Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Siswa,Guru dan Pegawai Terhadap Kepatuhan dalam Implementasi Kebijakan KTR di SMP RK Serdang Murni Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rokok
2.1.1 Pengertian Rokok
Menurut PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang
Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, rokok adalah
salah satu Produk Tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap
dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk
lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan
spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan
atau tanpa bahan tambahan. Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang
antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar
10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada
salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat
mulut pada ujung lain.
2.1.2 Jenis Rokok
Perbedaan ini didasarkan atas bahan pembungkus rokok, bahan baku atau
isi rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok (Aditama
2006).
a. Berdasarkan bahan pembungkusnya maka rokok terdiri dari klobot yaitu
rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren, sigaret yaitu rokok

yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau.

10

Universitas Sumatera Utara

11

b. Berdasarkan bahan baku atau isi maka rokok terdiri dari rokok putih yaitu
rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberikan saus
untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu, rokok kretek yaitu rokok
yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi
saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu, rokok klembak yaitu
rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh, dan
kemenyan yang diberikan saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma
tertentu.
c. Berdasarkan proses pembuatannya rokok terdiri dari sigaret kretek tangan
(SKT) yaitu rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling atau
dilinting dengan menggunakan tangan atau alat bantu sederhana, sigaret
kretek mesin (SKM) yaitu rokok yang proses pembuatannya menggunakan

mesin. Sederhananya, material rokok dimasukkan ke dalam mesin pembuat
rokok dan yang dihasilkan mesin pembuat rokok adalah berupa rokok
batangan. Saat ini mesin pembuat rokok telah mampu menghasilkan keluaran
sekitar enam ribu sampai delapan ribu batang rokok per menit. Mesin
pembuat rokok, biasanya dihubungkan dengan mesin pembungkus rokok
sehingga keluaran yang dihasilkan bukan lagi berupa rokok batangan namun
dalam bentuk pak. Adapula mesin pembungkus rokok yang mampu
menghasilkan keluaran berupa rokok dalam pres, satu pres berisi 10 pak.
d. Berdasarkan penggunaan filter, maka rokok terdiri dari rokok filter (RF) yaitu
rokok yang pada bagian atasnya terdapat gabus, rokok non filter (RNF) rokok
yang pada bagian batangnya tidak terdapat gabus.

Universitas Sumatera Utara

12

2.1.3 Kandungan Rokok
Di dalam sebatang rokok terdapat gabungan dari bahan-bahan kimia. Satu
batang rokok yang dibakar akan mengeluarkan 4000 bahan kimia. Kadar
kandungan zat kimia yang terkadung di dalam rokok memiliki kadar yang

berbeda. Bahkan untuk merk dan jenis antara satu rokok dengan rokok lainnya
pun memiliki kandungan yang berbeda-beda. Asap rokok yang dihirup seorang
perokok mengandung komponen gas dan partikel. Komponen gas terdiri dari
karbon monoksida, asam hidrogen sianida (HCN), amoniak, Nitrogen Oksida,
formaldehid dan senyawa hidrokarbon. Adapun komponen partikel terdiri dari tar,
nikotin, benzopiren, fenol, dan Kadmium.
Kandungan yang paling dominan di dalam rokok adalah nikotin dan tar.
Nikotin adalah zat, atau bahan senyawa pirrolidin yang terdapat dalam Nikotiana
Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang bersifat
adiktif dapat mengakibatkan ketergantungan pada perokok. Nikotin berbentuk
cairan, tidak berwarna, merupakan basa yang mudah menguap. Nikotin berubah
warna menjadi coklat dan berbau mirip tembakau setelah bersentuhan dengan
udara, kadar nikotin dalam tembakau sebesar 12%. Kadar nikotin 4-6 mg yang
dihisap oleh orang dewasa setiap hari dapat membuat seseorang ketagihan.
Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat
asap rokok. Tar merupakan senyawa polinuklir hidrokarbon aromatika yang
bersifat karsinogenik. Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke dalam rongga mulut
sebagai uap padat. Tar biasanya berupa cairan coklat tua atau hitam yang bersifat
lengket dan biasanya berakibat menempel pada paru-paru, sehingga membuat


