Konflik Agraria di Perkotaan dalam Perspektif HAM

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang berupaya
untuk mencapai tujuan pembangunan di segala bidang kehidupan. Dengan
potensi alam dan manusia yang begitu berlimpah, maka sangat wajar jika
harapan agar terwujudnya kesejahteraan sosial selalu ada.
Sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 33 ayat 3 menyatakan bahwa
“ bumi dan air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Amanat tersebut mengisyaratkan bahwa negara memiliki tanggungjawab
untuk memberikan kemakmuran bagi rakyatnya dengan melakukan
pengelolaan sumber daya yang dimilikinya secara adil.
Selama ini pembangunan selalu diukur semata dengan angka
pertumbuhan ekonomi. Terjadi kemunduran di sektor tempat bernaung
penduduk miskin yang berbanding lurus degan kesenjangan ekonomi. 1 . Hal
ini kian menajam akibat praktek korupsi ditambah dengan krisis ekonomi
berkepanjangan yang telah membuka peluang bagi setiap potensi konflik
menjadi ledakan kerusuhan yang pada gilirannya melahirkan pelanggaran

1


“Dampak Abaikan Pertanian. Perlu Sikap Revolusioner untuk Ciptakan Lapangan Kerja”. Kompas,
Jumat, 4 April 2014. Hal 1

7
Universitas Sumatera Utara

Hak Asasi Manusia (HAM). Persebaran kondlik di Indonesia dewasa ini
(2008-2010) tercatat dalam tabel berikut ini :
Tabel 1. Distribusi Jumlah Konflik dan Kekerasan di Indonesia
Tahun 2008-2010
Isu Konflik

Jumlah

Presentase

Konflik Berbasis Agama/Etnis

90


2,2

Konflik Politik

559

13,9

Konflik Antaraparat Negara

31

0,8

Konflik Sumber Daya Alam

313

7,8


Konflik Sumber Daya Ekonomi

332

8,3

Tawuran

1.089

27,1

Penghakiman Massa

1.107

27,5

Pengeroyokan


302

7,5

Lain-lain

198

4,9

Total

4.021

100

Sumber : Institut Titian Perdamaian. Dinamika Konflik & Kekerasan Di
Indonesia 2011.
Varian konflik yang berumur panjang dan mengandung komposisi

pelanggaran HAM yang sangat banyak dengan grafik yang meningkat dari
waktu ke waktu adalah konflik agraria. Hal ini selaras dengan keberadaan
sumber daya alam yang melimpah sebagai karakteristik utama negaranegara agraris seperti Indonesia. Terutama peningkatan kebutuhan atas

8
Universitas Sumatera Utara

tanah yang berkembang seiring dengan kebutuhan pengelolaan tanah untuk
kepentingan pembangunan nasional dan industri.
Keberadaan konflik agraria sebagai konflik sosial dalam kehidupan
bangsa Indonesia diawali sejak masa kolonial, dimana perkebunan besar
menjadi sistem agraria yang berperan langsung sebagai hulu dari proses
memasukkan rakyat dan tanah Indonesia ke dalam ekonomi pasar global.
Namun pada 24 September 1960, Presiden Soekarno secara resmi
mengesahkan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Agraria (UUPA 1960). Pada awalnya, UU ini dimaknai sebagai kulminasi
usaha untuk meruntuhkan dominasi modal asing sebagai bagian

utama


politik agraria, sekaligus sebagai bentuk upaya pembangunan dengan
membagikan tanah secara merata kepada petani yang tidak mempunyai
tanah.
Pada tahun 1967, orientasi politik agraria dan pembangunan diganti
drastis dan dramatis oleh Presiden Soeharto, semula ideologi yang anti
dengan kapitalisme diubah menjadi ideologi kapitalisme yang pro modal
asing. Penggantian ini merupakan kelanjutan upaya pembasmian orangorang komunis, keberhasilan kudeta atas presiden Soekarno, dan
kepemimpinan rezim militer di arus politik nasional pada periode 19651966. 2

2
Koalisi Untuk Keadilan dan Pengungkapan Kebenaran(KKPK). Menemukan Kembali Indonesia :
Memahami Empat Puluh Tahun Kekerasan Demi Memutus Rantai Impunitas. KKPK. 2014. Hal 157

9
Universitas Sumatera Utara

Pola konflik agraria di Indonesia sudah bergeser dari konflik secara
horizontal di masa Orde Lama menjadi konflik yang bersifat vertikal di
masa Orde Baru, yang artinya bahwa pada masa Orde Lama konflik agraria
lebih di dominasi antara rakyat dengan rakyat, akan tetapi pada masa Orde

baru konflik agraria tidak hanya antara rakyat dengan rakyat tetapi terdapat
kecenderungan lebih didominasi konflik antar rakyat dengan pemodal yang
sering di dukung oleh intervensi pemerintah. Pengambilan tanah-tanah
rakyat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari penggusuran dengan
menggunakan kekerasan, penaklukan, dan manipulasi ideologis dengan
cara-cara yang melanggar hak asasi manusia. 3
Kebijakan pemerintahan Orde Baru Jenderal Soeharto yang
meletakkan prioritas pembangunan nasional dalam proses-proses ekonomi
(investasi), menjadikan politik sebagai kegiatan sekunder. Akibatnya ialah
pelemahan daripada politik penyelesaian konflik-konflik secara damai
terkhusus konflik agraria, yang karenanya memperbesar potensi timbulnya
kekerasan dalam

masyarakat, juga dalam hubungan-hubungan antara

negara/pemerintah dengan rakyat. Dampaknya ialah rentannya penegakan
Hak Asasi Manusia (HAM), yang menjadi penyebab pokok pelanggarannya
ialah ekses dari kekerasan. 4
Setelah jatuhnya rezim orde baru pada 21 Mei 1998 hingga sekarang,
bangsa Indonesia belum mampu melepaskan diri dari belenggu kekerasan.

