Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Studi Literatur

2.1.1. Kawasan Strategis Nasional Mebidangro
Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 mengenai Tata Ruang, Kawasan Strategis Nasional
(KSN) adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena memiliki pengaruh yang
sangat penting secara nasional terhadap ekonomi, sosial, budaya, lingkungan (termasuk wilayah
yang ditetapkan warisan dunia), pertahanan dan keamanan negara, serta kedaulatan Negara.
Kawasan perkotaan yang hingga saat ini ditetapkan ke dalam Kawasan Strategis Nasional
menurut Perpres RTR KSN Perkotaan meliputi RTR Jabodetabekpunjur (Perpres 54/2008),
Sarbagita (Perpres 45/2011), Mamminasata (Perpres 55/2011), dan Mebidangro (Perpres
62/2011). Masing-masing Kawasan Strategis Nasional tersebut memiliki peranan dan karakteristik
yang berbeda-beda.

Sumber: Kota Mandiri Bekala New Township

Gambar 2.1. Jaringan transportasi utama Mebidangro (kiri); jaringan perputaran ekonomi Mebidangro
(kanan)


Salah satu pengembangan KSN adalah Mebidangro. Menurut PP No. 26 Tahun 2007
mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kawasan Perkotaan Mebidangro atau MedanBinjai-Deli Serdang-Karo ditetapkan sebagai salah satu pengembangan ekonomi Kawasan
Strategis Nasional di Pulau Sumatera. Pengembangan KSN Mebidangro juga bertujuan
menjadikan perkotaan yang layak huni dengan fasilitas kota yang terjangkau, mendorong gairah
8
Universitas Sumatera Utara

aktivitas sosial, ekonomi maupun kebudayaan, banyak ruang publik yang mudah dicapai dengan
bersepeda atau jalan kaki dan transportasi umum yang layak dan memadai.
Adapun kebijakan dalam Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro yang meliputi:
1. Pengembangan dan pemantapan fungsi Kawasan Perkotaan Mebidangro sebagai pusat
perekonomian nasional yang produktif, efisien, dan mampu bersaing di tingkat
internasional terutama dalam kerja sama ekonomi subregional Segitiga Pertumbuhan
Indonesia-Malaysia-Thailand;
2. Peningkatan akses pelayanan pusat kegiatan perkotaan Mebidangro sebagai upaya dalam
pembentukan struktur ruang kota dan penggerak utama pengembangan wilayah Sumbagut;
3. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana yang meliputi
transportasi, energi, sumber daya air, telekomunikasi, serta prasarana perkotaan Kawasan
Mebidangro yang merata dan terpadu dalam tingkat internasional, nasional, dan regional;

4. Peningkatan keterpaduan antarkegiatan budi daya serta keseimbangan antara perkotaan
dan pedesaan yang disesuaikan dengan daya dukung dan tamping lingkungan;
5. Peningkatan fungsi, kuantitas, dan kualitas Ruang Terbuka Hijau dan kawasan lindung di
Kawasan Mebidangro.
Untuk mendukung kebijakan dalam Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro,
maka diambil lima langkah strategis pengembangan Kawasan Metropolitan Mebidangro yang
meliputi pengembangan koridor ekonomi internasional Belawan – Kualanamu, pembangunan
pusat-pusat pelayanan kota baru, revitalisasi pusat kota lama Medan dan Kawasan Tembakau Deli,
pembangunan Koridor Hijau Mebidangro, dan pengembangan Akses Strategis Mebidangro.
2.1.2. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota Medan
Penyebaran penduduk Kota Medan saat ini tidak merata dan hanya terkonsentrasi di
kawasan pusat kota seperti di Kecamatan Medan Kota, Kecamatan Medan Perjuangan, Kecamatan
Medan Maimun, Kecamatan Medan Area, dan Kecamatan Medan Tembung. Sejalan dengan
kecenderungan perkembangan fisik kota, saat ini dimulai perkembangan permukiman ke arah
Selatan Kota Medan dengan membatasi jumlah penduduk mengingat kawasan Selatan merupakan
daerah konservasi. Penyebaran dan pemerataan penduduk ke berbagai kawasan juga bagian dari
rencana Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang bertujuan untuk meningkatkan ekonomi daerah
sekitar, terutama dalam pengembangan KSN Mebidangro.
9
Universitas Sumatera Utara


Dalam konteks rencana struktur ruang Kota Medan perlu disusun rencana sistem pusatpusat pelayanan yang terdiri dari Pusat Pelayanan Kota dan Subpusat Pelayanan Kota. Subpusat
Pelayanan Kota harus terintegrasi dengan Pusat Pelayanan Kota. Sistem pusat pelayanan Kota
Medan direncanakan terdiri atas 2 (dua) Pusat pelayanan kota, yaitu satu Pusat pelayanan kota di
Utara dan 1 (satu) Pusat pelayanan kota di Pusat Kota dan didukung oleh 8 (delapan) Subpusat
pelayanan kota. Adanya dua pusat ini dimaksudkan untuk lebih mendorong perkembangan kota
ke arah utara agar perkembangan antara kota di bagian utara dan selatan dapat lebih merata serta
mengurangi ketergantungan yang sangat tinggi terhadap inti Pusat Kota Medan.

10
Universitas Sumatera Utara

Sumber: RTRW Kota Medan tahun 2010-2030

Gambar 2.2. Rencana Struktur Ruang Kota Medan

11
Universitas Sumatera Utara

Pengembangan Subpusat Pelayanan Kota berfungsi sebagai penyangga dua Pusat

Pelayanan Kota dan meratakan pelayanan pada skala subpusat pelayanan kota. Penyebaran
Subpusat Pelayanan Kota juga bertujuan untuk mendukung pemerataan perkembangan kegiatan
pembangunan antar subpusat wilayah kota.
Salah satu lokasi Subpusat Pelayanan Kota Medan yang akan dikembangkan menjadi
Kawasan Perkotaan Mebidangro adalah Subpusat Pelayanan Kota Medan Selayang yang berlokasi
di selatan Kota Medan. Subpusat ini memiliki fungsi sebagai pusat kegiatan perdagangan/bisnis
dan pusat pendidikan, ditetapkan di Kecamatan Medan Selayang tepatnya di sekitar simpang
Pemda, meliputi Kecamatan Medan Tuntungan, Kecamatan Medan Baru (kecuali Kelurahan Darat
dan Petisah Hulu), Kecamatan Medan Selayang, dan Kecamatan Medan Johor.
Untuk mendukung pengembangan Kawasan Perkotaan Mebidangro diperlukan distribusi
penduduk untuk melakukan penyebaran dan pemerataan wilayah agar tidak hanya berpusat di inti
Kota Medan. Salah satu daerah yang menjadi bagian distribusi penduduk adalah Kecamatan
Medan Johor. Kecamatan Medan Johor merupakan kecamatan yang berada relatif dekat dengan
pusat kota dan menjadi salah satu daerah yang cukup berkembang dengan ditandai banyaknya
kompleks perumahan. Perkiraan pertumbuhan penduduk di kecamatan ini relatif akan mengalami
peningkatan yang cukup besar, yaitu akan mencapai jumlah sebesar 169.592 jiwa pada tahun 2030
dengan kepadatan sekitar 116 jiwa/Ha. Namun, hal tersebut perlu dibatasi mengingat Kecamatan
Medan Johor yang berlokasi di Selatan Kota Medan merupakan kawasan konservasi .
2.1.3. Transit-Oriented Development (TOD)
Transit-Oriented Development adalah pendekatan perencanaan yang terkait dengan area

berkepadatan tinggi, dengan pola ruang yang berangkai di sekitar stasiun dan koridor (Preiss &
Shapiro, 2002).
Menurut TOD Standard, Transit-Oriented Development adalah pola pembangunan yang
memaksimalkan manfaat dari sistem angkutan umum juga secara tegas mengembalikan focus
pembangunan kepada penggunanya, yaitu manusia.
Sedangkan, Definisi lain dari Transit-Oriented Development menurut Peter Calthrope :
“Transit-Oriented Development is regional planning, city revitalization, suburban
renewal, and walkable neighborhoods combined. It is a cross-cutting approach to
development that can do more than help diversify our transportation systems: it can offer
a new range of development patterns for households, businesses, towns, and cities.”
12
Universitas Sumatera Utara

