Hubungan Pemberian Informasi dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Praoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan

(1)

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN PEMBERIAN INFORMASI DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PREOPERASI DI RSUD DR. PIRNGADI

MEDAN

Bagian 1 : Identitas Responden Berikan tanda ceklist (√).

No. Responden (Isi oleh Peneliti) :

1. Nama Inisial :

2. Umur : …….. Tahun

3. Pengalaman Operasi :………Kali

4. Jenis Kelamin : ( ) Perempuan ( ) Laki-laki

5. Agama : ( ) Islam ( ) Kristen

( ) Hindu ( ) Budha

6. Pendidikan : ( ) Tidak Sekolah ( ) SD

( ) SMP ( ) SMA

( ) PerguruanTinggi

7. Pekerjaan : ( ) PNS ( ) Wiraswasta

( ) Ibu Rumah Tangga ( ) Pensiun

( ) Tidak Bekerja ( ) Pelajar

8. Status Perkawinan : ( ) Menikah ( ) Belum Menikah


(2)

Bagian 2 : Pemberian Informasi

Isilah data di bawah ini dengan tepat dan benar. Berilah tanda ceklist (√ ) pada pilihan yang telah disediakan.

No. Pertanyaan Jawaban

Ya Tidak

1. Perawat menginformasikan tentang masalah

administrasi pra operasi.

2. Perawat menginformasikan hak untuk menolak

dilakukan tindakan operasi.

3. Anda memperoleh informasi tentang tindakan yang

akan dilakukan oleh dokter?

4. Perawat memberikan surat pernyataan persetujuan

(informed consent) atas tindakan yang akan

dilakukan.

5. Perawat menjelaskan pentingnya surat pernyataan

persetujuan dan manfaatnya.

6. Perawat memberikan kesempatan kepada anda dan

keluarga untuk mengutarakan masalah/kesempatan untuk bertanya.

7. Anda memperoleh informasi tentang penyakit anda?

8. Dokter menjelaskan tentang manfaat operasi.

9. Perawat menjelaskan apa yang boleh dilakukan dan

tidak boleh dilakukan sebelum dan sesudah operasi? 10. Perawat menjelaskan pasien harus puasa dan waktu

pelaksanaannya.

11. Perawat menjelaskan tentang tujuan pelaksanaan puasa.

12. Anda sudah tahu posisi yang boleh dilakukan pada hari pertama setelah operasi.


(3)

13. Anda sudah tahu pembiusan apa yang akan dilakukan.

14. Anda sudah tahu kapan anda diperbolehkan makan dan minum.

15. Anda sudah tahu resiko yang terjadi saat pembiusan. 16. Anda sudah tahu resiko terjadinya operasi.

17. Anda sudah tahu resiko tidak melakukan operasi. 18. Perawat memberitahu kepada anda mengenai

pelayanan kerohanian yang tersedia di rumah sakit.

19. Perawat menyiapkan peralatan untuk pasien

beribadah ketika pasien membutuhkan.

20. Perawat mengajak pasien untuk berdoa bersama untuk kesembuhan pasien.

21. Perawat memberikan informasi dengan bahasa yang mudah diterima pasien.

Bagian 3 : Kuesioner Tingkat Kecemasan

Petunjuk : Pernyataan-pernyataan berikut ini berhubungan dengan tingkat

kecemasan saudara, jawablah dengan memberi (√) pada kotak pilihan anda.

Keterangan pilihan jawaban :

• Tidak pernah sama sekali : 1

• Kadang-kadang mengalami demikia : 2

• Sering mengalami demikian : 3

• Selalu mengalami demikian setiap hari : 4

No. Pernyataan Pilihan

1 2 3 4

1. Saya merasa lebih gugup dari biasanya.


(4)

3. Saya merasa tidak tenang.

4. Saya merasa sendirian.

5. Saya merasa kesulitan mengerjakan sesuatu.

6. Kedua tangan dan kaki saya sering gemetar.

7. Saya terganggu dengan rasa sakit di tubuh saya

misalnya di kepala, leher, dan nyeri punggung.

8. Saya merasa mudah lemah.

9. Saya tidak dapat istirahat dengan tenang.

10. Saya merasa jantung saya berdebar-debar

dengan cepat.

11. Saya mengalami pusing tiba-tiba.

12. Saya merasa seperti pingsan.

13. Saya merasa dada saya sesak atau tertekan.

14. Saya merasa kaki dan jari-jari kaki saya kebas

atau mati rasa.

15. Saya merasa sakit perut atau gangguan

pencernaan.

16. Frekuensi buang air kecil lebih sering dari

biasanya

17. Tangan saya dingin dan basah oleh keringat

18. Wajah saya terasa panas dan kemerahan

19. Saya sulit tidur dan tidak dapat istirahat malam


(5)

(6)

(7)

Daftar Riawayat Hidup

Nama : Ainun Sari

Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 07 Oktober 1994

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Bilal Ujung Gg. Dwikunti No. 68F

Orang Tua (Ayah) : Abdul Hamid

Orang Tua (Ibu) : Elfi Khairoza Lubis

Riwayat Pendidikan

1. TK Nusa Bangsa Medan, Tahun 1999-2000

2. SD Negeri 064965 Medan, Tahun 2000-2006

3. SLTP Negeri 11 Medan, Tahun 2006-2009

4. SMA Negeri 3 Medan, Tahun 2009-2012


(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum pemberian_informasi 68 1.94 .237 1 2 tingkat_kecemasan 68 1.54 .502 1 2

Statistics

pemberian_infor masi

tingkat_kecemas an

N Valid 68 68

Missing 0 0

Mean 1.94 1.54

Median 2.00 2.00

Mode 2 2

Std. Deviation .237 .502

Minimum 1 1

Maximum 2 2

Sum 132 105

pemberian_informasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid tidak adekuat 4 5.9 5.9 5.9

adekuat 64 94.1 94.1 100.0 Total 68 100.0 100.0

tingkat_kecemasan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid ringan 31 45.6 45.6 45.6

sedang 37 54.4 54.4 100.0 Total 68 100.0 100.0


(17)

Cases

Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent pemberian_informasi *

tingkat_kecemasan 68 100.0% 0 .0% 68 100.0%

pemberian_informasi * tingkat_kecemasan Crosstabulation

Count

tingkat_kecemasan

Total ringan sedang

pemberian_informasi tidak adekuat 3 1 4 Adekuat 28 36 64

Total 31 37 68

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 1.482a 1 .223

Continuity Correctionb .490 1 .484 Likelihood Ratio 1.519 1 .218

Fisher's Exact Test .324 .243

Linear-by-Linear Association 1.460 1 .227 N of Valid Casesb 68

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,82. b. Computed only for a 2x2 table


(18)

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Pengajuan

judul penelitian

2. Menyusun

Bab 1

3. Menyusun

Bab 2

4. Menyusun

Bab 3

5. Menyusun

Bab 4

6. Menyerahkan

proposal penelitian

7. Ujian sidang

proposal

8. Revisi

proposal penelitian

9. Uji Validitas

10. Uji

Realibilitas

11. Survey Awal

12 Pengumpulan data

13 Hasil analisa data


(19)

Roymond 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3

ƸS 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

V 3/3=1 3/3=1 3/3=1 3/3=1 3/3=1 3/3=1 3/3=1 3/3=1 3/3=1 3/3=1

Klasifikasi Koefisien sangat sesuai sangat sesuai sangat sesuai sangat sesuai sangat sesuai sangat sesuai sangat sesuai sangat sesuai sangat sesuai sangat sesuai Keterangan:

P : Pernyataan Klasifikasi koefisien : 0 – 0,33 = tidak sesuai

S : R-Lo : 0,34 – 0,67 = sesuai

R : Angka yang diberikan oleh penilai : 0,68 -1 = sangat sesuasi Lo : Angka penilaian validitas terendah (1)

N : Jumlah penilai (1)

C : Angka penilaian validitas tertinggi (4) n(C-1) = 1(4-1) = 1(3) = 3

P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21

R S R S R S R S R S R S R S R S R S R S R S

4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

3/3=1 3/3=1 3/3=1 3/3=1 3/3=1 3/3=1 3/3=1 3/3=1 3/3=1 3/3=1 3/3=1

sangat sesuai sangat sesuai sangat sesuai sangat sesuai sangat sesuai sangat sesuai sangat sesuai sangat sesuai sangat sesuai sangat sesuai sangat sesuai


(20)

No. p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10 p11 p12 p13 p14 p15 p16 p17 p18 p19 p20 p21 Total

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 21

2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 21

3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 17

4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 21

5 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 19

6 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 17

7 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 17

8 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 1 15

9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 21

10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 20

Jumlah 189

Berikut ini merupakan hasil perhitungan reliabilitas menggunakan KR 21     −− −       − = t V k M k M k k

r 1 ( )

1

11 k = jumlah pertanyaan

      − − −       − = 32 , 16 21 ) 90 , 18 21 ( 90 , 18 1 1 21 21 11

r M = Skor rata-rata


(21)

DAFTAR PUSTAKA

Adikusumo. 2003. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan. Jurnal Kesehatan Mental

Baradero, dkk. 2008. Keperawatan Preoperatif : Prinsip dan Praktik. Jakarta : EGC

Budianto. 2009. Panduan Praktis Etika Profesi Kedokteran. Jakarta : Sagung Seto.

