Perubahan Bunyi Bahasa Proto Austronesia Kedalam Bahasa Melayu Riau Dialek Kampar (Kajian Linguistik Historis Komparatif)

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal yang lain (Kridalaksana, 2001: 177). Beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu perubahan bunyi, bahasa Proto Austronesia, pewarisan linear dan inovasi dan bahasa Melayu Riau Dialek Kampar.

2.1.1 Perubahan Bunyi

Perubahan bunyi sebagai salah satu perubahan unsur bahasa yang terkecil pada umumnya merupakan suatu proses di mana bunyi bahasa mengalami perubahan dari bunyi awal menjadi bunyi yang lain. Tipe perubahan bunyi lebih meneropong perubahan secara individual, yaitu hanya mempersoalkan bunyi proto itu tanpa mengaitkannya dengan fonem-fonem lain dalam lingkungan yang dimasukinya. Macam-macam perubahan bunyi didasarkan pada hubungan bunyi tertentu dengan fonem-fonem lainnya dalam sebuah segmen, atau dalam lingkungan yang lebih luas. Perubahan-perubahan bunyi tersebut diantaranya perubahan metatesis, aferesis, sinkop, apokop, protesis, epentesis atau mesogog, dan paragog (Keraf, 1991: 91).

2.1.2 Bahasa Proto Austronesia

Bahasa Proto adalah bahasa tua atau bahasa asal yang menurunkan sejumlah bahasa-bahasa kerabat (Keraf, 1991: 29). Bahasa Proto Austronesia merupakan bahasa asal dari bahasa-bahasa di Indonesia dan bahasa-bahasa yang


(2)

tersebar luas di wilayah kepulauan di Asia Tenggara. Rumpun bahasa Austronesia adalah sebuah rumpun bahasa yang tersebar meliputi gugusan kepulauan Asia Tenggara dan Lautan Pasifik. Penutur bahasa Austronesia mendiami kepulauan di Asia Tenggara dan berasal dari Taiwan. Rumpun bahasa Austronesia di bagi menjadi dua sub-rumpun yaitu Autronesia Barat (bahasa-bahasa Indonesia atau disebut juga bahasa-bahasa Melayu) dan Austronesia Timur (bahasa-bahasa Polinesia, di antaranya bahasa Timor-Ambon, Sula-Bacan, Halmahera Selatan, dan Irian Barat) (Keraf, 1991: 205).

Berdasarkan hasil rekonstruksi, bahasa Proto Autronesia memiliki sistem fonem sebagai berikut (Mbete, 1981: 24). Fonem vokal bahasa Proto Austronesia sebanyak empat buah yaitu */i/, */u/, *//, */a/. Vokal PAN dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Posisi Lidah Depan Tak Bundar

Tengah Tak Bundar

Belakang Bundar

Tinggi *i *u

Sedang *

Rendah *a

Fonem konsonan PAN terdiri atas 22 buah, yaitu */p/, */b/, */m/, */w/, */t/, */d/, */n/, */l/, */T/, */D/, */r/, */s/, */z/, */ñ/, */y/, */c/,*/j/, */k/, */g/, */ŋ/, */q/ */R/, */h/. Fonem konsonan PAN dapat dilihat pada table di bawah ini:


(3)

Tempat Artikulasi

Cara Artikulasi Bilabial Labiodental dental/Alveolar Palatal Velar Glotal

Hambat Tb *p *t/ *T *c *k *q

B *b *d/ *D *j *g

Frikatif Tb *s *h

B *z

Nasal B *m *n *ñ

(ny) *ŋ (ng)

Lateral B *l

Getar/Tril B *r *R

Semivokal B *w *y

2.1.3 Pewarisan Linear dan Inovasi

Pewarisan linear adalah pewarisan fonem proto ke dalam bahasa sekarang dengan tetap mempertahankan ciri-ciri fonetis fonem protonya (Keraf, 1991: 80). Misalnya, fonem-fonem pada kata */abu/ pada PAN diturunkan secara linear menjadi /abu/ pada BMRDK dengan fonem*/a/ tetap menjadi /a/. Inovasi adalah pewarisan dengan perubahan yang terjadi apabila fonem bahasa Proto mengalami perubahan dalam bahasa sekarang (Keraf, 1991: 80). Misalnya, fonem PAN *// dalam kata */bnr/ berubah menjadi fonem /o/ pada kata /bonaR/ dalam BMRDK. *// pada posisi terbuka muncul sebagai fonem /o/, sedangkan *// pada posisi tertutup mengalami perubahan menjadi fonem /a/.