Struktur Transit-Oriented Development dan disekitar kawasan terbagi ke beberapa wilayah
sebagai berikut:
1. Pengguna publik (public uses)
Area ini ditujukan untuk memberi pelayanan bagi area kerja dan permukiman di dalam
Transit-Oriented Development (TOD) serta disekitar kawasan. Area publik berlokasi dekat
dengan titik transit dengan jangkauan 5 menit berjalan kaki.
2. Area pusat komersil (core commercial area)

Area ini bertujuan sebagai area bisnis dan perdagangan kawasan TOD. Area ini memiliki
fasilitas berupa perkantoran, pasar swalayan, restoran, retail, area servis, dan sarana
hiburan. Jarak jangkauan menuju area ini mencapai 5 menit dengan berjalan kaki. Lokasi
area komersil disesuaikan dengan kondisi pasar, keterdekatan titik transit, dan
pengembangan.
3. Area permukiman (residential area)
Area ini bertujuan sebagai kawasan tempat tinggal bagi permukim bekerja di kawasan
TOD. Lokasi area ini berada pada jarak perjalanan pejalan kaki dari area pusat komersil
dan titik transit. Kepadatan area permukiman harus disesuaikan dengan tipe permukiman,
meliputi single-family housing, townhouse, condominium, dan apartement.
4. Area sekunder (secondary area)
Lokasi area ini berada diseberang kawasan dengan jalan arteri sebagai pemisahnya.
Jaraknya lebih dari 1 mil dari area pusat komersil. Jaringan area sekunder harus
menyediakan beberapa akses langsung dan jalur sepeda menuju titik transit dan area
komersil dengan kemungkinan minimal terbelah oleh jalan arteri.
5. Fungsi-fungsi lain
Fungsi-fungsi yang luas cakupannya bergantung pada kendaraan bermotor, truk, atau
intensitas perkantoran yang sangat rendah dan berada di luar kawasan TOD serta area
sekunder.


13
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Karakter setiap area di kawasan Transit-Oriented Development
No.
1.

Gambar

Area
Public uses

Lokasi

Karakter

Pusat

-


Fungsi

TOD

lingkungan

Fasilitas

pendukung - Taman kota
- Plaza

- Titik utama dengan - Fasilitas umum
visibilitas yang tinggi
- Berdekatan dengan
taman dan plaza
- Disesuaikan dengan
jenis ukuran dan kriteria
TOD
2.


Core

Dekat

- Dekat dengan zona - Perkantoran

commercial dengan

dan Fasilitas komersil:

transit

fungsi

pengembangan

transit

-


Didukung

- Retail
dengan - Pasar swalayan

ruang terbuka hijau
-

Disesuaikan

- Restoran
- Hiburan

dengan ukuran
lokasi

kriteria

pasar
3.


Residential

Di

luar Terbagi

core com- beberapa

menjadi Tipe hunian:
macam, -

Single-family

mercial;

meliputi:

housing

jangkauan

- Tipe hunian

- Townhouse

10 menit - Harga, dan tingkat - Condominium
berjalan

Apartment

kepadatan

kaki
4.

Secondary

Di

luar - Berseberangan dengan - Sekolah umum

kawasan

jalan aretri

TOD

-

Jarak

-

Single

jangkauan housing

mencapai 20 menit
14
Universitas Sumatera Utara

family

-

Kepadatan

lebih

rendah sehingga banyak
akses

menuju

zona

dengan

zona - Industrial uses

transit
5.

Tidak ada

Fungsi lain

Di

luar Dekat

kawasan

transit

TOD

pendukung

sebagai -Travel

comer-

fungsi cial complexes

transit
Sumber: Calthorpe, 1993

Penerapan konsep Transit-Oriented Development memiliki tipologi yang berbeda-beda
dan disesuaikan terhadap konteks penerapan ke lokasi serta jenis pengembangannya. Konteks
penerapan lokasi TOD dapat dikembangkan ke daerah metropolitan maupun ke daerah yang belum
berkembang dan daerah yang sedang mengalami urbanisasi selama lokasi yang dijadikan TOD
memiliki potensi untuk dikembangkan kembali, yaitu redevelopment, reuse, dan renewal). Dalam
pengembangannya, TOD dibagi menjadi 2 tipe, meliputi:
1. Neighborhood TOD
Metode pengembangan yang dilakukan pada jalur bus feeder dengan jarak jangkauan 10
menit berjalan kaki (tidak lebih dari 3 mil) dari titik transit. Lokasi pengembangannya
harus berada di lingkungan hunian dengan kepadatan menengah, fasilitas umum, retail,
dan rekreasi. Sarana hunian dan komersil harus disesuaikan dengan konteks lingkungan
dan tingkat pelayanan transit. Konsep ini juga membantu dalam pengembangan terhadap
masyarakat menengah ke bawah dan dimungkinkan terjadinya percampuran variasi hunian.
Konsep ini dirancang dengan fasilitas publik dan RTH serta memberikan kemudahan akses
terhadap pengguna moda pergerakan.
2. Urban TOD
Metode pengembangan yang dilakukan pada jalur sirkulasi utama kota seperti halte bus
antar kota dan stasiun kereta api, termasuk kereta api dengan tipe light rail maupun heavy
rail. Lokasi pengembangannya berada di kawasan yang memiliki intensitas tinggi, blok
perkantoran, dan hunian dengan kepadatan menengah tinggi. Pada dasarnya, setiap TOD
perkotaan memiliki masing-masing karakter yang disesuaikan dengan lingkungannya.
Metode pengembangan ini sangat baik untuk kawasan perkantoran, hunian, dan komersil
15
Universitas Sumatera Utara

yang memiliki kepadatan yang tinggi karena memungkinkan akses langsung ke titik transit
tanpa harus melakukan pergantian moda transportasi lain. Urban TOD dan TOD lainnya
harus memiliki radius mencapai ½ − 1 mil untuk memenuhi persyaratan area transit.

Sumber: The Next American Metropolis

Gambar 2.3. Konsep Transit-Oriented Development

Tabel 2.2. Neighborhood TOD dan Urban TOD
No.

Fungsi

Neighborhood TOD

Urban TOD

1.

Publik

10% − 15%

5% − 15%

2.

Pusat/perkantoran

10% − 40%

30% − 70%

3.

Permukiman

50% − 80%

20% − 60%

Menurut Calthorpe dalam Wijaya (2009) menyebutkan tentang 3 macam tipe
pengembangan Transit-Oriented Development (TOD) yang terdiri dari:
1. Redevelopment Site
Peremajaan yang dilakukan dengan menambahkan fungsi-fungsi baru dan penataan
lingkungan yang melengkapi fasilitas transit tersebut.
2. Infill Site
Pengembangan dari daerah-daerah yang kosong atau terbengkalai, umumnya berada pada
daerah perbatasan pengembangan lain.

