang ada di dalam kekuasaanya itu tidak asli atau
dipalsu, dan dalam hal menyimpan tersebut terkandung maksud untuk diedarkan
atau menyuruh orang mengedarkan.
Sebetulnya perbuatan menyimpan tidak perlu dimasukkan ke dalam pasal
245, karena tidak menyebabkan dilanggarnya suatu kepentingan hukum apapun,
misalnya orang yang menemukan uang tidak asli atau dipalsu tersebut di jalan,
atau orang yang menerima pembayaran dari orang lain, meskipun kemudian
mengetahui uang itu tidak asli atau palsu. Sehubungan apabila perbuatan itu
disertai dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh orang lain
mengedarkan. Sifat melawan hukum subjektif perbuatan menyimpan terletak pada
maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan uang tidak asli atau
dipalsu tersebut.
Pada perbuatan memasukkan ke Indonesia, menunjukkan bahwa uang
tidak asli atau dipalsu itu berasal dari luar wilayah hukum Indonesia. Dalam hal si
pembuat yang membawa atau menguasai uang tidak asli atau dipalsu tersebut
berada di luar wilayah hukum Indonesia, maka telah terwujud perbuatan
memasukkan ke Indonesia pada saat ia memasuki wilayah hukum Indonesia.
Sebagaimana diketahui bahwa menurut pasal 3 KUHP, wilayah hukum
Indonesia diperluas sampai pada pesawat udara dan kapal Indonesia. Maka terjadi

62
Universitas Sumatera Utara

perbuatan memasukkan ke Indonesia pada saat seseorang yang membawa uang
tidak asli atau dipalsu yang berada di luar negeri masuk ke dalam pesawat atau
kapal Indonesia . 49
2.2 Mata Uang Negara Atau Bank Atau Uang Kertas Negara Atau Bank
Tidak Asli atau Dipalsu
Objek tindak pidana Pasal 245 adalah objek uang yang dihasilkan oleh
perbuatan meniru atau memalsu dalam pasal 244. Artinya objek tindak pidana
pasal 245 adalah berupa objek hasil kejahatan pasal 244 ialah: mata uang Negara;
mata uang bank; uang kertas Negara; uang kertas bank yang tidak asli atau
dipalsu. Empat macam objek kejahatan ini dapat disingkat dengan menyebutnya
“uang tidak asli atau dipalsu”. Untuk empat macam objek ini telah dibicarakan
sebelumnya dalam bahasan mengenai Pasal 244. 50
2.3 Tidak Aslinya Atau Palsunya Uang Disebabkan Oleh Perbuatan Meniru
Atau Memalsu Dilakukannya Sendiri
Unsur tersebut di atas terdapat dalam tindak pidana bentuk pertama pasal
245. Unsur tersebut bersifat objektif yang sesungguhnya juga disadarinya, artinya
bersifat subjektif. Maksudnya adalah si pembuat yang mengedarkan uang tidak
asli atau dipalsu tersebut secara objektif benar-benar menjadikan uang itu tidak
asli atau dipalsu. Uang tidak asli dihasilkan oleh perbuatan meniru dan uang palsu
dihasilkan oleh perbuatan memalsu yang menjadi unsur dalam pasal 244.
Sementara bersifat subjektif, artinya si pembuat menyadari bahwa uang yang
diedarkannya itu tidak asli atau dipalsu yang dihasilkan oleh perbuatannya sendiri.

49

Ibid, hlm. 62 – 65.

50

Ibid, hlm 65.