(4)

2.1.4 Bahasa Melayu Riau Dialek Kampar

Bahasa Melayu merupakan salah satu bahasa yang terbesar dalam sejarah, hal ini dapat kita buktikan dengan banyak bangsa-bangsa lain yang menggunakan bahasa Melayu. Bahasa Melayu yang ada di daerah Riau yang merupakan induk bahasa Melayu yang ada di Nusantara. lebih khususnya lagi kedalam kawasan Riau bagian hulu. Bahasa Riau bagian hulu ini merupakan akulturasi antara bahasa Melayu Riau-Johor-Lingga dengan bahasa-bahasa yang terdapat di Minangkabau. Kawasan Riau bagian hulu meliputi Kampar, Rokan Hulu, dan Kuantan Singingi.

Profesor DR. Abdul Hamid Mahmood dan Nurfarah Lo Abdullah (2007), menguraikan bunyi vokal dan konsonan. Bunyi fonem vokal bahasa Melayu ada delapan buah yaitu [i], [e], [ɛ], [a], [u], [o], [ɔ], dan []. Vokal bahasa Melayu dapat dilihat pada table di bawah ini:

Depan Tengah Belakang

Sempit i u

Separuh sempit e o

Separuh luas ɛ ɔ Luas a

Fonem konsonan bahasa Melayu terdiri atas 18 buah, yaitu /p/, /b/, T/, /k/, /?/, /d/, /g/, /č/, /J/, /m/, /n/, /ny/, /

/, /ŋ/, /s/, /H/,/h/, /r/, /l/, /w/, /y/j/. Fonem konsonan bahasa Melayu dapat dilihat pada table di bawah ini:


(5)

Tempat Artikulasi Cara

Artikulasi

Bibir Gigi Gusi langit-langit keras langit-langit lembut Pita suara Letupan tak bersuara

p T k ?

Letupan bersuara

b d g

Letusan tak bersuara č Letusan bersuara J

Sengau m n (ny)

ŋ

Geseran tak bersuara

s H

Geseran bersuara

h

Getaran r

Sisian l

Separuh vokal w y/j

2.2 Landasan Teori

Penelitian ini dilandasi oleh teori Linguistik Historis Komparatif. Linguistik Historis Komparatif bermula ketika seorang tokoh ilmu perbandingan bahasa bernama Franz Bopp, membandingkan akhiran-akhiran kata kerja dalam bahasa Sansekerta, Yunani, Persia, dan Jerman pada tahun 1816. Linguistik Historis Komparatif adalah cabang ilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu tertentu, serta mengkaji perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam bidang waktu tertentu. Linguistik Historis Komparatif mempelajari data-data dari suatu bahasa atau lebih, sekurang-kurangnya dalam dua periode. Data-data tersebut diperbandingkan secara cermat untuk memperoleh kaidah-kaidah perubahan yang terjadi dalam bahasa itu (Keraf, 1991: 22).


(6)

Mbete (2009 : 1) mengatakan bahwa Linguistik Historis Komparatif adalah cabang linguistik yang mempelajari dan mengkaji bahasa dalam dimensi waktu, khususnya masa lalu. Dengan dimensi waktu ini, bahasa yang dikaji bersifat diakronis, berbeda dengan linguistik deskriptif yang bersifat sinkronik. Linguistik Historis Komparatif bertujuan untuk menjelaskan adanya hubungan kekerabatan, kesejarahan dan perubahan bunyi bahasa-bahasa di suatu kawasan tertentu.

Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah macam-macam perubahan bunyi. Keraf (1991: 90) membagi perubahan-perubahan bunyi menjadi beberapa macam antara lain:

1. Metatesis yaitu suatu proses perubahan bunyi yang berujud pertukaran tempat dua fonem. Metatesis sering memperlihatkan gejala yang teratur yang mempengaruhi suatu urutan tertentu dalam suatu bahasa. Misalnya dalam bahasa Austronesia Purba *ktip  pətik dalam bahasa Melayu. Proses metatesis bekerja terus dalam bahasa yang sama sehingga dihasilkan bentuk ganda untuk suatu pengertian yang sama atau mirip seperti dalam kata-kata Indonesia atau Melayu berikut: rontal – lontar, peluk – pekul, beting – tebing, apus – usap, dan sebagainya (Keraf, 1991: 90). 2. Aferesis adalah suatu proses perubahan bunyi antara bahasa kerabat

berupa penghilangan sebuah atau beberapa fonem pada awal sebuah kata. Contoh bahasa Austronesia Purba dan bahasa Melayu seperti pada kata


(7)

3. Sinkop adalah perubahan bunyi yang berujud penghilangan sebuah atau beberapa fonem di tengah kata. Misalnya, bahasa Austronesia Purba terdapat sejumlah kata yang mengalami perubahan dalam bahasa Polinesia Purba, misalnya: *urat *ua „urat‟, *ira *mea (ma-ira) „merah‟, *iya

*ia ‘dia‟ dan *tuha *tua „tua‟ (Keraf, 1991: 91).

4. Apokop (apocope) merupakan perubahan bunyi berupa menghilangnya sebuah atau beberapa fonem pada akhir kata. Misalnya, dalam bahasa Polinesia Purba dalam Austronesia Purba, *kbar*kopa „kembar‟,

*kbut*kofu „dibungkus‟, dan *klut *kolu „kerut‟ (Keraf, 1991:

91).

5. Protesis adalah suatu proses perubahan kata berupa penambahan fonem pada awal kata. Dalam bahasa Melayu dan Indonesia kata-kata: əlang,

əmas, əmpat, dan əmpedu merupakan hasil protesis atas kata: lang, mas, pat, dan pedu. Begitu pula dari kata Austronesia Purba əmbut diturunkan dalam kata Melayu həmbus (Keraf, 1991: 91).

6. Epentesis atau Mesogog adalah proses perubahan kata berupa penambahan fonem di tengah kata. Misalnya kata-kata Austronesia Purba berikut akan mengalami epentesis dalam bahasa Melayu: *kapak kampak, *kapung kampung, dan *tubuh tumbuh. (Keraf, 1991: 92). 7. paragog adalah perubahan yang terjadi apabila sebuah kata mengalami

perubahan berupa penambahan fonem pada akhir kata. Seperti pada bahasa Austronesia Purba ke bahasa Polensia Purba berikut ini *but *futi


(8)

„menyentak‟, *km „genggam‟ → *komi „menekan‟dan *bun *funa

„tutup‟ (Keraf, 1991: 91-92).

Perubahan fonem proto ke dalam fonem-fonem bahasa kerabat terjadi dalam beberapa macam tipe dengan pola pewarisan. Keraf (1991: 92) membagi pola pewarisan tersebut menjadi beberapa bagian diantaranya adalah:

1. Linear adalah pewarisan fonem proto ke dalam bahasa sekarang dengan tetap mempertahankan ciri-ciri fonetis fonem protonya. Misalnya PAN dalam BMRDK *abu →abu „abu‟ dan *daun →daun„daun‟.

2. Inovasi adalah pewarisan yang terjadi apabila suatu fonem bahasa PAN mengalami perubahan dalam bahasa sekarang. Misalnya PAN dalam BMRDK *anak → buda? „anak‟, dan *wayeR→ ae „air‟.