Budikasi, dkk. 2015. Hubungan Pemberian Informed Consent dengan Tingkat

Kecemasan Pasien Preoperasi Kategori Status Fisik I-II Emergency ASA di IGD RSUP Prof. Dr. R. D Kandou. PSIK FK Universitas Sam Ratulangi.

Manado

Dahlan, S. 2000. Hukum Kesehatan. Semarang : FK UNDIP.

Diyono, dkk. 2014. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pra Bedah terhadap Tingkat

Kecemasan Pasien Pra Bedah di RS Dr. Oen Surakarta.

Elya, A, R. 2014. Hubungan Pemberian Informasi Sebelum Dilakukan Tindakan

dengan Tingkat Kecemasan Pasien Rawat Inap di RSU dr. H. Koesnadi Kab. Bondowoso. Prodi Ilmu Keperawatan Universitas Jember

Fadilla. 2008. Peraturan Menteri Kesehatan. Jakarta. Depkes RI. Fiest, J & Feist, G. 2010. Teori Kepribadian. Jakarta : EGC

Fyfe, A, D. 1999. Anxiety and The Preoperative Patient. British Journal of

Theatre Nursing, vol 9, No 10.

Gallo, H. 1995. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Edisi VI. Jakarta : EGC Guwandi. 2005. Informed Consent& Informed Refusal. Edisi 4. Balai Penerbit

FKUI. Jakarta.

Guwandi. 2007. Rahasia Medis. Edisi 4. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

Gruendemann, B, J & Fernsebner, B. 2006.Buku Ajar Keperawatan

Perioperatif.Vol II. Jakarta : EGC.

Gunarso, DS. 1995. Psikologis Perawatan. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia. Harahap, I. A., & Erniyati. 2014. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi. Edisi

2.Medan

Kaplan & Saddock. 1997. Modern Synopsis of Comprehensive Text Book of


(22)

Lapian, dkk. 2016. Hubungan Pemberian Informasi Sebelum Tindakan Operasi

dengan Tingkat Kepuasan Keluarga Pasien di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado. PSIK FK Universitas Sam Ratulangi

Long, B. C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung : Yayasan BTPK Padjajaran.

Long, B. C. 2001.Perawatan Medikal Bedah 8. IAPK

Luckmann.,& Sorensen. 1993. Medical Surgical Nursing: A Psychopatologic

Approach. Philadelphia.

Manuaba. 2005. Dasar-Dasar Teknik Operasi Ginekologi. Jakarta : Salemba Medika.

Mubarak.,& Cahyatin.2009. Ilmu Keperawatan Komunitas. Jakarta : Salemba Medika.

Nadeak, R, J. 2011. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan

Pasien Preoperasi di Ruangan RB2 RSUP HAM. Fakultas Keperawatan USU

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitiian Kesehatan (edisi revisi). Jakarta : Rineke Cipta.

Paramastri. 2008. Komunikasi dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien

Terhadap Kecemasan Pra Bedah Mayor. Berita Kedokteran Masyarakat Vol

24 Nomor 3.

Potter, P.A., & Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,

Proses dan Praktik Vol. 1. Edisi 4.Jakarta : EGC.

Potter, P.A., & Perry, A. G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,

Proses dan Praktik Vol. 2. Edisi 4.Jakarta : EGC.

Roper.2002 Prinsip-Prinsip Keperawatan. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medika.

Sari, A. P. 2014.Hubungan Pemberian Infomasi Terhadap Tingkat Kecemasan

pada Pasien Pra Bedah Mayor Ortopedi di RSUDZA Banda Aceh. FK

Unsyiah. Darussalam Banda Aceh

Sawitri, E., & Sudaryanto, A. 2004.Pengaruh Pemberian Informasi Pra Bedah

Terhadap Tingkat Kecemasan pada Pasien Pra Bedah Mayor di Bangsal Ortopedi RSUI Kustati Surakarta. FIK Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Setiadi. 2007. Konsep & Penelitian Riset Keperawatan. Yogyakarta : Garaha Ilmu.

Simbolon, C, N. 2016. Kecemasan Pasien Preoperasi di RSUD dr. Pirngadi


(23)

Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. 2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth.Edisi8.Jakarta : EGC

Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8.Jakarta : EGC

Stuart, G.W. 2006.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5.Jakarta : EGC. Stuart, G.W. 2007.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5.Jakarta : EGC.

Stuart & Laraia. 1998. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. USA : Mosby Company.

Suharto. 2008. Kebijakan Pemerintah dalam Pelayanan Kesehatan. Jakarta. Suwandi, G. 2005. Rahasia Medis. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.

Taylor. 1997. Fundamentals of Nursing 3rd Ed. Philadephia : Lippincott.

Wilkinson & Nancy. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi IX. Alih

Bahasa Esty Wahyuningsih. Jakarta. EGC.

Zung, W, W, K. 1971. A Rating Instrument For Anxiety Disorders.

Psychomatics.Avaliable at


(24)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konsep

Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidakdapat langsung diamati dan diukur, konsep hanya dapat diamati atau diukurmelalui konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama variabel. Jadi variabel adalah simbol atau lambang yang menunjukkan nilai atau bilangan dari konsep. Variabel adalah sesuatu yang bervariasi. Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2005).

Pada penelitian ini mengenai hubungan pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pada pasien preoperasi. Dalam hal ini pemberian informasi pada pasien preoperasi merupakan variabel bebas (independen) dan tingkat kecemasan merupakan variabel terikat (dependen). Kerangka konsep pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Tentang Hubungan Pemberian Informasi Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperasi.

Pemberian informasi pada


(25)

2. Variabel Penelitian

Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain (Notoatmodjo, 2005).

Variabel pada penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Variabel bebas (independen variabel) dissebut juga variabel prediktor,

stimulus, input atau variabel yang mempengaruhi, variabel bebas merupakan variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen (terikat). Variabel bebas dalam penelitian adalah pemberian informasi pada pasien preoperasi.

2. Variabel terikat (dependen variabel) sering disebut variabel kriteria,

respon, dan output (hasil), variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel independen (bebas). Variabel terikat dalam penelitian adalah tingkat kecemasan.

3. Hipotesis

Ha : ada hubungan pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pada pasien preoperasi di RS Dr. Pirngadi Medan.

Ho : tidak ada hubungan pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pada pasien preoperasi di RS Dr. Pirngadi Medan.


(26)

4. Definisi Operasional

Variabel Definisi

Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Pemberian informasi pada pasien preoperasi Segala sesuatu informasi yang diberikan perawat kepada pasien tentang persiapan dan prosedur dasar

tindakan operasi Dengan menggunaka n kuesioner skala gutman, item 21 pertanyaan ya dan tidak

Adekuat = < 11 Tidak Adekuat = >

11

Ordinal

Tingkat Kecemasan

Perasaan tidak aman dan kuatir yang timbul karena

dirasa akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan pada pasien sebelum operasi Dengan menggunaka n kuesioner yang diadopsi Zung Self-Rating Anxiety Scale

Ringan = 20-40 Sedang = 41-60 Berat = 61-80


(27)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi, yaitu rancangan penelitian yang menelah hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau sekelompok objek (Notoatmodjo, 2005). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pada pasien preoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan.

