Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala

(1)

KUESIONER PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN ANTARA KRITERIA PELAYANAN DENGAN BENTUK KERETA API

Nama : __________________________________ Usia : __________________________________ Jenis kelamin : __________________________________

Berilah tanda [ √ ] pada salah satu gambar yang terdapat di bawah ini yang menurut saudara/i paling sesuai dengan pernyataan-pernyataan mengenai kriteria pelayanan kereta api terhadap bentuk kereta api.

Kriteria Pelayanan Kereta api

Bentuk Kereta Api

Railbus EOL Maglev Komuter

Kemudahan akses penumpang keluar-masuk stasiun kereta api serta melakukan akses lanjutan ke transportasi lainnya.

Kapasitas kereta api yang dapat menampung penumpang dalam jumlah yang besar. Tingkat keamanan terhadap keselamatan penumpang. Tingkat kenyamanan penumpang di dalam kereta api


(2)

Tarif angkutan kereta api yang terjangkau

Waktu pengoperasian stasiun yang lebih terjadwal dibandingkan dengan dan disesuaikan dengan arus aktivitas masyarakat yang terdapat di kawasan Kwala Bekala.

Kecepatan jarak tempuh kereta api yang lebih singkat Sumber: Hasil olah data sendiri


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Archdaily. 2015. Rotterdam Central Station / Benthem Crouwel Architect + MVSA Architects + West 8. http://www.archdaily.com/588218/rotterdam-central-station-benthem-crouwel-architects-mvsa-meyer-en-van-schooten-architecten-and-west-8. Diakses tanggal 13 Juli 2016.

Arcspace. 2003. Lyon-Satolas TGV Stastion. http://www.arcspace.com/features/santiago-calatrava/lyon-satolas-tgv-station/. Diakses tanggal 30 Juni 2016.

Wikipedia. Sydney Opera House. https://en.wikipedia.org/wiki/Sydney_Opera_House. Diakses tanggal 30 Juni 2016.

Calthorpe, Peter. 1993. The Next American Metropolis Ecology, Community, and the American Dream. Princeton Architectural Press. New York.

Herawan, Bambang. 2011. Pengembangan Stasiun Kereta Api Medan. Skripsi. Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan.

Juwana, Jimmy S. 2005. Panduan Sistem Bangunan Tinggi untuk Arsitek dan Praktisi Bangunan. Erlangga. Jakarta.

Neufert, Peter. 1996. Data Arsitek. Edisi 33, Erlangga. Jakarta.

Neufert, Peter. 2002. Data Arsitek. Edisi 33, Erlangga. Jakarta.

Notre Dame du Haut. https://en.wikipedia.org/wiki/Notre_Dame_du_Haut. Diakses tanggal 13 Juli 2016.

Siburian, Evlina. 2016. Kajian Operasional Angkutan Massal Perkotaan Studi Kasus: Kereta Api Sri Lelawangsa Rute Medan−Belawan. Tesis. Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan.


(4)

Suhandinata, S. Arsitektur Simbolis. https://www.academia.edu/17862883/Arsitektur_Simbolis. Diakses tanggal 18 Juni 2016.

Wikipedia. Dubai Metro. https://en.wikipedia.org/wiki/Dubai_Metro. Diakses tanggal 29 Juni 2016.

Wikipedia. Clyde Auditorium. https://en.wikipedia.org/wiki/Clyde_Auditorium. Diakses tangggal 30 Juni 2016.


(5)

BAB 3 METODOLOGI 3.1. Jenis Penelitian


(6)

Metode yang digunakan dalam penilitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Metode penelitian ini dilakukan untuk memperoleh kata, skema, dan gambar, meliputi gambar kerja, ilustrasi gambar, dan gambar skematik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa dan mengkaji potensi dan masalah yang berkaitan dengan proyek perancangan Stasiun Kereta Api Kawasan Kwala Bekala.

Disamping itu, pada penelitian ini juga menggunakan metode penelitian kuantitatif. Penggunaan metode penelitian ini adalah bertujuan untuk memperoleh data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan, meliputi jumlah populasi penduduk, statistika pergerkan penumpang kereta api, dan analisa program ruang.

3.2. Studi Literatur Kereta Api Maglev

Kereta Api Magnetik/Maglev (Magnetically Levitated) salah satu jenis kereta api yang mengambang secara magnetic, yaitu memanfaatkan gaya magnet untuk membuat kereta terangkat dan mengambang serta tidak menyentuh rel yang tidak menimbulkan adanya gaya gesek. Dengan kecilnya gaya gesek dan besarnya gaya dorong, kereta ini mampu melaju dengan kecepatan hingga 600 km/jam yang membuatnya jauh lebih cepat dari kereta biasa.

Dikarenakan bentuk dan kecepatan kereta yang fantastis ini, kebisingan (suara) yang ditimbulkan oleh kereta api ini disaat bergerak hampir sama dengan suara yang ditimbulkan pesawat jet dan diperhitungkan lebih menggangu daripada kereta konvensional. Dari Tabel 3.11 dapat dilihat spesifikasi fisik Kereta Api Maglev.

Tabel 3.1. Karakteristik fisik kereta api Maglev

Infrastruktur Ukuran

Panjang Kereta 25,3 meter

Lebar Kereta 2,35 meter – 3,5 meter

Tinggi Kereta 3 meter – 3,8 meter

Kapasitas 574 penumpang

Jumlah gerbong dalam kereta 1 – 3 gerbong

Kecepatan maksimum 300 km/j – 430 km/j

Kecepatan rata-rata 224 km/j – 249,5 km/j


(7)

Sumber : the-blueprints.com/ Gambar 3.1. Dimensi Kereta Api Maglev

3.3. Analisa Karakteristik Kereta Api berdasarkan Pendapat Responden

Dari hasil studi literatur yang telah dijelaskan pada bab kedua diperoleh salah satu jenis tema yang akan diterapkan pada studi kasus perancangan skripsi ini yaitu dengan mengangkat tema Arsitektur Simbolisme.

Definisi Arsitektur adalah seni dan ilmu teknik dalam merancang suatu bangunan yang yang digunakan sebagai wadah bagi berbagai macam aktivitas manusia yang disesuaikan dengan norma, kaidah, dan aturan-aturan tertentu. Sedangkan definisi Simbolisme yaitu penggunaan tanda yang menyatakan suatu hal atau maksud yang memiliki makna tertentu. Dari penjabaran kedua makna diatas, maka diperoleh definisi Arsitektur Simbolisme adalah penggunaan tanda pada perancangan bangunan yang bertujuan untuk menyampaikan makna tertentu.

Berdasarkan jenis simbolisme terhadap bentuknya, jenis Simbolisme yang digunakan adalah Simbolisme Metafora Tidak Langsung. Pengertian Metafora merupakan suatu bentuk ungkapan dengan mengharapkan saran atau tanggapan dari seseorang maupun masyarakatnya berdasarkan tingkat kecerdasan dan pengalamannya. Berdasarkan pengertian diatas, Simbolisme Metafora terbagi menjadi Langsung dan Tidak Langsung. Namun, jenis Metafora yang digunakan pada perancangan ini adalah Metafora Tidak Langsung, yaitu penerapan bentuk yang dilakukan secara tidak langsung dari bentuk yang akan dimetaforakannya, melainkan dilakukan melalui tahap transformasi sehingga mengakibatkan adanya perbedaan saran atau tanggapan dari sesorang atau masyarakat terhadap bangunan tersebut.


(8)

Konsep simbolisme juga memiliki beberapa faktor dibentuk berdasarkan fungsi, simbol, dan teknologi struktur. Faktor fungsi pada simbolisme yaitu pemakaian yang memenuhi kebutuhan secara tepat tanpa memiliki unsur-unsur yang tidak berguna. Pada faktor simbol menampilkan tanda yang sesuai dengan nilai yang ada di dalam masyarakat sehingga dapat dikenali oleh masyarakat. Faktor simbol kemungkinan dapat diterima dan diakui oleh masyarakat setelah melalui proses adaptasi yang membutuhkan waktu yang lama. Sedangkan, faktor teknologi struktur merupakan hal terpenting dalam arsitektur karena struktur yang digunakan harus disusun dan dikonstruksikan dengan jumlah tertentu.

Penerapan keterkaitan tema dengan perancangan Stasiun Kereta Api Medan Mass Transit Kwala Bekala adalah dengan menghidupkan kembali aktivitas perkeretaapian di Kwala Bekala yang telah lama tidak beroperasi. Dengan adanya sarana kereta api yang melintasi Kwala Bekala, maka menghidupkan kembali koneksi perkeretaapian antar kawasan dari dan menuju Kwala Bekala.

Sebagai pusat antar moda yang terintegrasi, stasiun kereta api diharapkan dapat dijadikan gerbang utama menuju kawasan Kwala Bekala. Hal ini dikarenakan moda transportasi tercepat yang dapat mencapai kawasan ini adalah kereta api. Berdasarkan studi banding yang telah diuraikan pada bab 2, faktor simbol yang diterapkan pada stasiun kereta api Kwala Bekala mengikuti konsep yang digunakan pada stasiun Lyon-Satolas TGV yang diadapatasikan dari bentuk burung yang terbang, The Clyde Auditorium dengan hewan Trenggiling, dan Sydney Opera House dengan layar kapal.


(9)

Sumber: Olah Data Sendiri Gambar 3.2. Konsep simbolisme pada Stasiun Lyon-Satolas TGV (kiri); The Clyde Auditorium (tengah);

Sydney Opera House (kanan)

Penerapan faktor fungsi pada stasiun kereta api Kwala Bekala berdasarkan dari studi banding proyek sejenis yang telah diuraikan pada bab 2. Salah satu contoh penerapannya adalah dari Stasiun Rotterdam Centraal yang memiliki hall yang luas dan dapat mengakomodasi sekaligus mengantisipasi jumlah penumpang yang banyak disertai fungsi-fungsi pendukung di dalamnya.

Berdasarkan hasil studi banding yang dijelaskan sebelumnya, penerapan konsep Simbolisme pada rancangan bangunan stasiun kereta api Kwala Bekala sama seperti penerapan Simbolisme yang ada pada bangunan Stasiun Lyon-Satolas TGV, The Clyde Auditorium, dan Sydney Opera House. Penerapan Simbolisme pada stasiun kereta api Kwala Bekala mengambil bentuk dari kepala kereta api EOL Maglev.

Untuk memperoleh perspektif dari masyarakat tentang pengaplikasian tema simbolisme pada bangunan stasiun kereta api di Kwala Bekala dilakukan survei dengan menyebarkan kuesioner kepada 25 responden mengenai pemahaman masyarakat tentang hubungan kriteria pelayanan terhadap bentuk-bentuk kereta api. Adapun bentuk kuesioner yang diberikan kepada ke-25 responden yang terdiri dari 7 poin kriteria pelayanan meliputi:

1. Kemudahan akses penumpang

2. Kapasitas angkut kereta api dalam jumlah besar

3. Keamanan kereta api terhadap keselamatan penumpang 4. Kenyamanan penumpang di dalam kereta api


(10)

5. Tarif angkutan kereta api

6. Waktu pengoperasian yang terjadwal, dan 7. Kecepatan jarak tempuh kereta api

Dari ke-7 poin kriteria pelayanan tersebut, responden akan diberikan pilihan dengan

Menghubungkan dari masing-masing poin pernyataan tersebut ke dalam tiga (3) buah gambar dengan bentuk kereta api yang berbeda-beda, meliputi bentuk kereta api Railbus, EOL Maglev, dan Kereta Api Komuter.