Universitas Sumatera Utara

13

paru-paru perokok menjadi coklat, begitu juga halnya pada gigi dan kuku.
Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar tar
dalam rokok berkisar 24-45 mg. Tar yang ada di dalam asap rokok menyebabkan
paralise silia yang ada di dalam saluran pernafasan dan menyebabkan penyakit
paru lainnya (Aditama, 2006)
2.1.4 Dampak Rokok pada Kesehatan
Telah banyak terbukti bahwa dengan mengkonsumsi tembakau berdampak
terhadap status kesehatan. Penyakit seperti kanker paru-paru, oseophagus, laring,
mulut, dan tenggorokan, radang pada tenggorokan, dan penyakit kardiovaskuler
merupakan penyakit yang disebabkan oleh konsumsi rokok/ tembakau. Namun
demikian, tidak hanya pada perokok aktif saja yang mendapatkan penyakit
tersebut, tetapi masyarakat banyak yang terpapar oleh asap rokok yang kita kenal
dengan sebutan passive smokers. Telah terbukti bahwa passive smokers beresiko
untuk terkena penyakit kardiovaskuler, kanker paru, asma dan penyakit paru
lainnya (Gondodiputro, 2007).
Menurut Gondodiputro (2007), ada beberapa penyakit yang disebabkan

rokok yaitu :
1. Efek tembakau terhadap susunan saraf pusat
Hal ini disebabkan karena nikotin yang diabsorpsi dapat menimbulkan
gemetar pada tangan dan kenaikan berbagai hormon dan rangsangan dari
sumsum tulang belakang menyebabkan mual dan muntah. Di lain tempat
nikotin juga menyebabkan rasa nikmat sehingga perokok akan merasa lebih
tenang, daya pikir serasa lebih cemerlang dan mampu menekan rasa lapar.

Universitas Sumatera Utara

14

Sedangkan efek lain menimbulkan rangsangan senang sekaligus mencari
tembakau lagi. Efek dari tembakau memberi stimulasi depresi ringan,
gangguan daya tangkap, alam perasaan, alam pikiran, tingkah laku dan fungsi
psikomotor.
2. Penyakit Kardiovaskuler
Karena asap tembakau akan merusak dinding pembuluh darah. Nikotin yang
terkandung dalam asap tembakau akan merangsang hormon adrenalin yang
akan menyebabkan perangsangan kerja jantung dan menyempitkan pembuluh

darah. Seseorang yang stress yang kemudian mengambil pelarian dengan
jalan merokok sebenarnya sama saja dengan menambah risiko terkena
jantung koroner, proses penyempitan arteri koroner yang mendarahi otot
jantung menyebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan suplai
menimbulkan kekurangan darah (ischemia). Sehingga apabila melakukan
aktifitas

fisik

atau

stress,

kekurangan

aliran

meningkat

sehingga


menimbulkan sakit dada.
Penyempitan yang berat atau penyambutan dari satu atau lebih arteri koroner
berakhir dengan kematian jaringan/ komplikasi dari infark miokard termasuk
irama jantung tidak teratur dan jantung berhenti mendadak. Iskemia yang
berat dapat menyebabkan otot jantung kehilangan kemampuannya untuk
memompa sehingga terjadi pengumpulan cairan di jaringan tepi maupun
penimbunan cairan di paru-paru. Orang yang merokok lebih dari dua puluh
batang tembakau perhari memiliki risiko enam kali lebih besar terkena infark
miokard dibandingkan dengan bukan perokok. Penyakit kardiovaskuler

Universitas Sumatera Utara

15

merupakan penyebab utama dari kematian di negara-negara industri dan
berkembang, yaitu sekitar 30% dari semua panyakit jantung berkaitan dengan
memakai tembakau.
3. Arteriosklerosis
Arteriosklerosis merupakan menebal dan mengerasnya pembuluh darah,

