Hubungan Pemberian Informasi dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Praoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Teori Kecemasan
1.1 Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah suatu perasaan yang tidak jelas, yang tidak pasti dan
menyebar sert tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang
spesifik (Stuart, 2007)
1.2 Penyebab Kecemasan
Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang mengancam
dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya
terlihat jelas di dalam pikiran.
Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk.
Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan tidak berhubungan
dengan apapun yang terkadang disertai dengan perasaan takut yang
mempengaruhi keseluruhan kepribadian penderitanya
1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pasien Preoperasi
Menurut Gruendemann & Fernsebner (2006) yaitu:
1. Dukungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang secara langsung
mempengaruhi individu. Keluarga merupakan lingkungan mikrosistem,

yang menentukan kepribadian dan kesehatan mental anggota keluarga
6

Universitas Sumatera Utara

yang ada didalamnya. Jadi, keluarga merupakan lingkungan yang sangat
penting yang dibutuhkan anggota keluarga lainnya. Dukungan keluarga
terhadap seseorang yang akan menjalani operasi sangat berpengaruh pada
tingkat kecemasan yang dialaminya. Sebagian keluarga atau sahabat dapat
meningkatkan rasa cemas pasien karena terjadi transmisi cemas dari
mereka yamg merangkul pasien, sehingga terjadi penayangan perilaku
cemas atau menyumbangkan jaminan palsu. Pendampingan ataupun
kehadiran oleh keluarga atau sahabat dapat mengurangi rasa cemas pasien.
Individu dengan kondisi kecemasan tingkat tinggi tidak mampu
berkonsentrasi terhadap informasi yang diberikan perawat selama
perawatan ataupun prosedur. Dukungan terhadap seseorang dapat
membantu seseorang dalam mengambil keputusan ataupun mengatasi
stresor yang ia hadapi. Dukungan tersebut sangat bermanfaat dalam
membuat


individu

membagikan

kecemasan

yang

ia

alami

dan

mendapatkan solusi alternatif yang akan mempengaruhi pola fikirnya.
2. Dukungan Petugas Kesehatan
Dukungan petugas kesehatan merupakan support sistem yang
diberikan oleh petugas kesehatan terhadap pasien properasi mulai dari
masuk rumah sakit sampai ke ruang operasi. Dukungan ini dapat berupa
komunikasi terapeutik, dukungan emosional/perhatian dari petugas

kesehatan, dan penjelasan mengenai pembedahan yang akan dijalani.
Petugas kesehatan seharusnya menumbuhkan kepercayaan/keyakinan klien
dan keluarganya dalam rangka pemenuhan kebutuhan fisik/fisiologis klien

7

Universitas Sumatera Utara

sehingga klien percaya bahwa para profesional yang terlibat dalam
perawatannya benar-benar memahami kebutuhan spesifiknya. Apabila
klien percaya terhadap petugas kesehatan yang merawatnya, maka klien
akan lebih tenang dan kooperatif terhadap rencana keperawatan maupun
tindakan

pembedahan.

Perawat

yang


mampu

mengekspresikan

kekhawatiran dan kasih sayang kepada pasien dan keluarga dan
menunjukkan ketulusan mereka mungkin diterima sebagai pendukung.
Dukungan ini juga dapat berupa jawaban yang pasti dan jujur dengan
penuh percaya diri dan perhatian dari tenaga kesehatan tentang apa yang
ditanyakan oleh pasien maupun keluarga dan juga pemberitahuan tentang
tindakan apa yang akan dlilaksanakan, apa saja yang perlu dipersiapkan
ataupun

dimana

keluarga

akan

menunggu


selama

pembedahan

berlangsung serta proses berlangsungnya operasi. Dengan demikian,
keluarga dan pasien akan merasa dihargai dan menciptakan persepsi positif
terhadap tenaga kesehatan.
3. Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan pasien mengenai informasi operasi. Takut
terhadap hal yang tidak diketahui ataupun kecemasan, dapat berkurang
dengan cara memberikan informasi tentang pembedahan yang akan
dikerjakan. Strategi keperawatan yang utama pada masa preoperasi ini
adalah memberikan informasi yang bertujuan untuk mencegah yang
potensial menjadi komplikasi. Takut terhadap yang tidak diketahui dapat
berkurang karena pengetahuan tentang peristiwa yang akan berlangsung.