Dari hasil survei yang telah dilakukan kepada ke-25 responden, maka diperoleh hasil yang dipilih oleh para responden mengenai hubungan bentuk kereta api terhadap 7 kriteria pelayanan kereta api. Berikut adalah pernyataan-pernyataan yang dipilih ke-25 responden terhadap bentuk kereta api.

1. Kemudahan akses penumpang

Untuk kriteria pelayanan kemudahan akses penumpang, sebanyak 19 responden menghubungkannya dengan bentuk kereta api EOL Maglev, kereta api Railbus dengan 4 responden, dan kereta api Komuter dengan 2 responden.

2. Kapasitas angkut kereta api dalam jumlah besar

Untuk kriteria pelayanan kapasitas yang dapat diangkut kereta api dengan jumlah yang banyak, sebanyak 22 responden menghubungkannya dengan bentuk kereta api EOL Maglev, kereta api Railbus dengan 0 responden, dan kereta api Komuter dengan 4 responden.

3. Tingkat keamanan terhadap keselamatan penumpang

Untuk kriteria pelayanan keamanan terhadap keselamatan penumpang kereta api, sebanyak 17 responden menghubungkannya dengan bentuk kereta api EOL Maglev, kereta api Railbus dengan 3 responden, dan kereta api Komuter dengan 5 responden.

4. Tingkat kenyamanan penumpang di dalam kereta api

Untuk kriteria pelayanan kapasitas yang dapat diangkut kereta api dengan jumlah yang banyak, sebanyak 22 responden menghubungkannya dengan bentuk kereta api EOL Maglev, kereta api Railbus dengan 0 responden, dan kereta api Komuter dengan 4 responden.


(11)

5. Tarif angkutan kereta api

Untuk kriteria pelayanan tarif angkutan kereta api, sebanyak 14 responden menghubungkannya dengan bentuk kereta api Railbus, kereta api EOL Maglev dengan 4 responden, dan kereta api Komuter dengan 7 responden.

6. Waktu pengoperasian yang terjadwal

Untuk kriteria pelayanan waktu pengoperasian yang sesuai jadwal, sebanyak 25 responden menghubungkannya dengan bentuk kereta api EOL Maglev, kereta api Railbus dengan 0 responden, dan kereta api Komuter dengan 0 responden.

7. Kecepatan jarak tempuh kereta api

Untuk kriteria pelayanan waktu pengoperasian yang sesuai jadwal, sebanyak 25 responden menghubungkannya dengan bentuk kereta api EOL Maglev, kereta api Railbus dengan 0 responden, dan kereta api Komuter dengan 0 responden.

Maka, dari hasil data survei kuesioner diperoleh bahwa dari ke-7 poin pernyataan tentang kriteria pelayanan kereta api, sebanyak 6 poin pernyataan yang dipilih oleh responden, sebagian besar responden menghubungkannya dengan bentuk kereta api EOL Maglev, sedangkan poin lainnya (tarif angkutan kereta api) sebagian besar responden menghubungkannya dengan bentuk kereta api Railbus. Kesimpulan dari hasil data survei diatas menyatakan bahwa bentuk kereta api EOL Maglev paling sesuai dengan kriteria pelayanan kereta api.


(12)

3.4. Morfologi Kereta Api Maglev

Berikut adalah morfologi dari kereta api Magnetik (Maglev) yang dijelaskan pada tabel 3.3. Tabel 3.2. Morfologi kereta api Maglev

Bagian Kereta Api Magnetik (Maglev)

Gambar

Gerbong Kereta

Terdiri dari 1 – 3 gerbong yang dapat mengangkut penumpang.

Rel

Rel pada kereta api magnetik, baik rel dan kereta mengerahkan medan magnet dan kereta diangkat oleh gaya tolak diantara medan magnet yang diproduksi oleh salah satu

electromagnet atau dengan susunan magnet permanen.

Propulsion/guide magnet Untuk memberikan gaya pada magnet di kereta dan membuat kereta

bergerak ke depan yang mengerahkan kekuatan motor linear di kereta secara efektif: sebuah arus bolak-nalik yang mengalir melalui kumparan

menghasilkan medan magnet yang terus bervariasi bergerak maju di sepanjang jalur.

Frekuensi arus bolak-balik

disinkronisasi dengan menyocokkan kecepatan kereta api.

Gerbong kereta Rel Current in track Train magnet Guide magnet


(13)

Berikut ini kesimpulan secara keseluruhan:

Sumber: Olah data sendiri

Gambar 3.3. Simbolisme metafora tidak langsung kereta api Maglev terhadap desain Stasiun

3.5. Variabel Penelitian

Berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan pada bab II Tinjauan Pustaka, maka diperoleh variabel penelitian ini adalah keselamatan, keamanan, kenyamanan, waktu perjalanan, dan biaya perjalanan. Adapun dasar pemilihan variabel ini adalah karena kelima variabel ini merupakan faktor yang mempengaruhi pelaku perjalanan dalam memilih moda transportasi yang dapat dijelaskan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi operasional kereta Faktor yang mempengaru hi pelayanan transportasi Hubungan tata guna lahan dengan sistem transportasi Faktor yang mempengaruhi pemilihan moda terhadap perilaku perjalanan

Hal yang berkaitan degan karakteristik pengguna angkutan

umum

Variabel

Kecepatan Aksesbilitas Faktor karakteristik perjalanan

Jenis kelamin keselamatan

Kecepatan waktu Bangkitan perjalanan Faktor karakteristik pelaku perjalanan

Usia Keamanan

Aksesbilitas Pemilihan moda transportasi

Faktor karakteristik kota dan zona

Tingkat pendapatan Waktu perjalanan

Kenyamanan Pemilihan rute Tujuan perjalanan Biaya


(14)

Stasiun Hubungan antara waktu, kapasitas, dan arus lalu lintas

- Waktu perjalanan - Jadwal perjalanan - Lokasi stasiun - Arah perjalanan Sumber: Interpretasi Peneliti, 2016

3.6. Teknik Penyajian

Teknik penyajian data menggunakan teknik gabungan antara informal dan formal. Teknik penyajian informal adalah penyajian hasil analisis dengan cara naratif. Sedangkan teknik penyajian formal adalah penyajian hasil analisis dalam bentuk foto, gambar, bagan, peta, dan tabel. Pemuatan penyajian formal bertujuan untuk memperkuat deskripsi atau narasi dari sajian informal atau sebaliknya. Dominasi dari penyajian hasil analisis data penelitian ini adalah melalui teknik informal.

3.7. Lokasi Penelitian

Berdasarkan data yang bersumber dari Masterplan Kota Mandiri Kwala Bekala yang dibuat oleh PT. Propenas Nusa Dua, disebutkan bahwa lokasi Kawasan Kota Mandiri Kwala Bekala berada di selatan Kota Medan, Kecamatan Medan Johor, Provinsi Sumatera Utara. Jarak yang ditempuh untuk mencapai kawasan ini adalah 11,9 km dari pusat Kota Medan.

3.8. Tahap Pengumpulan Data

Teknik pengambilan data berdasarkan studi literature yang dilakukan peneliti terhadap masyarakat dengan cara melakukan observasi langsung, penyebaran kuisioner untuk mendapatkan data primer, sedangkan untuk memperoleh data sekunder berasal dari pihak/instansi terkait dengan penelitian ini.

3.9. Teknik Analisis Data a. Analisis Tapak

Analisis yang digunakan untuk mengetahui letak, kelebihan dan kekurangan, serta keadaan eksisting lahan. Analisis ini meliputi tautan wilayah, lingkungan, topografi, aksesibilitas, vegetasi, kebisingan, view, iklim, drainase, dan iklim beserta lintasan matahari.

b. Analisis Fungsi

Analisis yang digunakan untuk merumuskan program ruang berdasarkan karakteristik aktivitas pengguna dan ruang. Analisis ini meliputi program ruang dan kebutuhan ruang.


(15)

c. Analisis Utilitas

Menganalisis kelengkapan fasilitas dan jaringan pemipaan dalam bangunan. d. Analisis Struktur

Menganalisis bagian-bagian yang membentuk bangunan dan struktur yang digunakan bangunan yang meliputi struktur pada pondasi, sloof, dinding, kolom, ring, rangka, dan atap. e. Analisis Bentuk

Menganalisis bentuk bangunan dengan memperhatikan kondisi sekitar site, mempertimbangkan view bangunan sehingga mempunyai keselarasan antara bangunan disekitar site. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan dalam membentuk bangunan adalah dengan menentukan konsep tertentu yang masih kontekstual.

3.10. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari analisis responden terhadap pengaruh mutu pelayanan terhadap jenis kereta api disimpulkan bahwa jenis Kereta Api Magnetik merupakan kereta api yang merepresentasikan kondisi perkeretaapian masa kini yang dilihat dari beberapa faktor yang telah dijelaskan pada bab II mengenai indiktaor dan pelayanan kereta api seperti faktor kecepatan, waktu, kenyamanan, dan keamanan.

Pada perancangan ini, tema yang akan diterapkan pada bangunan Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala adalah Simbolisme Metafora tidak Langsung, yaitu penerapan bentuk simbol yang dilakukan secara tidak langsung dari bentuk yang akan dimetaforakannya, melainkan dilakukan melalui tahap transformasi sehingga mengakibatkan adanya perbedaan tanggapan dari setiap pengamat terhadap bangunan tersebut.

Hubungan antara tema dan analisis data survei terhadap perancangan ini adalah untuk melihat perspektif masyarakat mengenai perkeretaapian. Kereta api sangat erat hubungannya dengan stasiun. Maka, metafora yang diambil adalah kereta api yang ditransformasi bentuknya menjadi bentuk dasar stasiun sehingga nantinya akan menjadi suatu khas bangunan yang identik dengan perkeretaapian.


(16)

3.11. Konsep Perancangan

Pada kasus perancangan ini, tema yang digunakan dalam mendesain Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala adalah simbolisme. Penerapan tema simbolisme terhadap Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala adalah stasiun kereta api sebagai “gerbang masuk” menuju Kawasan Kota Mandiri Kwala Bekala. Maka, tujuan diterapkannya tema simbolisme pada Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala adalah sebagai ikon atau ciri khas bentuk stasiun kereta api. Simbolisme pada stasiun kereta api diharapkan juga dapat menjadi ikon kawasan Kota Mandiri Kwala Bekala.

Bentuk bangunan diadaptasi dari bentukan kereta api yang menjadi ciri khas dari sebuah stasiun kereta api. Bentuk lain yang mempengaruhi bangunan stasiun kereta api adalah topografi lahan yang memanjang dan tanah mendatar. Sebagai pusat TOD, fungsi yang diterapkan di dalam Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala adalah menciptakan fungsi mixed-use, yaitu penggabungan fungsi-fungsi publik dengan komersil. Hal ini bertujuan karena daerah lokasi perancangan merupakan area komersil dengan jalur backbone TOD sebagai akses utama dari Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala menuju Terminal Tipe A atau sebaliknya.


(17)

BAB 4

ANALISA PERANCANGAN 4.1. Pengantar

Analisa merupakan bagian dari proses desain untuk mendapatkan gambaran mengenai hal-hal yang harus diperhatikan hingga dapat menghasilkan keluaran desain yang sebenarnya. Berikut ini merupakan penjabaran mengenai analisa-analisa yang berkenaan dengan kasus perancangan. 4.2. Peta Lokasi Perancangan

Berdasarkan data yang bersumber dari PT. Propenas, Kawasan Kota Mandiri Kwala Bekala berlokasi di selatan Kota Medan, Kecamatan Medan Johor, Provinsi Sumatera Utara.

