Faktor–Faktor yang Memengaruhi Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pulau Rakyat Kabupaten Asahan Tahun 2016
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
2.1.1 Defenisi Perilaku
Dipandang dari aspek biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme atau makhluk hidup yang bisa dilihat, sedangkan perilaku manusia pada
hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai
bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa,
membaca dan sebagainya, sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia
adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang dapat diamati langsung
maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2010)
Setiap manusia akan bertindak dan bertingkah laku untuk berinteraksi dengan
makhluk lain, hakikat manusia sebagai makhluk sosial akan selalu membutuhkan
orang lain dalam kehidupannya. Perilaku manusia ditujukan sebagai tanda pengenal
dirinya sebagai makhluk sosial yang senantiasa ingin berhubungan dengan orang lain.
Perilaku manusia yang satu dengan yang lainnya tidak bisa disamakan, karena pribadi
manusia merupakan hal yang sangat unik dan berkembang sesuai dengan bakat dan
potensinya masing-masing.
Karakteristik perilaku menurut Purwanto (2009) dibedakan menjadi 2 yaitu
perilaku tertutup (covert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior ). Perilaku
tertutup (covert behavior) adalah perilaku yang hanya dapat dimengerti dengan
menggunakan alat atau metode tertentu misalnya berpikir, berkhayal, sedih,
13
Universitas Sumatera Utara
14
bermimipi, dan takut. Sedangkan perilaku terbuka (overt behavior ) adalah perilaku
yang dapat diketahui oleh orang lain tanpa menggunakan alat bantu misalnya seorang
ibu memeriksakan kehamilannya atau membawa anggotanya ke Puskesmas untuk
diimunisasi, atau seseorang yang melakukan konsultasi dietnya kepada seora petugas
gizi kesehatan, dan sebagainya.
Notoatmodjo (2012) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau
perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Perilaku ini
tidak sama dengan sikap. Sikap adalah suatu kecenderungan untuk mengadakan
tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tandatanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi obyek tersebut. Sikap hanyalah
sebagian dari perilaku manusia. Perilaku manusia sangatlah kompleks dan
mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, Bloom dalam Notoatmodjo (2012),
membagi perilaku ke dalam tiga domain, yaitu 1) kognitif, 2) afektif, dan 3)
psikomotor. Untuk memudahkan pengukuran, maka tiga domain ini diukur dari
pengetahuan dan sikap.
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour ). Karena dari pengalaman dan
Universitas Sumatera Utara
15
penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers dalam
Notoatmodjo (2012), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku
baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
a. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap
subjek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang), terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers dalam Notoatmodjo
(2012), menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap
tersebut. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses
seperti ini, di mana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka
perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak
didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.
Universitas Sumatera Utara
16
2. Sikap
Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri,
orang lain, obyek atau isue. Sikap juga merupakan reaksi atau respon seseorang yang
masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.
Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang satu sama lain
yaitu (Notoatmodjo, 2012):
a. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu
pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotype yang dimiliki
individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila
menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.
b. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek
emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan
merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang
mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan
perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.
c. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai
dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau
kecenderungan untuk bertindak/bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara
tertentu. Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk
mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi
perilaku.
Universitas Sumatera Utara
17
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni (Notoatmodjo,2012):
a. Menerima (receiving); Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).
b. Merespon (responding); Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan
suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan.
Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide
tersebut.
c. Menghargai
(valuing);
Mengajak
orang
lain
untuk
mengerjakan
atau
mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi
sikap tingkat tiga, misalnya seorang mengajak ibu yang lain (tetangga, saudaranya,
dsb) untuk menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi
adalah suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
d. Bertanggung jawab (responsible); Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
telah dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi.
Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapatkan
tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.
3. Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor
Universitas Sumatera Utara
18
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan
faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :
1. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
2. Respon terpimpin (guide response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua.
3. Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mancapai praktik
tingkat tiga.
4. Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut (Notoatmodjo, 2012).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan seseorang antara lain:
1.
Imitasi
Tindakan manusia untuk meniru
tingkah pekerti
orang lain yang berada di
sekitarnya.
2. Sugesti
Universitas Sumatera Utara
19
Seseorang menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku
dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sugesti:
Hambatan berfikir orang yang memberikan sugesti bersikap over pandangan,pihak
penerima tidak diberi pertimbangan-pertimbangan atau berfikir kritis.
Keadaan
pikiran
yang
terpecah-pecah
seseorang
pikirannya
mengalami
kelelahan/kebingungan karena mengahadapi kesulitan-kesulitan sehingga ia tidak
bisa berfikir.
Otoritas kecenderungan seseorang atau sekelompok orang untuk menerima
pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu dari orang yang dianggap ahli.
Mayoritas seseorang menerima saja suatu sikap atau pandangan karena di dukung
atau di sokong oleh orang banyak (mayoritas).
Will of Believe sikap menerima pandangan atau sikap orang lain karena
sebelumnya di dalam dirinya telah ada sikap atau pandangan yang sama.
Faktor yang mempengaruhi sikap seseorang antara lain :
1. Identifikasi
Seseorang ketika ia mulai sadar bahwa di dalam kehidupan ini ada peraturanperaturan yang harus di penuhi,di pelajari atau di taatinya.
2. Simpati
Faktor tertariknya seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang atau
kelompok orang lain.
Universitas Sumatera Utara
20
2.1.2
Determinan Perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat
tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.
Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun
respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan
perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni :
1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,
yang bersifat given atau bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional,
jenis kelamin, dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor
yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2012).
Bloom (1998) sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2012) seorang ahli
psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu kedalam 3 karakteristik, ranah
atau kawasan yakni kognitif, afektif, dan psikomotor.
Perilaku manusia menurut Purwanto (2009) terdapat banyak macamnya yaitu:
1) Perilaku refleks
Perilaku refleks merupakan perilaku yang dilakukan manusia secara otomatik.
Contohnya : mengecilkan kelopak mata, menaikkan bahu ketika bernafas,
menganggukan kepala ketika menandakan persetujuan, dan menggelengkan kepala
ketika menunjukkan penolakan.
Universitas Sumatera Utara
21
2) Perilaku refleks bersyarat
Merupakan perilaku yang muncul karena adanya rangsangan tertentu.
3) Perilaku yang mempunyai tujuan
Disebut juga perilaku naluri.
Usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi perilaku negatif seseorang
dapat dilakukan dengan :
1. Peningkatan peranan keluarga terhadap perkembangan dari kecilhingga dewasa.
2. Peningkatan status sosial ekonomi keluarga.
3. Menjaga keutuhan keluarga.
4. Mempertahankan sikap dan kebiasaan sesuai dengannorma yang disepakati.
5. Pendidikan keluarga yang disesuaikan dengan status anggota keluarga baik itu
anggota tunggal, anggota tiri, dan lain-lain.
Menurut Skinner seorang ahli psikologi yang dikutip Notoatmodjo (2010)
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsang dari luar). Dalam teori Skinner ada 2 (dua) respon, yaitu:
1. Respondent respon atau flexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsanganrangsangan (stimulus tertentu). Stimulus semacam ini disebut eleciting
stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.
2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.
Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer
karena
memperkuat respon.
Universitas Sumatera Utara
22
2.1.3 Domain Perilaku
Lawrence Green dalam Mandy (2010) menganalisis bahwa perilaku
dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:
a.
Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain
sikap, pengetahuan, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai tradisi, persepsi berkenaan
dengan motivasi seseorang untuk bertindak.
b. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)
Faktor pemungkin mencakup berbagai keterampilan dan sumber daya yang
dibutuhkan untuk melakukan perilaku kesehatan. Sumber daya itu meliputi fasilitas
pelayanan kesehatan, personalia atau petugas yang tersedia, klinik atau sumber daya
yang hampir sama. Faktor pemungkin ini juga menyangkut keterjangkauan berbagai
sumber daya, biaya, jarak, ketersediaan transportasi, jam buka dan sebagainya.
c.
Faktor Penguat/Pendorong (Reinforcing Factors)
Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan memperoleh
dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja bergantung pada tujuan dan jenis
program atau kegiatan yang dilakukan. Di dalam pendidikan pasien, penguat berasal
dari perawat, dokter, pasien lain, dan sebagainya. Apakah penguat itu positif atau
negatif bergantung pada sikap dan perilaku orang lain yang berkaitan. Misalnya pada
pendidikan kesehatan sekolah di tingkat sekolah lanjutan tingkat atas, yang
penguatnya datang dari teman sebaya, guru, dan pejabat sekolah. Penelitian tentang
perilaku remaja menunjukkan bahwa perilaku penggunaan obat di kalangan remaja
Universitas Sumatera Utara
23
sangat dipengaruhi oleh dorongan teman-teman, terutama teman dekat. Begitupun
dengan anggota komunitas perilaku yang mudah ditiru ialah perilaku dari orang
terdekat, seperti anggota komunitas yang lain, teman sebaya, dan sebagainya.
Cara mengukur perilaku ada 2 cara (Notoatmodjo, 2010) yaitu:
1. Perilaku dapat diukur secara langsung yakni wawancara terhadap kegiatankegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall).
2. Perilaku yang diukur secara tidak langsung, yakni dengan mengobservasi
tindakan atau kegiatan responden.
2.1.4 Pembentukan Perilaku
Pembentukan perilaku menurut Ircham (2005) ada beberapa cara, diantaranya:
1.
