ANALISIS PEDAH-PEDAH PADA UPACARA ADAT PERNIKAHAN SUKU KARO (KAJIAN PRAGMATIK).

(1)

ANALISIS PEDAH-PEDAH PADA UPACARA

ADAT PERNIKAHAN SUKU KARO

(KAJIAN PRAGMATIK)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Oleh:

ANANIAS GINTING

NIM 208212008

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2013


(2)

(3)

(4)

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 12 Maret 2013

Ananias Ginting NIM 208212008


(6)

ABSTRAK

Ananias Ginting. NIM. 208212008. Analisis Pedah-Pedah pada Upacara Adat Pernikahan Suku Karo (Kajian Pragmatik). Skripsi. Medan. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Medan. 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui bentuk-bentuk atau ketegori tindak tutur, menjelaskan makna, menemukan bagaimana maxim kesopanan/kesantunan dalam Pedah-Pedah pada Upacara Adat Pernikahan Suku Karo, dan setelah menemukan dan menjelaskan ketiga tujuan diatas maka peneliti dapat membuat bagaimana bentuk atau struktur Pedah-Pedah yang baik, sopan-santun dan mampu mengefisienkan waktu sehingga proses penyampain pedah-pedah ini tidak lagi menyita waktu yang lama.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Naman Teran, Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo selama dua bulan yakni mulai tanggal 30 Juli sampai 30 September 2013. Sumber data penelitian ini diperoleh dari CD-CD pelaksanaan upacara adat pernikahan yang sudah ada sebelumnya, serta hasil dari wawancara dengan orang-orang tua atau tokoh-tokoh tertentu dalam masyarakat yang mengetahui kronologis dari prosesi upacara adat pernikahan tersebut.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif, digunakan untuk mengumpulkan informasi mengenai suatu gejala yang ada yaitu dengan gejala menurut apa adanya pada penelitian yang dilakukan dengan memaparkan hasil penelitian dalam bentuk analisis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa isi dan tujan dari pedah-pedah yang tuturkan oleh pihak kalmbubu adalah sama, yakni berisi nasihat-nasihat kepada pengantin serta kepada kedua belah pihak orang tua pengantin. Tuturan atau kata-kata nasihat tersebut disampaikan dengan bentuk tuturan mengucapkan selamat, menjelaskan, meminta, menyarankan, dan memperingatkan. Tiap-tiap bentuk tuturan tersebut disampaikan oleh banyak orang yang pada dasarnya berisikan hal yang sama. Dari enam data penelitian menunjukkan bahwa bentuk-bentuk tindak tutur pada pedah-pedah yakni: tuturan meminta di tuturkan tuturan kalisifikasi tindak ilokusi dengan kategori tuturan direktif, tuturan menyarankan merupakan tuturan klasifikasi tindak ilokusi dengan kategori tuturan asertif, tuturan berterimakasih merupakan tuturan kalisifikasi tindak ilokusi dengan ketegori ekspresif, tuturan mengucapkan selamat adalah tuturan klasifikasi tindak ilokusi dengan kategori tuturan ekspresif, tuturan memperingatkan adalah tindak tutur ilokusi dengan kategori tuturan derektif, tindak tutur menjelaskan adalah tuturan ilokusi dengan kategori tuturan asertif.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan kasih karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini berjudul “Analisis Pedah-Pedah pada Upacara Adat Pernikahan Suku Karo (Kajian Pragmatik)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra.

Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian skripsi ini tidak akan berjalan lancar tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si. selaku Rektor Universitas Negeri Medan

2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan beserta staf-stafnya

3. Dr. Rosmawaty, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Medan

4. Drs. Sanggup Barus, M.Pd, selaku Sekretaris Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Medan

5. M. Surif, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi Sastra Indonesia

6. Drs. Malan Lubis, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu membimbing, memberikan arahan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini 7. Drs. P. Sihombing, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing Akademik

8. Kepala Desa Naman Teran beserta seluruh perangkat desa yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian


(8)

9. Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepada orang tua tersayang, Ayahanda Pdt. Markus Ginting dan Ibunda Rusni Br Tarigan yang telah mendidik dan selalu memberikan kasih sayang dan motivasi dengan segala jerih payah yang tak terkira buat peneliti.

