Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Can

KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TEPUNG CANGKANG KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis) YULIA KUSUMA WARDHANI C34051025 DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

RINGKASAN

YULIA KUSUMA WARDHANI. C34051025. Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis). Dibawah bimbingan:

NURJANAH dan ASADATUN ABDULLAH.

Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) merupakan salah satu komoditas perairan tawar yang memiliki potensi cukup tinggi. Cangkang kijing merupakan limbah padat yang belum dimanfaatkan secara optimal. Selama ini limbah padat yang berupa cangkang hanya dimanfaatkan sebagai salah satu materi hiasan dinding, hasil kerajinan tangan atau sebagai campuran pakan ternak.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik fisik dan kimia cangkang serta tepung cangkang kijing dengan ukuran panjang tubuh yang berbeda. Parameter yang diamati meliputi karakteristik fisik cangkang, rendemen, kitin, rendemen tepung, derajat putih, kandungan proksimat, pH, mineral dan penentuan kelarutan mineral tepung cangkang kijing.

Kijing yang diperoleh dari perairan Situ Gede memiliki panjang antara 72-103 mm, tinggi 31-47 mm dan tebal 13-34 mm. Pertambahan ukuran cangkang kijing diikuti dengan pertambahan lebar dan tebal cangkang kijing. Cangkang kijing yang berukuran < 90 mm memiliki warna yang lebih cerah, coklat kekuningan serta memiliki garis-garis pertumbuhan yang terlihat jelas, sedangkan cangkang yang berukuran ≥ 90 mm memiliki warna cenderung gelap, garis-garis pertumbuhan sulit dibedakan. Cangkang kijing untuk semua ukuran mengandung kitin berkisar antara 0,72 % hingga 0,75 %.

Rendemen tepung cangkang kijing yang berukuran < 90 mm lebih besar 20 % dibandingkan dengan kijing yang berukuran ≥ 90 mm. Tepung cangkang kijing memiliki warna yang tidak jauh berbeda satu sama lain yaitu putih kecoklatan. Tepung cangkang kijing yang berukuran < 90 mm memiliki nilai derajat putih 5% lebih putih dibandingkan dengan cangkang yang berukuran ≥ 90 mm. Tepung cangkang kijing memiliki kandungan proksimat yang tidak jauh berbeda untuk berbagai ukuran. Tepung cangkang memiliki kadar air antara 1,19-1,2 %, abu 93,14-93,34 %, protein 1,85-2,31 %, lemak 0,66-0,72 %, karbohidrat by difference 2,62-2,94 % dengan kisaran nilai pH 8,5-8,9.

Tepung cangkang kijing memiliki kandungan mineral berturut-turut dari yang terbesar yaitu kalsium, fosfor dan magnesium. Tepung cangkang yang berukuran < 90 mm mengandung mineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan cangkang yang berukuran ≥ 90 mm. Kandungan kalsium pada tepung cangkang yang berukuran < 90 mm 36 % lebih tinggi dibandingkan dengan cangkang yang berukuran ≥ 90 mm. Kelarutan mineral tepung cangkang kijing semakin meningkat seiring menurunnya nilai pH. Kalsium dan fosfor tepung cangkang kijing memiliki nilai kelarutan yang optimum pada pH 2. Cangkang kijing mengandung kitin berkisar antara 0,72 % hingga 0,75 %.

KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TEPUNG CANGKANG KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis) YULIA KUSUMA WARDHANI C34051025

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TEPUNG

CANGKANG KIJING TAIWAN (Pilsbryoconcha exilis)

Nama : Yulia Kusuma Wardhani NRP

: C34051025 Departemen

: Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Nurjanah, MS Asadatun Abdullah S.Pi,M.Si NIP 195910131986012002

NIP 198304052005012001

Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc NIP. 196205281987032003

Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis. Tak lupa shalawat serta salam untuk Nabi besar Muhammad SAW, serta sahabat dan keluarga yang telah memberikan semangat kepada penulis sehingga skripsi sebagai tugas akhir yang berjudul Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, terutama kepada:

1. Ibu Ir Nurjanah MS dan Ibu Asadatun Abdullah S.Pi.,M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan tugas akhir ini.

2. Bapak Uju S.Pi., M.Si. dan Ibu Ir. Anna C Erungan, MS selalu dosen penguji yang telah memberikan saran dan bimbingan dalam penyusunan tugas akhir ini.

3. Ibu Dr. Ir. Linawati Hardjito M.Sc selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan.

4. Bapak Dr. Agoes M. Jacoeb selaku komisi pendidikan Departemen Teknologi Hasil Perairan.

5. Babehku Suyanto, mamahku Lela Nurmala, kakakku Wulan dan kedua adikku Bondan dan Hardi yang telah memberikan kasih sayang dan semangat yang luar biasa.

6. Rodi, Anne dan Pur (Kijing’ers) atas kebersamaannya.

7. Dan Pratisari, Inka Santika, Irma Soraya dan A Galih Hardita atas semangat, bantuan dan dukungan yang selalu diberikan. “Maaf selalu merepotkan”.

8. Adrian dan warga sekitar Situ Gede yang telah membantu proses pengambilan sampel.

9. Mba Rita, Mas Zaki dan Bang Ipul “Terima kasih atas laboratoriumnya dan segala bantuan yang telah diberikan”.

10. Ibu Sri, Bapak Diki, Bapak Yogi, Mba Vindi dan seluruh laboran Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah banyak membantu melakukan analisis.

11. Mba Aal dan K Moki (THP 40), Kakak-kakak kelasku THP 41 : Mba Estrid, K Anim, K Anang, Mba Ika, Gilang, Windy, K Dede. Teman-temanku : Ary, Dewi, Ifa, Junide, Ance, Fuad, Ipank, Ticil, Uut, Tika. Adik-adik kelasku THP

43 : Uu, Nanda, Roma, Dwi, Saeful. Kawan-kawanku : Dika (PSP 42), Arya (ITP 42), Vivin (THH 42).

12. Keluarga besar THP, staf dosen dan Tata Usaha (TU) serta teman-temanku THP 40, 41, 42, 43 dan 44 yang telah memberikan semangat.

13. Keluarga besar Sentral Edukatif: Mba Susan, Mas Feby, Mba Ana, Mba Erphy, Mba Enenk, Mba Marisa, Mba Aini, Mba Arti, Mas Rifky, Mas Luqman, Mas Idank dan adik-adik yang selalu memberikan semangat.