Kebiasaan (Conditioning)
Salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan conditioning atau
kebiasaan. Dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan
akhirnya akan terbentuklah perilaku.
2.
Pengertian (Insight)
Pembentukan perilaku yang didasarkan atas teori belajar kognitif yaitu belajar
disertai dengan adanya pengertian.
3. Menggunakan Model
Cara ini menjelaskan bahwa domain pembentukan perilaku pemimpin dijadikan
model atau contoh oleh yang dipimpinnya. Cara ini didasarkan atas teori belajar
sosial (social learning theory) atau observational learning theory oleh Bandura
(1977).
Universitas Sumatera Utara
24
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau
seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respon ini
berbentuk 2 macam (Dewi, 2010) yakni:
1.
Bentuk Pasif
Respons internal yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara
langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin
dan pengetahuan.
2.
Bentuk Aktif
Perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung, oleh karena perilaku mereka
ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata disebut overt behavior .
2.1.5
Teori Terjadinya Perilaku
Perilaku manusia tidak dapat lepas dari keadaan individu itu sendiri dan
lingkungan dimana individu itu berada. Perilaku manusia didorong oleh motif
tertentu sehingga manusia berperilaku (Ircham, 2005).
Teori perilaku menurut Ircham, antara lain:
1. Teori Insting
Menurut Mc Dougal (2008) perilaku itu disebabkan karena insting. Insting
merupakan perilaku yang innate atau perilaku bawaan dan akan mengalami
perubahan karena pengalaman.
Universitas Sumatera Utara
25
2.
Teori Dorongan (Drive Theory)
Teori ini bertitik tolak pada pada pandangan bahwa organisme itu mempunyai
dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongan-dorongan itu berkaitan dengan
kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong organisme berperilaku.
3.
Teori Insentif (Incentive Theory)
Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan
karena adanya insentif, dengan insentif akan mendorong organisme berperilaku.
Insentif atau reinforcement ada yang positif dan ada yang negatif. Reinforcement
yang positif adalah berkaitan dengan hadiah dan akan mendorong organisme berbuat
atau berperilaku.
4. Teori Atribusi
Teori ini menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku seseorang. Apakah itu
disebabkan oleh disposisi internal (misal motif, sikap) atau oleh keadaan eksternal.
Banyak teori-teori
yang berkaitan dengan perubahan perilaku seseorang dalam
keseharian. Diantaranya menurut teori Anderson dalam Muzaham (2005) yang
dikutip oleh Ari (2009). yaitu ada tiga faktor yang mempengaruhi pembentukan
perilaku pada seseorang :
a)
Mudahnya
menggunakan
fasilitas
pelayanan
kesehatan
(karakteristik
predisposisi).
b) Adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanan kesehatan yang
ada (karakteristik pendukung).
c)
Adanya kebutuhan pelayanan kesehatan (karakteristik kebutuhan).
Universitas Sumatera Utara
26
5.
Theory of Reasoned Action (TRA)
Pertama kali diperkenalkan pada tahun1967 untuk melihat hubungan
keyakinan, sikap, niat dan perilaku. Fishbein, 1967mengembangkan TRA ini dengan
sebuah usaha untuk melihat perubahan hubungan sikap dan perilaku (Glanz, 2002).
Faktor yang paling penting dalam seseorang berperilaku adalah adanya
niat.Niat akan ditentukan oleh sikap seseorang. Kemudian sikap ditentukan
olehkeyakinan seseorang akibat dari tindakan yang akan dilakukan. Diukur
denganevaluasi terhadap masing-masing akibat. Jadi, seseorang yang memiliki
keyakinanyang kuat akan akibat dari tindakan yang dilakukan secara positif akan
menghasilkansikap dan tindakan yang positif pula. Sebaliknya jika seseorang tidak
yakin akan akibat dariperilaku yang dilakukan dengan positif akan menghasilkan
sikap yang dan tindakannegatif (Glanz, 2002). Niat seseorang untuk berperilaku juga
dapat dipengaruhi oleh normaindividu dan motivasi untuk mengikuti. Norma individu
dapat dipengaruhi olehnorma-norma atau kepercayaan dimasyarakat.
2.2
Perilaku Kesehatan
2.2.1
Defenisi Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap
stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan, minuman dan serta lingkungan. Karakteristik perilaku kesehatan
dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu perilaku pemeliharaan kesehatan (health
maintenance), perilaku perencanaan dan penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan,
dan perilaku kesehatan lingkungan. Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku
Universitas Sumatera Utara
27
atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak
sakit dan usaha untuk mendapatkan penyembuhan bilamana sakit. Oleh karena sebab
itu perilaku pemeliharaan kesehataan ini terdiri dari 3 (tiga) aspek yaitu perilaku
pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, pemulihan kesehatan
bilamana telah sembuh dari penyakit, serta perilaku peningkatan kesehatan apabila
seseorang dalam keadaan sehat, dan perilaku gizi (makanan) dan minuman
(Notoatmodjo, 2010).
2.2.2
Klasifikasi Perilaku Kesehatan
Becker (1979) dalam Dewi (2010) mengklasifikasikan perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan sebagai berikut :
1. Perilaku Kesehatan (Health Behavior )
Hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk tindakan mencegah penyakit,
kebersihan perorangan dan sebagainya.
2. Perilaku Sakit (Illness Behavior )
Tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang individu yang merasa sakit
untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit, termasuk
kemampuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab sakit, serta usaha
mencegah penyakit tersebut.
3. Perilaku Peran Sakit (The Sick Role Behavior )
Tindakan atau kegiatan yang dilakukan individu yang sedang sakit untuk
memperoleh kesembuhan.
Universitas Sumatera Utara
28
Perilaku yang mempengaruhi kesehatan dapat digolongkan dalam dua
kategori (Dewi, 2010), yaitu:
1) Perilaku yang terwujud secara sengaja dan sadar.
2) Perilaku yang terwujud secara tidak sengaja atau tidak sadar.
Perilaku-perilaku disengaja atau tidak disengaja yang membawa manfaat bagi
kesehatan individu dan sebaliknya perilaku yang disengaja atau tidak disengaja
berdampak merugikan kesehatan antara lain:
a.) Perilaku sadar yang menguntungkan kesehatan
Mencakup perilaku yang secara sadar oleh seseorang yang berdampak
menguntungkan kesehatan. Golongan perilaku ini langsung berhubungan dengan
kegiatan-kegiatan pencegahan penyakit serta penyembuhan penyakit yang dijalankan
secara sadar atas dasar pengetahuan bagi diri seseorang.
b.) Perilaku sadar yang merugikan kesehatan
Perilaku sadar yang dijalankan secara sadar diketahui bila perilaku tersebut tidak
menguntungkan kesehatan terdapat pula dikalangan orang berpendidikan atau
professional, atau secara umum pada masyarakat yang sudah maju.
c.) Perilaku tidak sadar yang merugikan kesehatan
Golongan
masalah
ini
paling
banyak
dipelajari,
terutama
karena
penanggulangannya merupakan salah satu tujuan utama berbagai program
pembangunan kesehatan masyarakat.
d.) Perilaku tidak sadar yang menguntungkan kesehatan
Universitas Sumatera Utara
29
Golongan perilaku ini menunjukkan bahwa tanpa sadar pengetahuan seseorang
dapat menjalankan kegiatan-kegiatan tertentu yang secara langsung atau tidak
langsung memberi dampak positif terhadap derajat kesehatan mereka.
2.3 Pengertian Infeksi Saluran Nafas Akut (ISPA)
Istilah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) mengandung 3 unsur yaitu
infeksi, saluran pernafasan dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke
dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Saluran
pernafasan adalah organ yang mulai dari hidung, hingga ke alveoli beserta organ
adneksanya(sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura) sedangkan infeksi akut
adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari walaupun beberapa penyakit
yang dapat digolongkan dalam ISPA dapat berlangsung lebih dari 14 hari, misalnya
pertusis. Dengan demikian ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat
berlangsung sampai 14 hari, dimana secara klinis suatu tanda dan gejala akut akibat
infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dengan berlangsung tidak
lebih dari 14 hari.
Infeksi Saluran Pernafasan Akut atauistilah dalam bahasa inggrisnya Acute
Respiratory Infections (ARI) merupakan sekelompok penyakit kompleks dan
heterogen yang disebabkan oleh berbagai faktor penunjang risiko yang menyerang
setiap lokasi saluran pernafasan mulai dari saluran atas (hidung) hingga pada saluran
bawah pada sistem pernafasan manusia. ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi
pada anak-anak terutama balita, karena sistem pertahanan tubuh yang masih rendah
sehingga rentan terhadap penyakit. Secara klinis ISPA adalah suatu tanda dan gejala
Universitas Sumatera Utara
30
akut akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dan berlangsung
selama 14 hari.
ISPA merupakan masalah kesehatan yang utama di Indonesia karena
merupakan salah satu penyebab utama dari tingginya angka kematian dan angka
kesakitan pada anak balita dan bayi di Indonesia. Kejadian ISPA pada balita lebih
sering terjadi di daerah perkotaan dibandingkan pada balita di daerah pedesaan.
Seorang anak yang tinggal di daerah perkotaan akan mengalami ISPA sebanyak 5-8
episode dalam setahun, sedangkan di pedasaan sebesar 3-5 episode setahun.
ISPA mengakibatkan sekitar 20% - 30% kematian anak balita. ISPA juga
merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien pada sarana kesehatan.