10.Keluarga besar pastori GPdI desa Bertah, Bibikku T. Br Ginting, Bang Imanuel Sembiring, Kak Tua Marta dan semua keluarga yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang selalu memberi dukungan baik doa dan dana serta motivasi-motivasi kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini 11.Kakak-kakakku tersayang, Baskita Br Ginting, S.Th. dan Emi Efrata Br

Ginting, A.Md. yang selalu mendukung penulis baik dalam doa dan dana dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Adikku tersayang, Afriani Christina Karo Sekali, yang selalu memberikan motivasi, doa dan dukungannya terhadap peneliti.

13.Teman-teman seperjuangan Hardi Sitanggang, Erwin Andika Simamora, Ripael Sibarani, Wewin N. Purba, Masniati Panjaitan, Evi Melpa L. Gaol dan teman-teman Sastra Indonesia 2008 yang tidak dapat disebutkan satu persatu Serta kakak dan adik stambuk di Sastra Indonesia yang banyak memberikan bantuan moral maupun material.

Medan, Februari 2013 Peneliti,

Ananias Ginting NIM 208212008


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Indentifikasi Masalah ... 3

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORETIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Landasan Teoretis ... 7

1. Pedah-Pedah ... 7

2. Kajian Pragmatik ... 10

a. Pengertian Pragmatik ... 10

b. Aspek-Aspek Situasi Ujar ... 14

3. Tindak Tutur ... 15

a. Klasifikasi Tindak Tutur ... 16

1) Tindak lokusi ... 16

2) Tindak Ilokusi ... 17

3) Tindak Perlokusi ... 19

4. Komponen Tindak Tutur ... 21

5. Prinsip Keesopanan ... 23

B. Prosedur Kerja ... 25


(10)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27

1. Waktu Penelitin ... 27

2. Tempat Penelitian... 27

B. Sumber Data Penelitian ... 27

C. Metode Penelitian ... 27

D. Teknik Pengumpulan Data ... 28

E. Teknik Analisis Data ... 29

F. Instrumen Penelitian ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian ... 32

1.Transkrip Hasil Penelitian ... 32

2. Analisis Data Hasil Penelitian ... 50

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 80

C. Temuan Penelitian ... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 93

B. Saran ... 96


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Instrumen Penelitian... 31

Tabel 2. Tindak Tutur Menyapa/Bersalaman... 50

Tabel 3. Tindak Tutur Meminta... 55

Tabel 4. Tindak Tutur Menyarankan... 59

Tabel 5. Tindak Tutur Berterima Kasih... 63

Tabel 6. Tindak Tutur Memperingatkan... 74


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Budaya merupakan suatu tatacara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang yang diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Nilai-nilai budaya yang menjadi ciri-ciri kehidupan suatu masyarakat biasanya terkandung di dalam sumber-sumber tertulis, lisan dan gerak. Masyarakat merupakan sekelompok orang yang terorganisasi, hidup dan bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan. Artinya masyarakat memiliki organisasi dan aturan-aturan untuk berhubungan satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari.

Masyarakat tidak pernah terlepas dari kebudayaan. Kebudayaan tidak akan pernah ada apabila masyarakat tidak ada, sebaliknya masyarakat tanpa kebudayaan akan kehilangan arah dalam menjalani kehidupannya. Dapat pula disebutkan bahwa masyarakat merupakan pendukung dari kebudayaan. E.B.Tylor (dalam Soekanto, 1971:55) menyebutkan bahwa kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat-istiadat dan sebagainya. Jadi, setiap tindakan masyarakat secara keseluruhan disebut kebudayaan, dalamnya terdapat juga unsur-unsur kebudayaan dari semua suku bangsa di dunia.


(13)

Salah satu wujud dari kebudayaan adalah adat istiadat sedangkan upacara merupakan wujud nyata dari adat istiadat yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia baik itu aspek sosial, budaya, ekonomi dan lain sebagainya. Pada masyarakat tradisional kegiatan mengaktifkan kebudayaan antara lain diwujudkan dalam pelaksanaan upacara tradisonal, yakni dalam bentuk upacara kematian, kelahiran, perkawinan, sunatan, syukuran dan lain sebagainya yang memang manjadi sarana sosialisasi bagi kebudayaan yang telah dimantapkan lewat pewarisan (transformasi) tradisi.

