Pengaruh Usia dan Jenis Kelamin Terhadap Efikasi ACT (Artemisinin-Based Combination Therapy) Pada Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi Di Kabupaten Bangka Barat, Januari-Juni 2009.

(1)

Universitas Kristen Maranatha iv

ABSTRAK

PENGARUH USIA DAN JENIS KELAMIN TERHADAP EFIKASI ACT (ARTEMISININ-BASED COMBINATION THERAPY)

PADA PENGOBATAN MALARIA TANPA KOMPLIKASI DI KABUPATEN BANGKA BARAT, JANUARI – JUNI 2009 Diaga, 2009 ; Pembimbing I : Susy Tjahjani, dr., M.Kes.

Pembimbing II : Ronald Jonathan, dr., M.Sc., DTM&H

Malaria adalah penyakit yang disebabkan protozoa Plasmodium sp. dan memiliki angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Kabupaten Bangka Barat merupakan kabupaten dengan kasus terbanyak di propinsi Bangka Belitung. Pengobatan malaria menggunakan terapi kombinasi salah satunya ACT untuk meningkatkan efikasi antimalaria, aktivitas sinergik antimalaria, dan memperlambat progresifitas resistensi parasit. Kegagalan pengobatan ACT bersangkutan dengan usia dan jenis kelamin penderita malaria.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efikasi ACT dan meneliti faktor usia dan jenis kelamin terhadap efikasi pengobatan tersebut.

Penelitian ini termasuk penelitian survei analitik, berdasarkan data sekunder pada puskesmas Puput dan puskesmas Jebus dari bulan Januari sampai Juni 2009, kabupaten Bangka Barat; dengan jumlah sampel adalah whole sampling. Data dianalisis secara statistik ujichi squaredenganα= 0,05 dan diolah secara manual. Hasil penelitian menunjukkan efikasi ACT pada 184 sampel masih baik dengan persentase kegagalan pengobatan 8,51%. Hasil analisis faktor jenis kelamin terhadap respon pengobatan ACT menunjukkan tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan respon pengobatan, sedangkan hasil analisis faktor usia terhadap respon pengobatan ACT menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan respon pengobatan.

Kesimpulannya, ACT masih efektif terhadap pengobatan malaria, kegagalan pengobatan ACT dipengaruhi usia, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin.


(2)

ABSTRACT

THE RELATIONSHIP BETWEEN AGE AND SEX AND

ACT(ARTEMISININ-BASED COMBINATION THERAPY) EFFICACY OF THE UNCOMPLICATED MALARIA IN WEST BANGKA,

JANUARY – JUNE 2009

Diaga, 2009 ; Tutor I :Susy Tjahjani, dr., M.Kes

Tutor II :Ronald Jonathan, dr., M.Sc., DTM&H

Malaria is a disease caused by Plasmodium sp. protozoa that has a high mortality and morbidity. West Bangka is area with most cases among Bangka Belitung province. Combination therapy is used to cure malaria, one of the therapy is ACT to enhance efficacy and synergy activity of the antimalaria, and also slowing the progressivity of the parasite resistance towards the new medicines. ACT treatment failure is related to sex and age malaria patient.

This experiments goals are to examine efficacy of the ACT and to analyse the relationship between age and sex factors and the failure of the curing process. This experiment includes an analytic survey of secondary data from Puput puskesmas and Jebus puskesmas month January to June 2009, West Bangka; the sample is a whole sampling. Collected data is analyzed with a chi square test using α= 0,05 and processed manually.

Experiment result shows that the ACT efficacy of the 184 samples is still in good category with a failure percentage of 8,51%. The analysis result of the relationship between age and sex and the response of the ACT shows that there is a relationship between age and the ACT result, but not between sex and the result. In summary, ACT is still effective to cure malaria, the failure of the ACT is related to the age of the patient, but not related to the patient's sex.