14. Keluarga besar “Kostan Kawah Kelud”, Pak Tyo, Mas Aris, Mas Alfa, Mba Ulfa, Mba Ila, Mba Ika, Mba Ting-ting, K Ali, Fa’i, Eto’o, Dedy, Dan, Tyas, Sapek, Yoga, Ikka, Jo, dan Keluarga besar Bapak Sugandhi. Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini belum sempurna. Oleh

sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, September 2009

Penulis

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 26 Juli 1987, dari ayah yang bernama Suyanto dan ibu bernama Lela Nurmala. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari SD Kebon Baru VII Cirebon dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Cirebon dan lulus pada tahun 2002. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMU Negeri 2 Cirebon dan mendapatkan kelulusan pada tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Pada tahun 2006 penulis diterima di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan, diantaranya Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) 2006/2007 sebagai anggota divisi abdi masyarakat, Fisheries Processing Club (FPC) 2007/2008 sebagai anggota divisi hubungan masyarakat, Fisheries Processing Club (FPC) 2008/2009 sebagai anggota.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul

Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Cangkang Kijing Lokal

(Pilsbryoconcha exilis) dengan dosen pembimbing yaitu Ir. Nurjanah, MS dan Asadatun Abdullah S.Pi., M.Si.

DAFTAR TABEL

1. Karakteristik fisik cangkang dan tepung cangkang kijing ....

28

2. Karakteristik kimia tepung cangkang kijing ........................

DAFTAR GAMBAR

1. Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) ....................................

2. Cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) ....................

14

3. Diagram alir prosedur persiapan sampel .............................

16

4. Diagram alir prosedur pembuatan tepung cangkang kijing ...

25

5. Rendemen tubuh kijing .......................................................

26

6. Rendemen cangkang kijing .................................................

34

7. Grafik kelarutan kalsium tepung cangkang kijing ...............

35

8. Grafik kelarutan fosfor tepung cangkang kijing ..................

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data rendemen tubuh kijing ................................................

2. Data berat cangkang kijing

2a. Berat cangkang kijing ukuran ≥ 90 mm .............................. 43 2b. Berat cangkang kijing ukuran < 90 mm ...............................

3. Hasil uji-t rendemen cangkang kijing ..................................

4. Data ukuran cangkang kijing

4a. Ukuran cangkang kijing ≥ 90 mm....................................... 46 4b. Ukuran cangkang kijing < 90 mm........................................

5. Data tepung cangkang kijing 5a. Berat tepung yang dihasilkan ..............................................

48 5b. Hasil uji-t rendemen tepung cangkang kijing ......................

6. Data derajat putih tepung cangkang kijing 6a. Derajat putih tepung cangkang ukuran < 90 mm ..................

6b. Derajat putih tepung cangkang ukuran ≥ 90 mm.................. 49 6c. Hasil uji-t derajat putih tepung cangkang kijing ..................

7. Data kadar air tepung cangkang kijing 7a. Data kadar air tepung cangkang ukuran < 90 mm ................

7b. Data kadar air tepung cangkang ukuran ≥ 90 mm ................ 50 7c. Hasil uji-t kadar air tepung cangkang kijing ........................

8. Data kadar abu tepung cangkang kijing 8a. Data kadar abu tepung cangkang ukuran < 90 mm...............

8b. Data kadar abu tepung cangkang ukuran ≥ 90 mm............... 51 8c. Hasil uji-t kadar abu tepung cangkang kijing ......................

9. Data kadar protein tepung cangkang kijing 9a. Data kadar protein tepung cangkang kijing <90 mm ............

9b. Data kadar protein tepung cangkang kijing ≥90 mm ............ 52 9c. Hasil uji-t kadar protein tepung cangkang kijing .................

10. Data kadar lemak tepung cangkang kijing 10a. Data kadar lemak tepung cangkang kijing< 90 mm..............

10b. Data kadar lemak tepung cangkang kijing ≥ 90 mm.............. 53 10c. Hasil uji-t kadar lemak tepung cangkang kijing ..................

11. Hasil uji-t karbohidrat tepung cangkang kijing ....................

12. Data pH tepung cangkang kijing 12a. Data pH tepung cangkang kijing .........................................

54 12b. Hasil uji-t pH tepung cangkang kijing .................................

13. Data profil mineral tepung cangkang kijing .......................

14. Hasil uji-t kalsium tepung cangkang kijing .........................

55

15. Hasil uji-t magnesium tepung cangkang kijing ....................

56

16. Hasil uji-t fosfor tepung cangkang kijing ............................

56

17. Data kelarutan mineral tepung cangkang kijing ...................

18. Data kandungan kitin cangkang kijing 18a. Data kitin cangkang kijing< 90 mm.....................................

56 18b. Data kitin cangkang kijing ≥ 90 mm..................................... 56 18c. Hasil uji-t kandungan kitin cangkang kijing ........................

57

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kecukupan pangan merupakan suatu usaha pemenuhan kebutuhan tubuh dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi. Pemenuhan kebutuhan gizi dapat diperoleh dengan mengkonsumsi bahan pangan yang mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan (Winarno 1992).

Mineral merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan oleh makhluk hidup dan dikenal sebagai zat anorganik. Berdasarkan kegunaannya dalam aktivitas kehidupan, mineral terbagi menjadi dua golongan yaitu mineral esensial dan non esensial (Muchtadi et al. 1993). Salah satu contoh mineral esensial adalah kalsium. Konsumsi kalsium yang kurang akan menyebabkan osteomalasia dan apabila keseimbangan kalsium negatif dapat mengakibatkan osteoporosis (Winarno 1992).

Analisis data risiko osteoporosis yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes bekerja sama dengan Fonterra Brands Indonesia yang dipublikasikan tahun 2006 menunjukkan bahwa 2 dari 5 orang Indonesia memiliki risiko osteoporosis. Hal ini didukung oleh Indonesian White Paper yang dikeluarkan Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi) pada tahun 2007, osteoporosis pada wanita di atas

50 tahun mencapai 32,3 % sementara pada pria di atas 50 tahun mencapai 28,8 %. Data yang dikeluarkan International Osteoporosis Foundation (IOF) memprediksikan pada tahun 2050 sebanyak 50 % kasus patah tulang panggul akan

terjadi di Asia (Depkes 2008).