Dalam kegiatan mengaktifkan kebudayaan tersebut bahasa merupakan salah satu aspek yang digunakan. Bahasa tidak dilihat atau didekati sebagai bahasa, sebagaimana dilakukan oleh linguistik umum, melainkan dilihat atau didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat. Setiap kegiatan kemasyarakatan manusia, mulai dari upacara pemberian nama bayi yang baru lahir sampai upacara pemakaman jenazah tentu saja tidak terlepas dari penggunaan bahasa. Pada upacara adat pernikahan suku Batak Karo misalnya, bahasa sangat berperan penting mulai dari awal upacara adat pernikahan sampai kepada selesainya pesta pernikahan tersebut. Salah satunya terlihat saat pihak sangkep nggeluh (keluarga) memberikan pedah-pedah. Pedah-pedah adalah kata-kata atau kalimat yang di utarakan/dikumandangkan oleh pihak keluarga kepada pengantin/kedua orang tua pengantin dalam upacara adat pernikahan suku karo yang mana berisikan kalimat ajaran atau nasehat.

Searle (dalam Aslinda 2007:33) mengemukakan, bahwa dalam semua interaksi lingual terdapat tindak tutur. Interaksi lingual bukan hanya lambang,


(14)

kata, atau kalimat, melainkan lebih tepat bila disebut produk atau lambang kata, atau kalimat yang berwujud prilaku tindak tutur (the performance of speech act). Secara ringkas dapat dikatakan, bahwa tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari interaksi lingual. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa tindak tutur adalah sepenggal tuturan yang dihasilkan sebagai bagian terkecil dalam interaksi lingual. Berdasarkan dari teori di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pedah-pedah yang yang diutarakan pihak keluarga dalam pesta upacara adat pernikahan suku Karo merupakan tindak tutur karena dalam prosesnya telah terjadi interaksi lingual. Bidang bahasa yang mengkaji tindak tutur beserta konteksnya disebut pragmatik.

Pedah-pedah (nasihat-nasihat) yang disampaikan keluarga (pihak sangkep nggeluh) yaitu kalimbubu, anak beru, dan sembuyak kepada kedua mempelai akan dilakukan secara bergantian yang diatur oleh protokol acara. Namun apabila diperhatikan, pedah-pedah yang disampaikan oleh keluarga (kalimbubu, anak beru, dan sembuyak) kepada kedua mempelai pada dasarnya adalah sama. Proses ini akan menyita waktu yang lama karena setiap pihak keluarga tanpa dibatasi jumlahnya akan memberikan pedah-pedah kepada kedua mempelai.

Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti teks nasihat yang disebut pedah-pedah pada upacara adat pernikahan suku Karo. Dimana bila diperhatikan, pedah-pedah yang diberikan pada dasarnya mengandung makna yang sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlu dilakukan pengikisan/pemangkasan proses adat terutama pada proses pedah-pedah. Peneliti


(15)

menunjukkan bahwa pemberian kata-kata pedah-pedah kepada pengantin perlu lebih di efisienkan baik waktu maupun tenaga mengingat kehidupan masyarakat masa kini yang selalu ingin serba cepat. Terkait dengan perspektif kebahasaan penelitian, fokus penelitian ini diarahkan pada aspek tuturan (speech) yang diproduksi oleh kedua belah pihak keluarga mempelai dengan mengungkapkan makna/isi yang terkandung di dalamnya dengan kajian pragmatik.

B.Indentifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Bentuk tindak tutur yang terdapat dalam pedah-pedah pada upacara pelaksanaan adat pernikahan pada suku Karo.

2. Makna tindak tutur yang terdapat dalam pedah-pedah yang disampaikan oleh pihak keluarga (sangkep geluh).

3. Pemakaian maxim kesopanan/kesantunan pada pedah-pedah yang disampaikan oleh pihak keluarga (sangkep geluh).

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah tersebut di atas dapat dilihat bahwa masalah yang ada begitu luas, sehingga perlu dibuat sebuah pembatasan masalah. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dan lebih memfokuskan sebuah penelitian. Maka masalah dalam penelitian ini dibatasi hanya pada kalimat pedah-pedah (tuturan) yang diujarkan oleh pihak kalimbubu kepada kedua belah mempelai, dengan melihat kategori tindak tutur pedah-pedah dari setiap orang (pihak kalimbubu),


(16)

makna tindak tutur yang terdapat pada pedah-pedah, dan bagaimana maxim kesopanan/kesantunan berbahasa pada pedah-pedah tersebut.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bentuk tindak tutur apa sajakah yang terdapat dalam pedah-pedah pada upacara adat pernikahan suku Karo?