2.3 Tinjauan Pustaka

Beberapa hasil penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini diterangkan sebagai berikut. Widayati (2001) dalam jurnalnya ”Refleksi Fonem Vokal Bahasa Melayu Purba dalam Bahasa Melayu Asahan”. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah fonem-fonem turunan dalam bahasa Melayu Asahan (BMA) ada yang merupakan refleksi langsung dari Proto Melayu (PM) dan tetap sebagai retensi dan ada pula yang telah mengalami inovasi bentuk. PM *a menjadi a pada silabel final, penultima, dan antepenultima merupakan bentuk retensi yang tetap ada dalam BMA sementara o pada silabel penultima dan ә pada silabel antepenultima merupakan bentuk inovatif; PM *i pada silabel final, penultima, dan antepenultimamenjadii merupakan bentuk retensi dalam BMA sementara variasinya e, ә, dan a adalah bentuk inovatif; *u pada silabel final,


(9)

penultima, dan antepenultima menjadi u merupakan bentuk retensi dan o pada silabel final, penultima, dan ә, a, i antepenultima adalah bentuk inovatif. PM *ә pada silabel final menjadi a, pada silabel penultima menjadi o, dan pada silabel antepenultima menjadi a dan i merupakan bentuk inovatif.

Lubis (2004) dalam skripsinya “Refleksi Fonem Vokal dan Konsonan Bahasa Proto Austronesia dalam Bahasa Mandailing”. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data tulis adalah metode simak dengan teknik sadap dan dilanjutkan dengan teknik catat. Data lisan diperoleh menggunakan metode cakap dengan teknik pancing dilanjutkan dengan teknik cakap semuka dan teknik catat. Pengkajian data menggunakan metode padan dengan teknik pilah unsur penentu dengan daya pilah pembeda organ wicara, dilanjutkan dengan teknik hubung banding menyamakan (HBS) dan hubung banding memperbedakan (HBB). Hasil penelitian ini menemukan adanya retensi dan inovasi fonem vokal dan konsonan dalam BM, yaitu *a menjadi /a/ dan /o/ dengan variasi /i/, /u/, dan /e/; *I menjadi /i/ dengan variasi /e/; *u menjadi /o/ dan /e/ dengan variasi /a/; *ә menjadi /o/ dan /a/; *b menjadi /b/; *d menjadi /d/ dan /g/ dengan variasi /j/; *g menjadi /g/; *h menjadi /ø/; *ɔ menjadi /j/ dengan variasi /d/; *k menjadi /k/ dan /h/; *l menjadi /l/; *m menjadi /m/ dengan variasi /n/; *n menjadi /n/; *p menjadi /p/; *r menjadi /r/; *R menjadi /r/ dengan variasi /k/; *s menjadi /s/ dengan variasi /c/; *t menjadi /t/; *ŋ menjadi /ŋ/; *? Menjadi /ø/; *z menjadi /ɔ/.

Ardana (2011) dalam tesisnya “Korespondensi Fonem Proto-Austronesia dalam Bahasa Kaili dan Bahasa Uma di Sulawesi Tengah”. Penelitian ini secara khusus mendeskripsikan pewarisan fonem Proto-Austronesia, menganalisis


(10)

korespondensi fonem Proto-Austronesia, dan mendeskripsikan tipe-tipe perubahan bunyinya. Penelitian ini menggunakan tiga partisipan yaitu peneliti, pengelisitasi, dan pengobservasi. Untuk penentuan hubungan kekerabatan digunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan kuantitatif ikhwal metode leksikostatistik dan pendekatan kualitatif ikhwal metode perbandingan. Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan beberapa tipe perubahan bunyi, yaitu: perengkahan (split), peleburan (merger), peluluhan bunyi (phonemic lose),

penggantian (shift) danmetatesis (metathesis).

Sari (2011) dalam tesisnya “Refleksi Proto Austronesia dalam Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat”. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perubahan bunyi vokal Proto Austronesia Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat. Sebagai dasar analisis digunakan konsep perubahan bunyi dan pendekatan dari atas ke bawah (top down approach) dengan menggunakan metode padan. Dari hasil analisis disimpulkan bahwa refleksi fonem vokal PAN dalam Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat terjadi secara linear dan inovasi. Fonem vokal PAN berubah menjadi lima fonem vokal dalam Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat. Perbandingan perbedaan perubahan fonem vokal PAN dalam BA dan BMDL yaitu: perbedaan perubahan fonem PAN *a dalam BA dan BMDL terlihat pada fonem vokal /o/, /u/, /i/, /|/ dan /E/. Pada fonem PAN *i dalam BA dan BMDL terlihat pada fonem vokal /a/, /e/, /o/ dan /E/. Pada fonem PAN *u dalam BA dan BMDL terlihat pada fonem vokal /i/, /o/, /|/, dan /E/. Pada fonem PAN *ә dalam BA dan BMDL terlihat pada fonem vokal /a/ dan /o/. Sedangkan perbandingan persamaan perubahan fonem vokal PAN


