Efikasi Monoterapi Artesunate Dengan Gabungan Artesunate-amodiakuin Pada Pengobatan Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi Pada Anak
EFIKASI MONOTERAPI ARTESUNATE DENGAN GABUNGAN ARTESUNATE-AMODIAKUIN PADA PENGOBATAN
MALARIA FALSIPARUM TANPA KOMPLIKASI PADA ANAK
TESIS
SISCA SILVANA 057103006/IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2008
(2)
EFIKASI MONOTERAPI ARTESUNATE DENGAN GABUNGAN ARTESUNATE-AMODIAKUIN PADA PENGOBATAN
MALARIA FALSIPARUM TANPA KOMPLIKASI PADA ANAK
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) Dalam Program Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi Kesehatan Anak
Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
SISCA SILVANA 057103006/IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2008
(3)
Judul Tesis : Efikasi Monoterapi Artesunate dengan Gabungan Artesunate-Amodiakuin pada Pengobatan Malaria Falsiparum tanpa Komplikasi pada Anak
Nama Mahasiswa : Sisca Silvana Nomor Induk Mahasiswa : 057103006
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak
Menyetujui Komisi Pembimbing :
(Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), SpA(K)) Ketua
(dr. Lily Irsa, SpA(K)) Anggota
Ketua Program Studi, Ketua TKP-PPDS,
(Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K)) (dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)) Tanggal lulus : 12 November 2008
(4)
Telah diuji pada
Tanggal : 12 November 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua: Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H,
MSc(CTM), SpA(K) ………
Anggota:
1. dr. Lily Irsa, SpA(K) ………
2. dr. Endang H. Ganie, DTM&H, Sp.Par(K) ………
3. Prof. dr. H. Munar Lubis, Sp.A(K) ………
(5)
UCAPAN TERIMA KASIH
Salam Sejahtera.
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan karuaniaNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan keahlian di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pembimbing utama Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), SpA(K), yang telah banyak membimbing sejak awal pelaksanaan penelitian hingga penyelesaian tesis ini. Begitu juga dr. Lily Irsa, SpA(K), yang telah memberikan banyak bimbingan dan masukan dalam penulisan tesis ini.
2. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK-USU dan Prof. dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) selaku Sekretaris Program Studi hingga tahun 2007 dan dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) selaku Sekretaris Program Studi periode 2007 hingga saat ini, yang telah banyak memberikan nasehat dan bimbingan kepada penulis hingga selesainya penulisan tesis ini. 3. Prof. dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Ketua Departemen
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2003-2007 dan dr. H. Ridwan M. Daulay, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2007 – 2010 yang telah memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.
4. Prof. dr. H. Munar Lubis, Sp.A(K), yang telah memberikan waktu, tenaga dan pikiran selama pelaksanaan penelitian ini di Panyabungan, Mandailing Natal.
5. dr. Muhammad Ali, SpA(K) dan seluruh staf pengajar di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.
(6)
kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK- USU.
7. Kepala Sekolah beserta guru-guru dimana penelitian ini dilakukan, Ka. Dinkes Mandailing Natal, Pemda Mandailing Natal, serta masyarakat yang telah memberikan izin dan fasilitas pada penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.
8. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara atas bantuan sumbangan obat-obatan demi kelancaran penelitian ini.
9. Susilowati, Gema Nazri Yanni, Ayodhia Pitaloka Pasaribu, Rini Savitri Daulay, Elvina Yulianti dan Yunnie Trisnawati. Terimakasih untuk persahabatan yang telah kita jalani dalam suka dan duka selama menjalani pendidikan. Begitu juga dengan Beby Syofiani Hasibuan dan teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.
Teristimewa untuk suami tercinta dr. Alex M. Lumbanraja, Sp.OG dan ananda tersayang Maxine Nasya Micayla, terima kasih atas doa, pengertian, dukungan dan pengorbanan tanpa kenal lelah yang telah diberikan hingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan. Mudah-mudahan Tuhan senantiasa melimpahkan berkat dan karuniaNya buat kita semua.
Kepada yang tercinta orangtuaku, Letkol (purn) Drs. H.R Sitanggang, MSc dan F.Ch.Simanjuntak serta mertuaku Dr. Maciste Lumbanraja, Sp.OG (Alm) dan R.Sagala serta semua abang, kakak dan adik-adik yang selalu mendoakan, memberikan dorongan, motivasi, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini. Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan kasih sayang dan karuniaNya pada kita.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Salam sejahtera.
Medan, November 2008
(7)
DAFTAR ISI
Persetujuan Pembimbing iii
Ucapan Terima Kasih v
Daftar Isi vii
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar x
Daftar Singkatan dan Lambang xi
Abstrak xii
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 3
1.3. Hipotesis 3
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Malaria 4
2.2. Siklus Hidup Parasit Malaria 5
2.3. Manifestasi Klinis 7
2.4. Diagnosis Malaria Falsiparum 8
2.5. Pengobatan 7
2.5.1 Artesunate 11
2.5.2 Amodiakuin 13
2.6 Kerangka Konseptual 15
BAB 3. METODOLOGI 3.1. Desain 16
3.2. Tempat dan Waktu 16
3.3. Populasi Penelitian 16
3.4. Perkiraan Besar Sampel 17
3.5. Kriteria Penelitian 18
3.6. Persetujuan/Informed Consent 18
3.7. Etika Penelitian 19
3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 19
3.9. Identifikasi variabel 20
3.10. Definisi Operasional 20
3.11. Pengolahan dan Analisis Data 21
BAB 4. HASIL 22
BAB 5. PEMBAHASAN 26
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 31
(8)
Ringkasan 32
Summary 35
Daftar Pustaka 37
Lampiran
1. Surat Pernyataan Kesediaan 41
2. Lembar Kuesioner 42
3. Lembar Penjelasan 45
4. Etika Penelitian 46
(9)
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 23
Tabel 4.2. Penilaian gejala awal sebelum pemberian obat 24
(10)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Siklus hidup parasit malaria 5
Gambar 2.2. Rumus bangun artesunate 12
Gambar 2.3. Rumus bangun amodiakuin 13
Gambar 2.4. Kerangka konsep penelitian 15
Gambar 4.1. Profil penelitian 22
(11)
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
ACT : Artemisinin-based Combination Therapy CDC : Centers for Disease Control and Prevention NCHS : National Center for Health Statistics
PCR : Polymerase Chain Reaction
P. falciparum : Plasmodium falciparum P. malariae : Plasmodium malariae
P. vivax : Plasmodium vivax
RES : Reticulo Endothelial System
RI : Republik Indonesia
WHO : World Health Organization
cm : sentimeter
mg : miligram
kg : kilogram
bb : berat badan
n : Jumlah subyek / sampel
zα : Deviat baku normal untuk α
zβ : Deviat baku normal untuk β
P : Proporsi
Q : 1-P
P : Tingkat kemaknaan
(12)
ABSTRAK
Latar belakang. Sejak akhir tahun 2004, Departemen Kesehatan Republik Indonesia melakukan perubahan standar pengobatan malaria falsiparum dengan menggunakan gabungan artesunate-amodiakuin. Hal ini dikarenakan obat malaria sebelumnya banyak mengalami resistensi. Pada kondisi dimana obat kombinasi ini tidak tersedia maka perlu dicari obat alternatif lain.
Tujuan. Membandingkan efikasi gabungan artesunate-amodiakuin dengan
monoterapi artesunate sebagai pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi.
Metode. Suatu penelitian uji klinis acak terbuka yang dilakukan sejak bulan Agustus hingga September 2006 di Kabupaten Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan terhadap anak usia 5 sampai 18 tahun yang positif Plasmodium falciparum pada apusan darah tepi. Kelompok I mendapat artesunate 4 mg/kgbb dan amodiakuin 10 mg/kgbb per oral selama 3 hari. Kelompok II mendapat artesunate 4 mg/kgbb pada hari 1 kemudian 2 mg/kgbb per oral selama 6 hari. Parasitemia dihitung pada hari 0, 2, 7 dan 28. Uji kai-kuadrat dan uji Wilcoxon signed rank digunakan pada penelitian ini.
Hasil. Setelah pengamatan 28 hari, 114 anak di kelompok I dan 112 anak di kelompok II memenuhi kriteria inklusi dan dapat menyelesaikan penelitian. Pada kedua kelompok didapatkan angka kesembuhan 100% dari pemeriksaan apusan darah tepi pada hari ke-2 (P=0,001). Tidak ditemukan adanya rekrudensi pada kedua kelompok pada hari ke-7 dan 28 (P=1,000). Pada kelompok I ditemukan adanya efek samping sakit kepala, muntah dan tinnitus sedangkan pada kelompok II tidak ada efek samping.
Kesimpulan. Monoterapi artesunate dapat digunakan sebagai terapi pilihan untuk pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak.
Kata Kunci. artesunate-amodiakuin, artesunate, malaria falsiparum, tanpa komplikasi, parasitemia.
(13)
ABSTRACT
Background. On the latest 2004, Department of Health, Republic of
Indonesia had changed the standard treatment of falciparum malaria into artesunate-amodiakuin combination. This was caused by previous malaria drugs have been resistant. We need to find alternative drug if this combination drug is not available.