sehingga menyebabkan pembuluh darah kehilangan elastisitas serta pembuluh
darah menyempit. Arteriosklerosis dapat berakhir dengan penyumbatan yang
disebabkan oleh gumpalan darah yang menyumbat pembuluh darah. Sekitar
10% dari pasien yang menderita gangguan sirkulasi pada tungkai
(arteriosklerosis obliteran) Sembilan puluh Sembilan diantaranya adalah
perokok. Ada empat tingkat gangguan arteriosklerosis obliteran yaitu tingkat
I tanpa gejala, tingkat II kaki sakit saat latihan misalnya berjalan lebih dari
200 meter dan kurang 200 meter, keluhan hilang bila istirahat, tingkat III
keluhan yang timbul saat istirahat umumnya saat malam hari dan bila tungkai
ditinggikan sedangkan tingkat IV adalah jaringan mati. Dalam stadium ini
tindakan yang dilakukan adalah amputasi, jika penyumbatan terjadi di
percabangan aorta daerah perut akan menimbulkan sakit di daerah pinggang
termasuk pula timbulnya gangguan ereksi.
4. Tukak Lambung dan Tukak Usus Dua Belas Jari
Tembakau meningkatkan asam lambung dengan daya perlindungan.
Tembakau meningkatkan asam lambung sehingga terjadilah tukak lambung
dan usus dua belas jari. Perokok menderita gangguan dua kali lebih tinggi
dari yang bukan perokok.

Universitas Sumatera Utara


16

5. Efek Terhadap Bayi
Ibu hamil merokok mengakibatkan kemungkinan melahirkan premature. Jika
kedua orang tuanya perokok mengakibatkan daya tahan bayi menurun pada
tahun pertama, sehingga akan menderita radang paru-paru maupun bronchitis
dua kali lipat dibandingkan yang tidak merokok, sedangkan terhadap infeksi
lain meningkat 30%. Terdapat bukti bahwa anak yang orangtuanya merokok
menunjukkan perkembangan mentalnya terbelakang.
6. Efek Terhadap Otak dan Daya Ingat
Akibat proses arteriosklerosis yaitu penyempitan dan penyumbatan aliran
darah ke otak yang dapat merusak jaringan otak karena kekurangan oksigen.
Studi tentang hubungan tembakau dan daya ingat juga dilakukan baru-baru
ini. Dari hasil analisis otak, peneliti dari Neuropsychiatric Institute university
of California menemukan bahwa jumlah dan tingkat kepadatan sel yang
digunakan untuk berpikir pada orang yang merokok jauh lebih rendah
daripada orang yang tidak merokok.
7. Impotensi
Pada laki-laki berusia 30-40 tahun merokok dapat meningkatkan disfungsi

ereksi sekitar 50%. Ereksi tidak dapat terjadi bila darah tidak mengalir bebas
ke penis. Oleh karena itu pembuluh darah, nikotin menyempit arteri yang
menuju penis, mengurangi aliran darah dan tekanan darah menuju penis. Efek
ini meningkat bersama dengan waktu. Masalah ereksi ini merupakan
peringatan awal bahwa tembakau telah merusak area lain dari tubuh.
8. Kanker

Universitas Sumatera Utara

17

Asap tembakau menyebabkan lebih dari 85% kanker paru-paru dan
berhubungan dengan kenker mulut, faring, laring, esofagus, lambung,
pankreas, mulut, saluran kencing, ginjal, ureter, kandung kemih, dan usus.
Tipe kanker yang umumnya terjadi pada pemakai tembakau adalah kanker
kandung kemih, kanker esofagus, kanker pada ginjal, kanker pada pankreas,
kanker serviks, kanker payudara dan lain-lain. Mekanisme kanker yang
disebabkan tembakau yaitu merokok menyebabkan kanker pada berbagai
organ, tetapi organ yang terpengaruh langsung oleh karsinogen adalah saluran
nafas.

9. Chronic Obstructive Pulnomary Diaseases (COPD)
Kebiasaan merokok mengubah bentuk jaringan saluran dan fungsi
pembersihan menghilang, saluran bengkak dan menyempit. Seseorang yang
menunjukkan gejala batuk berat selama paling kurang tiga bulan pada setiap
tahun berjalan selama dua tahun, dinyatakan mengindap bronchitis kronik.
Hal ini sering terjadi pada separuh perokok diatas umur 40 tahun.
10. Interaksi dengan Obat-obatan
Perokok metabolisme berbagai jenis obat lebih cepat dari pada non perokok
yang disebabkan enzim-enzim di mukosa, usus, atau hati oleh komponen
dalam asap tembakau. Dengan demikian efek obat-obat tersebut berkurang,
sehingga perokok membutuhkan obat dengan dosis lebih tinggi daripada non
perokok misalnya analgetik.
11. Penyakit pada Perokok Pasif