2. Populasi dan Sampel 2.1Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti (Notoatmodjo,2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien sebelum operasi yang dirawat di RSUD dr. Pirngadi Medan dari data yang diperoleh, klien yang melakukan operasi pada bulan April 2016 yang berjumlah 219 orang.

2.2Sampel

Sampel adalah sebagian dari seluruh obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Sampel dalam penelitian ini adalah pasien sebelum operasi yang dirawat di RSUD dr. Pirngadi Medan.

Perhitungan besar sampel ditetapkan dengan menggunakan rumus Slovin (Notoatmodjo, 2005), yaitu :


(28)

� = N 1+N(d)2

� = 219

1 + 219(0,1)2

�= 219

3,19= 68,65

Keterangan :

n : besar sampel

N : besar populasi

d2 : tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan (0,1)

Dengan demikian total sampel penelitian adalah 68 responden.

2.3Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan cara mengambil subyek bukan berdasarkan random atau teknik daerah tetapi didasarkan atas tujuan tertentu, yaitu hanya mengambil pasien praoperasi. Sampel yang di ambil adalah yang memenuhi kriteria yang digunakan yaitu :

1. Pasien sebelum operasi yang dirawat di RSUD dr. Pirngadi Medan

2. Pasien preoperasi mayor

3. Dalam keadaan sadar atau dapat berkomunikasi

4. Berusia dari 15-60 tahun


(29)

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSUD dr. Pirngadi Medan pada bulan Mei 2016 sampai dengan selesai.

4. Pertimbangan Etik

Pertimbangan etik dimulai dari proses administrasi penelitianya setelah mendapat persetujuan dari institusi pendidikan Fakultas Keperawatan dan Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan USU, kemudian peneliti meminta izin dari Direktur RSUD dr. Pirngadi Medan selaku penanggung jawab Rumah Sakit. Untuk melindungi hak-hak subjektif dan menjamin kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden namun pada lembar pengumpulan data yang diisi namun hanya mencantumkan kode pada data oleh peneliti. Apabila calon responden bersedia, maka responden dipersilahkan untuk menandatangani informed consent tetapi jika calon responden tidak bersedia maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi individu yang menjadi responden, baik resiko fisik maupun psikologis. Data-data yang telah diperoleh dari responden hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian. Adapun hasil dari penelitian ini telah mendapat persetujuan oleh komisi etik penelitian kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.


(30)

5. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner yang terdiri dari tiga bagian yaitu: pertama kuesioner data demografi responden, kuesioner pemberian informasi, kuesioner tingkat kecemasan.

Kuesioner data demografi responden meliputi inisial nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan pengalaman operasi.

Kuesioner pemberian informasi, peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa kuesioner yang disusun oleh peneliti sendiri dengan berpedoman pada tinjauan pustaka. Pada kuesioner pemberian informasi berisi 21 pertanyaan dimana setiap pertanyaan dijawab “Ya” diberi skor 1 dan “Tidak” diberi skor 0. Penilaian total skor adalah adekuat diberi skor > 11 dan tidak adekuat diberi skor < 11.

Kuesioner tingkat kecemasan, peneliti menggunakan kuesioner yang diadopsi dari kuesioner dengan metode Zung Self-Rating Anxiety Scale yaitu penilaian kecemasan yang dirancang oleh William W.K Zung. Pada kuesioner tingkat kecemasan ini berisi 20 pernyataan dimana setiap pernyataan dinilai 1-4 dimana skor 4 menggambarkan hal negatif (1: tidak pernah, 2: kadang-kadang, 3: sering, 4: selalu). Penilaian total skor adalah ringan diberi nilai skor 20-40, sedang diberi nilai skor 41-60, berat diberi nilai skor 61-80.


(31)

6. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2005). Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur yang dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini, kuesioner pemberian informasi disusun dan dikembangkan oleh peneliti berdasarkan teori sehingga akan dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas yang dilakukan adalah uji validitas isi (content validity), dilakukan dengan konsultasikan kepada pakar yaitu dosen yang ahli di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan uji validasi tersebut, kuesioner disusun kembali dengan bahasa yang efektif dan dengan item-item pertanyaan yang akan mengukur sasaran yang ingin diukur sesuai dengan teori atau konsep. Uji validitas menggunakan rumus Aiken’s V dengan nilai 1. Setelah dilakukan uji validitas maka didapatkan hasil bahwa intrument penelitan yang digunakan telah valid dan dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. Uji reliabilitas kuesioner pemberian informasi dilakukan kepada 10 pasien praoperasi di Rumah Sakit Haji Medan, dilakukan dengan menggunakan rumus KR-21. Instrument dikatakan reliabel jika nilainya >0,7. Kemudian hasil yang didapatkan yaitu 0,928417.

Sedangkan kuesioner tingkat kecemasan diadopsi dari kuesioner baku yaitu

Zung Self-Rating Anxiety Scale yang memiliki konsistensi internal (alpha

chronbach 0,803). Selanjutnya peneliti menterjemahkan kuesioner baku Zung

Self-Rating Anxiety Scale dari bahasa inggris ke bahasa Indonesia dibantu staf


(32)

validitas dan reliabilitas lagi karena kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang diadobsi dan telah di uji valid dan didapatkan nilai 0.92 dan uji reliabilitas didapatkan nilai 0,808.

7. Pengumpulan Data

Prosedur awal peneliti adalah dengan mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian institusi pendidikan Fakultas Keperawatan dan Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan USU, kemudian peneliti meminta izin dari Direktur RSUD dr. Pirngadi Medan selaku penanggung jawab Rumah Sakit. Setelah dapat izin, kemudian peneliti minta izin kepada Kepala Instalasi Rawat Inap. Dan setelah itu, peneliti dapat izin ke ruang pasien, sebelum ke ruang pasien izin dulu kepada Kepala Ruangannya. Kemudian Karu yang memberikan pasien elektif yang dijadikan responden peneliti. Dan setelah peneliti dapat responden, peneliti memperkenal diri dan menjelaskan tujuan penelitian kepada reponden. Dan peneliti mengajukan ke pasien untuk menjadi responden.

Apabila responden bersedia, maka responden dipersilahkan untuk

menandatangani informed consent dan peneliti memberikan kuesioner/wawancara kepada responden tetapi jika responden tidak bersedia maka responden berhak untuk menolak. Setelah responden selesai mengisi kuesioner, peneliti mengecek kembali kuesioner bahwa responden mengisi dengan lengkap sebelum dianalisis kembali.


(33)

8. Analisa Data

Langkah-langkah pengelolaan data sebagai berikut : a. Editing

Melengkapi, memperjelas, mengecek dan memperbaiki jawaban responden pada kuesioner. Dalam penelitian ini peneliti mengecek jawaban responden pada kuesioner dan semua pertanyaan pada kuesioner telah dijawab oleh responden.

b. Coding

Kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer.

c. Processing

Proses mengelola data agar dapat dianalisis. Peneliti membuat tabel rekapitulasi data dan memindahkan skor yang jawaban responden pada tabel rekapitulasi data. Peneliti kemudian melakukan pengolahan data secara komputerisasi.

d. Clearing

Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah diproses apakah ada kesalahan atau tidak. Peneliti memeriksa hasil pengelolaan dan mengolah kembali hasil penelitian dan tidak ditemukan kesalahan dalam memasukkan data.


(34)

Adapun tahap-tahap analisa data sebagai berikut :

a. Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan terhadap variable dari hasil penelitian, pada umumnya analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2005). Analisa univariat terdiri dari variable pemberian informasi prabedah dan tingkat kecemasan pasien preoperasi.

b. Analisis Bivariat

Analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2005).

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan dua variabel dengan

menggunakan chi square, dimana derajat kemaknaan α = 0,05. Apabila

nilai p value < 0,05, maka Ho ditolak, berarti ada hubungan dua variabel dan apabila p value > 0.05 maka Ho diterima berarti tidak ada hubungan dua variabel.


(35)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Pengumpulan data yang telah dilaksanakan di RSUD dr. Pirngadi Medan pada bulan Mei sampai Juli 2016 yang berjudul “Hubungan Pemberian Informasi dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Preoperasi di RSUD dr. Pringadi Medan” dengan responden sebanyak 68 pasien preoperasi. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk analisis univariat dan bivariat sebagai berikut.