63
Universitas Sumatera Utara

2.4 Unsur Kesalahan: a. Dengan Sengaja; b. Yang Tidak Asli Atau Dipalsu
Diketahui Pada Saat Menerimanya; c. Dengan Maksud Untuk
Mengedarkan Atau Menyuruh Mengedarkan Sebagai Asli Atau Tidak
Dipalsu
a. Unsur Dengan Sengaja
Dalam semua (empat) bentuk tindak pidana Pasal 245 terdapat
(dicantumkan) unsur kesengajaan. Dengan sengaja (kesengajaan) merupakan
unsur mutlak tindak pidana, artinya semua tindak pidana dipastikan mengandung
unsur kesengajaan kecuali jika secara formal dicantumkan unsur kulpa dalam
rumusan. 51 Artinya tindak pidana kulpa harus ditandai dengan mencantumkan
unsur kulpa. Sementara delik dolus, tidak. Mengenai unsur sengaja dalam
rumusan tindak pidana dolus ada dua macam, yang secara tegas dicantumkan di
dalam rumusan dan yang tidak. Artinya dalam setiap tindak pidana dolus, selalu
terdapat unsur kesengajaan, baik dicantumkan secara tegas atau tidak di dalam
rumusan. Apabila dicantumkan dalam rumusan, maka sengaja tersebut harus
dibuktikan. Jika tidak dicantumkan, tidak perlu dibuktikan. Cukup membuktikan
unsur perbuatannya saja, karena unsur kesengajaan telah melekat dan terdapat
(terselubung) di dalamnya. Apabila unsur perbuatan telah dapat dibuktikan, maka
unsur sengaja dianggap telah terbukti pula.
Apa yang harus dibuktikan, ialah mengenai dua hal, yaitu :
• Pertama, mengenai pengertian sengaja yang telah diberikan petunjuk oleh Mvt
sebagai pengetahuan (wetens) dan kehendak (willens).
• Kedua, pengertian sengaja sebagai pengetahuan dan kehendak tersebut dalam
hubungannya dengan unsur-unsur lainnya, terutama hubungannya dengan
perbuatan yang dicantumkan dalam rumusan. Sengaja, khususnya kehendak
selalu diarahkan pada melakukan perbuatan. Sementara pengetahuan selain
diarahkan pada unsur perbuatan.

51

Moeljatno (i), 1983. Azas-azas Hukum Pidana, Penerbit Bina Aksara, Jakarta, hlm. 182.

64
Universitas Sumatera Utara

Dengan memerhatikan rumusan pasal 245 dan unsur-unsurnya yang telah
dirinci dan diurai sebelumnya, maka dapat diektahui unsur mana yang diliputi
oleh unsur sengaja dalam setiap bentuk.
1) Bentuk Pertama. Unsur sengaja diarahkan pada unsur-unsur sebagai berikut :
• Perbuatan mengedarkan sebagai asli atau tidak dipalsu.
Penjelasan :
Si pembuat menghendaki untuk mewujudkan mengedarkan sebagai asli atau tidak
dipalsu. Ia mengerti tentang nilai perbuatan dan akibat perbuatan yang (hendak)
dilakukannya.
• Objek mata uang Negara atau bank, atau uang kertas Negara atau bank yang
tidak asli atau dipalsu.
Penjelasan :
Si pembuat mengerti bahwa objek yang (hendak) diedarkannya adalah berupa
mata uang Negara atau bank yang tidak asli atau dipalsu, atau uang kertas Negara
atau bank tidak asli atau dipalsu.
• Padahal uang tidak asli atau palsu tersebut ditiru atau dipalsu olehnya sendiri.
Penjelasan :
Si pembuat menginsyafi bahwa uang tidak asli atau dipalsu tersebut disebabkan
oleh perbuatan meniru atau memalsu yang dilakukan olehnya sendiri.
Tiga hal itu sangat perlu bahkan wajib dimuat dalam uraian surat tuntutan
(requisitoir) dalam rangka pembuktian unsur sengaja. Kemudian 3 hal itu
dijabarkan atau dihubungkan dengan fakta-fakta yang terdapat di dalam
persidangan guna membuktikan :
• Benar bahwa terdakwa menghendaki perbuatan mengedarkan sebagai asli atau
tidak dipalsu.
• Benar bahwa terdakwa mengerti atau memiliki keinsyafan terhadap keadaan
tidak asli atau dipalsunya uang yang (hendak) diedarkannya.
• Benar bahwa terdakwa mengetahui atau memiliki keinsyafan bahwa keadaan
tidak aslinya atau dipalsunya uang tersebut disebabkan oleh perbuatan meniru
atau memalsu yang dilakukan olehnya sendiri.

65
Universitas Sumatera Utara

2) Bentuk Kedua. Unsur sengaja diarahkan pada unsur-unsur sebagai berikut :
• Perbuatan mengedarkan sebagai asli atau tidak dipalsu.
Penjelasan :
Bahwa si pelaku menghendaki mengedarkan uang yang diketahuinya sebagai
tidak asli atau dipalsu yang seolah-olah uang itu asli atau tidak dipalsu.
• Objek mata uang Negara atau bank atau uang kertas Negara atau bank tidak
asli atau dipalsu bukan oleh perbuatannya.
Penjelasan :
Bahwa perbuatan meniru atau memalsu uang sehingga menjadi uang tidak asli
atau dipalsu bukan dilakukan olehnya sendiri.
• Yang tidak asli atau dipalsunya uang itu diketahuinya waktu menerimanya.
Penjelasan :
Bahwa si pelaku mengetahui bahwa uang itu tidak asli atau dipalsu ketika
menerima uang.
Tiga hal itu harus dimuat dalam uraian surat tuntutan (requisitoir) guna
membuktikan unsur sengaja bentuk kedua. Kemudia tiga hal itu dijabarkan atau
dihubungkan dengan fakta-fakta yang di dapat dalam persidangan guna
membuktikan :
• Benar bahwa si terdakwa memang menghendaki perbuatan mengedarkan uang
tidak asli atau dipalsu sebagai asli atau tidak dipalsu.
• Benar bahwa mata uang Negara atau bank atau uang kertas negar tersebut tidak
asli atau dipalsu bukan olehnya sendiri.
• Benar bahwa tidak asli atau dipalsunya uang yang diterimanya tersebut
diketahui pada waktu menerimanya.
3) Bentuk Ketiga. Unsur sengaja diarahkan pada unsur-unsur sebagai berikut :


Perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia

Penjelasan :
Bahwa si pelaku menghendaki untuk melakukan perbuatan menyimpan atau
memasukkan ke Indonesia uang tidak asli atau dipalsu.


Objek mata uang Negara atau bank atau uang kertas Negara atau bank
yang tidak asli atau dipalsu.
66
Universitas Sumatera Utara

Penjelasan :
Si pelaku mengerti bahwa objek yang (hendak) disimpan atau pun diedarkannya
sendiri atau menyuruh orang lain mengedarkannya adalah berupa mata uang
Negara atau bank yang tidak asli atau dipalsu, atau uang kertas Negara atau bank
tidak asli atau dipalsu.


Yang tidak asli atau dipalsunya uang itu dilakukan olehnya sendiri.

Penjelasan :
Bahwa si pelaku menyadari bahwa tidak asli atau dipalsunya uang disebabkan
oleh perbuatan meniru atau memalsu yang dilakukan olehnya sendiri.


Maksudnya melakukan perbuatan menyimpan atau memasukkan ke
Indonesia adalah untuk diedarkan atau menyuruh orang edarkan sebagai uang
asli atau tidak dipalsu.

Penjelasan :
Bahwa disadarinya bahwa maksud menyimpan atau memasukkan ke Indonesia
uang tidak asli atau dipalsu tersebut untuk diedarkan sebagai uang asli atau tidak
dipalsu.
empat hal itu dimuat dalam uraian surat tuntutan (requisitoir) dalam
rangka pembuktian unsur sengaja dalam bentuk ketiga. Kemudian empat hal itu
dijabarkan atau dihubungkan dengan fakta-fakta yang didapat dalam persidangan
guna membuktikan :


Benar bahwa terdakwa menghendaki perbuatan menyimpan atau
memasukkan ke Indonesia uang tidak asli atau dipalsu.



Benar bahwa terdakwa mengerti atau memiliki keinsyafan terhadap
keadaan tidak asli atau dipalsunya uang yang (hendak) diedarkannya sendiri
ataupun diedarkan oleh orang lain atas perintahnya.



Bahwa benar terdakwa mengetahui bahwa tidak asli atau dipalsunya
uang disebabkan oleh perbuatan meniru atau memalsu yang dilakukannya
sendiri.



Bahwa maksud terdakwa menyimpan uang yang diketahuinya tidak asli
atau dipalsu tersebut adalah untuk diedarkan atau menyuruh orang
mengedarkan sebagai uang asli atau tidak dipalsu.
67
Universitas Sumatera Utara

4) Bentuk Keempat. Unsur sengaja diarahkan pada unsur-unsur sebagai berikut :


Perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia.

Penjelasan :
Bahwa si pelaku menghendaki melakukan perbuatan menyimpan atau
memasukkan ke Indonesia.


Objek uang tidak asli atau dipalsu yang disebabkan oleh perbuatan
meniru atau memalsu yang dilakukan oleh orang lain.

Penjelasan :
Bahwa si pelaku mengerti bahwa benda yang disimpan atau dimasukkan ke
Indonesia tersebut adalah uang tidak asli atau dipalsu yang dihasilkan dari
perbuatan meniru atau memalsu yang dilakukan oleh orang lain.


Uang tidak asli atau dipalsu diketahuinya pada waktu menerima uang dari
orang lain.

Penjelasan :
Bahwa si pelaku mengerti bahwa uang tidak asli atau dipalsu tersebut diterima
dari orang lain dan si pelaku mengetahui bahwa keadaan uang tidak asli atau
dipalsu pada saat menerimanya.


Maksud menyimpan atau memasukkan uang tidak asli atau dipalsu untuk
diedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli atau tidak dipalsu.

