Persepsi pelaku UMKM dalam penerapan konsep Akuntansi akrual berdasarkan SAK ETAP (studi kasus pada sentra industri Kampoeng Batik Laweyan Solo)
PERSEPSI PELAKU UMKM DALAM PENERAPAN KONSEP AKUNTANSI AKRUAL BERDASARKAN SAK ETAP
(Studi Kasus Pada Sentra Industri Kampoeng Batik Laweyan Solo)
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
Virgilia Swatika Damara
NIM : 132114099
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
(2)
(3)
(4)
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku” (Yohanes 14:1)
Dengan penuh syukur kupersembahkan Skripsi ini untuk:
Tuhan Yesus dan Bunda Maria,
kedua orang tuaku Eknasius dan Enties,
adikku Advent, Stephen, dan Samantha,
dan sahabat-sahabatku,
(5)
UNIVERSITAS SANATA DHARMA FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI – PROGRAM STUDI AKUNTANSI PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul:
PERSEPSI PELAKU UMKM DALAM PENERAPAN KONSEP AKUNTANSI AKRUAL BERDASARKAN SAK ETAP (Studi Kasus pada Sentra Industri Kampoeng Batik Laweyan Solo)
dan dimajukan untuk diuji pada tanggal 14 Juni 2017 adalah hasil karya saya. Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin, atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau symbol yang menunjukan gagasan atau pendapatan atau pemikiran dari penulis lain yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri dan atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.
Apabila saya melakukan hal tersebut diatas, baik sengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri. Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.
Yogyakarta, 31 Juli 2017
Yang membuat pernyataan,
(6)
PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Virgilia Swatika Damara
Nomor mahasiswa : 132114099
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PERSEPSI PELAKU UMKM DALAM PENERAPAN KONSEP AKUNTANSI AKRUAL BERDASARKAN SAK ETAP (Studi Kasus pada Sentra Industri Kampoeng Batik Laweyan Solo)
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan dan mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 31 Juli 2017
Yang membuat pernyataan,
(7)
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan
karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyusun
dan menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi
salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi,
Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.
Skripsi ini dibuat oleh penulis dan tak lepas dari bimbingan, arahan, dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D.selaku Rektor Universitas Sanata
Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan
mengembangkan kepribadian kepada penulis.
2. Albertus Yudi Yuniarto, S.E., M.B.A selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sanata Dharma yang telah membagikan ilmu dan pengalaman
selama proses perkuliahan yang memnbantu dalam menyelesaikan skripsi
ini.
3. Drs. YP. Supardiyono, M.Si., Ak., QIA., CA selaku Ketua Program Studi
Akuntansi Universitas Sanata Dharma yang telah membagikan ilmu dan
pengalaman selama proses perkuliahan yang memnbantu dalam
(8)
4. Dr. Ninik Yudianti, M.Acc., QIA selaku pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan
serta saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Semua Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma yang telah
memberikan ilmu selama proses perkuliahan sehingga dapat membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Papa Mama yang selalu memberikan dukungan kepada penulis.
7. Intan, Veda, Laurent, Dina, Momo, Eva, Via, dan Feli yang telah
membantu, mendukung, dan memberikan semangat kepada penulis selama
penyelesaian skripsi.
8. Teman-teman seperjuangan akuntansi angkatan 2013
9. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan. Akhir kata penulis mengharapka semoga skripsi ini
bermanfaat untuk memperluas pengetahuan pembaca.
Yogyakarta, 31 Juli 2017
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii
HALAMAN PENGESAHAN ...iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ...v
HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ...vi
KATA PENGANTAR ...vii
HALAMAN DAFTAR ISI ...ix
HALAMAN DAFTAR TABEL ...xi
HALAMAN DAFTAR GAMBAR ...xii
ABSTRAK ...xiii
ABSTRACT ...xiv
BAB I PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Rumusan Masalah ...5
C. Batasan Masalah ...5
D. Tujuan Masalah ...6
E. Manfaat Penelitian ...6
F. Sistematika Penulisan ...7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...9
A. Persepsi ...9
B. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) ...10
C. Konsep Akuntansi Akrual ...11
D. Pengakuan ...12
E. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ...22
F. Persepsi UMKM dalam Penerapan SAK ETAP ...24
G. Kerangka Konseptual Penelitian ...25
BAB III METODE PENELITIAN...26
A. JenisPenelitian ...26
B. Subjek dan Objek Penelitian...26
C. Waktu dan Tempat Penelitian ...26
D. Variabel Penelitian dan Pengukuran Penelitian...27
E. Populasi Sasaran ...28
F. Sumber Data ...28
(10)
H. Teknik Analisis Data ...30
BAB IV GAMBARAN UMUM UMKM BATIK DI KAMPOENG BATIK LAWEYAN SOLO ...33
A. Letak Geografis dan Sejarah Kampoeng Batik Laweyan. ...33
B. Tujuan, Visi, dan Misi Kampoeng Batik Laweyan. ...35
C. Struktur Organisasi di Kampoeng Batik Laweyan ...37
D. Bidang Usaha di Kampoeng Batik Laweyan. ...37
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ...39
A. Karakteristik Responen ...39
B. Hasil Analisis Data ...42
C. Pembahasan ...73
BAB VI PENUTUP ...78
A. Kesimpulan ...78
B. Keterbatasan Penelitian ...79
C. Saran ...79
DAFTAR PUSTAKA ...81
LAMPIRAN 1 ...83
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pengukuran Konsep Pengakuan berdasarkan SAK ETAP ...28