16
Universitas Sumatera Utara

3. New Growth Area
Pembukaan kawasan baru yang luas dan umunya berlokasi di daerah perbatasan pinggir
kota (periphery).
Menurut Calthrope dalam Taolin (2008) menyebutkan tentang karakteristik fisik TOD
yang terbagi menjadi:
1. Kriteria Umum
Setiap bangunan harus terhubung langsung ke jalan dengan akses masuk (entrance),
balkon, serambi, dan fitur arsitektural lainnya yang bertujuan untuk menciptakan
lingkungan yang ramah bagi pejalan kaki. Kepadatan, orientasi, dan bangunan harus
mendukung kawasan komersil yang aktif bagi pengguna transit serta memperkuat kawasan
publik.
2. Kawasan Komersil
Pengembangan tata guna lahan di kawasan TOD menggunakan prinsip mixed-use, yaitu
penggabungan fungsi komersil (retail ) dan perkantoran yang menjamin kawasan tersebut
selalu hidup setiap hari tanpa terikat oleh jam sibuk. Hal yang harus mendukung kawasan
tersebut selalu hidup adalah dengan membuat kegiatan yang bersifat atraktif, aman, dan
mudah dijangkau dengan berjalan kaki. Untuk menggabungkan kedua fungsi tersebut
(komersil dan perkantoran) terbagi menjadi:
a. Vertikal mixed-use
Dalam satu bangunan, Fungsi komersil (retail) di lantai dasar dan fungsi perkantoran
atau hunian di atas lantai dasar.
b. Horizontal mixed-use
Peletakan fungsi komersil dan fungsi lainnya saling bersebelahan.

17
Universitas Sumatera Utara

Sumber: Calthorpe, 1993

Gambar 2.4. Jalur pejalan kaki (sidewalk)

Fungsi kawasan komersil adalah untuk mendukung kebutuhan pengguna kawasan dalam
melakukan perjalanan dari satu lokasi menuju lokasi lainnya. Fungsi retail pada kawasan
komersil dapat digabungkan dengan fungsi hunian dan perkantoran dengan syarat
intensitas retail tersebut tidak berkurang.
Dalam menggabungkan kedua fungsi tersebut, hal yang harus diperhatikan adalah
menciptakan batasan antara fungsi khusus (private) untuk kawasan hunian dengan
membuat akses masuk yang berbeda atau terpisah. Untuk menambahkan fungsi tersebut,
penempatan yang paling tepat adalah dengan menempatkannya secara vertikal sehingga
mempengaruhi ketinggian bangunan dan menciptakan kemenarikan visual serta karakter
urban yang kuat.

Sumber: ntl.bts.gov

Gambar 2.5. Penggabungan fungsi bangunan secara horizontal (kiri) dan vertikal (kanan)

18
Universitas Sumatera Utara

Penampilan fisik bangunan (fasad) harus memiliki variasi dan terhubung untuk
menciptakan ketertarikan visual bagi pejalan kaki yang melintasinya. Bila hal tersebut
tidak tercapai, maka pengalaman ruang saat melintasinya dengan berjalan kaki akan
terasa membosankan dan terasa jauh untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.
3. Kawasan Permukiman
Perancangan kawasan permukiman bertujuan sebagai sarana pendukung bagi pengguna
transit. Penempatan kawasan permukiman sebaiknya dilakukan pada kawasan yang
berdekatan dengan kawasan komersil dan transit. Permukiman memiliki berbagai macam
tipe yang terdiri dari single family, townhouse, dan apartemen.

Gambar 2.6. Single-family house (kiri); townhouse (tengah); apartment (kanan)

Sumber: municode.com//library/la/st._bernard_parish_council/codes/

Gambar 2.7. Zona antara jalur pejalan kaki dengan permukiman

4. Jalur Pejalan Kaki/Trotoar
Jalur pejalan kaki atau trotoar merupakan bagian terpenting dalam konsep TOD dan
menjadi penentu dalam menilai kualitas ruang publik tersebut. Salah satu caranya adalah
dengan menciptakan kawasan pejalan kaki yang bersahabat (friendly), yaitu menciptakan

19
Universitas Sumatera Utara

suasana ruang publik yang aktif dengan menjaga keseimbangan terhadap ruang parkir, jalur
sepeda, sirkulasi kendaraan.

Sumber: http:// fhwa.dot.gov

Gambar 2.8. Ukuran dan zona ruang jalan yand disarankan pada kawasan TOD

Ukuran lebar jalan dan jumlah lajur kendaraan harus dikurangi tanpa mengorbankan parkir
paralel dan sirkulasi jalur sepeda. Jalur kendaraan yang didesain harus dapat dilalui dengan
kecepatan maksimal 24 km/jam. Ukuran lebar jalan yang sempit berdampak mengurangi
lebar jalan dan jumlah lajur memberikan ruang yang lebih besar untuk penataan kawasan
lansekapnya. Sidewalk atau jalur pejalan kaki terbagi menjadi beberapa zona yang terdiri
dari:
a. Zona tepi
Berbatasan langsung dengan jalur kendaraan (ukuran minimal 1,2 meter pada kawasan
TOD dan sebagai ruang tunggu).
b. Zona furnishing
Mendukung peletakan street furniture, meliputi vegetasi atau pepohonan dan fasilitas
transit.
c. Zona melintas
Jalur yang dapat dilewati tanpa adanya penghambat atau gangguan.
d. Zona frontage
Ruang bersih antara tampilan bangunan (façade) dengan zona melintas, yaitu ruang
pejalan kaki (sidewalk) melakukan aktivitas window shopping dan sebagai akses keluar
masuk dari dan menuju ke dalam bangunan.

20
Universitas Sumatera Utara

Sumber: https://ite.org

Gambar 2.9. Zona ruang pada sidewalk

Dalam menentukan ukuran jalur pejalan kaki (sidewalk), lebar yang ideal adalah minimal
3 meter. Bila diletakan pada kawasan komersil, lebar minimalnya 4 meter. Tidak ada
batasan maksimal dalam menentukan lebar jalur pejalan kaki. Namun, bila lebar jalur
pejalan kaki terlalu lebar mengakibatkan ketidaknyaman karena memiliki kesan kosong
dan tidak memiliki daya tarik.

Sumber: http://walkboston.org/policy-positions/sidewalks

Gambar 2.10. Ukuran lebar sidewalk pada kawasan komersil

21
Universitas Sumatera Utara

Ukuran lebar ideal untuk zona jalur pejalan kaki yang dapat dilalui oleh dua orang pejalan
kaki sekaligus minimalnya adalah 1,5 meter. Ukuran lebar jalur pejalan kaki pada kawasan
komersil yang dapat mengakomodasi aktivitas pejalan kaki yang lebih banyak dan sarana
untuk beristirahat atau menunggu (tempat duduk) yang disarankan adalah 1,8 – 2,5 meter.
Fasilitas tambahan di dalam jalur pejalan kaki adalah dekorasi pejalan kaki atau disebut
juga street furniture. Adanya elemen ini sangat penting dalam menunjang sisi keindahan
dan kenyamanan bagi pejalan kaki. Contoh street furniture meliputi lampu jalan, tempat
sampah, dan vegetasi (pepohonan).

