Hubungan antara Pengembangan Karir dan Work Family Conflict pada Karyawan

13

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dunia kerja merupakan dunia yang penuh dinamika dan mengalami
perubahan secara terus menerus dari waktu ke waktu, begitu pula dengan
kehidupan personal orang-orang yang terlibat dalam dunia kerja tersebut. Saat ini,
baik itu perusahaan maupun karyawan ditantang untuk bisa menyeimbangkan
perubahan-perubahan yang terjadi di kedua domain (pekerjaan – personal).
Permasalahan konflik peran pekerjaan-keluarga (work-family conflict) merupakan
hal yang sangat penting untuk diperhatikan baik itu oleh perusahaan maupun oleh
karyawan itu sendiri (Aslam, Shumaila, Azhar & Sadaqat, 2011).
Work-Family Conflict merupakan konflik antar peran dimana tuntutan

peran pada pekerjaan dan pada keluarga saling bertentangan satu sama lain
(Greenhaus & Beutell, 1985). Konflik bisa saja disebabkan oleh harapan dan
hambatan antara dua peran yang tidak saling mendukung. Seorang karyawan yang
menghabiskan waktunya lebih banyak untuk digunakan dalam memenuhi peran di
keluarga akan kekurangan waktu untuk memenuhi tuntutan peran lainnya, salah

satunya peran di pekerjaan, begitu pun sebaliknya. Selain itu, hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa semakin lama seseorang menghabiskan waktunya untuk
bekerja, maka akan semakin banyak konflik yang terdapat antara pekerjaan dan
kehidupan keluarganya (Bruck, Allen, & Spector, 2002).

Universitas Sumatera Utara

14

Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya mengenai work-family
conflict, Guitian (2009) menyimpulkan bahwa work family conflict berhubungan

dengan ketidakhadiran, penurunan produktivitas, ketidakpuasan kerja, penurunan
komitmen organisasi, kurangnya kepuasan hidup, kecemasan, kelelahan, distres
psikologis, depresi, penyakit fisik, penggunaan alkolhol, atau masalah dalam
pernikahan sehingga dapat menurunkan kinerja karyawan.
Selain itu, hasil penelitian Huffman, Payne, & Castro (Posig & Kickul,
2004) menyatakan bahwa sebanyak 70% karyawan mengaku tidak bahagia
terhadap pekerjaannya karena mengalami konflik dalam keseimbangan antara
karir


dan

keluarganya.

Bahkan,

setengah

dari

karyawan

tersebut

mempertimbangkan untuk mencari pekerjaan baru yang lebih menjamin
keseimbangan antara karir mereka dengan kehidupan keluarganya. Hal ini tentu
saja akan berdampak pada keseimbangan perusahaan.
Work family conflict memiliki banyak konsekuensi (Allen, Herst, Bruck,


dan Sutton, 2000) yaitu pertama, yang mencakup hasil kinerja seperti: kepuasan
kerja, motivasi, komitmen organisasi, keinginan untuk pindah, absensi, prestasi
kerja, kepuasan karir, dan keberhasilan karir. Kedua, yang mencakup hasil di luar
pekerjaan seperti: kehidupan pernikahan, waktu luang dan kepuasan hidup, dan
pelaksanaan peran di keluarga. Ketiga, yang mencakup munculnya stres seperti:
ketegangan psikologis, kesehatan fisik, depresi, burnout, penyalahgunaan obatobatan, dan stres pada pekerjaan.
Dalam sebuah studi yang melibatkan karyawan di Spanyol, ditemukan
bahwa karyawan yang memiliki level work family conflict yang tinggi mempunyai

Universitas Sumatera Utara

15

mobilitas pekerjaan yang terbatas seperti promosi jabatan dan rotasi kerja yang
lebih sedikit (Carnicer, Perez, Sanchez, & Jimenez, 2003).
Butler dan Skattebo (2004) menemukan bahwa karyawan pria yang
mengalami work family conflict mendapatkan nilai penilaian kinerja yang lebih
rendah dan juga memperoleh rekomendasi penghargaan yang lebih sedikit
dibandingkan dengan karyawan pria yang tidak mengalami work family conflict.
Sedangkan bagi karyawan wanita kedua hal tersebut tidak dipengaruhi oleh