Universitas Sumatera Utara

18

Perokok pasif dapat terkena penyakit kanker paru-paru dari jantung koroner.
Menghisap asap tembakau orang lain dapat memperburuk kondisi mengidap
penyakit angina, asam, alergi, gangguan pada wanita hamil.
2.2 Kebijakan
2.2.1 Pengertian Kebijakan
Nogi (2003) mengutip pendapat Thomas Dye yang menyebutkan kebijakan
sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dan Easton
menyebutkan kebijakan pemerintah sebagai kekuasaan mengalokasi nilai-nilai untuk
masyarakat secara keseluruhan. Sementara Lasswell dan Kaplan yang melihat kebijakan
sebagai sarana untuk mencapai tujuan, menyebutkan kebijakan sebagai program yang
diproyeksikn berkenaan dengan tujuan, nilai dan praktek. Carl Friedrich yang dikutip
oleh Nogi (2003) mengatakan bahwa yang paling pokok bagi suatu kebijakan adalah
adanya tujuan, sasaran atau kehendak.

2.2.2 Ciri-Ciri Umum Kebijakan
Dalam buku Abidin (2004), Anderson mengemukakan beberapa ciri dari
kebijakan, sebagai berikut :

a. Setiap kebijakan harus memiliki tujuan. Artinya, pembuatan suatu
kebijakan tidak boleh sekedar asal buat. Bila tidak ada tujuan, tidak perlu
ada kebijakan.
b. Suatu kebijakan tidak berdiri sendiri, terpisah dari kebijakan yang lain,
tetapi berkaitan dengan berbagai kebijakan dalam masyarakat, dan
beorientasi pada pelaksanaan, interpretasi dan penegakan hukum.
c. Kebijakan adalah apa yang dilakukan pemerintah bukan apa yang ingin
atau diniatkan akan dilakukan pemerintah.

Universitas Sumatera Utara

19

d. Kebijakan dapat berbentuk negatif atau melarang dan juga dapat berupa
pengarahan untuk melakukan atau menganjurkan.
e. Kebijakan didasarkan pada hukum, karena itu memiliki kewenangan untuk
memaksa masyarakat mematuhinya.
2.3 Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
2.3.1 Pengertian Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
Kawasan Tanpa Rokok, yang selanjutnya disingkat KTR adalah ruangan
atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan
memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/ atau mempromosikan produk
tembakau (Kemenkes RI, 2011).
2.3.2 Ruang Lingkup Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
Adapun ruang lingkup Kawasan Tanpa Rokok menurut Kemenkes RI
(2011), yaitu :
1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/ atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau masyarakat.
2. Tempat Proses Belajar Mengajar
Tempat proses belajar Mengajar adalah gedung yang digunakan untuk
kegiatan belajar, mengajar, pendidikan dan/ atau pelatihan.
3. Tempat Anak Bermain

Universitas Sumatera Utara

20

Tempat anak bermain adalah area tertutup maupun terbuka yang digunakan
untuk kegiatan bermain anak-anak.
4. Tempat Ibadah
Tempat ibadah adalah bangunan atau ruang tertutup yang memiliki ciri-ciri
tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadah bagi para pemeluk
masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadah
keluarga.
5. Angkutan Umum
Angkutan umum adalah alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa
kendaraan darat, air, dan udara biasanya dengan kompensasi.
6. Tempat Kerja
Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka,
bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang dimasuki tenaga
kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumbersumber bahaya.
7. Tempat Umum
Tempat umum adalah semua tempat tertutup yang dapat diakses oleh
masyarakat umum dan/ atau tempat yang dapat dimanfaatkan bersama-sama
untuk kegiatan masyarakat yang dikelola oleh pemerintah, swasta, dan
masyarakat.
8. Tempat Lainnya yang Ditetapkan
Tempat lainnya yang ditetapkan adalah tempat terbuka yang dapat
dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