8

Universitas Sumatera Utara


Jumlah informasi yang harus diberikan sebelum operasi tergantung kepada
latar belakang, minat dan derajat stres dari pasien dan keluarganya. Cara
yang terbaik adalah bertanya kepada pasien apa yang mereka ingin ketahui
mengenai operasi yang akan berlangsung. Informasi yang dapat membantu
pasien dan keluarganya sebelum operasi yaitu pemeriksaan–pemeriksaan
sebelum operasi serta alasannya, hal-hal yang rutin sebelum operasi, alatalat khusus yang diperlukan, pengiriman ke kamar bedah (waktu,
mengecek

prosedur-prosedur),

ruang

pemulihan,

kemungkinan

pengobatan-pengobatan setelah operasi (long,1996).
Pengetahuan pasien dan keluarga mengenai hal-hal pembedahan
merupakan kunci keberhasilan proses pembedahan Dengan mengetahui
prosedur pembedahannya, mengetahui situasi yang akan terjadi saat

mereka tiba di tempat pembedahan, dan mengetahui cara untuk berfungsi
kembali pada masyarakat ataupun komunitasnya maka pasien akan
memperoleh hasil pembedahaan yang terbaik. Salah satu keuntungan dari
pemberiaan informasi preoperasi ini adalah rasa cemas klien akan
berkurang terhadap proses bedah yang akan dijalaninya. Ahli bedah dan
perawat bertanggung-jawab dalam mempersiapkan klien dan keluarganya
dalam melakukan aktivitas perawatan diri setelah operasi misalnya,
arah/rute ke fasilitas, ataupun penjelasan mengenai apa yang dimaksud
bedah yang akan dijalaninya dan alasannya, dan lain-lain.

9

Universitas Sumatera Utara

4. Kekhawatiran akan nyeri
Kekhawatiran akan nyeri mempengaruhi pasien dalam menjalani
operasi. Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan dan bersifat
subjektif. Pasien memerlukan penjelasan mengenai nyeri yang akan
dirasakannya setelah operasi. Perawat bertugas menjelaskan nyeri yang
akan dirasakan pasien baik pada saat pembedahan maupun pasca

pembedahan. Apabila klien mencapai harapan yang realistik terhadap
nyeri dan mengetahui cara mengatasinya maka rasa cemas akan berkurang.
5. Persepsi pasien terhadap hasil bedah
Persepsi hasil bedah ialah pasien memiliki gambaran tersendiri
mengenai hasil yang mungkin terjadi setelah pembedahan. Pasien
mungkin memikirkan aktifitasnya akan terganggu, terjadi kecacatan,
terjadi kegagalan terhadap operasi, terjadi kesalahan oleh petugas
kesehatan, kematian dan lain-lain. Semakin sering pasien memikirkan
kemungkinan hasil pembedahan maka semakin tinggi tingkat kecemasan.
Perawat bertugas membantu klien dan keluarga untuk mencapai harapan
yang realistik terhadap pembedahan.
Menurut Stuart & Laraia (1998), faktor pencetus berasal dari sumber
internal atau eksternal. Ada dua kategori faktor pencetus kecemasan,
yaituancaman terhadap integritas fisik dan terhadap sistem diri. Ancaman
terhadap integritas fisik meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang
atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
Sumber internal dapat berupa kegagalan mekanisme fisiologis seperti jantung,