1.1 Analisis Univariat

Hasil dari analisis univariat menampilkan tabel distribusi frekuensi dan persentase dari karakteristik responden, pemberian informasi, tingkat kecemasan pada pasien preoperasi di RSUD dr. Pirngadi.

1.1.1 Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik demografi responden meliputi usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan pengalaman operasi. Dari 68 responden yang terkumpul menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada usia 15-30 tahun sebanyak 25 orang (36,76%) dan usia 46-60 tahun sebanyak 25 orang (36,76%). Jenis kelamin responden paling banyak adalah perempuan sebanyak 38 orang (55,88%). Berdasarkan agama responden lebih dominan beragama Islam sebanyak 43 orang (63,24%). Berdasarkan pendidikan responden terbanyak adalah SMA sebanyak 43 orang (63,24%). Pekerjaan responden lebih besar yaitu tidak bekerja sebanyak 41 orang (60,30%). Status


(36)

perkawinan responden lebih banyak pada status menikah sebanyak 37 orang (54,11%). Serta pengalaman operasi mayoritas 1 kali sebanyak 65 orang (95,59%).

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi Responden Pasien Preoperasi di RSUD dr. Pringadi Medan

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase

Usia

• 15-30 tahun 25 36.76

• 31-45 tahun 18 26.47

• 46-60 tahun 25 36.76

Jenis Kelamin

• Laki-laki 30 44.12

• Perempuan 38 55.88

Agama

• Islam 43 63.24

• Kristen 25 36.76

Pendidikan Terakhir

• SMP 20 29.41

• SMA 43 63.24

• Perguruan Tinggi 5 7.35

Pekerjaan

• Tidak Bekerja 41 60.30

• Bekerja 27 39.70

Status Perkawinan

• Belum Menikah 20 29.41

• Menikah 37 54.41

• Janda 6 8.82

• Duda 5 7.35

Pengalaman Operasi

• 1 Kali 65 95.59


(37)

1.1.2 Pemberian Informasi pada Pasien Preoperasi

Pemberian informasi pada pasien preoperasi dibagi 3 kategori yaitu baik, cukup, kurang. Dari 68 responden, mayoritas pasien preoperasi mendapatkan pemberian informasi adekuat sebanyak 64 orang (94,1%) dan pemberian informasi tidak adekuat terdapat 4 orang (5,9%).

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Pemberian Informasi pada Pasien Preoperasi di RSUD dr. Pringadi Medan

Pemberian Informasi Frekuensi Persentase

Adekuat 64 94.1

Tidak Adekuat 4 5.9

1.1.3 Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi

Tingkat kecemasan pasien preoperasi menjadi 3 tingkatan yaitu ringan, sedang dan berat. Dari 68 responden, lebih banyak responden mengalami tingkat kecemasan sedang sebanyak 37 orang (54,51%), pada tingkat kecemasan ringan sebanyak 31 orang (45,59%), dan untuk tingkat kecemasan berat tidak ada.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi di RSUD dr Pringadi Medan

Tingkat Kecemasan Frekuensi Persentase

Ringan 31 45,59


(38)

1.2 Analisis Bivariat

1.2.1 Hubungan Pemberian Informasi dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Preoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan

Hasil dari analisis bivariat ini menampilkan Tabel 4. Yaitu hubungan kedua variabel yaitu pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pada pasien preoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan dengan analisis sebagai berikut :

Tabel 5.4 Hasil Analisa Hubungan Pemberian Informasi dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Preoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan

Berdasarkan Tabel 5.4 di atas dapat dilihat bahwa penggunaan Chi Square menghasilkan nilai signifikan sebesar 0,223. Nilai tersebut p-value > 0,05 yang menunjukkan bahwa H0 diterima, maka dismpulkan bahwa tidak ada hubungan pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi. Artinya, tingkat kecemasan pada pasien preoperasi masih banyak mengalami kecemasan sedang dikarenakan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi

Variabel 1 Variabel 2 p-value Keterangan

Pemberian Informasi

Tingkat

Kecemasan 0,223

Tidak terdapat hubungan pemberian informasi dengan tingkat kecemasan


(39)

2. Pembahasan

Dari hasil penelitian yang telah diuraikan diatas, pembahasan digunakan untuk menjelaskan hasil penelitian dan menjawab pertanyaan penelitian tentang hubungan pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi di RSUD dr Pringadi Medan.

2.1 Pemberian Informasi pada Pasien Preoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pemberian informasi pada pasien preoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan paling banyak mendapatkan pemberian informasi adekuat yaitu 64 orang (94,1%) dan pemberian informasi tidak adekuat yaitu 4 orang (5,1%).

Pemberian informasi diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan, dimana kebutuhan persiapan preoperasi seharusnya diutamakan pada individu. Perawat sebaiknya mengingat bahwa pada kemampuan untuk memahami atau mengingat informasi dan oleh karena itu mereka sebaiknya mengulang informasi tersebut beberapa kali kepada pasien (Fyfe, 1999)

2.2 Tingkat Kecemasan pada Pasien Praoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan

Berdasarkan hasil penelitian bahwa dari 68 pasien praoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan sebahagian pada tingkat kecemasan sedang 54,51% sedangkan pada tingkat kecemasan ringan 45,59%, dan untuk tingkat kecemasan tinggi tidak ada. Hal ini sesuai dengan penelitian Diyono, dkk (2014) menjelaskan bahwa


(40)

tingkat kecemasan pasien prabedah paling banyak mengalami kecemasan sedang yaitu 60%, dimana kecemasan terjadi pula pada pasien prabedah dengan tingkatan tertentu ringan, sedang, maupun berat. Hal ini yang disebabkan karena pasien merasa takut dan kurangnya pengetahuan tentang operasi yang akan dilakukan (Wilkinson & Nancy, 2011)

Menurut Kaplan & Sadock (1997) faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien anatara lain : usia dan jenis kelamin yaitu lebih banyak pada wanita. Berdasarkan hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang berusia 15-30 tahun dan 46-60 tahun mengalami kecemasan sedang 36.76%, dimana semakin bertambahnya usia, kematangan psikologi individu semakin baik. Artinya semakin matang psikologis seseorang, semakin baik pula adaptasi terhadap kecemasan (Feist, 2010)

Berdasarkan jenis kelamin hasil yang didapatkan responden terbanyak berjenis kelamin perempuan 55,88%, dimana perempuan lebih cenderung mengalami kecemasan dibandingkan laki-laki. Hal ini dikarenakan perempuan dirasa lebih sensitif terhadap permasalahan, sehingga mekanisme koping perempuan lebih kurang baik dibandingkan laki-laki (Gunarso, 1995)

Menurut Adikusumo (2003) faktor eksternal mempengaruhi tingkat kecemasan diantaranya yaitu pendidikan. Berdasarkan hasil yang diperoleh diatas tingkat pendidikan pada pasien preoperasi sebagian besar responden dengan pendidikan SMA yaitu 63,24% dan perguruan tinggi 7,35%, ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan semakin rendah respon kecemasannya. Hal ini sejalan dengan penelitian Lapian, dkk (2016) menjelaskan bahwa karakteritik


(41)

tingkat pendidikan lebih banyak SMA yaitu 69,2%, dimana tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang menjadikan individu lebih selektif selama respon kecemasan berlangsung. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting untuk mendapatkan dan mencerna informasi secara lebih mudah (Gallo, 1995)

Berdasarkan pekerjaan hasil yang diperoleh diatas pekerjaan responden terbanyak adalah tidak bekerja 60,3%. Notoatmodjo (2007) bekerja umumnya adalah kegiatan yang menyita waktu sehingga dengan bekerja kecemasan dapat menjadi lebih ringan dibandingkan orang yang tidak bekerja.

2.3 Hubungan Pemberian Informasi dengan Tingkat Kecemasan Pasien Praoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan

Hasil penelitian yang diperoleh dengan menggunakan Chi Square menghasilkan nilai signifikan sebesar 0,223. Nilai tersebut p-value > 0,05 yang menunjukkan bahwa H0 diterima, maka dismpulkan bahwa tidak ada hubungan pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan.