Objective. To compare the efficacy of artesunate-amodiakuin combination with artesunate monotherapy, as the treatment for uncomplicated falciparum malaria in children.
Methods. This randomized open label clinical trial was undertaken from August to September 2006 at Mandailing Natal, North Sumatera Province. This study was done at 5 – 18 years old children with positive Plasmodium falciparum from the peripheral blood smear. Group I received artesunate 4 mg/kg combined with amodiakuin 10 mg/kg orally for 3 days. Group II received artesunate 4 mg/kg orally at the first day and 2 mg/kg for 6 days. Parasitemia was counted on day 0, 2, 7 and 28. Pearson chi-square and Wilcoxon signed rank test used in this study.
Results. After 28 days follow-up, 114 children in group I and 112 children in group II fulfilled the inclusion criteria and finished the study. At both group, 100% cure rate was achieved from peripheral blood smear examination at 2nd day (P=0,001). There was no recrudescence for both group at 7th and 28th day (P=1,000). Headache, vomiting and tinnitus were found as side effect in group I and none in group II.
Conclusion. Artesunate monotherapy can be used as alternative treatment for uncomplicated falciparum malaria in children.
Key Words. artesunate-amodiaquine, artesunate, falciparum malaria,
(14)
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang
Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang merupakan penyebab
utama kesakitan dan kematian di seluruh dunia yang menyerang penduduk
dunia yang tinggal di daerah transmisi malaria seperti : Afrika, Asia, Timur
Tengah, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. World Health Organization
(WHO) menyatakan bahwa 300 sampai 500 juta kasus malaria terjadi setiap
tahun dan mengakibatkan 750 000 sampai 2 juta kematian dan lebih dari
3000 kematian anak terjadi setiap harinya. Di Afrika, malaria merupakan
penyebab utama kematian anak-anak yang berumur < 5 tahun.1-4
Di Indonesia, malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat
endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit di daerah dengan
ketinggian sampai 1800 meter di atas permukaan laut. Terdapat 15 juta
kasus malaria dengan 38 000 kematian setiap tahunnya dan diperkirakan
35% penduduk Indonesia tinggal di daerah yang berisiko malaria.5-6
Resistensi pada pengobatan malaria merupakan masalah kesehatan
yang utama di berbagai negara dimana korban yang meninggal akibat
malaria meningkat dan hal ini mungkin disebabkan oleh resistensi obat.7 Di
Afrika, resistensi terhadap klorokuin pertama sekali terjadi pada tahun 1978
(15)
tahun 2002 sampai 2004 menunjukkan kegagalan terapi malaria falsiparum
terhadap klorokuin mencapai 40,9% di Afrika.8
Di Indonesia, angka resistensi yang cukup tinggi terhadap klorokuin
ditemukan di Papua yaitu sekitar 75% sampai 95% dan pada daerah
Mandailing Natal di Sumatera Utara sekitar 32% resisten terhadap klorokuin
dan 29% terhadap fansidar.9
Akhir tahun 2004, Departemen Kesehatan Republik Indonesia
merubah standar pengobatan malaria falsiparum mengikuti program WHO
yang sebelumnya menggunakan klorokuin menjadi ACT (Artemisinin-based
Combination Therapy) dengan menggabungkan artesunate-amodiakuin
sebagai pengobatan lini pertama.10
Selain itu, salah satu obat yang merupakan derivat dari artemisinin
yaitu artesunate juga merupakan pilihan obat terhadap malaria falsiparum
tanpa komplikasi yang telah resisten terhadap klorokuin. Artesunate ini
mempunyai kemampuan untuk mengurangi jumlah gametosit. Obat ini cepat
diabsorbsi yang kemudian dihidrolisa menjadi metabolit aktifnya yaitu
dihidroartemisinin.10 Pada kondisi tertentu dimana obat kombinasi
artesunate-amodiakuin tidak tersedia atau jika pasien tidak toleransi
terhadap obat kombinasi ini, maka monoterapi dengan artemisinin terutama
(16)
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas maka diperlukan
penelitian untuk mengetahui apakah ada perbedaan kesembuhan antara
monoterapi artesunate dengan gabungan artesunate-amodiakuin sebagai
terapi alternatif dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada
anak.
1.3.Hipotesis
Monoterapi artesunate memberikan angka kesembuhan yang sama dengan
gabungan artesunate-amodiakuin pada anak dengan malaria falsiparum
tanpa komplikasi.
1.4. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kesembuhan antara
monoterapi artesunate dengan gabungan artesunate-amodiakuin sebagai
alternatif dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak.
1.5.Manfaat penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk mendapatkan terapi alternatif untuk
pengobatan malaria falsiparum jika gabungan artesunate-amodiakuin
(17)
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Malaria
Istilah malaria berasal dari bahasa Italia yaitu: mala aria untuk menyatakan
“bad air” atau cuaca / udara yang tidak baik. Istilah malaria ini dikenal luas di
Yunani pada abad ke-4 sebelum masehi dan penyakit ini mengakibatkan
penurunan jumlah penduduk setempat.4
Charles Louis Alphonse Laveran (6 November 1880), seorang ahli
bedah Prancis, menemukan parasit di dalam darah seorang pasien yang
menderita malaria. Untuk penemuannya ini, ia mendapat Nobel pada tahun
1907. Sedangkan nama protozoa penyebab malaria pertama sekali
diperkenalkan tahun 1890 oleh peneliti Italia yang bernama Giovanni Batista
Grassi dan Raimondo Filetti untuk nama Plasmodium vivax dan Plasmodium
malariae. Tahun 1897, seorang peneliti Amerika, William H.Welch
menamakan parasit malaria tertiana yang malignan dengan sebutan
Plasmodium falciparum dan tahun 1922 John William Watson Stephens
menyatakan bahwa parasit malaria keempat yang menyerang manusia
adalah Plasmodium ovale. Tahun 1898, Ronald Ross, seorang ilmuwan
Inggris, menemukan bahwa malaria ditransmisikan oleh nyamuk. Hal ini
(18)
Pengobatan yang efektif pertama kali untuk mengatasi malaria adalah
kulit kayu pohon cinchona yang mengandung kinin. Pohon ini tumbuh di
lembah Andes, Peru. Setelah tahun 1820, bahan aktif kinin yang merupakan
ekstrak kulit kayu cinchona ini diberi nama oleh seorang ahli kimia Prancis
yaitu Pierre Joseph Pelletier dan Joseph Caventou.12
2.2 Siklus Hidup Parasit Malaria
Gambar 2.1. Siklus hidup parasit malaria13
Pre-eritrositik skizogoni
Fase ini dimulai dengan inokulasi parasit ke dalam darah manusia melalui
(19)
dalam sel hati. Kemudian tropozoit mulai untuk memasuki fase aseksual
intraselular. Pada akhir fase ini, ribuan merozoit eritrositik dilepaskan dari
setiap sel hati yang terinfeksi.5,14
Waktu yang dibutuhkan untuk fase ini bervariasi, tergantung pada
jenis parasit yang menginfeksi, 8 sampai 25 hari untuk P. falciparum, 8
sampai 27 hari untuk P. vivax, 9 sampai 17 hari untuk P. ovale dan 15
sampai 30 hari untuk P. malariae. Pada malaria yang diakibatkan oleh P.
ovale dan P. vivax, beberapa sporozoit akan mengalami fase hibernasi
(dorman) dan pada fase ini sporozoit akan disebut sebagai hipnozoit. Fase
dorman ini bisa bertahan selama beberapa bulan atau tahun dan pada saat
reaktivasi, akan terjadi relaps dari malaria tersebut.5,14
Eritrositik skizogoni
Merozoit yang dilepaskan dari sel hati akan masuk ke dalam membran sel
darah merah. Di dalam sel darah merah, dimulai fase aseksual dan parasit
mengalami perubahan bentuk mulai dari bentuk cincin, tropozoit, skizon
muda dan skizon matang. Setiap skizon yang matang mengandung ribuan
merozoit eritrositik. Merozoit ini dilepaskan setelah lisisnya sel darah merah
dan kemudian mulai lagi untuk menginfeksi sel darah merah yang lainnya.
Fase intra eritrositik ini terjadi kurang lebih 48 jam setelah terinfeksi P. vivax ,
(20)
Sebagian dari merozoit pada sel darah merah akan bertransformasi menjadi
gametosit jantan dan betina. Gametosit yang telah matang akan dapat kita
lihat pada apusan darah tepi.5,14
Sporogoni
Gametosit melanjutkan fase kehidupan seksualnya di tubuh nyamuk. Gamet
jantan dan betina akan bergabung membentuk zigot kemudian menjadi
ookinet dan masuk ke dinding usus menjadi ookist. Ookist akan menjadi
sporozoit yang akan sampai ke kelenjar ludah nyamuk. Pada saat nyamuk
menggigit manusia, sporozoit ini akan masuk mengikuti aliran darah manusia
tersebut. Proses sporogoni ini berlangsung selama kurang lebih 10 sampai
20 hari dan nyamuk akan mengalami masa infeksius selama 1 sampai 2
bulan.5,14
2.3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala awal malaria tidaklah spesifik seperti demam, menggigil,
berkeringat, selera makan yang menurun, gejala gastrointestinal (mual,
muntah, diare), sakit kepala, batuk, rasa sakit di seluruh tubuh yang juga
sering kita jumpai pada penyakit lainnya seperti influenza. Demam khas
malaria terdiri dari 3 stadium yaitu : menggigil (15 menit sampai 1 jam),
demam (2 sampai 6 jam) dan berkeringat (2 sampai 4 jam). Pada
(21)
malaria berat yang diakibatkan oleh P. falciparum, gejala klinis seperti
penurunan kesadaran sampai koma, anemia berat dan gangguan
pernafasan lebih jelas terlihat.4,5
2.4. Diagnosis Malaria Falsiparum
Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan gejala serta tanda klinis.