10


Universitas Sumatera Utara

sistem imun, regulasi temperatur, perubahan biologis yang normal seperti
kehamilan dan penuaan. Sumber eksternal dapat berupa infeksi virus atau
bakteri, zat polutan, luka trauma. Kecemasan dapat timbul akibat
kekhawatiran terhadap tindakan operasi yang mempengaruhi integritas tubuh
secara keseluruhan. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan
identitas, harga diri dan fungsi sosial seseorang. Sumber internal dapat berupa
kesulitan melakukan hubungan interpersonal di rumah, di tempat kerja dan di
masyarakat. Sumber eksternal dapat berupa kehilangan pasangan, orangtua,
teman, perubahan status pekerjaan, dilema etik yang timbul dari aspek religius
seseorang, tekanan dari kelompok sosial atau budaya. Ancaman terhadap
sistem diri terjadi saat tindakan operasi akan dilakukan sehingga akan
menghasilkan suatu kecemasan.
1.4 Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart (2007) membagi tingkat kecemasan menjadi empat tingkat
antara lain:
a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari, kecemasan ini mnyebabkan individu menjadi waspada dan

meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi
belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. Respon fisiologis
ditandai dengan jarang nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gelaja
ringan pada lambung, muka berkerut, bibir bergetar. Respon kognitif
merupakan lapang persepsi luas, mampu menerima rangsangan kompleks,
11

Universitas Sumatera Utara

konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif. Respon
perilaku dan emosi seperti tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada
tangan,suara kadang-kadang meningkat.
b. Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang membuat seseorang untuk memusatkan pada hal
yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang
terarah. Respon fisiologi : sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah
meningkat, mulut kering, diare, gelisah. Respon kognitif : lapang persepsi
menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa
yang menjadi perhatiannya. Respon perilaku dan emosi : meremas tangan,

bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak.
c. Kecemasan Berat
Sangat mengurangi lapang persepsi seseorang terhadap sesuatu yang
terinci dan spesifik serta tidak dapat berpikir tentang hal yang lain. Semua
perilaku ditujukan untuk menghentikan ketegangan individu dengan
kecemasan

berat

memerlukan

banyak

pengarahan

untuk

dapat

memusatkan pikiran pada suatu area lain. Respon fisiologis : nafas pendek,
nadi dan tekanan darah menigkatkan, berkeringat, ketegangan dan sakit
kepala. Respon kognitif : lapang persepsi amat sempit, tidak mampu
menyelesaikan masalah. Respon perilaku dan emosi : perasaan ancaman
meningkatkan.

12

Universitas Sumatera Utara

d. Panik
Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Hilangnya
kontrol, menyebabkan individu tidak mampu melakukan apapun meskipun
dengan perintah. Respon fisiologis : nafas pendek, rasa tercekik, sakit
dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah. Respon kognitif :lapang
persepsi sangat sempit, tidak dapat berpikir logis. Respon perilaku dan
emosi :mengamuk dan marah, ketakutan, kehilangan kendali.
2. Hubungan Kecemasan terhadap Praoperasi
Kecemasan pra operasi pada umumnya disebabkan karena pasien tidak
mengetahui konsekuensi pembedahan itu sendiri. Pasien yang cemas sering
mengalami ketakutan atau perasaan yang tidak tenang. Kecemasan dapat yang
dialami pasien akan menimbulkan adanya perubahan secara fisik maupun
psikologis. Berdasarkan psikoneuroimunologi, kecemasan merupakan stresor
yang akan mempengaruhi sistem limbik sebagai pengatur emosi yang terjadi
melalui serangkaian yang diperantai oleh HPA-axis (hipotamulus, pituitary dan
adrenal). Stres dan kecemasan akan merangsang hipotamulus untuk meningkatkan
produksi Corticotropin Releasing Hormon (CRF). CRF ini selanjutnya akan
merangsang

kelenjar

pituitary

anterior

untuk

meningkatkan

produksi

Adrenocorticotropin Hormone (ACTH). Hormon ini yang akan meningkatkan
sekresi kortisol dan aksi katekolamin (epinefrin dan norepinefrin). Hal ini yang
akan merespon adanya stres dan kecemasan. Pelepasan hormon tersebut
merangsang peningkatan kerja sistem simpatis dan parasimpatis susunan saraf
otonom sehingga mempengaruhi kerja metabolik seperti mengeluh sering buang
13