Sebanyak 40%- 60% kunjungan berobat di puskesmas dan 15% - 30% kunjungan
berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit di sebabkan oleh ISPA yang
dianggap sebagai penyakit membahayakan.
Penyakit ini dapat ditularkan melalui udara pernafasan yang mengandung
kuman yang terhirup oleh orang sehat lewat slauran pernafasan. Viruslah yang
menyebabkan infeksi saluran pernafasan bagian atas, yang sering terjadi pada semua
golongan masyarakat dimusim dingin. Akan tetapi ISPA yang tidak ditangani secara
lanjut, akan menjadi momok sebuah pneumonia yang menyerang anak kecil dan
balita apabila terdapat zat gizi yang kurang dan ditambah dengan keadaan
lingkunganyang tidak bersih. Beban imunologis yang besar karena dipakai untuk
penyakit parasit dan cacing, tidak tersedianya atau pemakaian terlebih antibiotic dan
meningkatnya infeksi silang adalah risiko utama pada anak-anak dan balita.
Universitas Sumatera Utara
31
Penyakit-penyakit saluran pernafasan pada masa bayi dan anak-anak dapat
pula memberi kecacatan sampai pada saat masa dewasa. Tugas pemberantasan
penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat, pemerintah,
serta pihak-pihak yang telah ditugaskan melayani masyarakat dalam hal kesehatan
terutama kepala puskesmas yang harus bertanggung jawab bagi keberhasilan
pemberantasan ISPA di wilayah kerjanya.
Daerah di Pulau Rakyat merupakan daerah perkebunan sawit yang terdapat
banyak tanaman pohon sawit. Setiap harinya rutinitas masyarakat di Pulau Rakyat
adalah bekerja di ladang, untuk mendapatkan tanaman yang lebih menghasilkan
masyarakat melakukan berbagai upaya seperti menyemprot tanaman atau
membersihkan ladang. Masyarakat yang bekerja ke ladang tidak memakai APD (Alat
Pelindung Diri), masker, dan sarung tangan. Mereka menganggap bahwa hal seperti
itu tidaklah di rasa penting sekali dengan kebutuhan hidup mereka. Karena
masyarakat yang tinggal di Pulau Rakyat sendiri mendapat penghasilan yang
diperoleh dari hasil panen kebun yang mereka miliki untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka. Dari penghasilan atau gaji yang mereka terima kehidupan sehari – hari
mereka. Karena dari berpenghasilan yang cukup untuk kebutuhan kehidupan sehari –
hari lah masyarakat tidak memperdulikan dan tidak teralu memperhatikan kesehatan.
ISPA merupakan radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang
disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus maupun riketsia, tanpa atau
disertai radang parenkim paru. ISPA yang mengenai saluran napas bawah, misalnya
bronkitis,bila menyerang kelompok umur tertentu, khususnya bayi, anak-anak, dan
Universitas Sumatera Utara
32
orang tua, akan memberikan gambaran klinik yang berat dan jelek dan seringkali
berakhir dengan kematian (Alsagaff dan Abdul, 2010).
ISPA bukan pneumonia adalah infeksi yang menyerang bagaian saluran
pernafasan atas (mulai dari hidung sampai bagian faring). ISPA bukan pneumonia
mencakup kelompok balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan
frekuensi napas dan tidak menunjukkn adanya tarikan dinding dada bagian bawah
arah dalam. Contoh dari ISPA bukan pneumonia adalah batuk pilek biasa (common
cold), pharingitis, tonsilitis dan otitis ( Kunoli F, 2013)
2.4 Etiologi ISPA
Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagaipenyebab seperti bakteri, virus
dan riketsia. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA
bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan mycoplasma. ISPA bagian
bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinik yang
berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus,
Streptococcus pyogenes, Stapilococcus aureus, Haemophilus influenzae dan lain-lain.
Virus Penyebab ISPA antara lain adalah golongan Influenzae, Adenovirus,
Sitomegalovirus Widoyono (2008).
Sebagian besar ISPA disebabkan oleh infeksi, akan tetapi dapat juga
disebabkan oleh bahan-bahan seperti aspirasi minyak mineral, inhalasi bahan-bahan
organik atau uap kimia seperti Berillium, inhalasi bahan-bahan debu yang
mengandung alergen, seperti spora aktinomisetes termofilik yang terdapat pada
Universitas Sumatera Utara
33
ampas tebu di pabrik gula, obat (Nitrofurantoin, Busulfan, Metotreksat), radiasi dan
Desquamative interstitial pneumonia , Eosinofilic pneumonia (Alsagaff dan Abdul,
2010).
Penyakit ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, atau protozoa
(Junaidi, 2010). Virus yang termasuk penggolong ISPA adalah rinovius, koronavitus,
adenovirus, dan koksakievirus, influenza, virus sinsisial pernafasan. Virus yang
ditularkan melalui ludah yang dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita adalah
virus influenza, virus sinsisial pernafasan, dan rinovirus (Junaidi, 2010).
2.5 Gejala ISPA
Menurut Corwin 2009, Gejala atau gambaran klinis infeksi saluran pernapasan
akut bergantung pada tempat infeksi serta mikroorganisme penyebab infeksi. Semua
manifestasi klinis terjadi akibat proses peradangan dan adanya kerusakan langsung
akibat mikroorganisme. Manifestasi klinis antara lain:
a. Batuk
b. Bersin dan kongestal nasal
c. Pengeluaran mukus dan rabas dari hidung serta turun ke tenggorokan
d. Sakit kepala
e. Demam derajat ringan
f.Malaise (tidak enak badan)
2.6 Cara Penularan Penyakit ISPA
Penularan ISPA dapat melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh
melalui saluran pernafasan. Adanya bibit penyakit di udara umumnya berbentuk
Universitas Sumatera Utara
34
aerosol yakni suatu suspensi yang melayang di udara, dapat seluruhnya berupa bibit
penyakit atau hanya sebagian daripadanya. Adapun bentuk aerosol dari penyebab
penyakit tersebut ada 2, yakni: droplet nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan
yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang di udara); dan dust
(campuran antara bibit penyakit yang melayang di udara). 12
Cara penularan ISPA lainnya bisa melalui kontak. Penularan melalui kontak
bisa langsung dan tidak langsung. Penularan kontak langsung melibatkan kontak
langsung antar-permukaan badan dan perpindahan fisik mikro-organisme antara
orang yang terinfeksi atau terkolonisasi dan pejamu yang rentan. Penularan kontak
tidak langsung melibatkan kontak antara pejamu yang rentan dengan benda perantara
yang terkontaminasi (misalnya, tangan yang terkontaminasi), yang membawa dan
memindahkan organisme tersebut WHO (2007).
2.7 Diagnosa dan Klasifikasi ISPA
Berdasarkan usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun, ISPA diklasifikasikan
menjadi 3 kelompok, yaitu:
a.
Bukan pneumonia
Bukan pneumonia mencangkup kelompok pasien balita dengan batuk yang
tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukkan
adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam. Contohnya adalah common
cold, faringitis, tonsilitis, dan otitis.
Universitas Sumatera Utara
35
b.
Pneumonia
Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas.
Diagnosa gejala ini berdasarkan umur. Batas frekuensi napas cepat pada anak berusia
dua bulan sampai < 1 tahun adalah 50 kali per menit dan untuk anak usia 1 sampai <
5 tahun adalah 40 kali per menit Widoyono (2008).
c. Pneumonia berat
Pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas
disertai sesak napas atau tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam (chest
indrawing) pada anak berusia dua bulan sampai < 5 tahun. Untuk anak berusia < 2
bulan, diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat yaitu frekuensi
pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada
dinding dada bagian bawah ke arah dalam (severe chest indrawing).
2.7.1 Klasifikasi berdasarkan anatomi :
Pengklasifikasian Infeksi Saluran Pernafasn Akut (ISPA), WHO (2012)
mengklasifikasikannya menjadi dua bagian berdasarkan lokasi anatomi, yaitu:
1.
Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian Atas (ISPAa) :
yaitu infeksi yang menyerang hidung sampai epiglotis, misalnya rhinitis akut,
faringitis akut, sinusitis akut dan sebagainya.
2.
Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian Bawah (ISPAb) :
dinamakan sesuaidengan organ saluran pernafasan mulai dari bagian epiglotis
sampaialveoli paru misalnya laringitis, trakhetis, bronkhitis akut, pneumonia dan
sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
36
2.8 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian ISPA Pada Balita
2.8.1 Faktor Pemudah (Predisposing)
a.
Pendidikan
Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku,
semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula seseorang tersebut
dalam memilih tempat pelayanan kesehatan. Orang yang berpendidikan akan
memberi respon yang lebih rasional terhadap informasi yang akan datang dan akan
berfikir sejauh mana keuntungan yang akan mereka dapatkan.
Pendidikan adalah suatu proses ilmiah yang terjadi pada manusia, merupakan
suatu proses dimana pengalaman atau informasi diperoleh sebagai hasil dari proses
belajar. Menurut Dictionary of Education, pendidikan dapat diartikan suatu proses
dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk tingkah laku
lainnya dalam masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan adalah proses pengetahuan,
sikap dan tingkah laku mengalami proses pengajaran dan pelatihan. Pendidikan yang
beraneka ragam di masyarakat sangat mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat
yang berpendidikan rendah.Dengan keadaan ini mereka sulit untuk mengikuti
petunjuk-petunjuk dari petugas kesehatan terutama dalam hal perilaku sehat.Semakin
tinggi tingkat pendidikan masyarakat maka masyarakat diharapkan lebih mudah
untuk menerima dan mengerti pesan-pesan kesehatan. Semakin rendah pendidikan
masyarakat maka semakin sulit pula dalam menerima dan mengerti pesan-pesan
kesehatan yang disampaikan.