3

Noer Fauzi, dalam M. Mas’oed, Tanah dan pembangunan, Jakarta: Penerbit Pustaka Sinar Harapan,
1997, hal. 9.
4
E. Shobirin Nadj & Naning Mardiniah. Disemasi Hak Asasi Manusia.Jakarta, CESDA-LP3ES
2000.Hal 55.

10
Universitas Sumatera Utara

Kesenjangan sosial ekonomi yang semakin menguat akibat praktek korupsi
ditambah dengan krisis ekonomi yang berkepanjangan telah membuka
peluang bagi setiap potensi konflik agraria melahirkan beragam pelanggaran
HAM.
Kuatnya jaminan perlindungan HAM yang diberikan konstitusi,
tidak dibarengi dengan keseriusan pemerintah dalam mengimplementasikan
pemenuhan hak asasi. Lengkapnya instrumen hukum nasional yang secara
khusus


mengatur

mengenai

bagaimana

negara

harus

memajukan,

melindungi dan memenuhi hak asasi, pun nampak tidak memiliki makna.
Sehari-hari bisa dengan mudah kita saksikan terjadinya pelanggaran, baik
secara langsung (by commision), maupun tindakan pembiaran (by
ommision), dan kegagalan negara untuk bertindak secara layak (failure to
act) dalam melindungi HAM.
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyebutkan selama tahun
2013 mencatat 369 kasus konflik agraria yang luasannya mencakup 1,2 juta
hektare, dengan banyak korban sebanyak 21 orang meninggal dunia, 30

orang menjadi korban penembakan, 130 orang mengalami penganiayaan
dan 239 orang ditahan oleh pihak keamanan. 5

Seirama dengan KPA, data yang disuguhkan Perkumpulan untuk
Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) mencatat
konflik agraria dan sumber daya alam (SDA) di Indonesia, terjadi menyebar
5

http://inilahguwah.blogspot.com/2013_07_01_archive.html diakses pada: 15 September 2014 pukul:
15.19

11
Universitas Sumatera Utara

di 98 kota dan kabupaten di 22 provinsi. Luasan area konflik mencapai
2.043.287 hektar atau lebih dari 20 ribu kilometer persegi alias setara
separuh Sumatera Barat. Penyumbang konflik terbesar sektor perkebunan
dan kehutanan, mengalahkan kasus pertanahan atau agraria non kawasan
hutan dan non kebun. Sektor perkebunan 119 kasus, dengan luasan area
mencapai 413.972 hektar, sedang sektor kehutanan 72 kasus, dengan luas

area mencapai 1, 2 juta hektar lebih. 6

Buruknya situasi pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) sepertinya
belum menjadi refleksi dan pertimbangan utama pemerintahan Republik
Indonesia untuk segera mengambil langkah perbaikan. Situasi ini tergambar
dari masih tingginya praktik pelanggaran HAM masa lalu yang belum
menemukan titik terang, kebebasan beragama dan berkeyakinan yang belum
mendapat perlindungan memadai, konflik masyarakat melawan perusahaan
maupun negara untuk memperebutkan lahan terus berkecamuk dan semakin
lengkap dengan masih tingginya peristiwa kekerasan di berbagai daerah.
Terkhusus pada konflik agraria kita melihat bahwa lemahnya upaya
penyelesaian konflik tersebut mengakibatkan semakin tingginya praktek
konflik agraria yang kemudian tidak hanya menjadikan masyarakat
pedesaan (petani) sebagai korban tetapi juga terjadi di perkotaan.
Salah satu konflik agraria yang melibatkan masyarakat dan
pemerintah yang terjadi di perkotaan adalah sengketa tanah yang terjadi di
kelurahan Sari Rejo, kecamatan Medan Polonia, Sumatera Utara. Sejak
6

Ibid.

12
Universitas Sumatera Utara

tahun 1984, tanah seluas 260 hektar yang telah dikuasai oleh masyarakat
yang dihuni sekitar 30 ribu jiwa (4724KK) ini memang belum memiliki
sertifikat.
Awal dari sengketa lahan di kelurahan Sari Rejo adalah putusan
gugatan dari 87 warga (penggarap) terhadap Tentara Nasional IndonesiaAngkatan Udara (TNI-AU) sebagai tergugat pada register IKN No.
50506001 yang terdapat di kelurahan Sari Rejo kecamatan Medan Polonia.
Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 310/Pdt G/1989/PN-Mdn tanggal 8
Mei 1990, mengabulkan gugatan para penggarap. Perbuatan tergugat yang
melarang para penggugat untuk membangun rumah atau mengharuskan para
penggugat agar terlebih dahulu memperoleh izin dari tergugat untuk
membangun rumah diatas tanah sengketa adalah perbuatan melanggar
hukum. Tidak hanya sampai disitu, tergugat TNI-AU banding ke Pengadilan
Tinggi (PT) Medan melalui putusan PT Medan No. 294/PDT/1990/PTMDN tanggal 8 mei 1990 yang dimohonkan banding. Pihak TNI-AU
melakukan kasasi atas keputusan Pengadilan Tinggi Medan ke Mahkamah
Agung. Kemudian, putusan Mahkamah Agung (MA) RI No.229 K/Pdt/1991
tanggal 18 Mei 1995 menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi,
pemerintah RI di jakarta c/q Panglima ABRI di jakarta c/q Komandan
Pangkalan TNI-AU Polonia Medan.
Keputusan

Mahkamah

Agung

yang

menyebutkan

tindakan

pelarangan mendirikan bangunan yang dilakukan TNI-AU kepaada 56 persil
(nomor pokok wajib pajak) milik masyarakat Kelurahan Sari Rejo
13
Universitas Sumatera Utara

merupakan bentuk pelanggaran hukum dan secara otomatis menganulir
batas-batas

wilayah

yang

tercantum

pada

keputusan

KSAP

No.