Kasus osteoporosis di Indonesia pada saat ini semakin meningkat, hal ini disebabkan oleh rendahnya konsumsi kalsium rata-rata masyarakat Indonesia yaitu sebesar 254 mg/hari, hanya seperempat standar Internasional yaitu 1000- 1200 mg/hari (Depkes 2008). Osteoporosis dapat dicegah dan diobati dengan cara memenuhi asupan kalsium di dalam tubuh, melakukan aktivitas fisik serta merubah pola hidup sehat.

Kalsium yang digunakan untuk memenuhi asupan di dalam tubuh dapat berasal dari susu, ekstrak tulang hewan dan batu-batuan. Kalsium dari susu yang dipisahkan dari ekstraksi kalsium memiliki kualitas yang bagus dan mudah diserap tubuh, namun kalsium dari bahan ini sangat mahal karena sulit didapat dan rendemennya sangat rendah. Kalsium yang berasal dari ekstrak tulang hewan memiliki kualitas yang cukup bagus serta mudah diperoleh namun diragukan kehalalannya karena kalsium yang berasal dari ekstrak tulang hewan ini dapat diperoleh dari hewan yang tidak halal. Kalsium yang bersumber dari batu-batuan memiliki kualitas rendah karena sulit dicerna tubuh manusia serta dapat menimbulkan efek samping yang kurang bagus bagi tubuh yaitu pengapuran (Wahid 2007).

Kalsium dapat juga diperoleh dari komoditas perairan. Perairan Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya perikanan yang potensial, baik dari perairan tawar maupun laut. Salah satu komoditas perairan tawar yang memiliki potensi

cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis). Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) merupakan salah satu komoditas perairan tawar yang digemari masyarakat. Suwignyo et al. (1984) menyebutkan bahwa kijing merupakan sumber protein hewani yang cukup murah sehingga banyak dikonsumsi masyarakat. Kijing yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat memiliki ukuran panjang tubuh < 90 mm hingga ≥ 90 mm. Banyaknya konsumsi kijing menghasilkan limbah padat yang cukup tinggi. Cangkang kijing merupakan limbah padat yang belum dimanfaatkan secara optimal. Selama ini limbah padat yang berupa cangkang hanya dimanfaatkan sebagai salah satu materi hiasan dinding, hasil kerajinan atau sebagai campuran pakan ternak.

Cangkang kijing tersusun atas kalsium karbonat. Putra (2008) menyebutkan bahwa sebagian besar struktur cangkang bivalvia tersusun atas kalsium karbonat dan sebagian kecil terdiri dari fosfat. Karnkowska (2004) menunjukkan bahwa kandungan kalsium yang terdapat pada cangkang bivalvia sebesar 37 %. Kandungan kalsium pada cangkang bivalvia lebih tinggi apabila dibandingkan dengan tepung tulang ikan. Cangkang kerang hijau hasil penelitian Wahyuni (2207) memiliki kandungan kalsium sebesar 33,56 %, tepung tulang ikan madidihang memiliki kandungan kalsium sebesar 2,42 %-2,53 % (Maulida 2005) Cangkang kijing tersusun atas kalsium karbonat. Putra (2008) menyebutkan bahwa sebagian besar struktur cangkang bivalvia tersusun atas kalsium karbonat dan sebagian kecil terdiri dari fosfat. Karnkowska (2004) menunjukkan bahwa kandungan kalsium yang terdapat pada cangkang bivalvia sebesar 37 %. Kandungan kalsium pada cangkang bivalvia lebih tinggi apabila dibandingkan dengan tepung tulang ikan. Cangkang kerang hijau hasil penelitian Wahyuni (2207) memiliki kandungan kalsium sebesar 33,56 %, tepung tulang ikan madidihang memiliki kandungan kalsium sebesar 2,42 %-2,53 % (Maulida 2005)

Penelitian ini penting dilakukan karena kijing merupakan komoditas perairan tawar yang disukai masyarakat namun limbah padat yang berupa cangkang belum dimanfaatkan secara optimal. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai komposisi kimia, meliputi proksimat, pH, mineral serta kelarutan mineral, pada cangkang kijing lokal.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik fisik dan kimia tepung cangkang kijing dengan ukuran panjang tubuh yang berbeda.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis)

Jenis kerang, tiram dan moluska lainnya yang memiliki dua keping cangkang disebut bivalvia dan termasuk ke dalam kelas Pelecypoda. Kaki biasanya berbentuk seperti baji (Yunani: pelekys, kampak; dan podos, kaki), insang tipis berbentuk seperti papan. Sebagian besar anggota dari kelas Pelecypoda hidup di laut, akan tetapi beberapa jenis kerang dijumpai di perairan tawar (Sugiri 1989). Salah satu kerang air tawar yang memiliki ukuran yang cukup besar adalah kijing lokal (Pilsbryconcha exilis). Klasifikasi kijing lokal (Pilsbryconcha exilis) menurut Hickman dan Hickman (1979), diacu dalam Suwignyo et al. (1984) adalah sebagai berikut, Kingdom

: Animalia Filum

: Mollusca Kelas

: Pelecypoda Sub kelas

: Lamellibranchia Ordo

: Schizodonta Famili

: Unionidae Genus

: Pilsbryoconcha Spesies

: Pilsbryoconcha exilis

Gambar 1. Kijing lokal (Pilsbryconcha exilis)

Kijing lokal (Pilsbryconcha exilis) hidup di perairan tawar yaitu kolam, selokan, danau atau di sungai. Hewan ini aktif di malam hari, dan merayap di perairan dangkal, di siang hari membenamkan diri pada bagian yang lebih dalam

(Sugiri 1989). Lingkungan hidup yang cocok adalah dasar perairan berupa lumpur dengan pasir yang membentuk lapisan tanah yang tidak padat (Hickman 1967, diacu dalam Suhardjo et al. 1977). Kijing dapat hidup dengan baik pada suhu air berkisar antara 11-29 ºC dengan derajat keasaman (pH) antara 4,8-9,8 (Willbur dan Yonge 1964, diacu dalam Suhardjo et al. 1977). Bagian anterior berbentuk oval sedangkan bagian posteriornya agak menyempit dan panjang tubuhnya berkisar antara 5-10 cm (Sugiri 1989).