(3)

Universitas Kristen Maranatha vi

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL... i

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

ABSTRAK... iv

ABSTRACT... v

PRAKATA... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1. 1 Latar Belakang ... 1

1. 2 Identifikasi Masalah ... 2

1. 3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Maksud Penelitian ... 3

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 3

1. 4 Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1 Manfaat Akademis ... 3

1.4.2 Manfaat Praktis ... 3

1. 5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian ... 4

1.5.1 Kerangka Pemikiran ... 4

1.5.2 Hipotesis penelitian ... 5

1. 6 Metodologi Penelitian... 5

1. 7 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

2. 1 Definisi dan Etiologi Malaria ... 6


(4)

2. 2 Sejarah Malaria ... 7

2. 3 Siklus HidupPlasmodium... 7

2.3.1 Siklus Aseksual ... 9

2.3.2 Siklus Seksual ... 9

2. 4 Epidemiologi Malaria ... 10

2. 5 Patogenesis Malaria ... 13

2. 6 Gejala Klinis Malaria... 14

2.6.1 Malaria Ringan atau Tanpa Komplikasi ... 16

2.6.2 Malaria Berat atau Dengan Komplikasi ... 16

2. 7 Diagnosis Malaria ... 16

2. 8 Obat Antimalaria ... 18

2.8.1 Klorokuin ... 23

2.8.2 Sulfadoksin-Pirimetamin ... 25

2.8.3 Kina ... 26

2.8.4 Primakuin... 28

2.8.5 Amodiakuin ... 28

2.8.6 Mepakuin ... 29

2.8.7 Proguanil ... 30

2.8.8 Kuinidin ... 30

2.8.9 Kuinimaks ... 31

2.8.10 Meflokuin ... 31

2. 9 Terapi Terkini Malaria... 32

2.9.1 Derivat Artemisinin (qinghaosu)... 34

2.9.2 Artesunat ... 34

2.9.3 Artemeter ... 35

2.9.4 Dihidroartemisinin ... 36

2.9.5 Artemisinin ... 36

2.9.6 Arteeter ... 37

2.9.7 Asam artelinat... 37

2. 10 Penyebab Kegagalan Terapi ... 38


(5)

Universitas Kristen Maranatha viii

2. 12 Program Pemberantasan Malaria ... 39

2. 13 Prognosis Malaria ...39

BAB III INSTRUMEN/SUBJEK DAN METODE PENELITIAN... 40

3. 1 Instrumen/Subjek Penelitian ... 40

3.1.1 Instrumen Penelitian ... 40

3.1.2 Subjek Penelitian ... 40

3.1.3 Tempat dan Waktu Penelitian... 40

3. 2 Metode Penelitian 3.2.1 Desain Penelitian ... 41

3.2.2 Variabel Pebelitian ... 41

3.2.2.1 Definisi Konsepsional Variabel ... 41

3.2.2.2 Definisi Operasional Variabel ... 41

3.2.3 Besar Sampel Penelitian ... 42

3.2.4 Metode Analisis ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 44

4. 1 Hasil ... 44

4. 2 Pembahasan ... 46

4. 3 Pengujian Hipotesis Penelitian ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 49

5. 1 Kesimpulan ... 49

5. 2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

LAMPIRAN... 51

RIWAYAT HIDUP... 55


(6)

DAFTAR TABEL

Halaman 2. 1 Derajat resistensi parasit aseksual P. falciparumterhadap obat

skizontosida darah ... 21 2. 2 Klasifikasi respon pengobatan menurut WHO 1996 ... 22 2. 3 Dosis klorokuin dan primakuin untuk pengobatan radikal malaria

vivaks yang sensitif klorokuin, malaria malariae dan malaria ovale berdasarkan kelompok umur ... 24 2. 4 Sulfadoksin-Pirimetamin dan primakuin untuk pengobatan radikal

malaria falsiparum yang resisten klorokuin berdasarkan kelompok umur ... 26 2. 5 Dosis kina dan primakuin untuk pengobatan radikal malria falsiparum

yang resistensi klorokuin atau resisten multidrug berdasarkan kelompok umur ... 27 4. 1 Efikasi ACT di puskesmas Jebus dan puskesmas Puput, kabupaten

Bangka Barat ... 44 4. 2 Efikasi ACT terhadap malaria tanpa komplikasi pada masing-masing

jenis kelamin di puskesmas Jebus dan puskesmas Puput, kabupaten Bangka Barat ... 45 4. 3 Hasil tes chi square untuk hubungan antara jenis kelamin dengan

respon pengobatan ... 46 4. 4 Efikasi ACT terhadap malaria tropika tanpa komplikasi pada

golongan usia di puskesmas Jebus dan puskesmas Puput, kabupaten Bangka Barat ... 46 4. 5 Hasil tes chi square untuk hubungan antara usia dengan respon


