Kecemasan Pasien Preoperasi di RSUD Dr. Pirngadi Medan

(1)

Kecemasan Pasien Pre-operasi di Rumah Sakit

Dr. Pirngadi Medan

SKRIPSI

oleh

Citra Nasrani Natalia Simbolon 111101119

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

(4)

Judul : Kecemasan Pasien Preoperasi di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Nama Mahasiswa : Citra Nasrani Natalia Simbolon

NIM : 111101119

Jurusan : Ilmu Keperawatan

Tahun : 2015

ABSTRAK

Pembedahan memberikan berbagai reaksi emosi dan reaksi psikologis pasien, diantaranya adalah kecemasan dan stress. Kecemasan yang timbul dipengaruhi oleh pandangan pasien, pengalaman yang pernah dirasakan, mitos yang pernah didengar, bahkan pengalaman tetangga atau keluarga yang buruk, serta pengaruh akan kehidupan sehari-hari individu tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kecemasan pasien preoperasi di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan jumlah responden 30 orang pasien preoperasi dengan operasi minor. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang mengalami kecemasan ringan sebanyak 24 orang (80%), kecemasan sedang sebanyak 6 orang (20%), dan tidak ada pasien yang mengalami kecemasan berat. Disarankan untuk pihak rumah sakit untuk tetap meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatannya dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien preoperasi.


(5)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan karunia-Nya skripsi yang berjudul : Kecemasan pasien preoperasi di RSUD Dr Pirngadi Medan dapat diselesaikan dengan baik.

Selama proses skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, bimbingan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik mulai dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, tentulah akan terasa sangat sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Mahnum Lailan Nasution,S.Kep,Ns,M.Kep. selaku pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu dan perhatiannya dengan penuh kesabaran dalam memberikan masukan, arahan, dukungan serta bimbingan dalam proses penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Yesi Ariani, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku dosen penguji I yang telah memberi masukan untuk memperbaiki skripsi ini.

5. Ibu Wardiah, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku dosen penguji II yang telah memberikan masukan untuk memperbaiki skripsi ini.


(6)

6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.

7. Kedua orang tua saya, yakni Bapak saya L. Simbolon dan Ibu saya J. Silitonga, S.E. yang telah memberikan bantuan, dukungan material dan moral serta doa demi kemudahan dalam menyelesaikan pendidikan, juga adik saya Herikson Simbolon dan Josua Simbolon yang telah memberikan dukungan dan doa untuk saya.

8. Sahabat-sahabat terbaik saya Melanie, Ribka, Rinata, Mila dan Junjungan, serta semua teman-teman S1 2011 Fakultas Keperawatan yang telah membantu dan memotivasi dalam penyusunan skripsi ini.

9. KTB AB3 dan PKK saya yang tersayang Kak Siska Hutagalung, adik-adik kelompok yang saya kasihi Yesi yang juga telah mendukung dan mendoakan saya selalu.

10. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menempuh pendidikan dan penyusunan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembacanya, dan penulis juga menerima saran yang membangun dari semua pihak untuk hasil yang lebih baik. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.

Medan, September 2015


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

DAFTAR SKEMA ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1. Latar belakang ... 1

2. Pertanyaan Penelitian ... 5

3. Tujuan Penelitian ... 5

4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

1. Kecemasan ... 7

1.1 Pengertian Kecemasan ... 7

1.2 Penyebab Kecemasan ... 8

1.3 Karakteristik dan Tingkat Kecemasan ... 9

1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Pasien Pre-operasi ... 12

1.5 Respon Tubuh terhadap Kecemasan ... 23

2. Operasi ... 24

2.1 Pengertian Preoperasi ... 24

2.2 Tipe-tipe Pembedahan ... 24


(8)

2.4 Persiapan Preoperasi ... 28

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ... 32

1. Kerangka Penelitian ... 32

2. Definisi operasional ... 33

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 24

1. Desain Penelitian ... 34

2. Populasi dan sampel ... 34

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

4. Pertimbangan Etik ... 35

5. Instrumen Penelitian ... 36

6. Uji validitas dan realibilitas instrumen ... 37

7. Pengumpulan Data ... 38

8. Analisa Data ... 39

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

1. Hasil penelitian ... 40

2. Pembahasan ... 42

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

1. Kesimpulan ... 48

2 . Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Penjelasan Tentang Penelitian Lampiran 2 Lembar Persetujuan Responden Lampiran 3 Instrumen Penelitian

Lampiran 4 Hasil Reliabilitas Kuesioner Lampiran 5 Hasil Penelitian

Lampiran 6 Taksasi Dana

Lampiran 7 Surat Validitas Kuesioner

Lampiran 8 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Lampiran 9 Surat Uji Reliabilitas Kuesioner

Lampiran 10 Surat Balasan Uji Reliabilitas Kuesioner Lampiran 11 Surat Survey Awal

Lampiran 12 Surat Selesai Survey Awal Lampiran 13 Surat Izin Survey Pendahuluan Lampiran 14 Surat Izin Penelitian

Lampiran 15 Surat Pernyataan Keaslian Terjemahan Lampiran 16 Riwayat Hidup


(10)

DAFTAR SKEMA


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Defenisi operasional variabel penelitian ... 33 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik Demografi

Pasien ... 41 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Kecemasan ... 42


(12)

Judul : Kecemasan Pasien Preoperasi di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Nama Mahasiswa : Citra Nasrani Natalia Simbolon

NIM : 111101119

Jurusan : Ilmu Keperawatan

Tahun : 2015

ABSTRAK

Pembedahan memberikan berbagai reaksi emosi dan reaksi psikologis pasien, diantaranya adalah kecemasan dan stress. Kecemasan yang timbul dipengaruhi oleh pandangan pasien, pengalaman yang pernah dirasakan, mitos yang pernah didengar, bahkan pengalaman tetangga atau keluarga yang buruk, serta pengaruh akan kehidupan sehari-hari individu tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kecemasan pasien preoperasi di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan jumlah responden 30 orang pasien preoperasi dengan operasi minor. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang mengalami kecemasan ringan sebanyak 24 orang (80%), kecemasan sedang sebanyak 6 orang (20%), dan tidak ada pasien yang mengalami kecemasan berat. Disarankan untuk pihak rumah sakit untuk tetap meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatannya dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien preoperasi.


(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penyakit merupakan suatu fenomena yang kompleks dan berpengaruh negatif terhadap kehidupan manusia. Peningkatan penyakit berhubungan dengan dampak dari perubahan gaya hidup seiring perkembangan dunia yang semakin modern, pertumbuhan populasi dan peningkatan usia harapan hidup. Riskesdas (2013) menyatakan bahwa penyebab kematian akibat penyakit semakin meningkat. Penyakit yang semakin kompleks di masyarakat diantaranya penyakit yang menular (ISPA, pneumoni, TB paru, hepatitis, diare dll) dan penyakit tidak menular (asma, PPOK, kanker, DM, hipertiroid, hipertensi, jantung koroner, gagal jantung, stroke, gagal ginjal kronis dan penyakit sendi).

Seiring dengan munculnya berbagai penyakit yang semakin kompleks, maka penanganan untuk mengatasi penyakit tersebut pun semakin beragam. Tindakan pembedahan atau operasi merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh tim medis untuk proses penyembuhan pasien. Banyak sekali penyakit yang memerlukan tindakan pembedahan atau operasi. Misalnya saja, penyakit usus buntu, hernia, tumor, patah tulang, batu ginjal, kanker dan lain-lain. Tindakan ini dikerjakan menggunakan teknik invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (Bailey,2010).


(14)

Menurut World Health Organization (2009) mengatakan bahwa perawatan bedah merupakan komponen penting dari perawatan kesehatan dunia yang diperkirakan ada 230 juta operasi utama dilakukan di seluruh dunia setiap tahunnya. Di Indonesia, operasi bedah saraf ada sebanyak 496 orang pada tahun 2013 sedangkan pada tahun 2012 jumlah pasien bedah saraf ada sebanyak 414 orang, jumlah pasien bedah tumor dan stroke ada sebanyak 103 orang.

Proses pembedahan atau operasi terdiri dari 3 bagian yakni, preoperasi, operasi, dan pasca operasi. Tahap preoperasi merupakan awal dari sebuah proses pembedahan yang sangat menentukan tindakan pada masa intra- dan pasca operasi. Tindakan preoperasi yang dilakukan oleh perawat dalam mempersiapkan pasien untuk tindakan pembedahan dengan tujuan menjamin keselamatan pasien intraoperatif (mengindari komplikasi yang memperburuk kondisi pasien). Persiapan yang diperlukan yakni persiapan fisik dan mental sangat diperlukan, karena keberhasilan suatu tindakan pembedahan berawal dari keberhasilan persiapan sebelum operasi (Qosim,2013).

Kesiapan psikologis pasien bedah harus dikaji sebelum masuk ke ruang operasi. Pengkajian tingkat kecemasan pasien preoperasi ini perlu dilakukan karena berpengaruh terhadap fisiologi tubuhnya sebelum menjalani operasi dan menimbulkan masalah baru. Bila data yang dikumpulkan pasien mengalami kecemasan yang gawat, maka perawat berkolaborasi dengan dokter mengenai evaluasi tindak lanjut. Rencana pembedahan bisa ditunda untuk situasi tersebut (Long,1996).


(15)

Pembedahan ini sering memberikan berbagai reaksi emosi dan reaksi psikologis pasien, diantaranya adalah kecemasan dan stress (Hart,2009). Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Banjarnahor (2014) di Rumah Sakit umum Daerah Dr. Pirngadi Medan tentang gambaran tingkat kecemasan pasien preoperasi yakni kecemasan ringan 19 responden (47.5%), kecemasan sedang 13 responden (32.5%) dan kecemasan berat 8 responden (20%).

Kecemasan yang timbul dipengaruhi oleh pandangan pasien, pengalaman yang pernah dirasakan, mitos yang pernah didengar, bahkan pengalaman tetangga atau keluarga yang buruk, serta pengaruh akan kehidupan sehari-hari individu tersebut. Kecemasan yang timbul akibat proses pembedahan dapat berupa berbagai macam alasan. Beberapa diantaranya adalah seperti takut nyeri setelah pembedahan, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal, takut keganasan (bila diagnosis yang ditegakkan belum pasti), takut atau kecemasan menghadapi ruangan operasi dan peralatan pembedahan, takut mati saat dibius atau tidak sadar, takut operasi gagal (Mulyani,2008).