Tubuh kijing terletak di dalam cangkang yang terdiri atas: (1) massa viseral, terletak melekat di bagian dorsal dan terdapat alat tubuh; (2) kaki berotot merupakan bagian anteroventral massa viseral; (3) insang ganda, melekat dan terletak di kanan dan kiri kaki; (4) mantel terdiri atas dua bagian berupa selaput tipis yang melekat pada permukaan dalam cangkang. Bagian posterior memiliki sifon inkuren (ventral) dan ekskuren (dorsal). Otot aduktor anterior dan aduktor posterior yang berfungsi untuk menutup cangkang terletak pada bagian dorsal. Otot retraktor terletak di dekat masing-masing otot aduktor yang berfungsi untuk menarik kaki ke dalam. Otot protraktor anterior yang berfungsi membantu menjulurkan kaki terletak di sebelah medial otot aduktor anterior (Sugiri 1989).

2.2. Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis)

Cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) terdiri atas dua bagian, yang sama besar dan terletak di sebelah lateral. Cangkang menyatu di bagian dorsal akibat adanya ligamen sendi yang terdapat diantara dua cangkang tersebut. Cangkang bagian dorsal memiliki gigi sendi yang bekerja sebagai sendi dan umbo, yaitu bagian yang menonjol dan merupakan bagian yang tertua. Umbo memiliki garis-garis konsentris yang merupakan garis pertumbuhan (Sugiri 1989). Garis pertumbuhan adalah garis yang menggambarkan jarak dari fase titik terjadinya pertumbuhan yang baik dengan fase tidak terdapatnya pertumbuhan pada cangkang (Hegner 1956, diacu dalam Suhardjo et al. 1977). Garis tersebut terbentuk karena pengaruh perubahan lingkungan seperti turunnya permukaan air, terjadinya arus dan lain-lain (Pennak 1953, diacu dalam Suhardjo et al. 1977).

Cangkang kijing terdiri atas tiga lapisan yaitu (a) periostrakum, lapisan terluar yang tipis yang terdiri dari zat tanduk, berfungsi melindungi lapisan di bawahnya dari pelarutan oleh asam karbonat dalam air; (b) lapisan prismatik terdiri atas Cangkang kijing terdiri atas tiga lapisan yaitu (a) periostrakum, lapisan terluar yang tipis yang terdiri dari zat tanduk, berfungsi melindungi lapisan di bawahnya dari pelarutan oleh asam karbonat dalam air; (b) lapisan prismatik terdiri atas

Kijing dapat menghasilkan mutiara dan proses pembentukan mutiara terjadi apabila ada benda asing yang masuk ke dalam lapisan mantel, sebagai kegiatan penolakan dan untuk melindungi dirinya. Benda asing tesebut akan dibungkus dalam suatu kantong yang terbentuk karena proses pertumbuhan ephithelium mantel yang secara terus-menerus melapisi benda asing tesebut, sehingga terbentuklah mutiara (Buchsbaum 1938, diacu dalam Suwignyo et al. 1984).

Cangkang kijing tersusun atas kalsium karbonat. Putra (2008) menyebutkan bahwa sebagian besar struktur cangkang bivalvia tersusun atas kalsium karbonat dan sebagian kecil terdiri dari fosfat. Karnkowska (2004) menunjukkan bahwa kandungan kalsium yang terdapat pada cangkang bivalvia sebesar 37 %. Cangkang moluska (bivalvia) juga mengandung magnesium, stronsium dan mangan (Gregoire 1972). Kandungan kalsium pada cangkang bivalvia lebih tinggi apabila dibandingkan dengan tepung tulang ikan.

Gambar 2. Cangkang kijing lokal (Pilsbryconcha exilis)

2.3. Kalsium

Kalsium merupakan unsur kelima dan kation terbanyak di dalam tubuh manusia. Tubuh orang dewasa memiliki kalsium sebanyak 1,0-1,4 kg atau sekitar

2 % dari berat badan. Kalsium terkonsentrasi sebagian besar dalam tulang rawan dan gigi, sisanya terdapat dalam cairan tubuh dan jaringan lunak (Winarno 1992). Tulang merupakan jaringan fisiologis utama bagi pengadaan kalsium untuk kontrol homeostatik yang berfungsi sebagai komponen struktur atau penunjang tubuh. Perbandingan antara kalsium dan fosfor di dalam tulang hampir selalu tetap yaitu 2:1 (Nasoetion et al. 1994).

2.3.1. Sumber – sumber kalsium

Susu dan hasil olahannya serta sayur-sayuran merupakan sumber kalsium. Sayuran yang berdaun hijau, biji kacang, kedelai dan siput laut adalah sumber kalsium yang sangat baik. Buah jeruk dan kebanyakan kacang-kacangan mengandung mineral yang cukup tinggi. Jika dimakan dalam jumlah banyak, padi-padian, akar-akaran dan umbi-umbian meskipun merupakan sumber kalsium yang

yang diperlukan (Nasoetion et al. 1994). Bahan pangan yang banyak mengandung kalsium adalah susu, keju, serealia, kacang-kacangan, kelapa, sayuran berdaun hijau, rumput laut dan ikan (terutama ikan kecil yang dimakan bersama tulangnya) (Muchtadi et al. 1993).

kecil tetapi dapat memenuhi

kebutuhan

2.3.2. Kegunaan kalsium dalam tubuh

Kalsium memiliki peranan membantu membentuk tulang dan gigi serta mengukur proses biologis dalam tubuh. Penelitian yang dilakukan dengan kalsium radioaktif menunjukkan bahwa tulang secara terus-menerus dibentuk dan dirombak secara simultan. Kalsium tulang orang dewasa diserap sekitar 20 % dan diganti lagi setiap tahun (Winarno 1992). Matrik tulang tersusun oleh kalsium, mempunyai susunan yang unik untuk kalsifikasi normal. Kalsifikasi adalah proses pembentukan tulang dari kumpulan sel yang saling berhubungan. Tulang juga banyak mengandung kalsium fosfat yang tidak berbentuk (amorf). Zat ini lebih banyak pada usia muda sedangkan pada usia lanjut diganti oleh kristal-kristal apatit (Nasoetion et al. 1994). Kalsium memegang peranan penting di dalam tubuh yaitu sebagai komponen utama pembentuk tulang dan gigi, memelihara Kalsium memiliki peranan membantu membentuk tulang dan gigi serta mengukur proses biologis dalam tubuh. Penelitian yang dilakukan dengan kalsium radioaktif menunjukkan bahwa tulang secara terus-menerus dibentuk dan dirombak secara simultan. Kalsium tulang orang dewasa diserap sekitar 20 % dan diganti lagi setiap tahun (Winarno 1992). Matrik tulang tersusun oleh kalsium, mempunyai susunan yang unik untuk kalsifikasi normal. Kalsifikasi adalah proses pembentukan tulang dari kumpulan sel yang saling berhubungan. Tulang juga banyak mengandung kalsium fosfat yang tidak berbentuk (amorf). Zat ini lebih banyak pada usia muda sedangkan pada usia lanjut diganti oleh kristal-kristal apatit (Nasoetion et al. 1994). Kalsium memegang peranan penting di dalam tubuh yaitu sebagai komponen utama pembentuk tulang dan gigi, memelihara