Universitas Sumatera Utara

air kecil atau susah buang air kecil, mulas, mencret, keringat dingin, jantung
berdebar-debar, hipotensi atau hipertensi, sakit kepala dan sesak nafas. Pada
pasien operasi maka sebelum pembedahan kita dapat membantu pasien dalam
menghilangkan ketegangan atau kecemasan dengan cara memberikan latihan
relaksasi dalam membantu mengontrol kecemasan.
3. Pre Operasi
3.1 Pengertian Operasi
Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh
yang akan ditangani. Tindakan operasi merupakan terapi medik yang dapat
memunculkan kecemasan karena terdapat ancaman terhadap tubuh, intregitas
dan bahkan jiwa seseorang. Manifestasi dari kecemasan bisa berupa respon
fisiologis berbagai sistem tubuh, respon perilaku, kognitif maupun afektif.
Pengalaman operatif dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu preoperatif/pra
bedah, operatif/masa sedang dibedah dan post operatif/pasca bedah.
3.2 Pengertian Pre Operatif
Preoperatif artinya pre berarti sebelum, dan operatif/operasi berarti suatu
tindakan pembedahan. Preoperasi berarti suatu keadaan/waktu sebelum
dilakukan tindakan operasi.Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan
untuk menjalani operasi atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien
dipindahkan ke meja operasi (Smeltzer & Bare, 2002)

14

Universitas Sumatera Utara

3.3 Gambaran Pasien Pre Operatif
Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun mental
aktual pada integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres
fisiologis maupun psikologis. Menurut Long B.C (2001), pasien preoperasi
akanmengalami reaksi emosional berupa kecemasan. Berbagai alasan yang
dapat

menyebabkan

ketakutan/kecemasan

pasien

dalam

menghadapi

pembedahan antara lain:
a. Takut nyeri setelah pembedahan
b. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi
normal.
c. Takut keganasan (bila diagnose yang ditegakkan belum pasti)
d. Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang
mempunyai penyakit yang sama.
e. Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan
petugas.
f. Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi
g. Takut operasi gagal
Ketakutan dan kecemasan

yang mungkin dialami pasien dapat

mempengaruhi respon fisiologis tubuh yang ditandai dengan adanya
perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatkan frekuensi nadi dan
pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang
lembab, gelisah, menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur

15

Universitas Sumatera Utara

dan sering berkemih.Persiapan yang baik selama periode operasi membantu
menurunkan resiko operasi dan meningkatkan pemulihan pasca bedah.
Tujuan tindakan keperawatan preoperasi menurut Luckman & Sorensen
(1993), dimaksudkan untuk kebaikan bagi pasien dan keluarganya yang
meliputi :
a. Menunjukkan rasa takut dan cemasnya hilang atau berkurang (baik
ungkapan secara verbal maupun ekspresi muka)
b. Dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan mobilisasi yang dilakukan
setelah tindakan operasi.
c. Terpelihara keseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi.
d. Tidak terjadi vomitus karena aspirasi selama pasien dalam pengaruh
anastesi.
e. Tidak ada atau berkurangnya kemungkinan terjadi infeksi setelah
tindakan operasi.
f. Mendapatkan istirahat yang cukup.
g. Menjelaskan

tentang

prosedur

operasi,

jadwal

operasi

serta

menandatangani inform consent.
h. Kondisi fisiknya dapat dideteksi selama operasi berlangsung.
4. Tindakan Keperawatan Preoperatif
Tindakan keperawatan adalah setiap terapi perawatan langsung yang
dilakukan perawat untuk kepentingan klien, terapi tersebut termasuk terapi yang
dilakukan perawat berdasarkan diagnosis keperawatan, pengobatan yang