Kecemasan timbul sebagai respon terhadap stress, baik stress fisiologi maupun stress psikologi. Artinya, kecemasan terjadi ketika seseorang terancam baik secara fisik maupun secara psikologis (Asmadi,2008). Kecemasan ini dipengaruhi oleh berbagai hal. Kecemasan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu usia, pengalaman, tipe kepribadian, keadaan fisik, maturasi sedangkan faktor eksternal yaitu status pendidikan, pengetahuan, status ekonomi, potensi stressor,obat, keluarga, sosial budaya dan lingkungan (Adikusumo dalam Chandra, 2003)


(16)

Hal ini dapat dilihat dari beberapa penelitian diantaranya Erawan,Opod & Pali (2013), menyatakan bahwa perempuan lebih banyak mengalami kecemasan daripada laki-laki. Perempuan mengalami kecemasan dengan tingkat yang lebih tinggi daripada laki-laki. Yunita & Mahpolah (2013), menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara umur dengan tingkat kecemasan ibu primipara pada masa nifas di wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar.

Menurut Long (1996), pemberian informasi tentang pembedahan/operasi kepada pasien merupakan langkah penting untuk kesiapan pasien dalam pembedahan. Hasil penelitian oleh Larasati (2009) menjelaskan bahwa preoperatif teaching sangat efektif pada pasien yang akan menjalani operasi dalam mengurangi tingkat kecemasannya. Hal ini diketahui melalui perubahan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan preoperative teaching yakni dari kecemasan sedang (53%) dan kecemasan berat (47 %) menjadi kecemasan ringan (54%) dan kecemasan sedang (33%) dan kecemasan berat (13%).

Menurut Hawari (2013), mekanisme terjadinya kecemasan berhubungan dengan proses psiko-neuro-imunologi atau psiko-neuro-endokrinolog. Setiap individu yang mengalami stresor psikososial belum tentu akan mengalami kecemasan, hal ini tergantung pada struktur kepribadiannya yaitu usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dukungan sosial dari keluarga, teman, dan masyarakat.

Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang dilakukan di RSUD Dr Pirngadi Medan didapat total individu yang menjalani semua jenis operasi pada periode Desember 2014 yakni 4237 orang sedangkan pada periode


(17)

Januari-Desember 2013 individu yang menjalani operasi sebanyak 2747 orang sedangkan total pasien preoperasi bedah minor berjumlah sebanyak 139 orang pada tahun 2013.

Berdasarkan kondisi dari hasil penelitian sebelumnya, peneliti merasa tertarik untuk meneliti tentang kecemasan pasien preoperasi di RSUD DR Pirngadi Medan.

2. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana kecemasan pasien preoperasi di RSUD DR Pirngadi Medan?

3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kecemasan pasien preoperasi di RSUD Pirngadi Medan.

4. Manfaat Penelitian

4.1 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini sebagai bahan masukan yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu keperawatan sehingga dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan selanjutnya.

4.2 Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini sebagai bahan masukan dan informasi dalam meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan keperawatan terhadap pasien preoperasi.


(18)

4.3 Penelitian keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan menjadi data lanjutan dan bermanfaat bagi keperawatan.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kecemasan

1.1 Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah suatu perasaan yang tidak jelas, yang tidak pasti dan menyebar serta tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik (Stuart , 2007). Kecemasan yaitu jawaban emosi yang sifatnya antisipatif, jawaban awal sebelum ada pertanyaan (Baihaqi et al., 2007) . Kecemasan adalah istilah yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu menggambarkan keadaan kekhawatiran, kegelisahan yang tidak jelas, atau reaksi ketakutan dan tidak tentram yang terkadang diikuti dengan keluhan fisik. Gangguan kecemasan adalah gangguan yang berkaitan dengan perasaan khawatir yang tidak nyata, tidak masuk akal, tidak sesuai antara yang berlangsung terus atas prinsip yang terjadi (manifestasi) dan kenyataan yang dirasakan (Pieter,2010).

Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup. Kecemasan adalah pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada objek yang jelas atau spesifik sehingga individu merasakan perasaan was-was atau khawatir seolah-olah ada sesuatu buruk akan terjadi dan pada umumnya disertai gejala-gejala otonomik yang berlangsung beberapa waktu (Stuart&Laraia (2008) dalam Pieter (2010)).


(20)

Menurut Asmadi (2008), kecemasan adalah reaksi emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme pertahanan dirinya dalam menghadapi masalah.

1.2 Penyebab kecemasan

Menurut Savitri Ramaiah (2003), ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan mengenai pola dasar yang menunjukkan reaksi kecemasan tersebut, yakni:

1.2.1 Lingkungan

Lingkungan maupun tempat tinggal mempengaruhi bagaimana seseorang berfikir tentang diri sendiri dan orang lain. Hal ini bisa terjadi karena pengalaman bersama mereka ataupun kegiatan yang dilalui bersama keluara, sahabat dan tetangga. Kecemasan juga dapat muncul ketika seseorang tidak nyaman dengan lingkungannya.

1.2.2 Emosi yang ditekan

Kecemasan dapat terjadi apabila ketika seseorang menghadapi masalah dan tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut dalam hubungan personal. Kecemasan juga dapat muncul apabila reaksi atau respon stres, marah dipendam dalam jangka waktu yang lama.

1.2.3 Sebab-sebab fisik

Pikiran dan tubuh saling berintegrasi dan dapat menimbulkan kecemasan. Hal ini terjadi biasanya kondisi tubuh sedang mengalami sesuatu, seperti dalam kondisi hamil, mengalami suatu penyakit dan lain-lain.


(21)

Gangguan emosi dapat diturunkan secara genetik, tetapi dalam hal keturunan ini tidak terlalu mempengaruhi tentang terjadinya kecemasan.

1.3 Karakteristik dan Tingkat Kecemasan

Ada beberapa gejala yang menjelaskan tentang munculnya respon emosi ini, yakni pertama gejala psikis: perasaan gundah, khawatir, gugup, tegang, cemas, tak aman, lekas terkejut, emosi labil (perubahan rasa hati berganti-ganti), mudah tersinggung, apatis, perasaan salah tidak pada tempatnya. Kedua, gejala somatik: keringat dingin, sulit bernafas, gangguan lambung, berdebar-debar, tekanan darah meningkat, dan sebagainya. Bentuk kecemasan juga dapat berupa:

a. Free floating anxiety (kecemasan yang mengambang), adalah kecemasan yang tidak jelas dan tidak ada hubungan dengan suatu pemikiran.

b. Agitasi: kecemasan yang disertai kegelisahan motorik yang hebat. c. Panik: serangan kecemasan yang hebat dengan kegelisahan,

kebingungan, dan hiperaktivitas yang tidak terorganisasi.

Peplau (1952) dalam Sheila L Videbeck (2008) menjelaskan tingkatan kecemasan ada 4 , yaitu: ringan, sedang, berat, panik. Tiap tingkatan ini memiliki perbedaan baik dalam perilaku, kemampuan kognitif, respon emosional ketika mengalami kecemasan. Pada kecemasan ringan dan sedang , individu mampu memproses informasi, belajar, dan mengatasi masalahnya sendiri. Pada tingkat ini, kecemasan memotivasi pembelajaran dan perubahan perilaku. Pada kecemasan berat dan panik, keterampilan bertahan yang lebih sederhana mengambil alih,


(22)

respon defensif terjadi, dan keterampilan kognitif menurun secara signifikan. Individu yang mengalami kecemasan berat sulit berfikir dan melakukan pertimbangan, otot-ototnya menjadi tegang, tanda-tanda vital meningkat, mondar-mandir, menunjukkan kegelisahaan, irritabilitas dan kemarahan atau menggunakan cara psikomotor emosional lainnya yang sama untuk melepas ketegangan yang dialaminya. Dan pada tingkatan panik, psikomotor-emosional yang mendominasi, disertai dengan respon fight, flight, atau freeze dan juga hanya keterampilan kognitif yang bertahan.

Kemampuan satu individu dengan individu lainnya dalam menghadapi suatu hal hal berbeda. Hal ini tentu berpengaruh terhadap reaksi emosional kecemasan pada tiap individu. Tiap tingkatan memiliki karakteristik atau manifestasi yang berbeda satu sama lain. Karakteristik kecemasan bergantung pada kematangan individu, pemahaman mengatasi masalah, harga diri, mekanisme koping yang digunakannya (Asmadi, 2008).

Tabel Tingkat Kecemasan dan Karakteristik Tingkat

Kecemasan

Karakteristik

Ringan  Berhubungan dengan kejadian sehari-hari  Kewaspadaan meningkat

 Persepsi terhadap lingkungan meningkat  Memotivasi dan berkreasi

 Respon fisologis: sesekali nafas pendek nadi dan tekanan darah meningkat sedikit, gejala ringan pada lambung, muka berkerut, bibir bergetar

 Respon kognitif: mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif, dan terangsang untuk melakukan tindakan


(23)

 Respon perilaku dan emosi : tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, dan suara kadang-kadang meninggi.

Sedang  Respon fisiologi: sering nafas pendek, nadi ekstra sistol dan tekanan darah meningkat, mulut kering, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, sering berkemih dan letih.  Respon kognitif: memusatkan perhatiannya pada hal

yang penting dan mengesampingkan yang lain, lapang persepsi menyempit, dan rangsangan dari luar tidak mampu diterima

 Respon perilaku emosi: gerakan tersentak-sentak, terlihat lebih tegang, bicara lebih banyak dan cepat, susah tidur dan perasaan tidak aman.

Berat  Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal lainnya.

 Respon fisiologis: nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat, sakit kepala, tampak tegang, penglihatan berkabut.

 Respon kognitif: tidak mampu berfikir berat, membutuhkan banyak tuntunan atau bimbingan, lapang persepsi menyempit.

 Respon perilaku dan emosi: perasaan terancam dan komunikasi verbal terganggu (verbalisasi cepat).

Panik  Respon fisiologis : nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada dan pucat, hipotensi serta rendahnya koordinasi motorik

 Respon kognitif : gangguan realitas, tidak dapt berfikir logis persepsi mengenai lingkungan mengalami distorsi, dan ketidakmampuan memahami situasi

 Respon prilaku dan emosi : agitasi, mengamuk dan marah, , ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan kendali atas diri, perasaan terancam, serta dapat berbuat suatu hal yang membahayakan bagi diri sendiri ataupun orang lain disekitarnya .

Sumber : Asmadi (2008)

Keluhan yang sering dikemukakan oleh individu yang mengalami kecemasan menurut Hawari (2013) yaitu: cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut, takut sendirian, takut pada keramaian/banyak orang, gangguan pola tidur,


(24)

mengalami mimpi-mimpi yang menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya ingat, keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot tulang, pendengaran berdenging, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya.

