Gambaran Status Psikososial Remaja Dengan Maloklusi Gigi Anterior pada Siswa-Siswi SMA Harapan Medan

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Wajah merupakan komponen terpenting dalam penampilan fisik individu.1,2,3
Keseimbangan dalam wajah dipengaruhi antara keseimbangan proporsi wajah dan
jaringan keras. Maloklusi dental maupun skeletal yang terutama terdapat pada gigi
regio anterior merupakan salah satu penyebab yang dapat mengacaukan
keseimbangan tersebut sehingga akan membuat rasa ketidakpuasan individu terhadap
hidup dan akan mengganggu harga dirinya.1,3 Selain itu, rasa tidak puas terhadap
penampilan wajah juga dapat berdampak negatif pada kehidupan sosial, keluarga,
sekolah bahkan pekerjaan.3,4
Maloklusi adalah suatu bentuk penyimpangan posisi antara gigi-geligi atas
dan bawah terhadap lengkung gigi yang dapat memperburuk estetika dan
fungsional.5,6,7 Salah satu jenis maloklusi yang sering menjadi pusat perhatian adalah
maloklusi pada regio anterior.3,7 Akibatnya, individu akan merasakan keadaan tidak
menyenangkan saat bersosialisasi dan akhirnya berdampak pada kualitas hidup.3,8
Psikososial merupakan suatu hubungan yang erat antara faktor psikologis dan
sosial. Faktor psikologis meliputi emosi dan kognitif yang berhubungan dengan

kemampuan belajar, merasakan serta mengingat. Sedangkan faktor sosial meliputi
kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain dan keluarga.9,10 Masalah
psikososial seseorang dapat terganggu jika mengalami maloklusi, karena akibat dari
timbulnya maloklusi menyebabkan penampilan gigi-geligi tidak baik sehingga akan
ditertawakan dan diganggu oleh orang lain.1,11
Dampak psikososial lebih terlihat saat masa remaja karena pada masa remaja
perubahan fisik akan mempengaruhi psikologisnya serta akan membawa pengaruh
terhadap rasa percaya diri.12,13 Remaja merupakan suatu periode transisi
perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan
perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional.14,15,16 Remaja adalah individu yang

Universitas Sumatera Utara

2

berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder
sampai saat mencapai kematangan seksual, individu yang mengalami perkembangan
psikologis, dan pola identifikasi dari kanak-kanak menuju dewasa.13,17 Masa remaja
merupakan masa dimana seseorang memulai pergaulan sosial lebih luas. Untuk
menjalani hubungan sosial yang lebih luas pada remaja, dibutuhkan keterampilan

bersosialisasi yang baik. Bagi remaja, penampilan fisik merupakan hal yang penting
untuk melakukan sosialisasi agar mampu menarik teman sebaya maupun lawan
jenis.4,13
Prevalensi maloklusi pada tahun 2008 mencapai 80% dan menduduki urutan
ketiga setelah karies dan penyakit periodontal. Jenis-jenis maloklusi yang dapat
dijumpai antara lain protrusi, intrusi dan ekstrusi, crossbite, open bite, gigi berjejal,
dan diastema. Hal tersebut dapat dilihat dari penelitian di Departemen Ortodonti
FKG-UI tahun 1999 di Jakarta yang menunjukkan bahwa 270 sampel pada anak usia
12-14 tahun ditemukan gigi berjejal sebesar 44,9%, gigi renggang (diastema) 16,7%,
gigi protrusi 6,3%, tumpang gigit dalam (deep bite) 6,3%, gigitan silang (scissor bite)
12,3%, dan gigitan terbuka (open bite) 13,2 %.18
de Paula-Junior dkk menyatakan bahwa remaja akan merasakan dampak pada
kualitas hidup yang dihubungkan dengan tingkat keparahan maloklusi.19 Pada
penelitian tentang hubungan antara maloklusi dengan self-esteem yang dilakukan Sun
dan Jiang pada anak berusia 12-18 tahun menunjukkan bahwa maloklusi dapat
memberikan dampak negatif terhadap self-esteem remaja.20 Penelitian yang dilakukan
oleh Al-Sarheed dkk pada anak usia 11-14 tahun menunjukkan bahwa anak dengan
maloklusi memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dari pada anak yang tidak
maloklusi ataupun maloklusi yang ringan.21 Maloklusi dapat mempengaruhi kualitas
hidup karena penampilan individu merupakan salah satu hal yang mempengaruhi

kualitas hidup. Penampilan menarik mempunyai efek besar terhadap bagaimana
individu merasakan dirinya sendiri seperti mempunyai kemampuan untuk
mendapatkan banyak teman serta kemampuan dalam mencapai kesuksesan.22,23
Psychosocial Impact of Dental Aesthetic Questionnaire (PIDAQ) merupakan
salah satu alat ukur psikometrik yang dapat mengukur dampak psikososial dari

