Refleksi Fonem Proto Austronesia dalam Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat

(1)

REFLEKSI FONEM VOKAL PROTO AUSTRONESIA DALAM

BAHASA ACEH DAN BAHASA MELAYU

DIALEK LANGKAT

(SUATU KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF)

TESIS

OLEH

DEWI KUMALA SARI

087009025/LNG

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

REFLEKSI FONEM VOKAL PROTO AUSTRONESIA DALAM

BAHASA ACEH DAN BAHASA MELAYU

DIALEK LANGKAT

(SUATU KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora Pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

OLEH

DEWI KUMALA SARI

087009025/LNG

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

ABSTRAK

Tesis ini mengkaji refleksi Proto Austronesia dalam Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat. Tujuannya untuk melihat perubahan bunyi vokal Proto Austronesia Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat. Sebagai dasar analisis digunakan konsep perubahan bunyi dan pendekatan dari atas ke bawah (top down approach) dengan menggunakan metode padan.

Dari hasil analisis disimpulkan bahwa refleksi fonem vokal PAN dalam Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat terjadi secara linear dan inovasi. Fonem vokal PAN berubah menjadi lima fonem vokal dalam Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat.

Perbandingan perbedaan perubahan fonem vokal PAN dalam BA dan BMDL yaitu : perbedaan perubahan fonem PAN *a dalam BA dan BMDL terlihat pada fonem vokal /o/, /u/, /i/, /|/ dan /E/. Pada fonem PAN *i dalam BA dan BMDL terlihat pada fonem vokal /a/, /e/, /o/ dan /E/. Pada fonem PAN *u dalam BA dan BMDL terlihat pada fonem vokal /i/, /o/, /| /, dan /E/. Pada fonem PAN *ə dalam BA dan BMDL terlihat pada fonem vokal /a/ dan /o/. Sedangkan perbandingan persamaan perubahan fonem vokal PAN dalam BA dan BMDL yaitu : fonem PAN *i dalam BA dan BMDL sama-sama berubah menjadi fonem vokal /e/ dan /o/ ; fonem PAN *u sama-sama berubah menjadi fonem vokal /o/; fonem PAN *ə sama-sama berubah menjadi fonem vokal /a/.

Dari semua temuan, pembahasan temuan dan diskusi dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat berkerabat, kedua bahasa tersebut adalah bahasa nusantara yang ada di Sumatera. Hal ini juga di dukung dengan ditemukannya refleksi fonem proto Austronesia.

Kata kunci : Refleksi, Bahasa Proto Austronesia, Bahasa Aceh, Bahasa Melayu Dialek Langkat


(4)

ABSTRACT

This research analyzes the reflexes of Proto Austronesia in Bahasa Aceh and Bahasa Melayu Dialek Langkat. The aim of this research is to compare the Proto Austronesia’s vowel inflections of Bahasa Aceh and Bahasa Melayu Dialek Langkat, produced in Bahasa Aceh and Bahasa Melayu Dialek Langkat. The analysis uses the concept of vowel inflections and top down approach, and also binding theory.

The result of the analysis shows that the reflexes of vowel phonemes PAN in Bahasa Aceh and Bahasa Melayu Dialek Langkat occurs in linear and innovation forms. PAN vowel phonemes change into six vowel phonemes in Bahasa Aceh and Bahasa Melayu Dialek Langkat.

The comparison of vowel phonemes changes of PAN in BA and BMDL difference are: the difference changes of PAN phoneme *a in BA and BMDL are found in vowel phoneme /o/, /u/, /i/, /|/ dan /E/. Phoneme *i in BA and BMDL are found in vowel phoneme /a/, /e/, /o/ dan /E/. Phoneme *u in BA and BMDL are found in vowel phoneme /i/, /o/, /| /, dan /E/. Phoneme *| in BA and BMDL are found in vowel phoneme /a/ dan /o/. Whereas the comparison in similarities of PAN in BA and BMDL are: phoneme *i in BA and BMDL are changed into vowel phoneme /e/ dan /o/. Phoneme *u are changed into vowel phoneme /o/. Phoneme *| are changed into vowel phoneme /a/.

Based on the analysis of the data concludes that Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat have the same root of language, both languages are part of national language in Sumatera. This fact is also supported by the finding of phoneme reflexes Proto Austronesia.

Keywords: Reflexes, Proto Austronesia, Bahasa Aceh, Bahasa Melayu Dialek Langkat


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis telah dapat menyelesaikan penyusunan tesis dengan judul “Refleksi Fonem Proto Austronesia dalam Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat”

Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi sebahagian persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Linguistik pada Program Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka dalam hal ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian tesis ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada komisi pembimbing yakni Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S selaku ketua pembimbing dan Dr. Dwi Widayati, M.Hum selaku anggota pembimbing yang selalu memberi arahan dan bimbingan ilmu pengetahuan selama penyusunan tesis ini. Tidak lupa juga penulis menyampaikan terimakasih kepada Rektor USU yakni Prof, Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM) Sp.A(K), Direktur Sekolah Pascasarjana USU, Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang, MSIE beserta segenap jajaran yang telah berupaya meningkatkan kualitas pengetahuan pada Program pascasarjana USU. Selain itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada ketua Program Studi


(6)

Linguistik yaitu Prof. T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D, para staf pengajar, staf administrasi PPs USU dan rekan-rekan seangkatan serta mahasiswa-mahasiswa yang telah memberikan dukungan dan menaruh simpati sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Akhirnya, penulis mengucapkan terimakasih kepada suami tercinta Muhammad Yusuf. N, SP.,MP, anak saya tersayang yang cerdas Keyla Alkhalifi Yusuf yang selalu sabar dan penuh pengertian pada saat penulis menyusun tesis ini serta om saya Prof. A. Hadi Arifin, MSi (Rektor Universitas Malikussaleh periode 2002-2010) serta seluruh keluarga besar saya yang selalu mendukung penulis dengan bait-bait doa. Kiranya hasil penelitian ini dapat memberi sumbangsih dan kepada para peneliti selanjutnya yang berminat dibidang ini.

Medan, Juni 2011

087009025 Dewi Kumala sari


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan kesehatan serta dengan berkat izin dan ridho-Nya, akhirnya saya telah dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Disamping itu, penyelesaian tesis ini juga tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, oleh sebab itu pada kesempatan ini perkenankan saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof, Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM) Sp.A(K) yang telah memberi perhatian dan dukungan selama saya mengikuti pendidikan Program Magister pada Sekolah Pascasarjana USU

2. Direktur Sekolah Pascasarjana USU, Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang, MSIE yang telah member kesempatan dan bantuan biaya pendidikan selama saya mengikuti pendidikan Program Magister pada Sekolah Pascasarjana USU

3. Ketua dan Sekretaris Program Studi Linguistik yaitu Prof. T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D danDr. Nurlela, M.Hum yang telah memberi bantuan dan bimbingan selama saya mengikuti pendidikan Program Magister pada Sekolah Pascasarjana USU.

4. Komisi pembimbing, Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S dan Dr. Dwi Widayati, M.Hum yang selalu memberi kesempatan, waktu, perhatian, bimbingan dan bantuan selama penelitian dan penulisan tesis ini.

5. Para staf pengajar pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana USU yang telah mengajari saya dengan membekali ilmu pengetahuan dan memperluas


(8)

wawasan serta cakrawala berpikir ilmiah. Semoga jasa baik beliau semua dibalas dengan pahala yang berlipat ganda oleh sang Maha Pencipta.

6. Rektor Universitas Malikussaleh Lhokseumawe Apridar, SE.,MSi yang telah memberi bantuan dan dukungan selama saya menempuh pendidikan pada Sekolah Pascasarjana USU.

7. Khusus kepada suami tercinta, Muhammad Yusuf. N, SP.,MP dan anak saya tersayang Keyla Alkhalifi Yusuf yang selalu memberi perhatian dan pengertian. 8. Kepada om saya Prof. A. Hadi Arifin, MSi, mamak, adik, nenek serta seluruh

keluarga besar saya yang selalu memberi bantuan, dukungan, semangat dan motivasi serta doa yang tulus, terutama demi kelancaran perjalanan hidup didunia dan pendidikan saya pada Sekolah Pascasarjana USU.

9. Kepada seluruh rekan-rekan angkatan 2008, saya ucapkan terima kasih atas kejasama yang baik, saling membantu, mendukung selama menjalani proses belajar pada Sekolah Pascasarjana USU.

Akhirnya, saya berharap semoga bantuan, dukungan, motivasi, dan semangat serta budi baik dari berbagai pihak hendaknya mendapat balasan dan ridho Allah SWT. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

Medan, Juni 2011 \

087009025 Dewi Kumala Sari


(9)

RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Dewi Kumala Sari

Tempat/Tgl Lahir : Medan, 4 September 1982

Alamat : Jl. Kamboja 4 Blok 3 No 32 Perumnas

Helvetia Medan

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

II. DATA PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SDN 066041 Medan, selesai tahun

1994

Sekolah Menengah Pertama : SMPN 18 Medan, selesai tahun 1997 Sekolah Menengah Atas : SMAN 18 Medan, selesai tahun 2000

Sarjana S1 : Fakultas Sastra Universitas Sumatera

Utara, selesai tahun 2004

III.DATA PEKERJAAN

Staf Pengajar pada Universitas Malikussaleh, Aceh Utara dari tahun 2005 sampai sekarang.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……….

ABSTRACT ………...

KATA PENGANTAR ……….. UCAPAN TERIMAKASIH ………. RIWAYAT HIDUP ……….. DAFTAR ISI ………... DAFTAR SINGKATAN………... DAFTAR ARTI LAMBANG ………... DAFTAR BAGAN ………... DAFTAR TABEL ……… DAFTAR LAMPIRAN ………

BAB I. PENDAHULUAN ………..

1.1.Latar Belakang Masalah ……… 1.2.Batasan Masalah Penelitian ………... 1.3.Tujuan Penelitian ………... 1.4.Manfaat Penelitian ………. 1.5.Klarifikasi Istilah ………...

i ii iii v vii viii xii xiii xiv xv xvi 1 1 9 10 10 11


(11)

BAB II. KERANGKA TEORETIS ………

2.1. Kajian Hasil-hasil Penelitian Yang Relevan ………. 2.2. Kerangka Konseptual ……… 2.2.1. Model Perkembangan Bahasa... 2.2.1.1.Model Kaum Neogrammarrian………. 2.2.1.2.Model Kaum Strukturalis ……… 2.2.1.3.Model Kaum Transformasional-Generatif Untuk

Evolusi Bahasa ……… 2.3. Kerangka Teori ……….. 2.3.1. Teori Migrasi Bahasa ………... 2.3.2.Teori Hukum Bunyi – Korespondensi Bunyi ………..

BAB III. METODE PENELITIAN ………...

3.1. Lokasi Penelitian ………... 3.2. Data dan Sumber Data ... 3.3. Metode Penelitian ……….. 3.4. Metode Pengumpulan Data ………... 3.5. Metode Analisis Data ……… 3.6. Metode Penyajian Hasil Analisi Data ………

13 17 21 21 22 23 23 24 24 25 27 27 27 27 28 28 34


(12)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………..

4.1. Hasil Penelitian ………. 4.1.1. Paparan Data ………... 4.1.2. Deskripsi Data ……… 4.2. Pembahasan ………...

4.2.1. Refleksi Bunyi Fonem Vokal PAN dalam Fonem Vokal BA dan BML ………. 4.2.1.1. Fonem PAN *a ……….. 4.2.1.2. Fonem PAN *i ………... 4.1.2.3. Fonem PAN *u ……….. 4.1.2.4. Fonem PAN *ə ……….. 4.2.2. Retensi dan Inovasi Bunyi Fonem Vokal PAN dalam Fonem

Vokal BA Pada Silabel Ultima Terbuka dan Ultima Tertutup, Silabel Penultima Terbuka dan Penultima Tertutup dan Antar Penultima Terbuka dan Tertutup ……… 4.2.2.1. Fonem *a ………... 4.2.2.2. Fonem *i ……… 4.2.2.3. Fonem *u ………... 4.2.2.4. Fonem *ə ………... 4.2.3. Retensi dan Inovasi Bunyi Fonem Vokal PAN dalam Fonem

Vokal BML Pada Silabel Ultima Terbuka dan Ultima Tertutup, Silabel Penultima Terbuka dan Penultima Tertutup dan Antar Penultima Terbuka dan Tertutup ……… 4.2.3.1. Fonem *a ………... 4.2.3.2. Fonem *i ………

35 35 35 40 45 45 45 49 52 54 58 58 61 63 65 67 67 69


(13)

4.2.3.3. Fonem *u ………... 4.2.3.4. Fonem *ə ………...

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ……….