Sumber: Data olahan pribadi Gambar 4.1. Peta lokasi perancangan


(18)

4.3. Analisa Fisik Tapak dan Lingkungan Perancangan Bangunan Analisa tapak dan lingkungan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.1. Analisa fisik tapak dan lingkungan

No. Jenis Analisa Keterangan Tanggapan

1. Lokasi tapak dan kota dalam region

Luas Lahan : 2,1 Ha

Lokasi : Jalan Bunga Turi, kelurahan Kwala Bekala, kecamatan Medan Johor, Sumatera Utara

Menurut RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota Medan tahun 2010 – 2030, lokasi

berada di

kecamatan Medan Johor dan termasuk dalam kawasan konservasi,

kegiatan bisnis, dan pendidikan.

2. Analisa lokasi site terhadap kawasan lingkungan

- Terdapat stasiun KA (C1) dan terminal bus (C2) sebagai titik TOD pada kawasan ini.

- Terdapat 7 point of interest (B1,B2,B3). Pada titik ini, pejalan kaki dapat menikmati

Posisi site berada pada titik backbone kawasan TOD.

Lokasi ini

merupakan gerbang dari dan menuju Kwala Bekala. Dari/ke Perumnas Simalingkar Dari/ke RSU Adam Malik/Jalan Jamin Dari/ke

Tuntungan Dari/ke USU

Kwala Bekala Dari/ke Johor/ Kota Medan


(19)

3. Analisa pencapaian menuju site (kendaraan)

KETERANGAN

: Arah menuju Site : Jalur menuju Site : Jalur Kereta api

Kondisi jalan eksisting sedikit diubah dengan penambahan tempat pemberhentian bus dan jalur sepeda. Akses penacapaian menuju lokasi site hanya dapat dilalui oleh moda angkutan kota (angkot) dan kendaraan pribadi serta merupakan jalur titik menuju terminal bus.

4. Analisa pencapaian (pejalan kaki)

Pencapaian pejalan kaki dari titik atau lokasi penting disekitar site diberikan ruang pelayanan yang memadai bagi pejalan kaki.

Jarak menuju site 2 = 40 M

3 = 40 M 4 = 185 M 5 = 300 M 6 = 500 M 7 = 600 M 8 = 800 M Dari Johor/Kota Medan

Dari Perumnas Simaling-kar Dari Jalan Jamin Ginting


(20)

5. Analisa Batas-batas site

A berbatasan dengan Convention Centre, Pusat Kreativitas Pemuda, dan jalur backbone TOD. B – berbatasan dengan ruko dan jalan.

C – berbatasan dengan jalan utama dan perumahan. D – berbatasan dengan jalan utama dan lahan kosong.

9 = 800 M

Perumahan= 125 M Ruko = 40 M

6. Analisa pemandangan dari dalam ke luar

Convention Center Pusat Kreativitas Pemuda

Perumahan Ruko

View kawasan terhadap sekitar site yang memiliki bermacam fungsi seperti fungsi ko-mersil, permuki-man, dan jasa diharapkan dapat meningkatkan nilai jual bagi fungsi-fungsi bangunan tersebut.

A

B

C


(21)

7. Analisa pemandangan dari luar ke dalam

Lokasi perancangan sebagai bagian dari backbone kawasan cukup strategis dari arah ke dalam site.

View terhadap bangunan peran-cangan diharapkan dapat dinikmati diberbagai arah, terutama bagian backbone kawasan TOD.

8. Analisa iklim dan matahari

Analisa Iklim

KETERANGAN

Backbone kawasan Matahari sore Danau Matahari pagi Angin

Temperatur rata-rata: Kelembaban: - Tertinggi : 23 ºC – 24,1 ºC 78 % – 82 % - Terendah : 30,6 ºC – 33,1 ºC

Angin:

- Jenis angin : - Angin darat (malam hari) - Angin laut (siang hari) - Arah angin : Timur laut ke barat laut

Perancangan bangunan berorien-tasi pada arah Utara dan Selatan.


(22)

- Kecepatan angin : 0,42 m/s Analisa Matahari

Pada waktu pagi, siang, hingga sore hari, seluruh kawasan terkena sinar matahari. Hal ini disebabkan ketinggian bangunan sekitar site antara dua hingga empat lantai. Maka, pembayangan bangunan sekitar site tidak terlalu memiliki pengaruh yang besar terhadap site perancangan.

4.4. Analisa Non Fisik/Fungsional

Analisa non fisik berkaitan dengan kegiatan dan kebutuhan ruang, yang nantinya akan menghasilkan luasan bangunan. Terdapat analisa-analisa yang dijelaskan sebagai berikut:

1) Jumlah Penumpang

Berikut ini merupakan pemaparan sejumlah proyeksi dari data pertumbuhan penduduk Kota Medan. Lihat Tabel berikut ini:

Tabel 4.2. Data pertumbuhan penduduk Medan Johor

No. Kecamatan Luas (Ha) Jumlah Penduduk (Jiwa)

2007 2018 2028

1. Medan Johor 1.458 114.143 140.450 169.592

Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan Tahun 2010-2030

Jumlah penduduk Kecamatan Medan Johor yang diproyeksikan pada tahun 2018 yaitu 140.450 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 36 jiwa/Ha pada tahun 2018. Jadi, Kenaikan jumlah penduduk dari tahun 2016 ke tahun 2021 adalah sebesar 24%.


(23)

Jumlah penumpang dan barang yang diangkut kereta api dari stasiun pusat kota Medan Tabel 4.3. Jumlah penumpang dan barang yang diangkut kereta api dari Stasiun Pusat Kota Medan

Tahun Penumpang (jiwa) Barang (ton)

2001 968.483 238,245

2002 832.705 570,647

2003 919.096 702,606

2004 796.901 230,485

2005 796.258 208,718

2006 1.901.331 752,755

2007 1.766.578 915,759

2008 872.788 854,735

2009 919.010 992,999

Sumber : PT. Kereta Api (persero)

Diketahui jumlah penumpang pada tahun 2009 diperoleh rata-rata penumpang setiap bulannya adalah 919.010:12 = 76584,167 = 76584 jiwa/bulan. Jumlah penumpang yang diangkut setiap harinya adalah 76584:30 = 2552,8 = 2553 jiwa/hari.

Kenaikan jumlah penumpang stasiun kereta api disesuaikan dengan kenaikan jumlah penduduk pada tahun 2021 yaitu sebesar 24%, maka pada tahun 2021 jumlah pengunjung stasiun kereta api Medan adalah sebesar 2553+(2553x24%) = 3165.72 → 3166 jiwa/hari.

Jumlah penumpang Domestik dan Internasional yang diangkut melalui Pelabuhan Udara Polonia/Kualanamu (kali), 2009-2013.


(24)

Tabel 4.4. Jumlah penumpang domestik dan internasional yang diangkut melalui bandara Polonia/Kualanamu

Tahun Penumpang Internasional Penumpang Domestik

2009 10.702 39.601

2010 12.353 46.085

2011 14.816 46.782

2012 15.426 50.524

2013 18.208 56.546

Sumber : http://sumut.bps.go.id/frontend/linkTabelStatis/view/id/115

Dari jumlah penumpang internasional dan domestik yang diangkut melalui Pelabuhan Udara Polonia/Kualanamu pada tahun 2013 yaitu 18.208 + 56.546 = 74.754 jiwa pada tahun 2013. Jadi, penumpang per bulannya 74.754 jiwa : 12 = 6229,5 jiwa → 6230 jiwa/bulan. Maka, diperoleh penumpang perharinya yang menggunakan Pelabuhan Udara Kualanamu 6230 jiwa : 30 = 207,6

→ 208 jiwa/hari.

Diproyeksikan jumlah penduduk pada tahun 2021 yang meningkat 24% jadi 208 jiwa/hari

+ (208 x 24%) = 257,92 → 258 jiwa/hari.

Jadi, jumlah penumpang Bandar Udara Kualanamu menjadi 258 jiwa/hari. Dari jumlah tersebut, diambil 30% yang akan menggunakan moda transportasi stasiun kereta api yang terletak di kota Medan. Hasilnya diperoleh 258 jiwa/hari x 30% = 77,4 → 77 jiwa/hari.

Maka, jumlah pengunjung Stasiun Kereta Api Medan adalah sebesar 3166 jiwa/hari + 77 jiwa/hari = 3243 jiwa/hari.


(25)

2) Sirkulasi dan proses keberangkatan penumpang

Bagan 4.1. Sirkulasi keberangkatan penumpang

3) Sirkulasi dan proses kedatangan penumpang


(26)

4) Sirkulasi dan proses kedatangan penjemput

Bagan 4.3. Sirkulasi kedatangan penjemput

5) Sirkulasi dan proses kedatangan pengelola stasiun

Bagan 4.4. Sirkulasi kedatangan pengelola stasiun

4.5. Analisa Kebutuhan Ruang Stasiun Kereta Api

Berikut ini merupakan analisis mengenai kebutuhan ruang pengguna dan aktivitasnya beserta berbagai fungsi yang berbeda-beda. Fungsi-fungsi tersebut terdiri dari:


(27)

Tabel 4.5. Kebutuhan ruang stasiun

Kelompok Ruang Pengguna Kegiatan Kebutuhan Ruang

Ruang Stasiun  Penumpang

 Karyawan

- Mengantar/menjemput - Membeli tiket

- Menunggu - Datang/pergi

- Naik/turun KA ke Toilet - Menanyakan informasi - Beribadah

- Loket penumpang - Ruang informasi - Hall

- Ruang peron - Musala

- Toilet pria/wanita

Ruang Pengelola  Pengelola - Bekerja - Istirahat

- Menyimpan arsip - Membuat laporan - Melakukan rapat - Memeriksa keuangan - Mendata jumlah penumpang KA - Memantau keamanan - Mengawasi peron - ke Toilet

- Ruang lobi pengelola - Ruang administrasi - Ruang rapat masinis - Ruang CCTV - Ruang PPKA

- Ruang pengawas peron - Ruang mekanik

- Ruang PUP - Ruang polsuska - Ruang istirahat - Ruang unit utilitas - Toilet pria/wanita Ruang Administrasi  Karyawan

 Pengunjung

- Menjual tiket KA - Membeli tiket KA - Memeriksa tiket KA

- Ruang loket

- Ruang administrasi - Ruang Check in/Check out

Ruang Mekanik & Elektrik

 Karyawan Perawatan peralatan teknis - Ruang AHU - Ruang water tank - Ruang SPT - Ruang genset - Ruang pompa - Ruang chiller


(28)

- Ruang mekanik - Ruang PABX

Tabel 4.6. Program ruang pengguna stasiun Kelompok Ruang Stasiun

No. Ruang Kapasitas Standard Luas Jlh. Ruang Total Luas

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. R. Loket R. Informasi R. Antrian Loket tiket Elektronik Hall R. Peron R. Boarding Toilet Pria Toilet Wanita 1 orang 4 orang 30 orang 1 orang Jumlah penumpang = 3234 orang Jumlah peron berdasarkan jumlah track = 2 peron

50 orang

- 2 kloset - 1 kloset disa- bilitas - 2 urinoir - 1 wastafel - 4 kloset - 1 kloset disa- bilitas

5 m²/loket 4 m²/org 4.5 m² / 6 org

5 m²/loket

30% jlh penumpang x

0,7 p = 50 m l = 3.5 m

min. 0,6 m²/ orang 1,4m²/kloset 0,6m²/wasta-fel 0,5m²/urinoir 5 m² 16 m² 22.5 m² 5 m² 679 m² 175 m² 30 m² 5,8 m² 7,6 m² 5 3 5 5 1 2 2 2 2 25 m² 48 m² 112.5 m² 25 m² 679 m² 350 m² 60 m² 34.8 m² 15.2 m²


