BOOK Mediamorfosa Mazdalifah, Yovita SS Model Pemberdayaan

Model Pemberdayaan Literasi Media Internet
Berbasis Komunitas
Dra. Mazdalifah, M.Si., Ph.D ; Yovita Sabarina Sitepu, S.Sos., M.Si
Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU
� mazdalifahjalil03@gmail.com
� v1ta711@yahoo.com

Pendahuluan
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk mengembangkan
kelompok sasaran dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi
mempunyai daya guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Upaya
pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh pemerintah kepada
masyarakat, agar masyarakatnya mencapai kehidupan yang lebih baik.
Beberapa kasus upaya pemberdayaan memerlukan dukungan pihak
luar, seperti: organisasi masyarakat, LSM/NGO dan lain sebagainya.
Upaya pemberdayaan perempuan dalam berbagai aktiitas amat
penting. Demikian dalam kegiatan literasi media, dimana perempuan
diharapkan mampu menggunakan media dengan cerdas.
Pemberdayaan erat kaitannya dengan literasi media, karena
literasi media tujuannya adalah menciptakan masyarakat cerdas media.
Upaya mencerdaskan masyarakat tersebut dilakukan melalui pelatihan,

penyuluhan, diskusi, talk show, dan lain sebagainya. Pengamatan
menunjukkan upaya pemberdayaan masyarakat dalam literasi media
belum banyak dilakukan. Sebagian besar masyarakat menyatakan
bahwa media membawa berkah, karena mampu memberikan informasi
dan menghibur. Masyarakat banyak yang belum sadar, bahwa media
hadir dengan seperangkat nilai, baik dan buruk, dimana , nilai ini akan
mempengaruhi pandangan, sikap dan perilaku orang.
Teknologi komunikasi berkembang pesat menghasilkan media
internet. Media ini mempunyai banyak bentuk seperti: media sosial
53

Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

(line, whatsapp/wa, dan sebagainya), jejaring sosial (instagram,
facebook/b, dan sebagainya), email, pencarian informasi (google), game
online, dan sebagainya. Masyarakat memanfaatkannya sebagai tempat
untuk mendapatkan dan menyebarkan informasi. Informasi menjadi
mudah dicari dan disebar melalui media internet. Selain memberi
manfaat, internet dapat pula mendatangkan kerugian. Masyarakat

dapat mengakses konten negatif seperti: kekerasan dan pornograi,
dan lain sebagainya. Kehadiran smartphone semakin mempermudah
masyarakat dalam mengakses konten-konten ini.
Fenomena demikian, jika dibiarkan terus menerus akan
mendatangkan sejumlah masalah. Misalnya: muatan kekerasan dan
pornograi, pengaruh addict (ketagihan) dalam menggunakan media.
Demikianpula peristiwa traicking atau cyber bullying seringkali
menghiasi surat kabar dan menimpa sejumlah perempuan khususnya
remaja putri. Kasus penculikan yang terjadii pada diri remaja putri,
dimulai dengan kontak yang terjadi pada media sosial. Mereka tidak
menyadari bahwa mengekspos segala jati diri dengan terbuka di media
sosial, berpotensi besar untuk mengalami penculikan dan diperjual
belikan yang dikenal dengan istilah traicking. Kegiatan cyber bullying
juga marak dilakukan oleh kalangan perempuan khususnya remaja putri.
Mereka banyak mengunggah pesan atau gambar yang dimaksudkan
untuk menyakiti orang atau memaksa mereka untuk melakukan
sesuatu yang tidak mereka inginkan. Termasuk mengunggah itnah,
pesan menyakitkan, atau proil tentang seseorang.
Di samping itu, pengalaman online dapat memperluas dan
menjerumuskan seseorang untuk mengabaikan dunia nyata. Ketika

seseorang sampai pada tahap ekstrim menggunakan internet, maka
orang tersebut tergolong kecanduan internet. Hal ini bisa terjadi pula
pada diri perempuan. Seorang ibu yang baik dalam mengurus pekerjaan
dan rumah tangga , berprestasi cemerlang dan mudah bergaul dapat
berbalik 180 derajat karena melihat pengalaman onlinenya sebagai
bagian sejati dalam hidupnya.
Hal terbaru dan masih hangat dibicarakan adalahnya maraknya
game online pokemon go yang melanda dunia termasuk Indonesia.
Game yang berbasis augmanted reality ini menarik lantaran pemainnya
seakan terpacu menangkap pokemon yang lokasinya disesuaikan

54

Mazdalifah & Yovita Sabarina Sitepu, Model Pemberdayaan Literasi...