Sumber: Calthorpe, 1993

Gambar 2.11. Jarak antar pepohonan pada sidewalk

Posisi pepohonan pada jalur pejalan kaki diletakan disepanjang antar pepohonan dengan
jarak tidak melebihi 9 meter. Pemilihan pohon harus diperhatikan dan diseleksi agar tidak
terjadi kerusakan pada jalur pejalan kaki. Pemilihan pohon juga harus memberikan
kenyamanan bagi pejalan kaki yang melintas agar tidak terpapar langsung oleh sinar
matahari dan mengurangi suhu panas yang dihasilkan oleh permukaan aspal jalur
kendaraan dan menciptakan iklim mikro yang lebih sejuk serta memberikan kesan
keindahan visual pada zona pejalan kaki.
5. Kawasan Parkir
Parkir di jalan atau on street sangat direkomendasikan dalam mendesain kawasan parkir
kendaraan. Hal ini bertujuan untuk mencegah parkir kendaraan yang memusat ke lahan
parkir dan harus mengedepankan jalan. Parkir on street juga berfungsi dalam mengurangi
kecepatan kendaraan (terutama mobil) yang melintas karena hal ini dipengaruhi oleh ruang

22
Universitas Sumatera Utara

jalan yang relatif sempit bila dilihat secara visual dan juga berperan sebagai buffer antara
jalur pejalan kaki dengan lajur kendaraan (mobil).
Pada umumnya, penerapan parkir di pinggir jalan membentuk paralel. Namun, parkir
dengan bentuk bersudut lebih direkomendasikan pada kawasan-kawasan komersil. Lebar
parkir kendaraan memiliki ukuran antara 2,1 – 2,4 meter. Sistem selain parkir on-street
disarankan untuk tidak bersebelahan langsung dengan ruang jalan dan bila ingin
menempatkan lahan parkir sebaiknya dilakukan di belakang bangunan. Keuntungan parkir
paralel adalah dapat “menghidupkan” suasana atau aktivitas terhadap ruang jalan yang
mendukung fungsi-fungsi komersil.
Penerapan TOD pada kawasan perkotaan adalah bertujuan untuk memperbaiki lingkungan,
komunitas, dan kemacetan. Namun, menurut Dunphy (2004) menyebutkan bahwa masih ada
beberapa pihak yang meragukan tentang manfaat dan penerapan konsep TOD dalam
menyelesaikan permasalahan kemacetan. Hal ini disebabkan pelaksanaan TOD yang masih belum
dapat diterapkan secara menyeluruh dalam lingkup regional. Maka, bila ditinjau tujuan dari
pembuatan konsep TOD adalah upaya jangka panjang yang bersifat menyeluruh pada lingkup
regional dan dibuktikan oleh berbagai studi mengenai manfaat dari TOD terhadap kawasan
perkotaan. Manfaat TOD meliputi:
1. Menurunkan jumlah penggunaan kendaraan pribadi (terutama mobil) dan mengurangi
pengeluaran keluarga untuk akses.
2. Meningkatkan jumlah pengguna pejalan kaki dan transit.
3. Menghidupkan kembali kawasan pusat perkotaan dan meningkatkan intensitas serta
densitas pembangunan disekitar kawasan transit.
4. Menurunkan pengeluaran biaya konsorsium penyedia sistem transit dan pengembang
untuk biaya akses.
5. Meningkatkan penjualan property di sekitar kawasan transit.
6. Meningkatkan kesempatan ke berbagai aktivitas atau kegiatan dan fungsi disekitar
kawasan transit.

23
Universitas Sumatera Utara

2.1.4. Masterplan Kwala Bekala

Sumber: Data Pribadi

Gambar 2.12. Masterplan Kwala Bekala

Masterplan Kawasan Kwala Bekala merupakan bagian dalam pengembangan perancangan
dari PT. Propenas untuk mata kuliah Perancangan Arsitektur VI. Masterplan tersebut menjelaskan
tentang titik-titik kawasan utama yang terhubung dengan jalur pejalan kaki utama atau dikenal
dengan istilah backbone kawasan. Titik-titik kawasan utama tersebut meliputi stasiun kereta api,
Pasar Induk Lau Cih, dan Terminal Tipe A.

24
Universitas Sumatera Utara

Sumber: Data Pribadi

Gambar 2.13. Penerapan konsep TOD pada kawasan Kwala Bekala

Untuk mendukung aktivitas pada kawasan tersebut, maka dirancanglah bangunanbangunan dengan fungsi perdagangan/bisnis dan pusat komersil yang bersumber dari peraturan
RTRW Kota Medan tahun 2010-2030. Bangunan-bangunan tersebut meliputi Pusat Kreativitas
Remaja, Convention Hall, Hotel Bisnis dan Pusat Kuliner, Kantor dan Eco-Park, Hotel dan Pusat
Perbelanjaan, dan Rumah Susun.
2.1.5. Pelayanan Transportasi
Menurut Zeithaml (1998) kualitas suatu pelayanan yang dirasakan diartikan sebagai
penilaian pelanggan terhadap keseluruhan pelayanan terbaik yang mereka dapatkan. Pelanggan
dalam pengertian transportasi umum adalah penumpang atau pengguna jasa transportasi umum.
Menurut Stephenson (1987) dalam bukunya yang berjudul “Transportation USA”
menyatakan bahwa hal-hal yang mempengaruhi tingkat pelayanan penumpang meliputi:
1. Kecepatan
Dalam melakukan setiap perjalanan, orang pasti akan memilih transportasi yang lebih
cepat.
2. Ketepatan waktu
Berhubungan dengan ketepatan waktu keberangkatan dan kedatangan moda transportasi.

25
Universitas Sumatera Utara

3. Keamanan
Salah satu hal terpenting dalam semua moda transportasi karena menyangkut keselamatan
manusia. Bila transportasi tersebut memiliki jaminan keselamatan yang tinggi, maka akan
sangat berpengaruh terhadap pengguna jasa transportasi tersebut.
4. Aksesibilitas
Meliputi jangkauan jalan yang luas dan memiliki akses yang mudah untuk melanjutkan
perjalanan dari dan ke terminal.
5. Kenyamanan
Berhubungan dengan segala fasilitas penunjang yang membuat penumpang dapat
menikmati setiap perjalanannya.
6. Terminal dan/atau stasiun
Terminal dan/atau stasiun yang disesuaikan dengan standard operasional akan
memberikan kemudahan bagi para penumpang pada saat berangkat dan tiba dari tempat
tujuan.
Menurut Survey Research Institue dan A World Bank Study menyatakan bahwa indikator
dan ukuran pelayanan transportasi umum dibedakan atas efektivitas dan efisiensi seperti Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Indikator dan parameter pelayanan transportasi umum
No.

Indikator

Parameter

EFEKTIVITAS

Panjang jaringan jalan yang dilalui oleh angkutan

1.

Kemudahan

kota/luas

2.

Kapasitas

kota/panjang jalan yang dilalui angkutan kota.

3.

Kualitas



area

yang

dilayani

Jumlah

angkutan

Frekuensi (f), Headway (Hd), dan Waktu tunggu
(menit)



Kecepatan operasi (km/jam) dan waktu tempuh



Jumlah kendaraan dan rit (perjalanan bolak-balik
per satu trayek)

EFISIENSI
4.

Utilitas

Rata-rata kendaran per kilometer (km/hari).

26
Universitas Sumatera Utara

5.

Load Factor

Rasio jumlah penumpang dengan kapasitas tempat
duduk per satuan waktu tertentu.

6.

Produktivitas

7.