Universitas Sumatera Utara
37
Menurut Suparlan (2006), pendidikan dalam arti luas yaitu segala kegiatan
pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan
kehidupan. Pendidikan dalam arti sempit yaitu seluruh kegiatan belajar yang
direncanakan, dengan materi terorganisasi, dilaksanakan secara terjadwal dalam
sistem pengawasan, dan diberikan evaluasi berdasarkan pada tujuan yang telah
ditentukan. Wanita yang berpendidikan akan lebih terbuka terhadap ide-ide baru dan
perubahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang proposional karena manfaat
pelayanan kesehatan akan mereka sadari sepenuhnya. Jenjang pendidikan adalah
tahapan pendidikan yangditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik,
tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Pendidikan di
Indonesia mengenal tiga jenjang pendidikan, yaitu pendidikan dasar (SD/MI/Paket A
dan SLTP/MTs/Paket B), pendidikan menengah (SMU, SMK), dan pendidikan tinggi
yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis
yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Menurut Notoatmodjo (2011), orang dengan pendidikan formal yang tinggi
akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibanding orang dengan tingkat
pendidikan formal yang rendah, karena akan mampu dan mudah memahami arti
pentingnya kesehatan serta pemanfaatan pelayanan kesehatan.
b. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2011), menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil
dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan,
Universitas Sumatera Utara
38
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Penelitian Rogers dalam Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang
tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
1. Awareness
(kesadaran),
yakni
orang
tersebut
menyadari
dalam
arti
mengetahuistimulus (objek) terlebih dahulu.
2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus (objek) tersebut. Di sini sikap
subjek sudah mulai timbul.
3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial, orang telah mulai mencoba melakukansesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
5. Adoption, subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan
sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Apabila penerimaan
perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh
pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat
Universitas Sumatera Utara
39
langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku ini tidak didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Pengetahuan yang
tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan.
1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya dan merupakan pengetahuan yang rendah.
2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk
menjelaskan
secara
benar
tentang
objek
yang
diketahui,
dan
dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek atau materi.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakkan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Pengetahuan dapat diperoleh melalui proses belajar yang didapat dari pendidikan
(Notoatmodjo, 2011).
Universitas Sumatera Utara
40
c. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan kesediaan untuk bertindak dan bukan
pelaksanaan motif tertentu.Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari
merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo,
2011).
Newcomb dalam Notoatmodjo (2007), menyatakan bahwa sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu.Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek
di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
1.
Komponen Pokok Sikap
Allport yang dikutip dari Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap
mempunyai tiga komponen pokok, yaitu :
1.
Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
2.
Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3.
Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen ini secara
bersama-samamembentuk sikap yang utuh (total attitude).
Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan
emosi memegang peranan penting.Sebagai contoh misalnya, seorang ibu telah
mendengar tentang penyakit polio (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan
Universitas Sumatera Utara
41
sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya
anaknya tidak terkena polio. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut
bekerja sehingga ibu tersebut berniat mengimunisasikan anaknya untuk mencegah
supaya anaknya tidak terkena polio.Ibu ini mempunyai sikap tertentu terhadap objek
yang berupa penyakit polio.
4.
Tingkatan Sikap
a. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
b. Merespons (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai
(valuing)
Mengajak
orang
lain
untuk
mengerjakan
atau
mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d.
Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi .
(Notoatmodjo, 2011).
5.
Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap
a.
Faktor Internal (individu itu sendiri), yaitu cara individu dalam menanggapi
dunia luarnya dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima
atau ditolak.
b.
Faktor Eksternal, yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu yang
merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap (Notoatmodjo,
2011).
Universitas Sumatera Utara
42
d. Norma
Norma adalah petunjuk hidup yang berisi perintah maupun larangan yang
ditetapkan dalam kesepakatan bersama dan bermaksud untuk mengatur setiap
perilaku manusia di dalam masyarakat guna mencapai ketertiban dan kedamaian serta
pada petunjuk tingkah laku atau perilaku manusia yang harus dilakukan dalam
kehidupan sehari–hari berdasarkan suatu alasan–alasan atau motivasi tertentu dengan
disertai sangsi alasa–alasan atau motivasi tertentu dengan disertai sangsi tergantung
norma yang dilanggar oleh manusia itu sendiri. (Syafrudin dan Mariam, 2010).
Norma menurut Notoatmodjo (2010), seperti halnya dengan rasa bangga
terhadap statusnya, norma yang berlaku di masyarakat sangat mempengaruhi perilaku
kesehatan dari anggota masyarakat yang mendukung norma tersebut. Sebagai contoh,
upaya untu menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak mengalami hambatan
karena adanya norma yang melarang hubungan antara dokter sebagai pemberi
pelayanan dengan ibu hamil sebagai pengguna layanan, misalnya, di beberapa negara
di Amerika Latin dan di negara–negara lainnya yang masyarakat nya beragama islam,
berlaku norma untuk tidak di perbolehkannya seorang wanita berhubungan dengan
laki-laki yang bukan muhrimnya. Norma tersebut berdampak pada perilaku wanita
yang tidak mau memeriksakan kandungan nya kepada dokter laki-laki karena bukan
muhrimnya. Untuk memecahkan masalah tersebut, maka pemeriksaan kehamilan bisa
dilakukan oleh dokter wanita.
Universitas Sumatera Utara
43
2.8.2 Faktor Pendukung (Enabling)
Green mengartikan Enabling factors sebagai faktor pemungkin yaitu faktor
yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas –
fasilitas atau saranan kesehatan. Pada hakekatnya mnendukung atau memungkinkan
terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor – faktor ini disebut faktor pendukung
atau faktor pemungkin.
a.
Jarak Pelayanan Kesehatan
Jarak antara tempat tinggal dengan tempat pelayanan kesehatan berpengaruh
negative terhadap jumlah pelyanan kesehatan. Hal ini dapat dipahami karena semakin
jauh tempat tinggal semakin jauh tempat tinggal pelayanan kesehatan akan semakin
mahal. Ini telah sesuai dengan teori permintaan yaitu jka barang yang diminta
semakin mahal, maka jumlah barang yang dibeli akan semakin.
2.8.3 Faktor Pendorong (Reiforcing factors)
Faktor pendorong adalah yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat. Masyarakat mau untuk pergi langsung ke palayanan kesehatan,
masyarakat kadang – kadang buakan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan
dukungan fasilitas saja melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh
masayarakat. Tokoh agama, para petugas, terutama petugas kesehatan. Seseorang
individu mau untuk bertindak/bereaksi diperlukan juga dorongan dari pihak keluarga
maupun temannya.
Universitas Sumatera Utara
44
a)
Faktor Keluarga
Keluarga adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau
lingkungan. Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organism atau makhluk
hidup yang bersangkutan. Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar. Perilaku kesehatan (health behavior) adalah
semua aktifitas atau kegiatan seseorang baik yang diamati (observasi) maupun yang
tidak diamati(unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan (Notoatmodjo, 2010)
b)
Petugas Kesehatan
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memilki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan dibidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan (Kepmenkes RI, 2013). Dukungan petugas kesehatan merupakan dukungan
sosial dalam bentuk dukungan informatif, dimana perasaan subjek bahwa lingkungan
memberikan keterangan yang cukup jelas mengenai hal-hal yang ingin diketahui.
2.9 Landasan Teori Lawrence Green
Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan.
Kesehatan seseorang atau masyarakat di pengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu
faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior ).
selanjutnya perilaku kita sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor berikut :
1.
Faktor predisposisi adalah menggambarkan kecenderungan individu yang
berbeda-beda dalam menggunakan pelayanan kesehatan, yaitu pendidikan,
Universitas Sumatera Utara
45
pengetahun, sikap dan norma. Faktor predisposisi berkaitan dengan karateristik
individu yang mencakup pendidikan pengetahuan, norma dan sikap,.
2.
Faktor faktor pemungkin yaitu faktor yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas – fasilitas atau sarana kesehatan.
3.
Faktor pendorong adalah yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.
2.10
Kerangka Konsep
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen
Variabel Dependen
(Predisposing
factors)
Pendidikan
Pengetahuan
Sikap
Norma
(Enabling Factors)
Kejadian ISPA
`
Jarak Pelayanan
Kesehatan
(Reiforcing factors)
Petugas
Kesehatan
Keluarga
Universitas Sumatera Utara
46
Berdasarkan kerangka konsep, dapat dirumuskan definisi konsep variabel
penelitian sebagai berikut :
1.
Faktor predisposisi adalah ciri yang menggambarkan kecenderungan individu
yang berbeda-beda dalam menggunakan pelayanan kesehatan, dalam hal ini
diukur dari pendidikan, pengetahuan, norma, dan sikap.
2.
Faktor pemungkin adalah tersediaan tempat pelayanan kesehatan yang ada di
sekitar tempat tinggal yang dapat diakses oleh responden.
3.