(7)

Universitas Kristen Maranatha x

DAFTAR GAMBAR

Halaman 2. 1 Daur hidup Plasmodium pada tubuh nyamuk dan manusia, sesuai

dengan skizogoni exo-eritrositik ... 8


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Perhitungan Manual Tabel 4.2 ... 53 Lampiran 2. Perhitungan Manual Tabel 4.4 ... 55 Lampiran 3. Laporan Penemuan dan Pengobatan Malaria Puskesmas Puput

Bulan Januari 2009 ... 57 Lampiran 4. Laporan Penemuan dan Pengobatan Malaria Puskesmas Puput

Bulan Februari 2009 ... 58 Lampiran 5. Laporan Penemuan dan Pengobatan Malaria Puskesmas Puput

Bulan Maret 2009 ... 59 Lampiran 6. Laporan Penemuan dan Pengobatan Malaria Puskesmas Puput

Bulan April 2009 ... 60 Lampiran 7. Laporan Penemuan dan Pengobatan Malaria Puskesmas Puput

Bulan Mei 2009 ... 61 Lampiran 8. Laporan Penemuan dan Pengobatan Malaria Puskesmas Puput

Bulan Juni 2009 ... 62 Lampiran 9. Laporan Penemuan dan Pengobatan Malaria Puskesmas Jebus

Bulan Januari 2009 ... 63 Lampiran 10. Laporan Penemuan dan Pengobatan Malaria Puskesmas Jebus

Bulan Februari 2009 ... 64 Lampiran 11. Laporan Penemuan dan Pengobatan Malaria Puskesmas Jebus

Bulan Maret 2009 ... 65 Lampiran 12. Laporan Penemuan dan Pengobatan Malaria Puskesmas Jebus

Bulan April 2009 ... 66 Lampiran 13. Laporan Penemuan dan Pengobatan Malaria Puskesmas Jebus

Bulan Mei 2009 ... 67 Lampiran 14. Laporan Penemuan dan Pengobatan Malaria Puskesmas Jebus


(9)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa Plasmodium sp. dan merupakan penyakit dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi dan masalah tersebut menjadi masalah dunia kesehatan yang patut diperhatikan diseluruh dunia (WHO, 2008). Manifestasi klinis malaria dikelompokkan menjadi malaria ringan atau tanpa komplikasi dan malaria berat atau dengan komplikasi. Respon pengobatan malaria tropika tanpa komplikasi lebih baik dari pada malaria berat atau dengan komplikasi, sehingga memiliki tingkat kesembuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan malaria berat atau dengan komplikasi (Emiliana Tjitra, 1992).

Secara epidemiologis, malaria tersebar diseluruh dunia dan di Indonesia penyakit malaria tersebar di seluruh kepulauan, terutama didaerah yang belum berkembang. Diperkirakan 60% penduduk Indonesia tinggal di daerah endemis penyakit malaria yang tingkat endemitasnya beragam (Emiliana Tjitra, 2004). Propinsi Bangka Belitung merupakan propinsi yang menduduki peringkat kedua daerah dengan endemitas penyakit malaria di Indonesia, dengan kasus 37,23 permil pada tahun 2007. Kabupaten Bangka Barat merupakan kabupaten yang menduduki peringkat pertama dengan kasus terbanyak di propinsi Bangka Belitung. Puskesmas Puput dan Puskesmas Jebus merupakan puskesmas dengan angka penemuan kasus malaria terbanyak di kabupaten Bangka Barat, baik secara aktif maupun pasif (SUBDIN P2PL, 2008).

Dewasa ini pengobatan malaria dengan klorokuin mengalami banyak kegagalan dengan penyebab tersering adalah resistensi, oleh sebab itu penatalaksanaan malaria telah menggunakan terapi kombinasi. Tujuan dari terapi kombinasi adalah untuk meningkatkan efikasi antimalaria maupun aktivitas sinergik antimalaria, dan memperlambat progresifitas resistensi parasit terhadap obat-obat yang baru (Roshental, 2003).