Pemeriksaan apusan darah tepi tipis dengan pewarnaan giemsa dan tetes
tebal merupakan metode yang baik untuk diagnosis malaria.5 Pemeriksaan
mikroskopis oleh operator yang berpengalaman merupakan pemeriksaan
yang sensitif, cepat dan tidak mahal dan masih merupakan baku emas.3
Plasmodium falciparum menyerang semua bentuk eritrosit mulai dari
retikulosit sampai eritrosit yang telah matang. Pada pemeriksaan darah tepi
baik apusan darah tipis maupun tetes tebal, dijumpai parasit muda bentuk
cincin (ring form), juga dijumpai gametosit dan pada kasus berat yang
biasanya disertai penyulit, dapat dijumpai bentuk skizon. Pada kasus berat
parasit dapat menyerang sampai 20% eritrosit. Bentuk seksual/gametosit
muncul dalam waktu satu minggu dan dapat bertahan sampai beberapa
bulan setelah sembuh. Tanda-tanda parasit malaria yang khas pada sediaan
darah tipis adalah gametosit berbentuk pisang, banyak sekali bentuk cincin
tanpa bentuk lain yang dewasa (stars in the sky) dan terdapat balon merah di
(22)
Metode lain yang dikembangkan saat ini berupa quantitative buffy coat
method untuk pewarnaan fluoresensi parasit setelah terinfeksinya eritrosit,
parasight F dan malaquick test berdasarkan pada penangkapan imunologis
protein P. falciparum, optimal essay yang mendeteksi antibodi laktat
dehidrogenase parasit. Diagnostik berdasarkan polymerase chain reaction
(PCR) untuk malaria telah dikembangkan, namun hal ini lebih aplikatif untuk
survei skala besar.14
2.5. Pengobatan
Pengobatan malaria disesuaikan dengan jenis plasmodium yang menjadi
penyebab, derajat keparahan penyakit dan ketersediaan obat.14 Resistensi
terhadap klorokuin merupakan alasan utama perubahan standar pengobatan
untuk malaria falsiparum tanpa komplikasi. Agar program pengontrolan
terhadap malaria dapat maksimal, maka obat yang digunakan harus efektif,
memiliki waktu kerja yang cepat, dapat ditoleransi dan harga yang murah.
ACT menjadi pengobatan standar untuk malaria falsiparum di berbagai
negara termasuk di Asia Tenggara.11,15 Berikut ini adalah beberapa jenis
ACT yang dijadikan sebagai pilihan, yaitu16 :
1. Artesunate + Amodiakuin
2. Artemeter + Lumefantrin
3. Artesunate + Sulfadoksin-Pirimetamin
(23)
5. Amodiakuin + Sulfadoksin-Pirimetamin
Gabungan antara artesunate-amodiakuin dijadikan sebagai pengobatan lini
pertama di Indonesia sejak akhir tahun 2004.10
Protokol standard WHO mengklasifikasikan penilaian efikasi obat
berdasarkan 4 kategori, yaitu :17
1. Gagal pengobatan dini (early treatment failure):
- Munculnya tanda bahaya atau malaria berat pada hari pertama
sampai ke-3 sejak dijumpainya parasitemia
- Parasitemia pada hari ke-2 lebih tinggi daripada hari ke 0
- Parasitemia pada hari ke-3 (≥ 25% dari hari 0)
- Parasitemia pada hari ke-3 dengan suhu aksila ≥37,5 °C 2. Gagal pengobatan kasep (late treatment failure):
a. Late clinical failure (LCF):
- Berkembang menjadi tanda bahaya atau malaria berat setelah 3
hari sejak kemunculan parasitemia tanpa sebelumnya dijumpai
kriteria early treatment failure.
- Munculnya parasitemia dan suhu aksila ≥37,5 °C (riwayat demam) pada salah satu hari sejak hari ke-4 sampai dengan ke-28, tanpa
sebelumnya dijumpai kriteria early treatment failure.
(24)
- Ditemukannya parasitemia pada salah satu hari sejak hari ke-7
sampai hari ke-28 dan suhu aksila 37,5 °C, tanpa sebelumnya
dijumpai kriteria early treatment failure dan late clinical failure.
3. Adequate clinical and parasitological response:
- Hilangnya parasitemia pada hari ke-28 tidak berhubungan dengan
suhu aksila tanpa sebelumnya dijumpai salah satu kriteria early
treatment failure, late clinical failure atau late parasitological failure.
2.5.1. Artesunate
Artesunate adalah hemisuccinate yang larut dalam air yang merupakan
derivat dari dihydroartemisinin. Artemisinin (qinghaosu) berasal dari
tumbuhan Cina yaitu artemisia annua.Artesunate merupakan schizontocide
darah untuk P. falciparum. Obat ini sangat efektif untuk P. falciparum yang
telah resisten terhadap obat antimalaria yang lainnya. Tidak ada efek
hypnozoiticidal-nya namun akan mengurangi gametosit.18
Keuntungan artemisinin dan derivatnya berhubungan dengan
keunikan dan cara kerja derivatnya, antara lain: pengurangan jumlah parasit
yang cepat, perbaikan gejala klinis yang cepat, efektif terhadap pengobatan
malaria falsiparum yang resisten, menurunnya pembawa gametosit dan efek
samping yang minimal.18 Rumus bangun artesunate ditunjukkan pada
(25)
Gambar 2.2. Rumus bangun artesunate18
Farmakokinetik
Pemberian artesunate secara oral mirip dengan artemisinin dengan
konsentrasi puncak plasma 1 sampai 2 jam dan waktu paruh 2 sampai 3 jam.
Artesunate mengalami fisrt pass metabolism di plasma. Absorpsi artesunate
sangat cepat dan bioavailabilitas oral menurun setelah beberapa dosis.
Dosis artesunate yang biasa digunakan sebagai monoterapi 4 mg/kgbb/hari
pada hari pertama dilanjutkan 2 mg/kgbb/hari selama 6 hari.18
Farmakodinamik
Artemisinin dan derivatnya menunjukkan kerja yang efisien terhadap bentuk
aseksual P. falciparum. Artesunate menunjukkan clearence yang lebih cepat
dengan efikasi kuratif seimbang. Artesunate menunjukkan efek menghambat
(26)
muncul pada dosis yang tinggi saja. Resistensi terhadap golongan
artemisinin dan derivatnya belum ditemukan. 18,19
Obat ini digunakan untuk terapi malaria falsiparum tanpa komplikasi
dan rekrudensi tinggi bila obat digunakan sebagai monoterapi, sehingga
pemberiannya harus selalu dikombinasi dengan obat skizontosidal darah
lain. Bila digunakan secara tunggal, pemberian dilakukan selama 7 hari dan
harus bisa dijamin kepatuhan dalam pemakaian.18
2.5.2. Amodiakuin
Amodiakuin merupakan 4-aminokuinolon yang mirip secara struktur dan
aktivitasnya dengan klorokuin dengan efikasi yang lebih tinggi. Substrat
amodiakuin berbentuk bubuk kristal warna kuning yang tidak berbau dan
memiliki rasa yang pahit.19 Amodiakuin digunakan secara luas untuk
pengobatan malaria karena harganya yang murah, efek toksik yang sedikit
dan efektif untuk strain P. falciparum yang telah resisten terhadap
klorokuin.20
Rumus bangun amodiakuin ditunjukkan pada gambar 2.3.19
(27)
Gambar 2.3. Rumus bangun amodiaikuin19
Farmakokinetik
Secara oral absorpsi amodiakuin sangat cepat dan dimetabolisme secara
ekstensif menjadi desethylamodiaquine dan terkonsentrasi dalam darah
dengan konsentrasi puncak amodiakuin tercapai pada 0,5 ± 0,03 jam.
Amodiakuin hilang secara cepat dari plasma dan darah dan sedikit
diekskresikan melalui urin, dengan waktu paruh 2,1 jam. First pass
metabolism melalui hati sangat tinggi. Dosis amodiakuin yang biasa
digunakan 10 mg/kgbb/hari. 18,21
Farmakodinamik
Cara kerja amodiakuin masih belum diketahui. Derivat 4-aminokuinolin
berikatan dengan nukleoprotein dan menghambat polimerase DNA dan RNA.