Faktor pendorong adalah faktor yang mendorong ibu untuk pergi ke pelayanan
kesehatan dengan dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
2.1.1 Defenisi Perilaku
Dipandang dari aspek biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme atau makhluk hidup yang bisa dilihat, sedangkan perilaku manusia pada
hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai
bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa,
membaca dan sebagainya, sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia
adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang dapat diamati langsung
maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2010)
Setiap manusia akan bertindak dan bertingkah laku untuk berinteraksi dengan
makhluk lain, hakikat manusia sebagai makhluk sosial akan selalu membutuhkan
orang lain dalam kehidupannya. Perilaku manusia ditujukan sebagai tanda pengenal
dirinya sebagai makhluk sosial yang senantiasa ingin berhubungan dengan orang lain.
Perilaku manusia yang satu dengan yang lainnya tidak bisa disamakan, karena pribadi
manusia merupakan hal yang sangat unik dan berkembang sesuai dengan bakat dan
potensinya masing-masing.
Karakteristik perilaku menurut Purwanto (2009) dibedakan menjadi 2 yaitu
perilaku tertutup (covert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior ). Perilaku
tertutup (covert behavior) adalah perilaku yang hanya dapat dimengerti dengan
menggunakan alat atau metode tertentu misalnya berpikir, berkhayal, sedih,
13
Universitas Sumatera Utara
14
bermimipi, dan takut. Sedangkan perilaku terbuka (overt behavior ) adalah perilaku
yang dapat diketahui oleh orang lain tanpa menggunakan alat bantu misalnya seorang
ibu memeriksakan kehamilannya atau membawa anggotanya ke Puskesmas untuk
diimunisasi, atau seseorang yang melakukan konsultasi dietnya kepada seora petugas
gizi kesehatan, dan sebagainya.
Notoatmodjo (2012) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau
perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Perilaku ini
tidak sama dengan sikap. Sikap adalah suatu kecenderungan untuk mengadakan
tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tandatanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi obyek tersebut. Sikap hanyalah
sebagian dari perilaku manusia. Perilaku manusia sangatlah kompleks dan
mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, Bloom dalam Notoatmodjo (2012),
membagi perilaku ke dalam tiga domain, yaitu 1) kognitif, 2) afektif, dan 3)
psikomotor. Untuk memudahkan pengukuran, maka tiga domain ini diukur dari
pengetahuan dan sikap.
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour ). Karena dari pengalaman dan
Universitas Sumatera Utara
15
penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers dalam
Notoatmodjo (2012), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku
baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
a. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap
subjek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang), terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers dalam Notoatmodjo
(2012), menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap
tersebut. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses
seperti ini, di mana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka
perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak
didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.
Universitas Sumatera Utara
16
2. Sikap
Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri,
orang lain, obyek atau isue. Sikap juga merupakan reaksi atau respon seseorang yang
masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.
Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang satu sama lain
yaitu (Notoatmodjo, 2012):
a. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu
pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotype yang dimiliki
individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila
menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.
b. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek
emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan
merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang
mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan
perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.
c. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai
dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau
kecenderungan untuk bertindak/bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara
tertentu. Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk
mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi
perilaku.
Universitas Sumatera Utara
17
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni (Notoatmodjo,2012):
a. Menerima (receiving); Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).
b. Merespon (responding); Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan
suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan.
Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide
tersebut.
c. Menghargai
(valuing);
Mengajak
orang
lain
untuk
mengerjakan
atau
mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi
sikap tingkat tiga, misalnya seorang mengajak ibu yang lain (tetangga, saudaranya,
dsb) untuk menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi
adalah suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
d. Bertanggung jawab (responsible); Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
telah dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi.
Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapatkan
tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.
3. Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor
Universitas Sumatera Utara
18
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan
faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :
1. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
2. Respon terpimpin (guide response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua.
3. Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mancapai praktik
tingkat tiga.
4. Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut (Notoatmodjo, 2012).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan seseorang antara lain:
1.
Imitasi
Tindakan manusia untuk meniru
tingkah pekerti
orang lain yang berada di
sekitarnya.
2. Sugesti
Universitas Sumatera Utara
19
Seseorang menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku
dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sugesti:
Hambatan berfikir orang yang memberikan sugesti bersikap over pandangan,pihak
penerima tidak diberi pertimbangan-pertimbangan atau berfikir kritis.
Keadaan
pikiran
yang
terpecah-pecah
seseorang
pikirannya
mengalami
kelelahan/kebingungan karena mengahadapi kesulitan-kesulitan sehingga ia tidak
bisa berfikir.
Otoritas kecenderungan seseorang atau sekelompok orang untuk menerima
pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu dari orang yang dianggap ahli.
Mayoritas seseorang menerima saja suatu sikap atau pandangan karena di dukung
atau di sokong oleh orang banyak (mayoritas).
Will of Believe sikap menerima pandangan atau sikap orang lain karena
sebelumnya di dalam dirinya telah ada sikap atau pandangan yang sama.
Faktor yang mempengaruhi sikap seseorang antara lain :
1. Identifikasi
Seseorang ketika ia mulai sadar bahwa di dalam kehidupan ini ada peraturanperaturan yang harus di penuhi,di pelajari atau di taatinya.
2. Simpati
Faktor tertariknya seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang atau
kelompok orang lain.
Universitas Sumatera Utara
20
2.1.2
Determinan Perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat
tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.
Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun
respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan
perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni :
1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,
yang bersifat given atau bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional,
jenis kelamin, dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor
yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2012).
Bloom (1998) sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2012) seorang ahli
psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu kedalam 3 karakteristik, ranah
atau kawasan yakni kognitif, afektif, dan psikomotor.
Perilaku manusia menurut Purwanto (2009) terdapat banyak macamnya yaitu:
1) Perilaku refleks
Perilaku refleks merupakan perilaku yang dilakukan manusia secara otomatik.
Contohnya : mengecilkan kelopak mata, menaikkan bahu ketika bernafas,
menganggukan kepala ketika menandakan persetujuan, dan menggelengkan kepala
ketika menunjukkan penolakan.
Universitas Sumatera Utara
21
2) Perilaku refleks bersyarat
Merupakan perilaku yang muncul karena adanya rangsangan tertentu.
3) Perilaku yang mempunyai tujuan
Disebut juga perilaku naluri.
Usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi perilaku negatif seseorang
dapat dilakukan dengan :
1. Peningkatan peranan keluarga terhadap perkembangan dari kecilhingga dewasa.
2. Peningkatan status sosial ekonomi keluarga.
3. Menjaga keutuhan keluarga.
4. Mempertahankan sikap dan kebiasaan sesuai dengannorma yang disepakati.
5. Pendidikan keluarga yang disesuaikan dengan status anggota keluarga baik itu
anggota tunggal, anggota tiri, dan lain-lain.
Menurut Skinner seorang ahli psikologi yang dikutip Notoatmodjo (2010)
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsang dari luar). Dalam teori Skinner ada 2 (dua) respon, yaitu:
1. Respondent respon atau flexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsanganrangsangan (stimulus tertentu). Stimulus semacam ini disebut eleciting
stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.
2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.
Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer
karena
memperkuat respon.
Universitas Sumatera Utara
22
2.1.3 Domain Perilaku
Lawrence Green dalam Mandy (2010) menganalisis bahwa perilaku
dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:
a.
Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain
sikap, pengetahuan, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai tradisi, persepsi berkenaan
dengan motivasi seseorang untuk bertindak.
b. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)
Faktor pemungkin mencakup berbagai keterampilan dan sumber daya yang
dibutuhkan untuk melakukan perilaku kesehatan. Sumber daya itu meliputi fasilitas
pelayanan kesehatan, personalia atau petugas yang tersedia, klinik atau sumber daya
yang hampir sama. Faktor pemungkin ini juga menyangkut keterjangkauan berbagai
sumber daya, biaya, jarak, ketersediaan transportasi, jam buka dan sebagainya.
c.
Faktor Penguat/Pendorong (Reinforcing Factors)
Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan memperoleh
dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja bergantung pada tujuan dan jenis
program atau kegiatan yang dilakukan. Di dalam pendidikan pasien, penguat berasal
dari perawat, dokter, pasien lain, dan sebagainya. Apakah penguat itu positif atau
negatif bergantung pada sikap dan perilaku orang lain yang berkaitan. Misalnya pada
pendidikan kesehatan sekolah di tingkat sekolah lanjutan tingkat atas, yang
penguatnya datang dari teman sebaya, guru, dan pejabat sekolah. Penelitian tentang
perilaku remaja menunjukkan bahwa perilaku penggunaan obat di kalangan remaja
Universitas Sumatera Utara
23
sangat dipengaruhi oleh dorongan teman-teman, terutama teman dekat. Begitupun
dengan anggota komunitas perilaku yang mudah ditiru ialah perilaku dari orang
terdekat, seperti anggota komunitas yang lain, teman sebaya, dan sebagainya.
Cara mengukur perilaku ada 2 cara (Notoatmodjo, 2010) yaitu:
1. Perilaku dapat diukur secara langsung yakni wawancara terhadap kegiatankegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall).
2. Perilaku yang diukur secara tidak langsung, yakni dengan mengobservasi
tindakan atau kegiatan responden.
2.1.4 Pembentukan Perilaku
Pembentukan perilaku menurut Ircham (2005) ada beberapa cara, diantaranya:
1.