dengan dunia nyata. Saat seseorang terpaku dengan layar gawai dengan
gambaran pokemon didalamnya kesadaran akan sekeliling seakan
hilang. Resiko tabrakan, menerobos properti orang lain, ataupun
melanggar wilayah yang dinilai suci atau sakralpun menjadi tinggi. Prof.
Heru Nugroho guru besar Universitas Gajah Mada melihat fenomena

pokemon go ini sebagai masuknya hiburan ke ruang personal melalui
gawai. Masyarakat kini bisa mengubah mode bekerja hanya dengan
jentikan jari di layar sentuh ponsel pintar. Heru menilai pemerintah
semestinya mencerdaskan masyarakat, membuat masyarakat kritis dan
mampu belajar dari bahaya permainan seperti kecelakaan, tidak bisa
bekerja dan lainnya. (Kompas, 23 Juli 2016).
Upaya untuk mencerdaskan masyarakat dan membuat masyarakat
kritis terhadap media khususnya internet dikenal dengan literasi media
atau melek media. Melek media adalah kemampuan khalayak dalam
memahami, mengevaluasi, memilih dan memroduksi pesan-pesan
media. Istilah ini sering disalah artikan dengan pendidikan media
(media education), karena melek media tidak hanya menitikberatkan
kepada pengetahuan tentang fungsi media saja, melainkan berkenaan
juga dengan melindungi khalayak dari pengaruh buruk pesan media.
Fenomena perkembangan internet yang pesat, dan munculnya
beberapa kasus buruk tentang penggunaan internet telah mendorong
tim penelitian ini untuk melakukan kajian tentang melek media (media
literacy) pada komunitas perempuan khususnya kepada komunitas
perempuan yang tergabung dalam organisasi kemasyarakatan Aisiah
Muhammadiah yang ada di tiga kota Medan, Pematang Siantar, dan

Sibolga.
Lokasi ini dipilih berdasarkan pengamatan bahwa organisasi
kemasyarakatan Aisiah Muhammadiah sangat aktif dalam berbagai
kegiatan sosial di masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan
keagamaan. Selain itu komunitas perempuan Aisiah Muhammadiah
menggunakan internet (media sosial) dalam aktiitas sehari-harinya.
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan model pemberdayaan
literasi media berbasis komunitas. Perempuan yang terlibat dalam
organisasi Aisiah Muhammadiah di kota Medan, Pematang Siantar
dan Sibolga dapat lebih berdaya dalam memanfaatkan internet dan
terhindar dari pengaruh buruk. Model pemberdayaan ini diharapkan
55

Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

dapat diterapkan kepada komunitas perempuan lainnya. Agar
perempuan bukan hanya sebagai obyek dalam memanfaatkan internet
(media sosial), namun mereka mampu memahami, mengevaluasi,
memilih dan bahkan diharapkan mampu memproduksi pesan di media

sosial dengan baik.

Kajian Teori
Penelitian tentang literasi media khususnya pemberdayaan
perempuan melalui literasi media telah dilakukan di berbagai wilayah
Indonesia. Penelitian berfokus pada pendidikan literasi media kepada
perempuan yang berada di pedesaan, perempuan yang tergabung
dalam komunitas PKK, dan komunitas perempuan yang memiliki
usaha. Berikut beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan:
a. Increase Rural Women’s People in Development oleh Ilham Gemiharto
b. Perempuan dan Literasi Media oleh Liliek Budiastuti dan Samudi
c. Literasi Digital pada Perempuan Pelaku Usaha oleh Dhyah Ayu
Retno Widyastuti, Ranggabumi Nuswantoro, homas Adi Purnomo
Sidhi
Perempuan adalah salah satu target sasaran dalam pemberdayaan
masyarakat. Perempuan merupakan sebuah potensi yang bisa
dimanfaatkan dalam pembangunan. Penelitian Hastuti dan Dyah
Respati menunjukkan bahwa pemberdayaan perempuan dilakukan
dengan membentuk kelompok-kelompok yang difasilitasi oleh ketua
yang diambil dari masyarakat melalui kesepakatan bersama. Selain

itu dilakukan upaya meningkatkan kemampuan dan melibatkan
perempuan untuk berpartisipasi dalam pemanfaatan sumber daya
pedesaan. Penelitian Siti Rahma memperlihatkan bahwasanya model
pemberdayaan ekonomi perempuan grassroot dilakukan dengan
melakukan model pendampingan semi langsung yang berbasis
keagamaan. Sementara penelitian Siti Marwanti dan Ismi Dwi Astuti
mengajukan model pemberdayaan Pro Poor Capacity Improvment
(PCIM).
Menurut Payne pemberdayaan akan membantu klien memperoleh
daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang
akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi
efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini
56

Mazdalifah & Yovita Sabarina Sitepu, Model Pemberdayaan Literasi...

dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri
untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer
daya dari lingkungan. Selanjutnya Shardlow menambahkan bahwa
pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok

ataupun komunitas berusaha mengkontrol kehidupan mereka dan
mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan
mereka.
Perkembangan yang pesat ini karena munculnya media internet.
Hasil survei data statistika Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia
(APJII) tahun 2016 menyatakan bahwa ada 132,7 juta pengguna
internet dimana 82,2 juta (62%) berprofesi sebagai wirausaha dan
22 juta (16,6%) adalah ibu rumah tangga. Selain jumlah pengguna
internet, APJII menyebutkan bahwa konten yang paling banyak
dikunjungi adalah online shop dengan 82,2 juta (62%) , selanjutnya
sosial media menjadi perhatian para pengguna internet, facebook yang
diakses sebanyak 71,6 juta (54%) pengguna dan Instagram dengan 19,9
juta (15%) yang mengakses jenis sosial media ini. Banyak media yang
digunakan para pengguna untuk mengakses internet, salah satu yang
terbanyak adalah para pengguna mobil smartphone dengan 63,1 juta
(47,6%) orang.
Fenomena Digital Native yang terus meningkat dari tahun ke
tahun merupakan hal yang tidaki bisa dipungkiri keberadaannya.
Pengakses internet yang didominasi oleh perempuan berjumlah 51%.
Media sosial menjadi perhatian, mengingat banyak anggota masyarakat