023/P/KSAP/50 tanggal 25 Mei 1950. Tetapi, keputusan Mahkamah Agung
tidak serta merta memberikan kejelasan atas penyelesaian konflik di
Kelurahan Sari Rejo pada register IKN No. 50506001. Keputusan
Mahkamah Agung yang hanya memenangkan 56 persil juga tidak serta
merta membuat masyarakat puas, karena dari tanah yang bersengketa (260
ha) hanya sebagian kecil yang bisa dimenangkan.
Kebuntuan hukum dalam penyelesaian konflik tanah Kelurahan Sari
Rejo yang berlarut-larut menimbulkan sepekulasi dari masyarakat bahwa
konflik ini merupakan bagian dari skenario politik pemerintah . Hal ini
muncul seiring dengan isu pemindahan Bandara Polonia Medan yang dinilai
tidak lagi kondusif sebagai Bandara yang melayani Penerbangan Komersil.
Akan tetapi, masyarakat merasa adanya kejanggalan dengan melihat
semakin pesatnya pertumbuhan perumahan elit dan pembangunan Central
Business District (CBD). Padahal aset tersebut masih termasuk dalam
register IKN No.50506001 yang sampai saat ini masih dalam area sengketa
tanah dengan masyarakat Kelurahan Sari Rejo. Hal ini berbanding terbalik
dengan keadaan masyarakat yang belum dapat memaksimalkan asetnya
(tempat tinggal dan membuka usaha) karena belum adanya kepastian hukum
tentang kepemilikan tanah.
Puncaknya, pada 24 Februari 2011 masyarakat Kelurahan Sari Rejo
membentuk

Organisasi

kemasyarakatan

yang

mempunyai

tujuan

14
Universitas Sumatera Utara

mengakomodir aktivitas pembelaan hak-hak masyarakat Sari Rejo dalam
memperjuangkan hak atas tanahnya dengan nama Forum Masyarakat Sari
Rejo (FORMAS).
Masyarakat menilai bahwa perjuangan yang dilakukan selama ini
terlalu bergantung pada tokoh-tokoh tertentu dalam menyelesaikan konflik
ini. Masyarakat menginginkan semua kepentingannya dapat ditampung
dalam satu institusi yang sama untuk menghindari munculnya faksi-faksi
baru yang akan mengurangi semangat perjuangan masyarakat Sari Rejo
karena mengingat sebagian kecil tanah yang bersengketa telah mendapatkan
sertifikat sesuai dengan keputusan Mahkamah Agung.
Selain perjuangan di jalur perdata yang masih mengalami kebuntuan,
masyarakat

juga

melakukan

aksi-aksi

demonstrasi.

Berbagai

aksi

demonstrasi dilakukan oleh FORMAS sendiri maupun beraliansi dengan
berbagai elemen masyarakat. Maka, konflik ini semakin menemui
klimaksnya saat 1 Mei 2012 yang bertepatan dengan perayaan Hari Buruh
Internasional (MAYDAY), FORMAS bergabung dengan berbagai elemen
masyarakat dan membentuk Aliansi bernama Dewan Buruh Sumatera Utara
(DBSU) untuk melakukan aksi unjuk rasa dengan menghentikan aktivitas
Bandara Polonia sebagai bentuk protes terhadap seluruh masalah sektoral
yang tidak kunjung dapat diselesaikan oleh pemerintah termasuk konflik
agraria Kelurahan Sari Rejo.

15
Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
terkait fenomena”Konflik Agraria di Perkotaan dalam Perspektif HAM
(Studi Deskriptif terhadap kasus di Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan
Medan Polonia).”

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan

latar belakang di atas, adapun perumusan masalah

dalam penelitian ini, yaitu
1. Mengapa konflik agraria terjadi di Kelurahan Sari Rejo,
Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan, Sumatera Utara?

1.3. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah merupakan usaha-usaha bagaimana untuk
menetapkan masalah dalam batasan penelitian yang hendak diteliti. Dimana
batasan masalah berfungsi untuk mengidentifikasi faktor apa saja yang
masuk ke dalam ruang penelitian dan faktor mana yang tidak masuk ke
dalam ruang penelitian, maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut
1. Apa sebab-sebab terjadinya Konflik Agraria di Kelurahan Sari
Rejo, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan?
2. Bentuk pelanggaran apa yang dialami oleh masyarakat
Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan?

16
Universitas Sumatera Utara

1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui penyebab Konflik Agraria yang terjadi di Kelurahan
Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan.
2. Memahami dan menganalisa bagaimana keterkaitan Konflik Agraria
dalam perspektif HAM.