(10)

2

ACT atau Artemisinin-based Combination Therapy adalah terapi kombinasi yang direkomendasikan sebagai lini pertama karena berefikasi tinggi pada pengobatan malaria (WHO, 2008). Artemisinin dipilih sebagai basis terapi kombinasi malaria yang penting saat ini dikarenakan kemampuan untuk menurunkan parasitemia lebih cepat dari pada obat antimalaria lainnya (MSF Reports, 2003). Penggunaan ACT yang global telah menyebabkan kegagalan pengobatan sebanyak 0-10% (WHO, 2008). Kegagalan pengobatan bersangkutan dengan usia dan jenis kelamin penderita malaria. Usia yang lebih banyak mengalami kegagalan pengobatan adalah anak-anak, sedangkan jenis kelamin yang lebih banyak mengalami kegagalan pengobatan adalah wanita (PAPDI, 2008).

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian pengaruh faktor usia dan jenis kelamin terhadap efikasi ACT pada pengobatan malaria tropika tanpa komplikasi di Puskesmas Puput dan Puskesmas Jebus, kabupaten Bangka Barat dilakukan.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Apakah ACT masih efektif pada malaria tropika tanpa komplikasi di Puskesmas Puput dan Puskesmas Jebus.

2. Apakah faktor jenis kelamin menentukan respon pengobatan ACT pada malaria tropika tanpa komplikasi.

3. Apakah salah satu jenis kelamin menentukan kegagalan pegobatan ACT pada malaria tropika tanpa komplikasi.

4. Apakah faktor usia menentukan respon pengobatan ACT pada malaria tropika tanpa komplikasi.

5. Apakah salah satu golongan usia menentukan kegagalan pengobatan ACT pada malaria tropika tanpa komplikasi.


(11)

3

Universitas Kristen Maranatha 1. 3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk menguji efikasi ACT pada malaria tanpa komplikasi dan meneliti faktor usia dan jenis kelamin terhadap kegagalan pengobatan.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk menguji efikasi terapi kombinasi malaria dan faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan pengobatan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

Untuk menambah wawasan mengenai obat antimalaria terutama mengenai ACT.

1.4.2 Manfaat Praktis

Untuk memberi informasi kepada masyarakat untuk menggalangkan penggunaan ACT sebagai terapi efektif bagi malaria tanpa komplikasi. Selain itu diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang baik kepada puskesmas-puskesmas untuk pengobatan malaria tropika tanpa komplikasi pada daerah yang endemis malaria.


(12)

4

1. 5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian

1.5.1 Kerangka Pemikiran

Pengobatan kombinasi dilakukan bila sudah ada studi tentang pola resistensi di suatu daerah melalui survei resistensi. Bila suatu obat sudah mengalami resistensi >25% maka obat tersebut tidak dianjurkan digunakan. Tujuan dari terapi kombinasi adalah untuk meningkatkan efikasi antimalaria maupun aktivitas sinergistik antimalaria, dan memperlambat progresifitas resistensi parasit terhadap obat-obat yang baru (Roshental, 2003).

Menurut MSF Reports (2003) artemisinin dipilih sebagai basis terapi kombinasi malaria yang penting saat ini karena :

1. Kemampuan menurunkan parasitemia lebih cepat 10 kali dari pada obat-obat anti malaria lainnya.

2. Mempunyai efek samping yang minimal

3. 2 juta kasus dilaporkan telah diobati dengan basis artemisinin tanpa adanya efek toksis.

4. Artemisinin diabsorpsi cepat melalui oral.

5. Dapat diberi melalui intravena maupun intramuskuler, dengan pemberian 1 kali sehari.

Artemisinin, artesunate, artemether dan dihidroartemisinin telah digunakan dalam kombinasi dengan obat antimalaria lain.

Hasil studi WHO tahun 2001 di Gabon, menunjukkan bahwa kombinasi artesunat dan amodiakuin dapat meningkatkan efikasi pengobatan di Gabon, Kenya dan juga di Senegal. Kombinasi artesunat dan amodiakuin merupakan kombinasi yang efektif dan ditoleransi dengan baik. Angka kesembuhan parasit setelah pemberian obat kombinasi ini >90% pada semua tempat studi.Kombinasi artesunat dengan amodikuin merupakan pilihan pada daerah resistensi klorokuin (WHO, 2001).


(13)

5

Universitas Kristen Maranatha Penggunaan ACT yang global telah menyebabkan kegagalan pengobatan sebanyak 0-10% (WHO, 2001). Kegagalan pengobatan bersangkutan dengan usia dan jenis kelamin penderita malaria. Usia yang lebih banyak mengalami kegagalan pengobatan adalah anak-anak, sedangkan jenis kelamin yang lebih banyak mengalami kegagalan pengobatan adalah wanita (PAPDI, 2008).