2. Makna apa sajakah yang terdapat dalam pedah-pedah (tuturan) pada upacara adat pernikahan suku Karo tersebut?

3. Maxim kesopanan/kesantunan apa sajakah yang terdapat pada pedah-pedah yang diujarkan oleh tiap-tiap orang dari pihak kalimbubu ?

E. Tujuan Penelitian

1. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk tindak tutur, makna, dan Maxim kesopanan/kesantunan yang terdapat dalam pedah-pedah pada upacara adat pernikahan suku Karo.

F. Manfaat Penelitan

Penelitian yang berhasil yakni penelitian yang dapat mencapai tujuan secara optimal, menghasilkan laporan yang sistematis dan dapat bermanfaat secara umum. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Dapat memberikan kontribusi pengetahuan serta wawasan baru bagi peneliti, terlebih peneliti merupakan generasi muda suku Karo;


(17)

2. Menjadi kontribusi dalam pengembangan dan kemajuan budaya bagi masyarakat Karo, terutama dalam pelaksanaan pedah-pedah pada adat pernikahan yang selama ini terlalu menyita waktu.

3. Sebagai kontribusi atau masukan bagi pembaca khususnya mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Unimed;

4. Sebagai bahan motivasi dan inspirasi atau ide baru bagi peneliti lain yang melakukan penelitian mengenai kajian pada bahasa lisan yang diambil dari upacara adat.


(18)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan yakni: 1. Pedah-pedah oleh kalimbubu pada intinya berisikan tentang tuturan

menyapa/bersalam, tuturan meminta, tuturan menyarankan, tuturan berterimakasih, tuturan mengucapkan berduka, tuturan memperingatkan, dan tuturan menjelaskan.

2. tuturan menyapa/bersalam merupakan tuturan klasifikasi tindak ilokusi dengan kategori tuturan ekspresif, di tuturkan dengan makna bahwa sebagai jabatan tertinggi dalam adat pun harus tetap menghormati seluruh yang hadir. untuk menyapa atau memberi salam kepada seluruh jabatan adat. Tuturan ini disampaikan dengan berbeda-beda kaidah kesopanan. Adapun kaidah atau maksim tersebut yakitu maksim kerendahan hati, kecocokan, dan maksim kemurahan.

3. tuturan meminta di tuturkan tuturan kalisifikasi tindak ilokusi dengan kategori tuturan direktif, yakni dengan makna meminta kepada seanak saudara yang ditinggalkan untuk tetap berteguh hati. Tuturan ini labih daripada menyarankan. Tuturan meminta dipertegas untuk dipenuhi. Untuk penyampaiannya digunakan maksim kebijaksanaan.

4. tuturan menyarankan merupakan tuturan klaisifikasi tindak ilokusi dengan kategori tuturan asertif. Dituturkan kepada anak beru dengan


(19)

maksud supaya mejadi sebuah acuan atau pandangan hidup. Menyarankan bagaimana seharusnya hidup sebagai orang yang ditinggalkan orang yang dikasihi. Penyampaian tuturan saran ini pun tetap memperhatikan kaidah kesopanan. Penyampaian tuturan ini disampaikan dengan maksim kecocokan, maksim kemurahan, dan maksim kesimpatian.

5. tuturan berterimakasih merupakan tuturan kalisifikasi tindak ilokusi dengan ketegori ekspresif. Tuturan berterimakasih adalah tuturan yang diucapkan oleh kalimbubu kepada anak beru dan kalimbubunya. Tuturan berterimakasih ini adalah tuturan klasifikasi tindak ilokusi dengan kategori tuturan ekspresif. Tuturan ini dikategorikan sebagai tuturan ilokusi yaitu dikarenakan penutur bertutur yakni untuk mencapai tujaun. Adapaun tujaun dalam hal ini adalah untuk menghormati dan menghargai atas kesempatan yang telah diberikan. Tuturan ini dituturkan dengan kaidah maksim kerendahan hati.