(29)

- 1 wastafel

Luas 1349.5 m²

Sirkulasi 20% 269.9 m²

Total Luas 1619.4 m²

Tabel 4.7. Program ruang pengelola stasiun Kelompok Ruang Pengelola

No. Ruang Kapasitas Standard Luas Jlh. Ruang Total Luas

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. R. Adminis- trasi R. Rapat Masinis R. PPKA R. Mekanik R. PUP Lobby Pengelola Pantry R. Unit Utilitas R. CCTV R. Polsuska Foyer 5 orang 7 orang 10 orang 5 orang 8 orang 20 orang 5 orang 5 Orang 10 orang 5 orang 10 orang 4 m²/org 2.5 m²/org 14 m²/org 5 m²/org 6 m²/org 2 m²/org 4.4 m²/org 5 m²/org 14 m²/org 14 m²/org 2 m²/org 28 m² 14 m² 39 m² 45 m² 30 m² 99 m² 22 m² 49.8 m² 37 m² 21 m² 54 m² 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 28 m² 14 m² 39 m² 45 m² 30 m² 198 m² 22 m² 49.8 m² 37 m² 21 m² 54 m²

Luas 537.8 m²

Sirkulasi 20% 107.56 m²


(30)

Tabel 4.8. Program ruang pendukung stasiun Kelompok Ruang Pendukung

No. Ruang Kapasitas Standard Luas Jlh. Ruang Total Luas

1. 2. 3. 4. Retail ATM Centre Musala Apotek - - - 10 Pria - 10 Wanita

- - - - - 94 m² 33.6 m² 46.4 m² 80 m² 30 1 1 1 2820 m² 33.6 m² 46.4 m² 80 m²

Luas 2980 m²

Sirkulasi 20% 596 m²

Total Luas 3576 m²

Tabel 4.9. Program ruang servis stasiun Kelompok Ruang Servis

Ruang Kapasitas Standard Luas Jlh. Ruang Total Luas

- R. AHU - R. PABX - R. Mekanik - R. Water Tank - R. SPT

- R. Genset - R. Chiller - R. Pompa - Gudang - - - - - - - - - 50 m² 50 m² 50 m² 50 m² 50 m² 50 m² 50 m² 50 m² 21 m² 50 m² 12 m² 35.2 m² 158.4 m² 316.8 m² 70.4 m² 132 m² 176 m² 28 m² 1 1 1 1 1 1 1 1 1 50 m² 12 m² 35.2 m² 158.4 m² 316.8 m² 70.4 m² 132 m² 176 m² 28 m²

Luas 978.8 m²

Sirkulasi 20% 195.76 m²


(31)

Bentuk

Pemilihan bentuk dasar bangunan dipertimbangkan berdasarkan beberapa faktor:

Kesesuaian bentuk site

 Orientasi bangunan

 Konstruksi bangunan

 Efisiensi ruang

 Ekonomi bangunan

 Kesan atau tampilan yang ingin dicapai

Tabel 4.10. Bentuk dasar bangunan

No. Kriteria

1. Kesesuaian bentuk site Baik Baik Kurang baik

2. Orientasi bangunan Baik, Orientasi jelas Baik, Orientasi ke segala arah

Tidak jelas

3. Efisiensi Ruang Efisien Kurang efisien Tidak efisien

4. Efisiensi Struktur dan Konstruksi Bangunan

Lebih mudah Cukup sulit Mudah

5. Kesan yang ingin dicapai

Baik Baik Kurang baik

BENTUK KELUARAN PERANCANGAN:

Berdasarkan faktor-faktor dari tabel diatas, maka bentuk pola dasar bangunan didominasi oleh bentuk persegi.


(32)

4.6. Analisa Utilitas Bangunan

Tabel 4.11. Analisa utilitas bangunan

No. Analisa Uraian

1. Sistem pengudaraan

2. Sistem penyediaan air bersih

3. Sistem penampungan air hujan

PDAM Reservoir bawah Pompa Cooling

Tower

Chiller AHU

Ducting

PDAM Meteran Reservoir

Pompa Shaft

Air Hydrant Box

Sprinkler Toilet Wastafel

Water Treatment

Roof Drain

Reservoir Water Treatment

Pompa

Shaft Air Hydrant Box

Sprinkler Toilet Wastafel


(33)

4.

5.

6.

Sistem pengolahan limbah

Sistem Proteksi Kebakaran

Sistem Keamanan

Pompa Water

Treatment Floor Drain

Wastafel Shower Kitchen Sink

Bak Kontrol

Septic tank

Urinoir; Kloset

Riol Kota

Sumber Api

Smoke Detector

Preamp & Amplifier

Signal Conditioner

Alarm Bell Pengontrol Katup Sprinkler

Pengatur Telepon

Pemanggil Pemadam kebakaran

Kamera Mikropon

Digital Video Recorder

Personal Komputer Monitor

Storages Service


(34)

7.

8.

Sistem Komunikasi

Sistem Elektrikal

Pesawat Interkom Transmiter

Penghantar Central Switch

Pesawat Interkom

Receiver

PV Array

PV Array Circuit Combiner

PV Array Switch

Backup Batteray Charge Controller

Ground Fault Protectore

Sistem Backup Power, DC/AC inverter, dan Battery Charge

Controller

AC Fused Switch

Utility Switch

Main Service Panel

Utility

Critical Load sub

Panel Battery


(35)

4.7. Analisa Sirkulasi dan Penzoningan

Sirkulasi merupakan pencapaian yang dilakukan manusia dalam mencapai target atau tujuan yang diinginkan didalam bangunan. Bila ditinjau dari system bangunan, sirkulasi dapat dibedakan menjadi berikut.

Tabel 4.12. Analisa sirkulasi dan penzoningan

Sirkulasi Horizontal

Objek Gambar Keterangan

Grid terdapat dua pasang jalan yang terletak

sejajar saling berpotongan pada jarak yang sama dan menciptakan sebuah kawasan menjadi segiempat.

Spiral Berasal dari satu titik pusat yang

membentuk jalan tunggal menerus membuatnya mengelilingi titik pusat dengan jarak berubah.

Radial Pengembangan jalan dari atau berhentinya

sebuah pusat.

Linear Jalan lurus dapat menjadi unsur utama

terhadap ruang-ruang lainnya.

Jaringan Jalan-jalan yang menghubungkan titik


(36)

Sirkulasi Vertikal

Elevator - Pencapaian langsung ke tiap lantai - Waktu tempuh singkat

- Dapat menempuh lebih dari satu lantai

Eskalator - Pencapaian dilalui pada tiap lantai - Orientasi jelas

- Waktu yang ditempuh relatif singkat

Tangga - Memerlukan tenaga

- Pencapaian alternatif bila darurat - Waktu tempuh yang relatif lama


(37)

BAB 5

KONSEP PERANCANGAN 5.1. Konsep Penerapan pada Tema

Sumber: Data olahan pribadi Gambar 5.1. Dasar ide dan transformasi bentuk


(38)

5.2. Sirkulasi dalam Stasiun

Transportasi vertikal yaitu eskalator dan tangga

Transportasi vertikal yaitu eskalator dan tangga Ruang tunggu

penumpang KA

Ruang tunggu penumpang KA Peron naik-turun

penumpang KA

Ruang pengelola

stasiun Plaza sekaligus

sebagai akses keluar-masuk stasiun

Ruang publik; ruang lobby stasiun

Ruang publik; ruang lobby stasiun

Keterangan

Ruang Publik

Ruang Semi Publik

Ruang Komersil

Ruang Servis

Ruang Privat

Transportasi vertikal

(eskalator, tangga, lift)


(39)

5.3. Konsep Ruang Luar

5.3.1. Tata Letak Zona Ruang, Ruang Terbuka, dan Akses Masuk

Akses parkir utama ke basement

Akses parkir stasiun ke basement

Akses keluar parkir utama dari basement

Akses keluar parkir stasiun dari basement

Drop-off kendaraan bagi pengunjung stasiun

Akses keluar-masuk stasiun Akses

keluar-masuk stasiun

Akses menuju trotoar utama (backbone) ke Terminal Tipe A, pasar Induk Lau Cih, dan tempat-tempat komersil lainnya.


(40)

5.3.2. Sirkulasi Kendaraan

Keterangan:

Sirkulasi kendaraan akses ke/Lobby kedatangan/keberangkatan Sirkulasi kendaraan umum (bus) akses keberangkatan peron A

Jalur drop off mobil dan taksi akses kedatangan peron A Jalur pemberhentian bus akses keberangkatan peron B Jalur kereta api elevated akses kedatangan peron B

akses kedatangan/keberangkatan dari


(41)

BAB 6

PERANCANGAN ARSITEKTUR 6.1. Gambar Arsitektural

6.1.1. Suasana Eksterior

Stasiun Mass Transit Medan Kwala Bekala memiliki area untuk menurunkan penumpang (drop off) yang terdapat pada sisi timur stasiun. Pada area ini dapat melayani dua lajur kendaraan yang salah satunya diperuntukkan untuk akses keluar dan masuk menuju basement parkir.

Sumber: Olah data sendiri

Gambar 6.1. Area drop off stasiun

Stasiun ini memiliki empat akses masuk (entrance) yang terdapat pada sisi utara, timur, selatan, dan barat. Pada sisi utara dan selatan entrance, akses masuk persis berada di bawah jalur layang kereta api yang juga dapat berfungsi sebagai zona teduh bagi pejalan kaki atau pengunjung yang keluar-masuk stasiun. Seperti yang terlihat pada Gambar 6.2. dan Gambar 6.3.


(42)

Sumber: Olah data sendiri Gambar 6.2. Entrance utara stasiun

Sumber: Olah data sendiri


(43)

6.1.2. Suasana Interior

Stasiun ini memiliki beberapa zona yang salah satu fungsi utama zona ini adalah melayani kedatangan dan keberangkatan penumpang kereta api. Terdapat area untuk melakukan check in seperti pada Gambar 6.4. yang menyediakan 6 buah security turnstiles (gerbang yang dapat diakses oleh penumpang yang memiliki tiket kereta api). Terdapat pula area hall dan zona layanan informasi yang berkaitan tentang jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta api seperti yang terlihat pada Gambar 6.5.

Sumber: Olah data sendiri Gambar 6.4. Area Check in Stasiun

Sumber: Olah data sendiri Gambar 6.5. Hall stasiun


(44)

6.2. Foto Maket

Sumber: Olah data sendiri Gambar 6.6. Foto maket tampak barat

Sumber: Olah data sendiri Gambar 6.7. Foto maket tampak timur


(45)

Sumber: Olah data sendiri Gambar 6.8. Foto maket tampak selatan (kiri) dan utara (kanan)


(46)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Literatur

2.1.1. Kawasan Strategis Nasional Mebidangro

Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 mengenai Tata Ruang, Kawasan Strategis Nasional (KSN) adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena memiliki pengaruh yang sangat penting secara nasional terhadap ekonomi, sosial, budaya, lingkungan (termasuk wilayah yang ditetapkan warisan dunia), pertahanan dan keamanan negara, serta kedaulatan Negara.

Kawasan perkotaan yang hingga saat ini ditetapkan ke dalam Kawasan Strategis Nasional menurut Perpres RTR KSN Perkotaan meliputi RTR Jabodetabekpunjur (Perpres 54/2008), Sarbagita (Perpres 45/2011), Mamminasata (Perpres 55/2011), dan Mebidangro (Perpres 62/2011). Masing-masing Kawasan Strategis Nasional tersebut memiliki peranan dan karakteristik yang berbeda-beda.