1.5. Signifikansi Penelitian
1. Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang
diharapkan mampu memberikan sebuah sumbangsih pemikiran
mengenai konflik agraria di perkotaan dalam perspektif HAM.
2. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dan
sumbangsih bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam
Ilmu Politik, khususnya dalam Konflik Agraria di perkotaan dalam
perspektif HAM dan menjadi referensi/kepustakaan Departemen
Ilmu Politik FISIP USU
3. Bagi masyarakat luas, kiranya hasil penelitian ini juga diharapkan
dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang konflik
agraria dan HAM.

17
Universitas Sumatera Utara

1.6. Kerangka Teori
1.6.1. Hak Asasi Manusia (HAM)
Istilah HAM pada hakekatnya memiliki pengertian yang hampir
sama, meskipun masing-masing negara menggunakan bahasa yang berbedabeda. Misalnya, HAM dalam bahas Inggris dikenal sebagai humanrights
atau fundamental rights, sedangkan bahasa Perancis disebut sebagai des
droits de I’Homme. Hak asasi manusia dalam hal ini merupakan seperangkat
hak yang melekat pada keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Hak asasi
manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan
kodratnya. Hak asasi manusia meliputi hak hidup, hak kemerdekaan atau
kebebasan, hak milik, dan hak-hak dasar lain yang melekat pada diri
manusia dan tidak dapat diganggu gugat oleh orang lain. 7
Dalam salah satu dokumen yang diterbitkan oleh PBB, dapat
ditemukan defenisi HAM yang lebih singkat, sebagaimana dikutip
Baharrudin Lopa dalam menegaskan, yaitu: “Human Rights could be
generally defined as those rights which are inherent in our nature and
without which we cannot live as human beings”. Dalam konteks ini, HAM
dapat didefenisikan sebagai hak-hak yang melekat (inherent), yang secara
alamiah manusia tidak dapat hidup tanpa adanya hak-hak tersebut.
7

Arkal Salim, Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta:
IAIN Press, 2000 hal. 56.

18
Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya John Locke menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak
yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak
kodrat. Oleh karena itu, tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat
mencabutnya. Hak ini sifatnya sangat mendasar (fundamental) bagi hidup
dan kehidupan manusia dan merupakan hak kodrat yang tidak bisa terlepas
dari dan dalam kehidupan manusia. 8
Berbagai instrumen Hak Asasi Manusia yang dimiliki Negara
Republik Indonesia, yakni: 9
• Undang – Undang Dasar 1945, yang diuraikan dalam pembukaan
UUD 1945 pada alinea pertama, yaitu dinyatakan tentang kemerdekaan
yang dimiliki oleh segala bangsa di dunia maka oleh sebab itu penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan
dan perikeadilan.
• Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia, yang diuraikan dalam lampiran ketetapan ini berupa naskah HAM
pada angka I huruf D butir 1 menyebutkan bahwa Hak Asasi Manusia
adalah hak sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang melekat pada
diri manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi, berkaitan dengan harkat
dan martabat manusia.
• Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia

dalam

Pasal

1

Ayat

(1)

bahwa

Hak

Asasi

Manusia

8

Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Azasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta: Penerbit Tim
ICCE UIN, 2003, hal. 130.
9
Subandi Al Marsudi, Pancasila dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2003, hal. 96.

19
Universitas Sumatera Utara

adalahseperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum,
pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia.Lalu menurut pasal 1 Ayat (6) dijelaskan bahwa
Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak atau
kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok
orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak mendapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan
benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Berikut adalah beberapa ciri pokok hakikat HAM, yaitu: 10
a.

HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM
adalah bagian dari manusia secara otomatis.

b.

HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis
kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul
sosial, dan bangsa.

c.

HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak
untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap

10

Ibid, hal. 97.

20
Universitas Sumatera Utara

mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum
yang tidak melindungi atau melanggar HAM
Di Indonesia secara garis besar disimpulkan, hak-hak asasi manusia
itu dapat dibeda-bedakan menjadi sebagai berikut: 11
a. Hak – hak asasi pribadi (personal rights) yang meliputi
kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama,
dan kebebasan bergerak, dan sebagainya.
b. Hak – hak asasi ekonomi (property rights) yang meliputi hak
untuk memiliki sesuatu, hak untuk membeli dan menjual serta
memanfaatkannya.
c. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam
hukum dan pemerintahan (rights of legal equality).
d.

Hak – hak asasi politik (political rights) yaitu hak untuk ikut
serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam
pemilu) dan hak untuk mendirikan partai politik, dan sebagainya.

e. Hak – hak asasi sosial dan kebudayaan (social and culture
rights). Misalnya hak untuk memilih pendidikan dan hak untuk
mengembangkan kebudayaan, dan sebagainya.
f. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan
perlindungan (procedural rights). Misalnya peraturan dalam hal
penahanan, penangkapan, penggeledahan, dan peradilan dan
sebagainya.

11

Burhanuddin Salam, Filsafat Pancasilaisme, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996, hal. 200.