6. tuturan mengucapkan selamat adalah tuturan klasifikasi tindak ilokusi dengan kategori tuturan ekspresif. Dituturkan dengan kaidah maksim kecocokan, maksim kebijaksanaan, maksim kesimpatian, dan maksim kemurahan. Tuturan ini dituturkan bermakna bahwa apa yang dialami keluarga yang ditinggalkan bukanlah akhir dari segalanya, bahwa kalimbubu juga sangat merasa kehilangan. Tuturan ini juga dituturkan dengan makna bahwa adanya keterikatan hati dan batin antara kalimbubu dengan seanak saudara yang ditinggalkan.


(20)

7. tuturan memperingatkan adalah tindak tutur ilokusi dengan kategori tuturan derektif. Tuturan ini disampaikan dengan kaidah maksim kebijaksanaan dan maksim kemurahan. Tuturan ini disampaikan oleh kalimbubu, hal ini berarti bahwa maksim kebijaksanaan memang sangat tepat. Hal ini dikarenakan bahwa jabatan kalimbubu adalah jabatan tertinggi dalam adat Karo. Penyampaian tuturan memeperingatkan haruslah disampaikan dengan penuh kebijaksanaan. 8. tindak tutur menjelaskan adalah tuturan ilokusi dengan kategori

tuturan asertif dan dituturkan dengan maksim kemurahan, maksim kecocokan, dan maksim kebijaksanaan. Isi dari tuturan ini bermakna bahwa segala sesuatu yang dilakukan atau keputusan yang diambil haruslah di jelaskan kepada orang yang memang betul-betul membutuhkan penjelasan.


(21)

B. SARAN

1. Peneliti berharap adanya penelitian lanjutan mengenai tindak tutur pada upacara-upacara adat pada suku Karo, terutama upacara adat pernikahan dengan tujuan memperkaya kazanah linguistik.

2. Pada tuturan menyapa/bersalam hendaknya disampaikan terdahulu kepada anak beru dan bere-bere kemudian dilanjutkan kepada jabatan adat lainnya yang hadir, kepada perangkat pemerintah, dan kepada seluruh yang menghadiri acara tersebut.

3. tuturan meminta hendaknya di ubah menjadi tuturan perintah, atau tuturan permintaan lebih dipertegas lagi agar bisa dibedakan antara menasehati/menyarankan dengan permintaan yang harus dilaksanakan. Hal ini wajar dilakukan mengingat kalimbubu adalah jabatan tertinggi. 4. tuturan menyarankan di tuturkan terlebih dahulu kepada anak (yang

menikah) setelah itu kepada anak beru (yang menikahkan anak), dan kemudian kepada anak beru yang hadir.

5. tuturan berterimakasih disampaikan pada saat membuka tuturan hendaknya diawali kepada Tuhan, mengingat kita adalah manusia yang beragama, kemudian dilanjutkan kepada kalimbubu, kepada anak baru, dan kepada aparat pemerintahan/agama, serta kepada seluruh yang hadir. Pada saat mengakhiri tuturan ucapan terimakasih kembali disampaikan kepada kalimbubu dan kepada seluruh yang hadir.

6. tuturan mengucapkan selamat handaknya mempertagas bahwa pihak kalimbubu juga turut ikut berbahagia dalam pesta adat pernikahan tersebut


(22)

serta Lebih memaksimalkan pemakaian maksim kecocokan dan maksim kesimpatian.

7. tuturan memperingatkan adalah tuturan yang berisi tentang bagaimana seharusnya berlaku sebagai seorang yang akan membangun sebuah keluarga baru. Dalam penyampaian tuturan ini harus lebih memperhatikan maksim kebijaksanaan agar lebih mampu mejadi sebuah masukan berarti bagi yang menikah.

hendaknya proses penyapaian pedah-pedah lebih di efesienkan atau lebih dipersingkat. Penyampaiannya tidak harus lagi dilakukan oleh banyak orang.


(23)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi.2003. Prosedur Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Asdi Mahasatnya.