(11)

dalam BA dan BMDL yaitu: fonem PAN *i dalam BA dan BMDL sama-sama berubah menjadi fonem vokal /e/ dan /o/; fonem PAN *u sama-sama berubah menjadi fonem vokal /o/; fonem PAN *ә sama-sama berubah menjadi fonem vokal /a/.

Panggabean (2014) dalam disertasinya “Rekonstruksi dan Pengelompokan Bahasa-bahasa Batak”. Penelitian ini meliputi perangkat korespondensi bahasa-bahasa batak, proto-fonem bahasa-bahasa-bahasa-bahasa batak, proto-morfem bahasa-bahasa-bahasa-bahasa batak, rumusan perubahan bunyi, pengelompokan bahasa-bahasa batak serta inventirisasi fonem dan realisasi fonetis bahasa-bahasa batak dengan menggunakan metode komparatif. Berdasarkan inovasi bersama (shared innovation) dan kemiripan bahasa-bahasa batak antara satu dengan yang lain, bahasa-bahasa batak terdiri atas tiga kelompok yakni kelompok batak Toba, batak Angkola, batak Mandailing, batak Pakpak Dairi, batak Karo, dan batak Simalungun. Penelitian ini juga menunjukkan fonem-fonem bahasa-bahasa batak dan realisasi fonetisnya.


(1)

Mbete (2009 : 1) mengatakan bahwa Linguistik Historis Komparatif adalah cabang linguistik yang mempelajari dan mengkaji bahasa dalam dimensi waktu, khususnya masa lalu. Dengan dimensi waktu ini, bahasa yang dikaji bersifat diakronis, berbeda dengan linguistik deskriptif yang bersifat sinkronik. Linguistik Historis Komparatif bertujuan untuk menjelaskan adanya hubungan kekerabatan, kesejarahan dan perubahan bunyi bahasa-bahasa di suatu kawasan tertentu.

Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah macam-macam perubahan bunyi. Keraf (1991: 90) membagi perubahan-perubahan bunyi menjadi beberapa macam antara lain:

1. Metatesis yaitu suatu proses perubahan bunyi yang berujud pertukaran tempat dua fonem. Metatesis sering memperlihatkan gejala yang teratur yang mempengaruhi suatu urutan tertentu dalam suatu bahasa. Misalnya dalam bahasa Austronesia Purba *ktip pətik dalam bahasa Melayu. Proses metatesis bekerja terus dalam bahasa yang sama sehingga dihasilkan bentuk ganda untuk suatu pengertian yang sama atau mirip seperti dalam kata-kata Indonesia atau Melayu berikut: rontal – lontar, peluk – pekul, beting – tebing, apus – usap, dan sebagainya (Keraf, 1991: 90). 2. Aferesis adalah suatu proses perubahan bunyi antara bahasa kerabat

berupa penghilangan sebuah atau beberapa fonem pada awal sebuah kata. Contoh bahasa Austronesia Purba dan bahasa Melayu seperti pada kata


(2)

3. Sinkop adalah perubahan bunyi yang berujud penghilangan sebuah atau beberapa fonem di tengah kata. Misalnya, bahasa Austronesia Purba terdapat sejumlah kata yang mengalami perubahan dalam bahasa Polinesia Purba, misalnya: *urat *ua „urat‟, *ira *mea (ma-ira) „merah‟, *iya

*ia ‘dia‟ dan *tuha *tua „tua‟ (Keraf, 1991: 91).

4. Apokop (apocope) merupakan perubahan bunyi berupa menghilangnya sebuah atau beberapa fonem pada akhir kata. Misalnya, dalam bahasa Polinesia Purba dalam Austronesia Purba, *kbar*kopa „kembar‟,

*kbut*kofu „dibungkus‟, dan *klut *kolu „kerut‟ (Keraf, 1991:

91).