Jam operasional/waktu

Total produksi kendaraan (seat-km/penduduk).

pelayanan

Sumber: Survey Research

Institue dan A World Bank Study

Pelayanan transprtasi umum yang wajib dimiliki untuk memenuhi tuntutan konsumen,
yaitu aman, terpercaya, nyaman, murah, cepat, menyenangkan, mudah diperoleh, dan frekuensi
yang tinggi (Suwardjoko Warpani, 2002).
2.1.6. Pemilihan Moda
Pemilihan moda transportasi didefinisikan sebagai pembagian dari perjalanan yang
dilakukan oleh pelaku perjalanan ke dalam moda transportasi yang tersedia dengan berbagai faktor
yang mempengaruhi. Model pemilihan moda merupakan model yang menggambarkan perilaku
perjalanan dalam memilih moda transportasi yang digunakan dan terkait dengan penyediaan sarana
moda angkutan dan prasaran jalan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda terhadap perilaku perjalan (Warpani,
2002), yaitu:
1. Faktor karakteristik perjalanan, meliputi variabel:
a. Tujuan perjalanan, seperti pergi bekerja, sekolah, belanja, dan sebagainya.
b. Waktu perjalanan, seperti pagi hari, siang hari, sore hari, malam hari, hari libur, dan
sebagainya.
c. Panjang perjalanan, yaitu jarak fisik antara lokasi asal dengan lokasi yang dicapai,
meliputi panjang rute/ruas, waktu perbandingan bila menggunakan transportasi
lainnya.

27
Universitas Sumatera Utara

2. Faktor karakteristik pelaku perjalanan, meliputi variabel:
a. Pendapatan, upaya daya beli pelaku perjalanan untuk membiayai perjalanannya, baik
angkutan pribadi maupun angkutan umum.
b. Kepemilikan kendaraan, ketersediaan kendaraan pribadi sebagai sarana melakukan
perjalanan.
c. Kepadatan permukiman, meliputi kondisi geografis dan demografi wilayah.
d. Kondisi sosial ekonomi, meliputi struktur dan ukuran keluarga (pasangan muda,
memiliki anak, pensiunan atau lajang), usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, lokasi
pekerjaan.
3. Faktor karakteristik sistem transportasi, meliputi variabel:
a. Waktu perjalanan relatif, dimulai dari lamanya waktu menunggu kendaraan, berjalan,
dan waktu diatas kendaraan.
b. Biaya perjalanan realtif, yaitu seluruh biaya yang muncul dari melakukan perjalanan
dari dan menuju tujuan untuk ke semua moda transportasi yang berkompetisi, seperti
tarif tiket, bahan bakar, dan lain-lain.
c. Tingkat pelayanan relatif, yaitu variabel yang cukup bervariasi dan sulit untuk
dikuantitatifkan, seperti kenyamanan, kesenangan, kemudahan berpindah moda
transportasi.
4. Faktor karakteristik kota dan zona, meliputi variabel:
a. Jarak kediaman dengan tempat aktivitas;
b. Kepadatan penduduk.
2.1.7. Perkeretaapian
Menurut Pintoko dan Benneri (1999) menyatakan bahwa kereta api dapat menjadi salah
satu alternatif dalam mengatisipasi pergerakan penduduk maupun barang yang disebabkan moda
kereta api yang memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut:
1. Angkutan kereta api merupakan saran angkutan yang dapat mengangkut dalam jumlah
yang besar.
2. Kereta api dapat bergerak tanpa bebas hambatan dan lebih cepat di dalam arus lalu lintas
yang padat karena kereta api memiliki jalur transportasi khusus.
3. Waktu keberangkatan, kedatangan, dan lama perjalanan relative lebih terjadwal
dibandingkan dengan moda transportasi lainnya.
28
Universitas Sumatera Utara

4. Kereta api sebagai transportasi dengan polusi terendah.
5. Kebutuhan lahan bagi prasarana transportasi kereta api relatif lebih sedikit bila
dibandingkan dengan kebutuhan lahan bagi transportasi angkutan jalan raya.
Moda transportasi kereta api memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan moda
transportasi lainnya seperti bus, pesawat terbang, dan kapal laut terhadap kapasitas (volume
angkut), konsumsi BBM/KM, dan konsumsi energi BBM/orang seperti pada tabel 2.4.
Tabel 2.4. Perbandingan antar moda angkutan
Moda

Volume Angkut

Konsumsi Energi

Konsumsi Energi

Transportasi

(orang)

BBM/Km (Liter)

BBM/orang (liter)

1.

Kereta Api

1500

3

0,002

2.

Bus

40

0,5

0,0125

3.

Pesawat Terbang

500

40

0,08

4.

Kapal Laut

1500

10

0,006

No.

Sumber: PT. KAI (Persero)

2.1.8. Teknik Stated Preference (Teknik Pilihan Pernyataan)
Menurut Ortuzar dan Willumsen (2007) menyatakan bahwa Teknik Stated Preference
merupakan suatu pendekatan terhadap responden dalam memilih alternative terbaiknya dengan
membuat suatu alternatif situasi.
Karakteristik utama dari Teknik Stated Preference terdiri dari:
1. Didasarkan pada pernyataan responden mengenai bagaimana respon mereka terhadap
alternatif yang ditawarkan.
2. Setiap pilihan dinyatakan sebagai “paket atribut” yang berbeda, seperti waktu
perjalanan, biaya perjalanan, headway, tingkat pelayanan, dan lain-lain.
3. Peneliti membuat alternatif sedemikian rupa sehingga pendapat setiap orang pada
setiap atribut dapat diperkirakan. Hal ini dapat diperoleh dengan memakai desain
eksperimen.
4. Alat wawancara berupa kuesioner harus memberikan alternatif yang dapat dimengerti
oleh responden, tersusun rapi, dan rasional.

29
Universitas Sumatera Utara

5. Responden menyatakan pendapatnya terhadap alternatif pilihan dengan cara menilai
(rating), ranking, atau pilihan pendapat terbaiknya dari sepasang atau sekelompok
pernyataan dalam kuesioner.
6. Respon berupa jawaban yang diberikan oleh masing-masing orang untuk dianalisis
dalam mendapatkan ukuran secara kuantitatif dengan cara transformasi terhadap halhal yang penting (relative) pada setiap atribut.
2.2.

Terminologi Judul
Judul dari proyek adalah “Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala” yang merupakan

sebuah tempat pemberhentian kereta api di kawasan Kwala Bekala, Medan Johor, Medan. Dalam
judul “Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala” mengandung pengertian utama yaitu :


Stasiun
Stasiun /sta·si·un/ n tempat menunggu bagi calon penumpang kereta api dan sebagainya;

tempat perhentian kereta api dan sebagainya (kbbi.web.id/stasiun). Definisi stasiun secara umum
memiliki dua pengertian yaitu :
 Stasiun merupakan tempat kereta api berangkat dan berhenti unuk melayani naik dan
turunnya penumpang dan/atau bongkar muat barang dan/atau untuk keperluan operasi
kereta api yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan, keamanan, dan kegiatan
penunjang stasiun serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi
(Berdasarkan UU. No. 13 tahun 1992 tentang perkeretaapian).
 Stasiun adalah tempat berkumpulnya penumpang dan barang yang menggunakan moda
angkutan kereta api. Selain itu stasiun juga berfungsi sebagai tempat pengendali dan
pengatur lalu lintas kereta api, serta sebagai depo kereta api. Stasiun yang besar sering pula
menjadi tempat perawatan kereta api dan lokomotif. Stasiun adalah terminal akhir dan awal
perjalanan kereta api namun bukan merupakan tujuan atau awal perjalan sebenarnya
(Warpani,1990).