5.1. Simpulan ……… 5.2. Saran ………..

DAFTAR PUSTAKA ……….

71 73

90 90 91 92


(14)

DAFTAR ARTI LAMBANG

* (asteris) : Tanda hipotesis untuk bentuk protobahasa /…/ : Tanda fonemis

[…] : Tanda fonetis

> : Menjadi ……

< : Berasal dari

/ : Digunakan untuk menunjuk “lingkungan” tempat terjadi perubahan bunyi tersebut

#- : Perubahan bunyi yang terjadi pada lingkungan setelah jeda atau posisi awal

#K-K# : Perubahan bunyi vocal yang terjadi pada lingkungan antar konsonan #V-V# : Perubahan bunyi yang terjadi pada lingkungan antar vokal

#V1-V1# : Perubahan bunyi yang terjadi pada lingkungan antar vokal yang identis

#V2-V2# : Perubahan bunyi yang terjadi pada lingkungan antar vokal yang tidak identis

-# : Perubahan bunyi yang terjadi pada lingkungan sebelum jeda atau posisi akhir


(15)

DAFTAR BAGAN

No Judul Halaman

1 2 3 4

Wilayah Bahasa-bahasa Austronesia ……… Rumpun Bahasa Austronesia ………. Fonem Vokal Bahasa Austronesia ………. Susunan Kekerabatan Bahasa ………

15 16 17 19


(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1

2

3

4

5

6

Contoh Data yang Digunakan Dalam Penerapan Teknik Analisis Data……… Perubahan Bunyi Fonem Vokal PAN Dalam Vokal BA dan BMDL……… Rangkuman Refleksi Fonem Vokal PAN dalam Fonem Vokal BA dan BMDL………. Rangkuman Retensi dan Inovasi Fonem Vokal PAN dalam Fonem Vokal BA dan BMDL ……….. Perbandingan Perbedaan dan Persamaan Perubahan Refleksi Fonem Vokal PAN dalam BA dan BMDL……… Perbandingan Perbedaan dan Persamaan Retensi dan Inovasi Fonem Vokal PAN dalam BA dan BMDL ………...

31

35

55

75

78


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1 2 3

Biodata Informan dan kuisioner……… Peta Lokasi Penelitian Bahasa Aceh ……… Peta Lokasi Penelitian Bahasa Melayu Langkat ………..

96 99 100


(18)

ABSTRAK

Tesis ini mengkaji refleksi Proto Austronesia dalam Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat. Tujuannya untuk melihat perubahan bunyi vokal Proto Austronesia Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat. Sebagai dasar analisis digunakan konsep perubahan bunyi dan pendekatan dari atas ke bawah (top down approach) dengan menggunakan metode padan.

Dari hasil analisis disimpulkan bahwa refleksi fonem vokal PAN dalam Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat terjadi secara linear dan inovasi. Fonem vokal PAN berubah menjadi lima fonem vokal dalam Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat.

Perbandingan perbedaan perubahan fonem vokal PAN dalam BA dan BMDL yaitu : perbedaan perubahan fonem PAN *a dalam BA dan BMDL terlihat pada fonem vokal /o/, /u/, /i/, /|/ dan /E/. Pada fonem PAN *i dalam BA dan BMDL terlihat pada fonem vokal /a/, /e/, /o/ dan /E/. Pada fonem PAN *u dalam BA dan BMDL terlihat pada fonem vokal /i/, /o/, /| /, dan /E/. Pada fonem PAN *ə dalam BA dan BMDL terlihat pada fonem vokal /a/ dan /o/. Sedangkan perbandingan persamaan perubahan fonem vokal PAN dalam BA dan BMDL yaitu : fonem PAN *i dalam BA dan BMDL sama-sama berubah menjadi fonem vokal /e/ dan /o/ ; fonem PAN *u sama-sama berubah menjadi fonem vokal /o/; fonem PAN *ə sama-sama berubah menjadi fonem vokal /a/.

Dari semua temuan, pembahasan temuan dan diskusi dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat berkerabat, kedua bahasa tersebut adalah bahasa nusantara yang ada di Sumatera. Hal ini juga di dukung dengan ditemukannya refleksi fonem proto Austronesia.

Kata kunci : Refleksi, Bahasa Proto Austronesia, Bahasa Aceh, Bahasa Melayu Dialek Langkat


(19)

ABSTRACT

This research analyzes the reflexes of Proto Austronesia in Bahasa Aceh and Bahasa Melayu Dialek Langkat. The aim of this research is to compare the Proto Austronesia’s vowel inflections of Bahasa Aceh and Bahasa Melayu Dialek Langkat, produced in Bahasa Aceh and Bahasa Melayu Dialek Langkat. The analysis uses the concept of vowel inflections and top down approach, and also binding theory.

The result of the analysis shows that the reflexes of vowel phonemes PAN in Bahasa Aceh and Bahasa Melayu Dialek Langkat occurs in linear and innovation forms. PAN vowel phonemes change into six vowel phonemes in Bahasa Aceh and Bahasa Melayu Dialek Langkat.

The comparison of vowel phonemes changes of PAN in BA and BMDL difference are: the difference changes of PAN phoneme *a in BA and BMDL are found in vowel phoneme /o/, /u/, /i/, /|/ dan /E/. Phoneme *i in BA and BMDL are found in vowel phoneme /a/, /e/, /o/ dan /E/. Phoneme *u in BA and BMDL are found in vowel phoneme /i/, /o/, /| /, dan /E/. Phoneme *| in BA and BMDL are found in vowel phoneme /a/ dan /o/. Whereas the comparison in similarities of PAN in BA and BMDL are: phoneme *i in BA and BMDL are changed into vowel phoneme /e/ dan /o/. Phoneme *u are changed into vowel phoneme /o/. Phoneme *| are changed into vowel phoneme /a/.

Based on the analysis of the data concludes that Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat have the same root of language, both languages are part of national language in Sumatera. This fact is also supported by the finding of phoneme reflexes Proto Austronesia.

Keywords: Reflexes, Proto Austronesia, Bahasa Aceh, Bahasa Melayu Dialek Langkat


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya perubahan bahasa merupakan suatu fenomena yang bersifat semesta dan universal. Perubahan bahasa sebagai fenomena yang bersifat umum dapat dilihat dari perubahan bunyi pada tataran fonologi yang merupakan tataran kebahasaan yang sangat mendasar dan penting dalam rangka telaah dibidang linguistik historis komparatif (Fernandez, 1996). Kemudian, perubahan bahasa lainnya yang tidak kalah menarik adalah hubungan kekerabatan bahasa yang dilihat dari aspek historisnya.

Linguistik historis komparatif adalah cabang ilmu lingusitik yang memiliki tugas utama diantaranya menetapkan fakta dan tingkat kekerabatan antarbahasa yang berkaitan erat dengan pengelompokan bahasa-bahasa yang berkerabat. Bahasa-bahasa sekerabat yang termasuk dalam anggota suatu kelompok bahasa pada dasarnya memiliki sejarah perkembangan yang sama. Sesuai dengan tugas utama tersebut, lingusitik historis komparatif memiliki kewenangan dalam mengkaji relasi historis kekerabatan diantara sekelompok bahasa tertentu (Antilla, 1972 dalam Masrukhi, 2002).

Kajian linguistik historis komparatif terhadap bahasa-bahasa Austronesia telah banyak diteliti oleh para pakar bahasa. Rumpun bahasa Austronesia dikaji dengan menggunakan metode perbandingan bahasa untuk menemukan kata-kata yang


(21)

seasal (kognat), yaitu kata-kata yang mirip dalam bunyi dan makna serta dapat ditunjukkan bahwa kata-kata tersebut berasal dari kata yang sama dari bahasa Proto Austronesia sesuai dengan sebuah aturan yang teratur. Bahasa-bahasa yang termasuk dalam anggota satu kelompok bahasa biasanya mempunyai sejarah perkembangan yang sama. Dengan demikian, setiap bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi sesama penuturnya mempunyai relasi atau hubungan kekerabatan dengan bahasa lainnya baik jauh maupun dekat. Hal ini dapat dibuktikan melalui rekonstruksi unsur-unsur retensi kesamaan atau pemertahanan dan dapat dibuktikan pula melalui inovasi perubahan dari bahasa asalnya yang disebut protobahasa, baik pada tataran fonologi, leksikon maupun gramatikalnya.

Perubahan suatu bahasa dari bahasa-bahasa sekerabat dapat dilacak dengan mengembalikan bahasa tersebut kedalam bentuk protobahasanya, dengan cara mengamati perubahan pada tahap yang paling awal, yaitu perubahan bunyi pada tataran fonologisnya. Sehubungan dengan hal tersebut, perhatian para pakar bahasa pada awalnya tertuju pada perangkat kognat ‘kata seasal’ untuk mengetahui hubungan kekerabatan antarbahasa tersebut. Pengamatan melalui perangkat kognat ini bermanfaat untuk merunut relevansi historisnya, dengan cara merumuskan kaidah-kaidah perubahan bunyi bahasa serta korespodensi bunyinya dari bahasa-bahasa sekerabat tersebut, sehingga dapat dilakukan pemilihan leksikon bahasa sekarang yang merupakan lanjutan dari bahasa asalnya atau protobahasanya (Dyen dalam Fernandez, 1996).


(22)

Dalam penelitian ini, protobahasa yang akan dikaji adalah Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu yang digunakan masyarakat Langkat. Bahasa Aceh (BA) dan Bahasa Melayu Dialek Langkat (BMDL) adalah dua bahasa yang tergolong dalam keluarga Bahasa Austronesia yang dituturkan masyarakat di Pulau Sumatera. Dari penelusuran sejarah dan antropologi dikemukakan bahwa meskipun masyarakat suku Aceh dan suku Melayu Langkat merupakan dua etnis yang tinggal didua kawasan yang berbeda yaitu Propinsi Sumatera Utara dan Propinsi Aceh, tetapi keduanya memiliki persamaan dalam penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kedua bahasa tersebut memiliki hubungan kekerabatan bahasa yang dekat.

Propinsi Aceh memiliki sekurang-kurangnya sebelas bahasa daerah, yakni bahasa Aceh, bahasa Gayo, bahasa Alas, bahasa Tamiang, bahasa Aneuk Jamee, bahasa Kluet, bahasa Singkil, bahasa Haloban, bahasa Simeulue, bahasa Devayan dan bahasa Sigulai (Daud, 2006). Namun dalam penelitian ini, hanya dibatasi pada kajian bahasa Aceh saja. Di antara bahasa-bahasa daerah yang terdapat di propinsi Aceh, bahasa Aceh merupakan bahasa daerah terbesar dan yang paling banyak penuturnya, yakni sekitar 70 % dari total penduduk propinsi Aceh (Daud, 1997, Daud dan Durie, 1999).

Bahasa Aceh digunakan hampir diseluruh kabupaten/kota di Aceh . Oleh karena itu, bahasa Aceh memiliki jumlah penutur paling banyak dan mempunyai wilayah sebaran paling luas, sehingga bahasa ini dijadikan lambang identitas daerah dan merupakan bahasa kebanggaan masyarakat Aceh. Daerah Aceh yang sebelumnya


(23)

pernah disebut dengan nama Daerah Istimewa Aceh Darussalam sat berbatasan denga

Penutur bahasa Aceh tersebar di wilayah pantai Timur dan Barat propinsi Aceh. Penutur asli bahasa Aceh adalah masyarakat yang mendiami Kabupaten Aceh Besar, Kota Madya Banda Aceh, Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Aceh Jeumpa, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Barat dan Kota Madya Sabang. Penutur bahasa Aceh juga terdapat dibeberapa wilayah dalam Kabupaten Aceh Selatan, terutama di wilayah Kuala Batee, Blang Pidie, Manggeng, Sawang, Tangan-Tangan, Meukek, Trumon dan Bakongan. Bahkan di Kabupaten Aceh Tengah, Aceh Tenggara dan Simeulue, didapati juga sebahagian kecil masyarakatnya yang berbahasa Aceh. Selain itu, di luar propinsi Aceh, yaitu didaerah-daerah perantauan, masih ada juga kelompok-kelompok masyarakat Aceh yang tetap mempertahankan bahasa Aceh sebagai bahasa ibu mereka. Hal ini dapat kita jumpai pada komunitas masyarakat Aceh di Medan, Jakarta, Kedah dan Kuala Lumpur di Malaysia, serta Sydney di Australia (Daud, 1997).