Anak sangat sensitif terhadap derivat 4-aminokuinolin dimana dosis toksik
bervariasi dari 0,75 g sampai 1 g. Amodiakuin tidak boleh diberikan pada
(28)
2.6. Kerangka Konseptual
: yang diamati dalam penelitian
Gambar 2.4. Kerangka konsep penelitian
vivax ovale malariae
- bentuk cincin - gametosit
falciparum
- Quantitative buffy coat method - PCR
- Malaquick test - Parasight F
Berat Tanpa komplikasi
Pengobatan Resistensi ↑ (klorokuin)
Alternatif Lini pertama
- artesunate-klindamisin - kinin-doxicyclin - kinin-azithromycin
Parasitemia H-0, 2, 7, 28
MALARIA
- Hapusan darah tepi
Efek samping Efikasi
WHO : artesunate-amodiakuin monoterapi artesunate
(29)
BAB 3. METODOLOGI
3.1. Desain
Penelitian ini bersifat uji klinis acak terbuka untuk membandingkan
kesembuhan monoterapi artesunate dengan gabungan
artesunate-amodiakuin sebagai alternatif dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa
komplikasi.
3.2. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Umum di
Kecamatan Gunung Baringin, Tanjung Julu, Purba, Adian Jior, Gunung
Manaon, Pagarantonga, Panyabungan Jae, Kabupaten Mandailing Natal,
Propinsi Sumatera Utara pada bulan Agustus hingga September 2006.
3.3. Populasi Penelitian
Populasi target adalah anak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah
Umum yang berusia 5 sampai 18 tahun yang menderita malaria.
Populasi terjangkau adalah anak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah
Umum yang berusia 5 sampai 18 tahun yang menderita malaria falsiparum di
7 sekolah Kabupaten Mandailing Natal.
(30)
3.4. Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus uji hipotesis
terhadap 2 proporsi, yaitu sebagai berikut:22
( zα√2PQ + zβ√ P1Q1 + P2Q2 )2 n1=n2=
( P1 – P2 )2
n1 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok I
n2 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok II
p1 = proporsi sembuh untuk kelompok I (kontrol)
p2 = proporsi sembuh untuk kelompok II (diuji)
P = Proporsi = ½ (P1+P2)
Q= 1-P
Pada penelitian ini ditetapkan α = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) dan β = 0,2 (power 80%). Perbedaan sembuh yang diharapkan adalah 0,08 maka:
P1 = 0,91 dan P2 = 0,99
P = ½ (0,91+0,99) = 0,95
Q = 1-0,95 = 0,05
Dengan memakai rumus di atas maka diperoleh jumlah sampel untuk
(31)
3.5. Kriteria Penelitian
3.5.1. Kriteria inklusi
1. Penderita malaria berusia antara 5 sampai 18 tahun yang bersedia
mengikuti penelitian, dibuktikan dengan mengisi surat persetujuan
dari orang tua.
2. Dijumpai P. falciparum pada pemeriksaan darah tepi.
3. Tidak mendapat obat anti malaria 1 bulan terakhir.
4. Subyek peneltian tinggal di lokasi penelitian.
3.5.2. Kriteria eksklusi
1. Tidak dapat mengikuti penelitian sampai akhir.
2. Penderita dengan gejala malaria berat.
3. Tidak teratur atau menolak minum obat.
4. Malaria campuran (mixed infection).
3.6. Persetujuan/Informed Consent
Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah
dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi penyakit yang
dialami, pengobatan yang diberikan dan efek samping pengobatan. Formulir
Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) dan draft penjelasan sebagaimana
(32)
3.7. Etika Penelitian
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian
Semua anak yang berumur 5 tahun sampai 18 tahun yang dicurigai
menderita malaria dilakukan pemeriksaan apusan darah tepi. Bila ditemukan
P. falciparum pada pemeriksaan darah tepi maka anak tersebut dimasukkan
dalam kriteria inklusi. Penderita yang memenuhi kriteria kemudian dibagi
menjadi dua kelompok secara acak sederhana. Kelompok 1 mendapatkan
pengobatan standar yaitu gabungan artesunate-amodiakuin dengan dosis
artesunate 4 mg/kgbb dan amodiakuin 10 mg/kgbb per oral selama 3 hari.
Kelompok 2 mendapatkan monoterapi artesunate dengan dosis 4 mg/kgbb
per oral pada hari 1 kemudian 2 mg/kgbb per oral selama 6 hari berikutnya.
Jika anak muntah dalam 15 menit setelah pemberian obat, dosis yang sama
diberikan kembali.
Pengambilan dan pemeriksaan darah dilakukan pada hari 0, 2, 7 dan
ke-28 pada kedua kelompok. Pemeriksaan apusan darah tipis dan tebal
diwarnai dengan pewarnaan giemsa sesuai prosedur dan dibaca oleh analis
terlatih. Parasit dihitung dalam 200 sel darah putih. Hasil akhir penelitian
adalah kesembuhan yaitu hilangnya parasit tanpa rekrudensi dalam 28 hari
(33)
Sampel juga ditimbang dan dinilai berat badan dengan menggunakan
timbangan merk MIC (sensitivitas 0,05 kg) dan tinggi badan diukur dengan
pengukur tinggi merk MIC (sensitivitas 0,1 cm). Status nutrisi dihitung
dengan teknik antropometri standar berdasarkan CDC 2000 NCHS-WHO
3.9. Identifikasi variabel
Variabel bebas Skala
Jenis obat nominal
Variabel tergantung Skala
Parasitemia ordinal
Sakit Kepala nominal
Tinitus nominal
Muntah nominal
3.10. Definisi Operasional
1. Infeksi malaria falsiparum disebutkan apabila di dalam pemeriksaan darah tepi dijumpai P. falciparum.
2. Dikatakan sembuh bila di dalam darah penderita tidak ditemukan lagi parasit malaria.
3. Malaria falsiparum tanpa komplikasi adalah malaria yang tidak disertai dengan komplikasi apapun, seperti malaria serebral dengan kesadaran menurun, anemia berat (hemoglobin ≤ 5 g/dl), dehidrasi,
(34)
gangguan asam basa (asidosis metabolik) dan gangguan elektrolit, hipoglikemia berat, gagal ginjal, edema paru akut, kegagalan sirkulasi, kecenderungan terjadinya perdarahan, hiperpireksia, hemoglobinuria, ikterus dan hiperparasitemia.
4. Efikasi adalah sejauh mana intervensi tertentu (obat) memberikan hasil yang menguntungkan pada keadaan ideal.
3.11. Pengolahan dan Analisis Data
Data diolah dengan SPSS for WINDOWS 14 (SPSS Inc, Chicago). Analisis
data untuk mengetahui perubahan hasil terapi pada kelompok sebelum dan
sesudah pengobatan dengan uji Wilcoxon signed rank. Data karakteristik
dan efek samping pengobatan dengan kai kuadrat. Uji bermakna bila P <
(35)
BAB 4. HASIL
Selama periode penelitian terdapat 232 anak yang memenuhi kriteria inklusi
dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu 116 anak untuk kelompok yang
mendapat obat kombinasi artesunate-amodiakuin dan 116 anak yang
mendapat obat monoterapi artesunate. Setelah pemberian obat, hanya 114
anak untuk kelompok kombinasi artesunate-amodiakuin dan 112 anak untuk
kelompok monoterapi artesunate yang menyelesaikan penelitian sampai
akhir selama 28 hari. Dua anak pada kelompok artesunate-amodiakuin tidak
teratur makan obat dan 4 anak pada kelompok monoterapi artesunate yang
tidak datang pada pemeriksaan ulang hari ke-2 (Gambar 4.1).
Masuk ke dalam penelitian
(n=232)
Artesunate-Amodiakuin (n=116)
Menyelesaikan terapi dan diamati selama 28 hari (n=112) Menyelesaikan terapi dan
diamati selama 28 hari (n=114)
4 anak tidak datang periksa ulang 2 anak tidak teratur
makan obat
Monoterapi Artesunate (n=116)
(36)
Distribusi dan karakteristik sampel penelitian sama pada kedua kelompok
yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan orang tua, dan status nutrisi (Tabel
4.1).
Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian
Karakteristik Artesunate-Amodiakuin
n (%)
Monoterapi Artesunate
n (%) Umur (tahun)
5 - 9 10 - 14 15 - 18 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Pendidikan Orang Tua SD SLTP SLTA Sarjana Status Gizi Gizi Kurang Gizi Sedang Gizi Normal Gizi Lebih 79 (69,3) 13 (11,4) 22 (19,3) 46 (40,4) 68 (59,6) 73 (64,2) 10 (8,7) 30 (26,3) 1 (0.8)
7 (6,3) 28 (25,0) 59 (51,7) 20 (17,0)
105 (93,8) 7 (6,3) 0 54 (48,2) 58 (51,8) 97 (86,6) 3 (2,7) 12 (10,7) 0
14 (12,5) 34 (30,4) 64 (57,1)
0
Pada pemeriksaan awal didapati 8 orang demam dan 8 orang pucat pada
kelompok artesunate-amodiakuin sedangkan pada kelompok monoterapi
artesunate, hepatomegali ditemukan pada 4 orang dan splenomegali pada 1
(37)
Tabel 4.2. Penilaian gejala awal sebelum pemberian obat.