Menurut Baradero, dkk (2008) mengatakan bahwa sebelum melakukan aktivitas pemberian informasi terlebih dahulu dikaji tentang kesiapan dan kemampuan pasien karena pasien yang mengalami kecemasan yang tinggi akan sulit menangkap apa yang dijelaskan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Elya, A, R. (2014) yang meneliti tentang hubungan pemberian informasi sebelum dilakukan tindakan dengan tingkat kecemasan pasien rawat inap di RSU dr. H. Koesnadi Kab. Bondowoso. Metode pengujian yang digunakan uji spearman. Hasil yang diperoleh


(42)

menunjukkan bahwa nilai p-value yaitu 0,074 lebih besar dari nilai signifikan 0,05, maka tidak ada hubungan yang signifikan antara hubungan pemberian informasi sebelum dilakukan tindakan dengan tingkat kecemasan pasien rawat inap.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Budikasi, dkk (2015) yang meneliti tentang hubungan pemberian informed consent dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi di IGD RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou dengan menggunakan uji statistik chi square. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai p-value : 0,03 < 0,05, dapat disimpulkan ada hubungan pemberian informed

consent dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi.

Penelitian ini juga tidak sejalan dilakukan oleh Lapian, dkk (2016) tentang hubungan pemberian informasi sebelum tindakan operasi dengan tingkat kepuasan pasien di RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado. Metode pengujian yang digunakan adalah metode nonparametric test chi-square. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai p-value berada pada nilai 0,000 lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05, bahwa terdapat hubungan pemberian informasi sebelum tindakan operasi terhadap tingkat kepuasan pasien.


(43)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “Hubungan pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pada pasien preoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan” maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Pemberian informasi pada pasien preoperasi hasil yang diperoleh yaitu

pemberian informasi adekuat

2. Kecemasan pada pasien preoperasi lebih banyak berada pada kategori

kecemasan sedang.

3. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa nilai p-value lebih kecil dari nilai

signifikan yang menunjukkan bahwa H0 diterima, maka disimpulkan bahwa tidak ada hubungan pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi.

2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian diberikan rekomendasi kepada berbagai pihak antara lain :

1. Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengembangan keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah sehingga perlu diberi penekanan materi tentang pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi.


(44)

2. Pelayanan Keperawatan

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien preoperasi yang dirawat di rumah sakit, hendaknya perawat memberikan informasi dalam mengenai operasi pasien guna mengurangi tingkat kecemasan pasien preoperasi.

3. Peneliti Keperawatan

Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya diharapkan dapat meneliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi.


(45)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Teori Kecemasan 1.1Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah suatu perasaan yang tidak jelas, yang tidak pasti dan menyebar sert tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik (Stuart, 2007)

1.2Penyebab Kecemasan

Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang mengancam dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya terlihat jelas di dalam pikiran.

Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk. Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan tidak berhubungan dengan apapun yang terkadang disertai dengan perasaan takut yang mempengaruhi keseluruhan kepribadian penderitanya

1.3Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pasien Preoperasi

Menurut Gruendemann & Fernsebner (2006) yaitu:

1. Dukungan Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang secara langsung mempengaruhi individu. Keluarga merupakan lingkungan mikrosistem,


(46)

yang ada didalamnya. Jadi, keluarga merupakan lingkungan yang sangat penting yang dibutuhkan anggota keluarga lainnya. Dukungan keluarga terhadap seseorang yang akan menjalani operasi sangat berpengaruh pada tingkat kecemasan yang dialaminya. Sebagian keluarga atau sahabat dapat meningkatkan rasa cemas pasien karena terjadi transmisi cemas dari mereka yamg merangkul pasien, sehingga terjadi penayangan perilaku cemas atau menyumbangkan jaminan palsu. Pendampingan ataupun kehadiran oleh keluarga atau sahabat dapat mengurangi rasa cemas pasien. Individu dengan kondisi kecemasan tingkat tinggi tidak mampu berkonsentrasi terhadap informasi yang diberikan perawat selama perawatan ataupun prosedur. Dukungan terhadap seseorang dapat membantu seseorang dalam mengambil keputusan ataupun mengatasi stresor yang ia hadapi. Dukungan tersebut sangat bermanfaat dalam membuat individu membagikan kecemasan yang ia alami dan mendapatkan solusi alternatif yang akan mempengaruhi pola fikirnya.

2. Dukungan Petugas Kesehatan

Dukungan petugas kesehatan merupakan support sistem yang diberikan oleh petugas kesehatan terhadap pasien properasi mulai dari masuk rumah sakit sampai ke ruang operasi. Dukungan ini dapat berupa komunikasi terapeutik, dukungan emosional/perhatian dari petugas kesehatan, dan penjelasan mengenai pembedahan yang akan dijalani. Petugas kesehatan seharusnya menumbuhkan kepercayaan/keyakinan klien dan keluarganya dalam rangka pemenuhan kebutuhan fisik/fisiologis klien


(47)

sehingga klien percaya bahwa para profesional yang terlibat dalam perawatannya benar-benar memahami kebutuhan spesifiknya. Apabila klien percaya terhadap petugas kesehatan yang merawatnya, maka klien akan lebih tenang dan kooperatif terhadap rencana keperawatan maupun

tindakan pembedahan. Perawat yang mampu mengekspresikan

kekhawatiran dan kasih sayang kepada pasien dan keluarga dan menunjukkan ketulusan mereka mungkin diterima sebagai pendukung. Dukungan ini juga dapat berupa jawaban yang pasti dan jujur dengan penuh percaya diri dan perhatian dari tenaga kesehatan tentang apa yang ditanyakan oleh pasien maupun keluarga dan juga pemberitahuan tentang tindakan apa yang akan dlilaksanakan, apa saja yang perlu dipersiapkan ataupun dimana keluarga akan menunggu selama pembedahan berlangsung serta proses berlangsungnya operasi. Dengan demikian, keluarga dan pasien akan merasa dihargai dan menciptakan persepsi positif terhadap tenaga kesehatan.

3. Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan pasien mengenai informasi operasi. Takut terhadap hal yang tidak diketahui ataupun kecemasan, dapat berkurang dengan cara memberikan informasi tentang pembedahan yang akan dikerjakan. Strategi keperawatan yang utama pada masa preoperasi ini adalah memberikan informasi yang bertujuan untuk mencegah yang potensial menjadi komplikasi. Takut terhadap yang tidak diketahui dapat berkurang karena pengetahuan tentang peristiwa yang akan berlangsung.


(48)

Jumlah informasi yang harus diberikan sebelum operasi tergantung kepada latar belakang, minat dan derajat stres dari pasien dan keluarganya. Cara yang terbaik adalah bertanya kepada pasien apa yang mereka ingin ketahui mengenai operasi yang akan berlangsung. Informasi yang dapat membantu pasien dan keluarganya sebelum operasi yaitu pemeriksaan–pemeriksaan sebelum operasi serta alasannya, hal-hal yang rutin sebelum operasi, alat-alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke kamar bedah (waktu, mengecek prosedur-prosedur), ruang pemulihan, kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi (long,1996).

Pengetahuan pasien dan keluarga mengenai hal-hal pembedahan merupakan kunci keberhasilan proses pembedahan Dengan mengetahui prosedur pembedahannya, mengetahui situasi yang akan terjadi saat mereka tiba di tempat pembedahan, dan mengetahui cara untuk berfungsi kembali pada masyarakat ataupun komunitasnya maka pasien akan memperoleh hasil pembedahaan yang terbaik. Salah satu keuntungan dari pemberiaan informasi preoperasi ini adalah rasa cemas klien akan berkurang terhadap proses bedah yang akan dijalaninya. Ahli bedah dan perawat bertanggung-jawab dalam mempersiapkan klien dan keluarganya dalam melakukan aktivitas perawatan diri setelah operasi misalnya, arah/rute ke fasilitas, ataupun penjelasan mengenai apa yang dimaksud bedah yang akan dijalaninya dan alasannya, dan lain-lain.


(49)

4. Kekhawatiran akan nyeri

Kekhawatiran akan nyeri mempengaruhi pasien dalam menjalani operasi. Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan dan bersifat subjektif. Pasien memerlukan penjelasan mengenai nyeri yang akan dirasakannya setelah operasi. Perawat bertugas menjelaskan nyeri yang akan dirasakan pasien baik pada saat pembedahan maupun pasca pembedahan. Apabila klien mencapai harapan yang realistik terhadap nyeri dan mengetahui cara mengatasinya maka rasa cemas akan berkurang.