1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Pasien Pre-operasi

Kecemasan merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan dan sangat tidak nyaman dimana sebagian besar orang mencoba untuk menghindar. Mereka sering mencoba untuk mengganti kecemasan dengan perasaan yang masih dapat ditolerasi seperti marah, bosan, depresi, kesedihan, merasa tidak berharga dan lain-lain. Kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni usia, sistem ego, persepsi diri mengenai situasi yang tidak baik/ kehilangan seseorang yang dikasihi, harga diri, pengalaman (Stuart&Laraia,1998).

Menurut Hawari (2013), mekanisme terjadinya cemas berhubungan dengan proses imunologi atau endokrinolog. Proses psiko-neuro-imunologi atau psiko-neuro-endokrinolog merupakan proses yang berhubungan dengan susunan saraf pusat (otak, sistem limbik , sistem transmisi saraf/neurotransmitter) serta kelenjar endokrin (sistem hormonal, kekebalan/immunitiy). Setiap individu yang mengalami stresor psikososial belum tentu akan mengalami kecemasan, hal ini tergantung pada struktur kepribadiannya yaitu usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dukungan sosial dari keluarga, teman, dan masyarakat. Menurut Long (1996), pemberian informasi tentang


(25)

pembedahan/operasi kepada pasien merupakan langkah penting untuk kesiapan pasien dalam pembedahan.

1.4.1 Menurut Stuart & Laraia (1998) faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan antara lain :

1.4.1.1 Faktor predisposisi

Faktor predisposisi yang mempengaruhi kecemasan meliputi pandangan psikoanalitik, pandangan interpersonal, pandangan perilaku, kajian keluarga dan kajian biologis.

Pandangan psikoanalitik mengatakan kecemasan adalah pertentangan reaksi emosi yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id merupakan dorongan impuls primitif dan insting seseorang sedangkan superego menjelaskan tentang hati nurani seseorang yang dikontrol oleh aturan ataupun norma-norma yang berlaku. Ego berfungsi untuk menengahi id dan superego tersebut. Kecemasan muncul sebagai pertanda bahaya bagi ego.

Teori interpersonal menyatakan bahwa kecemasan muncul dari perasaan takut terhadap penolakan dalam hubungan diri dengan orang lain. Hal ini juga dihubungkan dengan trauma pengalaman masa lalu seperti kehilangan dan perpisahan seseorang. Penolakan yang dilakukan orang lain atau masyarakat terhadap eksistensi diri akan menimbulkan respon cemas (anxiety).

Berdasarkan teori perilaku, kecemasan adalah hasil dari frustasi atau stres. Ketidakmampuan atau kegagalan mencapai sesuatu


(26)

yang diinginkan menimbulkan keputusasaan, sehingga menyebabkan seseorang mengalami cemas. Sedangkan berdasarkan kajian keluarga, kecemasan terjadi akibat pola interaksi antar anggota keluarga yang tidak baik. Berdasarkan kajian biologis, kecemasan terjadi akibat adanya penyakit/masalah individu mempengaruhi kondisi psikisnya. 1.4.1.2 Faktor presipitasi

Krisis maturasi, situasioal dan adventif dapat menyebabkan respon kecemasan maladaptif.

Perkembangan psikologi merupakan rangkaian tahap-tahap yang diperlukan dalam pertumbuhan terhadap maturitas. Pada periode transisi dapat terjadi gangguan kesimbangan psikologis. Krisis maturitas merupakan peristiwa perkembangan yang membutuhkan perubahan peran misalnya, perkembangan maturitas yang berhasil dari anak usia dini sampai anak usia tengah membutuhkan anak untuk berinteraksi dengan orang-orang diluar keluarga. Pada masa transisi dari remaja sampai dewasa diharapkan bertanggung jawab dalam hal finansial. Kedua tekanan sosial dan biologi yang berubah-ubah tersebut dapat memicu krisis. Adapun sifat dan tingkat dari krisis maturasi dipengaruhi oleh role model, interpersonal dan kemudahan dalam menerima peran baru. Role model yang positif menunjukkan bagaimana individu berperilaku di dalam peran yang baru. Sumber interpersonal mendorong seseorang berusaha untuk menerima perubahan peran. Penerimaan orang lain terhadap peranan yang baru


(27)

juga penting karena semakin besar penolakan dari orang lain maka individu akan semakin stres dalam menghadapi suatu perubahan. Periode transisi sejak remaja, orang tua, pernikahan, paruh baya dan pensiun merupakan masa yang penting untuk terjadinya krisis maturasional.

Krisis situasional terjadi ketika keseimbangan psikologi individual atau group mengalami gangguan misalnya, kehilangan pekerjaan, kehilangan seseorang yang dicintai, kehamilan yang tidak diinginkan, timbulnya penyakit atau penyakit yang semakin memburuk, perceraian, masalah sekolah dan menyaksikan kejahatan. Kehilangan pekerjaan dapat mengakibatkan stres finansial, merasa tidak mampu sebagai pencari nafkah, dan konflik pernikahan. Kehilangan seseorang yang dicintai dapat juga membuat stres finansial, perubahan peran anggota keluarga dan kehilangan dukungan emosional. Timbulnya atau memburuknya penyakit menyebabkan kesedihan antisipatif dan takut kehilangan orang yang dicintai. Perceraian sama dengan stres akibat kehilangan orang yang dicintai dan juga krisis tersebut dapat kambuh jika berurusan dengan mantan pasangan. Kehamilan yang tidak diinginkan menyebabkan stres karena itu berhubungan dengan membuat keputusan yang penting yaitu apakah melahirkan atau aborsi, serta apakah merawat bayi atau memberikannya untuk diadopsi. Bila kehamilan diaborsi atau anak diadopsi maka membutuhkan penanganan akan perasaan sedih dan marah. Apabila bayi tetap diasuh, maka


(28)

mengharuskan terjadinya perubahan gaya hidup. Masalah disekolah juga dapat menyebabkan perasaan tidak mampu. Orang tua sering menyalahkan mereka atau orang lain dan akibat yang terburuk adalah terjadinya konflik keluarga. Terakhir, menjadi seorang korban atau saksi dari sebuah kejahatan dapat menyebabkan perasaan ketidakberdayaan terhadap diri sendiri dan orang lain, ketakutan, mimpi buruk, dan perasaan bersalah menyebabkan atau tidak menghentikan terjadinya kejahatan.

Krisis adventif merupakan peristiwa yang tidak disengaja, luar biasa dan tidak terduga, seperti: kebakaran, gempa bumi, badai dan banjir yang mengganggu seluruh masyarakat. Tragedi yang terjadi belakangan ini juga merupakan krisis adventif, yaitu: penyanderaan, pembunuhan ditempat kerja, kecelakaan pesawat, kerusuhan dan pemboman didaerah ramai.Berbeda dengan krisis maturasi dan situasional, krisis adventif tidak terjadi pada setiap orang. Namun, apabila krisis adventif terjadi, krisis ini tidak dapat terselesaikan hanya oleh mekanisme koping akibat beratnya masalah. Bencana sering menimbulkan masalah-masalah emosional berminggu-minggu bahkan sampai berbulan-bulan setelah peristiwa bencana. Ada lima fase respon individu terhadap bencana, yaitu:

 Dampak (impact) : ditandai oleh: syok, panik, atau ketakutan yang ekstrim; penilaian seseorang terhadap kenyataan seperti: sangat miskin, dan perilaku yang merusak diri sendiri.


(29)

 Heroic : adanya semangat kerjasama antara teman, tetangga dan tim gawat darurat; kegiatan yang berguna pada waktu bencana dapat menolong mengatasi perasaan cemas dan depresi, tetapi kegiatan yang berlebihan mengarah kepada kelelahan (burn out).

 Honeymoon : mulai muncul satu minggu sampai beberapa bulan setelah bencana; kebutuhan untuk menolong orang lain secara terus-menerus, uang, dan penerimaan dukungan dari berbagai instansi yang menyediakan kebutuhan untuk memulai kembali didalam komunitas, masalah psikologi dan perilaku yang mungkin diabaikan.

 Kekecewaan (disillusionment) : sekitar dua bulan sampai dengan satu tahun; waktu kekecewaan, kebencian, frustasi dan marah; korban sering membandingkan keburukan tetangga mereka dengan mereka sendiri dan mungkin untuk benci, iri, atau menunjukkan sikap bermusuhan terhadap orang lain.

 Rekonstruksi dan reorganisasi : individu mulai sadar bahwa mereka harus memahami masalah mereka sendiri; mereka mulai membangun rumah , bisnis mereka. Periode ini dapat berlangsung selama bertahun – tahun setelah bencana terjadi.

Jika tahap rekonstruktif tidak dimulai sejak enam bulan setelah terjadinya bencana maka kemungkinan masalah psikologis akan sangat meningkat.


(30)

Menurut Stuart & Laraia (1998), faktor pencetus berasal dari sumber internal atau eksternal. Ada dua kategori faktor pencetus kecemasan, yaitu ancaman terhadap integritas fisik dan terhadap sistem diri.

Ancaman terhadap integritas fisik meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Sumber internal dapat berupa kegagalan mekanisme fisiologis seperti jantung, sistem imun, regulasi temperatur, perubahan biologis yang normal seperti kehamilan dan penuaan. Sumber eksternal dapat berupa infeksi virus atau bakteri, zat polutan, luka trauma. Kecemasan dapat timbul akibat kekhawatiran terhadap tindakan operasi yang mempengaruhi integritas tubuh secara keseluruhan.

Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial seseorang. Sumber internal dapat berupa kesulitan melakukan hubungan interpersonal di rumah, di tempat kerja dan di masyarakat. Sumber eksternal dapat berupa kehilangan pasangan, orangtua, teman, perubahan status pekerjaan, dilema etik yang timbul dari aspek religius seseorang, tekanan dari kelompok sosial atau budaya. Ancaman terhadap sistem diri terjadi saat tindakan operasi akan dilakukan sehingga akan menghasilkan suatu kecemasan.


(31)

1.4.2Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien preoperasi menurut Gruendemann & Fernsebner (2006) yaitu:

1.4.2.1 Dukungan Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang secara langsung mempengaruhi individu. Keluarga merupakan lingkungan mikrosistem, yang menentukan kepribadian dan kesehatan mental anggota keluarga yang ada didalamnya. Jadi, keluarga merupakan lingkungan yang sangat penting yang dibutuhkan anggota keluarga lainnya.