Kota Lhokseumawe adalah salah satu kotamadya di Propinsi Aceh. Kota ini telah menjadi sebuah kota otonom sejak tanggal 21 Juni 2001 seperti yang tertuang dalam UU No. 2 Tahun 2001 tentang pembentukan Kota Lhokseumawe (Bappeda Lhokseumawe). Kota Lhokseumawe terdiri dari empat kecamatan yaitu Kecamatan


(24)

Muara Satu, Kecamatan Muara Dua, Kecamatan Banda Sakti dan Kecamatan Blang Mangat seluas 181,06 km2 dengan jumlah penduduk 156.478 jiwa (Badan Pusat Statistik Lhokseumawe Tahun 2006).

Fenomena yang terjadi pada Bahasa Aceh saat ini adalah mulai pudarnya Bahasa Aceh dikalangan remaja. Salah satu gambaran dari kondisi di atas telah dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan di salah satu SMA di kota Lhokseumawe. Di SMA ini layaknya SMA lain di Aceh hampir seluruh siswanya adalah remaja yang berdarah Aceh dan tinggal di Aceh. Sebagian dari mereka mahir berbahasa Aceh dengan baik. Namun, mereka jarang menggunakan Bahasa Aceh, melainkan bahasa Indonesia. Jika ada dari teman mereka yang berbicara dalam Bahasa Aceh mereka tidak segan-segan mengatakan dengan istilah “gak gaul”. Banyak diantara mereka beranggapan bahwa Bahasa Aceh itu ‘kampungan’. Terlebih lagi bagi siswa-siswi di SMA ini dituntut untuk dapat berbahasa Inggris. Hal inilah yang dapat mendeskriminasi bahasa bumi kita sendiri.

Kondisi di atas khususnya di kota Lhokseumawe mencerminkan gejala kepunahan Bahasa Aceh sebagai bahasa daerah, karena kelangsungan bahasa daerah ada pada kalangan remaja. Jika kalangan remaja sudah tidak lagi menggunakan Bahasa Aceh, lambat laun bahasa tersebut akan punah.

Irwandi Yusuf selaku Gubernur Aceh juga menghimbau rakyat Aceh agar tidak malu berbahasa Aceh (harian rakyat aceh, 2007), sebab Bahasa Aceh merupakan salah satu identitas daerah yang perlu dilestarikan. Beliau bahkan menegaskan agar Bahasa Aceh tidak lagi dikatakan sebagai “bahasa daerah Aceh”,


(25)

melainkan cukup disebut sebagai “Bahasa Aceh” saja, mengingat bahasa tersebut sudah dipakai sejak dulu kala dalam Kerajaan Aceh ketika Aceh masih merupakan sebuah Negara yang berdaulat.

Bahasa Melayu adalah sejuml dituturkan di wilaya pemakaiannya, bahasa ini menjadi bahasa resmi yang diakui di

Indonesia). Bahasa Melayu pernah menjadi

hubungan politik di Nusantara. Proses migrasi turut memperluas bahasa ini kemudian. Migrasi kemudian juga memperluas pemakaiannya. Selain di negara yang disebut sebelumnya, bahasa Melayu dituturkan pula di

Tulisan-tulisan pertama dalam bahasa Melayu ditemukan di pesisir tenggara Nusantara dari wilayah ini, berkat penggunaannya ole menguasai jalur perdagangan.

Jumlah penutur bahasa Melayu di Indonesia sangat banyak, bahkan dari segi jumlah sebetulnya melampaui jumlah penutur Bahasa Melayu di Malaysia, maupun di Brunei Darussalam. Bahasa Melayu dituturkan mulai sepanjang pantai timur


(26)

menjadi dua yaitu Dialek Melayu dan Kreol.

Dialek Melayu di Indonesia antara lain; dialek Tamiang, Dialek Langkat, Dialek Deli, Dialek Asahan, Dialek Riau, Dialek Riau Daratan, Dialek Anak Dalam, Dialek Jambi, Dialek Bengkulu, Dialek Palembang, Dialek Bangka-Belitung, Dialek Pontianak, Dialek Landak, Dialek Sambas, Dialek Ketapang, Dialek Berau, Dialek Kutai, Dialek Loloan, Dialek Riau Kepulauan dan beberapa kawasan di Riau Daratan dituturkan sama seperti Dialek Johor (Wapedia, 2009).

Bahasa Melayu mengalami pros terutama di kawasan-kawasan berpenduduk bukan Melayu dan yang mempunyai bahasa masing-masing, bahasa Melayu mengalami pros berbaurnya berbagai unsur bahasa setempat ke dalam bahasa Melayu dan karena dituturkan oleh anak-anaknya, bentuk dialek Melayu Kreol tersebut antara lain; Dialek Melayu Jakar lingua franca di seluruh dengan Melayu Ambon, dan digunakan di kawasa


(27)

Dialek Melayu Larantuka : dipakai di kabupate Dialek Melayu Kupang: menjadi lingua franca di wilaya Timor, Dialek Melayu Papua:

Kabupaten Langkat adalah sebua km² dan berpenduduk sejumlah 902.986 jiwa pada tahu diambil dari nama merupakan kota kecil bernama terkenal, Indonesia

Kesultanan Langkat merupakan kerajaan yang dulu memerintah di wilayah karena dibukanya perkebunan karet dan ditemukannya cadangan minyak di awal Namun pada Langkat diakui sebagai bersamaan dengan meletusnya keluarga kesultanan Langkat yang terbunuh. Salah satunya adala


(28)

Hubungan historis antara Langkat dan Aceh inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti hubungan kekerabatan antara Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat, apakah terdapat warisan bersama mengingat Langkat pernah di bawah kekuasaan Kesultanan Aceh. Atas asumsi tersebut, penulis mencoba melihat sejauh mana hubungan kekerabatan kedua bahasa tersebut dan bagaimana refleksi fonem Proto Austronesia dari kedua bahasa tersebut.

1.2.Batasan Masalah Penelitian

Bertolak dari uraian singkat di atas, berikut dirumuskan masalah-masalah penelitian ini.

a. Bagaimanakah refleksi vokal proto Austronesia dalam bahasa Aceh dan bahasa Melayu dialek langkat.

b. Bagaimanakah refleksi bahasa Aceh dan bahasa Melayu dialek langkat dilihat secara retensi maupun inovasi.

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan terutama untuk menemukan fakta dan informasi ikhwal makna kesejarahan dan garis silsalah kekerabatan kedua bahasa tersebut. Adapun tujuan lain dari penelitian ini adalah:

a. Mendeskripsikan refleksi vokal proto Austronesia dalam bahasa Aceh dan bahasa Melayu Dialek Langkat


(29)

b. Mendeskripsikan seberapa jauh refleksi bahasa Aceh dan bahasa Melayu dialek Langkat dilihat secara retensi maupun inovasi.

1.4.Manfaat Penelitian

Secara teoritis, manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui tingkat kekerabatan dalam bahasa Aceh dan bahasa Melayu dialek langkat

b. Dapat dijadikan sumber acuan bagi para linguis, dan para peneliti terhadap penelitian-penelitian berikutnya

c. Dapat memperkaya kajian Linguistik Historis Komparatif, dan linguistik umumnya

Sedangkan manfaat yang diharapkan secara praktis adalah:

a. Untuk menggugah minat generasi muda untuk mempelajari bahasa daerah guna pelestarian bahasa tersebut.

b. Sebagai bahan perbandingan bagi mahasiswa yang melakukan penelitian yang relevan untuk masa yang akan datang

1.5.Klarifikasi Istilah

Klarifikasi istilah yang digunakan guna mempermudah pemahaman penelitian ini yaitu istilah Refleksi, pemahaman Proto Austronesia dan sekilas pengetahuan tentang bahasa Aceh dan bahasa Melayu. Ketiga hal tersebut akan dipaparkan di bawah ini secara singkat.


(30)

Kridalaksana, 2001;186 dalam Budasi 2003 mengatakan refleksi adalah unsur atau bentuk yang dianggap mewakili unsur atau bentuk yang lebih tua yang diketahui dari rekonstruksi; unsur atau bentuk turunan itu sedikit banyaknya mengalami perubahan-perubahan bahasa

Proto Austronesia merupakan bahasa yang diduga menjadi asal dari bahasa-bahasa Indonesia (bahasa-bahasa yang tersebar luas di wilayah kepulauan di Asia Tenggara) (Mbete, 1981).

Bahasa Aceh merupakan bagian dari Keluarga Bahasa Malayo-Polinesia. Bahasa ini dituturkan di Nanggröe Aceh Darussalam, dominan di sebagian besar wilayah kecuali di Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Singkil, Simeulue dan Aceh Tamiang.

Bahasa Melayu adalah sejuml dituturkan di wilaya pemakaiannya, bahasa ini menjadi bahasa resmi yang diakui di

Indonesia). Bahasa Melayu pernah menjadi

hubungan politik di Nusantara. Migrasi kemudian juga memperluas pemakaiannya. Selain di negara yang disebut sebelumnya, bahasa Melayu dituturkan pula di kecil


(31)

2009).


(32)

BAB II

KERANGKA TEORETIS

Ada banyak pendapat yang dikemukakan oleh para ahli mengenai masalah ini. Studi komparatif pertama yang meliputi seluruh rumpun bahasa Austronesia adalah hasil kajian Dempwolff (1934, 1937, 1938). Dalam bukunya, Dempwolff membagi rumpun bahasa Austronesia menjadi 3 bagian, yaitu bagian Indonesia, bagian Melanesia, dan bagian Polynesia. Bahasa yang diambil sebagai contoh dari bagian Indonesia adalah Tagalok, Toba-Batak, Jawa, Melayu, Ngaju-Dayak, dan Hova (malagasi). Bahasa yang diambil sebagai contoh dari bagian Melanesia ialah bahasa Fiji, dan bahasa Sa’a, sedangkan bahasa yang dipakai sebagai contoh dari bagian Polynesia ialah bahasa Tonga, Futuna dan bahasa Samoa. Alasan diambilnya bahasa tersebut adalah bahasa yang diperbandingkan haruslah diambil dari bahasa-bahasa yang berbeda, letaknya berjauhan, dan dari anggota sub-sub rumpun yang berlainan agar rekonstruksinya betul-betul mewakili semua bahasa-bahasa yang tergabung dalam rumpun itu.

Dalam penelitian Dempwolff yang diterbitkan pada tahun 1934 sampai dengan 1938, diterapkan metode perbandingan vertikal. Unsur kebahasaan yang ia periksa hanyalah kata-kata saja. Bentuk kata-kata itu diperbandingkan dalam kesebelas bahasa tersebut di atas. Berdasarkan kajiannya ini, Dempwolff berhasil menunjukkan bentuk-bentuk bunyi yang kiranya dipakai oleh nenek moyang zaman Proto Austronesia dan menampilkan kata-kata yang kiranya juga terpakai pada zaman


(33)

itu. Kata-kata yang direkonstruksi oleh Dempwolff ini dikenal sebagai Kamus Proto Austronesia dengan jumlah halaman 164, dengan judul English Finder List of Proto Austronesia.

Cendikiawan yang paling banyak memberikan tambahan atas karya Dempwolff adalah Isidore Dyen dan Blust. Kedua linguis ini membuat tambahan revisi hasil karya Dempwolf berupa daftar-daftar fonem yang direvisi. Mereka membuat revisi ejaan bahasa proto yang diberi judul Proto Austronesia Adenda, ini merupakan ejaan standar yang digunakan oleh para linguis hingga saat ini. Selain menambah inventori fonem bahasa Proto Austronesia, Dyen (1965) juga telah membuat klasifikasi baru dari bahasa-bahasa Austronesia dengan menggunakan metode leksikostatistik.

Menurut Dyen bahasa-bahasa Austronesia berjumlah sekitar 500 bahasa. Dari jumlah itu Dyen mengambil 303 bahasa yang ada kamus atau daftar kata yang cukup lengkap yang betul-betul diklasifikasi. Dari daftar sebanyak itu ternyata 58 dapat digolongkan sebagai dialek-dialek saja sehingga bahasa yang diklasifikasi adalah sejumlah 245 buah.