5. Persepsi pasien terhadap hasil bedah

Persepsi hasil bedah ialah pasien memiliki gambaran tersendiri mengenai hasil yang mungkin terjadi setelah pembedahan. Pasien mungkin memikirkan aktifitasnya akan terganggu, terjadi kecacatan, terjadi kegagalan terhadap operasi, terjadi kesalahan oleh petugas kesehatan, kematian dan lain-lain. Semakin sering pasien memikirkan kemungkinan hasil pembedahan maka semakin tinggi tingkat kecemasan. Perawat bertugas membantu klien dan keluarga untuk mencapai harapan yang realistik terhadap pembedahan.

Menurut Stuart & Laraia (1998), faktor pencetus berasal dari sumber internal atau eksternal. Ada dua kategori faktor pencetus kecemasan, yaituancaman terhadap integritas fisik dan terhadap sistem diri. Ancaman terhadap integritas fisik meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Sumber internal dapat berupa kegagalan mekanisme fisiologis seperti jantung,


(50)

sistem imun, regulasi temperatur, perubahan biologis yang normal seperti kehamilan dan penuaan. Sumber eksternal dapat berupa infeksi virus atau bakteri, zat polutan, luka trauma. Kecemasan dapat timbul akibat kekhawatiran terhadap tindakan operasi yang mempengaruhi integritas tubuh secara keseluruhan. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial seseorang. Sumber internal dapat berupa kesulitan melakukan hubungan interpersonal di rumah, di tempat kerja dan di masyarakat. Sumber eksternal dapat berupa kehilangan pasangan, orangtua, teman, perubahan status pekerjaan, dilema etik yang timbul dari aspek religius seseorang, tekanan dari kelompok sosial atau budaya. Ancaman terhadap sistem diri terjadi saat tindakan operasi akan dilakukan sehingga akan menghasilkan suatu kecemasan.

1.4 Tingkat Kecemasan

Menurut Stuart (2007) membagi tingkat kecemasan menjadi empat tingkat antara lain:

a. Kecemasan Ringan

Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari, kecemasan ini mnyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. Respon fisiologis ditandai dengan jarang nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gelaja ringan pada lambung, muka berkerut, bibir bergetar. Respon kognitif merupakan lapang persepsi luas, mampu menerima rangsangan kompleks,


(51)

konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif. Respon perilaku dan emosi seperti tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan,suara kadang-kadang meningkat.

b. Kecemasan Sedang

Kecemasan sedang membuat seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Respon fisiologi : sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, mulut kering, diare, gelisah. Respon kognitif : lapang persepsi menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya. Respon perilaku dan emosi : meremas tangan, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak.

c. Kecemasan Berat

Sangat mengurangi lapang persepsi seseorang terhadap sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat berpikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk menghentikan ketegangan individu dengan kecemasan berat memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pikiran pada suatu area lain. Respon fisiologis : nafas pendek, nadi dan tekanan darah menigkatkan, berkeringat, ketegangan dan sakit kepala. Respon kognitif : lapang persepsi amat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah. Respon perilaku dan emosi : perasaan ancaman meningkatkan.


(52)

d. Panik

Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Hilangnya kontrol, menyebabkan individu tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Respon fisiologis : nafas pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah. Respon kognitif :lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berpikir logis. Respon perilaku dan emosi :mengamuk dan marah, ketakutan, kehilangan kendali.

2. Hubungan Kecemasan terhadap Praoperasi

Kecemasan pra operasi pada umumnya disebabkan karena pasien tidak mengetahui konsekuensi pembedahan itu sendiri. Pasien yang cemas sering mengalami ketakutan atau perasaan yang tidak tenang. Kecemasan dapat yang dialami pasien akan menimbulkan adanya perubahan secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan psikoneuroimunologi, kecemasan merupakan stresor yang akan mempengaruhi sistem limbik sebagai pengatur emosi yang terjadi melalui serangkaian yang diperantai oleh HPA-axis (hipotamulus, pituitary dan adrenal). Stres dan kecemasan akan merangsang hipotamulus untuk meningkatkan produksi Corticotropin Releasing Hormon (CRF). CRF ini selanjutnya akan merangsang kelenjar pituitary anterior untuk meningkatkan produksi

Adrenocorticotropin Hormone (ACTH). Hormon ini yang akan meningkatkan

sekresi kortisol dan aksi katekolamin (epinefrin dan norepinefrin). Hal ini yang akan merespon adanya stres dan kecemasan. Pelepasan hormon tersebut merangsang peningkatan kerja sistem simpatis dan parasimpatis susunan saraf otonom sehingga mempengaruhi kerja metabolik seperti mengeluh sering buang


(53)

air kecil atau susah buang air kecil, mulas, mencret, keringat dingin, jantung berdebar-debar, hipotensi atau hipertensi, sakit kepala dan sesak nafas. Pada pasien operasi maka sebelum pembedahan kita dapat membantu pasien dalam menghilangkan ketegangan atau kecemasan dengan cara memberikan latihan relaksasi dalam membantu mengontrol kecemasan.

3. Pre Operasi

3.1 Pengertian Operasi

Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Tindakan operasi merupakan terapi medik yang dapat memunculkan kecemasan karena terdapat ancaman terhadap tubuh, intregitas dan bahkan jiwa seseorang. Manifestasi dari kecemasan bisa berupa respon fisiologis berbagai sistem tubuh, respon perilaku, kognitif maupun afektif. Pengalaman operatif dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu preoperatif/pra bedah, operatif/masa sedang dibedah dan post operatif/pasca bedah.

3.2 Pengertian Pre Operatif

Preoperatif artinya pre berarti sebelum, dan operatif/operasi berarti suatu tindakan pembedahan. Preoperasi berarti suatu keadaan/waktu sebelum dilakukan tindakan operasi.Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi (Smeltzer & Bare, 2002)


(54)

3.3 Gambaran Pasien Pre Operatif

Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun mental aktual pada integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis. Menurut Long B.C (2001), pasien preoperasi akanmengalami reaksi emosional berupa kecemasan. Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain:

a. Takut nyeri setelah pembedahan

b. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi

normal.

c. Takut keganasan (bila diagnose yang ditegakkan belum pasti)

d. Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang

mempunyai penyakit yang sama.

e. Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan

petugas.

f. Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi

g. Takut operasi gagal

Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat mempengaruhi respon fisiologis tubuh yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatkan frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur


(55)

dan sering berkemih.Persiapan yang baik selama periode operasi membantu menurunkan resiko operasi dan meningkatkan pemulihan pasca bedah.

Tujuan tindakan keperawatan preoperasi menurut Luckman & Sorensen (1993), dimaksudkan untuk kebaikan bagi pasien dan keluarganya yang meliputi :

a. Menunjukkan rasa takut dan cemasnya hilang atau berkurang (baik

ungkapan secara verbal maupun ekspresi muka)

b. Dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan mobilisasi yang dilakukan

setelah tindakan operasi.

c. Terpelihara keseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi.

d. Tidak terjadi vomitus karena aspirasi selama pasien dalam pengaruh

anastesi.

e. Tidak ada atau berkurangnya kemungkinan terjadi infeksi setelah

tindakan operasi.

f. Mendapatkan istirahat yang cukup.

g. Menjelaskan tentang prosedur operasi, jadwal operasi serta

menandatangani inform consent.

h. Kondisi fisiknya dapat dideteksi selama operasi berlangsung.

4. Tindakan Keperawatan Preoperatif

Tindakan keperawatan adalah setiap terapi perawatan langsung yang dilakukan perawat untuk kepentingan klien, terapi tersebut termasuk terapi yang dilakukan perawat berdasarkan diagnosis keperawatan, pengobatan yang


(56)

dilakukan dokter berdasarkan diagnosis medis, dan melakukan fungsi penting sehari-hari untuk klien yang tidak dapat melakukannya (Mc. Closkey &Bulechek 1992) yang dikutip Barbara J. G (2008).

Tindakan keperawatan preoperative merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif. Persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta persiapan mental sangat diperlukan karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien berawal dari kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap persiapan. Kesalahan yang dilakukan pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat berdampak pada tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara masing-masing komponen yang berkompeten untuk menghasilkan outcome yang optimal, yaitu kesembuhan pasien secara paripurna (Rothrock, 1999).

Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.