Dukungan keluarga terhadap seseorang yang akan menjalani operasi sangat berpengaruh pada tingkat kecemasan yang dialaminya. Sebagian keluarga atau sahabat dapat meningkatkan rasa cemas pasien karena terjadi transmisi cemas dari mereka yamg merangkul pasien, sehingga terjadi penayangan perilaku cemas atau menyumbangkan jaminan palsu. Pendampingan ataupun kehadiran oleh keluarga atau sahabat dapat mengurangi rasa cemas pasien.

Individu dengan kondisi kecemasan tingkat tinggi tidak mampu berkonsentrasi terhadap informasi yang diberikan perawat selama perawatan ataupun prosedur. Dukungan terhadap seseorang dapat membantu seseorang dalam mengambil keputusan ataupun mengatasi stresor yang ia hadapi. Dukungan tersebut sangat bermanfaat dalam membuat individu membagikan kecemasan yang ia alami dan mendapatkan solusi alternatif yang akan mempengaruhi pola fikirnya.


(32)

1.4.2.2 Dukungan Petugas Kesehatan

Dukungan petugas kesehatan merupakan support sistem yang diberikan oleh petugas kesehatan terhadap pasien properasi mulai dari masuk rumah sakit sampai ke ruang operasi. Dukungan ini dapat berupa komunikasi terapeutik, dukungan emosional/perhatian dari petugas kesehatan, dan penjelasan mengenai pembedahan yang akan dijalani.

Petugas kesehatan seharusnya menumbuhkan kepercayaan /keyakinan klien dan keluarganya dalam rangka pemenuhan kebutuhan fisik/fisiologis klien sehingga klien percaya bahwa para profesional yang terlibat dalam perawatannya benar-benar memahami kebutuhan spesifiknya. Apabila klien percaya terhadap petugas kesehatan yang merawatnya, maka klien akan lebih tenang dan kooperatif terhadap rencana keperawatan maupun tindakan pembedahan. Perawat yang mampu mengekspresikan kekhawatiran dan kasih sayang kepada pasien dan keluarga dan menunjukkan ketulusan mereka mungkin diterima sebagai pendukung.

Dukungan ini juga dapat berupa jawaban yang pasti dan jujur dengan penuh percaya diri dan perhatian dari tenaga kesehatan tentang apa yang ditanyakan oleh pasien maupun keluarga dan juga pemberitahuan tentang tindakan apa yang akan dlilaksanakan, apa saja yang perlu dipersiapkan ataupun dimana keluarga akan menunggu selama pembedahan berlangsung serta proses berlangsungnya operasi.


(33)

Dengan demikian, keluarga dan pasien akan merasa dihargai dan menciptakan persepsi positif terhadap tenaga kesehatan.

1.4.2.3 Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan pasien mengenai informasi operasi. Takut terhadap hal yang tidak diketahui ataupun kecemasan, dapat berkurang dengan cara memberikan informasi tentang pembedahan yang akan dikerjakan. Strategi keperawatan yang utama pada masa pre-operasi ini adalah memberikan informasi yang bertujuan untuk mencegah yang potensial menjadi komplikasi. Takut terhadap yang tidak diketahui dapat berkurang karena pengetahuan tentang peristiwa yang akan berlangsung. Jumlah informasi yang harus diberikan sebelum operasi tergantung kepada latar belakang, minat dan derajat stres dari pasien dan keluarganya. Cara yang terbaik adalah bertanya kepada pasien apa yang mereka ingin ketahui mengenai operasi yang akan berlangsung.

Informasi yang dapat membantu pasien dan keluarganya sebelum operasi yaitu pemeriksaan –pemeriksaan sebelum operasi serta alasannya, hal-hal yang rutin sebelum operasi, alat-alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke kamar bedah (waktu, mengecek prosedur-prosedur), ruang pemulihan, kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi (long,1996).

Pengetahuan pasien dan keluarga mengenai hal-hal pembedahan merupakan kunci keberhasilan proses pembedahan.


(34)

Dengan mengetahui prosedur pembedahannya, mengetahui situasi yang akan terjadi saat mereka tiba di tempat pembedahan, dan mengetahui cara untuk berfungsi kembali pada masyarakat ataupun komunitasnya maka pasien akan memperoleh hasil pembedahaan yang terbaik. Salah satu keuntungan dari pemberiaan informasi preoperasi ini adalah rasa cemas klien akan berkurang terhadap proses bedah yang akan dijalaninya. Ahli bedah dan perawat bertanggung-jawab dalam mempersiapkan klien dan keluarganya dalam melakukan aktivitas perawatan diri setelah operasi misalnya, arah/rute ke fasilitas, ataupun penjelasan mengenai apa yang dimaksud bedah yang akan dijalaninya dan alasannya, dan lain-lain.

1.4.2.4 Kekhawatiran akan nyeri

Kekhawatiran akan nyeri mempengaruhi pasien dalam menjalani operasi. Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan dan bersifat subjektif. Pasien memerlukan penjelasan mengenai nyeri yang akan dirasakannya setelah operasi. Perawat bertugas menjelaskan nyeri yang akan dirasakan pasien baik pada saat pembedahan maupun pasca pembedahan. Apabila klien mencapai harapan yang realistik terhadap nyeri dan mengetahui cara mengatasinya maka rasa cemas akan berkurang.

1.4.2.5 Persepsi pasien terhadap hasil bedah

Persepsi hasil bedah ialah pasien memiliki gambaran tersendiri mengenai hasil yang mungkin terjadi setelah pembedahan.


(35)

Pasien mungkin memikirkan aktifitasnya akan terganggu, terjadi kecacatan, terjadi kegagalan terhadap operasi, terjadi kesalahan oleh petugas kesehatan, kematian dan lain-lain. Semakin sering pasien memikirkan kemungkinan hasil pembedahan maka semakin tinggi tingkat kecemasan. Perawat bertugas membantu klien dan keluarga untuk mencapai harapan yang realistik terhadap pembedahan.

1.5 Respon Tubuh terhadap Kecemasan

Kecemasan yang dialami seseorang berdampak pada sistem fisiologinya, yakni (1) kardiovaskular seperti nadi meningkat/menurun, tekanan darah meningkat/menurun, jantung berdebar-debar, pingsan (2) Respiratory seperti nafas cepat, nafas pendek dan dangkal, sesak (3) Gastrointestinal seperti kurang selera makan, nyeri pada perut, diare (4) Neuromuscular seperti insomnia, tremor, gerakan yang tidak terarah, mudah terkejut (5)Kulit seperti mudah berkeringat dilokasi tertentu, wajah yang memerah, gatal.

Tubuh juga memberikan respon terhadap kecemasan seperti gelisah, tegang, bicara cepat, hiperventilasi, menghindar, tremor, tidak tenang. Selain itu individu yang mengalami cemas akan susah konsentrasi, susah mengambil keputusan, pemikiran mudah terblok, bingung, dan sering mimpin buruk.

2. Pre-Operatif


(36)

Pembedahan merupakan salah satu cara utama pengobatan medis. Menurut R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong (2005) dalam Maryunani (2014) menyatakan pembedahan atau operasi merupakan semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani.

Preoperasi merupakan tahap awal dari perawatan perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima di ruang pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan operasi atau pembedahan (Maryunani,2014).

2.2 Tipe-tipe Pembedahan

2.2.1 Tipe-tipe Pembedahan Menurut Long (1996)

Klasifikasi menurut operasi /pembedahan eksternal dan internal: Pembedahan eksternal/luar dilakukan pada kulit atau jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan ini memiliki beberapa dampak ataupun kerugian, seperti adanya jaringan parut/ tampak bekas luka, dan menimbulkan stres bagi pasien. Contoh pembedahan eksternal ini yaitu bedah plastik, yang bertujuan untuk perbaikan dan rekonstruksi jaringan yang rusak.

Pembedahan internal/dalam ini berhubungan dengan penetrasi tubuh. Dampak dari jenis pembedahan ini dapat tidak menimbulkan jaringan parut. Tetapi resikonya bisa menyebabkan komplikasi, seperti perlengketan (adhesi). Pembedahan pada organ-organ dalam tubuh dapat menyebabkan penurunan fungsi tubuh.


(37)

Klasifikasi berdasarkan lokasi bagian tubuh atau sistem tubuh, yaitu : pembedahan/operasi dada, operasi jantung/ bedah kardiovaskuler, operasi / bedah syaraf / neurologis.

Berdasarkan luas pembedahan yaitu: (1)bedah minor merupakan pembedahan yang sederhana dan sedikit menimbulkan faktor resiko dan dilakukan pada bagian kecil pada tubuh. Bedah minor ini menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim. Meskipun operasi ini dianggap minor/ kecil, bagi pasien tetap menimbulkan ketakutan dan kecemasan bagi pasien. (2)Bedah mayor adalah pembedahan yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup pasien. Contoh: total abdominal histerektomi, reseksi kolon dll.

Berdasarkan tujuan pembedahan , yaitu: (1)Bedah diagnostik adalah untuk menentukan penyebab dari gejala. Contoh: biopsi/ laparatomi. (2)Bedah kuratif/ ablatif untuk mengangkat bagian tubuh yang bemasalah/ mempunyai penyakit. (3)Bedah restoratif adalah menguatkan area-area yang lemah dan memperbaiki deformitas. Contoh: herniorrhapy. (4)Bedah reparatif adalah untuk memperbaiki luka yang multipel. Contoh: mengobati luka pasien diabetes. (5) Bedah rekonstruktif atau kosmetik adalah untuk memperbaiki penampilan. (6)Bedah paliatif adalah untuk meringankan gejala tanpa menyembuhkan penyakit. (7)Bedah transplantif adalah penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau struktur yang malfungsi.


(38)

Berdasarkan urgensinya dilakukan tindakan pembedahan, yaitu (1)Bedah kedaruratan/emergensi: kondisi pasien membutuhkan perhatian dan tindakan sesegera mungkin, karena gangguan yang dapat muncul kalau tidak ditangani segera dapat mengancam jiwa (kematian atau kecacatan fisik). (2)Bedah urgensi :Pasien membutuhkan perhatian segera.Contoh; infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra. (3)Bedah diperlukan: kondisi pasien harus menjalani pembedahan , namun direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan. (4)Bedah elektif: bedah yang harus dioperasi ketika diperlukan , tidak terlalu membahayakan jika tidak dilakukan. (5)Bedah pilihan: keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya kepada pasien.