21

Pemimpin atau penanggung jawab tempat-tempat sebagaimana yang telah
ditetapkan wajib menetapkan dan menerapkan KTR. Fasilitas pelayanan
kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah
dan angkutan umum merupakan ruang lingkup KTR yang dilarang menyediakan
tempat khusus untuk merokok dan merupakan KTR yang bebas dari asap hingga
batas terluar. Sedangkan tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya yang
ditetapkan dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok.
2.3.3 Tujuan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
Tujuan penetapan kawasan dilarang merokok, adalah :
1. Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih bebas dari asap rokok;
2. Merubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat;
3. Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula;
4. Mewujudkan generasi muda yang sehat;
5. Meningkatkan produktivitas kerja yang optimal;
6. Menurunkan angka kesakitan dan/ atau angka kematian;
7. Melindungi anak-anak dan bukan perokok dari risiko terhadap kesehatan;
8. Mencegah rasa tidak nyaman, bau dan kotoran dari ruang rokok;
Pengaturan pelaksanaan KTR bertujuan untuk:
1. Memberikan acuan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan KTR;
2. Memberikan pelindungan yang efektif dari bahaya asap rokok;

Universitas Sumatera Utara

22

3. Memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat
4. Melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk
merokok baik langsung maupun tidak langsung (Kemenkes RI, 2011).
2.3.4 Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
Suatu kebijakan dapat terbentuk dengan adanya dorongan atau dukungan
dari pihak yang membutuhkan suatu kebijakan tersebut guna untuk mengatasi
masalah yang terjadi di lingkungan sosialnya. Kebijakan merupakan salah satu
cara yang efektif untuk mengatasi suatu masalah yang sedang terjadi. Dengan
adanya dukungan yang kuat, berarti pihak tersebut sangat membutuhkan suatu
kebijakan itu untuk mengatasi masalah dalam lingkungan sosialnya. Kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan
tembakau atau lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok.
Pada dasarnya, aturan yang berisi tentang upaya penanggulangan dampak
rokok dan pentingnya Kawasan Bebas Asap Rokok sudah ada di Indonesia
seperti dinyatakan Kemenkes RI 2011 sebagai berikut:
1. PP No.81 Tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, yakni
peraturan perundang-undangan untuk membantu upaya pengendalian
tembakau. Pasal di dalamnya mengatur iklan rokok, peringatan kesehatan,
pembatasan kadar tar dan nikotin, penyampaian kepada masyarakat tentang
isi produk tembakau, sanksi dan hukuman, pengaturan otoritas, serta peran
masyarakat terhadap kawasan bebas asap rokok.
2. PP No. 38 Tahun 2000 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan
merupakan revisi dari PP No. 81 Tahun 1999, yang berkaitan dengan iklan

Universitas Sumatera Utara

23

rokok dan memperpanjang batas waktu bagi industri rokok untuk mengikuti
peraturan baru ini menjadi 5-7 tahun setelah dinyatakan berlaku, yang
tergantung jenis industrinya.
3. PP No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan
merupakan Peraturan Pemerintah pengganti PP No. 81 Tahun 1999 dan PP
No. 38 Tahun 2000, yang mencakup aspek yang berkaitan dengan ukuran
dan jenis peringatan kesehatan, pembatasan waktu bagi iklan rokok di media
elektronik, serta pengujian kadar tar dan nikotin.
4. PP RI No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung
Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan yang mencakup
tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah dalam hal produksi dan
impor; peredaran; perlindungan khusus bagi anak dan perempuan hamil; dan
Kawasan Tanpa Rokok.
2.4 Implementasi Kebijakan
Sebagian besar analisis kebijakan fokus pada proses pembentukan kebijakan
daripada implementasi kebijakan. Karena itu, Patton dan Savicky yang dikutip Nugroho
menegaskan bahwa implementasi adalah bagian dari proses kebijakan.
Kriteria pengukuran keberhasilan implementasi menurut Ripley dan Frankin
(1986) didasarkan pada tiga aspek, yaitu:

1. Tingkat kepatuhan birokrasi terhadap birokrasi di atasnya atau tingkatan
birokrasi sebagaimana diatur dalam undang-undang,
2. Adanya kelancaran rutinitas dan tidak adanya masalah; serta
3. Pelaksanaan dan dampak (manfaat) yang dikehendaki dari semua program
yang ada terarah