1.5.2 Hipotesis Penelitian

1. ACT masih efektif pada malaria tropika tanpa komplikasi di Puskesmas Puput dan Puskesmas Jebus.

2. Faktor jenis kelamin menentukan respon pengobatan ACT pada malaria tropika tanpa komplikasi.

3. Salah satu jenis kelamin menentukan kegagalan pegobatan ACT pada malaria tropika tanpa komplikasi.

4. Faktor usia menentukan respon pengobatan ACT pada malaria tropika tanpa komplikasi.

5. Salah satu golongan usia menentukan kegagalan pengobatan ACT pada malaria tropika tanpa komplikasi.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian survei analitik, jumlah sampel yang digunakan adalahwhole sampling. Data yang tekumpul dianalisis secara statistik dengan ujichi squaredenganα= 0,05 dan diolah secara manual.

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Karya tulis ilmiah ini dilakukan di Puskesmas Puput dan Puskesmas Jebus kabupaten Bangka Barat dengan tahap persiapan pada tanggal 4, 5 dan 6 Juli 2009. Pelaksanaan pada 7 Juli 2009 dan pengolahan pada 9 dan 11 Juli 2009. Analisis data pada 17 Juli 2009.


(14)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. ACT masih efektif pada malaria tropika tanpa komplikasi di Puskesmas Puput dan Puskesmas Jebus.

2. Faktor jenis kelamin menentukan respon pengobatan ACT pada malaria tropika tanpa komplikasi.

3. Jenis kelamin perempuan lebih banyak mengalami kegagalan pegobatan ACT pada malaria tropika tanpa komplikasi.

4. Faktor usia tidak menentukan respon pengobatan ACT pada malaria tropika tanpa komplikasi.

5. Golongan usia anak-anak lebih banyak mengalami kegagalan pengobatan ACT pada malaria tropika tanpa komplikasi.

5.2 Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh-pengaruh dalam respon pengobatan yang bersangkutan dengan faktor usia dan jenis kelamin pada kegagalan pengobatan ACT, seperti berat badan penderita malaria, dosis ACT yang tidak adekuat, kepatuhan berobat, dan sebagainya.


(15)

50

DAFTAR PUSTAKA

Aikawa M. 1988. Fine structure of malaria parasites in the various stages of development. In Werndorfer WH, McGregor In: Malaria Principles and Practise of Malariology. Vol. 1. Edinburg: Churchill Livingstone. p. 97-130 Anonymous. 2009. Merriam-Webster Online Dictionary.

http://www.merriam-webster.com/dictionary/. 27 Oktober 2009

Billingsley PF, Sinden RE. 1997. Malaria in the mosquito. In Werndorfer WH, McGregor In: Malaria Principles and Practise of Malariology. Vol. 1. Edinburg: Churchill Livingstone. p. 423-4

DEPKES RI. 1999. Pengolahan data. Dalam: Modul Epidemiologi Malaria 1. Jakarta: Bakti Husada. Hal. 62-3

_______. 2003. Pendahuluan. Dalam: Pedoman Tatalaksana Kasus Malaria. Jakarta: Bakti Husada. Hal. 1-2

_______. 2003. Pengobatan, prognosis dan rujukan. Dalam: Pedoman Tatalaksana Kasus Malaria.Jakarta: Bakti Husada. Hal. 15-37

_______. 2003. Siklus hidup Plasmodium dan pathogenesis malaria. Dalam: Pedoman Tatalaksana Kasus Malaria. Jakarta: Bakti Husada. Hal. 3

Eddleston M, Pierini S, Wilkinson R, Davidson R. 2005. Indroduction. In:Oxford Handbook of Tropical Medicine. 2nded.New York: Oxford University Press. p. 11

Emilia Tjitra. 1992. Pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi dengan meflokuin di daerah resisten klorokuin. Buletin Penelitian Kesehatan, 20 (3): 2533-4

_______. 1994. Manifestasi klinis dan pengobatan malaria. Cermin Dunia Kedokteran,101 (94): 4-13

_______. 2000. Obat anti-malaria. Dalam P. N. Harijanto:Malaria:Epidemiologi, Pathogenesis, Manifestasi Klinik, dan Penaganan. Jakarta: EGC. Hal. 194-212