tingkat work family conflict yang dialami.
Judiesch dan Lyness (1999) melaporkan bahwa karyawan yang mengambil
cuti karena sakit atau urusan keluarga, umumnya jarang dipromosikan dan
mendapatkan kenaikan gaji yang lambat dibandingkan dengan karyawan yang
tidak mengambil cuti karena permasalahan keluarga. Dalam penelitiannya tidak
ditemukan perbedaan yang signifikan antara karyawan perempuan dan karyawan
pria, hal ini mungkin disebabkan oleh jumlah karyawan pria yang mengambil cuti
untuk urusan keluarga sedikit.
Selain itu, Allen dan Russell (1999) menyimpulkan bahwa karyawan pria
yang mengambil cuti pengasuhan anak menjadi kurang berpotensi untuk
direkomendasikan mendapatkan penghargaan perusahaan dibandingkan dengan
karyawan pria yang tidak mengambil cuti pengasuhan anak. Wayne dan Cordeiro
(2003) menyatakan bahwa karyawan pria yang mengambil cuti dikarenakan
urusan keluarga dinilai kurang altruistis saat bekerja dibandingkan dengan
karyawan pria yang tidak mengambil cuti ataupun karyawan wanita yang

Universitas Sumatera Utara

16


mengambil cuti tersebut. Berdasarkan hal-hal di atas peneliti menyimpulkan
bahwa work family conflict berpotensi merugikan pengembangan karir karyawan.
Seperti yang dikatakan Handoko (2000) bahwa pengembangan karir
bertujuan untuk mengembangkan karyawan agar dapat dipromosikan, untuk
mengungkapkan potensi karyawan, untuk mendorong pertumbuhan, untuk
mengurangi penimbunan, untuk memuaskan kebutuhan karyawan, dan untuk
meningkatkan karir. Pengembangan karir merupakan suatu proses untuk
mempersiapkan seorang karyawan pada kemajuan jalur karir yang direncanakan.
Proses tersebut meliputi serangkaian jenjang pekerjaan dimana disetiap jenjang
pekerjaan memiliki karakteristik pekerjaan yang semakin berkembang, aktivitas
yang berbeda dan hubungan yang berbeda (Noe, Hollenbeck, Gerhart, & Wright,
1994).
Memberikan perhatian tersendiri pada pengembangan karir karyawan akan
meningkatkan motivasi karyawan, loyalitas, dan komitmen mereka pada
organisasi, serta meningkatkan kepuasan secara individual pada karyawan yang
bersangkutan. Implikasinya keinginan untuk keluar atau munculnya konflik yang
berujung pada ketidakpuasan dalam bekerja akan semakin menurun (Khaeron,
2009). Selanjutnya, Noe (2002) mengemukakan bahwa karyawan, manajer, dan
perusahaan adalah pihak-pihak bertanggung jawab dalam hal pengembangan karir
karyawan dalam suatu perusahaan. Masing-masing pihak memiliki peran tertentu

dalam pengembangan karir karyawan. Usaha pengembangan karir karyawan akan
berlangsung optimal jika ketiga pihak bertanggung jawab dalam melaksanakan
perannya masing-masing (Noe, 2002).

Universitas Sumatera Utara

17

Menurut Robbins (1996) setiap karyawan memiliki karakteristik
kepribadian yang berbeda-beda yang selanjutnya akan menimbulkan perbedaan
pula dalam menilai pengembangan karir. Jika seorang karyawan merasa
perusahaan tempatnya bekerja menyediakan peluang bagi dirinya untuk dapat
memenuhi kebutuhan dan tujuan karirnya, maka individu yang bersangkutan akan
membentuk penilaian yang positif mengenai pengembangan karirnya dalam
organisasi tersebut. Sebaliknya, jika individu merasa perusahaan tempatnya
bekerja kurang menyediakan kesempatan bagi dirinya untuk dapat memenuhi
kebutuhan dan tujuan karirnya maka individu yang bersangkutan akan membentuk
penilaian yang negatif mengenai pengembangan karirnya dalam perusahaan
tersebut. Selain itu, menurut Melinda dan Zulkarnain (2004) perbedaan penilaian
terhadap program pengembangan karir juga bisa dikarenakan perbedaan

pengalaman yang diperoleh oleh karyawan selama perjalanan karirnya.
Wanita menunjukan level distres yang lebih tinggi yang berhubungan
dengan work family conflict (Cleary 1987; Hannessy, 2005). Penelitian Grandey,
Bryanne, & Ann (2005) dengan menggunakan pendekatan teori gender pada
pasangan suami istri menunjukkan work family conflict yang dialami istri akan
lebih mempengaruhi kepuasan kerja daripada work family conflict yang dialami
suami. Hal ini terjadi karena konsep yang berorientasi gender membuat peran
berbeda antara pria dan wanita, pria berperan di sektor publik sedangkan wanita di
sektor domestik.
Meskipun begitu, menurut Kasali (2005) konsep new man sedang tumbuh
di kota–kota besar dunia. Laki-laki tampak di tempat bermain anak, mengantar