Sumber: Kota Mandiri Bekala New Township

Gambar 2.1. Jaringan transportasi utama Mebidangro (kiri); jaringan perputaran ekonomi Mebidangro (kanan)

Salah satu pengembangan KSN adalah Mebidangro. Menurut PP No. 26 Tahun 2007 mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kawasan Perkotaan Mebidangro atau Medan-Binjai-Deli Serdang-Karo ditetapkan sebagai salah satu pengembangan ekonomi Kawasan Strategis Nasional di Pulau Sumatera. Pengembangan KSN Mebidangro juga bertujuan menjadikan perkotaan yang layak huni dengan fasilitas kota yang terjangkau, mendorong gairah


(47)

aktivitas sosial, ekonomi maupun kebudayaan, banyak ruang publik yang mudah dicapai dengan bersepeda atau jalan kaki dan transportasi umum yang layak dan memadai.

Adapun kebijakan dalam Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro yang meliputi: 1. Pengembangan dan pemantapan fungsi Kawasan Perkotaan Mebidangro sebagai pusat perekonomian nasional yang produktif, efisien, dan mampu bersaing di tingkat internasional terutama dalam kerja sama ekonomi subregional Segitiga Pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Thailand;

2. Peningkatan akses pelayanan pusat kegiatan perkotaan Mebidangro sebagai upaya dalam pembentukan struktur ruang kota dan penggerak utama pengembangan wilayah Sumbagut; 3. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana yang meliputi transportasi, energi, sumber daya air, telekomunikasi, serta prasarana perkotaan Kawasan Mebidangro yang merata dan terpadu dalam tingkat internasional, nasional, dan regional; 4. Peningkatan keterpaduan antarkegiatan budi daya serta keseimbangan antara perkotaan

dan pedesaan yang disesuaikan dengan daya dukung dan tamping lingkungan;

5. Peningkatan fungsi, kuantitas, dan kualitas Ruang Terbuka Hijau dan kawasan lindung di Kawasan Mebidangro.

Untuk mendukung kebijakan dalam Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro, maka diambil lima langkah strategis pengembangan Kawasan Metropolitan Mebidangro yang meliputi pengembangan koridor ekonomi internasional Belawan – Kualanamu, pembangunan pusat-pusat pelayanan kota baru, revitalisasi pusat kota lama Medan dan Kawasan Tembakau Deli, pembangunan Koridor Hijau Mebidangro, dan pengembangan Akses Strategis Mebidangro. 2.1.2. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota Medan

Penyebaran penduduk Kota Medan saat ini tidak merata dan hanya terkonsentrasi di kawasan pusat kota seperti di Kecamatan Medan Kota, Kecamatan Medan Perjuangan, Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Medan Area, dan Kecamatan Medan Tembung. Sejalan dengan kecenderungan perkembangan fisik kota, saat ini dimulai perkembangan permukiman ke arah Selatan Kota Medan dengan membatasi jumlah penduduk mengingat kawasan Selatan merupakan daerah konservasi. Penyebaran dan pemerataan penduduk ke berbagai kawasan juga bagian dari rencana Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang bertujuan untuk meningkatkan ekonomi daerah sekitar, terutama dalam pengembangan KSN Mebidangro.


(48)

Dalam konteks rencana struktur ruang Kota Medan perlu disusun rencana sistem pusat-pusat pelayanan yang terdiri dari Pusat Pelayanan Kota dan Subpusat-pusat Pelayanan Kota. Subpusat-pusat Pelayanan Kota harus terintegrasi dengan Pusat Pelayanan Kota. Sistem pusat pelayanan Kota Medan direncanakan terdiri atas 2 (dua) Pusat pelayanan kota, yaitu satu Pusat pelayanan kota di Utara dan 1 (satu) Pusat pelayanan kota di Pusat Kota dan didukung oleh 8 (delapan) Subpusat pelayanan kota. Adanya dua pusat ini dimaksudkan untuk lebih mendorong perkembangan kota ke arah utara agar perkembangan antara kota di bagian utara dan selatan dapat lebih merata serta mengurangi ketergantungan yang sangat tinggi terhadap inti Pusat Kota Medan.


(49)

Sumber: RTRW Kota Medan tahun 2010-2030


(50)

Pengembangan Subpusat Pelayanan Kota berfungsi sebagai penyangga dua Pusat Pelayanan Kota dan meratakan pelayanan pada skala subpusat pelayanan kota. Penyebaran Subpusat Pelayanan Kota juga bertujuan untuk mendukung pemerataan perkembangan kegiatan pembangunan antar subpusat wilayah kota.

Salah satu lokasi Subpusat Pelayanan Kota Medan yang akan dikembangkan menjadi Kawasan Perkotaan Mebidangro adalah Subpusat Pelayanan Kota Medan Selayang yang berlokasi di selatan Kota Medan. Subpusat ini memiliki fungsi sebagai pusat kegiatan perdagangan/bisnis dan pusat pendidikan, ditetapkan di Kecamatan Medan Selayang tepatnya di sekitar simpang Pemda, meliputi Kecamatan Medan Tuntungan, Kecamatan Medan Baru (kecuali Kelurahan Darat dan Petisah Hulu), Kecamatan Medan Selayang, dan Kecamatan Medan Johor.

Untuk mendukung pengembangan Kawasan Perkotaan Mebidangro diperlukan distribusi penduduk untuk melakukan penyebaran dan pemerataan wilayah agar tidak hanya berpusat di inti Kota Medan. Salah satu daerah yang menjadi bagian distribusi penduduk adalah Kecamatan Medan Johor. Kecamatan Medan Johor merupakan kecamatan yang berada relatif dekat dengan pusat kota dan menjadi salah satu daerah yang cukup berkembang dengan ditandai banyaknya kompleks perumahan. Perkiraan pertumbuhan penduduk di kecamatan ini relatif akan mengalami peningkatan yang cukup besar, yaitu akan mencapai jumlah sebesar 169.592 jiwa pada tahun 2030 dengan kepadatan sekitar 116 jiwa/Ha. Namun, hal tersebut perlu dibatasi mengingat Kecamatan Medan Johor yang berlokasi di Selatan Kota Medan merupakan kawasan konservasi .

2.1.3. Transit-Oriented Development (TOD)

Transit-Oriented Development adalah pendekatan perencanaan yang terkait dengan area berkepadatan tinggi, dengan pola ruang yang berangkai di sekitar stasiun dan koridor (Preiss & Shapiro, 2002).

Menurut TOD Standard, Transit-Oriented Development adalah pola pembangunan yang memaksimalkan manfaat dari sistem angkutan umum juga secara tegas mengembalikan focus pembangunan kepada penggunanya, yaitu manusia.

Sedangkan, Definisi lain dari Transit-Oriented Development menurut Peter Calthrope : “Transit-Oriented Development is regional planning, city revitalization, suburban renewal, and walkable neighborhoods combined. It is a cross-cutting approach to development that can do more than help diversify our transportation systems: it can offer a new range of development patterns for households, businesses, towns, and cities.”


(51)

Struktur Transit-Oriented Development dan disekitar kawasan terbagi ke beberapa wilayah sebagai berikut:

1. Pengguna publik (public uses)

Area ini ditujukan untuk memberi pelayanan bagi area kerja dan permukiman di dalam Transit-Oriented Development (TOD) serta disekitar kawasan. Area publik berlokasi dekat dengan titik transit dengan jangkauan 5 menit berjalan kaki.

2. Area pusat komersil (core commercial area)

Area ini bertujuan sebagai area bisnis dan perdagangan kawasan TOD. Area ini memiliki fasilitas berupa perkantoran, pasar swalayan, restoran, retail, area servis, dan sarana hiburan. Jarak jangkauan menuju area ini mencapai 5 menit dengan berjalan kaki. Lokasi area komersil disesuaikan dengan kondisi pasar, keterdekatan titik transit, dan pengembangan.

3. Area permukiman (residential area)

Area ini bertujuan sebagai kawasan tempat tinggal bagi permukim bekerja di kawasan TOD. Lokasi area ini berada pada jarak perjalanan pejalan kaki dari area pusat komersil dan titik transit. Kepadatan area permukiman harus disesuaikan dengan tipe permukiman, meliputi single-family housing, townhouse, condominium, dan apartement.

4. Area sekunder (secondary area)

Lokasi area ini berada diseberang kawasan dengan jalan arteri sebagai pemisahnya. Jaraknya lebih dari 1 mil dari area pusat komersil. Jaringan area sekunder harus menyediakan beberapa akses langsung dan jalur sepeda menuju titik transit dan area komersil dengan kemungkinan minimal terbelah oleh jalan arteri.

5. Fungsi-fungsi lain

Fungsi-fungsi yang luas cakupannya bergantung pada kendaraan bermotor, truk, atau intensitas perkantoran yang sangat rendah dan berada di luar kawasan TOD serta area sekunder.


(52)

Tabel 2.1. Karakter setiap area di kawasan Transit-Oriented Development

No. Gambar Area Lokasi Karakter Fasilitas

1. Public uses Pusat

TOD

- Fungsi pendukung lingkungan

- Titik utama dengan visibilitas yang tinggi - Berdekatan dengan taman dan plaza

- Disesuaikan dengan jenis ukuran dan kriteria TOD

- Taman kota - Plaza

- Fasilitas umum

2. Core

commercial

Dekat dengan fungsi transit

- Dekat dengan zona

transit dan

pengembangan

- Didukung dengan ruang terbuka hijau

- Disesuaikan dengan ukuran lokasi kriteria pasar

- Perkantoran Fasilitas komersil: - Retail

- Pasar swalayan - Restoran - Hiburan

3. Residential Di luar

core com-mercial; jangkauan 10 menit berjalan kaki

Terbagi menjadi beberapa macam, meliputi:

- Tipe hunian

- Harga, dan tingkat kepadatan

Tipe hunian: - Single-family housing

- Townhouse - Condominium Apartment

4. Secondary Di luar

kawasan TOD

- Berseberangan dengan jalan aretri

- Jarak jangkauan mencapai 20 menit

- Sekolah umum - Single family housing


(53)

- Kepadatan lebih rendah sehingga banyak akses menuju zona transit

5. Tidak ada Fungsi lain Di luar kawasan TOD

Dekat dengan zona transit sebagai pendukung fungsi transit

- Industrial uses -Travel comer-cial complexes

Sumber: Calthorpe, 1993

Penerapan konsep Transit-Oriented Development memiliki tipologi yang berbeda-beda dan disesuaikan terhadap konteks penerapan ke lokasi serta jenis pengembangannya. Konteks penerapan lokasi TOD dapat dikembangkan ke daerah metropolitan maupun ke daerah yang belum berkembang dan daerah yang sedang mengalami urbanisasi selama lokasi yang dijadikan TOD memiliki potensi untuk dikembangkan kembali, yaitu redevelopment, reuse, dan renewal). Dalam pengembangannya, TOD dibagi menjadi 2 tipe, meliputi:

1. Neighborhood TOD

Metode pengembangan yang dilakukan pada jalur bus feeder dengan jarak jangkauan 10 menit berjalan kaki (tidak lebih dari 3 mil) dari titik transit. Lokasi pengembangannya harus berada di lingkungan hunian dengan kepadatan menengah, fasilitas umum, retail, dan rekreasi. Sarana hunian dan komersil harus disesuaikan dengan konteks lingkungan dan tingkat pelayanan transit. Konsep ini juga membantu dalam pengembangan terhadap masyarakat menengah ke bawah dan dimungkinkan terjadinya percampuran variasi hunian. Konsep ini dirancang dengan fasilitas publik dan RTH serta memberikan kemudahan akses terhadap pengguna moda pergerakan.