Gejala Awal
Artesunate-Amodiakuin
n (%)
Monoterapi Artesunate
n (%) Demam
Pucat Hepar Limpa Parasitemia ≤ 5000 / μl 5000 - 10000/ μl 10000 - 15000 / μl 15000 - 20000 / μl
8 (7,0) 8 (7,0) 0 0 32 (28,1) 67 (58,7) 14 (12,3) 1 (0.9) 0 22 (19.6) 4 (3.6) 1 (0.9) 45 (40,2) 53 (47,3) 14 (12,5) 0
Setelah pemberian obat, dinilai efek samping pada kedua kelompok (Tabel
4.3) Pada pengamatan ini, terdapat 17 orang sakit kepala, 8 orang muntah
dan 1 orang mengalami tinitus pada kelompok yang mendapat kombinasi
artesunate-amodiakuin. Sedangkan pada kelompok monoterapi artesunate
hanya dijumpai 1 orang dengan gejala muntah.
Tabel 4.3. Efek samping pemberian obat
Efek Samping
Artesunate-Amodiakuin
n (%)
Monoterapi Artesunate
n (%)
P Sakit kepala Tinitus Muntah 17 (14,9) 1 (0,9) 8 (7,0) 0 0 1 (0,9) 0.0001* 0,321 0.019* * P < 0,05
(38)
Setelah dilakukan pemberian obat, maka dilakukan pemeriksaan
apusan darah tepi pada kedua kelompok pengamatan yaitu pada hari ke-2, 7
dan 28. Terjadi perubahan yang signifikan pada hari ke-2, dimana pada
kedua kelompok parasitemia menjadi negatif. Sedangkan pada hari ke-7 dan
28, parasitemia tetap negatif. (Gambar 4.2)
*
Hasil uji Wilcoxon signed rank pada H0 dan H2 : p = 0.0001
Gambar 4.2. Perubahan parasitemia pada hari ke-2,7 dan 28
Semua parasitemia yang positif menjadi negatif pada kedua kelompok
pengamatan (P = 0,0001). Artinya didapatkan angka kesembuhan yang
sama pada kedua kelompok yaitu 100%. Sedangkan pada hari ke-7 dan 28
tidak ada perubahan yang berarti pada kedua kelompok dimana parasitemia
tetap negatif. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi rekrudensi pada hari
(39)
BAB 5. PEMBAHASAN
Pada kondisi tertentu dimana obat kombinasi artesunate-amodiakuin
tidak tersedia atau jika pasien tidak toleransi terhadap obat kombinasi ini,
maka monoterapi dengan artemisinin terutama artesunate dapat diberikan.15
Belum ada laporan yang menunjukkan resistensi P. falcifarum terhadap
monoterapi artesunate meski beberapa studi menunjukkan tingginya angka
rekrudensi pada saat artemisinin digunakan sebagai monoterapi selama 3
atau 5 hari.8,11 Penurunan konsentrasi plasma selama terapi dan waktu
paruh yang singkat di plasma berhubungan dengan risiko tinggi terjadinya
rekrudensi jika artesunate ini diberikan hanya beberapa hari.23 Penelitian di
Gabon mendapatkan bahwa pengobatan malaria falsiparum tanpa
komplikasi dengan menggunakan monoterapi artesunate selama 3 hari
memiliki angka kesembuhan yang rendah.21 Sedangkan di Thailand dan Cina
mendapatkan angka kesembuhan yang rendah yaitu 20% sampai 54%
dengan menggunakan monoterapi artesunate selama 3 hari.24,25 Monoterapi
artesunate selama 5 hari di Tanzania dan Nigeria mendapatkan angka
kesembuhan hingga 80%.26-28 Sedangkan penggunaan monoterapi
artesunate selama 5 dan 7 hari di Thailand mendapatkan angka
kesembuhan 98% sampai 100% serta aman untuk digunakan.29 Penggunaan
(40)
angka kesembuhan mencapai 90% dengan pengobatan monoterapi
artesunate selama 5 hari.8
Sejak tahun 2000 WHO dan Grup studi Artemisinin Internasional
merekomendasikan pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi dengan
menggunakan artesunate. Artesunate dapat dikombinasikan dengan obat
skizontosid darah lainnya atau dengan monoterapi artesunate selama 7 hari
untuk mencegah terjadinya rekrudensi dan resistensi.31 Pengobatan
monoterapi artesunate selama 7 hari ini berhubungan dengan tingkat
kepatuhan pasien untuk makan obat tersebut.15
Namun terdapat beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa
monoterapi artesunate walaupun lama pemberiannya menjadi 7 hari, tetap
menunjukkan angka rekrudensi yang tinggi. Penelitian di Vietnam
mendapatkan bahwa pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi
dengan monoterapi artesunate menghasilkan perbaikan klinis dan
menghilangkan parasit dengan cepat. Didapatkan juga bahwa dengan
memperpanjang lama pemberian obat dari 5 hari menjadi 7 hari, angka
reskrudensi pada hari ke-28 masih tinggi.15 Begitu juga dengan penelitian di
Bangui mendapatkan bahwa pemberian 7 hari monoterapi artesunate tidak
dapat mencegah terjadinya rekrudensi.32
Pada penelitian ini didapatkan monoterapi artesunate dapat
menghilangkan parasitemia 100% pada hari ke-2. Sedangkan pada hari ke-7
(41)
pada kelompok ini. Pada penelitian sebelumnya didapatkan angka
rekrudensi berhubungan dengan tingginya jumlah parasitemia pada saat
awal pengobatan.32,33 Sehingga tidak ditemukannya rekrudensi pada
penelitian kami ini dimungkinkan karena jumlah parasitemia yang rendah
pada saat awal pemeriksaan (<10.000 parasitemia).
Pada penelitian kami, sama seperti pada beberapa penelitian
sebelumnya, tidak ada efek samping yang dilaporkan pada pemakaian
monoterapi artesunate.
Artemisinin-based Combination Therapy (ACT) telah menjadi
pengobatan standar untuk malaria falsiparum di berbagai negara termasuk di
Asia Tenggara.15 Artemisinin-based Combination Therapy merupakan obat
pilihan karena tingkat efikasinya, insiden malaria yang rendah dan potensial
untuk menurunkan angka resistensi.34 Belum ada laporan yang menyatakan
terjadinya resistensi P. falciparum terhadap derivat artemisinin ini.35,36
Penurunan transmisi malaria setelah pemakaian ACT juga dilaporkan
dari Vietnam dan Afrika selatan. Hal ini berhubungan dengan cara kerja
artemisinin pada gametosit dan penurunan jumlah parasitemia.36
Penelitian di Gabon dan Senegal mendapatkan bahwa kombinasi
artesunate-amodiakuin dapat meningkatkan efikasi terapi.37 Begitu juga
dengan penelitian di Burkina Faso, Zanzibar dan Angola memperoleh
(42)
tinggi, dapat ditoleransi dengan baik dan tidak ada efek samping untuk
pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi.38-41
Banyaknya keuntungan dari penggunaan ACT ini, menjadikan ACT
sebagai pengobatan utama terhadap malaria falsiparum tanpa komplikasi.
Sejak bulan Februari 2005, 43 negara menggunakan ACT sebagai obat lini
pertama atau lini kedua dimana sebagian besar terdapat di negara Afrika
sub-sahara.42 Di Indonesia, pilihan ACT yang dipergunakan sebagai
pengobatan lini pertama adalah artesunate-amodiakuin.10
Pada penelitian ini, kami mendapatkan bahwa pemakaian obat
kombinasi artesunate-amodiakuin selama 3 hari dengan dosis artesunate 4
mg/kgbb dan amodiakuin 10 mg/kgbb per oral dapat menghilangkan
parasitemia hingga 100% pada pemeriksaan hari ke-2 dan tidak didapatkan
rekrudensi pada hari ke-7 dan 28.
Keterbatasan penggunaan ACT diakibatkan oleh karena biaya yang
cukup tinggi untuk mendapatkannya. Biaya ACT ini bisa mencapai 20 x lipat
dibandingkan dengan penggunaan monoterapi dan kombinasi non ACT.
Pada acara Malaria World Report oleh WHO dan UNICEF tgl 3 May 2005,
dikatakan bahwa uang merupakan penghalang utama untuk memberantas
malaria. Sehingga diperlukan kerja sama antara lembaga-lembaga bantuan
dana, WHO dan lembaga malaria lainnya untuk penyediaan ACT ini.34
Keterbatasan pengetahuan tentang keamanan dari obat ACT ini juga
(43)
masyarakat. Banyak penelitian yang melakukan penelitian terhadap anak
yang menderita malaria falsiparum di Afrika, Asia Tenggara dan 2 penelitian
meta-analisis yang telah membuktikan bahwa ACT aman dan memiliki efikasi
yang tinggi.31,34,43
Penelitian di Senegal dan Kamerun, mendapatkan efek samping
penggunaan kombinasi artesunate-amodiakuin adalah gangguan saluran
pencernaan, mual dan pruritus.44 Sedangkan penelitian lain mendapatkan
efek samping kombinasi artesunate-amodiakuin adalah anemia, kejang,
dehidrasi dan gangguan pernafasan.45
Pada penelitian ini, efek samping yang terjadi pada kelompok
kombinasi artesunate-amodiakuin adalah 17 orang (14,9%) menderita sakit
(44)
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah penggunaan monoterapi
artesunate selama 7 hari dapat diterapkan sebagai pilihan alternatif untuk
pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi jika tingkat kepatuhan
pasien baik dan jumlah parasitemia pada saat awal pemeriksaan tidak tinggi.