Universitas Sumatera Utara

24

2.5 Kepatuhan
2.5.1 Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan adalah berperilaku atau berperan aktif. Secara umum,
kepatuhan berarti sesuai dengan aturan, seperti spesifikasi, kebijakan, standar atau
hukum. Kepatuhan terhadap peraturan menjelaskan bahwa lembaga-lembaga
publik bercita-cita untuk mencapai tujuan dalam upaya untuk memastikan bahwa
sasaran peraturan menyadari dan mengambil langkah-langkah tindakan untuk
mematuhi peraturan yang berlaku. Kepatuhan dapat berupa perilaku patuh
(Compliance) dan perilaku tidak patuh (non Compliance).
Albery & Munafo (2011) mengatakan bahwa kepatuhan mengacu kepada
situasi ketika perilaku seorang individu sepadan dengan tindakan yang dianjurkan
atau nasehat yang diusulkan oleh praktisi kesehatan ataupun para pembuat
kebijakan. Apabila dihubungkan dengan kepatuhan terhadap penerapan kawasan
bebas asap rokok pada mahasiswa, maka kepatuhan mahasiswa adalah segala
tindakan mahasiswa yang sesuai atau sepadan dengan aturan atau anjuran dalam
penerapan kawasan bebas asap rokok seperti dengan tidak merokok di lingkungan
kampus yang menerapkan kawasan bebas asap rokok.
2.5.2 Strategi untuk Meningkatkan Kepatuhan
Menurut Smet (1994) dalam Notoatmodjo (2007) berbagai strategi
telah dicoba untuk meningkatkan kepatuhan, antara lain:
a. Dukungan profesional kesehatan
b. Dukungan sosial
c. Modifikasi perilaku sehat

Universitas Sumatera Utara

25

d. Pemberian informasi
2.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu perilaku
tertutup (covert behavior) seperti perhatian, persepsi, pengetahuan serta sikap
yang belum dapat dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas, dan perilaku
terbuka (overt behavior) atau observable behavior. Kepatuhan merupakan salah
satu bentuk perilaku terbuka (overt behavior), karena sudah berupa tindakan yang
dapat diamati orang lain dari luar.
Menurut Green (1980), perilaku terhadap suatu objek dipengaruhi oleh
tiga faktor (Notoatmodjo, 2007). Faktor-faktor tersebut dapat diketahui sebagai
berikut.
1. Faktor predisposisi (predisposing factor)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat
pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.
2. Faktor pemungkin (enabling factor)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi masyarakat seperti, puskesmas, rumah sakit,
poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek
swasta. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan
terwujudnya perilaku kesehatan.
3. Faktor penguat (reinforcing factor)

Universitas Sumatera Utara

26

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap, perilaku dan tindakan atau
partisipasi tokoh masyarakat, tokoh agama dan para petugas kesehatan.
Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat
maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk
berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu
pengetahuan dan sikap positif serta dukungan fasilitas saja, melainkan
diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh
agama dan para petugas terlebih lagi petugas kesehatan. Di samping itu,
undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat
tersebut.
2.5.3.1 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga, pengetahuan juga
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.
Menurut Rogers yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) sebelum orang
mengadopsi perilaku baru, didalamnya diri orang tersebut terjadi proses
berurutan, yakni :

a.

Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu

b.

Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus

c.

Evaluation yaitu menimbang nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya

d.

Tria yakni orang telah mencoba perilaku baru

Universitas Sumatera Utara

27

e.

Adoption yakni subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati

tahap-tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku baru melalui proses seperti ini didasari
oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat
langgeng (long lasting).

2.5.3.2 Sikap
Menurut Campbell yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) “An individual’s
attitude is syndrome of response consistency with regard to object”. Jadi jelas dikatakan
bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau
objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan
yang lain.
Menurut Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa
sikap adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan tindakan
(reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan presdiposisi perilaku (tindakan)
atau reaksi tertutup.
Menurut Allport yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) sikap mempunyai 3
komponen pokok yaitu:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c. Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave)

Universitas Sumatera Utara

28

Ketiga komponen ini bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).
Dalam menentukan sikap yang utuh ini pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi
memegang peranan yang penting.