khususnya perempuan mengakses media sosial ini. Facebook, Twitter,
Instagram adalah beberapa jenis media sosial yang paling sering
diakses khususnya kalangan perempuan. Pengguna media sosial bisa
menyampaikan apa saja yang dialami dan dirasakannya. Beberapa
pengertian media sosial menurut para ahli , yaitu :
a. Menurut Van Dijk (2013) media sosial adalah platform media yang
memfokuskan pada eksistensi pengguna yang memfasilitasi mereka
dalam beraktiitas maupun berkolaborasi. Karena itu, media dapat
dilihat sebagai medium ( fasilitator ) on line yang menguatkan
hubungan antar pengguna sekaligus sebagai ikatan sosial.
b. Meike dan Young (2012) mengartikan kata media sosial sebagai kata
konvergensi antara komunikasi personal dalam arti saling berbagi
57

Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

diantara individu (to be shared one to one). Dan media publik untuk
berbagi kepada siapa sanpa ada kekhususan individu.
Media sosial memiliki karakter jaringan sosial atau jejaring sosial.

Carla Mooney dalam bukunya “Online Social Marketing” mengutarakan
beberapa alasan yang mendukung boomingnya media sosial atau
jejaring social, antara lain:
a. Jejaring sosial menyediakan seperangkat alat untuk mengekspresikan
diri mereka. Sisi positif: teknologi ini bisa menjadi media untuk
mengembangkan potensinya seperti, menulis dan bermain musik
b. Jejaring sosial menyediakan umpan balik yang cepat (instant
feedback).
c. Jejaring sosial memberikan cara untuk terhubung dengan temanteman dalam jumlah besar dalam waktu singkat.
d. Jejaring sosial menyediakan lingkungan untuk berkesperimen
dengan identitasnya, mereka menciptakan proil mereka
berdasarkan bagamana melihat dirinya saat itu.
e. Jejaring sosial memberikan kesempatan bergaul dengan peer dari
latar belakang budaya yang berbeda sambil mengembangkan
ketertarikan dan hobi mereka. (YPMA, 2011).
Empat pengaruh negatif (buruk) yang perlu diwaspadai yang
berpotensi merusak, yaitu: Kecanduan internet (internet addiction),
penggunaan internet yang berlebihan sehingga mengabaikan
kegiatan sehari-hari. Online sexuality contohnya mengakses situs
porno. Cyberbullying menggunakan internet untuk menyakiti atau

memaksa sesuai dengan keinginan mereka. Masalah privasi, kesulitan
membedakan dunia nyata dan mana dunia online, sehingga memicu
perilaku yang membahayakan dari sudut pandang privasi. Kurangnya
kemampuan dalam memilih dan memilah informasi yang diunggah
ke internet. Kondisi ini bisa menjadi bumerang bagi perempuan itu
sendiri, contohnya peristiwa traicking.
Penelitian tentang literasi media internet penting mendapat
perhatian dari pemerintah, mengingat dari sisi jumlah penduduk
Indonesia yang memiliki jumlah penduduk ke lima terbesar setelah
Cina, India, Rusia dan Amerika. Jumlah penduduk yang besar ini
menjadi pasar yang berpotensi besar dalam memasarkan smartphone,

58

Mazdalifah & Yovita Sabarina Sitepu, Model Pemberdayaan Literasi...

dimana lewat smartphone proses mengakses menjadi lebih mudah dan
cepat. Literasi media mempunyai elemen penting, Silverblat (dalam
Tamburaka, 2013) mengemukakan hal berikut:
a. Kesadaran akan dampak media pada individu dan masyarakat
b. Pemahaman atas proses komunikasi massa
c. Pengembangan strategi untuk menganalisis dan mendiskusikan
peran media
d. Kesadaran atas konten media sebagai sebuah teks yang memberikan
pemahaman kepada budaya kita dan diri sendiri
e. Pemahaman kesenangan, pemahaman dan apresiasi yang
ditingkatkan konten media.
Literasi media bukan sebuah kegiatan yang baru di Indonesia,
tetapi juga bukan kegiatan yang populer. Berdasarkan hasil kajian dari
tim PKMBP (Pusat Kajian Media Budaya Populer). Literasi media
membutuhkan waktu yang relatif lama untuk menanamkan pentingnya
literasi media internet. Hal pertama melakukan need assesment bagi
pihak pengelola program, yaitu dengan melakukan penelitian. Proses
ini dilalui untuk memberi konteks bagi program yang akan dikerjakan.
Beberapa hal yang diperoleh dari proses penelitian need assesment
adalah siapa sasaran program, bagaimana kriterianya, sejauh mana
tingkat literasi media yang sudah dimiliki, sejauh mana kebutuhan
akan literasi media. Pasca penelitian need assesment dilakukan
tujuan pendidikan literasi media. Tujuan pendidikan biasanya untuk
mencapai kemampuan kognisi, afeksi, dan psikomotor, dengan
menggunakan metode yang berbeda-beda. Metode ceramah, seminar,
diskusi, pelatihan dan dongeng diterapkan untuk mencapai tujuan
kognisi. Tujuan afeksi dicapai dengan menghadapkan khalayak pada
permasalahan yang dihadapi mereka. Tujuan psikomotorik dicapai
dengan sebuah aksi yang melibatkan sasaran (Rianto, Ed, 2013).
Pada dasarnya tidak ada model pemberdayaan literasi media
yang baku diterapkan, karena setiap target khalayak biasanya
memiliki kebutuhan dan ciri khas yang berbeda pula. Hal yang utama
adalah mengenali terlebih dahulu apa yang menjadi kebutuhan dan
permasalahan yang dihadapi oleh khalayak sasaran. Komunitas
perempuan mempunyai pola penggunaan, pengetahuan dan
ketrampilan dalam interaksinya dengan internet, sehingga komunitas
59

Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

perempuan mempunyai kebutuhan dan permasalahan yang khusus
pula. Oleh sebab itu perlu tim peneliti berupaya untuk menemukannya
dalam penelitian ini dan berupaya menghasilkan model pemberdayaan
literasi media berbasis komunitas perempuan yang tepat.

Metode
Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode
kualitatif yang digunakan disini berusaha melihat pemberdayaan
literasi media berbasis komunitas yaitu komunitas perempuan. Agar
sisi penggunaan, pengetahuan dan ketrampilan dalam memanfaatkan
internet khususnya media sosial dapat diamati secara mendalam maka
dilakukan dengan metode kualitatif yaitu dengan cara wawancara
mendalam (depth interview)
a. Informan Penelitian
Subyek penelitian ini adalah perempuan yang tergabung dalam
komunitas organisasi sosial kemasyarakatan Aisiah Muhammadiah
di kota Medan, Pematang Siantar dan Sibolga. Informan kunci dalam
penelitian ini pengurus komunitas organisasi kemasyarakatan
‘Aisyiah Muhammadiyah di tiga kota tersebut.
b. Alat Pengumpul Data
Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah wawncara
mendalam. Peneliti akan melakukan wawancara mendalam kepada
informan kunci. Mereka adalah pengurus aktif Aisiah Medan,
Pematang Siantar dan Sibolga tahun 2017.
c.

Analisis Data
Miles & Huberman (dalam Sugiono, 2009: 337) mengemukakan
bahwa aktivitas analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan
dengan cara interaktif dan berlangsung secara terus menerus
sampai tuntas hingga datanya jenuh. Adapun aktivitas analisis data
yang dimaksud adalah:
• Reduksi Data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak.
Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalu reduksi
data. Mereduksi artinya adalah merangkum, memilih hal-hal
yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari
pola dan temanya.

60

Mazdalifah & Yovita Sabarina Sitepu, Model Pemberdayaan Literasi...

• Penyajian Data
Penyajian data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan
dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori
dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan Huberman menyatakan
yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam
penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif.
• Penarikan Kesimpulan
Ini merupakan proses akhir dalam menganlisis data. Setelah
seluruh rangkaian pengolahan data yang dilakukan secara
berturut maka rangkaian terakhir adalah menarik kesimpulan.

Hasil Penelitian dan Pembahasan
a. Gambaran Informan
Informan penelitian ini adalah perempuan yang bergabung dalam
kepengurusan organisasi Aisyiyah Muhammadiyah. Informan pertama
adalah ibu J, usia 56 tahun dan bekerja sebagai PNS di Dinas Kesehatan
Medan. Jabatan dalam organisasi sebagai Ketua Ranting Melati dan
sudah 7 tahun bergabung dengan Aisyiyah Kota Medan. Pendidikan
terakhir adalah SMA. Sementara itu informan kedua sorang ibu dengan
inisial HH, berusia 53 tahun , bekerja sebagai seorang guru SMP swasta
di kota Pematang Siantar. Jabatan ibu HH dalam ortganisasi adalah
sekretaris PDA Pematang Siantar. Tingkat pendidikan HH adalah
sarjana dan telah bergabung dengan Aisiah kota Pematang Siantar
selama 17 tahun. Informan ketiga adalah seorang ibu berinisial NB.
Beliau berusia 60 tahun. Jenjang pendidikan yang dijalani adalah D2.
Jabatan beliau di organisasi sebagai ketua Daerah Sibolga , dan sduah
27 tahun bergabung dengan Aisiah kota Sibolga.
b. Penggunaan Internet Khususnya Media Sosial
Hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa pola
menggunakan internet tidaklah begitu banyak, baik dari sisi waktu dan
sisi muatan yang diakses. Mereka menggunakan internet khususnya
media sosial melalui smartphone dan memiliki akun: email, facebook, line,
Whatsapp, youtube, instagram dan sebagainya. Informan awal mempunyai
email sebagaii media mengirim dan menerima kabar namun sejak muncul
facebook, Whatsapp, Line dan Instagram, mereka beralih ke media ini.