6.2. Saran
Meskipun monoterapi artesunate dapat menjadi pilihan alternatif, namun
penggunaan obat kombinasi artesunate-amodiakuin atau obat kombinasi dari
golongan artemisinin yang lainnya masih lebih baik untuk mencegah
terjadinya resistensi P. falciparum terhadap monoterapi.
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan kepada pemerintah
Kabupaten Mandailing Natal khususnya Dinas Kesehatan dapat membantu
penyediaan obat alternatif malaria di puskesmas seperti yang digunakan
dalam penelitian ini dan mensosialisasikan kepada petugas kesehatan di
kecamatan karena bermanfaat dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa
(45)
RINGKASAN
Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang merupakan penyebab
utama kesakitan dan kematian di daerah transmisi malaria di dunia.
Resistensi obat merupakan masalah kesehatan yang utama di berbagai
negara dimana korban yang meninggal akibat malaria meningkat. Kematian
terbanyak terjadi pada bayi dan anak kecil. P. falciparum telah resisten
terhadap berbagai jenis obat anti malaria kecuali derivat artemisinin.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia melakukan perubahan standar
pengobatan malaria falsiparum dengan menggunakan gabungan
artesunate-amodiakuin sejak akhir tahun 2004. Hal ini dikarenakan obat malaria
sebelumnya sudah banyak mengalami resistensi. Pada kondisi dimana obat
kombinasi ini tidak tersedia maka perlu dicari obat alternatif yang lain.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
kesembuhan antara gabungan artesunate-amodiauin dengan monoterapi
artesunate sebagai alternatif dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa
komplikasi pada anak.
Uji klinis acak terbuka dilakukan di Sekolah Dasar hingga SMU di
Kecamatan Gunung Baringin, Tanjung Julu, Purba, Adian Jior, Gunung
Manaon, Pagarantonga, Panyabungan Jae, Kabupaten Mandailing Natal,
(46)
Populasi dan sampel penelitian adalah penderita malaria falsiparum
yang berusia antara 5 sampai 18 tahun yang ditetapkan dengan
pemeriksaan apusan darah tepi yang dilakukan oleh tenaga laboran yang
terlatih. Pemeriksaan apusan darah tepi tipis dan tebal dilakukan pada siswa
yang berusia 5 sampai 18 tahun yang diduga menderita malaria.
Pemeriksaan apusan darah tepi diwarnai dengan pewarnaan giemsa sesuai
prosedur dan dibaca oleh tenaga laboran yang terlatih. Bila ditemukan P.
falciparum pada pemeriksaan apusan darah tepi maka anak tersebut
dimasukkan dalam sampel kemudian dihitung jumlah parasitnya. Parasit
aseksual dan seksual dihitung dalam 200 sel darah putih. Setelah menulis
inform consent, dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan apusan darah
tepi. Sampel yang memenuhi kriteria kemudian dibagi menjadi dua kelompok
secara acak sederhana, yaitu: kelompok pertama mendapat pengobatan
artesunate dengan dosis 4 mg/kgbb dan amodiakuin 10 mg/kgbb per oral
selama 3 hari dan kelompok kedua mendapat monoterapi artesunate dengan
dosis 4 mg/kgbb per oral pada hari 1 kemudian dilanjutkan 2 mg/Kgbb per
oral selama 6 hari berikutnya. Semua obat anti malaria diberikan sesudah
makan. Jika anak muntah dalam 15 menit setelah pemberian obat, dosis
yang sama diberikan kembali.
Selama penelitian dilakukan pencatatan rutin terhadap tanda dan
(47)
samping pengobatan. Pemeriksaan fisik dan apusan darah tepi ulangan
dilakukan pada hari ke-2,7 dan 28.
Dapat disimpulkan bahwa penggunaan monoterapi artesunate dapat
digunakan sebagai pilihan alternatif untuk pengobatan malaria falsiparum
(48)
SUMMARY
Malaria is one of infection disease that causes morbidity and mortality at
malaria transmision area in the world. Drug resistancy is a major problem
that increasing the death of people who suffered from malaria. Plasmodium
falciparum had been resistance to almost all malaria drugs except artemisinin
derivate. Indonesian Health Department changed the protocol therapy of
falciparum malaria to combination of artesunate-amodiaquine due to many
resistance cases founded since the end of 2004. In cases where these
combination were not avalaible, we need to find other alternative.
The main purpose of this study is to compare the efficacy of
artesunate-amodiaquine combination with artesunate monotherapy as an
alternative in treatment of falciparum malaria without complication.
This is a randomized open label clinical trial of elementary to high
school students at subdistrict Gunung Baringin, Tanjung Julu, Purba, Adian
Jior, Gunung Manaon, Pagarantonga, Panyabungan Jae, in district of
Mandailing Natal, Sumatera Utara Province on Juli to August 2007.
Population and sample of this study are children infected with malaria
falciparum from 5 to 18 years old that confirmed with giemsa’s thin and thick
blood smear and was read by a well-trained analyst, after doing anamnesis,
physical diagnosis and obtained inform consent from sample. If there was
(49)
form of paracytes are counted from 200 white blood cells. Samples that
eligible according the inclusion criteria then being divided with simple
randomised into 2 groups. Group I received artesunate with dosage 4
mg/kgbw and amodiaquine 10 mg/kgbw orally for 3 days and group II
received artesunate monotherapy with dosage 4 mg/Kgbw orally in day 1
then 2 mg/Kgbw orally for next 6 days. All anti malarial drugs were taken
after meal. If a child vomited 15 minutes after the drug was given, we could
repeat it with the same dose.
During study, we took routine note of sign and symptoms of malaria,
history of medication taken and adverse effects of medication. Physical
examination and repeated blood smear was done on days 2,7 and 28.
We can conclude that artesunate monotherapy can be considered as
(50)
DAFTAR PUSTAKA
1. Ashley E, McGready R, Proux S, Nosten F. Malaria. Travel Med Infect Dis. 2006; 4:159-73
2. Stauffer W, Fischer PR. Diagnosis and treatment of malaria in children. Clin Infect Dis. 2003; 37:1340-8
3. Daily JP. Malaria. Dalam: Gershon AA, Hotez PJ, Katz SL, penyunting. Krugman’s infectious diseases of children. Edisi ke-11. Philadelphia: Mosby; 2004. h. 337-52
4. Krause PJ. Malaria (Plasmodium). Dalam: Behrman ER, Kliegman MR, Jonson BH, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004. h. 1139-43
5. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. Malaria. Dalam: Buku ajar infeksi & pediatrik tropis. Edisi ke-2. Jakarta: IDAI; 2008. h. 408-37
6. Pusat Komunikasi Publik, Setjen Depkes. Peringatan hari malaria sedunia. Diunduh dari : http://www.depkes.co.id Diakses bulan September tahun 2008
7. Krogstad DJ. Plasmodium species (malaria). Dalam : Mandell GL, Bennet JE, Dolin R, penyunting. Principles and practice of infectious diseases. Edisi ke-5. Vol II. USA: Churchill Livingstone; 2000. h. 2817-31
8. Schwarz NG, Oyakhirome S, Potschke M, Glaser B, Klouwenberg PK, Altun H, et al. 5-day nonobserved artesunate monotherapy for treating uncomplicated falciparum malaria in young Gabonese children. Am J Trop Med Hyg. 2005; 73(4):705-9
9. Azlin E, Batubara I, Dalimunthe W, Siregar C, Lubis B, Lubis M, et al. The effectiveness of Chloroquine compared to Fansidar in treating falciparum malaria. Pediatr Indones. 2004; 44:17-20
10. Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Gebrak malaria. Pedoman tatalaksana kasus malaria di Indonesia. Edisi ke-2. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2005
11. Borrmann S, Adegnika AA, Missinou MA, Binder RK, Issifou S, Schindler A, et al. Short-course artesunate treatment of uncomplicated plasmodium falciparum malaria in Gabon. Antimicrob Agents Chemother. 2003; 47:901-4
12. Morgaine E. Malaria. Diunduh dari http://www.wikipedia.com Diakses September 2008
13. Kakkilaya BS. Malaria life cycle. Diunduh dari :
http://www.malariasite/malaria/LifeCycle.com Diakses September 2008
14. Phillips RS. Current status of malaria and potential for control. Clin Microbiol Rev. 2001; 14(1):208-26
(51)