16

Universitas Sumatera Utara

dilakukan dokter berdasarkan diagnosis medis, dan melakukan fungsi penting
sehari-hari untuk klien yang tidak dapat melakukannya (Mc. Closkey &Bulechek
1992) yang dikutip Barbara J. G (2008).
Tindakan keperawatan preoperative merupakan tindakan yang dilakukan oleh
perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan
pembedahan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif.
Persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta persiapan mental sangat
diperlukan karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien berawal dari
kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap persiapan. Kesalahan yang
dilakukan pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat berdampak pada
tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara masingmasing komponen yang berkompeten untuk menghasilkan outcome yang optimal,
yaitu kesembuhan pasien secara paripurna (Rothrock, 1999).
Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis
dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu
operasi.
4.1 Persiapan Pasien Preoperasi
a. Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2
tahapan, yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi.
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum
operasi menurut Brunner & Suddarth ( 2002 ), antara lain :

17

Universitas Sumatera Utara

1) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status
kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti
kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik
lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status
pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi,
dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan
istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik,
tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi,
tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu
terjadinya haid lebih awal.
2)

Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat

badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin
dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi
harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang
cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan
pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan
pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling
sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan
sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang
lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian.

18

Universitas Sumatera Utara

3) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan
output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam
rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan di
antaranya adalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar
kalium serum (normal : 3,5 – 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 –
1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi
ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan
ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka
operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami
gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, dan nefritis akut,
maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal, kecuali
pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
4) Kebersihan Lambung dan Kolon
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi
keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan
dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan
enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya
puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan
lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan
lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area
pembedahan

sehingga

menghindarkan

terjadinya

infeksi

pasca

pembedahan. Khusus pada pasien yang membutuhkan operasi CITO

19

Universitas Sumatera Utara

(segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas, maka pengosongan
lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric
tube).
5) Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari
terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut
yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga
mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka.
Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan
pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada
lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati
jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali
pasien diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa
lebih nyaman. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis
operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat
kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada
daerah sekitar perut dan paha.Misalnya :apendiktomi, herniotomi,
uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, dan
hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada
lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan.

20

Universitas Sumatera Utara

6) Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi
karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat
mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang
kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan
daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu
memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan
memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
7) Pengosongan kandung kemih
Pengosongan

kandung

kemih

dilakukan

dengan

melakukan

pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan
kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance cairan.
8) Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal
ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi
pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada
tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara
lain: latihan nafas dalam, batuk efektif dan gerak sendi.
b. Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang,
maka dokter bedah tidak mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang
harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud

21

Universitas Sumatera Utara

adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan
lain seperti ECG, dan lain-lain. Sebelum dokter mengambil keputusan
untuk melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan berbagai
pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa
menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah
memutuskan bahwa pasien harus operasi maka dokter anestesi berperan
untuk menentukan apakah kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk
itu dokter anestesi juga memerlukan berbagai macam pemeriksaan
laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan
masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum,
Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto
thoraks dan EKG.
Berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada
pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap
pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani
oleh pasien). Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien
preoperasi antara lain :
1. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks,
abdomen, foto tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi),
CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI (Magnetic
Resonance

Imagine),

BNO-IVP,

Renogram,

Cystoscopy,

Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio
Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.

22

Universitas Sumatera Utara

2. Pemeriksaan

Laboratorium,

berupa

pemeriksaan

darah

:hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju enap darah),
jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit
(kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT, ureum, kreatinin, BUN,
dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsum tulang jika
penyakit terkait dengan kelainan darah.
3. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan
jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi.
Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor
ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
4. Pemeriksaan

Kadar

Gula

Darah

(KGD)

dilakukan

untuk

mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang normal
atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam
(puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga
dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (post prandial).
c. Pemeriksaan Status Anestesi
Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiusan ditujukan untuk
keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anestesi demi
kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik
yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri
pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan
menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist).