Dyen (1965) mengelompokkan rumpun Austronesia berdasarkan hasil penelitiannya terhadap 245 bahasa yang bertujuan untuk mengelompokkan bahasa-bahasa Austronesia. Dyen memilah bahasa-bahasa-bahasa-bahasa Austronesia pertama-tama menjadi dua kelompok, yaitu kelompok utama Melayu-Polinesia dan kelompok Irian Timur-Melanesia. Selanjutnya, Dyen memilah kelompok Melayu-Polinesia kedalam tiga bagian yakni bahasa-bahasa Hesperonia, Moluccan Linkage (kelompok besar


(34)

Maluku), dan Heonesia. Kelompok besar Maluku dipilah lagi menjadi kelompok Sula Bacan, Ambon Timur dan Halmahera Selatan-Irian Barat. Menurut Dyen wilayah bahasa-bahasa Austronesia meliputi Filipina, Formosa, Madagaskar dan Indonesia Barat termasuk kedalam kelompok besar Hesperonesia. Kelompok Indonesia Barat meliputi bahasa-bahasa di Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

Bagan 1. Wilayah Bahasa-bahasa Austronesia

(Sumber : Dyen, 1965)

Sementara itu menurut pakar bahasa Austronesia, Peter Bellwood, berbagai proto-bahasa yang pernah tersebar dari Filipina sampai Kepulauan Bismarck, boleh dikatakan satu bahasa, namun dengan sedikit perbedaan variasi dialek. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikatakan bahasa daerah yang berkembang di kepulauan

Proto-Austronesia Filipina

Melayu-Polinesia Irian Timur-Melanesia

Madagaskar

Formosa

Heonesia Hesperonesia Maluku

Indonesia Barat

Sula Bacan Ambon Timur Halmahera selatan-Irian Barat


(35)

Indonesia ini berasal dari rumpun yang sama yaitu bahasa Austronesia, seperti yang digambarkan pada bagan berikut :

Bagan 2. Rumpun Bahasa Austronesia

(Sumber: Wapedia, 2009)

Bahasa Austronesia juga merupakan bagian dari bahasa Austris. Selain itu, bahasa Austro-Asia dan bahasa Tibet-Cina juga termasuk rumpun bahasa Austris. Rumpun bahasa Austronesia ini terbagi lagi kedalam empat kelompok yaitu:

1. Bahasa-bahasa Kepulauan Melayu atau Bahasa Nusantara.

Contoh : bahasa Melayu, Aceh, Jawa, Sunda, Dayak, Tagalog, Solo, Roto, Sika dan lain-lain.

Bahasa-Bahasa Nusantara

Bahasa-bahasa Polinesia

Bahasa-Bahasa Melanesia Bahasa-Bahasa

Mikronesia BAHASA –BAHASA

AUSTRIS

BAHASA-BAHASA AUSTRO-ASIA

BAHASA-BAHASA TIBET-CINA

BAHASA-BAHASA AUSTRONESIA


(36)

2. Bahasa-bahasa Polinesia

Contoh : bahasa Hawaii, Tonga, Maori, Haiti

3. Bahasa-bahasa Melanesia

Contoh : bahasa-bahasa di Kepulauan Fiji, Irian and Kepulaun Caledonia

4. Bahasa-bahasa Mikronesia

Contoh : bahasa-bahasa di Kepulauan Marianna, Marshall, Carolina dan Gilbert Berdasarkan hasil rekonstruksi, yang kemudian ditemukan pula sejumlah kata dasar, bahasa Austronesia Purba memiliki sistem fonem vokal sebagai berikut (Mbete 1981 : 24-26). Fonem vokal sebanyak empat buah yaitu /i, ə, a, u/. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan di bawah ini.

Bagan 3. Fonem Vokal Bahasa Austronesia

(Sumber : Mbete, 1981)

2.1 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan

Ada beberapa penelitian Linguistik Historis Komparatif yang relevan untuk mendukung penelitian ini. Misalnya, “Pertalian Bunyi Bahasa Austronesia dengan

i u

a

ə


(37)

Bahasa Lio dan Bahasa Ngada di Flores Tengah” oleh Mbete (1981). Hasil dari penelitian ini disimpulkan bahwa:

a. sebagian besar bunyi bahasa Austronesia Purba tetap terwaris dalam bahasa Lio dan Ngada;

b. selain tetap terwaris, beberapa fonem bahasa Austronesia Purba mengalami perubahan bunyi dalam bahasa Lio dan Ngada;

c. perubahan bunyi bahasa Austronesia dalam Bahasa Lio dan Ngada, dapat digolongkan dalam beberapa jenis yaitu penggantian (subtitusi), penyatuan (merger), pemekaran (Split), dan penghilangan.

Tahun 1981 Basuki kembali meneliti tentang “Refleksi Fonem Proto Austronesia pada Bahasa Sasak dan Sumbawa”. Penelitian ini dilakukan untuk Penataran Linguistik Konstrastif dan Historis Komparatif tahap II Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Disimpulkan bahwa:

a. bahasa Sasak dan Sumbawa pada masa lalu pernah mengalami sejarah perkembangan bersama, pada suatu masa yang lebih muda dari masa perkembangan bahasa Austronesia.

b. di dalam pohon keluarga bahasa Austronesia, tempat bahasa meso (bahasa proto) adalah lebih rendah dari Proto-Melayu Polinesia.

Kemudian, Mbete (1990) meneliti Bahasa Bali-Sasak-Sumbawa dengan judul “Rekonstruksi Protobahasa Bali-Sasak-Sumbawa”. Kesimpulan penelitian dari


(38)

“Rekonstruksi Protobahasa Bali-Sasak-Sumbawa” untuk Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Sastra pada Universitas Indonesia” ini adalah:

1. Bahasa Bali di Pulau Bali, bahasa Sasak di Pulau Lombok, bahasa Sumbawa di Pulau Sumbawa memiliki hubungan kekerabatan erat sebagai suatu kelompok tersendiri. Kelompok bahasa ini disebut bahasa Bali-Sasak-Sumbawa. Berdasarkan fakta-fakta kebahasaan yang membuktikan tingkat keeratan hubungan kekerabatan, ternyata bahwa kelompok bahasa Bali-Sasak-Sumbawa terpilah dua yaitu bahasa bali dan subkelompok bahasa Sasak-Sumbawa. Subkelompok bahasa Sasak-Sumbawa, yang memiliki hubungan keseasalan yang sejajar dengan bahasa Bali, terdiri atas bahasa Sasak-dan bahasa Sumbawa. Susunan kekerabatan bahasa itu tampak pada bagan di bawah ini:

Bagan 4. Susunan Kekerabatan Bahasa

(Sumber : Mbete, 1990)

2. Pengelompokan bahasa dan pensubkelompokan bahasa Bali, bahasa Sasak, dan Sumbawa, didasarkan pada bukti-bukti kuantitatif dan kualitatif.

3. Penempatan ketiga bahasa itu ke dalam kelompok Bali-Sasak-Sumbawa, sesuai pila dengan pengelompokan Dyen yang berdasarkan bukti-bukti kuantitatif.


(39)

4. Hubungan keseasalan antara bahasa Bali, bahasa Sasak, dan bahasa sumbawa dengan protobahasa Austronesia (PAN), ditemukan pula dalam penelitian ini. Hubungan keseasalan itu tampak pada pantulan fonem dan perangkat kata Proto-Austronesia pada protobahasa Bali-Sasak-Sumbawa.

5. Penamaan protobahasa Bali-Sasak-Sumbawa menyuratkan adanya hubungan keseasalan antara bahasa bali, Sasak, dan Sumbawa.

6. Pembuktian hubungan kekelompokan dan kesubkelompokan bahasa Bali, Sasak, dan Sumbawa tidak hanya dilakukan dari bawah ke atas, melainkan juga dari atas ke bawah.

7. Kelompok bahasa Bali-Sasak-Sumbawa memiliki pertalian kata-kata seasal (kognat) dengan persentase kesamaan rata-rata antara bahasa Bali dan subkelompok Sasak-Sumbawa 50% yang merupakan bukti kuantitatif.kemudian ada inovasi bersama yang merupakan bukti kualitatif.

8. Melalui rekonstruksi fonologi, dapat ditemukan dan dirumuskan kaidah-kaidah perubahan fonem. Namun terjadi pula penyimpangan-penyimpangan dari kaidah yang memang memerlukan penjelasan dan penelaaahan khusus.

Pada tahun 2001, Widayati melakukan penelitian yang sejenis dengan judul ”Refleksi Fonem Vokal Bahasa Melayu Purba dalam bahasa Melayu Asahan”, disimpulkan bahwa fonem-fonem turunan dalam Bahasa Melayu Asahan (BMA) ada yang merupakan refleksi langsung dari PM (Melayu Purba) dn tetap sebagai retensi dan ada pula yang telah mengalami inovasi bentuk.


(40)

2.2 Kerangka Konseptual

2.2.1. Model Perkembangan Bahasa

Penelitian mengenai fonem-fonem dalam bahasa Austronesia mengacu kepada ilmu Lnguistik Historis Komparatif (LHK). Banyak teori yang berhubungan dengan sejarah perkembangan dan perubahan bahasa. Bila diselusuri lebih dalam, maka ditemukanlah proses dan faktor (mekanisme) perubahan itu. Penelaahan atas bahasa-bahasa yang diduga memiliki kesamaan-kesamaan tertentu oleh para ahli disimpulkan bahwa bahasa itu berkerabat dan berasal dari satu bahasa. Bahasa asal itu lazim disebut bahasa induk atau bahasa purba (proto).

Bahasa purba yang hidup pada beribu-ribu tahun yang lalu berkembang dan pecah menjadi beberapa bahasa baru. Kemudian mereka membandingkan dan merumuskan keteraturan-keteraturan perubahan yang kemudian disebut hukum bunyi. Di samping itu ditemukan pula analogi sebagai sebab lain adanya perubahan. Hukum bunyi menimbulkan perubahan pada tataran bunyi (fonem) sedangkan analogi adalah penyebab segi-segi ketatabahasaan (Bynon, 1979:24 dalam Mbete 1981).

Dibalik perubahan-perubahan yang terjadi itu, ada pula unsur-unsur terusan yang terwaris (retensi) yang meliputi: fonem, kata dasar dengan semantiknya,serta unsur-unsur ketatabahasaan baik morfologi maupun sintaksisnya. Di antara perubahan-perubahan itu, perubahan bunyi merupakan salah satu penanda perubahan unsur terkecil dalam bahasa tetapi cukup menarik untuk diteliti dan ditelaah. Perubahan bunyi ini yang kemudian menggambarkan refleksi-refleksi atau pertalian-pertalian bunyi diantar bahasa-bahasa berkerabat, bukanlah suatu peristiwa yang


(41)

kebetulan. Pada dasarnya perubahan itu diatur dan ditentukan oleh suatu prinsip keteraturan, dalam arti bunyi itu berubah secara teratur melalui proses-proses tertentu dan berlangsung dalam suatu periode yang lama (Bynon, 1979:25 dalam Mbete 1981).

Bynon juga menguraikan adanya tiga model daripada perkembangan bahasa yaitu, model kaum neogramarrian, model kaum strukturalis, dan model kaum transformasional-generatif.

2.2.1.1.Model Kaum neogramarrian

Kaum neogramarrian adalah sekelompok sarjana Indo-Eropa yang bekerja dan mempunyai hubungan dengan Universitas Leipzig pada akhir abad 19. Untuk ilmu bahasa historis mereka memberikan dasar yang kokoh dengan membuat formulasi tentang prinsip-prinsip metodologis dan postulat teoritis yang membimbing mereka didalam pekerjaan mereka serta sekaligus mencobakan prinsip-prinsip ini didalam kerja praktek. Kaum neogramarrian membuat postulat tentang prinsip dasar didalam perkembangan bahasa, yaitu hukum bunyi dan analogi.