Medan

Medan merupakan ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia dan terbagi menjadi beberapa
wilayah yang terdiri dari 21 kecamatan dan 151 kelurahan. (Wikipedia).

30
Universitas Sumatera Utara



Mass transit

Mass transit atau Angkutan Umum adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem
sewa atau bayar. Termasuk dalam pengertian angkutan umum penumpang adalah angkutan
kota (bus, minibus, dsb), kereta api, angkutan air, dan angkutan udara (Warpani, 1990).


Kwala Bekala
Kwala Bekala merupakan kelurahan yang berlokasi di kecamatan Medan Johor, Medan,

Sumatera Utara (wikipedia).
Jadi, pembangunan Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala dapat diartikan sebagai
pengembangan pusat transportasi umum berbasis kereta api di kecamatan Medan Johor,
kelurahan Kwala Bekala yang mengakomodasi berbagai fasilitas pada kawasan itu yang dapat
dicapai oleh kendaraan pribadi atau umum, terutama bagi pejalan kaki dimana pembangunan
stasiun kereta api berorientasi terhadap kawasan TOD (Transit Oriented Development) yang
mengutamakan jalur pejalan kaki sebagai backbone kawasan TOD Kwala Bekala.
2.2.1. Tinjauan Umum mengenai Stasiun Kereta Api
Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. 22 Tahun 2003, jenis-jenis stasiun
berdasarkan kedudukannya terhadap perjalanan suatu rangkaian kereta api, antara lain :
 Stasiun Awal Perjalanan Kereta Api, Stasiun asal perjalanan kereta api dan juga sebagai
tempat untuk menyiapkan rangkaian kereta api dan memberangkatkan kereta api.
 Stasiun Antara Perjalanan Kereta Api, Stasiun tujuan terdekat dalam setiap perjalanan
kereta api yang berfungsi juga untuk menerima kedatangan dan memberangkatkan kembali
kereta api atau dilewati oleh kereta api yang berjalan langsung.
 Stasiun Akhir Perjalanan Kereta Api, Stasiun tujuan akhir perjalanan kereta api yang
menerima kedatangan kereta api.
 Stasiun Pemeriksaan Perjalanan Kereta Api, Stasiun awal perjalanan kereta api dan stasiun
antara tertentu yang ditetapkan sebagai stasiun pemeriksa dalam Grafik Perjalanan Kereta
Api (Gapeka). Di stasiun pemeriksa wajib dilakukan kegiatan pencatatan mengenai
persilangan luar biasa dengan kereta api fakultatif atau kereta api luar biasa.
 Stasiun Batas, Stasiun sebagai pembatas perjalanan kereta api dikarenakan adanya stasiun
yang ditutup.

31
Universitas Sumatera Utara

Menurut Imam Subarkah (1981), stasiun berdasarkan bentuknya terbagi atas :
 Stasiun siku-siku, letak bangunan stasiun adalah siku-siku dengan letak kereta api yang
berakhiran di stasiun tersebut. Pembuatan stasiun siku-siku bertujuan agar jalan rel dapat
mencapai suatu daerah hingga sedalam-dalamnya, misalnya daerah industri, perdagangan,
dan pelabuhan.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

Gambar 2.14. Stasiun siku-siku

 Stasiun paralel, gedungnya sejajar dengan kereta api dan merupakan stasiun pertemuan.
Pada stasiun pertemuan atau junction, dapat pula gedung stasiunnya dibuat sebagai suatu
kombinasi dari stasiun paralel dan stasiun siku-siku.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

Gambar 2.15. Stasiun paralel

 Stasiun pulau, posisi stasiun sejajar dengan kereta api tetapi letaknya berada di tengahtengah antara kereta api.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

Gambar 2.16. Stasiun pulau

32
Universitas Sumatera Utara

 Stasiun semenanjung, letak bangunan stasiun berada di sudut dua kereta api yang
bergandengan.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

Gambar 2.17. Stasiun semenanjung

Berdasarkan jangkauan pelayanan stasiun terbagi atas :
 Stasiun jarak dekat (Commuter Station)
 Stasiun jarak sedang (Medium Distace Station).
 Stasiun jarak jauh (Long Distance Station).

33
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan lokasi stasiun terbagi atas :

Sumber: Griffin, 2004.

Gambar 2.18. Posisi bangunan terhadap rel

Berdasarkan ukuran stasiun terbagi atas :
 Stasiun besar yaitu stasiun yang melayani jumlah pemberangkatan dan pemberhentian
kereta api dengan skala besar dari berbagai jenis perjalanan disertai kelengkapan fasilitas
dan sistem pengaturan yang sangat kompleks.

34
Universitas Sumatera Utara

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

Gambar 2.19. Stasiun besar

 Stasiun sedang yaitu stasiun yang didalamnya terdapat fasilitas gudang barang dan
melayani penumpang dengan jarak yang jauh.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

Gambar 2.20. Stasiun sedang

 Stasiun kecil yaitu stasiun yang didalamnya hanya memiliki dua hingga tiga jalur rel
kereta api dan bukan merupakan stasiun pemberhentian akhir kereta api.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

Gambar 2.21. Stasiun kecil

35
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan letak posisi stasiun terbagi atas :
 Ground level station yaitu stasiun yang letaknya berada sejajar dengan peron diatas
tanah.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

Gambar 2.22. Ground level station

 Over track station yaitu stasiun yang berada diatas peron.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

Gambar 2.23. Over track station

 Under track station yaitu stasiun yang berada di bawah peron.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

Gambar 2.24. Under track station

36
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan tenaga penggeraknya, kereta api terbagi atas :
 Kereta Api Uap
Kereta Api Uap merupakan kereta api yang digerakkan lokomotif dengan menggunakan
uap air yang dihasilkan dari ketel uap yang dipanaskan oleh kayu bakar, batu bara, atau
pun minyak bakar. Sejarah kereta api uap merupakan pengembangan dari ditemukannya
penyempurnaan mesin uap pada tahun 1769 oleh James Watt.

Sumber: Wikipedia.org

Gambar 2.25. Kereta api uap

 Kereta Api Diesel
Kereta Api Diesel terbagi dua, antara lain :
a. Lokomotif Diesel, salah satu jenis kereta rel yang bermesin diesel yang umumnya
menggunakan bahan bakar solar sebagai penggeraknya. Terdapat dua jenis kereta
api diesel, yaitu kereta api diesel hydraulic dan kereta api diesel elektrik. Pada tahun
1930, terjadi peralihan jenis kereta api dari yang sebelumnya menggunakan mesin
uap sebagai tenaga penggeraknya dengan kereta api bermesin diesel. Alasan
penggantian tersebut dikarenakan kereta api uap yang berat dan besar serta
kemampuan gerakannya yang cukup lambat.

Sumber : wikimedia.org

Gambar 2.26. Lokomotif diesel

37
Universitas Sumatera Utara

b. Kereta rel diesel, kereta yang dilengkapi dengan mesin diesel yang terpasang
dibawah kabin kereta api. Salah satu tipe kereta kereta rel diesel adalah railbus.
Railbus merupakan kereta dengan kapasitas kecil yang terdiri dari tiga gerbong dan
dapat menampung 160 orang.

Sumber : google.com

Gambar 2.27. Railbus

 Kereta Rel Listrik
Kereta Rel Listrik atau KRL merupakan kereta yang melayani para komuter dan
digerakkan dengan sistem propulsi motor listrik.