2. Urban TOD

Metode pengembangan yang dilakukan pada jalur sirkulasi utama kota seperti halte bus antar kota dan stasiun kereta api, termasuk kereta api dengan tipe light rail maupun heavy rail. Lokasi pengembangannya berada di kawasan yang memiliki intensitas tinggi, blok perkantoran, dan hunian dengan kepadatan menengah tinggi. Pada dasarnya, setiap TOD perkotaan memiliki masing-masing karakter yang disesuaikan dengan lingkungannya. Metode pengembangan ini sangat baik untuk kawasan perkantoran, hunian, dan komersil


(54)

yang memiliki kepadatan yang tinggi karena memungkinkan akses langsung ke titik transit tanpa harus melakukan pergantian moda transportasi lain. Urban TOD dan TOD lainnya harus memiliki radius mencapai ½ − 1 mil untuk memenuhi persyaratan area transit.

Sumber: The Next American Metropolis Gambar 2.3. Konsep Transit-Oriented Development

Tabel 2.2. Neighborhood TOD dan Urban TOD

No. Fungsi Neighborhood TOD Urban TOD

1. Publik 10% − 15% 5% − 15%

2. Pusat/perkantoran 10% − 40% 30% − 70%

3. Permukiman 50% − 80% 20% − 60%

Menurut Calthorpe dalam Wijaya (2009) menyebutkan tentang 3 macam tipe pengembangan Transit-Oriented Development (TOD) yang terdiri dari:

1. Redevelopment Site

Peremajaan yang dilakukan dengan menambahkan fungsi-fungsi baru dan penataan lingkungan yang melengkapi fasilitas transit tersebut.

2. Infill Site

Pengembangan dari daerah-daerah yang kosong atau terbengkalai, umumnya berada pada daerah perbatasan pengembangan lain.


(55)

3. New Growth Area

Pembukaan kawasan baru yang luas dan umunya berlokasi di daerah perbatasan pinggir kota (periphery).

Menurut Calthrope dalam Taolin (2008) menyebutkan tentang karakteristik fisik TOD yang terbagi menjadi:

1. Kriteria Umum

Setiap bangunan harus terhubung langsung ke jalan dengan akses masuk (entrance), balkon, serambi, dan fitur arsitektural lainnya yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang ramah bagi pejalan kaki. Kepadatan, orientasi, dan bangunan harus mendukung kawasan komersil yang aktif bagi pengguna transit serta memperkuat kawasan publik.

2. Kawasan Komersil

Pengembangan tata guna lahan di kawasan TOD menggunakan prinsip mixed-use, yaitu penggabungan fungsi komersil (retail ) dan perkantoran yang menjamin kawasan tersebut selalu hidup setiap hari tanpa terikat oleh jam sibuk. Hal yang harus mendukung kawasan tersebut selalu hidup adalah dengan membuat kegiatan yang bersifat atraktif, aman, dan mudah dijangkau dengan berjalan kaki. Untuk menggabungkan kedua fungsi tersebut (komersil dan perkantoran) terbagi menjadi:

a. Vertikal mixed-use

Dalam satu bangunan, Fungsi komersil (retail) di lantai dasar dan fungsi perkantoran atau hunian di atas lantai dasar.

b. Horizontal mixed-use


(56)

Sumber: Calthorpe, 1993

Gambar 2.4. Jalur pejalan kaki (sidewalk)

Fungsi kawasan komersil adalah untuk mendukung kebutuhan pengguna kawasan dalam melakukan perjalanan dari satu lokasi menuju lokasi lainnya. Fungsi retail pada kawasan komersil dapat digabungkan dengan fungsi hunian dan perkantoran dengan syarat

intensitas retail tersebut tidak berkurang.

Dalam menggabungkan kedua fungsi tersebut, hal yang harus diperhatikan adalah menciptakan batasan antara fungsi khusus (private) untuk kawasan hunian dengan membuat akses masuk yang berbeda atau terpisah. Untuk menambahkan fungsi tersebut, penempatan yang paling tepat adalah dengan menempatkannya secara vertikal sehingga mempengaruhi ketinggian bangunan dan menciptakan kemenarikan visual serta karakter urban yang kuat.

Sumber: ntl.bts.gov


(57)

Penampilan fisik bangunan (fasad) harus memiliki variasi dan terhubung untuk menciptakan ketertarikan visual bagi pejalan kaki yang melintasinya. Bila hal tersebut tidak tercapai, maka pengalaman ruang saat melintasinya dengan berjalan kaki akan terasa membosankan dan terasa jauh untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. 3. Kawasan Permukiman

Perancangan kawasan permukiman bertujuan sebagai sarana pendukung bagi pengguna transit. Penempatan kawasan permukiman sebaiknya dilakukan pada kawasan yang berdekatan dengan kawasan komersil dan transit. Permukiman memiliki berbagai macam tipe yang terdiri dari single family, townhouse, dan apartemen.

Gambar 2.6. Single-family house (kiri); townhouse (tengah); apartment (kanan)

Sumber: municode.com//library/la/st._bernard_parish_council/codes/ Gambar 2.7. Zona antara jalur pejalan kaki dengan permukiman

4. Jalur Pejalan Kaki/Trotoar

Jalur pejalan kaki atau trotoar merupakan bagian terpenting dalam konsep TOD dan menjadi penentu dalam menilai kualitas ruang publik tersebut. Salah satu caranya adalah dengan menciptakan kawasan pejalan kaki yang bersahabat (friendly), yaitu menciptakan


(58)

suasana ruang publik yang aktif dengan menjaga keseimbangan terhadap ruang parkir, jalur sepeda, sirkulasi kendaraan.

Sumber: http://fhwa.dot.gov Gambar 2.8. Ukuran dan zona ruang jalan yand disarankan pada kawasan TOD

Ukuran lebar jalan dan jumlah lajur kendaraan harus dikurangi tanpa mengorbankan parkir paralel dan sirkulasi jalur sepeda. Jalur kendaraan yang didesain harus dapat dilalui dengan kecepatan maksimal 24 km/jam. Ukuran lebar jalan yang sempit berdampak mengurangi lebar jalan dan jumlah lajur memberikan ruang yang lebih besar untuk penataan kawasan lansekapnya. Sidewalk atau jalur pejalan kaki terbagi menjadi beberapa zona yang terdiri dari:

a. Zona tepi

Berbatasan langsung dengan jalur kendaraan (ukuran minimal 1,2 meter pada kawasan TOD dan sebagai ruang tunggu).

b. Zona furnishing

Mendukung peletakan street furniture, meliputi vegetasi atau pepohonan dan fasilitas transit.

c. Zona melintas

Jalur yang dapat dilewati tanpa adanya penghambat atau gangguan. d. Zona frontage

Ruang bersih antara tampilan bangunan (façade) dengan zona melintas, yaitu ruang pejalan kaki (sidewalk) melakukan aktivitas window shopping dan sebagai akses keluar masuk dari dan menuju ke dalam bangunan.


(59)

Sumber: https://ite.org Gambar 2.9. Zona ruang pada sidewalk

Dalam menentukan ukuran jalur pejalan kaki (sidewalk), lebar yang ideal adalah minimal 3 meter. Bila diletakan pada kawasan komersil, lebar minimalnya 4 meter. Tidak ada batasan maksimal dalam menentukan lebar jalur pejalan kaki. Namun, bila lebar jalur pejalan kaki terlalu lebar mengakibatkan ketidaknyaman karena memiliki kesan kosong dan tidak memiliki daya tarik.

Sumber: http://walkboston.org/policy-positions/sidewalks Gambar 2.10. Ukuran lebar sidewalk pada kawasan komersil


(60)

Ukuran lebar ideal untuk zona jalur pejalan kaki yang dapat dilalui oleh dua orang pejalan kaki sekaligus minimalnya adalah 1,5 meter. Ukuran lebar jalur pejalan kaki pada kawasan komersil yang dapat mengakomodasi aktivitas pejalan kaki yang lebih banyak dan sarana untuk beristirahat atau menunggu (tempat duduk) yang disarankan adalah 1,8 – 2,5 meter. Fasilitas tambahan di dalam jalur pejalan kaki adalah dekorasi pejalan kaki atau disebut juga street furniture. Adanya elemen ini sangat penting dalam menunjang sisi keindahan dan kenyamanan bagi pejalan kaki. Contoh street furniture meliputi lampu jalan, tempat sampah, dan vegetasi (pepohonan).

Sumber: Calthorpe, 1993

Gambar 2.11. Jarak antar pepohonan pada sidewalk

Posisi pepohonan pada jalur pejalan kaki diletakan disepanjang antar pepohonan dengan jarak tidak melebihi 9 meter. Pemilihan pohon harus diperhatikan dan diseleksi agar tidak terjadi kerusakan pada jalur pejalan kaki. Pemilihan pohon juga harus memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki yang melintas agar tidak terpapar langsung oleh sinar matahari dan mengurangi suhu panas yang dihasilkan oleh permukaan aspal jalur kendaraan dan menciptakan iklim mikro yang lebih sejuk serta memberikan kesan keindahan visual pada zona pejalan kaki.

5. Kawasan Parkir

Parkir di jalan atau on street sangat direkomendasikan dalam mendesain kawasan parkir kendaraan. Hal ini bertujuan untuk mencegah parkir kendaraan yang memusat ke lahan parkir dan harus mengedepankan jalan. Parkir on street juga berfungsi dalam mengurangi kecepatan kendaraan (terutama mobil) yang melintas karena hal ini dipengaruhi oleh ruang


(61)

jalan yang relatif sempit bila dilihat secara visual dan juga berperan sebagai buffer antara jalur pejalan kaki dengan lajur kendaraan (mobil).

Pada umumnya, penerapan parkir di pinggir jalan membentuk paralel. Namun, parkir dengan bentuk bersudut lebih direkomendasikan pada kawasan-kawasan komersil. Lebar parkir kendaraan memiliki ukuran antara 2,1 – 2,4 meter. Sistem selain parkir on-street disarankan untuk tidak bersebelahan langsung dengan ruang jalan dan bila ingin menempatkan lahan parkir sebaiknya dilakukan di belakang bangunan. Keuntungan parkir paralel adalah dapat “menghidupkan” suasana atau aktivitas terhadap ruang jalan yang mendukung fungsi-fungsi komersil.

Penerapan TOD pada kawasan perkotaan adalah bertujuan untuk memperbaiki lingkungan, komunitas, dan kemacetan. Namun, menurut Dunphy (2004) menyebutkan bahwa masih ada beberapa pihak yang meragukan tentang manfaat dan penerapan konsep TOD dalam menyelesaikan permasalahan kemacetan. Hal ini disebabkan pelaksanaan TOD yang masih belum dapat diterapkan secara menyeluruh dalam lingkup regional. Maka, bila ditinjau tujuan dari pembuatan konsep TOD adalah upaya jangka panjang yang bersifat menyeluruh pada lingkup regional dan dibuktikan oleh berbagai studi mengenai manfaat dari TOD terhadap kawasan perkotaan. Manfaat TOD meliputi:

1. Menurunkan jumlah penggunaan kendaraan pribadi (terutama mobil) dan mengurangi pengeluaran keluarga untuk akses.

2. Meningkatkan jumlah pengguna pejalan kaki dan transit.

3. Menghidupkan kembali kawasan pusat perkotaan dan meningkatkan intensitas serta densitas pembangunan disekitar kawasan transit.