_______. 2004. Pengobatan Malaria Dengan Kombinasi Atremisinin.

http://www.litbang.depkes.go.id/~djunaedi/data/Emil.pdf. 30 November 2004


(16)

51

Gilles, HM. 1991. Diagnosis of malaria. In: Management of Severe and Complicated Malaria. Switzerland: WHO Press. p. 40-6

Harijanto. 2000. Gejala klinik malaria. Dalam P. N. Harijanto: Malaria: Epidemiologi, Pathogenesis, Manifestasi Klinik, dan Penaganan. Jakarta: EGC. Hal. 151

Holmberg M, Bergqvist Y, Termond E. 1984. The single dose kinetics of chloroquine and its major metabolite desethylchloroquine in healthy subjects. European Journal of Clinical Pharmacology, 26 (4): 521-30

PAPDI. 2008. Tatalaksana Malaria Terkini.

http://www.papdi.org/main/papdi/index.php?option=com_content&task=view &id=126&Itemid=2. 10 Desember 2008

Mansjoer, Arif. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke-3. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius. Hal. 452-6

Margareta Yuliani. 2005. Efikasi Terapi Artemeter dan Primakuin Versus Klorokuin dan Primakuin Pada Anak-anak Penderita Malaria Tanpa Komplikasi di Wilayah Puskesmas Kokap, Samigaluh, Girimulyo Kabupaten Kulon Progo.Berkala Ilmu Kedokteran, 37 (1): 13-7

MSF Reports. 2003. Malaria and What Works : Atremisinin-based Combination

Therapy - The Prescription for Africa.

http://www.msf.org/msfinternational/invoke.cfm?objectid=2F169856-4D66-4E90B49E02C3EAE4F496&component=toolkit.report&method=full_html. April 24, 2003

Roshental PJ. 2003. Antimalarial drugs discovery: old and new approaches. The Journal of Experimental Biology, 206 (21): 3737-8

SUBDIN P2PL. 2008. Strategi Pengendalian Malaria Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jakarta : Bakti Husada. Hal. 1-2, 13

Sukarno Sukarban. 2007. Obat malaria. Dalam S.G. Ganiswarna: Farmakologi dan Terapi.Edisi 4. Jakarta: Gaya Baru. Hal. 545, 547

Soedarto. 1996. Plasmodium. Dalam: Protozoologi Kedokteran. Jakarta: Widya Medika. Hal. 73-92.

Wita Pribadi. 1998. Dalam S. Gandahusada: Parasitologi Kedokteran. Edisi. 2. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. Hal. 143-53, 152-9


(17)

52

Universitas Kristen Maranatha White, N. J. 1991. Malaria. Dalam Braunwald et. al.: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Harrison, Kelainan Karena Agen Biologik dan Lingkungan. Edisi. 11. Jakarta: EGC. p. 570-581.

World Health Organization. 1996. Assessment of Therapeutic Efficacy of Antimalarial Drugs for Uncomplicated Falciparum Malaria in Area with Low or Moderate Transmission. Switzerland: WHO Press. p. 19,20-4

_______. 2001. Antimalarial Drug Combination Therapy Report of a WHO Technical Consultation. Switzerland: WHO Press. p. 6-23


(1)

4

1. 5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian

1.5.1 Kerangka Pemikiran

Pengobatan kombinasi dilakukan bila sudah ada studi tentang pola resistensi di suatu daerah melalui survei resistensi. Bila suatu obat sudah mengalami resistensi >25% maka obat tersebut tidak dianjurkan digunakan. Tujuan dari terapi kombinasi adalah untuk meningkatkan efikasi antimalaria maupun aktivitas sinergistik antimalaria, dan memperlambat progresifitas resistensi parasit terhadap obat-obat yang baru (Roshental, 2003).

Menurut MSF Reports (2003) artemisinin dipilih sebagai basis terapi kombinasi malaria yang penting saat ini karena :

1. Kemampuan menurunkan parasitemia lebih cepat 10 kali dari pada obat-obat anti malaria lainnya.

2. Mempunyai efek samping yang minimal

3. 2 juta kasus dilaporkan telah diobati dengan basis artemisinin tanpa adanya efek toksis.