21
Universitas Sumatera Utara

Menurut ajaran Hak Asasi Manusia, penyelenggara Negara
sesungguhnya memiliki kewajiban untuk (i) menghargai hak asasi manusia
rakyatnya; (ii) melindungi hak asasi manusia rakyatnya; dan (iii) memenuhi
hak asasi manusia rakyatnya. Kewajiban pertama, untuk menghargai,
mensyaratkan penyelenggara negara sendiri tidak melanggar hak-hak asasi
rakyatnya. Hal ini mencakup tindakan negara untuk memberlakukan
hukum-hukum baru yang berlaku surut yang diperkirakan dapat
mengakibatkan terjaminnya hak-hak korban pelanggaran HAM di masa
lampau pada masakini, dan dengan demikian dapat menyelesaikan
pelanggaran hak di masa lampau itu. Kewajiban kedua, untuk melindungi,
mempersyaratkan

penyelenggara

negara

mencegah

dan

menindak

pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pihak bukan-negara dengan
menegakkan aturan-aturan hukum yang diberlakukan pada pelanggar itu.
Kewajiban ketiga, untuk memenuhi, mempersyaratkan penyelenggara
negara mengkaji ulang prioritas kerjanya, membuat perubahan-perubahan
aturan, administrasi, anggaran, peradilan dan hal yang diperlukan lainnya
untuk mewujudkan hak-hak tertentu dari rakyatnya. 12

1.6.2. Teori Konflik menurut Karl Marx
Karl Marx adalah tokoh utama yang mengaitkan filsafat dengan
ekonomi. Pemikiran Karl Marx tersebut dikenal dengan Materialisme
12

Stephen A. Hansen, Thesaurus of Economic, Social and Cultral Rights: Terminology and Potential
Violation, Washington: American Association for Advancement of Science, 2000. Halaman 6-7
(dalam bentuk PDF).

22
Universitas Sumatera Utara

historis dan materialisme dialektika. Diantara pakar sosialis, pandangan Karl
Heindrich Marx (1818-1883) dianggap paling berpengaruh. Marx
mengungkapkan dasar dari timbulnya konflik adalah faktor ekonomi.
Tekanan Marx pada peranan konflik dalam hubungan sosial dimana ia
melihat konflik sosial lebih terjadi di antara kelompok-kelompok atau kelaskelas daripada di antara individu-individu. Atas dasar tersebut maka pihakpihak yang berkonflik dapat diklasifikasikan menjadi dua kelas (kelompok),
kelas borjuis, yaitu para tuan tanah dan para pemilik modal dan kelas
proletar, yaitu kelas pekerja, buruh, dan petani. Kedua kelas ini dibedakan
atas dasar dari kepemilikan alat-alat produksi, dimana kelas borjuis/para
tuan tanah mempunyai kuasa atas modal dan alat-alat produksi sedangkan
kelas proletar tidak memilikinya. Hal tersebut menimbulkan kesenjangan
yang sangat timpang antara kelas borjuis dengan kelas petani/proletar. Kelas
proletar selalu menjadi pihak yang tertindas karena kekuasaan kelas borjuis
yang sangat besar khususnya dalam bidang ekonomi. Perbedaan kelas inilah
merupakan faktor kunci dari konflik kelas yang dikemukakan oleh Marx.
Konflik kelas dari Marx digambarkan sebagai perjuangan kelas (class
struggle) dari kelas proletar untuk melawan penindasan dari kelas borjuis.
Akhir dari konflik ini menurut Marx adalah munculnya revolusi kelas yang
menurut ramalannya dimenangkan oleh kelas proletar. 13
Kelahiran Ideologi sosialisme menuju komunisme berawal dari
pengaruh amat buruk kapitalisme di eropa pada abad ke-19 terasa semakin
13
Tom Campbell, Tujuh Teori Sosial: Sketsa, Penilaian, Perbandingan, Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 1994, hal 135.

23
Universitas Sumatera Utara

nyata dirasakan. Imperialisme merajalela, sumber daya dan sarana produksi
dimiliki oleh segelintir orang. Individualisme tertanam kuat di dalam
tatanan bermasyarakat, ditambah sikap gereja yang bersekutu dengan
kapitalis untuk menguasai dan menggasak kekayaan rakyat. regulasi yang
dilahirkan, dibuat untuk kepentingan kelas borjuis. Kondisi inilah yang
memicu kelahiran gerakan anti-kapitalis yakni sosialisme, termasuk
sosialisme komunisme (sosialisme marxis). Istilah komunis tidak bisa
dipisahkan dari Karl marx. Sebagai seorang revolusioner, ia menekankan
segi filsafat, ia merumuskan sebuah teori ilmiah untuk kemudian
dipublikasikan sebagai karyanya fenomenal yang berjudul “Das Capital”.
Dalam buku ini Marx menjelaskan, bahwa kapitalisme akan digulingkan
secara revolusioner dan ia akan diganti oleh masyarakat tanpa kelas yang
hanya terdiri dari para pekerja atau proletar yang memiliki dan mengelola
alat-alat produksi untuk kepentingan masyarakat. Keniscayaan sejarah ini
disebut-sebuah sebagai komunisme. Bagi Karl Marx, sosialisme komunis
adalah gerakan sosialisme yang sebenarnya. 14
Kritik Marx terhadap kapitalisme didasarkan pada analisisnya
terhadap teori nilai lebih dan upah, di mana terdapat nilai surplus pekerja
yang dirampas dan dicuri oleh kelas pemilik modal. Kondisi tersebut
menyebabkan lahirnya pertentangan antar kelas yang ditindas atau kelas
proletar (kelas pekerja) dengan kelas yang menindas (borjuis). Di dalam
konteks yang akan saya analisis bahwa kelas proletar yaitu para buruh/tani

14

Anthony Brewer, Kajian Kritis: DAS KAPITAL KARL MARX, Jakarta: Teplok Press, 1999, hal. 7-8.