15. Giao PT, Binh TQ, Kager PA, Long HP, Thang NV, Nam NV, et al. Artemisinin for treatment of uncomplicated falciparum malaria: is there a place for monotherapy?. Am J Trop Med Hyg. 2001; 65(6):690-5 16. WHO. Antimalarial drug combination therapy: Report of a WHO
technical consultation. Geneva; 2001
17. WHO. Guidelines for the treatment of malaria. Geneva: WHO; 2006 18. WHO. The use of antimalarial drugs: Report of an informal
consultation. Geneva: WHO; 2000
19. Tracy JW, Webster LT. Drug used in the chemotherapy of protozoal infections. Dalam: Hardman JG, Limbird LE, penyunting. Goodman & gilman’s the pharmacological basis of therapeutics. Edisi ke-10. New York: McGraw Hill; 2001. h. 1069-95
20. Rosenthal PJ. Antiprotozoal drugs. Dalam: Katzung BG. Basic & clinical pharmacology. Edisi ke-9. Boston: McGraw Hill; 2004. h. 864-75
21. MacLehose HG, Klaes D, Garner P. Amodiaquine: A systematic review of adverse events, 2003.h.1-19 Diunduh dari : http://http://www.who.int/medicines/organization/par/edl/expcom13/exp
com03add. Diakses September 2008
22. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung seto; 2002. h. 259-86
23. Kofoed PE, Puolsen A, Co F, Hedegaard K, Aaby P, Rombo L, et al. No benefits from combining chloroquine with artesunate for three days for treatment of Plasmodium falciparum in Guinea-Bissau. Trans Roy Soc Trop Med Hyg. 2003; 97:429-33
24. Bunnag D, Viravan C, Looareesuwan S, Karbwang J, Harinasuta T. Clinical trial of artesunate and artemether on multidrug resistant falciparum malaria in Thailand. A preliminary report. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 1991; 22;380-5
25. Li, G.Q, XB Guo, LC Fu, HX Jian, XH Wang. Clinical trial of artemisinin and its derivatives in the treatment of malaria in China. Trans R Soc Trop Med Hyg. 1994; 88(Suppl.1):S5-S6
26. Alin MH, Kihamia CM, Bjorkman A, Bwijo BA, Premji Z, Mtey GJ, et al. Efficacy of oral and intravenous artesunate in male Tanzanian adults with Plasmodium falciparum malaria and in vitro susceptibility to artemisinin, chloroquine and mefloquine. Am J Trop Med Hyg. 1995; 53:639-45
27. Ezedinachi E. In vivo efficacy of chloroquine, halofantrine, pyrimethamine-sulfadoxine and qinghaosu (artesunate) in the treatment of malaria in Calabar, Nigeria. Cent Afr J Med. 1996;
(52)
28. Hasan AM, Ashton M, Kihamia CM, Mtey GJ, Bjorkman A. Multiple dose of pharmacokinetics of oral artemisinin and comparison of its efficacy with that of oral artesunate in falciparum malaria patients. Trans R Soc Trop Med Hyg. 1996; 90:61-5
29. Looaressuwan S, Wilairatana P, Vanijanonta S, Pitisuttithum P, Ratanapong Y, Andrial M. Monotherapy with sodium artesunate for uncomplicated falciparum malaria in Thailand: a comparison of 5-and 7-day regimens. Acta Trop. 1997; 67:197-205
30. Price R, Van VM, Nosten F, Luxemburg C, Brockman A, Phaipun L, et al. Artesunate versus artemether for the treatment of recrudescent multidrug resistant falciparum malaria. Am J Trop Med Hyg. 1998; 59:883-8
31. Staedke SG, Mpimbaza A, Kamya MR, Nzarubara BK, Dorsey G, Rosenthal PJ. Combination treatments for uncomplicated falciparum malaria in Kampala, Uganda : randomized clinical trial. Lancet. 2004; 364:1950-7
32. Menard D, Diane M, Djalle D, Yapou F, Manirakiza A, Dolmazon V, et al. Association of failures of seven-day courses of artesunate in a non-immune population in Bangui, Central African Republic with decreased sensitivity of Plasmodium falciparum. Am J Trop Med Hyg. 2005; 73(3):616-21
33. Ittarat W, Pickard AL, Rattanasinganchan P, Wilairatana P, Looareesuwan S, Emery K et al. Recrudescence in artesunate-treated patients with falciparum malaria is dependent on parasite burden not on parasite factors. Am J Trop Med Hyg. 2003; 68(2):147-52
34. Mutabingwa TK. Artemisinin-based combination therapies (ACTs): Best hope for malaria treatment but inaccessible to the needy! Acta Trop. 2005; 95:305-15
35. Adjuik M, Agnamey P, Babiker A, Baptista J, Borrmann S, Brasseur P, et al. Artesunate combinations for treatment of malaria : meta-analysis. Lancet. 2004; 363:9-17
36. Muheki F, McIntyre D, Barnes KI. Artemisinin-based combination therapy reduces expenditure on malaria treatment in Kwazulu Natal,South Africa. Trop Med Int Health. 2004; 9:959-66
37. Adjuik M, Agnamey P, Babiker A, Borrmann S, Brasseur P, Cisse M et al. Amodiaquine-artesunate versus amodiaquine for uncomplicated Plasmodium falciparum malaria in African children: a randomized, multicentre trial. Lancet . 2002; 359:1365-72
38. Barennes H, Nagot N, Valea I, Koussoube T, Ouedraogo A, Sanou T et al. A randomized trial of amodiaquine and artesunate alone and in combination for treatment of uncomplicated falciparum malaria in children from Burkina Faso. Trop Med Int Health. 2004; 9(4):438-44
(53)
39. Koram KA, Abuaku B, Duah N, Quashie N. Comparative efficacy of antimalarial drugs including ACTs in the treatment of uncomplicated malaria among children under 5 years in Ghana. Acta Trop. 2005; 95:194-203
40. Martensson A, Stromberg J, Sisowath C, Msellem MI, Gil P, Montgomery SM. Efficacy of artesunate plus amodiaquine versus that of artemether-lumefantrine for treatment of uncomplicated childhood
Plasmodium falciparum malaria in Zanzibar, Tanzania. Clin Infect Dis. 2005; 41:1079-86
41. Guthmann JP, Cohuet S, Rigutto C, Fortes F, Saraiva N, Kiguli J et al. Short report: high efficacy of two artemisinin-based combinations (artesunate+amodiaquine and artemether+lumefantrine) in Caala,Central Angola. Am J Trop Med Hyg. 2006; 75(1):143-5
42. World Health Organization and United Nations Children Fund, 2005. World Malaria Report III. Global Financing and Service Delivery. Diunduh dari : http://rbm.who.int/wmr2005/html Diakses September 2008
43. Price R, Vugt MV, Phaipun L, Luxemburger C, Simpson J, McGready R, et al. Adverse effects in patients with acute falciparum malaria treated with artemisinin derivatives. Am J Trop Med Hyg. 1999; 60(4):547-55
44. Ndiaye JL, Faye B, Diouf AM, Kuete T, Cisse M, Seck PA, et al. Randomized, comparative study of the efficacy and safety of artesunate plus amodiaquine, administered as a single daily intake versus two daily intakes in the treatment of uncomplicated falciparum malaria. Malar J. 2008; 7:1-9
45. Yeka A, Banek K, Bakyaita N, Staedke SG, Kamya MR, Talisuna A, et al. Artemisinin versus nonartemisinin combination therapy for uncomplicated malaria: randomized clinical trials from four sites in Uganda. PloS Med. 2005; 2(7):654-62
(54)
Lampiran 1
SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN
Dengan ini saya / orang tua dari :
Nama : ... Jenis kelamin: LK / PR
Umur : ...Tahun ...Bulan Alamat : ...
Desa ...Kecamatan ...
Setelah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai penelitian dengan judul ‘Efikasi gabungan artesunate-amodiakuin dengan monoterapi artesunate pada pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak’
Setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya risiko yang mungkin terjadi, dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengijinkan dengan rela saya / anak saya menjadi subjek penelitian tersebut dengan catatan sewaktu-waktu bisa mengundurkan diri apabila merasa tidak mampu untuk mengikuti penelitian ini.
Demikian pernyataan ini diperbuat dengan sebenarnya dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun juga.
Panyabungan, ...2006
Yang membuat pernyataan
(...)
Saksi :
Kepala Desa / Kepala Puskesmas Peneliti
(55)
Lampiran 2
LEMBAR KUESIONER
EFIKASI GABUNGAN ARTESUNATE-AMODIAKUIN DENGAN MONOTERAPI ARTESUNATE PADA PENGOBATAN MALARIA
FALSIPARUM TANPA KOMPLIKASI PADA ANAK
Nomor urut pemeriksaan : ...
Puskesmas : ……….
Desa : ... Kecamatan : ... Tanggal : ... Pewawancara : ...
Nama lengkap : ... Jenis kelamin : LK / PR
Umur : ...Tahun ...Bulan Anak ke : ... dari...bersaudara Sekolah / kelas : ... Alamat : Desa ...Kecamatan
... Pekerjaan orang tua ( ) Petani
( ) Wiraswasta ( ) Pegawai Negeri
( ) Lain-lain ...