2.5.3.3 Praktek atau Tindakan
Tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi suatu perbuatan
nyata. Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk nyata
atau terbuka (Notoatmodjo, 2003). Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam
bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat
oleh orang lain. Oleh karena itu disebut juga over behavior.
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan
sikap menjadi tindakan nyata diperlukan faktor pendukung antara lain fasilitas. Tindakan
juga memiliki beberapa tingkatan antara lain :

a. Persepsi (Perception)
Persepsi merupakan tindakan mengenal dan memilih berbagai objek
sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
b. Respon Terpimpin (Guided Respon)
Indikator dalam tindakan ini adalah dapat melakukan sesuatu sesuai dengan
urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.
c. Mekanisme (Mecanism)
Indikator dalam tindakan ini adalah spabila seseorang telah dapat melakukan
sesuatu dengan benar secara otomatis.
d. Adopsi (Adoption)

Universitas Sumatera Utara

29

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan
baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut.

2.6 Kerangka Konsep
Menurut Ripley dan Frankin (1986) terdapat tiga aspek kriteria
pengukuran keberhasilan implementasi dan salah satunya adalah tingkat
kepatuhan birokrasi terhadap birokrasi di atasnya atau tingkatan birokrasi
sebagaimana diatur dalam undang-undang, sehingga dalam penelitian ini
pengurkuran implementasi dilihat dari tingkat kepatuhan guru, pegawai dan siswa.
Sementara itu Kepatuhan merupakan salah satu bentuk perilaku terbuka
(overt behavior), karena sudah berupa tindakan yang dapat diamati orang lain dari
luar. Menurut Green (1980), perilaku terhadap suatu objek dipengaruhi oleh tiga
faktor (Notoatmodjo, 2007) yaitu Faktor predisposisi mencakup pengetahuan dan
sikap masyarakat, Faktor pemungkin mencakup ketersediaan sarana dan prasarana
yang mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, Faktor
penguat meliputi faktor sikap, perilaku dan tindakan atau partisipasi tokoh
masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

30

Gambar 2.1 Modifikasi Teori WHO (2007) dan Green (1980)

Universitas Sumatera Utara

31

Dari uraian diatas sehingga dapat digambarkan kerngka konsep sebbagai berikut :

Pengetahuan tentang rokok
dan kebijakan KTR

Sikap terhadap rokok dan kebijakan
KTR

Kepatuhan dalam
implementasi
kebijakan KTR di
SMP Serdang Murni
Lubuk Pakam

Partisipasi terhadap rokok dan
kebijakan KTR

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

2.7

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka dapat disusun hipotesis sebagai

berikut terdapat pengaruh tingkat kepatuhan guru, pegawai dan siswa terhadap
implementasi kawasan tanpa rokok di SMP RK Serdang Murni Lubuk Pakam Kabupaten
Deli Serdang Tahun 2016.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Produksi Padi Di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2001 - 2011

0 36 74

Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perkonomian Wilayah Kabupaten Deli Serdang dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB

4 70 129

Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Siswa,Guru dan Pegawai Terhadap Kepatuhan dalam Implementasi Kebijakan KTR di SMP RK Serdang Murni Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016

2 17 127

PERAN GURU PKn DALAM MEMBANGUN SIKAP DAN KARAKTER SISWA BERTOLERANSI KELAS VII SMP KARYA SERDANG LUBUK PAKAM TAHUN PELAJARAN 2015/2016.

0 3 21

PERAN GURU PKN DALAM MEMBINAKEDISIPLINAN SISWA SMP SWASTA KARYA SERDANG KECAMATAN LUBUK PAKAM KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN PELAJARAN 2013-2014.

2 2 23

Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Siswa,Guru dan Pegawai Terhadap Kepatuhan dalam Implementasi Kebijakan KTR di SMP RK Serdang Murni Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016

0 0 18

Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Siswa,Guru dan Pegawai Terhadap Kepatuhan dalam Implementasi Kebijakan KTR di SMP RK Serdang Murni Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016

0 0 2

Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Siswa,Guru dan Pegawai Terhadap Kepatuhan dalam Implementasi Kebijakan KTR di SMP RK Serdang Murni Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016

0 4 9

Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Siswa,Guru dan Pegawai Terhadap Kepatuhan dalam Implementasi Kebijakan KTR di SMP RK Serdang Murni Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016

0 4 3

Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Siswa,Guru dan Pegawai Terhadap Kepatuhan dalam Implementasi Kebijakan KTR di SMP RK Serdang Murni Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016

0 0 31