4. Menurunkan pengeluaran biaya konsorsium penyedia sistem transit dan pengembang untuk biaya akses.

5. Meningkatkan penjualan property di sekitar kawasan transit.

6. Meningkatkan kesempatan ke berbagai aktivitas atau kegiatan dan fungsi disekitar kawasan transit.


(62)

2.1.4. Masterplan Kwala Bekala

Sumber: Data Pribadi Gambar 2.12. Masterplan Kwala Bekala

Masterplan Kawasan Kwala Bekala merupakan bagian dalam pengembangan perancangan dari PT. Propenas untuk mata kuliah Perancangan Arsitektur VI. Masterplan tersebut menjelaskan tentang titik-titik kawasan utama yang terhubung dengan jalur pejalan kaki utama atau dikenal dengan istilah backbone kawasan. Titik-titik kawasan utama tersebut meliputi stasiun kereta api, Pasar Induk Lau Cih, dan Terminal Tipe A.


(63)

Sumber: Data Pribadi Gambar 2.13. Penerapan konsep TOD pada kawasan Kwala Bekala

Untuk mendukung aktivitas pada kawasan tersebut, maka dirancanglah bangunan-bangunan dengan fungsi perdagangan/bisnis dan pusat komersil yang bersumber dari peraturan RTRW Kota Medan tahun 2010-2030. Bangunan-bangunan tersebut meliputi Pusat Kreativitas Remaja, Convention Hall, Hotel Bisnis dan Pusat Kuliner, Kantor dan Eco-Park, Hotel dan Pusat Perbelanjaan, dan Rumah Susun.

2.1.5. Pelayanan Transportasi

Menurut Zeithaml (1998) kualitas suatu pelayanan yang dirasakan diartikan sebagai penilaian pelanggan terhadap keseluruhan pelayanan terbaik yang mereka dapatkan. Pelanggan dalam pengertian transportasi umum adalah penumpang atau pengguna jasa transportasi umum.

Menurut Stephenson (1987) dalam bukunya yang berjudul “Transportation USA” menyatakan bahwa hal-hal yang mempengaruhi tingkat pelayanan penumpang meliputi:

1. Kecepatan

Dalam melakukan setiap perjalanan, orang pasti akan memilih transportasi yang lebih cepat.

2. Ketepatan waktu


(64)

3. Keamanan

Salah satu hal terpenting dalam semua moda transportasi karena menyangkut keselamatan manusia. Bila transportasi tersebut memiliki jaminan keselamatan yang tinggi, maka akan sangat berpengaruh terhadap pengguna jasa transportasi tersebut.

4. Aksesibilitas

Meliputi jangkauan jalan yang luas dan memiliki akses yang mudah untuk melanjutkan perjalanan dari dan ke terminal.

5. Kenyamanan

Berhubungan dengan segala fasilitas penunjang yang membuat penumpang dapat menikmati setiap perjalanannya.

6. Terminal dan/atau stasiun

Terminal dan/atau stasiun yang disesuaikan dengan standard operasional akan memberikan kemudahan bagi para penumpang pada saat berangkat dan tiba dari tempat tujuan.

Menurut Survey Research Institue dan A World Bank Study menyatakan bahwa indikator dan ukuran pelayanan transportasi umum dibedakan atas efektivitas dan efisiensi seperti Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Indikator dan parameter pelayanan transportasi umum

No. Indikator Parameter

1. 2. 3.

4.

EFEKTIVITAS Kemudahan

Kapasitas Kualitas

EFISIENSI Utilitas

Panjang jaringan jalan yang dilalui oleh angkutan kota/luas area yang dilayani Jumlah angkutan kota/panjang jalan yang dilalui angkutan kota.

Frekuensi (f), Headway (Hd), dan Waktu tunggu (menit)

 Kecepatan operasi (km/jam) dan waktu tempuh

 Jumlah kendaraan dan rit (perjalanan bolak-balik per satu trayek)


(65)

5.

6. 7.

Load Factor

Produktivitas

Jam operasional/waktu pelayanan

Rasio jumlah penumpang dengan kapasitas tempat duduk per satuan waktu tertentu.

Total produksi kendaraan (seat-km/penduduk).

Sumber: Survey Research Institue dan A World Bank Study

Pelayanan transprtasi umum yang wajib dimiliki untuk memenuhi tuntutan konsumen, yaitu aman, terpercaya, nyaman, murah, cepat, menyenangkan, mudah diperoleh, dan frekuensi yang tinggi (Suwardjoko Warpani, 2002).

2.1.6. Pemilihan Moda

Pemilihan moda transportasi didefinisikan sebagai pembagian dari perjalanan yang dilakukan oleh pelaku perjalanan ke dalam moda transportasi yang tersedia dengan berbagai faktor yang mempengaruhi. Model pemilihan moda merupakan model yang menggambarkan perilaku perjalanan dalam memilih moda transportasi yang digunakan dan terkait dengan penyediaan sarana moda angkutan dan prasaran jalan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda terhadap perilaku perjalan (Warpani, 2002), yaitu:

1. Faktor karakteristik perjalanan, meliputi variabel:

a. Tujuan perjalanan, seperti pergi bekerja, sekolah, belanja, dan sebagainya.

b. Waktu perjalanan, seperti pagi hari, siang hari, sore hari, malam hari, hari libur, dan sebagainya.

c. Panjang perjalanan, yaitu jarak fisik antara lokasi asal dengan lokasi yang dicapai, meliputi panjang rute/ruas, waktu perbandingan bila menggunakan transportasi lainnya.


(66)

2. Faktor karakteristik pelaku perjalanan, meliputi variabel:

a. Pendapatan, upaya daya beli pelaku perjalanan untuk membiayai perjalanannya, baik angkutan pribadi maupun angkutan umum.

b. Kepemilikan kendaraan, ketersediaan kendaraan pribadi sebagai sarana melakukan perjalanan.

c. Kepadatan permukiman, meliputi kondisi geografis dan demografi wilayah.

d. Kondisi sosial ekonomi, meliputi struktur dan ukuran keluarga (pasangan muda, memiliki anak, pensiunan atau lajang), usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, lokasi pekerjaan.

3. Faktor karakteristik sistem transportasi, meliputi variabel:

a. Waktu perjalanan relatif, dimulai dari lamanya waktu menunggu kendaraan, berjalan, dan waktu diatas kendaraan.

b. Biaya perjalanan realtif, yaitu seluruh biaya yang muncul dari melakukan perjalanan dari dan menuju tujuan untuk ke semua moda transportasi yang berkompetisi, seperti tarif tiket, bahan bakar, dan lain-lain.

c. Tingkat pelayanan relatif, yaitu variabel yang cukup bervariasi dan sulit untuk dikuantitatifkan, seperti kenyamanan, kesenangan, kemudahan berpindah moda transportasi.

4. Faktor karakteristik kota dan zona, meliputi variabel: a. Jarak kediaman dengan tempat aktivitas;

b. Kepadatan penduduk. 2.1.7. Perkeretaapian

Menurut Pintoko dan Benneri (1999) menyatakan bahwa kereta api dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengatisipasi pergerakan penduduk maupun barang yang disebabkan moda kereta api yang memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut:

1. Angkutan kereta api merupakan saran angkutan yang dapat mengangkut dalam jumlah yang besar.

2. Kereta api dapat bergerak tanpa bebas hambatan dan lebih cepat di dalam arus lalu lintas yang padat karena kereta api memiliki jalur transportasi khusus.

3. Waktu keberangkatan, kedatangan, dan lama perjalanan relative lebih terjadwal dibandingkan dengan moda transportasi lainnya.


(67)

4. Kereta api sebagai transportasi dengan polusi terendah.

5. Kebutuhan lahan bagi prasarana transportasi kereta api relatif lebih sedikit bila dibandingkan dengan kebutuhan lahan bagi transportasi angkutan jalan raya.

Moda transportasi kereta api memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan moda transportasi lainnya seperti bus, pesawat terbang, dan kapal laut terhadap kapasitas (volume angkut), konsumsi BBM/KM, dan konsumsi energi BBM/orang seperti pada tabel 2.4.

Tabel 2.4. Perbandingan antar moda angkutan

No. Moda

Transportasi

Volume Angkut (orang)

Konsumsi Energi BBM/Km (Liter)

Konsumsi Energi BBM/orang (liter)

1. Kereta Api 1500 3 0,002

2. Bus 40 0,5 0,0125

3. Pesawat Terbang 500 40 0,08

4. Kapal Laut 1500 10 0,006

Sumber: PT. KAI (Persero)

2.1.8. Teknik Stated Preference (Teknik Pilihan Pernyataan)

Menurut Ortuzar dan Willumsen (2007) menyatakan bahwa Teknik Stated Preference merupakan suatu pendekatan terhadap responden dalam memilih alternative terbaiknya dengan membuat suatu alternatif situasi.

Karakteristik utama dari Teknik Stated Preference terdiri dari:

1. Didasarkan pada pernyataan responden mengenai bagaimana respon mereka terhadap alternatif yang ditawarkan.

2. Setiap pilihan dinyatakan sebagai “paket atribut” yang berbeda, seperti waktu perjalanan, biaya perjalanan, headway, tingkat pelayanan, dan lain-lain.

3. Peneliti membuat alternatif sedemikian rupa sehingga pendapat setiap orang pada setiap atribut dapat diperkirakan. Hal ini dapat diperoleh dengan memakai desain eksperimen.

4. Alat wawancara berupa kuesioner harus memberikan alternatif yang dapat dimengerti oleh responden, tersusun rapi, dan rasional.


(68)

5. Responden menyatakan pendapatnya terhadap alternatif pilihan dengan cara menilai (rating), ranking, atau pilihan pendapat terbaiknya dari sepasang atau sekelompok pernyataan dalam kuesioner.

6. Respon berupa jawaban yang diberikan oleh masing-masing orang untuk dianalisis dalam mendapatkan ukuran secara kuantitatif dengan cara transformasi terhadap hal-hal yang penting (relative) pada setiap atribut.

2.2. Terminologi Judul

Judul dari proyek adalah “Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala” yang merupakan sebuah tempat pemberhentian kereta api di kawasan Kwala Bekala, Medan Johor, Medan. Dalam judul “Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala” mengandung pengertian utama yaitu :

Stasiun

Stasiun /sta·si·un/ n tempat menunggu bagi calon penumpang kereta api dan sebagainya; tempat perhentian kereta api dan sebagainya (kbbi.web.id/stasiun). Definisi stasiun secara umum memiliki dua pengertian yaitu :

 Stasiun merupakan tempat kereta api berangkat dan berhenti unuk melayani naik dan turunnya penumpang dan/atau bongkar muat barang dan/atau untuk keperluan operasi kereta api yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan, keamanan, dan kegiatan penunjang stasiun serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi (Berdasarkan UU. No. 13 tahun 1992 tentang perkeretaapian).

 Stasiun adalah tempat berkumpulnya penumpang dan barang yang menggunakan moda angkutan kereta api. Selain itu stasiun juga berfungsi sebagai tempat pengendali dan pengatur lalu lintas kereta api, serta sebagai depo kereta api. Stasiun yang besar sering pula menjadi tempat perawatan kereta api dan lokomotif. Stasiun adalah terminal akhir dan awal perjalanan kereta api namun bukan merupakan tujuan atau awal perjalan sebenarnya (Warpani,1990).

Medan

Medan merupakan ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia dan terbagi menjadi beberapa wilayah yang terdiri dari 21 kecamatan dan 151 kelurahan. (Wikipedia).


(69)

Mass transit

Mass transit atau Angkutan Umum adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar. Termasuk dalam pengertian angkutan umum penumpang adalah angkutan kota (bus, minibus, dsb), kereta api, angkutan air, dan angkutan udara (Warpani, 1990).  Kwala Bekala

Kwala Bekala merupakan kelurahan yang berlokasi di kecamatan Medan Johor, Medan, Sumatera Utara (wikipedia).