2.3 Faktor-Faktor Resiko terhadap Bedah 2.3.1 Usia

Bedah dapat dilakukan pada setiap usia individu, mulai dari masa bayi, masa remaja, sampai lanjut usia. Namun pada masa seorang individu sudah lanjut usia sekali, kemampuan untuk mentolerir stres tidak berfungsi dengan baik, seperti trauma jaringan bedah, atau infeksi.

2.3.2 Nutrisi

Pengaruh pembedahan terhadap individu yang malnutrisi (kelebihan ataupun kekurangan) dengan individu yang lebih baik kondisi nutrisinya akan sangat berbeda, karena individu yang malnutrisi lebih berisiko menderita komplikasi. Pada individu yang memiliki kekurangan nutrisi, proses penyembuhan luka menjadi sangat lamban. Proses penyembuhan luka


(39)

membutuhkan protein untuk menjaga homeostasis fungsi metabolisme. Bila tindakan bedah merupakan jenis bedah yang tidak segera, maka pembedahan dapat ditunda sampai dengan kondisi nutrisinya sudah membaik. Pada individu yang kelebihan nutrisi atau kegemukan memiliki resiko seperti komplikasi respiratori, pluktuasi gejala vital, luka terngangah, hernia bekas insisi, thrombophlebitis.

2.3.3 Ketidaksempurnaan Respon Neuroendokrin

Respon neuroendokrin membantu individu beradaptasi terhadap stresor bedah. Apabila respon neuroendokrin tidak sempurna, maka komplikasi yang dapat terjadi yaitu shock, penyembuhan luka lamban, anastesi tidak dapat ditolerir dengan baik serta berpengaruh terhadap post operasi, dimana keadaannya menjadi kurang baik.

2.3.4 Penyakit Kronis

Banyaknya penyakit penyerta tidak mempengaruhi komplikasi pasca bedah, namun yang paling penting adalah tingkat kegawatan penyakit tersebut. Penyakit paru-paru dapat mempengarui respon individu terhadap anastesi, dan kemampuan untuk menyesuaikan dengan masalah respiratori. Apabila bedah dilakukan pada individu yang memiliki riwayat penyakit respiratori, maka individu tersebut harus dipastikan terlebih dahulu kondisinya optimal. Penyakit kardiovaskular mempengaruhi respon individu terhadap bedah karena fungsi jantung sangat diperlukan mencegah shock dan menjaga keseimbangan cairan tubuh. Insufiensi renal dapat meningkatkan resiko bedah karena sukar untuk membuang elektrolit yang meningkat. Pasien


(40)

diabetes melitus juga harus dalam keadaan terkendali sebelum menjalani operasi dan dipantau ketat saat operasi dan sesudah operasi.

2.3.5 Merokok

Asap rokok mengiritasi batang trachio-bronchial, yang mengakibatkan meningkatnya jumlah sekresi yang dapat mempersempit saluran udara dan meningkatkan ventilasi. Oleh sebab itu, perokok berat berisiko tinggi terhadap komplikasi pulmonari pasca bedah. Perokok berat biasanya dianjurkan untuk menurunkan intensitas merokok sebelum operasi (Long,1996).

2.4 Persiapan Pra-operasi 2.4.1 Diit

Diit harus disesuaikan dengan kondisi pasien sebelum menjalani operasi. Pada bedah perut dengan residu rendah, makanan dapat diberikan satu hari sebelum operasi. Namun pasien tidak diperbolehkan lagi makan pada waktu 8 jam sebelum operasi dan juga cairan tidak diperbolehkan selama 4 jam sebelum operasi. Persiapan diit ini dilakukan untuk mencegah adanya kemungkinan meningkatnya aspirasi yang dapat menjadi pneumonia. Aspirasi terjadi ketika pasien dianasthesi dan isi makanan di lambung masuk ke dalam paru-paru.

2.4.2 Persiapan Perut

Pemberian huknah sebelum operasi hanya dilaksanakan pada bedah di bagian pencernaan, pelvis, perineal. Tujuan persiapan ini adalah untuk mencegah cedera pada kolon, untuk memudahkan melihat visualisasi pada


(41)

daerah yang akan dioperasi, mencegah konstipasi atau pengerasan tinja pasca operasi.

2.4.3 Persiapan kulit

Persiapan kulit sebelum operasi ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin daerah yang akan di operasi dari mikroorganisme yang terdapat di rambut ataupun di kulit. Rambut dibersihkan dengan cara dicukur searah dengan arah tumbuhnya rambut (Long,1996). Ahli bedah biasanya membuat spesifikasi daerah mana yang harus dicukur.

2.4.4 Bernafas dalam dan latihan batuk

Sebagian orang berisiko tinggi dalam mengadapi komplikasi pulmonal pada pasca bedah, seperti pneumonia, inhalasi anastesi, bedah thorax, bedah perut bagian atas, obesitas, orang tua usia lanjut dan lain-lain. Namun batuk kontraindikasi dengan bedah intrakranial, mata, hidung, dan tenggorokan karena akan menimbulkan tekanan, merusak jaringan, melepaskan jahitan, atau melepaskan gumpalan. Pada fase preoperasi ini, pasien diberikan penyuluhan tentang cara bernafas dalam dan latihan batuk.

2.4.5 Latihan kaki

Vena yang statis pada periode pasca bedah dapat menimbulkan thrombophlebitis (bekuan darah). Pasien yang berisiko tinggi yaitu mobilitas yang berkurang pasca bedah, memiliki riwayat sirkuler perifer yang kurang baik, menjalani bedah kardiovaskular atau pelvis. Pasien-pasien demikian harus melaksanakan latihan kaki guna mencegah vena statis pada kaki.


(42)

Mengencangkan, dan mengistirahatkan otot kaki dapat membantu memompakan darah disepanjang vena.

2.4.6 Mobilitas

Berputar dan bergerak di tempat tidur membantu mencegah komplikasi sirkulatori paru-paru dan kardiovaskuler mencegah dekubitus, merangsang peristaltik, dan mengurangi nyeri. Pasien harus dilatih bagaimana cara duduk di sisi tempat tidur dengan tidak terjadi tarikan pada torehan / luka. Pasien juga harus diajari bagaimana cara menggunakan penghalang tempat tidur, agar bisa memutar badan.

2.4.7 Persiapan psikologi untuk bedah

Pengkajian kesiapan psikologi pasien dan keluarga sangat penting dilakukan sebelum operasi. Hal ini diperlukan agar perawat mengetahui rasa takut yang spesifik dan apa yang dihayatin pasien preoperasi. Pengkajian ini membantu perawat dalam menentukan tindakan perawatan yang akan dilakukan lebih tenang dan tidak terburu-buru. Perhatian perawat kepada pasien akan sangat membantu kecemasan pasien berkurang. Perhatian perawat ini dapat dalam bentuk pendengar yang baik akan setiap ketakutan ataupun keluhan, dukungan verbal, bahkan rabaan.

Kehilangan kendali merupakan salah satu ketakutan yang menyertai bedah, Bila memungkinkan, pasien maupun keluarga dapat diikutsertakan dalam menentukan asuhan. Memperkenalkan dan melaksanakan prosedur-prosedur untuk membantu kebutuhan fisik dari pasien pada fase prabedah dapat membuat rasa cemas berkurang.


(43)

Penyuluhan merupakan tugas yang penting perawat pada fase preoperasi Apabila pasien sudah mengetahui tentang asuhan mandiri dan tingkat ketergantungannya, aktivitas seperti apa, mengapa dan bagaimana lebih dini, maka proses pemulihan akan lebih optimal.


(44)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan landasan berfikir tentang konsep yang akan dilakukan dalam suatu penelitian. Menurut Notoatmodjo (2010), kerangka konsep penelitian mengatakan suatu uraian dan gambaran hubungan atau keterkaitan antar varabel yang bersangkutan dari masalah yang ingin diteliti. Berdasarkan tinjauan pustaka pada bab 2, maka peneliti ingin melihat gambaran kecemasan pasien preoperasi.

Dengan demikian kerangka konseptual tentang gambaran kecemasan pasien preoperasi di RSUD Dr Pirngadi Medan adalah sebagai berikut:

1. Kecemasan Ringan 2. Kecemasan Sedang 3. Kecemasan Berat

Skema 3.1 Kerangka konsep Kecemasan

Pasien Preoperasi


(45)

2. Definisi operasional

Variabel Definisi Alat

Ukur

Hasil Ukur Skala

ukur

Kecemasan pasien preoperasi

Gangguan yang berkaitan dengan perasaan khawatir dan pengalaman

seseorang menjelang operasi bedah minor di RSUD Dr Pirngadi Medan.

Kuesioner (1-25)

1. Kecemasan ringan (0-7) 2. Kecemasan

sedang (8-16)

3. Kecemasan berat (17-25)


(46)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yang bertujuan untuk menggambarkan kecemasan pasien pre-operasi di RSUD Dr Pirngadi Medan. Pendekatan yang digunakan adalah penelitian yang hanya dilakukan satu kali dalam mengukur data variabel.

2. Populasi dan Sampel a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien pre-operatif di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Berdasarkan hasil survey pendahuluan, populasi pasien pre-operasi bedah minor di RSUD Dr Pirngadi yaitu 139 orang pada tahun 2013.

b. Sampel

Arikunto (2006) mengatakan bahwa penentuan jumlah sampel dapat didasarkan pada persentase dari besarnya subjek penelitian. Bila subjeknya kurang dari 100 sebaiknya diambil semua, tetapi bila jumlah subjek besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25 % tergantung kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga, dana serta luas wilayah pengamatan. Jumlah sampel yang akan diambil yakni 21 % dari populasi, yaitu 30 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, dengan kriteria :pasien yang menjalani jenis bedah minor, mampu berbahasa Indonesia dan bersedia menjadi responden.


(47)

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr Pirngadi Medan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan 24 Juli-24 Agustus 2015.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah proposal penelitian disetujui, dan setelah itu proposal penelitian diperiksa oleh Komisi Etik Penelitian Keperawatan untuk mendapatkan ethical clearance. Setelah itu peneliti mengajukan surat permohonan izin kepada Pimpinan RSUD dr Pirngadi untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut. Peneliti memulai untuk pengumpulan data dengan memberikan lembar persetujuan (informed consent). Sebelum responden menandatangani informed consent, peneliti akan menjelaskan terlebih dahulu tujuan dan manfaat prosedur penelitian. Apabila responden tidak bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini maka peneliti akan menghargai keputusan responden dan tidak memaksa. Dan apabila bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini maka responden akan menandatangani lembar informed consent.