24
Universitas Sumatera Utara

sedangkan kelas borjuis adalah para tuan tanah atau para pemilik modal.
Marxis teori berpendapat bahwa akan selalu terjadi konflik antar kelas.
Teori ini lebih menekankan pada hubungan antar kelas baik dalam suatu
Negara ataupun lintas batas Negara, Marx tidak memandang hubungan
antar Negara berdaulat itu merupakan suatu hal yang penting. Dari sini
Marx tidak menginginkan adanya batas-batas negara karena Marx
beranggapan negara adalah wujud dari keterwakialn borjuis. Adanya
determinasi ekonomi Marx menciptakan istilah “super value” atau lebih
dikenal dengan teori nilai lebih, yaitu pertukaran yang tidak proporsional
antara nilai pakai dan nilai tukar. 15 Dalam hal ini keuntungan yang lebih
besar dimiliki oleh para kapitalis, dan buruh tidak berkuasa atas nilai lebih
yng telah dihasilkannya sebagai tenaga kerja, dalam artian dengan contoh
kasus ini Indonesia diibaratkan sebagai para pekerja atas majikannya yang
tidak dapat berkuasa atas hasil-hasil sumber daya alam yang tidak dapat
diolah Indonesia sendiri sehingga menciptakan adanya para kapitalis itu
sendiri mengeruk sumber-sumber daya, seperti apada teorinya Kaum Marx
menciptakan pembagian kerja secara sosial kemudian melengkapi
pembagian kerja dengan secara ekonomi 16 :
(a) produk kebutuhan, dengan kata lain kebutuhan untuk bertahan hidup
bagi para produsen yang tanpanya seluruh masyarakat akan runtuh
(b) produk surplus sosial, yaitu surplus yang dihasilkan oleh para pekerja
dan diambil oleh kelas-kelas pemilik.
15

Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern jilid 1, edisi terjemahan, Jakarta:
Gramedia, 1994, hal 110.
16
Ernest Mandel, Tesis-Tesis Pokok Marxisme, Yogyakarta: Resist Book, 2006, hal. 5.

25
Universitas Sumatera Utara

Marx memprediksi, bahwa kemelaratan dan kemiskinan para pekerja
yang

kian

meningkat

akan

merangsang

kaum

proletariat

untuk

menggulingkan kapitalisme, dan menggantikannya dengan sosialisme, yang
menghantarkan lahirnya masyarakat tanpa kelas, komunis. Masyarakat
borjuis modern yang muncul dari keruntuhan masyarakat feudal tidak
menyingkirkan antagonisme kelas itu. Malah ia memunculkan kelas-kelas
baru, kondisi baru untuk melakukan tekanan, bentuk-bentuk baru persaingan
dengan menggantikan yang lama. Borjuis menempatkan negeri ditangan
penguasa kota. Ia telah menciptakan kota-kota besar, telah banyak
menambah penduduk kota dibanding penduduk pedesaan dan dengan
demikian menyelematkan keterbelakangan penduduk di pedesaan dari
hubungan produksi feodal. Persis yang berlaku pada setiap negeri dengan
ketergantungan pada kota, borjuis itu telah membuat pula negeri-negeri
jajahan dan setengah jajahan, bangsa petani bergantung pada bangsa borjuis,
timur pada barat.
Pandangan Karl Marx secara garis besar dapat dilihat sebagai
berikut: Manusia menurut Marx adalah manusia yang kongkrit, yakni orangorang yang hidup pada jaman tertentu dan sebagai anggota masyarakat
tertentu. Manusia ditentukan oleh keadaan masyarakat di mana mereka
hidup. Maka manusia disebut sebagai mahluk sosial, karena ia hanya bisa
hidup dan dapat bekerja dalam suatu tatanan masyarakat yang ia jumpai
waktu ia lahir dan dibesarkan. Untuk dapat mempertahankan dan
keberlangsungan hidup, manusia harus bekerja mengubah alam dan

26
Universitas Sumatera Utara

menciptakan lembaga sosial, dan melalui lembaga sosial itu mereka
dibentuk. Maka manusia dan alam, manusia dan keadaan sosial harus
dihubungkan satu dengan yang lainnya secara dialektik. Yang satu tidak
dapat dilepaskan dari yang lainnya, harus terdapat suatu keseluruhan, di
mana unsur-unsurnya tidak berdiri sendiri dan terlepas satu sama lain.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia harus bekerja mengubah
alam. Maka pekerjaan adalah tanda bahwa manusia berbeda dengan
binatang, ia adalah mahluk bebas dan universal. Bebas karena dia berpikir,
tidak langsung member reaksi terhadap objek. Universal, bahwa manusia itu
tidak terikat oleh lingkungan alamnya. Alam ditaklukkan, dijadikan bahan
pekerjaan dan untuk dan untuk menaklukkan alam atau mngubah alam
diperlukan alat. Manusia mampu menciptakan alat. Maka, pekerjaan dapat
disebut sebagai keunggulan dari manusia.
Dalam pekerjaan manusia dapat merealisasikan dirinya, dalam
pekerjaan itu pula manusia disebut sebagai mahluk sosial, karena hasil
kerjanya diakui oleh orang lain dan berarti pula ia manusia yang berguna.
Dengan demikian seharusnya manusia harus puas dan senang dengan
pekerjaan, maka dapat disimpulkan bahwa pekerjaan itu merupakan
jembatan emas antar manusia. Dalam pekerjaan manusia mendapatkan hasil
kerja. Hasil kerja tersebut diwariskan dari regenerasi ke generasi berikutnya,
ini berupa sejarah. Jadi, sejarah adalah hasil dari pekerjaan berjuta-juta
massa, yaitu akibat suatu kegiatan dari suatu serangkaian generasi ke
generasi yang lainnya, saling keterkaitan dan bahu-membahu. Di samping