4. Artemisinin diabsorpsi cepat melalui oral.

5. Dapat diberi melalui intravena maupun intramuskuler, dengan pemberian 1 kali sehari.

Artemisinin, artesunate, artemether dan dihidroartemisinin telah digunakan dalam kombinasi dengan obat antimalaria lain.

Hasil studi WHO tahun 2001 di Gabon, menunjukkan bahwa kombinasi artesunat dan amodiakuin dapat meningkatkan efikasi pengobatan di Gabon, Kenya dan juga di Senegal. Kombinasi artesunat dan amodiakuin merupakan kombinasi yang efektif dan ditoleransi dengan baik. Angka kesembuhan parasit setelah pemberian obat kombinasi ini >90% pada semua tempat studi.Kombinasi artesunat dengan amodikuin merupakan pilihan pada daerah resistensi klorokuin (WHO, 2001).


(2)

Universitas Kristen Maranatha Penggunaan ACT yang global telah menyebabkan kegagalan pengobatan sebanyak 0-10% (WHO, 2001). Kegagalan pengobatan bersangkutan dengan usia dan jenis kelamin penderita malaria. Usia yang lebih banyak mengalami kegagalan pengobatan adalah anak-anak, sedangkan jenis kelamin yang lebih banyak mengalami kegagalan pengobatan adalah wanita (PAPDI, 2008).

1.5.2 Hipotesis Penelitian

1. ACT masih efektif pada malaria tropika tanpa komplikasi di Puskesmas Puput dan Puskesmas Jebus.

2. Faktor jenis kelamin menentukan respon pengobatan ACT pada malaria tropika tanpa komplikasi.

3. Salah satu jenis kelamin menentukan kegagalan pegobatan ACT pada malaria tropika tanpa komplikasi.

4. Faktor usia menentukan respon pengobatan ACT pada malaria tropika tanpa komplikasi.

5. Salah satu golongan usia menentukan kegagalan pengobatan ACT pada malaria tropika tanpa komplikasi.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian survei analitik, jumlah sampel yang digunakan adalahwhole sampling. Data yang tekumpul dianalisis secara statistik dengan ujichi squaredenganα= 0,05 dan diolah secara manual.

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Karya tulis ilmiah ini dilakukan di Puskesmas Puput dan Puskesmas Jebus kabupaten Bangka Barat dengan tahap persiapan pada tanggal 4, 5 dan 6 Juli 2009. Pelaksanaan pada 7 Juli 2009 dan pengolahan pada 9 dan 11 Juli 2009. Analisis data pada 17 Juli 2009.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. ACT masih efektif pada malaria tropika tanpa komplikasi di Puskesmas Puput dan Puskesmas Jebus.

2. Faktor jenis kelamin menentukan respon pengobatan ACT pada malaria tropika tanpa komplikasi.

3. Jenis kelamin perempuan lebih banyak mengalami kegagalan pegobatan ACT pada malaria tropika tanpa komplikasi.

4. Faktor usia tidak menentukan respon pengobatan ACT pada malaria tropika tanpa komplikasi.

5. Golongan usia anak-anak lebih banyak mengalami kegagalan pengobatan ACT pada malaria tropika tanpa komplikasi.

5.2 Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh-pengaruh dalam respon pengobatan yang bersangkutan dengan faktor usia dan jenis kelamin pada kegagalan pengobatan ACT, seperti berat badan penderita malaria, dosis ACT yang tidak adekuat, kepatuhan berobat, dan sebagainya.


(4)

50

Aikawa M. 1988. Fine structure of malaria parasites in the various stages of development. In Werndorfer WH, McGregor In: Malaria Principles and Practise of Malariology. Vol. 1. Edinburg: Churchill Livingstone. p. 97-130

Anonymous. 2009. Merriam-Webster Online Dictionary. http://www.merriam-webster.com/dictionary/. 27 Oktober 2009

Billingsley PF, Sinden RE. 1997. Malaria in the mosquito. In Werndorfer WH, McGregor In: Malaria Principles and Practise of Malariology. Vol. 1. Edinburg: Churchill Livingstone. p. 423-4

DEPKES RI. 1999. Pengolahan data. Dalam: Modul Epidemiologi Malaria 1. Jakarta: Bakti Husada. Hal. 62-3