4.1Persiapan Pasien Preoperasi

a. Persiapan Fisik

Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi. Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi menurut Brunner & Suddarth ( 2002 ), antara lain :


(57)

1) Status kesehatan fisik secara umum

Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.

2) Status Nutrisi

Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.


(58)

3) Keseimbangan cairan dan elektrolit

Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan

output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan di antaranya adalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 – 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 – 1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, dan nefritis akut, maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal, kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.

4) Kebersihan Lambung dan Kolon

Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang membutuhkan operasi CITO


(59)

(segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas, maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric

tube).

5) Pencukuran daerah operasi

Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha.Misalnya :apendiktomi, herniotomi,

uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, dan

hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada


(60)

6) Personal Hygine

Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.

7) Pengosongan kandung kemih

Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance cairan.

8) Latihan Pra Operasi

Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain: latihan nafas dalam, batuk efektif dan gerak sendi.

b. Persiapan Penunjang

Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud


(61)

adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain. Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan bahwa pasien harus operasi maka dokter anestesi berperan untuk menentukan apakah kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anestesi juga memerlukan berbagai macam pemeriksaan laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.

Berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien preoperasi antara lain :

1. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks,

abdomen, foto tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI (Magnetic

Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy,

Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio


(62)

2. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah :hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT, ureum, kreatinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsum tulang jika penyakit terkait dengan kelainan darah.

3. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan

jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.

4. Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD) dilakukan untuk

mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (post prandial).

c. Pemeriksaan Status Anestesi

Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiusan ditujukan untuk keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anestesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist).


(63)

Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf. d. Informed Consent

Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Informed Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anestesi). Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam perawatan. Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhadap pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan


(64)

tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersebut akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak maka penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga.

e. Persiapan Mental

Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Masalah mental yang biasa muncul pada pasien preoperasi adalah kecemasan. Maka perawat harus mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi klien. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan preoperasi, seperti adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung.

Untuk mengurangi/mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan hal-hal yang terkait dengan persiapa operasi, antara lain : pengalaman operasi sebelumnya, persepsi pasien dan keluarga tentang tujuan atau alasan tindakan operasi. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang. Pengetahuan


(65)

pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas kamar operasi dan juga tentang prosedur. Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus dijalankan setelah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dan lain-lain.

Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga atau perawat. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi.

Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental menurut Taylor (1997), dapat dilakukan dengan berbagai cara : membantu pasien mengetahui tentang tindakan yang dialami pasien sebelum opersi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dan lain-lain.

Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien menjadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien.

a. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan

persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya : jika pasien harus puasa


(66)

dan sampai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien peru diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang dlakukan, dan lain-lain. Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan dan mempersiapkan mental pasien dengan baik.

b. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan

tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.

c. Mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan

hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.

d. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi,

seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.

Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk mengantar pasien sampai ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar operasi.


(67)

Pengkajian terhadap kondisi fisik, psikologis, sosiokultural dan dimensi spiritual pada klien penting karena pembedahan merupakan stressor utama psikologis, mempengaruhi pola koping, support system dan kebutuhan sosiokultural. Penurunan rasa cemas dan takut merupakan hal yang sangat penting selama masa pre operatif karena stress emosional ditambah dengan stress fisik meningkatkan resiko pembedahan (Taylor, 1997 ).

Adapun tindakan keperawatan preoperatif yang dapat dilakukan sesuai peran perawat perioperatif antara lain :

a. Membina hubungan terpeutik, memberi kesempatan pada klien

untuk menyatakan rasa takut dan perhatiannya terhadap rencana operasi

b. Melakukan sentuhan untuk menunjukkan adanya empati dan

perhatian

c. Menjawab atau menerangkan tentang berbagai prosedur operasi

d. Meningkatkan pemenuhan nutrisi dan hidrasi

e. Mengajarkan batuk dan nafas dalam

f. Mengajarkan manajemen nyeri setelah pembedahan

g. Mengajarkan latihan lengan dan ambulasi

h. Menerangkan alat – alat yang akan digunakan oleh klien selama


(68)

Sehari sebelum operasi :

a. Memberikan dukungan emosional, menjawab pertanyaan dan

memberikan dukungan spiritual bila diperlukan

b. Melakukan pembatasan diet pre operasi

c. Menyiapkan kebutuhan eliminasi selama dan setelah pembedahan

d. Mencukur dan menyiapkan daerah operasi

Hari pembedahan :

a. Mengecek bahwa bahan dan obat – obatan telah lengkap

b. Mengecek tanda – tanda vital

c. Mengecek inform consent

d. Melanjutkan persiapan nutrisi dan hidrasi

e. Melepaskan protese dan kosmetik

f. Melakukan perawatan mulut

g. Mengosongkan blas dan bowel

h. Mempersiapkan catatan yang diperlukan selama pre operasi

i. Memberikan obat –obatan yang perlu diberikan (sesuai order

dokter)

5. Informed Consent

Peraturan Menkes No. 290 tahun 2008 istilah informed consent ini diterjemahkan dengan Persetujuan Tindakan Medik (PTM), peraturan ini berlaku sejak tanggal 26 Maret 2008 (Fadilla, 2008).


(69)

Yang dimaksud informed artinya memperoleh atau diberi penjelasan. Consent artinya member persetujuan, menijinkan. Pengertian informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien setelah mendapat penjelasan atau informasi, dengan tujuan untuk menolong pasien (Budianto, 2009)

Informed consent bukan sekedar formulir persetujuan yang didapat dari

pasien, tetapi merupakan suatu proses komunikasi. Tercapainya kesepakatan antara dokter–pasien merupakan dasar dari seluruh proses tentang informed

consent, formulir itu hanya merupakan pengukuhan atau pendokumentasian dari

apa yang telah disepakati (Manuaba, 2005)

Informasi dalam lingkup medis, ternyata sangat penting.Meski tidak semua pasien menghendaki penjelasan yang sejelas-jelasnya, akurat dan lengkap tahap demi tahap perawatan, tetapilangkah penjelasan untuk era saat ini justru diharuskan.Selain untuk menjaga kemungkinan terlantarnya pasien oleh dokter yang mempunyai pasien banyak, atau terlantarnya dokter karena harus menghadapi tuntutan hanya karena tidak mengkomunikasikan kemungkinan penyakit maka dibuatlah suatu perjanjian hitam di atas putih antara dokter dengan pasien. Ini disebut sebagai informed consent (Dahlan, 2000)

Seorang dokter melakukan tindakan medis apapun terhadap pasien maka terlebih dahulu harus memberikan informasi atau penjelasan mengenai tindakan apa yang hendak dilakukan, apa resikonya, apa manfaatnya, ada tidaknya tindakan alternatife lain, apa yang mungkin terjadi jika tindakan tersebut tidak dilakukan. Keterangan ini tentunya harus diberikan secara jelas dan menggunakan bahasa


(70)

yang sederhana yang dapat dimengerti oleh pasien dengan memperhitungkan tingkat pendidikan dan intelektualnya. Dan jika pasien sudah mengerti sepenuhnya dan memberikan persetujuan maka barulah dokter melakukan tindakannya, pasien akan diminta menanda-tangani suatu formulir sebagai tanda persetujuannya (Suwandi, 2005).

Informed consent yang diberikan oleh pasien dianggap tidak sah, apabila

diberikan dengan paksaan, karena memberikan gambaran yang salah atau belainan dari seseorang yang belum dewasa, dari seseorang yang tidak berwenang, dan dalam keadaan yang tidak sepenuhnya sadar (Guwandi, 2007).

Hal-hal yang perlu diinformasikan kepada pasien atau keluarga pasien meliputi : informasi mengenai diagnose penyakit, terapi dan kemungkinan alternatif terapi lain, cara kerja dan pengalaman dokter yang melakukan tindakan terhadapnya, kemungkinan perasaan sakit atau perasaan lainnya, resiko dari setiap tindakan yang dilakukan terhadap pasien, keuntungan dari terapi, prognosa penyakit atau tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien (Suharto, 2008).

Informasi cukup disampaikan secara lisan dengan memperhatikan tingkat pendidikan dari orang yang berhak menerimanya. Tentunya diperlukan seni sendiri agar yang bersangkutan mampu memahami dan kemudian menyetujui, sebab pemberian informasi akan menjadi sia-sia jika pada akhirnya pasien atau keluarganya menolak tindakan medik yang akan dilakukan dokter (Dahlan, 2000).