Sumber : wikimedia.org

Gambar 2.28. Kereta rel listrik (KRL)

 Kereta Api Daya Magnet
Kereta Api Daya Magnet atau Maglev (Magnetic Levitation) merupakan kereta yang
diangkat dan digerakkan dengan menggunakan medan magnet sehingga tidak terjadi
adanya gesekan sama sekali terhadap rel dan dapat bergerak dengan kecepatan yang tinggi.
Pada Oktober 1969, paten pertama untuk pengembangan kereta api Maglev yang didorong
oleh motor “linear” oleh James R. Powell dan Gordon T. Danby. Teknologi dasar kereta
api Maglev ditemukan oleh Eric Laithwaite dan mematenkan motor “linear” pada 1948.
38
Universitas Sumatera Utara

Pada 31 Desember 2000, superkonduktor temperatur tinggi berawak pertama secara sukses
diuji di barat daya Chengdu, China. Sistem ini berdasarkan prinsip “bulk” konduktor
temperatur tinggi dapat diangkat atau dilayangkan dapat diangkat atau dilayangkan secara
stabil di atas atau di bawah magnet permanen.

Sumber : id.wikipedia.org/wiki/Kereta_maglev

Gambar 2.29. Kereta Maglev (kiri); Pengembangan EOL Maglev (kanan)

Berdasarkan penggunaan relnya, terbagi atas :
 Kereta Api Rel Konvensional
Kereta Api Rel Konvensional merupakan kereta api yang menggunakan rel, terdiri dari dua
batang besi yang diletakan di bantalan. Pada daerah yang memiliki ketinggian curam, rel
yang digunakan yaitu rel bergerigi, diletakan di tengah rel dan menggunakan lokomotif
khusus yang memiliki roda bergerigi.

Sumber : goodnewsfromindonesia.org

Gambar 2.30. Rel konvensional

 Kereta Api Monorel
Kereta Api Monorel atau kereta rel tunggal merupakan kereta yang jalur relnya tidak
memiliki kesamaan terhadap rel pada umumnya. Rel yang digunakan terdiri dari satu rel
tunggal yang gemuk dengan profil sedemikian sehingga tidak dapat menyebabkan kereta

39
Universitas Sumatera Utara

keluar dari relnya. Kereta Monorel diletakan menggantung diatas rel. Penggunaan rel biasa
digunakan pada kota-kota besar dan dirancang menyerupai jalan layang.

Sumber : wikimedia.org

Gambar 2.31. Rel monorel

Berdasarkan penempatan relnya, terbagi atas :
 Kereta Api Bawah Tanah
Kereta Api Bawah Tanah merupakan kereta yang bergerak dan berlokasi dibawah
permukaan tanah dan salah satu solusi dalam mengatasi persilangan sebidang. Biasa
dikembangkan pada perkotaan atau kawasan yang padat.

Sumber : indonetwork.co.id

Gambar 2.32. Kereta api bawah tanah

 Kereta Api Layang
Kereta Api Layang merupakan kereta yang berjalan diatas tanah sehingga tidak dapat
menimbulkan gangguan terhadap kendaraan bermotor yang berada di permukaan tanah.
Solusi ini diambil juga untuk menghindari terjadinya persilangan sebidang dengan biaya
yang lebih rendah dibandingkan dengan kereta bawah tanah.
40
Universitas Sumatera Utara

Sumber : images.detik.com/

Gambar 2.33. Kereta layang

2.3.

Lokasi
Lokasi perancangan berada di kelurahan Kwala Bekala, kecamatan Medan Johor, Medan,

provinsi Sumatera Utara.

Sumber: Data Olahan pribadi

Gambar 2.34. Peta lokasi perancangan

2.3.1. Kriteria Pemilihan Lokasi
a. Tinjauan terhadap Struktur Kota
Berdasarkan RTRW kota Medan 2010-2030, kelurahan Kwala Bekala berlokasi di
kecamatan Medan Johor dan relatif dekat dengan pusat kota serta sudah cukup berkembang dimana
terdapat banyak kompleks perumahan. Kecamatan Medan Johor merupakan salah satu dari bagian
41
Universitas Sumatera Utara

Subpusat Pelayanan Kota Medan Selayang yang mewadahi kegiatan pemerintahan seperti pusat
kegiatan perdagangan/bisnis dan pusat pendidikan.
b. Pencapaian
Pencapaian menuju lokasi dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan pribadi dan
angkutan umum berupa angkot. Terdapat beberapa akses yang dapat digunakan untuk mencapai
lokasi ini yang meliputi:
1) Jalan Jamin Ginting :
- Waktu tempuh

: 35 menit

- Jarak

: 11,8 km

2) Jalan Jamin Ginting dan jalan Pintu Air IV :
- Waktu tempuh

: 39 menit

- Jarak

: 13,2 km

3) Jalan Medan-Tebing Tinggi :
- Waktu tempuh

: 43 menit

- Jarak

: 18,2 km

c. Persyaratan lain: status kepemilikan, nilai lahan, peraturan
Status Proyek

: Fiktif

Pemilik Proyek

: Pemerintah Kota Medan

Garis Sempadan Bangunan

: Jalan Arteri = 12 – 16 m; Jalan Kolektor = min. 6 m

KDB

: 50 – 75 %

d. Deskripsi Kondisi Existing Lokasi sebagai Tapak Rancangan
Judul Proyek

: Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala

Tema Proyek

: Arsitektur Simbolisme

Lokasi Proyek

: Jalan Bunga Turi, kelurahan Kwala Bekala, kecamatan Medan
Johor, Kota Medan, Sumatera Utara

Lintang Utara

: 2º .27’ – 2 º .47’

Bujur Timur

: 98 º . 35’ - 98 º .44’

Batas-batas tapak
42
Universitas Sumatera Utara



Utara

: Jalan Arteri



Timur

: Ruko



Selatan

: Jalan Arteri



Barat

: Convention Centre dan Pusat Kreatifitas Pemuda

Luas Site
2.4.

: 2,1 Ha

Tinjauan Fungsi
Meliputi tinjauan fungsi dari pengguna, kegiatan, kebutuhan ruang, dan persyaratan ruang

yang diuraikan sebagai berikut:
2.4.1. Deskripsi Pengguna dan Kegiatan
Pelaku kegiatan yang terlibat didalam stasiun kereta api diuraikan sebagai berikut:
a. Pengelola Stasiun
-

Kepala Stasiun : berperan sebagai penanggung jawab dalam pengelolaan
manajemen stasiun.
Aktivitas : Datang → Kerja → Pulang

-

Pegawai Administrasi : berperan sebagai penanggung jawab pengelolaan usaha
dan kegiatan kantor.
Aktivitas : Datang → Kerja → Pulang

-

Pegawai Pengatur Keberangkatan dan KedatanganPenumpang
Aktivitas kerja terbagi menjadi 3 bagian shift kerja selama 24 jam :
Shift 1 : Masuk pagi ─ sore
Shift 2 : Masuk sore ─ malam
Shift 3 : Masuk malam ─ pagi
Aktivitas : Datang → Kerja → Pulang

-

Pegawai Mekanik : sebagai pengelola, perbaikan, dan pemeliharaan kereta api dan
stasiun kereta api.