23

Universitas Sumatera Utara

Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya
akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.
d. Informed Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap
pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan
tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Informed Consent. Baik pasien
maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi
sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan
menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan
dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anestesi). Meskipun
mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat
dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam
kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi
yang berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali
ke rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera
setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor
seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan
terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama
dalam perawatan. Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit
menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang
bertanggung jawab terhadap pasien wajib untuk menandatangani surat
pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan
pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan

24

Universitas Sumatera Utara

tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun
keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersebut akan
mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur
pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika
petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya
berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini
sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak maka penyesalan akan
dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan
ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga.
e. Persiapan Mental
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam
proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil
dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Masalah mental yang biasa
muncul pada pasien preoperasi adalah kecemasan. Maka perawat harus
mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi klien. Perawat perlu
mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam
menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan preoperasi, seperti adanya
orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung.
Untuk mengurangi/mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat
menanyakan hal-hal yang terkait dengan persiapa operasi, antara lain :
pengalaman operasi sebelumnya, persepsi pasien dan keluarga tentang
tujuan atau alasan tindakan operasi. Pengetahuan pasien dan keluarga
tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang. Pengetahuan

25

Universitas Sumatera Utara

pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas
kamar operasi dan juga tentang prosedur. Pengetahuan tentang latihanlatihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus dijalankan setelah
operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dan lain-lain.
Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga atau
perawat. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan
mental pasien. Keluarga hanya perlu mendampingi pasien sebelum
operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-kata yang
menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk
menjalani operasi.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental menurut Taylor
(1997), dapat dilakukan dengan berbagai cara : membantu pasien
mengetahui tentang tindakan yang dialami pasien sebelum opersi,
memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang
akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat
kamar operasi, dan lain-lain.
Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka
diharapkan pasien menjadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun
demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien mengetahui tentang
berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien.
a. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan
persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan
bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya : jika pasien harus puasa

26

Universitas Sumatera Utara

dan sampai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya,
pasien peru diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang
dlakukan, dan lain-lain. Diharapkan dengan pemberian informasi yang
lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan
dan mempersiapkan mental pasien dengan baik.
b. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan
tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada
pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di
antar ke kamar operasi.
c. Mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan
hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan
kecemasan pada pasien.
d. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi,
seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk
menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan
istirahatnya terpenuhi.
Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar
operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga
membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan pada
pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk mengantar pasien sampai
ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang
tunggu yang terletak di depan kamar operasi.

27

Universitas Sumatera Utara

Pengkajian terhadap kondisi fisik, psikologis, sosiokultural dan
dimensi spiritual pada klien penting karena pembedahan merupakan
stressor utama psikologis, mempengaruhi pola koping, support system dan
kebutuhan sosiokultural. Penurunan rasa cemas dan takut merupakan hal
yang sangat penting selama masa pre operatif karena stress emosional
ditambah dengan stress fisik meningkatkan resiko pembedahan (Taylor,
1997 ).
Adapun tindakan keperawatan preoperatif yang dapat dilakukan sesuai
peran perawat perioperatif antara lain :
a. Membina hubungan terpeutik, memberi kesempatan pada klien
untuk menyatakan rasa takut dan perhatiannya terhadap rencana
operasi
b. Melakukan sentuhan untuk menunjukkan adanya empati dan
perhatian
c. Menjawab atau menerangkan tentang berbagai prosedur operasi
d. Meningkatkan pemenuhan nutrisi dan hidrasi
e. Mengajarkan batuk dan nafas dalam
f. Mengajarkan manajemen nyeri setelah pembedahan
g. Mengajarkan latihan lengan dan ambulasi
h. Menerangkan alat – alat yang akan digunakan oleh klien selama
operasi