Pemberian informasi tidak boleh bersifat memperdaya, menekan, atau menciptakan ketakutan, sebab ketiga hal tersebut akan membuat persetujuan yang


(71)

diberikan menjadi cacat hukum. Informasi harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan medik, sebab hanya dokter yang tahu mengenai kondisi pasien dan tindakan medik yang akan dilakukan. Jika pasien sudah mengerti sepenuhnya dan memberikan persetujuan maka barulah dokter boleh melakukan tindakannya, sebagai lanjutan pasien akan diminta untuk menandatangani suatu formulir sebagai bukti persetujuannya (Suharto, 2008).

Pada keadaan emergensi, informed consent tetap merupakan hal yang penting walaupun prioritasnya diakui paling bawah.Prioritas yang paling utama adalah tindakan menyelamatkan nyawa. Walaupun tetap penting, namun informed

consent tidak boleh menjadi penghalang atau penghambat bagi pelaksanaan

emergency care sebab dalam situasi kritis di mana dokter berpacu dengan maut, ia

tidak mempunyai cukup waktu untuk menjelaskan atau berdiskusi sampai pasien benar-benar menyadari kondisi dan kebutuhannya serta memberikan keputusan. Dokter juga tidak memiliki banyak waktu untuk menunggu sampai keluarganya datang, kalaupun keluarga pasien hadir dan kemudian tidak menyetujui tindakan dokter maka berdasarkan doctrine of necessity, dokter tetap harus melakukan tindakan emergency care.Hal ini sesuai pula dengan Pemenkes No.290 Tahun 2008 (Suharto, 2008).

Peran perawat dalam perawatan pre operasi adalah sebagai advocate,

counselor dan consultant. Sebagai advocate adalah sebagai pembela dan

pelindung terhadap hak-hak pasien. Peran advokasi dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarga dalam menginterprestasi berbagai informasi dari


(72)

atas tindakan keperawatan yang diberikan terhadap pasien juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak oleh pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak untuk menentukan nasibnya dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian. Perawat sebagai consellor adalah mengatasi tekanan psikologis dengan mencari penyebab kecemasannya, memberikan keyakinan dalam mengurangi kecemasan pasien, membantu pasien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial, untuk membangun hubungan interpersonal yang baik, dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang dimana didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual. Perawat sebagai consultant adalah memperhatikan hak pasien dalam menentukan alternatif baginya dalam memilih tindakan yang tepat dan terbaik serta memposisikan dirinya sebagai tempat berkonsultasi untuk memecahkan suatu permasalahan yang dialami atau mendiskusikan tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan (Mubarak & Chayatin, 2009).

Perawat merupakan tenaga kesehatan bagi pasien selama 24 jam. Oleh karena itu perawat akan banyak melakukan kontak dengan pasien. Berbagai masalah pasien yang berkaitan dengan hidup dan mati pasien sering dihadapi perawat, untuk itu perawat harus mengetahui implikasi hukum mengenai apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan kepada pasein. Perawat bertanggung jawab dalam menentukan pemahaman pasien tentang pembedahan yang akan dijalani dan memastikan bahwa semua penyuluhan preoperative telah diberikan (Potter, 2005).


(1)

vi

PRAKATA

Assalamualaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kenikmatan berupa kesehatan dan kesempatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Adapun skripsi ini berjudul “Hubungan Pemberian Informasi dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Praoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan”.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan serta arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang sangat penulis sayangi, Abdul Hamid dan Elfi Khairoza Lubis serta saudara-saudara penulis yaitu kakak Fithria Laila S.E dan abang-abang serta adik yang selalu memberikan cinta dan kasih sayang, doa, semangat, perhatian, dukungan dan motivasi selama ini.

Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Setiawan, S.Kp, MNS, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Sri Eka Wahyuni, S,Kep, Ns, M.Kep sebagai Wakil Dekan I, Ibu Cholina T. Siregar, S.Kep,Ns, M.Kep, Sp.KMB sebagai Wakil Dekan II, dan Dr. Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep. Sp. Mat sebagai Wakil Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Nunung F. Sitepu, S,Kep, Ns, MNS sebagai dosen pembimbing skripsi penulis yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengetahuan, arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat serta selalu sabar untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam proses penulisan skripsi ini. 4. Bapak Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS sebagai dosen penguji I dan

Bapak Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS sebagai dosen penguji II yang telah berkenan menyediakan waktu dan memberikan masukan-masukan yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini.


(2)

vii

5. Seluruh dosen pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik dan memberikan ilmu selama proses akademik dan seluruh staf non akademik yang membantu memfasilitasi secara administrasi.

6. Untuk sahabat-sahabat penulis “6polepel”, “R.A.N” “RRT”, dan teman-teman sedosen pembimbing serta teman sejawat Fkep 2012 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan motivasi dan membantu dalam penulisan skripsi ini.

Semoga bantuan dan jasa yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan pihak-pihak yang membutuhkan. Penulis sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini berguna bagi kita semua khusunya para pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, Agustus 2016 Penulis

Ainun Sari (121101024)


(3)

viii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Orisinalitas ... ii

Halaman Persetujuan ... iii

Abstrack ... iv

Abstrak ... v

Prakata ... vi

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah... 3

3. Tujuan Penelitian ... 4

4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

1. Konsep Teori Kecemasan ... 6

1.1. Pengertian Kecemasan ... 6

1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pasien Preoperasi ... 6

1.3. Tingkat Kecemasan ... 11

2. Hubungan Kecemasan Terhadap Preoperasi ... 13

3. Pre Operasi ... 14

3.1 Pengertian Operasi ... 14

3.2 Pengertian Preoperasi ... 14

3.3 Gambaran Pasien Preoperatif ... 15

3.1. Perubahan yang Terjadi pada Lansia ... 12

3.2. Penyakit yang Sering Dijumpai pada Lansia ... 13

4. Tindakan Keperawatan Preoperatif ... 16

4.1. Persiapan Pasien Preoperatif ... 17


(4)

ix

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN ... 34

1. Kerangka Konsep ... 34

2. Variabel Penelitian ... 35

3. Hipotesis ... 36

4. Definisi Operasional ... 36

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN ... 37

1. Desain Penelitian ... 37

2. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 37

2.1. Populasi ... 37

2.2. Sampel Penelitian ... 37

2.3. Teknik Sampling... 38

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

4. Pertimbangan Etik ... 39

5. Instrumen Penelitian ... 40

6. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 41

7. Pengumpulan Data ... 42

8. Analisa Data ... 42

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

1. Hasil Penelitian ... 45

1.1 Analisa Univariat ... 45

1.1.1 Karakteristik Demografi Responden ... 45

1.1.2 Pemberian Informasi pada Pasien Preoperasi ... 47

1.1.3 Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi ... 47

1.2 Analisa Bivariat ... 48

1.2.1 Hubungan Pemberian Informasi dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Preoperasi ... 48

2 Pembahasan ... 49

2.1 Pemberian Informasi pada Pasien Preoperasi ... 49

2.2 Tingkat Kecemasan pada Pasien Preoperasi ... 50

2.3 Hubungan Pemberian Informasi dengan Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi ... 52

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54


(5)

x

2. Saran ... 54

Daftar Pustaka ... 56

Lampiran-lampiran

Lampiran 1. Inform consent Lampiran 2. Instrument Penelitian Lampiran 3. Hasil Uji Validitas Lampiran 4. Hasil Uji Realibilitas Lampiran 5. Hasil Pengolahan Data Lampiran 5. Jadwal Tentatif

Lampiran 7. Taksasi Dana

Lampiran 8. Lembar Bukti Bimbingan Lampiran 9. Riwayat Hidup

Lampiran 10. Surat Pengantar Uji Realibilitas ke RS Haji Medan Lampiran 11. Surat Selesai Uji Realibilitas ke RS Haji Medan

Lampiran 12. Surat Pengantar Penelitian ke RSUD dr. Pirngadi Medan Lampiran 13. Surat Selesai Penelitian ke RSUD dr. Pirngadi Medan Lampiran 14. Master Table


(6)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 36 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi

Responden ... 46 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Pemberian Informasi 47 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Kecemasan . 47 Tabel 5.4 Hasil Analisa Hubungan Pemberian Informasi dengan