Kebiasaan (Conditioning)
Salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan conditioning atau
kebiasaan. Dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan
akhirnya akan terbentuklah perilaku.
2.
Pengertian (Insight)
Pembentukan perilaku yang didasarkan atas teori belajar kognitif yaitu belajar
disertai dengan adanya pengertian.
3. Menggunakan Model
Cara ini menjelaskan bahwa domain pembentukan perilaku pemimpin dijadikan
model atau contoh oleh yang dipimpinnya. Cara ini didasarkan atas teori belajar
sosial (social learning theory) atau observational learning theory oleh Bandura
(1977).
Universitas Sumatera Utara
24
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau
seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respon ini
berbentuk 2 macam (Dewi, 2010) yakni:
1.
Bentuk Pasif
Respons internal yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara
langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin
dan pengetahuan.
2.
Bentuk Aktif
Perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung, oleh karena perilaku mereka
ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata disebut overt behavior .
2.1.5
Teori Terjadinya Perilaku
Perilaku manusia tidak dapat lepas dari keadaan individu itu sendiri dan
lingkungan dimana individu itu berada. Perilaku manusia didorong oleh motif
tertentu sehingga manusia berperilaku (Ircham, 2005).
Teori perilaku menurut Ircham, antara lain:
1. Teori Insting
Menurut Mc Dougal (2008) perilaku itu disebabkan karena insting. Insting
merupakan perilaku yang innate atau perilaku bawaan dan akan mengalami
perubahan karena pengalaman.
Universitas Sumatera Utara
25
2.
Teori Dorongan (Drive Theory)
Teori ini bertitik tolak pada pada pandangan bahwa organisme itu mempunyai
dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongan-dorongan itu berkaitan dengan
kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong organisme berperilaku.
3.
Teori Insentif (Incentive Theory)
Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan
karena adanya insentif, dengan insentif akan mendorong organisme berperilaku.
Insentif atau reinforcement ada yang positif dan ada yang negatif. Reinforcement
yang positif adalah berkaitan dengan hadiah dan akan mendorong organisme berbuat
atau berperilaku.
4. Teori Atribusi
Teori ini menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku seseorang. Apakah itu
disebabkan oleh disposisi internal (misal motif, sikap) atau oleh keadaan eksternal.
Banyak teori-teori
yang berkaitan dengan perubahan perilaku seseorang dalam
keseharian. Diantaranya menurut teori Anderson dalam Muzaham (2005) yang
dikutip oleh Ari (2009). yaitu ada tiga faktor yang mempengaruhi pembentukan
perilaku pada seseorang :
a)
Mudahnya
menggunakan
fasilitas
pelayanan
kesehatan
(karakteristik
predisposisi).
b) Adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanan kesehatan yang
ada (karakteristik pendukung).
c)
Adanya kebutuhan pelayanan kesehatan (karakteristik kebutuhan).
Universitas Sumatera Utara
26
5.
Theory of Reasoned Action (TRA)
Pertama kali diperkenalkan pada tahun1967 untuk melihat hubungan
keyakinan, sikap, niat dan perilaku. Fishbein, 1967mengembangkan TRA ini dengan
sebuah usaha untuk melihat perubahan hubungan sikap dan perilaku (Glanz, 2002).
Faktor yang paling penting dalam seseorang berperilaku adalah adanya
niat.Niat akan ditentukan oleh sikap seseorang. Kemudian sikap ditentukan
olehkeyakinan seseorang akibat dari tindakan yang akan dilakukan. Diukur
denganevaluasi terhadap masing-masing akibat. Jadi, seseorang yang memiliki
keyakinanyang kuat akan akibat dari tindakan yang dilakukan secara positif akan
menghasilkansikap dan tindakan yang positif pula. Sebaliknya jika seseorang tidak
yakin akan akibat dariperilaku yang dilakukan dengan positif akan menghasilkan
sikap yang dan tindakannegatif (Glanz, 2002). Niat seseorang untuk berperilaku juga
dapat dipengaruhi oleh normaindividu dan motivasi untuk mengikuti. Norma individu
dapat dipengaruhi olehnorma-norma atau kepercayaan dimasyarakat.
2.2
Perilaku Kesehatan
2.2.1
Defenisi Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap
stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan, minuman dan serta lingkungan. Karakteristik perilaku kesehatan
dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu perilaku pemeliharaan kesehatan (health
maintenance), perilaku perencanaan dan penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan,
dan perilaku kesehatan lingkungan. Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku
Universitas Sumatera Utara
27
atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak
sakit dan usaha untuk mendapatkan penyembuhan bilamana sakit. Oleh karena sebab
itu perilaku pemeliharaan kesehataan ini terdiri dari 3 (tiga) aspek yaitu perilaku
pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, pemulihan kesehatan
bilamana telah sembuh dari penyakit, serta perilaku peningkatan kesehatan apabila
seseorang dalam keadaan sehat, dan perilaku gizi (makanan) dan minuman
(Notoatmodjo, 2010).
2.2.2
Klasifikasi Perilaku Kesehatan
Becker (1979) dalam Dewi (2010) mengklasifikasikan perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan sebagai berikut :
1. Perilaku Kesehatan (Health Behavior )
Hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk tindakan mencegah penyakit,
kebersihan perorangan dan sebagainya.
2. Perilaku Sakit (Illness Behavior )
Tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang individu yang merasa sakit
untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit, termasuk
kemampuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab sakit, serta usaha
mencegah penyakit tersebut.
3. Perilaku Peran Sakit (The Sick Role Behavior )
Tindakan atau kegiatan yang dilakukan individu yang sedang sakit untuk
memperoleh kesembuhan.
Universitas Sumatera Utara
28
Perilaku yang mempengaruhi kesehatan dapat digolongkan dalam dua
kategori (Dewi, 2010), yaitu:
1) Perilaku yang terwujud secara sengaja dan sadar.
2) Perilaku yang terwujud secara tidak sengaja atau tidak sadar.
Perilaku-perilaku disengaja atau tidak disengaja yang membawa manfaat bagi
kesehatan individu dan sebaliknya perilaku yang disengaja atau tidak disengaja
berdampak merugikan kesehatan antara lain:
a.) Perilaku sadar yang menguntungkan kesehatan
Mencakup perilaku yang secara sadar oleh seseorang yang berdampak
menguntungkan kesehatan. Golongan perilaku ini langsung berhubungan dengan
kegiatan-kegiatan pencegahan penyakit serta penyembuhan penyakit yang dijalankan
secara sadar atas dasar pengetahuan bagi diri seseorang.
b.) Perilaku sadar yang merugikan kesehatan
Perilaku sadar yang dijalankan secara sadar diketahui bila perilaku tersebut tidak
menguntungkan kesehatan terdapat pula dikalangan orang berpendidikan atau
professional, atau secara umum pada masyarakat yang sudah maju.
c.) Perilaku tidak sadar yang merugikan kesehatan
Golongan
masalah
ini
paling
banyak
dipelajari,
terutama
karena
penanggulangannya merupakan salah satu tujuan utama berbagai program
pembangunan kesehatan masyarakat.
d.) Perilaku tidak sadar yang menguntungkan kesehatan
Universitas Sumatera Utara
29
Golongan perilaku ini menunjukkan bahwa tanpa sadar pengetahuan seseorang
dapat menjalankan kegiatan-kegiatan tertentu yang secara langsung atau tidak
langsung memberi dampak positif terhadap derajat kesehatan mereka.
2.3 Pengertian Infeksi Saluran Nafas Akut (ISPA)
Istilah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) mengandung 3 unsur yaitu
infeksi, saluran pernafasan dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke
dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Saluran
pernafasan adalah organ yang mulai dari hidung, hingga ke alveoli beserta organ
adneksanya(sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura) sedangkan infeksi akut
adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari walaupun beberapa penyakit
yang dapat digolongkan dalam ISPA dapat berlangsung lebih dari 14 hari, misalnya
pertusis. Dengan demikian ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat
berlangsung sampai 14 hari, dimana secara klinis suatu tanda dan gejala akut akibat
infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dengan berlangsung tidak
lebih dari 14 hari.
Infeksi Saluran Pernafasan Akut atauistilah dalam bahasa inggrisnya Acute
Respiratory Infections (ARI) merupakan sekelompok penyakit kompleks dan
heterogen yang disebabkan oleh berbagai faktor penunjang risiko yang menyerang
setiap lokasi saluran pernafasan mulai dari saluran atas (hidung) hingga pada saluran
bawah pada sistem pernafasan manusia. ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi
pada anak-anak terutama balita, karena sistem pertahanan tubuh yang masih rendah
sehingga rentan terhadap penyakit. Secara klinis ISPA adalah suatu tanda dan gejala
Universitas Sumatera Utara
30
akut akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dan berlangsung
selama 14 hari.
ISPA merupakan masalah kesehatan yang utama di Indonesia karena
merupakan salah satu penyebab utama dari tingginya angka kematian dan angka
kesakitan pada anak balita dan bayi di Indonesia. Kejadian ISPA pada balita lebih
sering terjadi di daerah perkotaan dibandingkan pada balita di daerah pedesaan.
Seorang anak yang tinggal di daerah perkotaan akan mengalami ISPA sebanyak 5-8
episode dalam setahun, sedangkan di pedasaan sebesar 3-5 episode setahun.
ISPA mengakibatkan sekitar 20% - 30% kematian anak balita. ISPA juga
merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien pada sarana kesehatan.