28

Universitas Sumatera Utara

Sehari sebelum operasi :
a. Memberikan dukungan emosional, menjawab pertanyaan dan
memberikan dukungan spiritual bila diperlukan
b. Melakukan pembatasan diet pre operasi
c. Menyiapkan kebutuhan eliminasi selama dan setelah pembedahan
d. Mencukur dan menyiapkan daerah operasi
Hari pembedahan :
a. Mengecek bahwa bahan dan obat – obatan telah lengkap
b. Mengecek tanda – tanda vital
c. Mengecek inform consent
d. Melanjutkan persiapan nutrisi dan hidrasi
e. Melepaskan protese dan kosmetik
f. Melakukan perawatan mulut
g. Mengosongkan blas dan bowel
h. Mempersiapkan catatan yang diperlukan selama pre operasi
i. Memberikan obat –obatan yang perlu diberikan (sesuai order
dokter)
5. Informed Consent
Peraturan Menkes No. 290 tahun 2008 istilah informed consent ini
diterjemahkan dengan Persetujuan Tindakan Medik (PTM), peraturan ini berlaku
sejak tanggal 26 Maret 2008 (Fadilla, 2008).

29

Universitas Sumatera Utara

Yang dimaksud informed artinya memperoleh atau diberi penjelasan. Consent
artinya member persetujuan, menijinkan. Pengertian informed consent adalah
persetujuan

yang diberikan oleh pasien setelah mendapat penjelasan atau

informasi, dengan tujuan untuk menolong pasien (Budianto, 2009)
Informed consent bukan sekedar formulir persetujuan yang didapat dari
pasien, tetapi merupakan suatu proses komunikasi. Tercapainya kesepakatan
antara dokter–pasien merupakan dasar dari seluruh proses tentang informed
consent, formulir itu hanya merupakan pengukuhan atau pendokumentasian dari
apa yang telah disepakati (Manuaba, 2005)
Informasi dalam lingkup medis, ternyata sangat penting.Meski tidak semua
pasien menghendaki penjelasan yang sejelas-jelasnya, akurat dan lengkap tahap
demi tahap perawatan, tetapilangkah penjelasan untuk era saat ini justru
diharuskan.Selain untuk menjaga kemungkinan terlantarnya pasien oleh dokter
yang mempunyai pasien banyak, atau terlantarnya dokter karena harus
menghadapi tuntutan hanya karena tidak mengkomunikasikan kemungkinan
penyakit maka dibuatlah suatu perjanjian hitam di atas putih antara dokter dengan
pasien. Ini disebut sebagai informed consent (Dahlan, 2000)
Seorang dokter melakukan tindakan medis apapun terhadap pasien maka
terlebih dahulu harus memberikan informasi atau penjelasan mengenai tindakan
apa yang hendak dilakukan, apa resikonya, apa manfaatnya, ada tidaknya tindakan
alternatife lain, apa yang mungkin terjadi jika tindakan tersebut tidak dilakukan.
Keterangan ini tentunya harus diberikan secara jelas dan menggunakan bahasa

30

Universitas Sumatera Utara

yang sederhana yang dapat dimengerti oleh pasien dengan memperhitungkan
tingkat pendidikan dan intelektualnya. Dan jika pasien sudah mengerti
sepenuhnya dan memberikan persetujuan maka barulah dokter melakukan
tindakannya, pasien akan diminta menanda-tangani suatu formulir sebagai tanda
persetujuannya (Suwandi, 2005).
Informed consent yang diberikan oleh pasien dianggap tidak sah, apabila
diberikan dengan paksaan, karena memberikan gambaran yang salah atau belainan
dari seseorang yang belum dewasa, dari seseorang yang tidak berwenang, dan
dalam keadaan yang tidak sepenuhnya sadar (Guwandi, 2007).
Hal-hal yang perlu diinformasikan kepada pasien atau keluarga pasien
meliputi : informasi mengenai diagnose penyakit, terapi dan kemungkinan
alternatif terapi lain, cara kerja dan pengalaman dokter yang melakukan tindakan
terhadapnya, kemungkinan perasaan sakit atau perasaan lainnya, resiko dari setiap
tindakan yang dilakukan terhadap pasien, keuntungan dari terapi, prognosa
penyakit atau tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien (Suharto, 2008).
Informasi cukup disampaikan secara lisan dengan memperhatikan tingkat
pendidikan dari orang yang berhak menerimanya. Tentunya diperlukan seni
sendiri agar yang bersangkutan mampu memahami dan kemudian menyetujui,
sebab pemberian informasi akan menjadi sia-sia jika pada akhirnya pasien atau
keluarganya menolak tindakan medik yang akan dilakukan dokter (Dahlan, 2000).
Pemberian informasi tidak boleh bersifat memperdaya, menekan, atau
menciptakan ketakutan, sebab ketiga hal tersebut akan membuat persetujuan yang