2.3.3. Kebutuhan kalsium

Keperluan kalsium dalam tubuh biasanya dihitung dengan keseimbangan kalsium, kira-kira sama dengan yang digunakan untuk menghitung keseimbangan nitrogen (Winarno 1992). Bayi berusia 0-6 bulan memerlukan sekitar 200 mg kalsium sedangkan bayi berusia 7-11 bulan memerlukan asupan kalsium 280-300 mg sehari. Balita hingga anak-anak membutuhkan asupan kalsium rata- rata sekitar 500-750 mg per hari. Masa remaja merupakan masa terjadinya puncak penumpukan kalsium untuk pembentukan tulang sehingga rata-rata asupan kalsium untuk usia remaja yaitu 1000 mg/hari. Usia dewasa memerlukan asupan kalsium rata-rata 800 mg/hari sedangkan kelompok usia 50 tahun memerlukan asupan kalsium rata-rata 1000 mg/hari karena mulai terjadi pengeroposan tulang dan penyerapan mulai menurun (Soekarti dan Kartono 2004).

2.3.4. Penyerapan kalsium

Penyerapan kalsium berkaitan dengan kebutuhan tubuh dan adanya fosfor, vitamin D, laktosa, asam hidroklorat dalam getah pencerna perut dan vitamin C serta asam amino dalam usus kecil (Nasoetion et al. 1994). Penyerapan kalsium terjadi pada bagian atas usus kecil tepat setelah lambung. karena garam kalsium lebih larut dalam asam (Winarno 1992).

Kalsium diserap usus melalui pengangkutan aktif, artinya pengangkutan tersebut terjadi dengan cara melewati suatu perbedaan konsentrasi. Energi vitamin D dibutuhkan untuk pengangkutan aktif kalsium dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan kalsium. Penyerapan paling aktif terjadi pada saat kebutuhan kalsium meningkat, misalnya pada periode pertumbuhan, kehamilan dan laktasi (Nasoetion et al. 1994). Penyerapan kalsium sangat bervariasi tergantung umur dan kondisi badan. Penyerapan kalsium yang dicerna pada masa kanak-kanak berkisar antara 50-70 %, sedangkan pada masa dewasa hanya sekitar 10-40 % (Winarno 1992).

Penyerapan kalsium dihambat oleh adanya zat organik, seperti asam oksalat (pada bayam) dan asam fitat (pada gandum), yang dapat bergabung dengan kalsium dan membentuk garam yang tidak larut (Winarno 1992). Sebagian besar Penyerapan kalsium dihambat oleh adanya zat organik, seperti asam oksalat (pada bayam) dan asam fitat (pada gandum), yang dapat bergabung dengan kalsium dan membentuk garam yang tidak larut (Winarno 1992). Sebagian besar

2.3.5. Dampak kekurangan dan kelebihan kalsium

Kadar kalsium yang tinggi dalam serum dan urin akan menyebabkan keadaan hiperparatiroid (pembesaran kelenjar paratiroid), hiperkalsiuria (banyaknya kalsium yang terkandung dalam urin) dan pembentukan batu ginjal (Nasoetion et al. 1994). Kekurangan kalsium dapat terjadi apabila konsumsi kalsium rendah sehingga mengakibatkan osteomalasia, sedangkan apabila keseimbangan

mengakibatkan osteoporosis (Winarno 1992). Kekurangan kalsium dapat mengakibatkan rakhitis, merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya gangguan kalsifikasi pada tulang dan dipengaruhi oleh jumlah kapur dalam makanan (Nasoetion et al. 1994). Apabila kadar kalsium dalam darah menurun, maka keseimbangan diperoleh dengan mengambil cadangan dari tulang-tulang dan gigi. Keadaan ini menyebabkan keropos tulang (osteoporosis) dan gigi geligi tanggal (Nasoetion et al. 1994).

Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak setelah kalsium. Jumlah fosfor rata-rata dalam tubuh pria dewasa 700 gram. Fosfor terkandung di dalam kerangka tulang sekitar 95 % sebagai mineral tulang, kalsium fosfat dan hidroksiapatit. Fosfor terdapat di dalam jaringan keras (80 %) dan jaringan lunak (20 %). Kadar fosfor dalam plasma berkisar 3,5 mg/100 ml plasma dan apabila butir darah merah termasuk maka total fosfor dalam darah antara 30-40 mg/100 ml darah (Nasoetion et al. 1994).

Fosfat memiliki peranan sebagai unsur pokok dari asam nukleat dan membran sel, sebagai faktor yang esensial pada seluruh reaksi pembentukan di dalam sel serta sebagai komponen berbentuk kristal dari tulang rangka. Fosfor kurang mendapat perhatian sebagai komponen gizi meskipun memiliki beberapa peranan, hal ini disebabkan karena fosfor banyak terdapat dalam berbagai jenis makanan. Bahan makanan yang berasal dari sel tumbuhan maupun hewan mengandung fosfat karena fosfat merupakan komponen yang penting bagi kehidupan (Harrison 1988).

2.4.1. Sumber-sumber fosfor

Fosfor terdapat di dalam bahan pangan dengan kadar protein tinggi seperti daging, unggas, ikan, telur, air susu hewan dan hasil olahannya. Biji-bijian terutama bagian lembaganya dan biji-bijian yang utuh (pecah kulit) juga banyak mengandung fosfor (Nasoetion et al. 1994). Bahan pangan yang kaya akan kalsium juga kaya akan fosfor. Fosfor pada bahan pangan terdapat dalam berbagai bahan organik dan anorganik. Enzim dalam saluran pencernaan membebaskan fosfor yang anorganik dari ikatannya dengan bahan organik (Winarno 1992).