Penjelasan :
Bahwa maksud si pelaku menyimpan atau memasukkan ke Indonesia uang yang
diketahuinya tidak asli atau dipalsu tersebut adalah untuk diedarkan atau
menyuruh orang lain mengedarkan sebagai uang asli atau tidak dipalsu.
Empat hal itu dimuat di dalam uraian surat tuntutan (requisitoir) dalam
rangka pembuktian unsur sengaja dalam bentuk keempat. Kemudian empat hal itu
dijabarkan atau dihubungkan dengan fakta-fakta yang di dapat dalam persidangan
guna membuktikan :
• Benar bahwa terdakwa menghendaki perbuatan menyimpan atau memasukkan
ke Indonesia uang tidak asli atau dipalsu.

68
Universitas Sumatera Utara

• Bahwa benar terdakwa mengetahui bahwa benda yang disimpan atau
dimasukkan ke Indonesia tersebut adalah uang tidak asli atau dipalsu yang
dihasilkan dari perbuatan meniru atau memalsu yang dilakukan oleh orang lain.
• Benar bahwa terdakwa mengetahui bahwa uang tidak asli atau dipalsu tersebut
diterima dari orang lain dan si pelaku mengetahui bahwa keadaan uang tidak
asli atau dipalsu pada saat menerimanya.
• Bahwa maksud terdakwa menyimpan uang yang diketahuinya tidak asli atau
dipalsu tersebut adalah untuk diedarkan atau menyuruh orang mengedarkan
sebagai uang asli atau tidak dipalsu. 52
Semua unsur yang dijelaskan di atas di mulai dari bentuk pertama
hingga

bentuk

keempat

tersebutlah

harus

dibuktikan

dalam

rangka

membuktikan unsur sengaja dalam pasal 245 KUHP.

b. Unsur Yang Tidak Asli Atau Dipalsu Diketahui Pada Saat Menerimanya
Unsur ini terdapat dalam tindak pidana pasal 245 bentuk kedua, ketiga
dan keempat. Sesungguhnya unsur ini bersifat dua. Unsur yang tersurat bersifat
subjektif dan yang tersirat bersifat objektif.
Unsur tersurat bersifat subjektif dapat dipahami dari adanya perkataan
“waktu diterima diketahuinya”. Perkataan “diketahuinya” menunjukkan adanya
sikap batin tertentu yang terbentuk ketika menerima uang tidak asli atau dipalsu
dari pihak lain.
Sementara unsur tersirat (terselubung) bersifat objektif terdapat di dalam
anak kalimat atau unsur “waktu diterima diketahuinya bahwa (uang) tidak asli
atau dipalsu”. Bahwa dapat dipastikan di anak kalimat tersebut keadaan uang
(yang diedarkan, disimpan atau dimasukkan ke Indonesia) adalah tidak asli atau
dipalsu. Dapat dipastikan tidak asli atau dipalsunya uang itu dihasilkan oleh
perbuatan meniru atau memalsu yang dimaksud dalam pasal 244.
Keadaan uang tidak asli atau dipalsu harus terbukti secara objektif,
artinya benar-benar uang tersebut berupa uang tidak asli atau dipalsu. Apabila

52

Adam Chazawi, Ardi Ferdian, Op.cit., hlm. 68 -74.

69
Universitas Sumatera Utara

ternyata bahwa uang tersebut adalah asli atau tidak dipalsu, meskipun waktu
menerima uang terbentuk pengetahuan uang tidak asli atau dipalsu, maka si
pembuat yang mengedarkan tidak boleh dipidana. Karena disamping secara
objektif, tidak terpenuhinya unsur objektif yang tersirat berupa uang tidak asli
atau dipalsu, dan juga dalam hal ini terjadi kesesatan hukum (rechts dwaking)
terhadap atau dalam unsur tindak pidana. 53

c. Dengan Maksud Untuk Mengedarkan Atau Menyuruh Mengedarkan
Sebagai Asli Atau Tidak Dipalsu
unsur kesalahan yang dimaksud di atas terdapat pada tindak pidana pasal
245 bentuk ketiga dan keempat. Wajar tidak terdapat pada bentuk pertama dan
kedua, disebabkan karena perbuatannya adalah mengedarkan. Sementara bentuk
ketiga dan keempat adalah menyimpan atau memasukkan ke Indonesia. Sifat
melawan hukum secara subjektif perbuatan menyimpan atau memasukkan ke
Indonesia terdapat pada unsur maksud mengedarkan atau menyuruh mengedarkan
uang tidak asli atau dipalsu tersebut. Secara subjektf sifat dapat dipidananya
perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia melekat pada unsur
tersebut.
Unsur maksud yang tercela tersebut sangat erat hubungannya deng