Universitas Sumatera Utara

18

anak ke sekolah, belanja di pusat–pusat perbelanjaan bahkan pada hari–hari
tertentu mereka melakukan kegiatan memasak, mencuci atau mengasuh anak.
Sebagai tambahan, saat ini terdapat komunitas gerakan Ayah ASI di Indonesia,
gerakan ini mendukung para ayah untuk menjalankan perannya sebagai ayah

dengan baik, memberikan informasi mengenai proses menyusui, dan pengasuhan
anak (Fazriyati, 2012). Munculnya trend-trend baru ini membalikkan mitos
bahwa hal-hal yang berkaitan dengan urusan rumah tangga adalah tanggung jawab
perempuan saja.
Secara bersamaan, trend tersebut menghasilkan peningkatan level workfamily conflict baik pada perempuan maupun laki-laki, dimana keduanya sama-

sama berusaha untuk menyeimbangkan tuntutan yang saling tidak selaras antara
pekerjaan dan keluarga. Selain itu, Noe (2002) menambahkan bahwa berdasarkan
hasil penelitian pasangan yang keduanya bekerja, orang tua tunggal, dan keluarga
yang memiliki anak yang berusia kurang dari 5 tahun cenderung mengalami work
family conflict.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
work family conflict dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor

pekerjaan yang meliputi kesempatan untuk berkembang yang merupakan tujuan
dari program pengembangan karir itu sendiri. Faktor pengembangan karir ini akan
menimbulkan dua keadaan yang mempengaruhi level work family conflict
karyawan, yaitu pengembangan karir yang positif dan pengembangan karir yang
negatif. Sehingga, peneliti tertarik untuk melihat hubungan antara pengembangan

karir dengan work family conflict pada karyawan.

Universitas Sumatera Utara

19

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan di atas, maka
rumusan masalah yang peneliti ajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat hubungan negatif antara pengembangan karir dengan
work-family conflict pada karyawan?

2. Bagimana gambaran mengenai pengembangan karir dan work family
conflict pada karyawan?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Mengetahui hubungan antara pengembangan karir dengan work family conflict
pada karyawan
2. Mengetahui hubungan aspek-aspek pengembangan karir dengan work family

conflict pada karyawan

3. Mengetahui gambaran pengembangan karir pada karyawan
4. Mengetahui gambaran tingkat work-family conflict pada karyawan

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini, yaitu:
1.

Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu
Psikologi, khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi,

Universitas Sumatera Utara

20

terutama mengenai hubungan antara pengembangan karir dengan
work family conflict pada karyawan.


2.

Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan berupa
informasi kepada organisasi mengenai pengembangan karir dan
masukan informasi mengenai work family conflict karyawan.

E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika dalam penelitian ini, yaitu:
BAB I : Pendahuluan
Bab ini berisikan latar belakang yang mendasari dilakukannya penelitian
pengembangan karir dan work-family conflict, rumusan masalahnya,
tujuan diadakannya penelitian, manfaat penelitian baik itu dari segi teoritis
dan praktis, serta sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Bab ini berisikan teori–teori yang berhubungan dengan work-family
conflict dan pengembangan karir pada karyawan, serta mencantumkan

hipotesis penelitian sebagai jawaban sementara terhadap masalah
penelitian.
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini berisi identifikasi variabel yang diuji dalam penelitian, definisi
operasionalnya, populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, metode
yang digunakan dalam pengambilan data, uji validitas, uji daya beda

Universitas Sumatera Utara

21

aitem, dan uji reliabilitas alat ukur yang digunakan, prosedur penelitian
serta metode dalam menganalisis hasil data penelitian.
BAB IV : Analisa dan Pembahasan Data
Berisikan uraian mengenai gambaran subjek penelitian, uji asumsi
penelitian, hasil utama penelitian, hasil tambahan penelitian, dan
pembahasan.
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Berisi

uraian

kesimpulan

sebagai

jawaban

permasalahan

yang

diungkapkan berdasarkan hasil penelitian dan saran penelitian yang
meliputi saran metodologis dan saran praktis.

Universitas Sumatera Utara