Sebanyak 40%- 60% kunjungan berobat di puskesmas dan 15% - 30% kunjungan
berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit di sebabkan oleh ISPA yang
dianggap sebagai penyakit membahayakan.
Penyakit ini dapat ditularkan melalui udara pernafasan yang mengandung
kuman yang terhirup oleh orang sehat lewat slauran pernafasan. Viruslah yang
menyebabkan infeksi saluran pernafasan bagian atas, yang sering terjadi pada semua
golongan masyarakat dimusim dingin. Akan tetapi ISPA yang tidak ditangani secara
lanjut, akan menjadi momok sebuah pneumonia yang menyerang anak kecil dan
balita apabila terdapat zat gizi yang kurang dan ditambah dengan keadaan
lingkunganyang tidak bersih. Beban imunologis yang besar karena dipakai untuk
penyakit parasit dan cacing, tidak tersedianya atau pemakaian terlebih antibiotic dan
meningkatnya infeksi silang adalah risiko utama pada anak-anak dan balita.
Universitas Sumatera Utara
31
Penyakit-penyakit saluran pernafasan pada masa bayi dan anak-anak dapat
pula memberi kecacatan sampai pada saat masa dewasa. Tugas pemberantasan
penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat, pemerintah,
serta pihak-pihak yang telah ditugaskan melayani masyarakat dalam hal kesehatan
terutama kepala puskesmas yang harus bertanggung jawab bagi keberhasilan
pemberantasan ISPA di wilayah kerjanya.
Daerah di Pulau Rakyat merupakan daerah perkebunan sawit yang terdapat
banyak tanaman pohon sawit. Setiap harinya rutinitas masyarakat di Pulau Rakyat
adalah bekerja di ladang, untuk mendapatkan tanaman yang lebih menghasilkan
masyarakat melakukan berbagai upaya seperti menyemprot tanaman atau
membersihkan ladang. Masyarakat yang bekerja ke ladang tidak memakai APD (Alat
Pelindung Diri), masker, dan sarung tangan. Mereka menganggap bahwa hal seperti
itu tidaklah di rasa penting sekali dengan kebutuhan hidup mereka. Karena
masyarakat yang tinggal di Pulau Rakyat sendiri mendapat penghasilan yang
diperoleh dari hasil panen kebun yang mereka miliki untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka. Dari penghasilan atau gaji yang mereka terima kehidupan sehari – hari
mereka. Karena dari berpenghasilan yang cukup untuk kebutuhan kehidupan sehari –
hari lah masyarakat tidak memperdulikan dan tidak teralu memperhatikan kesehatan.
ISPA merupakan radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang
disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus maupun riketsia, tanpa atau
disertai radang parenkim paru. ISPA yang mengenai saluran napas bawah, misalnya
bronkitis,bila menyerang kelompok umur tertentu, khususnya bayi, anak-anak, dan
Universitas Sumatera Utara
32
orang tua, akan memberikan gambaran klinik yang berat dan jelek dan seringkali
berakhir dengan kematian (Alsagaff dan Abdul, 2010).
ISPA bukan pneumonia adalah infeksi yang menyerang bagaian saluran
pernafasan atas (mulai dari hidung sampai bagian faring). ISPA bukan pneumonia
mencakup kelompok balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan
frekuensi napas dan tidak menunjukkn adanya tarikan dinding dada bagian bawah
arah dalam. Contoh dari ISPA bukan pneumonia adalah batuk pilek biasa (common
cold), pharingitis, tonsilitis dan otitis ( Kunoli F, 2013)
2.4 Etiologi ISPA
Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagaipenyebab seperti bakteri, virus
dan riketsia. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA
bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan mycoplasma. ISPA bagian
bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinik yang
berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus,
Streptococcus pyogenes, Stapilococcus aureus, Haemophilus influenzae dan lain-lain.
Virus Penyebab ISPA antara lain adalah golongan Influenzae, Adenovirus,
Sitomegalovirus Widoyono (2008).
Sebagian besar ISPA disebabkan oleh infeksi, akan tetapi dapat juga
disebabkan oleh bahan-bahan seperti aspirasi minyak mineral, inhalasi bahan-bahan
organik atau uap kimia seperti Berillium, inhalasi bahan-bahan debu yang
mengandung alergen, seperti spora aktinomisetes termofilik yang terdapat pada
Universitas Sumatera Utara
33
ampas tebu di pabrik gula, obat (Nitrofurantoin, Busulfan, Metotreksat), radiasi dan
Desquamative interstitial pneumonia , Eosinofilic pneumonia (Alsagaff dan Abdul,
2010).
Penyakit ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, atau protozoa
(Junaidi, 2010). Virus yang termasuk penggolong ISPA adalah rinovius, koronavitus,
adenovirus, dan koksakievirus, influenza, virus sinsisial pernafasan. Virus yang
ditularkan melalui ludah yang dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita adalah
virus influenza, virus sinsisial pernafasan, dan rinovirus (Junaidi, 2010).
2.5 Gejala ISPA
Menurut Corwin 2009, Gejala atau gambaran klinis infeksi saluran pernapasan
akut bergantung pada tempat infeksi serta mikroorganisme penyebab infeksi. Semua
manifestasi klinis terjadi akibat proses peradangan dan adanya kerusakan langsung
akibat mikroorganisme. Manifestasi klinis antara lain:
a. Batuk
b. Bersin dan kongestal nasal
c. Pengeluaran mukus dan rabas dari hidung serta turun ke tenggorokan
d. Sakit kepala
e. Demam derajat ringan
f.Malaise (tidak enak badan)
2.6 Cara Penularan Penyakit ISPA
Penularan ISPA dapat melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh
melalui saluran pernafasan. Adanya bibit penyakit di udara umumnya berbentuk
Universitas Sumatera Utara
34
aerosol yakni suatu suspensi yang melayang di udara, dapat seluruhnya berupa bibit
penyakit atau hanya sebagian daripadanya. Adapun bentuk aerosol dari penyebab
penyakit tersebut ada 2, yakni: droplet nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan
yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang di udara); dan dust
(campuran antara bibit penyakit yang melayang di udara). 12
Cara penularan ISPA lainnya bisa melalui kontak. Penularan melalui kontak
bisa langsung dan tidak langsung. Penularan kontak langsung melibatkan kontak
langsung antar-permukaan badan dan perpindahan fisik mikro-organisme antara
orang yang terinfeksi atau terkolonisasi dan pejamu yang rentan. Penularan kontak
tidak langsung melibatkan kontak antara pejamu yang rentan dengan benda perantara
yang terkontaminasi (misalnya, tangan yang terkontaminasi), yang membawa dan
memindahkan organisme tersebut WHO (2007).
2.7 Diagnosa dan Klasifikasi ISPA
Berdasarkan usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun, ISPA diklasifikasikan
menjadi 3 kelompok, yaitu:
a.
Bukan pneumonia
Bukan pneumonia mencangkup kelompok pasien balita dengan batuk yang
tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukkan
adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam. Contohnya adalah common
cold, faringitis, tonsilitis, dan otitis.
Universitas Sumatera Utara
35
b.
Pneumonia
Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas.
Diagnosa gejala ini berdasarkan umur. Batas frekuensi napas cepat pada anak berusia
dua bulan sampai < 1 tahun adalah 50 kali per menit dan untuk anak usia 1 sampai <
5 tahun adalah 40 kali per menit Widoyono (2008).
c. Pneumonia berat
Pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas
disertai sesak napas atau tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam (chest
indrawing) pada anak berusia dua bulan sampai < 5 tahun. Untuk anak berusia < 2
bulan, diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat yaitu frekuensi
pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada
dinding dada bagian bawah ke arah dalam (severe chest indrawing).
2.7.1 Klasifikasi berdasarkan anatomi :
Pengklasifikasian Infeksi Saluran Pernafasn Akut (ISPA), WHO (2012)
mengklasifikasikannya menjadi dua bagian berdasarkan lokasi anatomi, yaitu:
1.
Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian Atas (ISPAa) :
yaitu infeksi yang menyerang hidung sampai epiglotis, misalnya rhinitis akut,
faringitis akut, sinusitis akut dan sebagainya.
2.
Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian Bawah (ISPAb) :
dinamakan sesuaidengan organ saluran pernafasan mulai dari bagian epiglotis
sampaialveoli paru misalnya laringitis, trakhetis, bronkhitis akut, pneumonia dan
sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
36
2.8 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian ISPA Pada Balita
2.8.1 Faktor Pemudah (Predisposing)
a.
Pendidikan
Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku,
semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula seseorang tersebut
dalam memilih tempat pelayanan kesehatan. Orang yang berpendidikan akan
memberi respon yang lebih rasional terhadap informasi yang akan datang dan akan
berfikir sejauh mana keuntungan yang akan mereka dapatkan.
Pendidikan adalah suatu proses ilmiah yang terjadi pada manusia, merupakan
suatu proses dimana pengalaman atau informasi diperoleh sebagai hasil dari proses
belajar. Menurut Dictionary of Education, pendidikan dapat diartikan suatu proses
dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk tingkah laku
lainnya dalam masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan adalah proses pengetahuan,
sikap dan tingkah laku mengalami proses pengajaran dan pelatihan. Pendidikan yang
beraneka ragam di masyarakat sangat mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat
yang berpendidikan rendah.Dengan keadaan ini mereka sulit untuk mengikuti
petunjuk-petunjuk dari petugas kesehatan terutama dalam hal perilaku sehat.Semakin
tinggi tingkat pendidikan masyarakat maka masyarakat diharapkan lebih mudah
untuk menerima dan mengerti pesan-pesan kesehatan. Semakin rendah pendidikan
masyarakat maka semakin sulit pula dalam menerima dan mengerti pesan-pesan
kesehatan yang disampaikan.