31

Universitas Sumatera Utara

diberikan menjadi cacat hukum. Informasi harus diberikan oleh dokter yang akan
melakukan tindakan medik, sebab hanya dokter yang tahu mengenai kondisi
pasien dan tindakan medik yang akan dilakukan. Jika pasien sudah mengerti
sepenuhnya dan memberikan persetujuan maka barulah dokter boleh melakukan
tindakannya, sebagai lanjutan pasien akan diminta untuk menandatangani suatu
formulir sebagai bukti persetujuannya (Suharto, 2008).
Pada keadaan emergensi, informed consent tetap merupakan hal yang penting
walaupun prioritasnya diakui paling bawah.Prioritas yang paling utama adalah
tindakan menyelamatkan nyawa. Walaupun tetap penting, namun informed
consent tidak boleh menjadi penghalang atau penghambat bagi pelaksanaan
emergency care sebab dalam situasi kritis di mana dokter berpacu dengan maut, ia
tidak mempunyai cukup waktu untuk menjelaskan atau berdiskusi sampai pasien
benar-benar menyadari kondisi dan kebutuhannya serta memberikan keputusan.
Dokter juga tidak memiliki banyak waktu untuk menunggu sampai keluarganya
datang, kalaupun keluarga pasien hadir dan kemudian tidak menyetujui tindakan
dokter maka berdasarkan doctrine of necessity, dokter tetap harus melakukan
tindakan emergency care.Hal ini sesuai pula dengan Pemenkes No.290 Tahun
2008 (Suharto, 2008).
Peran perawat dalam perawatan pre operasi adalah sebagai advocate,
counselor dan consultant. Sebagai advocate adalah sebagai pembela dan
pelindung terhadap hak-hak pasien. Peran advokasi dilakukan perawat dalam
membantu pasien dan keluarga dalam menginterprestasi berbagai informasi dari
pemberi layanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan
32

Universitas Sumatera Utara

atas tindakan keperawatan yang diberikan terhadap pasien juga dapat berperan
mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak oleh
pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak untuk
menentukan nasibnya dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
Perawat sebagai consellor adalah mengatasi tekanan psikologis dengan mencari
penyebab kecemasannya, memberikan keyakinan dalam mengurangi kecemasan
pasien, membantu pasien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau
masalah sosial, untuk membangun hubungan interpersonal yang baik, dan untuk
meningkatkan perkembangan seseorang dimana didalamnya diberikan dukungan
emosional dan intelektual. Perawat sebagai consultant adalah memperhatikan hak
pasien dalam menentukan alternatif baginya dalam memilih tindakan yang tepat
dan terbaik serta memposisikan dirinya sebagai tempat berkonsultasi untuk
memecahkan suatu permasalahan yang dialami atau mendiskusikan tindakan
keperawatan yang tepat untuk diberikan (Mubarak & Chayatin, 2009).
Perawat merupakan tenaga kesehatan bagi pasien selama 24 jam. Oleh karena
itu perawat akan banyak melakukan kontak dengan pasien. Berbagai masalah
pasien yang berkaitan dengan hidup dan mati pasien sering dihadapi perawat,
untuk itu perawat harus mengetahui implikasi hukum mengenai apa yang dapat
dan tidak dapat dilakukan kepada pasein. Perawat bertanggung jawab dalam
menentukan pemahaman pasien tentang pembedahan yang akan dijalani dan
memastikan bahwa semua penyuluhan preoperative telah diberikan (Potter, 2005).

33

Universitas Sumatera Utara