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti tetap mempertimbangkan etika dalam prosesnya, khususnya penelitian ini berhubungan dengan manusia sebagai responden penelitian. Dalam penelitian ini, hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan etik adalah sebagai berikut:

a. Anonimity berupa jaminan yang diberikan kepada responden dengan cara tidak mencantumkan nama responden pada alat ukur tetapi dapat berupa kode pada lembar pengumpulan data dan hasil penelitian.


(48)

b. Confidentiality merupakan pemberian jaminan kerahasiaan hasil penelitian baik informasi atau masalah lainnya.

c. Veracity merupakan pemberian informasi mengenai manfaat, efek, prosedur penelitian pada responden secara jujur.

d. Otonomi berupa penentuan keputusan untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian hanya pada responden. Peneliti tidak boleh memaksakan keikutsertaan calon responden tersebut.

5. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini instrumen yang digunakan adalah angket. Kuesioner ini disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan tinjauan pustaka. Kuesioner ini terdiri dari luesioner data demografi dan kuesioner kecemasan.

a. Kuesioner Data Demografi Responden

Kuesioner ini berisi jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, operasi yang ke berapa dan suku. Data demografi digunakan hanya untuk menggambarkan karakteristik responden.

b. Kuesioner kecemasan pasien preoperasi

Kuesioner ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan oleh peneliti sendiri untuk mengukur kecemasan pasien preoperasi. Kuesioner ini terdiri dari 25 pernyataan yang menggunakan skala Guttman dengan jawaban ya (1), dan tidak (0), dengan hasil kecemasan ringan (0-7), kecemasan sedang (8-16), dan kecemasan berat (17-25).

Untuk menentukan panjang kelas (interval), menggunakan rumus sebagai berikut (Hidayat, 2007).


(49)

p = �� ��� �� p = panjang kelas interval

rentang = nilai tertinggi – nilai terendah

banyak kelas = jumlah kategori

Dimana nilai tertinggi adalah 25 dan terendah adalah 0. Maka rentangnya adalah 25. Banyak kelasnya ialah 3 yaitu kecemasan ringan, kecemasan sedang, dan kecemasan berat ,jadi panjang kelasnya ialah 8.

6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen a. Validitas

Validitas atau kesahihan merupakan sejauh mana suatu alat ukur yang digunakan mampu mengukur apa yang akan diukur (Siregar,2013). Uji validitas terbagi atas 4, yaitu validitas rupa, validitas isi, validitas kriteria, dan validitas konstruksi. Kuesioner penelitian ini hanya dilakukan uji validitas isi dan akan divalidasi oleh 1 orang pakar keperawatan tentang kesesuaian isi kuesioner dengan konsep dan budaya di kota Medan. Kuesioner ini sudah dilakukan uji validitas dengan nilai CVI 0,83 . Menurut Siregar,S (2013) kuesioner dinyatakan valid apabila nilai>0,6.

b. Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunujukkan hasil pengkuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran beberapa kali terhadap kasus yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoadmojo,2010). Rumus yang digunakan adalah rumus KR- 20.


(50)

Uji reliabilitas telah dilakukan terhadap 25 pasien preoperasi RSU Haji Medan. Instrumen yang diuji yaitu kuesioner kecemasan pasien preoperasi yang berjumlah 25 pernyataan, dengan hasil 0,8 dan dengan demikian kuesioner tersebut dinyatakan reliabel karena memiliki nilai reliabilitas > 0,7. 7. Pengambilan data

Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat izin dari RSUD Dr Pirngadi Medan . Peneliti mencari responden sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti. Peneliti mencari responden dengan mendatangi poliklinik bedah untuk mendapatkan data pasien yang akan operasi. Kemudian peneliti mendatangi setiap ruangan dimana pasien tersebut dirawat. Peneliti meminta izin kepada kepala ruangan untuk melakukan penelitian ini. Setelah mendapat izin, peneliti menemui pasien preoperasi dan menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian. Apabila calon responden bersedia untuk diteliti maka peneliti akan memberikan informed consent untuk dibaca dan untuk ditandatangani. Kemudian responden yang menandatangani informed consent akan diberikan kuesioner kecemasan pasien preoperasi untuk mengetahui kecemasan pasien preoperasi.

Pada saat pengisian kuesioner peneliti mendampingi pasien preoperasi dalam menjawab kuesioner. Beberapa pasien meminta tolong kepada peneliti untuk membacakan kuesioner karena keterbatasan penglihatan dan pergerakan tubuh. Apabila calon responden tidak bersedia, maka peneliti tidak akan memaksa dan menghargai haknya.


(51)

8. Analisis Data

Setelah data terkumpul, dilakukan pengolahan data terlebih dahulu yang meliputi editing, coding dan entry. Tahap editing dilakukan untuk mengecek atau memeriksa kelengkapan dan mengoreksi kesalahan data yang telah diperoleh. Kemudian akan diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Selanjutnya data dimasukkan ke dalam komputer (entry)

untuk diolah menggunakan teknik komputerisasi. Kemudian peneliti memastikan tidak ada kesalahan pada data dan dilanjutkan untuk menganalisa data. Adapun penelitian ini melakukan uji univariat.

8.1. Uji univariat

Dalam penelitian ini, analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentasi. Uji ini menggambarkan data demografi meliputi usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin dan kecemasan pasien preoperasi di RSUD DR Pirngadi Medan.


(52)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan penelitian mengenai Kecemasan Pasien Preoperasi di RSUD Dr. Pirngadi Medan melalui proses pengumpulan data yang dilakukan sejak 24 Juli 2015 hingga 24 Agustus 2015 di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Jumlah pasien dalam penelitian ini adalah 30 orang, yakni pasien preoperasi, mampu berbahasa Indonesia dan bersedia menjadi responden.

1.1 Karakteristik Data Demografi

Karakteristik pasien dalam penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah pasien berjenis kelamin perempuan 17 orang (56,7%) dan berjenis kelamin laki-laki 13 orang (43,4%). Jumlah pasien yang berusia 45-55 tahun sebanyak 10 orang (33,3%) dan jumlah pasien yang memiliki pendidikan terakhir SMP 11 orang (36,7%), pasien dengan pendidikan terakhir SMA sebanyak 12 orang (40%). Ada 13 orang (43,3%) pasien yang menjalani operasi untuk ke-2 kalinya. Jumlah pasien yang berpenghasilan < Rp 1.650.000,- sebanyak 16 orang (53,3%), sedangkan yang berpenghasilan Rp 1.650.000-Rp 3.000.000,- sebanyak 10 orang (33,3%), dan yang berpenghasilan >Rp 3.000.000,- sebanyak 4 orang (13,33%). Pasien dengan suku batak ada 18 orang (60,0%).


(53)

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik Demografi Pasien (n=30)

Karakteristik Demografi Frekuensi % 1. Jenis Kelamin

Perempuan 17 56,7

Laki-Laki 13 43,3

2. Usia

23-33 Tahun 5 16,7

34-44 Tahun 7 23,3

45-55 Tahun 10 33,3

56-67 Tahun 8 26,7

3. Pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi 4 11 12 3 13,3 36,7 40,0 10,0 4. Operasi yang ke- (x)

Pertama 11 36,7

Kedua 13 43,3

Ketiga Keempat 5. Penghasilan

< Rp 1.650.000 Rp 1.650.000 – Rp 3.000.000 >Rp 3.000.000 6. Suku Batak Jawa Melayu Nias 4 2 7 4 2 18 9 2 1 13,3 6,7 53,85 30,77 15,38 60,0 30,0 6,7 3,3


(54)

1.2 Kecemasan Pasien Preoperasi

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa mayoritas pasien (80%) mengalami kecemasan ringan. Hasil analisa data mengenai kecemasan pasien preoperasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.2

Distribusi kecemasan pasien preoperasi di RSUD Dr. Pirngadi (n=30)

Kategori f %

Kecemasan Ringan Kecemasan Sedang Kecemasan Berat 24 6 0 80 20 0 2. Pembahasan

Dalam bab ini diuraikan pembahasan tentang kecemasan pasien preoperasi di RSUD dr Pirngadi Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien preoperasi mengalami kecemasan ringan yakni 24 orang (80%)

Kecemasan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor namun tergantung pada kematangan kepribadian seseorang, pengalaman terhadap tantangan, harga diri dan mekanisme koping (Stuart&Laraia,1998). Mekanisme pertahanan diri juga digunakan untuk mengatasi kecemasan antara lain dengan menekan konflik, impuls-impuls yang tidak dapat diterima dengan sadar dan tak mau memikirkan hal-hal yang menyenangkan (Stuart,2007).

Hal ini dipengaruhi juga oleh kepribadian seseorang yang dapat dilihat dari usianya. Dari data demografi didapati bahwa seluruh pasien berusia 23-67 tahun (dewasa). Individu yang lebih matur merupakan individu yang lebih matang


(55)

kepribadiannya dan lebih sukar mengalami stress karena memiliki daya adaptasi yang lebih tinggi ketika menghadapi suatu masalah (Nurwansyah&Amatria,2013). Banyak faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien preoperasi, salah satunya yakni tipe operasi yang akan dijalaninya. Menurut Long(1996), bedah minor merupakan pembedahan yang sederhana dan sedikit menimbulkan faktor resiko dan dilakukan pada bagian kecil pada tubuh. Bedah minor ini menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim. Penelitian oleh Wardhani (2012) menunjukkan bahwa kecemasan lebih tinggi pada pasien preoperasi mayor daripada pasien preoperasi minor.

Menurut Gruendemann & Fernsebner (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien preoperasi yaitu: pertama, dukungan keluarga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien preoperasi merasakan dukungan keluarga yang mempengaruhi kecemasannya menjelang operasi. Hal ini dapat dilihat dari jawaban pasien yang mengatakan cemas karena tidak ada keluarga yang mengurus persiapan operasi (36,7%), takut karena sendirian di rumah sakit (53,3%) dan pasien yang mengatakan takut jika tidak ada yang menemani selama persiapan menjelang operasi (43,3%).

Dukungan keluarga sangat bermanfaat dalam membuat individu membagikan kecemasan yang ia alami dan mendapatkan solusi alternatif yang akan mempengaruhi pola fikirnya (Gruendemann & Fernsebner,2006). Conel (2005) juga menyatakan bahwa kecemasan akan rendah apabila individu memiliki dukungan sosial yang baik, dukungan sosial tersebut diperoleh dari keluarga, teman dan atasan.