Jadi, pembangunan Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala dapat diartikan sebagai pengembangan pusat transportasi umum berbasis kereta api di kecamatan Medan Johor, kelurahan Kwala Bekala yang mengakomodasi berbagai fasilitas pada kawasan itu yang dapat dicapai oleh kendaraan pribadi atau umum, terutama bagi pejalan kaki dimana pembangunan stasiun kereta api berorientasi terhadap kawasan TOD (Transit Oriented Development) yang mengutamakan jalur pejalan kaki sebagai backbone kawasan TOD Kwala Bekala.

2.2.1. Tinjauan Umum mengenai Stasiun Kereta Api

Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. 22 Tahun 2003, jenis-jenis stasiun berdasarkan kedudukannya terhadap perjalanan suatu rangkaian kereta api, antara lain :

 Stasiun Awal Perjalanan Kereta Api, Stasiun asal perjalanan kereta api dan juga sebagai tempat untuk menyiapkan rangkaian kereta api dan memberangkatkan kereta api.

 Stasiun Antara Perjalanan Kereta Api, Stasiun tujuan terdekat dalam setiap perjalanan kereta api yang berfungsi juga untuk menerima kedatangan dan memberangkatkan kembali kereta api atau dilewati oleh kereta api yang berjalan langsung.

 Stasiun Akhir Perjalanan Kereta Api, Stasiun tujuan akhir perjalanan kereta api yang menerima kedatangan kereta api.

 Stasiun Pemeriksaan Perjalanan Kereta Api, Stasiun awal perjalanan kereta api dan stasiun antara tertentu yang ditetapkan sebagai stasiun pemeriksa dalam Grafik Perjalanan Kereta Api (Gapeka). Di stasiun pemeriksa wajib dilakukan kegiatan pencatatan mengenai persilangan luar biasa dengan kereta api fakultatif atau kereta api luar biasa.

 Stasiun Batas, Stasiun sebagai pembatas perjalanan kereta api dikarenakan adanya stasiun yang ditutup.


(70)

Menurut Imam Subarkah (1981), stasiun berdasarkan bentuknya terbagi atas :

 Stasiun siku-siku, letak bangunan stasiun adalah siku-siku dengan letak kereta api yang berakhiran di stasiun tersebut. Pembuatan stasiun siku-siku bertujuan agar jalan rel dapat mencapai suatu daerah hingga sedalam-dalamnya, misalnya daerah industri, perdagangan, dan pelabuhan.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981. Gambar 2.14. Stasiun siku-siku

 Stasiun paralel, gedungnya sejajar dengan kereta api dan merupakan stasiun pertemuan. Pada stasiun pertemuan atau junction, dapat pula gedung stasiunnya dibuat sebagai suatu kombinasi dari stasiun paralel dan stasiun siku-siku.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981. Gambar 2.15. Stasiun paralel

 Stasiun pulau, posisi stasiun sejajar dengan kereta api tetapi letaknya berada di tengah-tengah antara kereta api.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981. Gambar 2.16. Stasiun pulau


(71)

 Stasiun semenanjung, letak bangunan stasiun berada di sudut dua kereta api yang bergandengan.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

Gambar 2.17. Stasiun semenanjung

Berdasarkan jangkauan pelayanan stasiun terbagi atas :  Stasiun jarak dekat (Commuter Station)

Stasiun jarak sedang (Medium Distace Station). Stasiun jarak jauh (Long Distance Station).


(72)

Berdasarkan lokasi stasiun terbagi atas :

Sumber: Griffin, 2004. Gambar 2.18. Posisi bangunan terhadap rel

Berdasarkan ukuran stasiun terbagi atas :

 Stasiun besar yaitu stasiun yang melayani jumlah pemberangkatan dan pemberhentian kereta api dengan skala besar dari berbagai jenis perjalanan disertai kelengkapan fasilitas dan sistem pengaturan yang sangat kompleks.


(73)

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981. Gambar 2.19. Stasiun besar

 Stasiun sedang yaitu stasiun yang didalamnya terdapat fasilitas gudang barang dan melayani penumpang dengan jarak yang jauh.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981. Gambar 2.20. Stasiun sedang

 Stasiun kecil yaitu stasiun yang didalamnya hanya memiliki dua hingga tiga jalur rel kereta api dan bukan merupakan stasiun pemberhentian akhir kereta api.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981. Gambar 2.21. Stasiun kecil


(74)

Berdasarkan letak posisi stasiun terbagi atas :

Ground level station yaitu stasiun yang letaknya berada sejajar dengan peron diatas tanah.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

Gambar 2.22. Ground level station

Over track station yaitu stasiun yang berada diatas peron.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981. Gambar 2.23. Over track station

Under track station yaitu stasiun yang berada di bawah peron.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981. Gambar 2.24. Under track station


(1)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Karakter setiap area di kawasan Transit-Oriented Development ... 14

Tabel 2.2. Neighborhood TOD dan Urban TOD ... 16

Tabel 2.3. Indikator dan parameter pelayanan transportasi umum ... 26

Tabel 2.4. Perbandingan antar moda angkutan ... 29

Tabel 2.5. Kelompok kegiatan stasiun kereta api ... 44

Tabel 2.6. Aktivitas pengguna stasiun kereta api ... 45

Tabel 2.7. Deskripsi kebutuhan dan besaran ruang ... 47

Tabel 2.8. Program ruang pengguna stasiun ... 49

Tabel 2.9. Program ruang kepala stasiun ... 50

Tabel 2.10. Program ruang penunjang stasiun ... 52

Tabel 2.11. Program ruang servis stasiun ... 52

Tabel 2.12. Program ruang parkir stasiun ... 53

Tabel 2.13. Persyaratan dan kriteria ruang ... 54

Tabel 2.14. Hasil studi banding kriteria pelayanan terhadap perkeretaapian ... 62

Tabel 2.15. Kesimpulan studi banding proyek sejenis ... 71

Tabel 3.1. Karakteristik fisik kereta api Maglev ... 74

Tabel 3.2. Morfologi kereta api Maglev ... 80

Tabel 3.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi operasional kereta ... 81

Tabel 4.1. Analisa fisik tapak dan lingkungan ... 86

Tabel 4.2. Data pertumbuhan penduduk Medan Johor ... 90

Tabel 4.3. Jumlah penumpang dan barang yang diangkut kereta api dari Stasiun Pusat Kota Medan ... 91

Tabel 4.4. Jumlah penumpang domestik dan internasional yang diangkut melalui bandara Polonia/Kualanamu ... 92

Tabel 4.5. Kebutuhan ruang stasiun ... 95

Tabel 4.6. Program ruang pengguna stasiun ... 96

Tabel 4.7. Program ruang pengelola stasiun ... 97

Tabel 4.8. Program ruang pendukung stasiun ... 98

Tabel 4.9. Program ruang servis stasiun ... 98


(2)

Tabel 4.11. Analisa utilitas bangunan ... 100 Tabel 4.12. Analisa sirkulasi dan penzoningan ... 103


(3)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Jaringan transportasi utama Mebidangro (kiri); jaringan perputaran ekonomi

Mebidangro (kanan) ... 8

Gambar 2.2. Rencana Struktur Ruang Kota Medan ... 11

Gambar 2.3. Konsep Transit-Oriented Development ... 16

Gambar 2.4. Jalur pejalan kaki (sidewalk) ... 18

Gambar 2.5. Penggabungan fungsi bangunan secara horizontal (kiri) dan vertikal (kanan) ... 18

Gambar 2.6. Single-family house (kiri); townhouse (tengah); apartment (kanan) ... 19

Gambar 2.7. Zona antara jalur pejalan kaki dengan permukiman ... 19

Gambar 2.8. Ukuran dan zona ruang jalan yand disarankan pada kawasan TOD ... 20

Gambar 2.9. Zona ruang pada sidewalk ... 21

Gambar 2.10. Ukuran lebar sidewalk pada kawasan komersil ... 21

Gambar 2.11. Jarak antar pepohonan pada sidewalk ... 22

Gambar 2.12. Masterplan Kwala Bekala ... 24

Gambar 2.13. Penerapan konsep TOD pada kawasan Kwala Bekala... 25

Gambar 2.14. Stasiun siku-siku ... 32

Gambar 2.15. Stasiun paralel ... 32

Gambar 2.16. Stasiun pulau ... 32

Gambar 2.17. Stasiun semenanjung ... 33

Gambar 2.18. Posisi bangunan terhadap rel... 34

Gambar 2.19. Stasiun besar ... 35

Gambar 2.20. Stasiun sedang ... 35

Gambar 2.21. Stasiun kecil ... 35

Gambar 2.22. Ground level station ... 36

Gambar 2.23. Over track station... 36

Gambar 2.24. Under track station ... 36

Gambar 2.25. Kereta api uap ... 37

Gambar 2.26. Lokomotif diesel ... 37

Gambar 2.27. Railbus ... 38

Gambar 2.28. Kereta rel listrik (KRL) ... 38


(4)

Gambar 2.30. Rel konvensional ... 39

Gambar 2.31. Rel monorel ... 40

Gambar 2.32. Kereta api bawah tanah ... 40

Gambar 2.33. Kereta layang ... 41

Gambar 2.34. Peta lokasi perancangan ... 41

Gambar 2.35. Stasiun Dubai Metro ... 55

Gambar 2.36. Hall (kiri) dan peron kereta (kanan) ... 56

Gambar 2.37. Parkiran sepeda (kiri) dan parkiran mobil (kanan) ... 57

Gambar 2.38. Stasiun Lyon-Satolas TGV ... 57

Gambar 2.39. Bentuk stasiun yang menyerupai burung terbang ... 58

Gambar 2.40. Pencahayaan alami pada stasiun ... 58

Gambar 2.41. Stasiun Rotterdam Centraal ... 59

Gambar 2.42. Integritasi terhadap lingkungan perkotaan ... 60

Gambar 2.43. Hall stasiun ... 60

Gambar 2.44. Retail stasiun ... 61

Gambar 2.45. Notre Dame du Haut ... 67

Gambar 2.46. Interior Notre Dame du Haut ... 67

Gambar 2.47. The Clyde Auditorium ... 69

Gambar 2.48. Sydney Opera House ... 70

Gambar 2.49. Akses masuk ke Sydney Opera House (kiri); tampak dari atas (kanan) ... 70

Gambar 3.1. Dimensi Kereta Api Maglev ... 75

Gambar 3.2. Konsep simbolisme pada Stasiun Lyon-Satolas TGV (kiri); The Clyde Auditorium (tengah); Sydney Opera House (kanan) ... 77

Gambar 3.3. Simbolisme metafora tidak langsung kereta api Maglev terhadap desain Stasiun .. 81

Gambar 4.1. Peta lokasi perancangan ... 85

Gambar 5.1. Dasar ide dan transformasi bentuk ... 105

Gambar 6.1. Area drop off stasiun ... 109

Gambar 6.2. Entrance utara stasiun ... 110

Gambar 6.3. Entrance selatan stasiun ... 110

Gambar 6.4. Area Check in Stasiun ... 111


(5)

Gambar 6.6. Foto maket tampak barat ... 112 Gambar 6.7. Foto maket tampak timur ... 112 Gambar 6.8. Foto maket tampak selatan (kiri) dan utara (kanan) ... 113


(6)

DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1. Metodologi penelitian ... 73

Bagan 4.1. Sirkulasi keberangkatan penumpang ... 93

Bagan 4.2. Sirkulasi kedatangan penumpang ... 93

Bagan 4.3. Sirkulasi kedatangan penjemput ... 94