Mereka menyatakan bahwa perubahan bahasa didasari oleh prinsip hukum bunyi tanpa kekecualian (Bynon, 1977:25). Dengan hukum bunyi tanpa kekecualian ini dapat diartikan bahwa arah dari perubahan bunyi adalah sama pada semua masyarakat bahasa yang mengalami perubahan tersebut dan semua kata dimana ada bunyi yang mengalami perubahan yang terjadi pada lingkungan fonetik yang sama juga dipengaruhi oleh lingkungan dengan cara yang sama. Karena kaum ini berpendapat bahwa kaidah-kaidah fonologis dapat diformulasikan tanpa mengacu


(42)

kepada morfologi, sintaksis, dan semantik. Prinsip yang kedua adalah analogi. Lain daripada kaidah-kaidah fonologis yang bebas tadi, perubahan analogis sepenuhnya tergantung pada struktur gramatikal.

2.2.1.2.Model Kaum Strukturalis

Kaum strukturalis adalah para ahli bahasa aliran praha di Eropa seperti Ferdinand de Saussare dan para pengikut Bloomfield. Kaum ini menerangkan perubahan fonologis dengan memakai fonem. Adapun aspek-aspek perubahan fonologis bagi kaum strukturalis adalah:

1. Perubahan fonologis dapat mempengaruhi inventori fonem, yakni dapat menyebabkan bertambah dan berkurangnya jumlah fonem.

2. Perubahan fonologis mungkin saja tidak mempengaruhi inventori fonem,tetapi dapat mengubah distribusi fonem-fonem tertentu

3. Perubahan yang sama dapat mengganti ‘incidence’ dari /a/ dan /e/, yani distribusinya pada item-item leksikal dan gramatikal pada bahasa tersebut.

2.2.1.3.Model Kaum Transformasional-Generatif untuk Evolusi Bahasa

Kaum ini mengenal dua macam perubahan, yaitu perubahan fonologis dan perubahan sintaktik. Didalam perubahan fonologis mereka membedakan antara inovasi dan penyusunan kembali secara sistematik. Sedangkan dalam perubahan secara sintaktik mereka mengenal perubahan-perubahan didalam sintaksis dari frasa benda (noun phrase), frasa kerja (verb phrase) dan item leksikal.


(43)

2.3. Kerangka Teori

Penelitian refleksi fonem proto austronesia dalam bahasa Aceh dan bahasa Melayu ini mengacu pada teori ilmu Linguistik Histori Komparatif dan Linguistik Bandingan Historis. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa penelitian mengenai fonem-fonem bahasa Austronesia mengacu pada Ilmu Sejarah Perbandingan Bahasa atau Linguistik Historis Komparatif (Mbete, 1981)

2.3.1. Teori Migrasi Bahasa

Menurut Keraf (1984:172) terdapat dua istilah penting dalam teori migrasi ini, yaitu istilah wilayah (area) dan daerah (region). Wilayah suatu bahasa adalah tempat-tempat dimana terdapat pemakai-pemakai suatu bahasa. Dalam kenyataan suatu bahasa dapat terdiri dari suatu tempat yang secara geografis bersinambungan, atau dapat pula terdiri dari sejumlah tempat yang secara geografis terpisah satu dari yang lain. Tiap satuan tempat yang secara geografis terpisah dari yang lain tetapi dihuni oleh penutur-penutur bahasa yang sama disebut daerah bahasa (region). Perpindahan penduduk atau penutur bahasa dari satu daerah ke daerah lain dapat mengakibatkan terjadinya daerah-daerah bahasa. Hal ini menyebabkan daerah yang didatangi terjadi perbedaan bahasa atau dialek. Teori ini didasarkan pada dua dalil, yaitu:

1. Wilayah asal bahasa-bahasa sekerabat merupakan suatu daerah yang bersinambung;

2. Jumlah migrasi yang mungkin direkonstruksi akan berbanding terbalik dengan jumlah gerak perpindahan dari tiap bahasa.


(44)

Dalil yang pertama memberi suatu dasar untuk menemukan suatu daerah asal yang merupakan daerah kesatuan bagi bahasa-bahasa yang terpisah letaknya dewasa ini, daripada mengambil semua daerah secara bersama-sama sebagai wilayah asal. Dalil kedua dapat dianggap sebagai kaidah “gerak yang paling minimal”. Ini berarti, bila jumlah gerak dalam dua buah peluang migrasi yang direkonstruksikan itu berbeda, maka migrasi dengan jumlah gerak yang paling kecil mempunyai peluang yang paling besar sebagai migrasi yang sesungguhnya pernah terjadi (Keraf, 1984:173).

2.3.2. Teori Hukum Bunyi – Korespondensi Bunyi

Hukum bunyi yang kemudian diganti dengan istilah korespondensi bunyi pada abad XX, pada hakekatnya adalah suatu metode untuk menemukan hubungan antar bahasa dalam bidang bunyi bahasa (Keraf,1984:40). Teknik penetapan korespondensi bunyi antarbahasa akan menjadi dasar untuk menyusun hipotesa mengenai bunyi-bunyi proto dalam bahasa tua yang menurunkan bahasa-bahasa kerabat.

Penetapan sebuah fonem proto dilakukan melalui rekonstruksi atau pemulihan, yang bisa dilakukan berulang-ulang untuk menemukan fonem-fonem proto dari tingkat-tingkat perkembangan sebelumnya. Karena penetapan fonem proto harus dilakukan melalui unsur-unsur bentuk (morfem atau kata dasar), rekonstruksi fonem-fonem proto itu akan menghasilkan pula morfem proto yang dianggap pernah ada dalam bahasa proto dari sejumlah bahasa kerabat. Itulah sebabnya mengapa dalam Linguistik Historis Komparatf dipersoalkan pula kata kerabat, yaitu


(45)

kata-kata yang dianggap dimiliki bersama oleh bahasa-bahasa kerabat karena diwariskan bersama dari bahasa protonya (Keraf, 1984).


(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di dua daerah yaitu Kota Lhokseumawe, Propinsi Aceh dan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

3.2. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dalam bentuk tulisan dan lisan. Data dalam bentuk tulisan diperoleh dari kamus dan buku-buku Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu yang relevan. Data dalam bentuk tulisan juga diperoleh dari terjemahan kata-kata yang telah ditentukan ke dalam Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu. Sedangkan untuk data dalam bentuk lisan diperoleh dari hasil perekaman terhadap kata-kata yang telah disediakan. Perekaman ini untuk mempermudah peneliti dalam mengenali jenis fonem yang digunakan dalam masing-masing bahasa dan mempermudah peneliti untuk mengecek data tertulis untuk menguatkan kesahihan data yang ada.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode penelitian ini dijabarkan dalam tiga tahapan yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis data dan


(47)

tahap penyajian hasil analisis data. Ketiga tahapan tersebut dijabarkan oleh metode dan teknik yang berbeda.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data digunakan metode simak dan metode cakap. Kedua metode ini diaplikasikan kedalam teknik wawancara, perekaman, pencatatan dan pentranskripsian. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua instrument yakni Daftar Swadesh dan Daftar Hole. Daftar Swadesh dipergunakan untuk menjaring data awal. Selain itu, untuk ketepatan arti/makna digunakan pula daftar bahasa Indonesia sebagai pencocok arti/makna. Khusus soal penggunaan Daftar Hole, dalam pelaksanaannya di lapangan, pengembangannya secara kreatif dan lebih spesifik, menjadi alat “pengais dan penemu” data yang sangat menentukan.

3.5 Metode Analisis data

Analisis dilakukan dengan metode komparatif (Fernandez, 1996). Dengan menggunakan metode ini diharapkan dapat menemukan korespondensi-korespondensi bunyi pada bahasa-bahasa yang diduga berasal dari moyang yang sama. Metode ini didasarkan atas dua asumsi yakni hipotesis yang berhubungan dan hipotesis keberaturan (Jeffers dan Lehiste, 1979:17). Hipotesis keberhubungan ini berupaya untuk menerangkan kesamaan-kesamaan yang jelas ada antara kata-kata dari bahasa-bahasa atau dialek-dialek yang berbeda dengan cara mengasumsikan bahwa bahasa tersebut berhubungan. Hipotesis ini berasumsi bahwa


(48)

bahasa-bahasa ataupun dialek-dialek tersebut diturunkan dari moyang yang sama atau dari bahasa proto.

Sedangkan hipotesis keberaturan memungkinkan merekonstruksi bahasa proto tersebut dengan berasumsi bahwa perubahan-perubahan bunyi adalah beraturan, dimana setiap bunyi di dalam suatu bahasa akan berubah pada lingkungan-lingkungan yang sama.

Analisis data dengan metode komparatif ini menggunakan pendekatan dari atas ke bawah (top-down reconstruction) (Fernandez, 1996), yang dilanjutkan dengan metode padan (Sudaryanto, 1993). Pada tahap pendekatan dari atas ke bawah ini ditinjau dari hubungan antar protobahasa pada dua peringkat yang berbeda, yaitu peringkat yang tertinggi (PAN) dan peringkat yang lebih rendah. Pendekatan dari atas ke bawah ini merupakan suatu cara merekonstruksi dari atas ke bawah guna memperoleh evidensi-evidensi kebahasaan yang dapat dimanfaatkan sebagai penguat bukti kekerabatan dan keasalan bahasa yang diteliti dalam penelitian ini. Selain itu, penyusunan perangkat korespondensi terhadap bunyi-bunyi yang dibandingkan juga dilakukan. Metode komparatif ini diuraikan dalam tehnik hubung banding menyamakan (HBS) dan tehnik hubung banding memperbedakan (HBB).

Karena dalam praktek penelitian yang sesungguhnya, hubungan padan itu berupa hubungan banding antara semua unsur penentu yang relevan dengan unsur data yang ditentukan. Membandingkan berarti juga mencari semua kesamaan dan perbedaan yang ada di antara kedua hal yang dibandingkan maka dapatlah hubungan banding itu dijabarkan menjadi hubungan penyamaan dan hubungan perbedaan.


(49)

Dengan demikian pada penelitian ini, penulis menggunakan dua tehnik lanjutan hubung banding yakni tehnik hubung banding menyamakan (teknik HBS) dan tehnik hubung banding memperbedakan (teknik HBB).

Tehnik hubung banding adalah penelusuran dan pengamatan perbandingan korespondensi fonem setiap bahasa yang diteliti, meliputi perbandingan perubahan vokal Proto-Austronesia dalam bahasa Aceh dan bahasa Melayu Dialek Langkat.

Metode padan dijabarkan dengan teknik pilah artikulatoris yaitu menentukan bunyi vokal dan konsonan yang mana yang menjalani retensi atau inovasi. Ringkasan langkah-langkah yang akan dilakukan adalah:

a. Mencari perubahan bunyi vokal dan konsonan yang terjadi pada bahasa Aceh. Kata-kata bahasa Aceh yang diduga merupakan refleksi dari kata-kata Proto-Austronesia dikumpulkan dan diteliti satu persatu untuk melihat apakah fonem-fonemnya merupakan refleksi dari fonem-fonem Proto-Austronesia.

b. Mencari perubahan bunyi yang terjadi baik vokal maupun konsonan pada Bahasa Melayu Dialek Langkat. Kata-kata Bahasa Melayu Dialek Langkat yang diduga merupakan refleksi dari kata-kata Proto-Austronesia dikumpulkan dan diteliti satu persatu untuk melihat apakah fonemnya merupakan refleksi dari fonem-fonem Proto-Austronesia.

c. Membandingkan perubahan bunyi pada Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat.

d. Mencari refleksi fonem Proto-Austronesia pada Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat.


(50)

e. Mencari retensi dan inovasi pada bahasa Aceh dan bahasa Melayu Dialek Langkat. Berikut ini adalah penerapan tehnik analisis data dengan menggunakan beberapa data seperti terlihat pada tabel 1 berikut:

Tabel 1. Contoh data yang digunakan dalam penerapan teknik analisis data

No PAN BA BMDL GLOSS

1. *əbu' (PAND) Abε Abu Abu

2. *apuy (PANDYPMPL) Apui api Api

3. *Bulu (PANPR) Bulε bulu Bulu

4. *anak (PANS) Anək ana’ Anak

5. *aŋIn (PANB) Aŋεn Aŋin Angin

Analisis:

a. *əbu’ adalah protofonem dari kata abu. Di dalam Bahasa Aceh, kata abu berubah

menjadi abε sedangkan dalam Bahasa Melayu Dialek Langkat Langkat menjadi

abu. Terdapat beberapa perubahan bunyi dari protofonem *əbu’ menjadi abε dalam bahasa aceh. Yang pertama, vokal *ə dalam Bahasa Proto Austronesia merefleksikan vokal a dalam Bahasa Aceh. Sedangkan vokal *u dalam bahasa

proto Austronesia merefleksikan vokal ε dalam Bahasa Aceh. Dalam bahasa

Melayu Dialek Langkat Langkat juga terdapat perubahan yakni vokal *ə dalam bahasa proto Austronesia merefleksikan vokal a dalam Bahasa Melayu Dialek Langkat Langkat. Dapat disimpulkan bahwa dalam bentuk rekonstruksi protofonem *əbu’, terdapat inovasi replacement/inovasi pergantian (Widayati, 2001:53) didalamnya, dimana vokal *ə bahasa proto Austronesia berganti


(51)

menjadi vokal a dalam Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat. Begitu juga dengan vokal *u dalam bahasa proto Austronesia yang berganti menjadi

vokal ε dalam Bahasa Aceh.