(56)

Hal ini sesuai dengan penelitian Utami,dkk (2013) bahwa dukungan keluarga mempengaruhi kecemasan pasien kemoterapi sehingga membuat pasien kemoterapi lebih tenang dan nyaman dalam menjalani masa kemoterapi. Penelitian oleh Nurpeni,dkk (2014) juga mengatakan adanya peningkatan dukungan keluarga menurunkan kecemasan pasien kemoterapi.

Kedua, dukungan petugas kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan sedikit pasien yang mengalami cemas karena faktor dukungan petugas kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari jawaban pasien yang mengatakan bahwa pasien menyatakan cemas karena perawat tidak memperhatikan kondisi pasien (26,7%), dan pasien khawatir karena kurangnya informasi dan penjelasan tentang operasi oleh petugas kesehatan (13,3%). Hal ini menunjukkan pentingnya dukungan dari petugas kesehatan terhadap pasien preoperasi. Potter (2005) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik dapat menurunkan kecemasan pasien, karena pasien merasa bahwa interaksinya dengan perawat merupakan kesempatan untuk berbagi pengetahuan, perasaan, informasi dalam mempersiapkan pelaksanaan operasi.

Nuralita &Hadjam (2002) mengatakan bahwa layanan keperawatan yang dipersepsikan pasien adalah sebagai pelayanan yang ramah, tanggap terhadap kebutuhan pasien cepat dan tepat serta didasarkan pada pengetahuan dan keterampilan akan menimbulkan respon yang baik dari pasien karena menimbulkan rasa tenang selama menjalani proses di rumah sakit. Sebaliknya bila perawat tidak ramah dan kurang tanggap dengan kondisi pasien selama berada di rumah sakit, hal ini dapat menimbulkan perasaan tidak puas yang kemudian menimbulkan perasaan


(57)

tidak senang dan tertekan sehingga berakibat terhadap peningkatan kecemasan pasien di rumah sakit.

Ketiga, tingkat pengetahuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien preoperasi memiliki pengetahuan yang baik. Pengetahuan mempengaruhi sikap dan perilaku terhadap suatu objek.

Pemberian informasi diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan, dimana pengetahuan yang tinggi akan mempengaruhi tingkat kecemasan seseorang karena pengetahuan akan mempersiapkan seseorang dalam menghadapi sesuatu yang dianggap bahaya. Penelitian oleh Hartoyo (2008) mengatakan bahwa adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kecemasan seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatan terhadap penderita penyakit flu burung.

Hal ini sesuai juga dengan Sawitri&Sudaryanto (2008) juga menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pemberian informasi pra bedah dengan penurunan tingkat kecemasan pada pasien pra bedah mayor. Akibat kurangnya informasi dan pengetahuan pasien preoperasi fraktur femur sehingga membuat beberapa pasien menunda untuk operasi, serta menyatakan pemberian informasi terhadap pasien preoperasi efektif untuk mengurangi kecemasan pasien preoperasi. Kebutuhan persiapan preoperasi seharusnya diutamakan pada individu dan level kecemasan yang mereka alami. Perawat sebaiknya mengingat bahwa kecemasan berdampak pada kemampuan untuk memahami atau mengingat informasi dan oleh karena itu mereka sebaiknya mengulang informasi tersebut beberapa kali kepada pasien (Fyfe,1999).


(58)

Hasil penelitian menunjukkan jumlah pasien preoperasi dengan pendidikan terakhir SMA ada 12 orang (40%). Stuart&Sundeen (1999) menyatakan pasien yang berpendidikan tinggi lebih mampu menggunakan pemahaman mereka dalam merespon kejadian fraktur secara adaptif dibandingkan kelompok pasien yang berpendidikan rendah. Kondisi ini menunjukkan respon cemas berat cenderung dapat ditemukan pada pasien yang berpendidikan rendah karena rendahnya pemahaman mereka terhadap kejadian fraktur sehingga membentuk persepsi yang menakutkan bagi mereka dalam merespon kejadian fraktur.

Keempat, kekhawatiran akan nyeri. Nyeri merupakan pemindahan energi dari kecemasan, semakin cemas seorang semakin besar pemindahan energi tersebut sehingga nyerinya semakin meningkat. Ansietas sering kali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan satu perasaan ansietas (Kaplan dkk, 2010). Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa sedikit pasien preoperasi bedah minor yang khawatir akan nyeri sehingga mempengaruhi tingkat kecemasan yang dialami. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden yang mengatakan takut disuntik (30%), takut nyeri bertambah parah setelah selesai operasi (23,3%), dan takut ketika operasi bisa merasakan nyeri (26,7%).

Apabila nyeri semakin kronis akan menimbulkan kecemasan dan dengan demikian nyeri juga akan terasa lebih meningkat. Syaputra, Jumaini&Novayelinda (2012) mengatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara nyeri dan kecemasan pada pasien fraktur tulang panjang.

Hal ini juga dipengaruhi oleh 43,3% pasien preoperasi menjalani operasi untuk yang kedua kalinya. Menurut Horney dalam Trismiaty (2008), seseorang


(59)

yang memiliki pengalaman dalam menjalani suatu tindakan akan lebih mampu untuk menyesuaikan diri atau kecemasan yang timbul tidak terlalu besar.

Kelima, persepsi akan hasil bedah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien preoperasi memiliki persepsi terhadap hasil bedah yang realistik. Hal ini dipengaruhi oleh kepercayaan spiritual yang memiliki peranan penting dalam menghadapi ketakutan dan kecemasan karena ketika spiritual seseorang baik maka kecemasan berkurang (Bare, 2001). Permadi (2014) menunjukkan bahwa semakin tinggi spiritualitas seseorang maka akan semakin rendah kecemasannya.


(60)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan menguraikan kesimpulan dan saran sehubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian. Pada bagian pertama akan berisi rangkuman hasil penelitian yang berdasarkan analisa. Pada bagian akhir akan dikemukakan saran-saran yang mungkin dapat berguna bagi penelitian yang akan datang dengan tema yang sama.

6.1 Kesimpulan

Karakteristik responden dalam penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah responden berjenis kelamin perempuan 17 orang (56,7%) dan berjenis kelamin laki-laki 13 orang (43,4%). Mayoritas responden berusia 45-55 tahun sebanyak 10 orang (33,3%) dan jumlah responden memiliki pendidikan terakhir SMP 11 orang (36,7%), responden dengan pendidikan terakhir SMA sebanyak 12 orang (40%). Mayoritas responden dengan pengalaman operasi 1x sebanyak 13 orang (43,3%), berpenghasilan < Rp 1.650.000,- sebanyak 16 orang (53,3%) dan bersuku batak dengan jumlah 18 orang (60,0%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan pasien preoperasi mengalami kecemasan ringan sebanyak 24 orang (80%), kecemasan sedang 6 orang (20%) dan kecemasan berat 0 orang (0%).

6.2 Saran

6.2.1 Untuk Pendidikan Keperawatan

Dalam pendidikan keperawatan khususnya keperawatan jiwa perlu diberikan materi khusus tentang kecemasan pada pasien preoperasi dan faktor-faktornya. Perawat dapat


(61)

memberikan pendidikan dan penyuluhan pada pasien preoperasi dan keluarga tentang kecemasan tersebut sehingga dapat menurunkan kecemasan pada pasien preoperasi. 6.2.2 Untuk Peneliti Selanjutnya

Untuk peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan kecemasan pada pasien preoperasi, disarankan untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien preoperasi dan hubungannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien preoperasi. 6.2.3 Untuk Pihak Rumah Sakit

Rumah sakit diharapkan tetap meningkatkan pelayanan profesionalitasnya khususnya terhadap pasien preoperasi dalam mengkaji kecemasan pasien preoperasi dan tetap memberikan informasi dan penjelasan tentang operasi yang akan dijalani oleh pasien.

6.3 Keterbatasan Penelitian

Jumlah sampel yang sedikit karena mayoritas pasien preoperasi melakukan bedah mayor.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC

Bailey, L. (2010). Strategies for Decreasing Patient Anxiety in the Perioperative Setting. AORN Journal.Vol 92, No. 4

Banjarnahor, J. (2014). Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperatif Di Rumah Sakit umum Dr. Pirngadi Medan. Skripsi, Fakultas Keperawatan Univesitas Sumatera Utara.

Baihaqi, et al. (2007). Psikiatri Konsep Dasar dan Gangguan-Gangguan. Bandung: PT Revika Aditama

Bare, B, G. & Smeltzer, S, C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Erawan., Opod., & Pali. 2013. Perbedaaan tingkat kecemasan antara pasien laki-laki dan perempuan pada preoperasi laparatomi di RSUP. PROF.Dr.R.D. Kandou Manado. Jurnal e-Biomedik (eBM). Volume 1, No 1, hlm. 642-645. Fyfe, A, D. (1999). Anxiety and the preoperative patient . British Journal of Theatre

Nursing, Vol 9, No 10.

Gruendemann, B, J. & Fernsebner, B. (2006). Buku Ajar Keperawatn Perioperatif. Vol II. Jakarta: EGC

Hadjam, M & Nuralita, A. (2002). Kecemasan Pasien rawat inap ditinjau dari Persepsi tentang Layanan Keperawatan di Rumah sakit . Psychological Journal, Vol 17. No. 2, 150- 160.

Hawari, D. (2013). Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Cetakan IV, Edisi II. Jakarta: FK UI

Kaplan, H, I., Sadock, B, J., & Grebb, J, A. (2010). Sinopsis Pskiatri Jilid II. Jakarta: Binarupa Aksara.

Laraia & Stuart. (1998). Principle and practise of psychiatric nursing, 6th edition. Misouri: Mosby Inc.


(63)

Larasati. (2009). Efektivitas Preoperative Teaching terhadap penurunan Tingkat kecemasan pasien preoperasi di Ruang Rawat Inap RSUD Paranganyar. Thesis FK UNDIP

Long, B, C. (1996). Perawatan Medikal Bedah.cetakan I. Bandung: Yayasan Alumni Pendidikan Keperawatan

Maryunani. (2014). Asuhan Keperawatan Perioperatif Preoperasi (Menjelang Pembedahan). Jakarta: Trans Info Media

Jane, H. (2009). Complementary Theraphies Before and After Surgery. Alternative And Complementary Therapies. Ohio : Marry Ann Liebert

Mulyani. (2008). Komunikasi dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien terhadap kecemasan prabedah mayor. Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 24, No. 3151 – 155

Notoadmojo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta

Pieter, H Z., Janiwarti., & Saragih, M. (2010). Pengantar Psikopatologi untuk keperawatan. Jakarta: Kencana

Potter, P, A & Perry, A, G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses, dan Praktik edisi IV,Vol II. Jakarta: EGC

Ramaiah, S. (2003). Kecemasan : Bagaimana mengatasi penyebabnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor

[RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar.(2013). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia Sawitri, E & Sudaryanto, A. (2008). Pengaruh Pemberian Informasi Prabedah

terhadap tingkat Kecemasan pada pasien Prabedah Mayor di bangsal Orthopedi RSUI Kustati Surakarta. Jurnal News in Nursing, 13-18

Sovia, A, K & Rahmi, F, L. (2007). Hubungan Pengetahuan dan Sikap terhadap Operasi Katarak Pasien Katarak Senilis RSUP Dr. Kariadi Semarang. The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 4, No. 1, 21-24.