-

Aktivitas kerja terbagi menjadi 2 bagian shift kerja selama 24 jam :
Shift 1 : Masuk pagi ─ sore
Shift 2 : Masuk sore ─ malam
Aktivitas : Datang → Kerja → Pulang

-

Pegawai Loket : sebagai penjual tiket kereta api

43
Universitas Sumatera Utara

Aktivitas kerja terbagi menjadi 2 bagian shift kerja selama 24 jam :
Shift 1 : Masuk pagi ─ sore
Shift 2 : Masuk sore ─ malam
Aktivitas : Datang → Kerja → Pulang
-

Pegawai Kebersihan : sebagai pengelola kebersihan stasiun dan kereta api
Aktivitas : Datang → Kerja → Pulang

b. Penumpang
Aktivitas : Datang → keluar stasiun/kembali membeli tiket → menunggu keberangkatan
c. Pengunjung
Aktivitas : Mengantar/menjemput penumpang → keluar stasiun
Kelompok kegiatan didalam stasiun kereta api terbagi menjadi :
Tabel 2.5. Kelompok kegiatan stasiun kereta api
No.
1.

2.

3.

4.

5.

Kelompok Kegiatan
Utama

Penunjang

Pelayanan

Pengelolaan

Mekanik

Uraian Kegiatan


Menaikkan dan menurunkan penumpang



Membeli tiket



Menunggu keberangkatan



Makan dan minum



Penjualan/komersil



Beribadah



Apotek



Memarkirkan kendaraan



Menerima kedatangan pengunjung



Klinik



Kegiatan manajemen



Kegiatan administratrif



Kegiatan pengawasan



Kegiatan operasional



Kegiatan keamanan



Kegiatan pemeliharaan

44
Universitas Sumatera Utara



Kegiatan kebersihan



Kegiatan sanitasi dan pemipaan



Kegiatan pengawasan

2.4.2. Deskripsi Perilaku
Perilaku dari pengguna stasiun kereta api dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.6. Aktivitas pengguna stasiun kereta api
No.

Pengguna

1.

Pengelola

Alur Kegiatan
Servis

Kantor pengelola
Masuk stasiun
Parkir
Datang

2.

Karyawan

Penerima

Datang

Parkir

Kerja

Istirahat

Loker Ganti

Loker Ganti

Pulang

Penerima

45
Universitas Sumatera Utara

3.

Penumpang



Naik Penumpang
Berangkat
R. Tunggu

Belanja

Servis

Naik Kereta Api
Peron
Cek Tiket
Beli Tiket
Masuk Stasiun
Datang



Turun Penumpang
Keluar

Belanja

4.

R. Tunggu

Peron

Servis

Turun

Pengunjung
Belanja

Datang

Penerima

Parkir

Masuk
Stasiun

R. Tunggu

Pulang

Servis

46
Universitas Sumatera Utara

5.

Teknisi
Kerja

Datang

Penerima

Istirahat

Loker Ganti

Loker Ganti

Penerima

Parkir

Pulang

2.4.3. Deskripsi Kebutuhan Ruang dan Besaran Ruang
Dari hasil uraian pembagian kelompok kegiatan dan pengguna, maka diperoleh acuan
mengenai kebutuhan ruang yang menjadi dasar dalam perancangan proyek yang terlihat pada tabel
2.7.
Tabel 2.7. Deskripsi kebutuhan dan besaran ruang
No.

Fungsi

Pengguna

Kegiatan

Nama Ruang

Ruang
1.

Ruang

Ruang

- Penumpang

- Mengantar/Menjemput

- Loket

Public

Stasiun

- Pengunjung

- Menunggu

- Ruang

Semipublic

- Karyawan

- Datang/pergi

Informasi

- Naik/turun kereta api

-Hall

Public

- Memasukan/mengambil

- Ruang

Public

Barang di bagasi

Peron

- Buang air

2.

Zona

Ruang
Pengelola

- Pengelola

Private

- Informasi

- WC

- Bekerja

- Ruang Kepala

Private

- Istirahat

- R. Wakil

Private

- Membuat/menyimpan
laporan
- Rapat

Kepala
-Ruang

Semipublic

Sekretaris

47
Universitas Sumatera Utara

Semipublic

- Memeriksa keuangan

- Ruang

- Mengawasi keamanan

Administrasi

- Buang air

- Ruang Rapat

Private

- Ruang

Private

Bendahara
- Ruang Statistik Private
Private
- Ruang PPKA
- R. Pengawas

Private

Peron
- R. Komunikasi

Private

dan Sinyal

3.

Ruang

- Penumpang

- Membeli tiket

Administrasi - Pengunjung

- Menjual tiket

- Karyawan

- Mengirim atau mengambil
Barang
- Mengecek tiket

4.

Ruang

- Teknisi

Mekanik

Private

- R. Istirahat

Private

- WC

Private

- Ruang Loket

Public

- Ruang Bagasi

Semipublic

- Ruang Kepala

Private

Gudang

- Pengawasan dan perawatan ME

dan Elektrik

5.

- R. Kondektur

- Ruang AHU

Service

- Ruang Genset

Service

- Ruang Pompa

Service

- Ruang Chiller

Service

- Ruang Panel

Service

- Ruang PABX

Service

- Ruang Trafo

Service

Fasilitas

- Penumpang

- Menjual barang-barang

- Retail

Public

Penunjang

- Pengunjung

- Menjual dan membeli jasa

- ATM Centre

Public

48
Universitas Sumatera Utara

- Pengelola
- Karyawan

6.

- Servis

- Office Boy

perjalanan atau tour

- Biro Perjala- Public

- Ibadah

nan

- Makan dan minum

- Apotek

Public

- Musala

Semipublic

- Food Area

Public

- WC

Public

- Ruang Office

Semi-Public

- Mengawasi, membersih-

Private

Boy

kan, dan membantu tugas

- Ruang Istirahat Private

non teknis

- Ruang Janitor

Semipublic

- Gudang

Private

- Dapur

Semipublic

- WC

Private

Pada bagian ini merupakan analisis mengenai program ruang dalam, luar, dan hubungan
antarruang.


Kelompok ruang pengguna stasiun
Tabel 2.8. Program ruang pengguna stasiun

No.

Nama Ruang

Kapasitas

Standard

Luas

Jumlah Total Luas

Sumber

Ruang
1.

Ruang Loket

1 orang

5 m²/loket

5 m²

10

50 m²

DA

1 orang

5 m²/loket

5 m²

5

25 m²

A

500 m²

3

1500 m²

DA

500 m²

2

1000 m²

DA

Penumpang
2.

Ruang Loket
Elektronik

3.

Hall

Jumlah

20% jumlah

Ruang tunggu

Penumpang

Penumpang x

pada jam sibuk 1 m²
= 2500 orang
4.

Lobby

500 orang

1 m²/orang

49
Universitas Sumatera Utara

5.

Ruang

5 orang

4 m²/orang

20 m²

2

40 m²

DA

1400 m²

4

5600 m²

TSS

51 m²

10

510 m²

DA

Informasi
6.

Ruang Peron

Jumlah peron

p = 175 m

berdasarkan

l=8m

jumlah lintasan
= 4 peron
R. Check in

1 rel bagasi

51 m²/rel

Bagasi
7.

Gudang

-

-

220 m²

1

220 m²

DA

- 2 kloset

- 1,4 m²/kloset

7,7 m²

5

38,5 m²

DA

- 4 urinoir

- 0,5 m²/was-

- 5 wastafel

tafel

- 6 kloset

- 0,5 m²/uri-

11,4 m²

5

57 m²

DA

- 6 wastafel

noir

Bagasi
Toilet Pria

8.

Toilet Wanita

9.



Luas

9040,5 m²

Sirkulasi 20%

1808,1 m²

Luas Total

10848,6 m²

Kelompok ruang pengelola stasiun
Tabel 2.9. Pr