Refleksi PAN:

b. *apuy adalah protofonem dari kata api. Dalam Bahasa Aceh, tidak terdapat perubahan dari bahasa proto Austronesia, hal ini disebut dengan retensi. Api dalam Bahasa Aceh tetap apuy, terdapat pewarisan linear didalamnya. Sedangkan dalam bahasa Melayu Dialek Langkat, kata *apuy berubah menjadi api, di mana dua fonem proto berpadu menjadi satu fonem baru (Keraf, 1984).

Refleksi PAN:

c. *Bulu adalah protofonem dari kata bulu. Dalam Bahasa Aceh terdapat beberapa

perubahan bunyi dari protofonem *Bulu menjadi bulε dalam Bahasa Aceh. Dimana vokal *u dalam bahasa proto Austronesia mereflesikan vokal ε dalam

Bahasa Aceh. Hal ini disebut dengan inovasi replacement/inovasi pergantian,

vokal *u bahasa proto Austronesia berganti menjadi vokal ε dalam Bahasa Aceh. *ə

a (BA) a (BMDL)

*u

ε (BA) u (BMDL)

*uy


(52)

Sedangkan dalam Bahasa Melayu Dialek Langkat tidak terdapat perubahan yang disebut dengan retensi/pewarisan linear. Kata *Bulu tetap menjadi bulu.

Refleksi PAN:

d. *anak adalah protofonem dari kata anak. Dalam Bahasa Aceh terdapat perubahan yang disebut pewarisan dengan perubahan. Hal ini ditandai dengan berubahnya vokal *a menjadi ə dalam Bahasa Aceh. Jadi vokal *a merefleksikan vokal ə dalam Bahasa Aceh. Sedangkan didalam Bahasa Melayu Dialek Langkat tidak terdapat perubahan. Terjadi pewarisan linear dalam kata anak dalam Bahasa Melayu Dialek Langkat.

Refleksi PAN:

e. *aŋin adalah protofonem dari kata angin. Dalam Bahasa Aceh, terjadi pewarisan dengan perubahan (Sudaryanto, 1993) pada bahasa proto Austronesia, dimana

vokal i berubah menjadi ε dalam Bahasa Aceh. Angin dalam Bahasa Aceh adalah

aŋεn, jadi vokal i dalam bahasa proto Austronesia mereflesikan vokal ε dalam

*u

ε (BA) u (BMDL)

*a


(53)

Bahasa Aceh. Dalam Bahasa Melayu Dialek Langkat tidak terjadi perubahan apapun, masih terjadi pewarisan linear didalamnya.

Refleksi PAN

3.6 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Sudaryanto (1993) menyajikan dua macam metode penyajian hasil analisis, yaitu yang bersifat informal dan formal. Metode penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa, walaupun dengan terminologi yang teknis, sedangkan penyajian formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang-lambang. Tanda yang dimaksud di antaranya adalah tanda bintang/asterik (*), tanda panah ( ), dan tanda kurung siku ([]). Sementara untuk lambang yang dimaksud diantaranya: lambang huruf sebagai singkatan nama, contoh PAN untuk Proto Austronesia, BA untuk Bahasa Aceh dan BMDL untuk Bahasa Melayu Dialek Langkat

*i


(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Paparan Data

Berdasarkan data yang dikumpulkan melalui data tertulis dan data lisan ditemukan perubahan bunyi fonem vokal PAN dalam vokal BA dan perubahan bunyi vokal PAN dalam vokal BMDL. Beberapa contoh dari perubahan bunyi fonem vokal PAN dalam vokal BA dan vokal BMDL disajikan pada tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2. Perubahan bunyi fonem vokal PAN dalam vokal BA dan BMDL

No PAN BA BMDL GLOSSARY

1 */əbu'/ (PAND) abE Abu Abu

2 */aka [ l ]/ (PAND) uh| akaR Akar

3 */anak/ (PANS) an| k Anak Anak

4 */aŋIn/ (PANB) aGεn aGin Angin

5 */asu/ (PANS) asE anj iG Anjing

6 */apuy/ (PANDYTV) apui Api Api

7 */qasap/ (-) asap Asap Asap

8

*/atep/ (PAND) */buŋ/ (PANDYTV)

bubOG At ap Atap

9

*/manok/

*/qayam/ (PANDYPMPL)

manOk Ayam Ayam

10 */baya/ (PANC) baho pundak Bahu


(55)

12 */'ajah/ (PAND) ayah Abah Bapak

13 */ba γ u/ (PAND) barO baRu Baru

14 */basaq/ (PANDLO) bulut basah Basah

15 */bataŋ/ (PAND) bak bat aG Batang

16 */batu/ (PANDYTV) bat E Bat u Batu

17 */putə[l]/ (PAND) wet put aR Belok

18 */bulu’/ (PAND) p| let berbuRu Berburu

19 */h/I(m)pih/ (PANDLO) m| lumpoe mimpi Bermimpi

20 */n’ava/ (PANDF) m| naph΄ah b| napas Bernapas

21 */tu(m)buh/ (PAND) t imoh t umboh Bertumbuh

22 */besar/ (PANDLO) ray| k b| saR Besar

23 */bIntaŋ/ bint aG bint aG Bintang

24 */bulan/ (PAND) bul| n Bulan Bulan

25 */buluh/ (PANDLO) bulE Bulu Bulu

26 */buŋa/ (PANB) buGoG buGa Bunga

27 */buluŋ/ (PAND) cicem buroG Burung

28 */cacIN/ (PANDLO) glaG caciG Cacing

29 */dagiŋ/ (PAND) sie dagiG Daging

30 */den/ (PAND) d| Gon dan, d| Gan dan, dengan

31

*/danaw/ (PANDLO)

*/tasIk/ (PANDYTV) t asek danau Danau 32 */dayah/ (PANC) darah daRah Darah


(56)

34 */da'un/ (PAND) on Daun Daun

35 */əbu'/ (PAND) abE Abu Debu

36 */dI'/ (PAND) di Di Di

37 */daləm/ (PANDLO) dalam Dalam Dalam

38 */iYa/ (PANC) j ih Dia Dia

39 */duwa/ (PANC) duwa Duwa Dua

40 */dukDuk/ (PANDLO) du| k dudok Duduk

41 */IkuR/ (PANDYPMPL) iku EkoR Ekor

42 */'əmpat/ (PAND) p| ut | mpat Empat

43 */kamu’/ (PAND) kah dron| h | Gkau engkau, kamu

44 */sira/q// (PANDLO) sira gaRam Garam

45 */gigi'/ (PANDLO) gigo Gigi Gigi

46 */guluh/ (PAND) glant | u gurOh Guntur

47 */waRIh/ (PANL) urO aRi Hari

48 */qatey/ (PANDYPMPL) at E Hat i Hati

49 */hijun/ (PANDLO) idoG idoG Hidung

50 */qudip/ (PANDYPMPL) udep Idop Hidup

51 */qizaw/ (PANDLO) ij o Hij au Hijau

52 */qitəm/ (PANDYPMPL) it am It am Hitam

53 */biləŋ/ (PAND) bil| G kERa Hitung

54 */hujan/ (PANC) uj | n Uj an Hujan

55 */utan/ (PANC) ut | n Ut an Hutan

56 */ikan/ (PAND) | Gkot Ikan Ikan


(57)

58 */binay/ (PANDLO) p| rumOh puwan/binik Isteri

59 */Ian/ (PANB) nyan Iyon Itu

60 */jahat/ (PANC) j | h| t d| gil Jahat

61 */jalan/ (PANC) r| t Jalan Jalan

62 */zaRum/ (PANDLO) j arom j aRum Jarum 63 */ləbuh/ (PAND) rh| t tibun/laboh Jatuh

64 */ləbuh/ (PAND) rh| t tibun/laboh Jatuh

65 */jawuh/ (PANC) ji’oh Jaoh Jauh

66 */kabut/ (PAND) sagop kabut Kabut

67 */kaki/( PAND) gaki Kaki Kaki

68 */vanan/ (PAND) un| n kanan Kanan

69 */Ijan/ (PAN-B) paj an Bila Kapan

70 */kayu/ (PANS) kayE Kayu Kayu

71 */kecil/ (PANBLWO) ubit k| cỉ Kecil

72 */ulu/ (PANC) ulE k| pala Kepala

73 */kəyiŋ/ (PAND) t ho k| Riŋ Kering

74 */kilap/ (PANDLO) kilat Kilat Kilat

75 */wIri/ (PTSL) wie kiRi Kiri

76 */kita/ (PTSL) g| t anyo Kit a kita, kami

77 */kulIt/ (PAND) kulet Kulit Kulit

78 */kuniŋ/ (PAND) kunEG kuniG Kuning

79 */kutu/ (PANS) gut E Kut u Kutu

80 */lawa(lawa)/ (PEOOLCA) ramid| n laba-laba laba-laba


(58)

82 */laki/ (PAND) agam laki-laki laki-laki

83 */ laŋit/ (PAND) laGEt laGit Langit

84 */la’ud/ (PAND) la’ot Laut Laut

85 */liqeR/ (PANDYPMPL) t aku l| h| R Leher

86 */dilah/ (PAND) lidah Lidah Lidah

87 */malem/ (PAND) malam malam Malam

88 */malu/ (PPHZD) malE Malu Malu

89 */mata/ (PANDYTV) mat a Mat a Mata

90 */mate/ (PEOLESM) mat E Mat i Mati

91 */leNpeR/ (PPHZA) rhom lempaR Melempar 92 */TIŋuk/ (PANDYMC) GiEG t EGok Melihat

93 */ludah/ (PAND) m| rudah m| ludah Meludah

94 */masak/ (PPHZD) magun masak Memasak

95 */baker/ (PPHZD,A) t | ut bakaR Membakar

96 */bəlah/ (PAND) plah b| lah membelah

97 */bəLi/ (PANDLRD) mublo b| lik Membeli 98 */pəgaŋ/ (PAND) mat p| gaG Memegang 99 */peRaq/ (PANDLO) c| pat m| m| Rah Memeras 100 */pilih/ (PAND) pileh Pileh Memilih

101 */pu(n)tuŋ/ (PAND) koh pot ong Memotong

102 */pu(ŋ)kul/ (PAND) poh pukol Memukul

103 */ tanom/ (POCGR(OC)) t anom t anam Menanam 104 */taŋis/ (PANC) klik m| naGes Menangis


(59)

106 */deŋaR/ (PANBIROLI) dEGo d| GaR Mendengar

107 */iluy/ (PAND) ile Galer Mengalir

108 */kətug/ (PAND) k| t ok k| t ok Mengetuk

109 */ke/r/ud/ (PANDLO) ku| h k| rok Menggali

110 */garuk/ (PINBRL) garok Garu Menggaruk

111 */kit/ (PANC) kab gigEt Menggigit

112 */Ikət/ (PAND) ikat Ikat Mengikat

113 */mawap/ (POCGR(OMA)) s| m| G| b m| Guap menguap

114 */kunyaq/ (PPHCH) mamoh kunyah Mengunyah

115 */tIyup/ ((PANDLO) yub m| G| mbos Meniup 116 */meRa/ (PEOPAWS) mirah meRah Merah