Universitas Sumatera Utara
37
Menurut Suparlan (2006), pendidikan dalam arti luas yaitu segala kegiatan
pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan
kehidupan. Pendidikan dalam arti sempit yaitu seluruh kegiatan belajar yang
direncanakan, dengan materi terorganisasi, dilaksanakan secara terjadwal dalam
sistem pengawasan, dan diberikan evaluasi berdasarkan pada tujuan yang telah
ditentukan. Wanita yang berpendidikan akan lebih terbuka terhadap ide-ide baru dan
perubahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang proposional karena manfaat
pelayanan kesehatan akan mereka sadari sepenuhnya. Jenjang pendidikan adalah
tahapan pendidikan yangditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik,
tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Pendidikan di
Indonesia mengenal tiga jenjang pendidikan, yaitu pendidikan dasar (SD/MI/Paket A
dan SLTP/MTs/Paket B), pendidikan menengah (SMU, SMK), dan pendidikan tinggi
yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis
yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Menurut Notoatmodjo (2011), orang dengan pendidikan formal yang tinggi
akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibanding orang dengan tingkat
pendidikan formal yang rendah, karena akan mampu dan mudah memahami arti
pentingnya kesehatan serta pemanfaatan pelayanan kesehatan.
b. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2011), menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil
dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan,
Universitas Sumatera Utara
38
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Penelitian Rogers dalam Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang
tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
1. Awareness
(kesadaran),
yakni
orang
tersebut
menyadari
dalam
arti
mengetahuistimulus (objek) terlebih dahulu.
2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus (objek) tersebut. Di sini sikap
subjek sudah mulai timbul.
3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial, orang telah mulai mencoba melakukansesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
5. Adoption, subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan
sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Apabila penerimaan
perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh
pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat
Universitas Sumatera Utara
39
langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku ini tidak didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Pengetahuan yang
tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan.
1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya dan merupakan pengetahuan yang rendah.
2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk
menjelaskan
secara
benar
tentang
objek
yang
diketahui,
dan
dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek atau materi.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakkan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Pengetahuan dapat diperoleh melalui proses belajar yang didapat dari pendidikan
(Notoatmodjo, 2011).
Universitas Sumatera Utara
40
c. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan kesediaan untuk bertindak dan bukan
pelaksanaan motif tertentu.Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari
merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo,
2011).
Newcomb dalam Notoatmodjo (2007), menyatakan bahwa sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu.Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek
di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
1.
Komponen Pokok Sikap
Allport yang dikutip dari Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap
mempunyai tiga komponen pokok, yaitu :
1.
Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
2.
Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3.
Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen ini secara
bersama-samamembentuk sikap yang utuh (total attitude).
Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan
emosi memegang peranan penting.Sebagai contoh misalnya, seorang ibu telah
mendengar tentang penyakit polio (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan
Universitas Sumatera Utara
41
sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya
anaknya tidak terkena polio. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut
bekerja sehingga ibu tersebut berniat mengimunisasikan anaknya untuk mencegah
supaya anaknya tidak terkena polio.Ibu ini mempunyai sikap tertentu terhadap objek
yang berupa penyakit polio.
4.
Tingkatan Sikap
a. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
b. Merespons (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai
(valuing)
Mengajak
orang
lain
untuk
mengerjakan
atau
mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d.
Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi .
(Notoatmodjo, 2011).
5.
Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap
a.
Faktor Internal (individu itu sendiri), yaitu cara individu dalam menanggapi
dunia luarnya dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima
atau ditolak.
b.
Faktor Eksternal, yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu yang
merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap (Notoatmodjo,
2011).
Universitas Sumatera Utara
42
d. Norma
Norma adalah petunjuk hidup yang berisi perintah maupun larangan yang
ditetapkan dalam kesepakatan bersama dan bermaksud untuk mengatur setiap
perilaku manusia di dalam masyarakat guna mencapai ketertiban dan kedamaian serta
pada petunjuk tingkah laku atau perilaku manusia yang harus dilakukan dalam
kehidupan sehari–hari berdasarkan suatu alasan–alasan atau motivasi tertentu dengan
disertai sangsi alasa–alasan atau motivasi tertentu dengan disertai sangsi tergantung
norma yang dilanggar oleh manusia itu sendiri. (Syafrudin dan Mariam, 2010).
Norma menurut Notoatmodjo (2010), seperti halnya dengan rasa bangga
terhadap statusnya, norma yang berlaku di masyarakat sangat mempengaruhi perilaku
kesehatan dari anggota masyarakat yang mendukung norma tersebut. Sebagai contoh,
upaya untu menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak mengalami hambatan
karena adanya norma yang melarang hubungan antara dokter sebagai pemberi
pelayanan dengan ibu hamil sebagai pengguna layanan, misalnya, di beberapa negara
di Amerika Latin dan di negara–negara lainnya yang masyarakat nya beragama islam,
berlaku norma untuk tidak di perbolehkannya seorang wanita berhubungan dengan
laki-laki yang bukan muhrimnya. Norma tersebut berdampak pada perilaku wanita
yang tidak mau memeriksakan kandungan nya kepada dokter laki-laki karena bukan
muhrimnya. Untuk memecahkan masalah tersebut, maka pemeriksaan kehamilan bisa
dilakukan oleh dokter wanita.
Universitas Sumatera Utara
43
2.8.2 Faktor Pendukung (Enabling)
Green mengartikan Enabling factors sebagai faktor pemungkin yaitu faktor
yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas –
fasilitas atau saranan kesehatan. Pada hakekatnya mnendukung atau memungkinkan
terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor – faktor ini disebut faktor pendukung
atau faktor pemungkin.
a.
Jarak Pelayanan Kesehatan
Jarak antara tempat tinggal dengan tempat pelayanan kesehatan berpengaruh
negative terhadap jumlah pelyanan kesehatan. Hal ini dapat dipahami karena semakin
jauh tempat tinggal semakin jauh tempat tinggal pelayanan kesehatan akan semakin
mahal. Ini telah sesuai dengan teori permintaan yaitu jka barang yang diminta
semakin mahal, maka jumlah barang yang dibeli akan semakin.
2.8.3 Faktor Pendorong (Reiforcing factors)
Faktor pendorong adalah yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat. Masyarakat mau untuk pergi langsung ke palayanan kesehatan,
masyarakat kadang – kadang buakan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan
dukungan fasilitas saja melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh
masayarakat. Tokoh agama, para petugas, terutama petugas kesehatan. Seseorang
individu mau untuk bertindak/bereaksi diperlukan juga dorongan dari pihak keluarga
maupun temannya.
Universitas Sumatera Utara
44
a)
Faktor Keluarga
Keluarga adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau
lingkungan. Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organism atau makhluk
hidup yang bersangkutan. Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar. Perilaku kesehatan (health behavior) adalah
semua aktifitas atau kegiatan seseorang baik yang diamati (observasi) maupun yang
tidak diamati(unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan (Notoatmodjo, 2010)
b)
Petugas Kesehatan
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memilki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan dibidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan (Kepmenkes RI, 2013). Dukungan petugas kesehatan merupakan dukungan
sosial dalam bentuk dukungan informatif, dimana perasaan subjek bahwa lingkungan
memberikan keterangan yang cukup jelas mengenai hal-hal yang ingin diketahui.
2.9 Landasan Teori Lawrence Green
Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan.
Kesehatan seseorang atau masyarakat di pengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu
faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior ).
selanjutnya perilaku kita sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor berikut :
1.
Faktor predisposisi adalah menggambarkan kecenderungan individu yang
berbeda-beda dalam menggunakan pelayanan kesehatan, yaitu pendidikan,
Universitas Sumatera Utara
45
pengetahun, sikap dan norma. Faktor predisposisi berkaitan dengan karateristik
individu yang mencakup pendidikan pengetahuan, norma dan sikap,.
2.
Faktor faktor pemungkin yaitu faktor yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas – fasilitas atau sarana kesehatan.
3.
Faktor pendorong adalah yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.
2.10
Kerangka Konsep
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen
Variabel Dependen
(Predisposing
factors)
Pendidikan
Pengetahuan
Sikap
Norma
(Enabling Factors)
Kejadian ISPA
`
Jarak Pelayanan
Kesehatan
(Reiforcing factors)
Petugas
Kesehatan
Keluarga
Universitas Sumatera Utara
46
Berdasarkan kerangka konsep, dapat dirumuskan definisi konsep variabel
penelitian sebagai berikut :
1.
Faktor predisposisi adalah ciri yang menggambarkan kecenderungan individu
yang berbeda-beda dalam menggunakan pelayanan kesehatan, dalam hal ini
diukur dari pendidikan, pengetahuan, norma, dan sikap.
2.
Faktor pemungkin adalah tersediaan tempat pelayanan kesehatan yang ada di
sekitar tempat tinggal yang dapat diakses oleh responden.
3.
Faktor pendorong adalah faktor yang mendorong ibu untuk pergi ke pelayanan
kesehatan dengan dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan.
Universitas Sumatera Utara