(64)

Stuart, G. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa ed 5. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC

Utami, D., Andriani, A., & Fatmawati, S. (2013). Hubungan Dukungan Keluarga terhadap Tingkat Kecemasan Kemoterapi pada pasien kanker Serviks di RSUD Dr. Moewardi

Videback, L, S. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Yunita, L & Mahpolah. (2013). Hubungan Umur Dengan Tingkat Kecemasan Ibu Primipara pada Masa Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Kertak Hanyar. Dinamika Kesehatan Vol.12.No.12.


(65)

LAMPIRAN I INFORMED CONSENT

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Nama Peneliti : Citra Nasrani Natalia Simbolon

Nim : 111101119

Instansi Peneliti : Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Judul Penelitian : Kecemasan pasien preoperasi di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Peneliti adalah mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Bapak/Ibu telah diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Partisipasi ini sepenuhnya bersifat sukarela. Bapak/Ibu boleh memutuskan untuk berpartisipasi atau mengajukan keberatan atas penelitian ini kapanpun Bapak/Ibu inginkan tanpa ada konsekuensi dan dampak tertentu. Sebelum bapak/ibu memutuskan, saya akan menjelaskan beberapa hal sebagai bahan pertimbangan untuk ikut serta dalam penelitian ini, sebagai berikut:

Penelitian ini adalah salah satu kegiatan dalam meyelesaikan proses belajar-mengajar di program studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kecemasan pasien pre-operasi di RSUD Dr. Pirngadi Medan


(66)

1. Hasil penelitian ini sangat bermanfaat untuk pengembangan pelayanan keperawatan.

2. Jika Bapak/Ibu bersedia ikut dalam penelitian ini, peneliti akan memberikan kuesioner kepada Bapak/Ibu pada waktu yang sama.

3. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko. Apabila Bapak/Ibu merasa tidak aman saat mengisi kuesioner, Bapak/Ibu boleh tidak menjawab atau mengundurkan diri dari penelitian ini.

4. Semua catatan yang berhubungan dengan penelitian akan dijamin kerahasiaannya. Peneliti akan memberikan hasil penelitian ini kepada Bapak/Ibu jika Bapak/Ibu menginginkannya. Hasil penelitian ini akan diberikan kepada institusi tempat peneliti belajar dan pelayanan kesehatan setempat dengan tetap menjaga kerahasiaan identitas.

5. Jika ada yang belum jelas, silahkan Bapak/Ibu tanyakan pada peneliti. 6. Jika Bapak/Ibu sudah memahami dan bersedia ikut berpartisipasi dalam

penelitian ini, silahkan Bapak/Ibu menandatangani lembar persetujuan yang akan dilampirkan.

Peneliti,


(67)

LAMPIRAN 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Setelah mendengarkan penjelasan dari peneliti tentang penelitian yang berjudul “Kecemasan pasien pre-operasi di RSUD Dr. Pirngadi Medan”, maka saya dengan sukarela dan tanpa paksaan menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian tersebut.

Medan, Juli 2015 Responden


(68)

LAMPIRAN 3 Kuesioner Penelitian

Kode Responden :

Tanggal :

Petunjuk Pengisian Umum

Bapak/Ibu (Responden) diharapkan:

1. Menjawab semua pernyataan yang ada dengan dengan memberi tanda checklist (√ ) pada tempat yang disediakan dan isilah titik-titik jika ada pertanyaan yang harus dijawab

2. Semua pernyataan diisi dengan satu jawaban

3. Jawablah pertanyaan ini dengan sejujurnya dan saya akan menjamin kerahasiaan atas jawaban yang Bapak/Ibu berikan

4. Bila ada yang kurang dimengerti dapat ditanyakan pada peneliti.

1. Kuesioner Data Demografi

Jawablah pertanyaan berikut dengan tanda pada kolom yang anda pilih.

a. Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan

b. Usia : ...

c. Pendidikan terakhir : ( ) SD ( ) SMP ( ) SMA ( ) PT d. Operasi yang ke :

e. Penghasilan : - ( ) < Rp 1.650.000

- ( ) Rp 1.650.000 – Rp 3.000.000 - ( ) > Rp 3.000.000


(69)

2. Kuesioner Kecemasan Pasien Preoperasi

Berikut di bawah ini adalah 25 pernyataan yang memuat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien preoperasi. Bapak/Ibu dimohon memberikan tanda centang (√) pada salah satu kolom dibawah ini, yaitu Ya atau Tidak untuk setiap pernyataan berdasarkan yang Bapak/Ibu rasakan.

No Pernyataan Ya Tidak

1 Saya cemas karena saya tidak mampu mengambil keputusan sendiri

2 Saya cemas karena tidak ada keluarga yang mengurus segala persiapan operasi

3 Saya cemas ketika keluarga mengkhawatirkan kondisi saya

4 Saya takut sendirian di rumah sakit

5 Saya takut jika keluarga tidak menemani saya selama persiapan menjelang operasi

6 Saya cemas ketika perawat tidak memperhatikan kondisi saya

7 Saya khawatir karena kurangnya informasi dan penjelasan tentang operasi oleh petugas kesehatan 8 Saya cemas karena petugas kesehatan ragu-ragu

menjawab pertanyaan saya

9 Saya takut ketika ada kunjungan dokter / perawat 10 Saya cemas karena petugas kesehatan tidak mengerti

benar kebutuhan saya


(70)

12 Saya gelisah karena saya tidak tahu prosedur tindakan yang akan dilakukan

13 Saya cemas karena saya saya tidak tahu alur/rute ruangan yang akan saya jalani nanti

14 Saya khawatir karena saya tidak tahu kapan dan berapa lama saya akan dioperasi

15 Saya cemas karena tidak mendapat penjelasan tentang dampak operasi yang akan saya jalani

16 Saya takut disuntik

17 Saya cemas suntikan anastesi memiliki dampak setelah operasi

18 Saya takut nyeri bertambah parah selesai operasi 19 Saya takut anastesi tidak bekerja pada saat operasi 20 Saya takut ketika operasi saya bisa merasakan nyeri 21 Saya sangat takut mati

22 Saya sangat takut apabila setelah operasi , saya tidak dapat beraktivitas secara normal.

23 Saya sangat takut operasi ini gagal 24 Saya takut setelah operasi ini saya cacat

25 Saya cemas petugas kesehatan melakukan kesalahan pada saat operasi


(71)

LAMPIRAN 4 Tabel uji Reliabilitas K-R 20

No Total

Skor/ × P q pq Ẋ (×-Ẋ)²

1 6 0,24 0,76 0,1824 5,6 0,4 0,16

2 6 0,24 0,76 0,1824 5,6 0,4 0,16

3 2 0,08 0,92 0,0736 5,6 -3,6 12,96

4 15 0,6 0,4 0,24 5,6 9,4 88,36

5 1 0,04 0,96 0,0384 5,6 -4,6 21,16

6 5 0,2 0,8 0,16 5,6 -0,6 0,36

7 5 0,2 0,8 0,16 5,6 -0,6 0,36

8 4 0,16 0,84 0,1344 5,6 -1,6 2,56

9 10 0,4 0,6 0,24 5,6 4,4 19,36

10 5 0,2 0,8 0,16 5,6 -0,6 0,36

11 3 0,12 0,88 0,1056 5,6 -2,6 6,76

12 5 0,2 0,8 0,16 5,6 -0,6 0,36

13 0 0 1 0 5,6 -5,6 31,36

14 13 0,52 0,48 0,2496 5,6 7,4 54,76

15 7 0,28 0,72 0,2016 5,6 1,4 1,96

16 3 0,12 0,88 0,1056 5,6 -2,6 6,76

17 9 0,36 0,64 0,2304 5,6 3,4 11,56

18 5 0,2 0,8 0,16 5,6 -0,6 0,36

19 5 0,2 0,8 0,16 5,6 -0,6 0,36

20 3 0,12 0,88 0,1056 5,6 -2,6 6,76

21 0 0 1 0 5,6 -5,6 31,36

22 9 0,36 0,64 0,2304 5,6 3,4 11,56

23 13 0,52 0,48 0,2496 5,6 7,4 54,76

24 1 0,04 0,96 0,0384 5,6 -4,6 21,16

25 5 0,2 0,8 0,16 5,6 -0,6 0,36

140 5,6 3,728 386

Varians total 16,0833


(72)

LAMPIRAN 5 Hasil Penelitian

jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid perempuan 17 56.7 56.7 56.7

laki-laki 13 43.3 43.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 5 16.7 16.7 16.7

2 7 23.3 23.3 40.0

3 10 33.3 33.3 73.3

4 8 26.7 26.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

pendidikan terakhir

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 4 13.3 13.3 13.3

2 11 36.7 36.7 50.0

3 12 40.0 40.0 90.0

4 3 10.0 10.0 100.0


(73)

Pengalaman operasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 11 36.7 36.7 36.7

1 13 43.3 43.3 80.0

2 4 13.3 13.3 93.3

3 2 6.7 6.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

penghasilan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 16 53.3 53.3 53.3

2 10 33.3 33.3 86.7

3 4 13.3 13.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

suku

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Batak 18 60.0 60.0 60.0

Jawa 9 30.0 30.0 90.0

Nias 2 6.7 6.7 96.7

Melayu 1 3.3 3.3 100.0


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

LAMPIRAN 16

Riwayat Hidup

Nama : Citra Nasrani Natalia Simbolon

Tempat Tanggal Lahir : Medan, 20 Juli 1993 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan Bahagia, Gg Mustafa No. 191, Padang

Bulan Medan

Pendidikan :

Tahun 1999 – 2005SD RK Xaverius 3 Kabanjahe Tahun 2005 – 2008SMP Negeri 1 Kabanjahe Tahun 2008– 2011 SMA ST. Thomas 2 Medan Tahun 2011 – sekarang Fakultas Keperawatan USU