Penghasilan orangtua : Rp.../bulan Tingkat pendidikan / orangtua : AYAH IBU
( ) ( ) Tidak sekolah ( ) ( ) Sekolah Dasar ( ) ( ) SLTP
( ) ( ) SLTA
( ) ( ) Perguruan Tinggi
Apakah ada makan obat anti malaria dalam 1 bulan terakhir ? ( ) Ya
(56)
KELUHAN PENDERITA
NO KELUHAN H0 H2 H7 H28
1 Demam
2 Sakit Kepala
3 Menggigil
4 Pusing
5 Mual
6 Nyeri epigastrium
7 Muntah
8 Mencret
9 Pucat
(57)
PEMERIKSAAN FISIK / LABORATORIUM
NO VARIABEL H0 H2 H7 H28
1 Berat Badan
2 Tinggi Badan
3 Frekuensi Jantung
4 Frekuensi Pernafasan
5 Suhu Tubuh
6 Hepar ...
cm bac kanan
... cm bac kanan
7 Limpa Schuffner...
... Hacket... ...
Schuffner.. ... Hacket... ...
8 Plasmodium
falciparum
(58)
Lampiran 3
LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA SUBYEK
Penjelasan kepada orang tua subyek diberikan secara lisan dan dilakukan anamnesis / wawancara dengan keterangan sebagai berikut :
“ Bapak/Ibu, pertama saya akan menjelaskan tentang penyakit malaria. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit malaria yang ditularkan melalui nyamuk Anopheles. Malaria seringkali diawali oleh demam, menggigil, berkeringat, pucat, dan gejala lainnya. Malaria sering diderita oleh penduduk di daerah endemis malaria seperti daerah bapak/ibu. Anak-anak juga dapat terjangkit malaria seperti orang dewasa, namun gejala yang ditimbulkan biasanya lebih berat dan sering menyebabkan ketidakhadiran anak di sekolah, serta mengganggu kegiatan dan perilaku anak di rumah sehari-hari. Bapak/Ibu, setelah saya dapat mengetahui anak Bapak/Ibu menderita malaria dari pemeriksaan darah tepi, dengan persetujuan / kesediaan Bapak/Ibu, maka anak Bapak/Ibu akan kami beri obat yang dapat memusnahkan parasit malaria di dalam tubuhnya, sehingga kita harapkan anak Bapak/Ibu dapat melakukan kegiatan di sekolah dan di rumah dengan baik tanpa ada gangguan akibat malaria. Anak Bapak/Ibu akan saya beri dua jenis obat. Obat pertama akan diminum selama 7 hari dan obat kedua akan diminum selama 3 hari. Saya akan melakukan pemantauan jumlah parasit malaria dari pemeriksaan darah anak Bapak/Ibu pada hari 2, 7 dan 28 setelah minum obat untuk melihat kesembuhan. Dan saya akan mengambil data yang berhubungan dengan pemberian obat yang kami berikan dengan kesembuhan anak Bapak/Ibu dari malaria.
Demikian penjelasan yang dapat saya sampaikan kepada orang tua pasien agar mengerti tindakan apa yang akan dilakukan dan apa manfaatnya.
Medan, Agustus 2006 Peneliti,
(59)
(60)
Lampiran 5
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : Sisca Silvana
Tanggal lahir : 4 Juni 1980
Tempat lahir : Medan
NIP : -
Alamat : Jl.Kapten Muslim 71, Medan
Nama suami : dr. Alex M.Lumbanraja, Sp.OG
Nama anak : Maxine Nasya Micayla Lumbanraja
Pendidikan
1. Sekolah Dasar di SD St.Yosef Sidikalang, tamat tahun1992
2. Sekolah Menegah Pertama di SMP Putri Cahaya Medan, tamat tahun 1995
3. Sekolah Menegah Atas di SMA Negeri 1 Medan, tamat tahun 1998 4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, tamat
tahun 2004
Riwayat Pekerjaan : - Pendidikan Spesialis
1. Adaptasi di BIKA FK. USU : 01-12-2004 s/d 31-12-2004 2. Pendidikan Tahap I : 02-01-2005 s/d 31-12-2005 3. Pendidikan Tahap II : 02-01-2006 s/d 31-12-2006 4. Pendidikan Tahap III : 02-01-2007 s/d 31-12-2007 5. Pendidikan Tahap IV : 02-01-2008 s/d 31-12-2008
6. Penelitian : Agustus - September 2006
(1)
Lampiran 2
LEMBAR KUESIONER
EFIKASI GABUNGAN ARTESUNATE-AMODIAKUIN DENGAN MONOTERAPI ARTESUNATE PADA PENGOBATAN MALARIA
FALSIPARUM TANPA KOMPLIKASI PADA ANAK
Nomor urut pemeriksaan : ...
Puskesmas : ……….
Desa : ... Kecamatan : ... Tanggal : ... Pewawancara : ...
Nama lengkap : ... Jenis kelamin : LK / PR
Umur : ...Tahun ...Bulan Anak ke : ... dari...bersaudara Sekolah / kelas : ... Alamat : Desa ...Kecamatan
... Pekerjaan orang tua ( ) Petani
( ) Wiraswasta ( ) Pegawai Negeri
( ) Lain-lain ... Penghasilan orangtua : Rp.../bulan Tingkat pendidikan / orangtua : AYAH IBU
( ) ( ) Tidak sekolah ( ) ( ) Sekolah Dasar ( ) ( ) SLTP
( ) ( ) SLTA
( ) ( ) Perguruan Tinggi Apakah ada makan obat anti malaria dalam 1 bulan terakhir ? ( ) Ya
(2)
KELUHAN PENDERITA
NO KELUHAN H0 H2 H7 H28
1 Demam
2 Sakit Kepala 3 Menggigil
4 Pusing
5 Mual
6 Nyeri epigastrium
7 Muntah
8 Mencret
9 Pucat
(3)
PEMERIKSAAN FISIK / LABORATORIUM
NO VARIABEL H0 H2 H7 H28
1 Berat Badan
2 Tinggi Badan
3 Frekuensi Jantung 4 Frekuensi
Pernafasan 5 Suhu Tubuh
6 Hepar ... cm bac
kanan
... cm bac kanan
7 Limpa Schuffner...
... Hacket... ...
Schuffner.. ... Hacket... ...
8 Plasmodium falciparum 9 Parasitemia
(4)
Lampiran 3
LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA SUBYEK
Penjelasan kepada orang tua subyek diberikan secara lisan dan dilakukan anamnesis / wawancara dengan keterangan sebagai berikut :
“ Bapak/Ibu, pertama saya akan menjelaskan tentang penyakit malaria. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit malaria yang ditularkan melalui nyamuk Anopheles. Malaria seringkali diawali oleh demam, menggigil, berkeringat, pucat, dan gejala lainnya. Malaria sering diderita oleh penduduk di daerah endemis malaria seperti daerah bapak/ibu. Anak-anak juga dapat terjangkit malaria seperti orang dewasa, namun gejala yang ditimbulkan biasanya lebih berat dan sering menyebabkan ketidakhadiran anak di sekolah, serta mengganggu kegiatan dan perilaku anak di rumah sehari-hari. Bapak/Ibu, setelah saya dapat mengetahui anak Bapak/Ibu menderita malaria dari pemeriksaan darah tepi, dengan persetujuan / kesediaan Bapak/Ibu, maka anak Bapak/Ibu akan kami beri obat yang dapat memusnahkan parasit malaria di dalam tubuhnya, sehingga kita harapkan anak Bapak/Ibu dapat melakukan kegiatan di sekolah dan di rumah dengan baik tanpa ada gangguan akibat malaria. Anak Bapak/Ibu akan saya beri dua jenis obat. Obat pertama akan diminum selama 7 hari dan obat kedua akan diminum selama 3 hari. Saya akan melakukan pemantauan jumlah parasit malaria dari pemeriksaan darah anak Bapak/Ibu pada hari 2, 7 dan 28 setelah minum obat untuk melihat kesembuhan. Dan saya akan mengambil data yang berhubungan dengan pemberian obat yang kami berikan dengan kesembuhan anak Bapak/Ibu dari malaria.
Demikian penjelasan yang dapat saya sampaikan kepada orang tua pasien agar mengerti tindakan apa yang akan dilakukan dan apa manfaatnya.
(5)
(6)
Lampiran 5
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : Sisca Silvana Tanggal lahir : 4 Juni 1980 Tempat lahir : Medan
NIP : -
Alamat : Jl.Kapten Muslim 71, Medan Nama suami : dr. Alex M.Lumbanraja, Sp.OG Nama anak : Maxine Nasya Micayla Lumbanraja
Pendidikan
1. Sekolah Dasar di SD St.Yosef Sidikalang, tamat tahun1992
2. Sekolah Menegah Pertama di SMP Putri Cahaya Medan, tamat tahun 1995
3. Sekolah Menegah Atas di SMA Negeri 1 Medan, tamat tahun 1998 4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, tamat
tahun 2004 Riwayat Pekerjaan : -
Pendidikan Spesialis
1. Adaptasi di BIKA FK. USU : 01-12-2004 s/d 31-12-2004 2. Pendidikan Tahap I : 02-01-2005 s/d 31-12-2005 3. Pendidikan Tahap II : 02-01-2006 s/d 31-12-2006 4. Pendidikan Tahap III : 02-01-2007 s/d 31-12-2007 5. Pendidikan Tahap IV : 02-01-2008 s/d 31-12-2008 6. Penelitian : Agustus - September 2006