61

Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

Saat ini email jarang digunakan sebagai media bertukar informasi.
Paling banyak memanfaatkan facebook dan Whatsapp dengan grup dari
kantor, keluarga dan teman. Informan yang paling aktif memanfaatkan
internet khususnya media sosial adalah J dan HH. Informan
mengatakan:
“kalau grup WA sama alumni SMP ada grupnya, alumni SMP
1 Sibolga, sama kawan-kawan dekat Aisiah, kawan-kawan dekat
kantor, kalo kawan-kawan SMA gak ada pula grup alumninya. Jadi
cuman yang SMP di Sibolga itu saja yang heboh. Saya juga punya b
untuk menjalin silaturrahim dengan kawan-kawan kantor, kawankawan sekolah, kawan-kawan Aisiah, kalo saya yang penting lihat
fotonya, saya tau orangnya, saya add aja.”
Informan HH juga cukup aktif dalam menggunakan internet
khususnya media sosial. HH sebagai seorang guru SMP dan sekretaris
PDA kota Pematang Siantar sering memanfatkan internet untuk melihat
blog, youtube, dan media sosial. HH lebih condong menggunakan
facebook dan Whatsapp dengan alasan:
“mempermudah kerja, kebetulan saya kerja jadi info selalu saya
dapat dari internet, ada kerjaan dari kantor disuruh buat beginibegini dan saya sudah ada komunitasnya di WA dan FB jadi
informasi itu cepat saya dapat. Kalau di grup komunitas paling
cuma sekedar kasih info kapan rapat dan kapan pertemuan.”
Sementara itu informan NB baru memanfaatkan internet dan
media sosial setahun belakangan ini. Alasan beliau menngunakannya
karena:
“banyak jugalah perlunya memang, keluarga juga. Untuk
menengok langsung cucu, keluarga, ini belajar-belajar, kalau nanti
di organisasi membutuhkan ya..belajar. Pemanfaatan FB dan
WA untuk keperluan keluarga dan organisasi. Misalnya di FB:
membilangkan waktu saya di Jakarta. Jadi membilangkan sama
keluarga di Sibolga, membilangkan mau berangkat gitu..kalau
organisasi bilang ini sudah dibandara mau berangkat lagi.”
c. Pengetahuan tentang Internet Khususnya Media Sosial
Secara umum pengetahuan informan tentang internet dan media
sosial cukup baik. Artinya bahwa seluruh informan memahami bahwa
internet /media sosial mempunyai sisi baik dan buruk. Sisi baik internet
menurut informan J adalah:
62

Mazdalifah & Yovita Sabarina Sitepu, Model Pemberdayaan Literasi...

“bermanfatlah untuk anak saya, nanti bisa tahu informasi tentang
pekerjaan dan tugas dikampus. Kalau untuk ibu-ibu bagus juga
untuk sharing-sharing kadang kita lihat foto dia ada dimana gitu.”
Informan HH menambahkan:
“semua itu bergantung bagaimana kita menggunakannya, ada
positif negatifnya. Positifnya dapat mempermudah hubungan
kalau ada kepentingan: misalnya ada data bisa dikirim melalui
chat dan kemudian satu lagi banyak tulisan-tulisan bermanfat bisa
kita baca. Kita juga tidak ketinggalan masalah pekerjaan jadi kita
cepat aksesnya gampanglah.”
Hal ini senada dengan informan NB:
“internet itu ada positif ada negatifnya. Positifnya banyak ilmu
yang bisa kita cari. misalnya informasi mengenai ilmu agama,
untuk anak-anak ada permainan-permainan yang menambah
ilmu, ada pelajaran bahasa arab, bahasa Inggris . banyak sedikitnya
udah bisalah pintar cucu kita ini. Untuk perempuan di Aisiah
Sibolga sudah nampaklah menggunakan FB untuk menerima dan
berbagi informasi.”
Pengetahuan informan tentang internet khususnya media sosial
menunjukkan bahwa media ini dapat memberi pengaruh negatif.
Salah satunya adalah urusan pribadi (rumah tangga) menjadi terbuka
dibicarakan di media sosial. Seperti yang dinyatakan oleh informan J:
“negatifnya kita gak suka urusan rumah tangga dibikinnya disitu,
lagi bete, marah-marah disitu. Kita kan beragama , pas kami
ceramah di Aisiah daerah ustadnya pernah bilang haram up
load- up load foto-foto itu apalagi yang mengumbar aib kita. Kalau
sama anak-anak saya lihat soal pemakaiannya, main hape sampai
malam-malam. Saya punya keponakan asik main hape saja sampe
saya marahi, itu ajalah Tuhanmu itu. Bolak balik saya marahi. Saya
bilang : ngaji kau jangan itu saja kau kerjakan.“
Menurut informan J pemakaian media sosial secukupnya saja
kalau lagi santai. Pengaruh negatif internet khususnya media sosial
ditanggapi oleh informan HH yang menyatakan adanya fenomena
selie di kalangan tua:
“kalau dulu yang muda-muda yang senang main internet apalagi
seliei. Sekarang kan nggak lagi yang tua-tua juga menggunakan
sekarang udah gak malu-malu lagi.”
63

Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

Sementara informan NB menyoroti tentang muatan pornograi di
internet yang berbahaya khususnya untuk anak-anak. Ia mengatakan:
“iklan-iklan porno itu sering kali terdapat dan berpengaruh
kepada kelakuannya, seksualnya. Takutlah kita bagaimana nanti
anak cucu kita kalau melihat itu terus. Bagi kalangan perempuan
dikhawatirkan tidak bisa mengambil ilmu yang ada di internet.
Langsung saja dipakainya tanpa diseleksinya.”
Menanggapi maraknya hoax dan hate speech akhir-akhir ini para
informan menyatakan bahwa harus berhati-hati menghadapinya.
Informan NB mengatakan:
“sebagai pimpinan saya menyampaikan kepada anggota, apapun
yang kita terima dari manapun baik dari media internet darimana
saja, itu harus diseleksi dulu. Jangan langsung menerima. Apalagi
mengenai agama, pergaulan haruslah diseleksi. Waktu ada
pertemuan di organisasi atau pengajian harusnya berbincangbincang dan tanya: eh saya nengok begini-begini loh di internet.
Jadi gimana ini sebetulnya? benar apa enggak?.”
Informan J menambahkan:
“ya..kalo kita hoax itu gak bagus juga, itu kan menjelek-jelekan
orang lain, nah itu lah dulu, ya menurut saya memang nggak bagus
itu itu kan namanya berita bohong, terlebih lagi ada konlik antar
agama.”
Soal hate speech juga ditanggapi olehnya:
“ya..gak bagus lah..masa kayak gitu, di FB itu kan semua orang lihat,
kalo ada yang marah-marah saya baca saja, gak saya komentarin
atau kalo baca berita-berita di Babe, Detik.com , saya baca aja gak
komentar.”
Sementara itu informan HH menanggapi:
“berita hoax yang diterima udah ibu baca saja udahlah. Kalau
berita-berita yang gak jelas ibu sudah sampai disitu aja, nggak ikut
ibu share lagi. Hate speech juga gak baguslah, kalau saya sendiri
nggak akan ditanggapi.”
d. Keterampilan dalam Mengemas Pesan di Internet Khususnya
Media Sosial
Aspek literasi media lainnya yang perlu dilihat adalah kemampuan
informan dalam mengemas pesan di internet khususnya di media
64

Mazdalifah & Yovita Sabarina Sitepu, Model Pemberdayaan Literasi...

sosial. Kemampuan dalam mengemas pesan meliputi kemampuan
menyusun dalam mengirim dan menerima pesan, serta kemampuan
menanggapi konlik atau perdebatan di media sosial. Hasil wawancara
mendalam dengan tiga informan menunjukkan bahwa informan tidak
membalas langsung pesan yang mereka terima, melainkan membaca
dan berusaha memahaminya sebaik mungkin. Hal ini dimaksudkan
supaya jelas apa maksudnya. Seperti yang dilakukan oleh informan
HH:
“kalau menerima pesan dibaca dululah tapi kita tengok juga
tergantung pesan apa yang masuk. Kalau sekedar pemberitahuan
ya..dibaca aja. Kalau mau membalasnya dipikirin dulu . saya suka
susun kata-katanya biar jelas dan pesannya nyampai maksudnya.”
Sementara itu informan J menyatakan:
“di media sosial gak macem-macem cuma say hello saja. Paling kasih
komen oh..sudah tua sekarang ya…saat ada teman yang pasang foto
cucunya atau oh..sudah kakek-kakek yaa…kadang cuma begitu gak
rumit-rumit.” Kalau pesan di grup WA kadang suka rame..biasanya
kalau lagi tenang baru dibaca di kamar sambil pakai kacamata.
Kadang-kadang kalau pesannya sudah terlalu banyak dilewatkan saja.
Kalau ada kawan yang bilang “coba lihat WA “ baru saya cek..ada apa
rupanya. Kadang-kadang saya suka terlambat bacanya dan jarang
di komen. Kalau ada konlik atau perdebatan biasanya mencoba
memberi nasihat, misalnya kepada adik sepupu yang membuat status
marah-marah di FB saya bilang “ itu aib kau “ atau “ ingat orang tua “
dan dibalasnya “ oh..iya kak.”
Informan NB tidak aktif dalam membalas dan menerima pesan
di media sosial, karena merasa masih baru dan belum terampil dalam
menggunakannya jadi lebih bersifat mengamati saja. Paling hanya
kepada keluarga saja ia membalas dengan kalimat seadanya.
e. Pembahasan
Hasil temuan menunjukkan bahwa penggunaan internet khususnya
media sosial didominasi oleh facebook dan Whatsapp. Penggunaan
media sosial ini lebih banyak berkaitan dengan urusan keluarga, teman,
pekerjaan dan organisasi. Media sosial menjadi perhatian mengingat
banyak anggota masyarakat khususnya perempuan mengakses media
sosial facebook, twitter, Instagram. Perempuan bisa menyampaikan apa
saja yang dialami dan dirasakannya.
65

Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

Facebook (Fb) dan Whatsapp (Wa) menjadi pilihan mengingat
penggunaannya lebih mudah dibandingkan twitter dan instagram. Jika
dikaitkan dengan usia informan yang rata-rata berusia 50 tahun ke atas
Wa dan Fb pantas menjadi pilihan mereka, karena usia yang memasuki
senja biasanya enggan untuk mempelajari penggunaan media sosial
yang rumit dan cenderung untuk memanfaatkan media yang mudah.
Karakter Twitter yang terbatas pesannya diduga membuat informan
kesulitan dalam merumuskan pesan yang singkat. Usia menuju senja
lebih menginginkan pesan yang lebih panjang karena keinginan
bersosialisasi dan bertukar kabar cenderung tinggi. Media sosial
instagram juga tidak menjadi pilihan utama bagi informan, mengingat
media ini lebih menonjolkan gambar pribadi. Kecenderungan untuk
menunjukkan siapa diri atau sering disebut “narsis“ lebih banyak
didominasi oleh kaum muda. Informan yang tergolong pada usia
matang menuju senja, sudah berkurang rasa menunjukkan keakuannya.
Media Sosial Fb dan Wa umumnya dimanfaatkan oleh informan
untuk keperluan keluarga, teman, pekerjaan dan organisasi. Informan
memanfaatkannya sebagai ajang untuk menjalin ikatan hubungan sebagai
anggota keluarga, teman dan pekerjaan. Fenomena yang unik adalah
terbentuknya grup Wa pada teman-teman SD, SMP, SMA maupun kuliah.
Grup media sosial berdasarkan masa pendidikan banyak sekali dibentuk
untuk menjalin hubungan yang sudah lama terputus. Grup ini biasanya
sebagai wadah melepas rindu dan mengenang masa lalu. Menurut Van
Dijk, media sosial adalah platform media yang memfokuskan pada
eksistensi pengguna yang memfasilitasi mereka dalam beraktiitas maupun
berkolaborasi. Media disini sebagai medium (fasilitator) on line yang
menguatkan hubungan antar pengguna sekaligus sebagai ikatan sosial. Hal
ini dikuatkan kembali oleh Meike dan Young bahwa media sosial berarti
saling berbagi diantara individu (to be shared one to one).
Carla Mooney menyatakan bahwa jejaring sosial atau media
sosial menjadi booming karena beberapa alasan diantaranya adalah
menyediakan umpan balik yang cepat, memberikan cara terhubung
dengan teman-teman dalam jumlah besar dalam waktu singkat. Apabila
diamati dengan cermat bahwa kedua alasan ini memang ditemui pada
komunitas perempuan Aisiah di tiga kota Medan, Pematang Siantar
dan Sibolga. Informan menyatakan urusan pekerjaan dan organisasi
dengan cepat bisa diketahui dan disebar luaskan kepada sesama
anggota. Mereka juga merasakan bahwa bisa terhubung dengan teman66

Mazdalifah & Yovita Sabarina Sitepu, Model Pemberdayaan Literasi...

teman di pekerjaan dan organisasi serta teman-teman di masa duduk
di bangku pendidikan. Khusus untuk jaringan kerja Aisiah, penelitian
menemukan bahwa grup Wa membantu menyebarluaskan informasi
ke antar jaringan di Aisiah. Organisasi ini memiliki ketua, wakil ketua,
sekretaris dan bendahara, ketua majelis dan ketua lembaga kebudayaan
yang berjumlah 17 orang. Semua anggota yang berjumlah 17 orang
harus selalu berkoordinasi agar kegiatan organisasi berjalan lancar.
Informan mengetahui pengaruh positif dan negatif dari internet. Hal
positif adalah informan dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi
tentang berbagai hal utamanya tentang agama dan pengetahuan untuk
pelajaran dan tugas sekolah anak-anaknya. Selain itu melalui media sosial
informan mengetahui kabar terkini dari keluarga, teman dalam pekerjaan ,
organisasi dan teman di masa sekolah.
Sementara itu, pengaruh negatif dari internet antara lain: penggunaan
yang berlebihan pada anak-anak, dan muatan pornograi yang sering
muncul saat mengakses berita di internet. Temuan ini sejalan dengan
beberapa pendapat yang menyatakan bahwa penggunaan internet yang
berlebihan dapat mengabaikan kegiatan sehari-hari. Banyaknya informasi
yang dapat diakses melalui internet membuat penggunanya bisa ketagihan
dan membuat lupa. Banyaknya muatan dan ragam berita ( Babe, Detik.com
) dan hiburan ( youtube lagu, wisata ) yang disediakan dengan mudah dapat
diakses. Pengguna menjadi semakin asik dan terdorong untuk melihat
muatan-muatan lainnya. Selain itu muatan pornograi dengan mudah
dapat diakses di internet tanpa batas. Situs-situs yang menyediakan konten
pornograi berulangkali dituutup dan dibatasi aksesnya, namun situs-situs
ini tetap saja muncul,
Ketrampilan dalam mengemas pesan menunjukkan bahwa
informan dalam menerima pesan melakukan cek ulang kembali. Baik
pesan melalui Wa maupun Fb. Pesan tersebut diamati apa maksudnya
supaya bisa memberi tanggapan yang baik dan benar. Demikian
pula saat informan membalas atau memberi komen, pada umumnya
memikirkan kira-kira apa yang akan mereka tulis. Mereka berusaha
memberi komen yang baik dalam bentuk nasihat, dan menganalisis
pesannya baik atau buruk seperti yang terlihat pada informan J dan
HH. Ada juga informan yang mengambil sikap pasif dalam artian
hanya mengamati, tidak memberi komentar khususnya apabila terjadi
perdebatan tentang satu hal. Pengalaman informan J dalam kasus Ahok
menyatakan “gak tau lagi mana yang betul, habis itu malas komentar
67

Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

lagi, sama baca-baca aja, atau nanti ada yang ulang tahun, dikasih
selamat, gitu aja.”
Keterampilan dalam mengemas pesan media sosial yang ditemui
pada informan penelitian termasuk ke dalam kompetensi mengevaluasi
dan memproduksi pesan media massa. Informan penelitian berusaha
menganalisis pesan-pesan yang mereka terima sebelum menjawabnya.
Artinya dalam hal ini informan dapat disebut sebagai khalayak yang
berdaya yang memiliki kompetensi literasi media, setidaknya mereka telah
menunjukkan kemampuan dalam menganalisis dan mengevaluasi pesan
yang diterima melalui WA dan FB. Demikianpula saat membalas pesan
mereka memikirkan dengan matang kira-kira apa yang ditulisnya. Khusus
saat terjadi perdebatan tentang satu masalah, kebanyakan informan lebih
menyukai untuk tidak berkomentar. Hal ini dianggap sebagai sikap yang
paling aman, menunjukkan tidak berpihak kepada pihak manapun alias
netral. Isu Ahok dan masalah keluarga merupakan isu yang menjadi
konlik dan perdebatan di grup Wa dan Fb.
Berdasarkan penggunaan, pengetahuan dan ketrampilan mengemas
pesan dari para informan kita dapat menyusun sebuah model pemberdayaan
yang tepat. Hasil wawancara mendalam telah menunjukkan bahwa dua
informan (J dan HH) telah memanfaatkan dan mempunyai pengetahuan
dan ketterampilan mengemas pesan cukup baik. Hanya pada informan NB
belum maksimal. Faktor usia menurut peneliti cukup berperan, semakin
berumur usia informan pemanfaatan, pengetahuan dan ketrampilan
mengemas pesan semakin menurun. Temuan penelitian ini menjadi
dasar dalam memberdayakan perempuan Aisiah dalam berinteraksi
dengan media internet khususnya media sosial. Oleh sebab itu perlu usaha
pemberdayaan yang maksimal di masa yang akan datang.
Pemberdayaan literasi media dapat dilakukan dengan memperhatikan
beberapa hal diantaranya dengan meihat kebutuhan dan karakteristik
dari masyarakatat yang akan diberdayakan. Pemberdayaan literasi media
dapat dilakukan melalui kegiatan talk show, seminar, diskusi, pelatihan
dan sebagainya. Apabila pemberdayaan dilakukan dalam jangka panjang
dan berkesinambungan maka diperlukan sebuah model pemberdayaan
yang lengkap. Sebuah model dirancang dengan baik agar hasilnya menjadi
efektif. Artinya merumuskan model menjadi penting dan berguna bagi
pemberdayaan literasi media berbasis komunitas.
Model pemberdayaan literasi berbasis komunitas perempuan

68

Mazdalifah & Yovita Sabarina Sitepu, Model Pemberdayaan Literasi...

Aisiah ini diharapkan dapat menjawab kebutuhan model pendidikan
literasi media di Indonesia. Ada enam indikator yang dapat digunakan
untuk menilai sebuah model literasi media yaitu: metode, relevansi,
kontinuitas, tujuan edukasi, aktor, dan keberlanjutan. Model
pemberdayaan Literasi Media pada komunitas perempuan Aisiah
adalah sebagai berikut :

Gambar 1
Model Pemberdayaan Literasi Media Internet Berbasis Komunitas Perempuan

Penutup
Pemberdayaan literasi media berbasis komunitas khususnya
komunitas perempuan penting dilakukan, agar perempuan mampu
menggunakan, menganalisis dan mengevaluasi pesan. Khususnya pesanpesan yang disampaikan melalui internet dan media sosial. Perempuan
juga diharapkan mempunyai pengetahuan dan ketrampilan literasi
media yang baik. Khusus perempuan yang terlibat dalam organisasi,
kemampuan dalam menggunakan dinilai cukup baik. Pengetahuan
dan Ketrampilan mengemas pesan dalam meddia sosial cukup baik.
Oleh sebab itu di rekomendasikan sebuah model pemberdayaan
berbasis komunitas, agar literasi media perempuan menjadi semakin
baik. Potter dan Kotilainen menyatakan bahwa : Literasi media adalah
sebuah kontinum, bahwa lietrasi media berlangsung sepanjang hayat
dan selalu berubah sepanjang hidup seseorang.

69

Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

Datar Pustaka
Buku
Biagi, Shirley. (2010). Media/Impact Pengantar Media Massa. Jakarta:
Salemba Humanika.
Hastuti Nur Rochimah, Tri., & Junaedi, Fajar. (2013). Media Parenting:
Panduan Memilih Media Bagi Anak di Era Informasi. Yogyakarta:
Buku Litera.
Iriantara, Yosal. ( 2009 ). Literasi media. Apa, Mengapa, Bagaimana.
Bandung : Simbiosa Rekatama Media
Subandi Ibrahim, Idi., & Ali Ahmad, Bachruddin. (2014). Komunikasi
dan Komodiikasi Mengkaji Media dan Budaya dalam Dinamika
Globalisasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Sugiyono.(2009). Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitaif,
Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Tamburaka, Apriadi. (2013). Literasi Media Cerdas Bermedia Khalayak
Media Massa. Jakarta: Raja Graindo Persada.
Tim Kajian YPMA. (2011). Memahami Interaksi Remaja dengan
Internet. Jakarta: Yayasan Pengembangan Media Anak.
Tim Peneliti PKMBP. (2013). Model-Model Gerakan Literasi Media dan
Pemantauan Media di Indonesia. Yogyakarta: PKMB dan Yayasan
TIFA.
Yolanda, Eninta. (2015). Peran Facebook dan Instagram Komunitas
Backpacker Medan dalam Mendukung Pariwisata di Sumatera
Utara, Medan: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. (Tesis)
Surat Kabar

Harian Kompas, Panas Dingin Pokemon, 23 Juli 2016.
Situs Internet
http://kominfo.go.id/berita_satker, Pengguna internet di Indonesia
capai 82 Juta.
m.liputan6.com/tekno/internet, 3 Fakta Mengejutkan Pengguna
Internet di Indonesia.

70