27
Universitas Sumatera Utara

itu pekerjaan memberi bentuk baru kepada alam sesuai dengan kebutuhan
hidup manusia. Seharusnya manusia merasa bahagia dalam pekerjaannya.
Karena manusia mempunyai sebuah sumbangan besar bagi pembentukan
sebuah sejarah. Akan tetapi, dari zaman masyarakat kepemilikan budak
sampai zaman masyarakat kapitalisme, pada kenyataannya manusia terasing
dari pekerjaan, karena dia bersaing dengan manusia lainnya. Di satu sisi itu
pula keterasingan manusia dalam pekerjaan itu juga diakibatkan oleh watak
dari penindas yakni ekspansi, eskploitasi dan akumulasi modal. 17
Dalam pekerjaan sistem ekonomi kapitalisme, manusia bekerjaa itu
terdiri dari dua kelas, yaitu pemilik alat-alat produksi atau kaum kapitalis
dan kelas buruh dan tani. Kedua kelas itu memiliki kepentingan yang saling
berbeda. Kaum kapitalis ini ingin medapatkan keuntungan yang sebesarbesarnya. Sedangkan kaum buruh dan tani sebagai kelas pekerja,
menginginkan upah yang layak dan tanah sebagai salah satu alat produksi.
Perbedaan kepentingan tersebut melahirkan pertentangan kelas. Dengan
demikian keterasingan manusia disebabkan karena adanya hak milik pribadi
atas alat-alat produksi, sistem kerja upahan dan adanya perbedaan
kepentingan. Proses perkembangan kelas kapitalis selanjutnya membuat
kelas buruh lebih berat lagi penderitaannya. Mereka tambah miskin, melarat
dan jumlahnya tambah banyak. Selama kapitalisme masih bercongkol, kelas
buruh dan tani akan tetap menjadi budak atau hamba saja. Maka mereka
ingin menjadi manusia yang bebas dari penghisapan dan penindasan, atau

17

Campbell, op.cit, hal. 143-146

28
Universitas Sumatera Utara

mereka ingin mengakhiri keterasingannya. Mereka harus membebaskan
dirinya sendiri, yaitu melawan kapitalisme, Inilah oleh Karl Marx disebut
dengan Perjuangan kelas.
Pertentangan kelas dalam masyarakat kapitalisme antara kelas
kapitalis dengan kelas buruh dan tani tidak dapat diselesaikan dengan jalan
damai. Pertentangan tersebut bersifat antagonis, yakni pertentangan yang
tidak dapat dikompromikan, karena kepentingan masing-masing bertolakbelakang. Kapitalis yang mempunyai kekuasaan ekonomi, social dan politik,
tidak akan rela menyerahkan kekuasaannya kepada kelas buruh dan tani.
Dan kelas buruh dan tani juga tidak akan dapat mengubah nasibnya kecuali
harus melawan kelas kapitalis dengan serentak, untuk merebut kekuasaan
ekonomi, sosial dan politik. itulah oleh Karl Marx disebut Revolusi, yakni
revolusi kelas buruh terhadap kelas kapitalis. Kemenangan revolusi kelas
buruh dan tani terhadap kelas kapitalis menempatkan kelas buruh
mempunyai dan menguasai negara. Kelas buruh membentuk pemerintahan
dikatator proletariat sebagai dan bertindak menindas kelas kapitalis.
Dengan demikian hanya melalu revolusi politik, kelas buruh dan tani
dapat mempunyai dan meguasai negara. Berarti kelas buruh dan tani dapat
melepaskan diri dari penghisapan dan penindasan dari kelas kapitalis. Kelas
kapitalis yang dikalahkan dalam revolusi kelas buruh dan tani, tidak begitu
saja lenyap dari masyarakat. Sisa-sisanya masih hidup dan masih bisa
tumbuh dalam negara diktator proletariat. Oleh karena itu dalam negara
diktatur proletariat, kelas masih ada dalam masyarakat. Kalau kelas masih

29
Universitas Sumatera Utara

ada dalam masyarakat, negara harus tetap masih ada, demikian Marx
menandaskan. 18 Negara akan lenyap bilamana kelas-kelas dalam masyarakat
sudah tidak ada lagi. Masyarakat tanpa kelas itulah yang disebut-sebut
sebagai masyarakat komunis. 19

1.7. Metodologi Penelitian
Berangkat dari uraian serta penjelasan tujuan penelitian maupun
kerangka teori di atas, penelitian ini memiliki metodologis yaitu deskriptif
(melukiskan), dimana penelitian deskriptif merupakan suatu cara yang
digunakan untuk memecahkan masalah yang ada pada masa sekarang
berdasarkan fakta dan data-data yang ada. Penelitian ini memberikan
gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena. 20 Tujuan
dasar penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran, atau
lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifatsifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Jenis penelitian ini
tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel yang ada,
tidak dimaksudkan untuk menarik generalisasi yang menjelaskan variabelvariabel yang menyebabkan suatu gejala atau kenyataan social, karenanya
pada penelitian deskriptif tidak menggunakan atau tidak melakukan
pengujian hipotesa seperti yang dilakukan pada penelitian eksplanatif berarti

18

Ken Rudha Kusumandaru, Karl Marx, Revolusi, dan Sosialisme: Sanggahan Terhadap Franz
Magnis-Suseno, Yogyakarta: Resist Book, 2006, hal. 132-144.
19
Masyarakat Komunis adalah suatu sistem masyarakat di mana setiap manusia bekerja sesuai
dengan kemampuannya dan setiap orang memperoleh keperluan hidup menurut kebutuhannya.
20
Bambang Prasetyo dkk, Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005, hal 42.