117 */Inum/ (PANDYTV) j Eb minum Minum 118 */babah/ (PAND) babah mulut Mulut

119 */muta/ (PEOLESM) mut ah munt ah Muntah

120 */na’Ik/ (PAND) ek Naek Naik

121 */nala/ (PAMS) nan nama Nama

122 */lamuk/ (PAND) j amok nyamok Nyamuk

123 */uyaŋ/ (PAND) ur| G ORaG Orang

124 */hanet/ (PANDF) su uEm haŋat Panas

125 */pand’aŋ/ (PAND) pa~NaG panj aG Panjang

126 */ pasIR/ (PANDLO) ano pasiR Pasir

127 */t’ut’u/ (PAND) dik t Et Ek Payudara

128 */pandak/ (PAND) Et pEndEk Pendek


(60)

130 */putih/ (PAND) put Eh put Eh/ put ih Putih

131 */r/a(m)but/ (PANDLO) Ok rambOt Rambut

132 */yumah/ (PANC) rumOh rumah rumah

133 */rumput/ (PANDLO) nal| G rumpOt Rumput

134 *sakit/ (PANDYTV) sakEt sakEt Sakit

135 */sa/ (PINBRG) sa Sat u Satu

136 */se(m)pit/ (PANDLO) arat s| mpit Sempit

137 */laki’/ (PAND) lako Lakik Suami

138 */tahu’/ (PAND) t | pu Tau Tahu

139 */tahun/ (PAND) t hon Taun Tahun

140 */tazem/ (PANDLO) t aj am Taj am Tajam

141 */(t)akut/ (PAND) yo t akot Takut

142 */tali/ (PANC) t alo t ambaG Tali

143 */tanah/ (PAND) t anOh t anah Tanah

144 */tanom/ t anOm t anam Tanam

145 */taŋan/ (PAND) j arO t aGan Tangan

146 */təbəl/ (PAND) t | bai t | bal Tebal

147 */təliŋa/ (PANC) pu~NuG

glu~NuG t | liGa Telinga

148 */t/eluR/ (PANDLO) bOh manOk t | lOR Telur 149 */gelih/ (PANDLO) t | khEm g| lak Tertawa

150 */tija/ (PANDF) han/hana Tida tidak

151 */tiDuR/ (PANDLO) eh t idoR Tidur


(61)

153 */tipis/ (PANDLO) lipeh Tipis Tipis

154 */tuha’/ (PAND) t uha Tuha Tua

155 */[t]ulaŋ/ (PAND) t ul| G t ulaG Tulang

156 */tu(m)buh/ t imoh t umboh Tumbuh

157 */ular/ (PINBRL) ul| ulaR Ular

4.1.2. Deskripsi Data.

a. */|bu/ adalah protofonem dari kata /abu/. Di dalam BA, kata abu berubah menjadi

abε sedangkan dalam BMDL menjadi abu. Terdapat beberapa perubahan bunyi

dari protofonem */|bu/ menjadi abE dalam BA. Yang pertama, vokal *| dalam bahasa proto Austronesia merefleksikan vokal a dalam BA. Sedangkan vokal *u dalam bahasa proto Austronesia merefleksikan vokal E BA. Dalam BMDL juga terdapat perubahan yakni vokal *| dalam bahasa proto Austronesia merefleksikan vokal a dalam BMDL. Dapat disimpulkan bahwa dalam bentuk rekonstruksi protofonem *|bu’, terdapat inovasi replacement/inovasi pergantian (Widayati, 2001:53) didalamnya, dimana vokal *| bahasa proto Austronesia berganti menjadi vokal a dalam BMDL. Begitu juga dengan vokal *u dalam bahasa proto Austronesia yang berganti menjadi vokal E dalam BA.

Refleksi PAN:

E(BA) *u

u (BMDL) a(BA)


(62)

b. */anak/ adalah protofonem dari kata /anak/. Dalam BA terdapat perubahan yang disebut pewarisan dengan perubahan (inovasi). Hal ini ditandai dengan berubahnya vokal *a menjadi | dalam BA. Jadi vokal *a merefleksikan vokal | dalam BA. Sedangkan didalam BMDL tidak terdapat perubahan. Terjadi pewarisan linear dalam kata anak dalam BMDL.

Refleksi PAN:

c. */aŋin/ adalah protofonem dari kata /angin/. Dalam BA, terjadi pewarisan dengan perubahan pada bahasa proto Austronesia. Dimana vokal i berubah menjadi E

dalam BA. BA angin adalah aŋ En, jadi vokal i dalam bahasa proto Austronesia mereflesikan vokal E dalam BA. Dalam BMDL tidak terjadi perubahan apapun, masih terjadi pewarisan linear didalamnya.

Refleksi PAN

*i

E(BA) ə(BA)

*a


(63)

d. */apuy/ adalah protofonem dari kata /api/. Dalam BA, tidak terdapat perubahan dari bahasa proto Austronesia, hal ini disebut dengan retensi. Api dalam BA tetap apuy, terdapat pewarisan linear didalamnya (Keraf, 1984:80). Sedangkan dalam BMDL, kata *apuy berubah menjadi api, dimana dua fonem proto berpadu menjadi satu fonem baru yang disebut dengan perpaduan/merger (Keraf, 1984:82). Refleksi PAN:

e. */bayu/ adalah protofonem dari kata /baru/. Dalam BA terdapat perubahan dari bahasa proto Austronesia yakni pada fonem proto austronesia */u/ berubah menjadi /O/ pada BA. Perubahan ini dinamakan inovasi pergantian (replacements).

Refleksi PAN

*u

O(BA) *u


(64)

f. */batu/ adalah protofonem dari kata /batu/. Dalam BA terdapat perubahan yaitu pewarisan dengan perubahan fonem proto Austronesia */u/ berubah menjadi /E/. Sedangkan dalam BMDL tidak terdapat perubahan apapun dimana hal ini disebut dengan pewarisan linear (Keraf, 1984:80)

Refleksi PAN

g. */bulan/ adalah protofonem dari kata /bulan/. Dalam BMDL terjadi pewarisan linear, jadi tidak terdapat perubahan apapun. Sedangkan dalam BA terjadi pewarisan dalam perubahan, dimana fonem proto Austronesia */a/ berubah menjadi /|/ dalam BA.

Refleksi PAN

*u

E(BA)

*a

| (BA)

a (BMDL) u


(65)

h. */buluh/ adalah protofonem dari kata /bulu/. Didalam BA, kata bulu berubah

menjadi bulε. Terdapat pewarisan dalam perubahan dalam BA ini, hal ini ditandai dengan berubahnya fonem */u/ menjadi /E/.

Refleksi PAN

i. */IkuR/ adalah protofonem dari kata /ekor/. Dalam BMDL terjadi pewarisan dengan perubahan, yakni fonem proto */i/ berubah menjadi /E/ dan fonem proto */u/ berubah menjadi /o/ dalam BMDL menjadi kata /EkoR/

Refleksi PAN

j. */gigi/ adalah protofonem dari kata /gigi/. Dalam BA terjadi pewarisan dengan perubahan, dimana fonem proto */i/ berubah menjadi vokal /o/ dalam BA menjadi kata /gigo/. Sedangkan dalam BMDL tidak terjadi perubahan apapun,sehingga dikatakan memiliki pewarisan linear.

Refleksi PAN

*u

E(BA)

*i

E(BMDL)

*u

o (BMDL)


(66)

k. */it | m/ adalah protofonem dari kata /hitam/. Dalam BA dan BML terjadi pewarisan dengan perubahan, dimana fonem proto */|/ berubah menjadi /a/.

Refleksi PAN

l. */jawuh/ adalah protofonem dari kata /jauh/. Pada BA terjadi pewarisan dengan perubahan dimana fonem proto */a/ berubah menjadi /i/, fonem proto */u/ berubah menjadi /o/. Sedangkan dalam BMDL fonem proto */u/ berubah menjadi /o/.

Refleksi PAN

*a

i (BA) a (BA)

*|

a (BMDL)

o (BA) *u


(67)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Refleksi Bunyi Fonem Vokal PAN dalam Fonem Vokal BA dan BMDL 4.2.1.1 Fonem PAN *a

*a >| : # K – K # (perubahan bunyi vokal *a yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BA dan *a >a : # K – K # (perubahan bunyi vokal *a yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BMDL

PAN BA BMDL BI

*/anak/ /an| k/ /anak/ anak

*/bulan/ /bul| n/ /bulan/ bulan

*/utan/ /ut | n/ /ut an/ hutan

*/tulaŋ/ /t ul| G/ /t ulaG/ tulang

*/hujan/ /uj | n/ /uj an/ hujan

*/vanan/ /un| n/ /kanan/ kanan

*/tahu/ /t | pu/ /t au/ tahu

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa fonem vokal proto Austronesia mengalami perubahan bunyi pada lingkungan antar konsonan dimana fonem vokal *a berubah menjadi vokal /|/ didalam BA. Sedangkan didalam BMDL tidak terjadi perubahan apapun, fonem vokal *a tetap menjadi /a/.

*a >| : - # (perubahan bunyi vokal *a yang terjadi pada lingkungan setelah jeda atau posisi akhir) dalam fonem vokal BA dan *a >a : # K – K # (perubahan bunyi vokal *a yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BMDL

PAN BA BMDL BI


(68)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa fonem vokal proto Austronesia mengalami perubahan bunyi pada lingkungan setelah jeda atau posisi akhir dimana fonem vokal *a berubah menjadi vokal /|/ didalam BA. Sedangkan didalam BMDL tidak terjadi perubahan apapun, fonem vokal *a tetap menjadi /a/.

*a >E : # K – K # (perubahan bunyi vokal *a yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BA dan BMDL

PAN BA BMDL BI

*/pandak/ /Et/ /pEndE/ pendek

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa fonem vokal proto Austronesia mengalami perubahan bunyi pada lingkungan antar konsonan dimana fonem vokal *a berubah menjadi vokal /E/ didalam BA dan BMDL.

*a >i : # K – K # (perubahan bunyi vokal *a yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BA dan *a >a : # K – K # (perubahan bunyi vokal *a yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BMDL

PAN BA BMDL BI

*/jawuh/ /ji’oh/ /jaoh/ jauh

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa fonem vokal proto Austronesia yang terjadi pada lingkungan antar konsonan mengalami perubahan bunyi dimana fonem vokal *a berubah menjadi vokal /i/ didalam BA. Sedangkan didalam BMDL tidak terjadi perubahan apapun, fonem vokal *a tetap menjadi /a/ dalam BMDL.

*a >O : # K – K # (perubahan bunyi vokal *a yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BA dan *a >a : # K – K # (perubahan bunyi vokal *a yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BMDL

PAN BA BMDL BI

*/buŋa/ /buGoG/ /buGa/ bunga


(69)

*/tanah/ /t anOh/ /t anah/ tanah

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa fonem vokal proto Austronesia mengalami perubahan bunyi pada lingkungan antar konsonan dimanafonem vokal *a berubah menjadi vokal /O/ didalam BA. Sedangkan didalam BMDL tidak terjadi perubahan apapun, fonem vokal *a tetap menjadi /a/

*a >o : - # (perubahan bunyi vokal *a yang terjadi pada lingkungan setelah jeda atau posisi akhir) dalam fonem vokal BMDL

PAN BA BMDL BI

*/baya/ /baho/ / pundak / bahu

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa fonem vokal proto Austronesia mengalami perubahan bunyi pada lingkungan setelah jeda atau posisi akhir dimana fonem vokal *a berubah menjadi vokal /o/ didalam BA.

*a >u : # - (perubahan bunyi vokal *a yang terjadi pada lingkungan setelah jeda atau posisi awal) dalam fonem vokal BA dan *a >a : # K – K # (perubahan bunyi vokal *a yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BMDL

PAN BA BMDL BI

*/aka [ l ]/ /uh|/ /akaR/ akar

*/vanan/ /unən/ /kanan/ kanan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa fonem vokal proto Austronesia mengalami perubahan bunyi pada lingkungan setelah jeda atau posisi awal dimana fonem vokal *a berubah menjadi vokal /u/ didalam BA. Sedangkan didalam BMDL tidak terjadi perubahan pada lingkungan antar konsonan dimana fonem vokal *a tetap menjadi /a/.