2.4.2. Kegunaan fosfor dalam tubuh

Fosfor merupakan bagian senyawa energi tinggi ATP yang diperlukan dalam memasok energi untuk kegiatan seluler. Fosfor diperlukan pada proses oksidasi karbohidrat dalam pembentukan ATP karena fosforilasi merupakan langkah yang harus dilalui dalam metabolisme monosakarida (Nasoetion et al. 1994). Fosfor memiliki peranan yang mirip dengan kalsium yaitu untuk pembentukan tulang dan gigi serta penyimpanan dan pengeluaran energi (Winarno 1992).

Fosfor sebagai fosfat memainkan peranan dalam struktur dan fungsi semua sel tubuh. Fosfor dapat ditemukan di dalam setiap sel, tetapi sebagian besar (kira-kira

80 % dari total) bergabung dengan kalsium dalam tulang dan gigi. Fosfor berperan dalam kontraksi otot, syaraf dan metabolisme otak (Nasoetion et al. 1994).

2.4.3. Kebutuhan fosfor

Bayi berusia 0-6 bulan memperoleh asupan fosfor dari ASI sekitar 100 mg/hari, sedangkan bayi berusia 7-11 bulan memerlukan asupan fosfor rata-rata 225 mg/hari. Balita memerlukan fosfor sebanyak 400 mg/hari dan remaja memerlukan fosfor sebanyak 10 mg/hari. Dewasa hingga kelompok usia diatas

50 tahun memerlukan asupan fosfor rata-rata sebanyak 600 mg/hari (Soekarti dan Kartono 2004).

2.4.4. Dampak kekurangan dan kelebihan fosfor

Kekurangan fosfor dapat mengkibatkan penyakit renal rickets (rakhitis ginjal) yang ditandai dengan rendahnya fosfor, dan hiperfosfortaria atau peningkatan kehilangan fosfor dalam urin serta penurunan absorbsi kalsium dan fosfor dalam usus. Penyakit ini disebabkan oleh gangguan transpor fosfor di dalam usus halus dan tubulus ginjal (Nasoetion et al. 1994). Metabolisme abnormal kalsium dan Kekurangan fosfor dapat mengkibatkan penyakit renal rickets (rakhitis ginjal) yang ditandai dengan rendahnya fosfor, dan hiperfosfortaria atau peningkatan kehilangan fosfor dalam urin serta penurunan absorbsi kalsium dan fosfor dalam usus. Penyakit ini disebabkan oleh gangguan transpor fosfor di dalam usus halus dan tubulus ginjal (Nasoetion et al. 1994). Metabolisme abnormal kalsium dan

2.5. Magnesium

Magnesium merupakan kation nomor dua paling banyak setelah natrium di dalam cairan interselular. Magnesium terlibat dalam berbagai proses metabolisme. Sebanyak 60 % dari 20-28 mg magnesium di dalam tubuh terdapat di dalam tulang dan gigi, 26 % di dalam otot dan selebihnya di dalam jaringan lunak lainnya serta cairan tubuh (Almatsier 2006).

2.5.1. Sumber-sumber magnesium

Sumber utama magnesium adalah sayuran hijau, biji-bijian, kacang-kacangan, daging, susu dan coklat (Almatsier 2006). Sebagian besar serealia seperti gandum dan gandum hitam juga merupakan sumber magnesium. Kandungan magnesium pada gandum lebih rendah dibandingkan kandungan magnesium pada gandum hitam (McDowell 1992).

2.5.2. Kegunaan magnesium dalam tubuh

Magnesium berfungsi sebagai aktivator enzim peptidase dan enzim lain yang memecah gugus, meningkatkan tekanan osmotik serta membantu mengurangi getaran otot (Budiyanto 2002). Magnesium berperan dalam transmisi saraf, kontraksi otot dan pembekuan darah di dalam cairan sel ekstraselular. Magnesium memiliki peranan yang berlawanan dengan kalsium. Kalsium merangsang kontraksi otot sedangkan magnesium mengendorkan otot, kalsium mendorong penggumpalan darah sedangkan magnesium mencegahnya (Almatsier 2006).

2.5.3. Kebutuhan magnesium

Bayi berusia 0-6 bulan memperoleh asupan magnesium dari ASI sebanyak 25 mg/hari sedangkan balita membutuhkan asupan magnesium rata-rata 60-80 mg/hari. Remaja memerlukan asupan magnesium rata-rata 180-230 mg/hari dan usia dewasa membutuhkan asupan magnesium rata-rata sebesar 240-270 mg/hari (Soekarti dan Kartono 2004).

2.5.4. Dampak kekurangan dan kelebihan magnesium

Kekurangan magnesium berat menyebabkan kurang nafsu makan, gangguan dalam pertumbuhan, mudah tersinggung, gugup, kejang/tetanus, gangguan sistem saraf pusat, halusinasi, koma dan gagal jantung. Kelebihan magnesium terjadi Kekurangan magnesium berat menyebabkan kurang nafsu makan, gangguan dalam pertumbuhan, mudah tersinggung, gugup, kejang/tetanus, gangguan sistem saraf pusat, halusinasi, koma dan gagal jantung. Kelebihan magnesium terjadi

2.6. Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)

Atomic Absorption Spectroscopy atau spektroskopi serapan atom merupakan suatu metode yang digunakan untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid (Chasteen 2007). Analisis unsur dengan panjang gelombang pada daerah sinar tampak seperti Ca, K, Na, Mg, P dan sebagainya dapat dilakukan dengan cara spektroskopi serapan atom dan spektroskopi emisi nyala. Spektroskopi serapan atom mengukur radiasi yang diserap oleh atom-atom yang tidaak tereksitasi sedangkan pada spektroskopi emisi nyala yang diukur adalah radiasi yang dipancarkan dengan panjang gelombang tertentu oleh atom-atom yang tereksitasi (Nur 1989).

Prinsip pemeriksaan spektrofotometer serapan atom yaitu molekul sampel diubah menjadi atom-atom bebas dengan bantuan nyala atau flame. Atom-atom akan mengabsorbsi cahaya yang sesuai dengan panjang gelombang dari atom tersebut dan intensitas cahaya yang diserap sebanding dengan panjang gelombang dari atom tersebut serta intensitas cahaya yang diserap sebanding dengan banyaknya cahaya (Susanto 2008).

Teknik spektroskopi serapan atom merupakan teknik yang paling spesifik karena garis spektrum serapan atom sangat sempit dan energi transisi elektron sangat unik untuk setiap unsur (Nur 1989). Waktu pengujian dengan instrumen SSA lebih cepat dibandingkan dengan metode pengujian gravimetri dan titrimetri, karena preparasi sampel lebih cepat, yakni disediakan dalam larutan kemudian dimasukkan untuk dibakar (Susanto 2008).

3. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2009. Preparasi sampel dilaksanakan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Uji proksimat yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein, serta pengujian kandungan kitin dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Analisis kadar mineral (kalsium, fosfor dan magnesium) dilakukan di Laboratorium Teknologi dan Manajemen Lingkungan, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

3.2. Alat dan Bahan

Peralatan yang dibutuhkan pada tahap persiapan sampel dan pembuatan tepung meliputi penggaris, timbangan digital, baskom, pisau, tampah, kompor listrik, oven, gelas piala 1 L dan mortar. Bahan utama yang digunakan adalah kijing lokal yang diperoleh dari Situ Gede.

Peralatan yang digunakan untuk uji proksimat meliputi oven, desikator, timbangan digital, cawan porselen, tanur pengabuan, labu soxhlet, kapas wool atau kertas saring, labu kjeldahl 100 ml, pemanas listrik/alat destruksi dan buret

10 ml. Pelarut dan pereaksi yang digunakan untuk uji proksimat yaitu hekasana, campuran katalis selen, etanol 95%, asam borat (H 3 BO 3 ) 2%, NaOH, H 2 SO 4 pekat dan akuades. Peralatan yang digunakan untuk analisis kadar kalsium, fosfor dan magnesium terdiri atas gelas piala, timbangan digital, labu takar, pipet volumetrik, labu kjeldahl 100 ml, alat destruksi, kertas saring whatman, corong, kuvet, spektrofotometer dan AAS. Bahan kimia dan pelarut yang digunakan meliputi

asam nitrat, HNO 3 , HClO 4 , HCl, amonium molibdat, amonium vanadat, asam nitrat pekat, akuades, indikator merah metil, NH 4 OH, amonium oksalat, akuades, amonium fosfat, HCl dan asam molibdat.

3.3. Metode Penelitian

Tahapan penelitian meliputi persiapan sampel kijing dan pengamatan untuk mengetahui karakteristik fisik cangkang kijing, pembuatan tepung cangkang kijing, kemudian dilakukan analisis untuk mengetahui karakteristik fisik dan kimia dari tepung cangkang kijing.

3.3.1. Persiapan sampel

Sampel berupa kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) diperoleh dari perairan tergenang Situ Gede. Kijing yang telah diperoleh kemudian ditimbang bobotnya dan diukur panjang tubuhnya. Kijing yang telah dihitung bobot tubuh dan panjangnya kemudian dipisahkan daging, jeroan serta cangkang untuk dihitung rendemennya. Cangkang yang telah ditimbang kemudian dikelompokkan berdasarkan ukurannya yaitu ukuran < 90 mm dan ≥ 90 mm. Pembagian kelompok ukuran cangkang kijing ini didasarkan pada ukuran konsumsi kijing. Cangkang yang telah dikelompokkan berdasarkan ukurannya kemudian siap untuk dibuat tepung. Diagram alir prosedur persiapan sampel disajikan pada Gambar 3.

Kijing lokal

Penimbangan bobot tubuh

Pengukuran panjang tubuh

Pemisahan daging, jeroan dan cangkang

Penimbangan daging, jeroan dan cangkang

Pengukuran rendemen

Pemisahan cangkang berdasarkan ukuran

Pembuatan tepung cangkang kijing

Gambar 3. Diagram alir prosedur persiapan sampel

3.3.2. Pembuatan tepung cangkang kijing

Cangkang kijing yang telah dikelompokkan berdasarkan ukuran direbus dengan larutan NaOH 1 N, kemudian dilakukan penepungan. Analisis karakteristik fisik yang meliputi rendemen dan derajat putih serta analisis kimia yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak, kalsium, magnesium dan fosfor dilakukan terhadap cangkang kijing yang telah ditepungkan. Tepung cangkang kijing dibuat dengan modifikasi metode Sada (1984), diacu dalam Wahyuni (2007) yang dimodifikasi pada tahap penepungan.

Cangkang yang telah dipisahkan dari dagingnya dibersihkan. Cangkang dikeringkan dengan panas matahari selama 6-8 jam, kemudian cangkang direbus dalam larutan NaOH 1 N pada suhu 50 ºC selama 3 jam. Perebusan dengan menggunakan NaOH ini bertujuan untuk menghilangkan bahan-bahan organik yang terdapat pada cangkang kijing. Cangkang kijing yang telah direbus kemudian dinetralisasi dengan pencucian, lalu dikeringkan dengan oven pada suhu 121 ºC selama 15 menit. Cangkang kijing yang telah dikeringkan kemudian dihancurkan dengan menggunakan mortar lalu disaring dengan saringan kasar dan nilon mesh ukuran 60 mesh hingga menjadi tepung cangkang kijing. Tepung yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi untuk mengetahui karakteristik fisik dan kimia tepung cangkang kijing. Diagram alir prosedur pembuatan tepung cangkang kijing dapat dilihat pada Gambar 4.

Cangkang kijing

Pengeringan (50-60 ºC) selama 6-8 jam

Perebusan dalam larutan NaOH 1 N suhu 50ºC selama 3 jam

Penetralan cangkang kijing (pH = 7) dengan pencucian

Pengeringan oven (121 ºC) selama 15 menit

Penumbukan *

Penyaringan

Tepung cangkang kijing

Karakterisasi fisik dan kimia

* : modifikasi Gambar 4. Diagram alir prosedur pembuatan tepung cangkang kijing

3.4. Pengamatan

3.4.1. Karakterisasi fisik

3.4.1.1. Karakterisasi fisik cangkang kijing

Karakterisasi fisik cangkang kijing meliputi pengukuran panjang, tebal dan tinggi cangkang, rendemen tubuh kijing dan rendemen cangkang yang diperoleh. Panjang, tebal dan tinggi cangkang diukur dengan menggunakan penggaris dan jangka sorong. Panjang cangkang diukur dari ujung posterior ke ujung anterior cangkang, tebal cangkang diukur pada bagian yang tergemuk dari bagian kiri ke bagian kanan cangkang dan tinggi cangkang diukur dari tepi dorsal ke tepi ventral (Putra 2008).

3.4.1.2. Karakterisasi fisik tepung cangkang kijing

(1) Pengukuran rendemen (AOAC 1995, diacu dalam Hilman 2008) Rendemen merupakan hasil akhir yang dihitung berdasarkan proses input dan

output.