30
Universitas Sumatera Utara

tidak dimaksudkan untuk membangun dan mengembangkan perbendaharaan
teori. 21

1.7.1. Jenis Penelitian
Menurut Hadari Nawawi, metode penelitian deskriptif dapat
diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian seseorang,
lembaga, masyarakat dan lain-lain pada saat sekarang berdasarkan faktafakta yang tampak atau sebagai mana adanya. Penelitian deskriptif
melakukan analisis dan menyajikan data-data dan fakta-fakta secara
sistematis sehingga dapat dipahami dan disimpulkan. 22
Tujuan penelitian deskriptif analisis adalah untuk membuat
penggambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta
dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Penelitian ini bermaksud untuk
mengungkapkan bagaimana basis Konflik Agraria di Perkotaan yang terjadi
di Kelurahan Sari Rejo dari bab ke bab dan akan menggambarkan Konflik
Agraria di perkotaan ini keterkaitannya dalam perspektif HAM. Disamping
itu juga penelitian ini menggunakan teori-teori, data-data dan konsepkonsep sebagai sebuah kerangka acuan dari pengamatan langsung yang
diperoleh di lapangan untuk menjelaskan hasil penelitian, menganalisis dan

21

Sanafiah Faisal, Format Penulisan Sosial Dasa-Dasar Aplikasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1995, hal. 20.
22
Hadari Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
1987, hal. 63.

31
Universitas Sumatera Utara

sekaligus menjawab persoalan yang diteliti. Oleh karenanya jenis penelitian
ini adalah penelitian kualitatif.

1.7.2. Lokasi penelitian
Dalam penelitian ini, lokasi yang menjadi sumber penelitian yaitu
Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia dimana terdapat organisasi
kemasyarakatan Forum Masyarakat Sari Rejo (FORMAS) yang mempunyai
fokus terhadap penyelesaian sengketa tanah masyarakat dengan pemerintah
atau dalam hal ini TNI-AU.

1.7.3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan maka
penulis melakukan teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik
pengumpulan data primer dan data sekunder. 23 Teknik pengumpulan data
tersebut yakni sebagai berikut:
1. Data primer
Pengumpulan data primer dalam penelitian ini yakni melalui metode
wawancara (interview). Teknik pengumpulan data melalui wawancara ialah
dengan bertanya langsung kepada informan ataupun narasumber yang
dianggap sesuai dengan objek penelitian serta melakukan tanya jawab
secara langsung kepada informan yang terkait dengan penelitian ini. Dalam
hal ini peneliti mengambil informan yang berkaitan dengan konflik sebagai
23
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif,
Yogyakarta: Erlangga, 2009, hal. 105.

32
Universitas Sumatera Utara

key informan dalam penyusunan skripsi yang terjadi di Kelurahan Sari Rejo
seperti ketua Forum Masyarakat Sari Rejo dan tokoh masyarakat didaerah
tersebut, dan dari pihak aktivis HAM dan aktivis Reforma Agraria.
2. Data sekunder
Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah mencari data
dan informasi melalui buku-buku, internet, jurnal, dan lainnya yang
berkaitan dengan penelitian ini. Selain itu penulis juga mencari informasi
dan referensi tambahan melalui perundang-undangan, artikel-artikel dalam
majalah, koran dan sebagainya. Nantinya teori-teori dan referensi dari
sumber-sumber data sekunder tersebut dapat dijadikan panduan dalam
melakukan penelitian ini.

1.7.4. Teknik Analisis Data
Penelitian ini mencoba menganalisis konflik agraria yang terjadi di
Kelurahan Sari Rejo dalam perspektif HAM dimana terjadi sengketa lahan
antara masyarakat dengan pemerintah (TNI-AU) dan varian pelanggaran
HAM yang didapat masyarakat Sari Rejo dalam memperjuangkan tanahnya.
Metode analisa dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode
analisis deskriptif yaitu suatu metode dimana data yang diperoleh disusun
dan kemudian diinterpretasikan. Sehingga memberikan keteranganketerangan terhadap masalah-masalah yang aktual berdasarkan data-data

33
Universitas Sumatera Utara

yang terkumpul dari penelitian. Selanjutnya, dalam penelitian ini
menggunakan perspektif HAM.

34
Universitas Sumatera Utara

1.8. Sistematika Penelitian
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan Latar belakang masalah, perumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian,
kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : PROFIL LOKASI PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang gambaran umum dari Lokasi penelitian
di Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia, Medan.
BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISA DATA
Bab ini akan menguraikan hasil penelitian berupa apa yang menjadi
penyebab konflik agraria di perkotaan yang terjadi di Kelurahan Sari
Rejo, Kecamatan Medan Polonia, Medan dan menganalisnya dengan
kajian teori marx tentang konflik dan mengungkapkan bentuk
pelanggaran HAM yang dialami oleh masyarakat Kelurahan Sari
Rejo, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini akan berisi kesimpulan dan saran – saran yang diperoleh dari
penelitian yang telah dilakukan.

35
Universitas Sumatera Utara