5. Protesis adalah suatu proses perubahan kata berupa penambahan fonem pada awal kata. Dalam bahasa Melayu dan Indonesia kata-kata: əlang, əmas, əmpat, dan əmpedu merupakan hasil protesis atas kata: lang, mas, pat, dan pedu. Begitu pula dari kata Austronesia Purba əmbut diturunkan dalam kata Melayu həmbus (Keraf, 1991: 91).

6. Epentesis atau Mesogog adalah proses perubahan kata berupa penambahan fonem di tengah kata. Misalnya kata-kata Austronesia Purba berikut akan mengalami epentesis dalam bahasa Melayu: *kapak kampak, *kapung kampung, dan *tubuh tumbuh. (Keraf, 1991: 92). 7. paragog adalah perubahan yang terjadi apabila sebuah kata mengalami

perubahan berupa penambahan fonem pada akhir kata. Seperti pada bahasa Austronesia Purba ke bahasa Polensia Purba berikut ini *but *futi


(3)

„menyentak‟, *km „genggam‟ → *komi „menekan‟dan *bun *funa

„tutup‟ (Keraf, 1991: 91-92).

Perubahan fonem proto ke dalam fonem-fonem bahasa kerabat terjadi dalam beberapa macam tipe dengan pola pewarisan. Keraf (1991: 92) membagi pola pewarisan tersebut menjadi beberapa bagian diantaranya adalah:

1. Linear adalah pewarisan fonem proto ke dalam bahasa sekarang dengan tetap mempertahankan ciri-ciri fonetis fonem protonya. Misalnya PAN dalam BMRDK *abu →abu „abu‟ dan *daun →daun„daun‟.

2. Inovasi adalah pewarisan yang terjadi apabila suatu fonem bahasa PAN mengalami perubahan dalam bahasa sekarang. Misalnya PAN dalam BMRDK *anak → buda? „anak‟, dan *wayeR→ ae „air‟.

2.3 Tinjauan Pustaka

Beberapa hasil penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini diterangkan sebagai berikut. Widayati (2001) dalam jurnalnya ”Refleksi Fonem Vokal Bahasa Melayu Purba dalam Bahasa Melayu Asahan”. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah fonem-fonem turunan dalam bahasa Melayu Asahan (BMA) ada yang merupakan refleksi langsung dari Proto Melayu (PM) dan tetap sebagai retensi dan ada pula yang telah mengalami inovasi bentuk. PM *a menjadi a pada silabel final, penultima, dan antepenultima merupakan bentuk retensi yang tetap ada dalam BMA sementara o pada silabel penultima dan ә pada silabel antepenultima merupakan bentuk inovatif; PM *i pada silabel final, penultima, dan antepenultimamenjadii merupakan bentuk retensi dalam BMA sementara variasinya e, ә, dan a adalah bentuk inovatif; *u pada silabel final,


(4)

penultima, dan antepenultima menjadi u merupakan bentuk retensi dan o pada silabel final, penultima, dan ә, a, i antepenultima adalah bentuk inovatif. PM *ә pada silabel final menjadi a, pada silabel penultima menjadi o, dan pada silabel antepenultima menjadi a dan i merupakan bentuk inovatif.

Lubis (2004) dalam skripsinya “Refleksi Fonem Vokal dan Konsonan Bahasa Proto Austronesia dalam Bahasa Mandailing”. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data tulis adalah metode simak dengan teknik sadap dan dilanjutkan dengan teknik catat. Data lisan diperoleh menggunakan metode cakap dengan teknik pancing dilanjutkan dengan teknik cakap semuka dan teknik catat. Pengkajian data menggunakan metode padan dengan teknik pilah unsur penentu dengan daya pilah pembeda organ wicara, dilanjutkan dengan teknik hubung banding menyamakan (HBS) dan hubung banding memperbedakan (HBB). Hasil penelitian ini menemukan adanya retensi dan inovasi fonem vokal dan konsonan dalam BM, yaitu *a menjadi /a/ dan /o/ dengan variasi /i/, /u/, dan /e/; *I menjadi /i/ dengan variasi /e/; *u menjadi /o/ dan /e/ dengan variasi /a/; *ә menjadi /o/ dan /a/; *b menjadi /b/; *d menjadi /d/ dan /g/ dengan variasi /j/; *g menjadi /g/; *h menjadi /ø/; *ɔ menjadi /j/ dengan variasi /d/; *k menjadi /k/ dan /h/; *l menjadi /l/; *m menjadi /m/ dengan variasi /n/; *n menjadi /n/; *p menjadi /p/; *r menjadi /r/; *R menjadi /r/ dengan variasi /k/; *s menjadi /s/ dengan variasi /c/; *t menjadi /t/; *ŋ menjadi /ŋ/; *? Menjadi /ø/; *z menjadi /ɔ/.