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Hamid Hasan Lubis, H.A. 1991. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung, Angkasa. Jumanto, 2006. “Komunikasi Fatis Di Kalangan Penutur Jati Bahasa Inggris.

Desertasi, Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok.

Koentjaraningrat. 1987. Kebudayaan dan Mentalitas Pembangunan. Jakarta: Gramedia

Koentjaraningrat. 2003. Pengantar Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Leech, Geoffry. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta. Universitas Indonesia. Mustapa, H.Hasan. 2010. Adat Istiadat Sunda. Bandung: Alumni

Nader, F.X. 2008. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta. Graha Ilmu. Ohoiwutun, Paul. 2007. Sosiolinguistik. Jakarta: Kesaint Blanc.

Parera, J.D. 1988. Morfologi. Jakarta: Gramedia.

Phoenix, Team Pustaka. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru. Jakarta: Team Pustaka Phoenix.

Prinst, Darwin. 2010. Kamus Karo Indonesia. Medan: Bina Media Perintis Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Erlangga.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan yakni: 1. Pedah-pedah oleh kalimbubu pada intinya berisikan tentang tuturan

menyapa/bersalam, tuturan meminta, tuturan menyarankan, tuturan berterimakasih, tuturan mengucapkan berduka, tuturan memperingatkan, dan tuturan menjelaskan.

2. tuturan menyapa/bersalam merupakan tuturan klasifikasi tindak ilokusi dengan kategori tuturan ekspresif, di tuturkan dengan makna bahwa sebagai jabatan tertinggi dalam adat pun harus tetap menghormati seluruh yang hadir. untuk menyapa atau memberi salam kepada seluruh jabatan adat. Tuturan ini disampaikan dengan berbeda-beda kaidah kesopanan. Adapun kaidah atau maksim tersebut yakitu maksim kerendahan hati, kecocokan, dan maksim kemurahan.

3. tuturan meminta di tuturkan tuturan kalisifikasi tindak ilokusi dengan kategori tuturan direktif, yakni dengan makna meminta kepada seanak saudara yang ditinggalkan untuk tetap berteguh hati. Tuturan ini labih daripada menyarankan. Tuturan meminta dipertegas untuk dipenuhi. Untuk penyampaiannya digunakan maksim kebijaksanaan.

4. tuturan menyarankan merupakan tuturan klaisifikasi tindak ilokusi dengan kategori tuturan asertif. Dituturkan kepada anak beru dengan


(2)

maksud supaya mejadi sebuah acuan atau pandangan hidup. Menyarankan bagaimana seharusnya hidup sebagai orang yang ditinggalkan orang yang dikasihi. Penyampaian tuturan saran ini pun tetap memperhatikan kaidah kesopanan. Penyampaian tuturan ini disampaikan dengan maksim kecocokan, maksim kemurahan, dan maksim kesimpatian.

5. tuturan berterimakasih merupakan tuturan kalisifikasi tindak ilokusi dengan ketegori ekspresif. Tuturan berterimakasih adalah tuturan yang diucapkan oleh kalimbubu kepada anak beru dan kalimbubunya. Tuturan berterimakasih ini adalah tuturan klasifikasi tindak ilokusi dengan kategori tuturan ekspresif. Tuturan ini dikategorikan sebagai tuturan ilokusi yaitu dikarenakan penutur bertutur yakni untuk mencapai tujaun. Adapaun tujaun dalam hal ini adalah untuk menghormati dan menghargai atas kesempatan yang telah diberikan. Tuturan ini dituturkan dengan kaidah maksim kerendahan hati.

6. tuturan mengucapkan selamat adalah tuturan klasifikasi tindak ilokusi dengan kategori tuturan ekspresif. Dituturkan dengan kaidah maksim kecocokan, maksim kebijaksanaan, maksim kesimpatian, dan maksim kemurahan. Tuturan ini dituturkan bermakna bahwa apa yang dialami keluarga yang ditinggalkan bukanlah akhir dari segalanya, bahwa kalimbubu juga sangat merasa kehilangan. Tuturan ini juga dituturkan dengan makna bahwa adanya keterikatan hati dan batin antara kalimbubu dengan seanak saudara yang ditinggalkan.