A Rendemen (%) = x 100 %

A merupakan berat akhir sampel dan B merupakan berat awal sampel.

(2) Derajat putih (Kett Whiteness Electric Laboratory 1981, diacu dalam Hilman 2008)

Sampel berupa tepung dimasukkan ke dalam cawan whiteness meter hingga padat dan penuh. Kemudian cawan berisi sampel beserta cawan berisi standar (dapat berupa white plate atau serbuk BaSO 4 ) dimasukkan ke dalam sistem Kett Whiteness Meter. Derajat putihan diukur dengan membandingkan warna sampel dengan warna kontrol, ditunjukkan oleh jarum penunjuk pada monitor.

Derajat putih (%) = Warna sampel

X 100%

Keterangan : 110 = standar BaSO 4

3.4.2. Karakterisasi kimia

3.4.2.1. Karakterisasi kimia cangkang kijing

(1) Kitin (Suptijah et al. 1992, diacu dalam Yogaswari 2009) Kadar kitin diketahui dengan menimbang kitin yang dibuat dari cangkang

kijing. Kitin dibuat berdasarkan metode Suptijah et al. (1992), sebanyak 10 gram cangkang yang telah dicuci dan dikeringkan, ditimbang dengan menggunakan timbangan digital. Tahap pertama dalam ektraksi kitin adalah demineralisasi (penghilangan mineral). Sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml lalu dicampur dengan larutan HCl 0,1 N dengan perbandingan 1:7 (10 gram bahan dengan 70 ml HCl). Penambahan HCl dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk. Campuran dibiarkan selama 1 jam sambil diaduk. Setelah 1 jam kemudian didekantasi dan dicuci dengan air sampai netral (3-4 kali) kemudian disaring dan siap untuk diproses selanjutnya yaitu deproteinasi.

Pada tahap deproteinasi (penghilangan protein), bahan yang telah mengalami demineralisasi dicampur dengan larutan NaOH 3,5% dengan perbandingan 1:10,

kemudian dipanaskan hingga temperatur 65 o

C selama 2 jam sambil diaduk. Setelah 2 jam, campuran didekantasi dan dicuci hingga netral, disaring dan

dikeringkan dengan oven 60 o

C selama semalam. Jika rendemen kitin yang dihasilkan sangat kecil, maka dalam penyaringan akhir digunakan kertas saring C selama semalam. Jika rendemen kitin yang dihasilkan sangat kecil, maka dalam penyaringan akhir digunakan kertas saring

bobot kitin (g)

% kitin =

bobot sampel (g)

X 100 %

3.4.2.2. Karakterisasi kimia tepung cangkang kijing

(1) Kadar air (Apriyantono et al. 1995) Cawan kosong dikeringkan dalam oven pada suhu 100 ºC–102 ºC selama

15 menit dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel sejumlah

5 gram ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam cawan. Cawan dan sampel kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 100 ºC–102 ºC selama 6 jam, selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian cawan ditimbang hingga diperoleh berat yang tetap. Kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

Berat sampel (gram) = W 1 Berat sampel setelah dikeringkan (gram) = W 2

Kehilangan berat (gram) = W 3 W3

Persen kadar air =

x 100 %

W1

(2) Kadar abu (SNI 01-3751-2006) Cawan abu porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 100 ºC–102 ºC selama

satu jam. Cawan abu porselen kemudian didinginkan dalam desikator selama satu jam kemudian beratnya ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam cawan abu porselen selanjutnya sampel diabukan dalam

tanur pada suhu 600 o

C selama 5-8 jam hingga sampel berwarna putih atau kelabu. Cawan dan sampel yang telah berwarna putih atau kelabu didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang bobotnya. Kadar abu sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar abu (%) =

x 100 %

Keterangan: W adalah bobot sampel (g)

W1 adalah bobot cawan kosong (g) W2 adalah bobot cawan kosong dan abu (g)

(3) Kadar protein (SNI 01-3751-2006) Sebanyak 0,5-1,0 gram sampel ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam

labu Kjeldahl. Campuran katalis selen sebanyak 1 gram dan 10 ml H 2 SO 4 ditambahkan ke dalam sampel. Campuran kemudian dipanaskan dalam pemanas listrik hingga mendidih dan larutan menjadi berwarna jernih kehijau-hijauan. Tahap ini dilakukan di dalam lemari asam. Campuran yang telah mendidih dan berubah warna menjadi jernih kehijau-hijauan kemudian dibiarkan dingin lalu diencerkan dengan akuades secukupnya. Sebanyak 15 ml atau lebih larutan NaOH 30% ditambahkan ke dalam campuran. Campuran kemudian disuling selama 10-15 menit atau hingga penampung berubah warna dengan penampung distilat

adalah 50 ml larutan H 3 BO 3 2% yang telah diberikan beberapa tetes indikator BCG + MM. Campuran distilat kemudian dititar dengan larutan HCl. Kadar protein sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

( V 1  V 2 ) xNx 14 . 008 x 6 . 25 Kadar protein (%) =

X 100 %

Keterangan: V1 = volume HCl untuk titrasi contoh (ml),

V2 = volume HCl untuk titrasi blanko (ml), N = Normalitas larutan HCl, W = berat contoh (mg), 14,008 = Bobot atom nitrogen, 6,25 = faktor protein untuk produk perikanan.

(4) Kadar lemak (Apriyantono et.al 1995) Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet yang akan

digunakan, dikeringkan dalam oven pada suhu 103 ºC selama 1 jam kemudian didinginkan dalam dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 5 gram sampel yang berbentuk tepung ditimbang langsung dalam saringan timbal, yang sesuai ukurannya kemudian ditutup dengan kapas wool yang bebas lemak. Sampel dapat juga dibungkus dengan kertas saring sebagai alternatif lain. Timbal atau kertas digunakan, dikeringkan dalam oven pada suhu 103 ºC selama 1 jam kemudian didinginkan dalam dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 5 gram sampel yang berbentuk tepung ditimbang langsung dalam saringan timbal, yang sesuai ukurannya kemudian ditutup dengan kapas wool yang bebas lemak. Sampel dapat juga dibungkus dengan kertas saring sebagai alternatif lain. Timbal atau kertas

Kadar lemak (%) =

x 100 %

Keterangan:

A = Berat labu lemak

B = Berat labu lemak beserta lemak

C = Berat sampel