Ardana (2011) dalam tesisnya “Korespondensi Fonem Proto-Austronesia dalam Bahasa Kaili dan Bahasa Uma di Sulawesi Tengah”. Penelitian ini secara khusus mendeskripsikan pewarisan fonem Proto-Austronesia, menganalisis


(5)

korespondensi fonem Proto-Austronesia, dan mendeskripsikan tipe-tipe perubahan bunyinya. Penelitian ini menggunakan tiga partisipan yaitu peneliti, pengelisitasi, dan pengobservasi. Untuk penentuan hubungan kekerabatan digunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan kuantitatif ikhwal metode leksikostatistik dan pendekatan kualitatif ikhwal metode perbandingan. Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan beberapa tipe perubahan bunyi, yaitu: perengkahan (split), peleburan (merger), peluluhan bunyi (phonemic lose),

penggantian (shift) danmetatesis (metathesis).

Sari (2011) dalam tesisnya “Refleksi Proto Austronesia dalam Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat”. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perubahan bunyi vokal Proto Austronesia Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat. Sebagai dasar analisis digunakan konsep perubahan bunyi dan pendekatan dari atas ke bawah (top down approach) dengan menggunakan metode padan. Dari hasil analisis disimpulkan bahwa refleksi fonem vokal PAN dalam Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat terjadi secara linear dan inovasi. Fonem vokal PAN berubah menjadi lima fonem vokal dalam Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat. Perbandingan perbedaan perubahan fonem vokal PAN dalam BA dan BMDL yaitu: perbedaan perubahan fonem PAN *a dalam BA dan BMDL terlihat pada fonem vokal /o/, /u/, /i/, /|/ dan /E/. Pada fonem PAN *i dalam BA dan BMDL terlihat pada fonem vokal /a/, /e/, /o/ dan /E/. Pada fonem PAN *u dalam BA dan BMDL terlihat pada fonem vokal /i/, /o/, /|/, dan /E/. Pada fonem PAN *ә dalam BA dan BMDL terlihat pada fonem vokal /a/ dan /o/. Sedangkan perbandingan persamaan perubahan fonem vokal PAN


(6)

dalam BA dan BMDL yaitu: fonem PAN *i dalam BA dan BMDL sama-sama berubah menjadi fonem vokal /e/ dan /o/; fonem PAN *u sama-sama berubah menjadi fonem vokal /o/; fonem PAN *ә sama-sama berubah menjadi fonem vokal /a/.

Panggabean (2014) dalam disertasinya “Rekonstruksi dan Pengelompokan Bahasa-bahasa Batak”. Penelitian ini meliputi perangkat korespondensi bahasa-bahasa batak, proto-fonem bahasa-bahasa-bahasa-bahasa batak, proto-morfem bahasa-bahasa-bahasa-bahasa batak, rumusan perubahan bunyi, pengelompokan bahasa-bahasa batak serta inventirisasi fonem dan realisasi fonetis bahasa-bahasa batak dengan menggunakan metode komparatif. Berdasarkan inovasi bersama (shared innovation) dan kemiripan bahasa-bahasa batak antara satu dengan yang lain, bahasa-bahasa batak terdiri atas tiga kelompok yakni kelompok batak Toba, batak Angkola, batak Mandailing, batak Pakpak Dairi, batak Karo, dan batak Simalungun. Penelitian ini juga menunjukkan fonem-fonem bahasa-bahasa batak dan realisasi fonetisnya.