(3)

7. tuturan memperingatkan adalah tindak tutur ilokusi dengan kategori tuturan derektif. Tuturan ini disampaikan dengan kaidah maksim kebijaksanaan dan maksim kemurahan. Tuturan ini disampaikan oleh kalimbubu, hal ini berarti bahwa maksim kebijaksanaan memang sangat tepat. Hal ini dikarenakan bahwa jabatan kalimbubu adalah jabatan tertinggi dalam adat Karo. Penyampaian tuturan memeperingatkan haruslah disampaikan dengan penuh kebijaksanaan. 8. tindak tutur menjelaskan adalah tuturan ilokusi dengan kategori

tuturan asertif dan dituturkan dengan maksim kemurahan, maksim kecocokan, dan maksim kebijaksanaan. Isi dari tuturan ini bermakna bahwa segala sesuatu yang dilakukan atau keputusan yang diambil haruslah di jelaskan kepada orang yang memang betul-betul membutuhkan penjelasan.


(4)

B. SARAN

1. Peneliti berharap adanya penelitian lanjutan mengenai tindak tutur pada upacara-upacara adat pada suku Karo, terutama upacara adat pernikahan dengan tujuan memperkaya kazanah linguistik.

2. Pada tuturan menyapa/bersalam hendaknya disampaikan terdahulu kepada anak beru dan bere-bere kemudian dilanjutkan kepada jabatan adat lainnya yang hadir, kepada perangkat pemerintah, dan kepada seluruh yang menghadiri acara tersebut.

3. tuturan meminta hendaknya di ubah menjadi tuturan perintah, atau tuturan permintaan lebih dipertegas lagi agar bisa dibedakan antara menasehati/menyarankan dengan permintaan yang harus dilaksanakan. Hal ini wajar dilakukan mengingat kalimbubu adalah jabatan tertinggi. 4. tuturan menyarankan di tuturkan terlebih dahulu kepada anak (yang

menikah) setelah itu kepada anak beru (yang menikahkan anak), dan kemudian kepada anak beru yang hadir.

5. tuturan berterimakasih disampaikan pada saat membuka tuturan hendaknya diawali kepada Tuhan, mengingat kita adalah manusia yang beragama, kemudian dilanjutkan kepada kalimbubu, kepada anak baru, dan kepada aparat pemerintahan/agama, serta kepada seluruh yang hadir. Pada saat mengakhiri tuturan ucapan terimakasih kembali disampaikan kepada kalimbubu dan kepada seluruh yang hadir.

6. tuturan mengucapkan selamat handaknya mempertagas bahwa pihak kalimbubu juga turut ikut berbahagia dalam pesta adat pernikahan tersebut


(5)

serta Lebih memaksimalkan pemakaian maksim kecocokan dan maksim kesimpatian.

7. tuturan memperingatkan adalah tuturan yang berisi tentang bagaimana seharusnya berlaku sebagai seorang yang akan membangun sebuah keluarga baru. Dalam penyampaian tuturan ini harus lebih memperhatikan maksim kebijaksanaan agar lebih mampu mejadi sebuah masukan berarti bagi yang menikah.

hendaknya proses penyapaian pedah-pedah lebih di efesienkan atau lebih dipersingkat. Penyampaiannya tidak harus lagi dilakukan oleh banyak orang.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi.2003. Prosedur Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Asdi Mahasatnya.

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Hamid Hasan Lubis, H.A. 1991. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung, Angkasa. Jumanto, 2006. “Komunikasi Fatis Di Kalangan Penutur Jati Bahasa Inggris.

Desertasi, Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok.

Koentjaraningrat. 1987. Kebudayaan dan Mentalitas Pembangunan. Jakarta: Gramedia

Koentjaraningrat. 2003. Pengantar Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Leech, Geoffry. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta. Universitas Indonesia. Mustapa, H.Hasan. 2010. Adat Istiadat Sunda. Bandung: Alumni

Nader, F.X. 2008. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta. Graha Ilmu. Ohoiwutun, Paul. 2007. Sosiolinguistik. Jakarta: Kesaint Blanc.

Parera, J.D. 1988. Morfologi. Jakarta: Gramedia.

Phoenix, Team Pustaka. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru. Jakarta: Team Pustaka Phoenix.

Prinst, Darwin. 2010. Kamus Karo Indonesia. Medan: Bina Media Perintis Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Erlangga.