4.2.1.2 Fonem PAN *i

*i >e : # K – K # (perubahan bunyi vokal *i yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BA dan vokal BMDL dan *i >o : # K – K # (perubahan bunyi vokal *i yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BMDL serta *i >i :


(70)

# K – K # (perubahan bunyi vokal *i yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BMDL

PAN BA BMDL BI

*/qudip/ /udEp/ /idop/ hidup

*/kulit/ /kulEt/ /kulit/ kulit

*/pilih/ /pilEh/ /pileh/ memilih

*/tasik/ /tase’/ /danau/ danau

*/tipis/ /lipeh/ /tipis/ tipis

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa fonem vokal proto Austronesia mengalami perubahan bunyi pada lingkungan antar konsonan. Dalam BA fonem vokal *i berubah menjadi vokal /e/, sedangkan dalam BMDL fonem vokal *i ada yang tidak berubah, tetap menjadi vocal /i/ dan ada yang berubah menjadi /e/ dan /o/.

*i >e : - # (perubahan bunyi vokal *i yang terjadi pada lingkungan sebelum jeda atau posisi akhir) dalam fonem vokal BA dan *i >i : - # (perubahan bunyi vokal *i yang terjadi pada lingkungan sebelum jeda atau posisi akhir) dalam fonem vokal BMDL serta *i >i : # K – K # (perubahan bunyi vokal *i yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BMDL

PAN BA BMDL BI

*/wiri/ /wie/ /kiRi/ Kiri

*/na’ik/ /ek/ /naek/ Naik

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa fonem vokal proto Austronesia mengalami perubahan bunyi pada lingkungan sebelum jeda atau posisi akhir dimana dalam BA fonem vokal *i berubah menjadi vokal /e/, akantetapi dalam BMDL fonem vokal *i tetap menjadi /i/. Pada lingkungan antar konsonan dalam BMDL, fonem vokal proto Austronesia tidak mengalami perubahan bunyi, fonem vokal *i tetap menjadi /i/.

*i >E : # K – K # (perubahan bunyi vokal *i yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BA, *i >i : # K – K # (perubahan bunyi vokal *i yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BMDL, *i >o : # K – K # (perubahan bunyi vokal *i yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BMDL dan


(71)

*i >e : # K – K # (perubahan bunyi vokal *i yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BMDL

PAN BA BMDL BI

*/kuniŋ/ /kunEG/ /kuniG/ kuning

*/laŋit/ /laGEt/ /laGit/ langit

*/aŋin/ /aGEn/ /aGin/ angin

*/qudip/ /udEp/ /idop/ hidup

*/kulit/ /kulEt/ /kulit/ kulit

*/putih/ /putEh/ /putih/ putih

*/sakit/ /sakEt/ /saket/ sakit

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa fonem vokal proto Austronesia mengalami perubahan bunyi pada lingkungan antar konsonan. Dalam BA fonem vokal *i berubah menjadi vokal /E/, sedangkan dalam BMDL fonem vokal *i ada yang tidak berubah tetap menjadi vokal /i/ dan ada yang berubah menjadi /o/ dan /e/.

*i >a : # K – K # (perubahan bunyi vokal *i yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BA dan *i >i : # K – K # (perubahan bunyi vokal *I yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BMDL

PAN BA BMDL BI

*/kit/ /kab/ /gigEt/ menggigit

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa fonem vokal proto Austronesia mengalami perubahan bunyi pada lingkungan antar konsonan dimana fonem vokal *i berubah menjadi /a/ dalam BA. Sedangkan pada BMDL tidak mengalami perubahan apapun.

*i >o : - # (perubahan bunyi vokal *i yang terjadi pada lingkungan sebelum jeda atau posisi akhir) dalam fonem vokal BA dan *i >i : - # (perubahan bunyi vokal *I yang terjadi pada lingkungan sebelum jeda atau posisi akhir) dalam fonem vokal BMDL


(72)

PAN BA BMDL BI

*/gigi/ /gigo/ /gigi/ gigi

*/laki/ /lako/ /lakik/ suami

*/tali/ /talo/ /tali/ tali

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa fonem vokal proto Austronesia mengalami perubahan bunyi pada lingkungan sebelum jeda atau posisi akhir dimana fonem vokal *i berubah menjadi /a/ dalam BA. Sedangkan pada BMDL tidak mengalami perubahan apapun. 4.2.1.3 Fonem PAN *u

*u >E : - # (perubahan bunyi vokal *u yang terjadi pada lingkungan sebelum jeda atau posisi akhir) dalam fonem vokal BA dan *u >u : - # (perubahan bunyi vokal *u yang terjadi pada lingkungan sebelum jeda atau posisi akhir) dalamfonem vokal BMDL

PAN BA BMDL BI

*/əbu’/ /abE/ /abu/ abu

*/kayu/ /kayE/ /kayu/ kayu

*/kutu/ /gutE/ /kutu/ kutu

*/asu/ /asε/ /anjiG/ anjing

*/batu/ /bate/ /batu/ Batu

*/buluh/ /bulE/ /bulu/ Bulu

*/ulu/ /ulE/ /k|pala/ Kepala

*/malu/ /malE/ /malu/ Malu

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa fonem vokal proto Austronesia mengalami perubahan bunyi pada lingkungan sebelum jeda atau posisi akhir dimana fonem vokal *u berubah menjadi /ε/ dalam BA. Sedangkan pada BMDL tidak mengalami perubahan apapun.


(73)

*u >i : # K – K # (perubahan bunyi vokal *u yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BA dan *u >o : # K – K # (perubahan bunyi vokal *u yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BMDL

PAN BA BMDL BI

*/tu(m)buh/ /timoh/ /tumboh/ Tumbuh

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa fonem vokal proto Austronesia mengalami perubahan bunyi pada lingkungan antar konsonan dimana fonem vokal *u berubah menjadi /i/ dalam BA dan fonem vokal *u berubah menjadi /o/ dalam BMDL.

*u >o : # K – K # (perubahan bunyi vokal *u yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BA dan *u >u : # K – K # (perubahan bunyi vokal *u yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BMDL

PAN BA BMDL BI

*/tu(m)buh/ /timoh/ /tumboh/ Tumbuh

*/kətug/ /k| t ok/ /k| t ok/ Mengetuk

*/jarum/ /j arom/ /j aRum/ Jarum

*/tahun/ /thon/ /taun/ Tahun

*/iduŋ/ /idoG/ /idoG/ Hidung

*/jawuh/ /ji’oh/ /j aoh/ Jauh

*/la’ud/ /la’ot/ /laut/ Laut

*/garuk/ /garok/ /garu/ Menggaruk

*/tikus/ /tikoh/ /tikus/ Tikus

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa fonem vokal proto Austronesia mengalami perubahan bunyi pada lingkungan antar konsonan dimana fonem vokal *u berubah menjadi /o/ dalam BA dan BMDL. Akan tetapi dalam BMDL fonem vokal *u ada yang tidak berubah bentuknya sama sekali, tetap menjadi vokal /u/.


(74)

*u >o : - # (perubahan bunyi vokal *u yang terjadi pada lingkungan sebelum jeda atau posisi akhir) dalam fonem vokal BA dan *u >u : - # (perubahan bunyi vokal *u yang terjadi pada lingkungan sebelum jeda atau posisi akhir) dalam fonem vokal BMDL

PAN BA BMDL BI

*/garuk/ /garo/ / garu/ Menggaruk

*/baγu/ /baro/ /baRu/ Baru

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa fonem vokal proto Austronesia mengalami perubahan bunyi pada lingkungan sebelum jeda atau posisi akhir dimana fonem vokal *u berubah menjadi /o/ dalam BA. Sedangkan pada BMDL tidak mengalami perubahan apapun.

*u >| : - # (perubahan bunyi vokal *u yang terjadi pada lingkungan sebelum jeda atau posisi akhir) dalam fonem vokal BA dan *u >o : - # (perubahan bunyi vokal *u yang terjadi pada lingkungan sebelum jeda atau posisi akhir) dalam fonem vokal BMDL

PAN BA BMDL BI

*/dukduk/ /du|’/ / dudo’/ Duduk

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa fonem vokal proto Austronesia mengalami perubahan bunyi pada lingkungan sebelum jeda atau posisi akhir dimana fonem vokal *u berubah menjadi /|/ dalam BA dan berubah menjadi /o/ dalam BMDL.

4.2.1.4 Fonem PAN *|

*| >a : # - (perubahan bunyi vokal *əyang terjadi pada lingkungan setelah jeda atau posisi awal) dalam fonem vokal BA dan BMDL

PAN BA BMDL BI

*/|bu/ /abE/ /abu/ Abu

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa fonem vokal proto Austronesia mengalami perubahan bunyi pada lingkungan setelah jeda atau posisi awal dimana fonem vokal *| berubah menjadi /a/ dalam BA dan BMDL.


(75)

*| >a : # K – K # (perubahan bunyi vokal *| yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BA dan BMDL.

*| > o : # K – K # (perubahan bunyi vokal *| yang terjadi pada lingkungan antar konsonan) dalam fonem vokal BA

PAN BA BML BI

*/tan|m/ /tanom/ /tanam/ menanam

*/ik|t/ /ikat/ /ikat/ mengikat

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa fonem vokal proto Austronesia mengalami perubahan pada lingkungan antar konsonan dimana fonem vokal *| berubah menjadi /a/ dalam BA dan BMDL dan fonem vokal *| juga berubah menjadi /o/ dalam BA.

Rangkuman refleksi bunyi fonem vokal PAN dalam fonem vokal BA dan BMDL dapat terlihat pada tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3. Rangkuman Refleksi Fonem Vokal PAN dalam Fonem Vokal BA dan BMDL

PAN BA BMDL

*a o

| i u E

a E

*i a

e E o

i o e


(76)

E o |

o

*| a

o

a

Refleksi fonem vokal PAN dalam vokal BA dan BMDL terjadi secara retensi dan inovasi. Perubahan tersebut dapat dilihat dibawah ini.

a. Fonem *a

Perubahan secara Inovasi fonem vokal PAN *a menjadi o, |, E, i dan u dalam BA dapat digambarkan sebagai berikut:

*a

o | E i u

Perubahan retensi dan inovasi fonem vokal PAN *a menjadi a dan Edalam BMDL dapat digambarkan sebagai berikut:

*a a

E

b. Fonem *i

Perubahan secara Inovasi fonem vokal PAN *i menjadi a, e, E, o dalam BA dapat digambarkan sebagai berikut:


(1)

Wapedia, 2009. Asal-Usul Bahasa Mel Desember 2009.

Wapedia, 2009. Perbedaan Antara Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia.

Wapedia, 2009. Kerajaan Langkat. 2009.

Wapedia, 2009.Bahasa Mela Wapedia, 2009. Rumpun Bahasa Austronesia


(2)

Lampiran 1.

BIODATA INFORMAN A. Bahasa Aceh

1. Nama : Muhammad Yusuf. N Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 35 tahun Pendidikan : Sarjana

Pekerjaan : Staf Pengajar Universitas Malikussaleh

Alamat : Jl. TGK. Pulo Baroh No 2 Desa Lancang garam Lhokseumawe

2. Nama : M. Husein Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 36 tahun Pendidikan : Pasca Sarjana

Pekerjaan : Staf Pengajar Universitas Malikussaleh

Alamat : Jl. Medan- B. Aceh Desa Blang Kandang Lhokseumawe.

3. Nama : Irmayanti Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 30 tahun Pendidikan : Sarjana


(3)

Alamat : Jl. TGK. Chik Ditiro No 24 Desa Lancang garam Lhokseumawe

4. Nama : Katrunnida Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 28 tahun Pendidikan : Sarjana Pekerjaan : Guru SMPN

Alamat : Jl. Sawang Kupula Desa Uteunkot Cunda Lhokseumawe

5. Nama : Nazaruddin Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 29 tahun Pendidikan : Sarjana Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl. Medan- B. Aceh Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe

B. Bahasa Melayu Langkat

1. Nama : Helmita Mufida Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 29 tahun Pendidikan : Sarjana Pekerjaan : Guru


(4)

2. Nama : HJ. Munawarah Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 58 tahun Pendidikan : SMEA Binjai Pekerjaan : Pensiunan Guru

Alamat : Jl. IB. Tambeleng 7 Stabat

3. Nama : H. Ahmad Mahfuz Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 60 tahun Pendidikan : PGAN Medan Pekerjaan : Pensiunan Guru

Alamat : Jl. Perniagaan No 40 Stabat.

4. Nama : Nizham Jenis Kelamin : laki-laki Umur : 40 tahun Pendidikan : SMA Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl. Perniagaan Stabat

5. Nama : Nurlaila Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 29 tahun


(5)

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl. K.H. Arifin, Stabat


(6)