_______. 2003. Pendahuluan. Dalam: Pedoman Tatalaksana Kasus Malaria. Jakarta: Bakti Husada. Hal. 1-2

_______. 2003. Pengobatan, prognosis dan rujukan. Dalam: Pedoman Tatalaksana Kasus Malaria.Jakarta: Bakti Husada. Hal. 15-37

_______. 2003. Siklus hidup Plasmodium dan pathogenesis malaria. Dalam: Pedoman Tatalaksana Kasus Malaria. Jakarta: Bakti Husada. Hal. 3

Eddleston M, Pierini S, Wilkinson R, Davidson R. 2005. Indroduction. In:Oxford Handbook of Tropical Medicine. 2nded.New York: Oxford University Press. p. 11

Emilia Tjitra. 1992. Pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi dengan meflokuin di daerah resisten klorokuin. Buletin Penelitian Kesehatan, 20 (3): 2533-4

_______. 1994. Manifestasi klinis dan pengobatan malaria. Cermin Dunia Kedokteran,101 (94): 4-13

_______. 2000. Obat anti-malaria. Dalam P. N. Harijanto:Malaria:Epidemiologi, Pathogenesis, Manifestasi Klinik, dan Penaganan. Jakarta: EGC. Hal. 194-212

_______. 2004. Pengobatan Malaria Dengan Kombinasi Atremisinin.

http://www.litbang.depkes.go.id/~djunaedi/data/Emil.pdf. 30 November 2004


(5)

51

Gilles, HM. 1991. Diagnosis of malaria. In: Management of Severe and Complicated Malaria. Switzerland: WHO Press. p. 40-6

Harijanto. 2000. Gejala klinik malaria. Dalam P. N. Harijanto: Malaria: Epidemiologi, Pathogenesis, Manifestasi Klinik, dan Penaganan. Jakarta: EGC. Hal. 151

Holmberg M, Bergqvist Y, Termond E. 1984. The single dose kinetics of chloroquine and its major metabolite desethylchloroquine in healthy subjects. European Journal of Clinical Pharmacology, 26 (4): 521-30

PAPDI. 2008. Tatalaksana Malaria Terkini.

http://www.papdi.org/main/papdi/index.php?option=com_content&task=view &id=126&Itemid=2. 10 Desember 2008

Mansjoer, Arif. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke-3. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius. Hal. 452-6

Margareta Yuliani. 2005. Efikasi Terapi Artemeter dan Primakuin Versus Klorokuin dan Primakuin Pada Anak-anak Penderita Malaria Tanpa Komplikasi di Wilayah Puskesmas Kokap, Samigaluh, Girimulyo Kabupaten Kulon Progo.Berkala Ilmu Kedokteran, 37 (1): 13-7

MSF Reports. 2003. Malaria and What Works : Atremisinin-based Combination

Therapy - The Prescription for Africa.

http://www.msf.org/msfinternational/invoke.cfm?objectid=2F169856-4D66-4E90B49E02C3EAE4F496&component=toolkit.report&method=full_html. April 24, 2003

Roshental PJ. 2003. Antimalarial drugs discovery: old and new approaches. The Journal of Experimental Biology, 206 (21): 3737-8

SUBDIN P2PL. 2008. Strategi Pengendalian Malaria Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jakarta : Bakti Husada. Hal. 1-2, 13

Sukarno Sukarban. 2007. Obat malaria. Dalam S.G. Ganiswarna: Farmakologi dan Terapi.Edisi 4. Jakarta: Gaya Baru. Hal. 545, 547

Soedarto. 1996. Plasmodium. Dalam: Protozoologi Kedokteran. Jakarta: Widya Medika. Hal. 73-92.

Wita Pribadi. 1998. Dalam S. Gandahusada: Parasitologi Kedokteran. Edisi. 2. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. Hal. 143-53, 152-9


(6)

Universitas Kristen Maranatha White, N. J. 1991. Malaria. Dalam Braunwald et. al.: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Harrison, Kelainan Karena Agen Biologik dan Lingkungan. Edisi. 11. Jakarta: EGC. p. 570-581.

World Health Organization. 1996. Assessment of Therapeutic Efficacy of Antimalarial Drugs for Uncomplicated Falciparum Malaria in Area with Low or Moderate Transmission. Switzerland: WHO Press. p. 19,20-4

_______. 2001. Antimalarial Drug Combination Therapy Report of a WHO Technical Consultation. Switzerland: WHO Press. p. 6-23