Universitas Sumatera Utara

3

estetika gigi dan kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan mulut. Pertanyaan
dalam PIDAQ terdiri dari 23 butir pertanyaan yang terbagi menjadi 6 butir
pertanyaan mengenai dental self confidence (DSC), 8 butir pertanyaan mengenai
social impact (SI), 6 butir pertanyaan mengenai psychological impact (PI), dan 3
butir pertanyaan mengenai Aesthetic concern (AC). Skor PIDAQ berkisaran antara 092. Semakin tinggi skor PIDAQ, semakin tinggi dampak dari estetika gigigeligi.7,24,25
Penelitian yang dilakukan oleh Arcis CB dkk pada remaja berusia 12-15 tahun
menunjukkan bahwa skor total rata-rata PIDAQ adalah 32.2, dengan rata-rata skor
DSC 11.3, rata-rata skor SI 6.1, rata-rata skor PI 5.9, dan rata-rata skor AC 7.44.
Untuk skor PIDAQ tertinggi dijumpai pada subjek yang memiliki overjet dan
overbite yang besar, gigi yang erupsi terhambat, serta displacement teeth. Dalam

hasilnya tersebut juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan skor PIDAQ antara
laki-laki dan perempuan kecuali skor PI dimana perempuan mempunyai skor lebih
tinggi dibandingkan laki-laki. Selain itu, mereka menyimpulkan bahwa semakin
tinggi tingkat keparahan maloklusi seseorang semakin tinggi juga dampak terhadap
status psikososial.25 Penelitan yang dilakukan oleh Paula DF dkk menunjukkan bahwa
skor PIDAQ tertinggi pada subjek dengan skor Dental Aesthetic Index (DAI) yang
tinggi, garis senyum yang tinggi, dan ketidakpuasan terhadap penampilan gigigeligi.21
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin pada tahun 2014 dalam pengukuran status sosial mahasiswa
menggunakan kuesioner PIDAQ menunjukkan bahwa mahasiswa yang merasa tidak
percaya diri untuk bersosialisasi sebelum perawatan ortodonti sebanyak 76 orang
(98,7 %) dari total 77 orang responden, sedangkan yang mengatakan percaya diri
sebelum perawatan ortodonti sebanyak 1 orang (1,3 %) dari total 77 orang responden.
Selama perawatan ortodonti yang dapat bersosialisasi dengan baik sebanyak 76 orang
(98,7%) sedangkan yang tetap tidak dapat bersosialisasi dengan baik selama
perawatan ortodonti sebanyak satu orang (1,3%) dari total 77 orang responden.26

Universitas Sumatera Utara

4


Penelitian yang dilakukan oleh Liling DT mengenai hubungan status
psikososial remaja dengan maloklusi anterior menggunakan PIDAQ pada pelajar
SMP di Makassar menunjukkan bahwa dari 214 pelajar, status psikososial pada
pelajar dengan kondisi gigi anterior protrusi yaitu psikososial tinggi sebanyak 30
orang, psikososial sedang 12 orang, dan psikososial rendah 3 orang. Status
psikososial pada pelajar dengan kondisi gigi anterior crowded yaitu psikososial tinggi
sebanyak 31 orang, psikososial sedang 17 orang, dan psikososial rendah 19 orang.
Status psikososial dengan kondisi gigi anterior diastema yaitu psikososial tinggi
sebanyak 3 orang, psikososial sedang 14 orang, dan psikososial rendah 56 orang.
Status psikososial dengan kondisi gigi anterior edge to edge yaitu psikososial tinggi
sebanyak 30 orang, psikososial sedang 12 orang, dan psikososial rendah 4 orang.27
Penelitian yang dilakukan oleh Arsie RY mengenai dampak berbagai
karakteristik oklusi gigi anterior terhadap status psikososial remaja menunjukkan
bahwa dampak psikososial dari maloklusi gigi anterior atas menurut aspek percaya
diri paling negatif pada karakteristik gigi anterior atas crowding, diikuti dengan gigi
anterior atas protrusi, gigi anterior atas diastema, dan oklusi normal. Menurut aspek
dampak sosial, tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik dari antara
berbagai karakteristik oklusi. Menurut aspek dampak psikologis, terdapat perbedaan
bermakna secara statistik antara karakteristik oklusi normal dengan gigi anterior

rahang atas diastema, dan oklusi normal dengan gigi anterior atas protrusi. Menurut
aspek dampak estetika, tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistika antara
berbagai karakteristik oklusi gigi anterior atas.28
Berdasarkan latar belakang ini peneliti tertarik melakukan penelitian untuk
mengetahui gambaran status psikososial remaja dengan maloklusi gigi anterior pada
siswa-siswi SMA Harapan Medan.

Universitas Sumatera Utara

5

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka timbul permasalahan :
Bagaimana gambaran status psikososial remaja dengan maloklusi gigi anterior
pada siswa-siswi SMA Harapan Medan?

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran status psikososial remaja dengan maloklusi gigi
anterior pada siswa-siswi SMA Harapan Medan.


1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui gambaran status psikososial remaja dengan maloklusi gigi
anterior berdasarkan jenis kelamin pada siswa-siswi SMA Harapan Medan.

1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi di bidang ortodonsia mengenai gambaran status
psikososial remaja dengan maloklusi gigi anterior.
2. Memberikan

informasi

kepada

masyarakat

mengenai

kebutuhan


perawatan ortodonti pada remaja dengan maloklusi gigi anterior agar tidak
berdampak terhadap status psikososial.

Universitas Sumatera Utara