Tabel 5.1 Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...39
Tabel 5.2 Profil Responden Berdasarkan Usia ...40
Tabel 5.3 Profil Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan ...41
Tabel 5.4 Profil Responden Berdasarkan Lama Usaha ...42
Tabel 5.5 Persepsi Pelaku UMKM dalam Penerapan Konsep Pengakuan Berdasarkan SAK ETAP ...43
Tabel 5.6 Distribusi Jawaban Kuesioner Responden Indikator Aset ...45
Tabel 5.7 Distribusi Jawaban Kuesioner Responden Indikator Kewajiban ...48
Tabel 5.8 Distribusi Jawaban Kuesioner Responden Indikator Penghasilan ...50
Tabel 5.9 Distribusi Jawaban Kuesioner Responden Indikator Beban ...52
Tabel 5.10 Tantangan yang Dihadapi UMKM Batik dalam Penerapan Konsep Pengakuan Berdasarkan SAK ETAP ...73
(12)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Motif Batik Truntum ...38 Gambar 4.2 Motif Batik Tirto Tejo ...38
(13)
ABSTRAK
PERSEPSI PELAKU UMKM DALAM PENERAPAN KONSEP AKUNTANSI AKRUAL BERDASARKAN SAK ETAP (Studi Kasus pada Sentra Industri Kampoeng Batik Laweyan Solo)
Virgilia Swatika Damara NIM: 132114099 Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2017
Konsep pengakuan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) bagi UMKM belum banyak diteliti. Penelitian umumnya membahas tentang kesesuaian penyajian laporan keuangan UMKM dengan SAK. Untuk itu perlu ditelaah apakah pelaku UMKM telah memahami dan menerapkan konsep pengakuan menurut SAK ETAP dalam usahanya. Selain itu juga perlu digali tantangan apa saja yang dihadapi pelaku UMKM dalam menerapkan konsep pengakuan menurut SAK ETAP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana persepsi pelaku UMKM dalam menerapkan konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP serta tantangan yang dihadapi UMKM dalam penerapan konsep pengakuan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus pada UMKM batik di Kampoeng Batik Laweyan Solo. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan teknik kuesioner dan wawancara. Hasil kuesioner dan wawancara akan dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku UMKM telah memiliki persepsi yang benar mengenai penerapan konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP. Meskipun begitu, terdapat tantangan dalam penerapan pengakuan yaitu ketidaktahuan mereka akan adanya SAK ETAP karena umumnya mereka tidak memiliki latar belakang pendidikan yang mendukung pemahaman tentang akuntansi. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi pihak-pihak terkait untuk memberikan pembekalan bagi para pelaku UMKM. Bagi Dewan Standar, diharapkan mereka dapat menyiapkan SAK UMKM yang lebih sederhana yang dapat dengan mudah diterapkan bagi para pelaku UMKM.
(14)
ABSTRACT
The Perception of Micro Small and Medium Enterprises’ Owners on Accrual Acoounting Concept Based on the Financial Accounting Standard for
Entities With No Public Accountability (SAK ETAP) (Case Study on Kampoeng Batik Laweyan Solo)
Virgilia Swatika Damara NIM: 132114099 Sanata Dharma University
Yogyakarta 2017
The concept of recognition based on Financial Accounting Standards for Entities With No Public Accountability (SAK ETAP) for Micro Small Medium Enterprises (MSMEs) have not been widely examined. Research on MSMEs, generally discussed the presentation of financial reporting based on SAK ETAP. Therefore, it is necessary to examine whether MSMEs’ owners have understood and applied the recognition concept based on SAK ETAP in their business. It is also important to explore what challenges faced by MSMEs’ owners in applying the recognition concept based on SAK ETAP.
This research aims to examine the perception of MSMEs’ owners in implementing the recognition concept based on SAK ETAP and identifying the challenges they have been faced. This is a case study research of MSMEs batik at Kampoeng Batik Laweyan Solo. The data is primary data that obtained by semi structured questionnaire and interview. Data was analyzed qualitatively. The result showed that the majority of MSMEs’owners have the correct perception of the implementation recognition concept based on SAK ETAP. The challenges in implementating recognition concept were the illiteracy of SAK ETAP, especially because of their educational background that was not support the understanding of accounting. This resultis expected to give feedback for accounting communityand related parties to provide simple financial accounting trainingfor MSMEs’ owner. For Standard Setter, it is expected to simplified SAK that is more suitable for MSMEs.
(15)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada saat ini perekonomian Indonesia telah berkembang sangat
pesat. Hal ini ditunjukan dengan banyaknya usaha yang digeluti oleh
masyarakat Indonesia. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
merupakan usaha yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat
Indonesia. UMKM inilah yang menjadi faktor pendukung terbesar
peningkatan perekonomian Indonesia. UMKM berperan besar dalam
menanggulangi kemiskinan. Di Indonesia keberadaan UMKM
memberikan warna tersendiri bagi masyarakat dalam memberikan peluang
bagi para pengangguran, rumah tangga miskin, dan tentunya juga bagi
Pemerintah dalam upaya menjalankan tanggung jawab mengentaskan
kemiskinan di Indonesia.
Semakin hari semakin banyak masyarakat Indonesia yang
menjalankan bisnis UMKM. Menurut data Biro Pusat Statistik jumlah
UMKM dari tahun 1997 sampai tahun 2012 setiap tahunnya mengalami
peningkatan. Data terakhir tahun 2012 menyatakan bahwa jumlah UMKM
yang ada di Indonesia mencapai 56,53 juta unit. Dari data tersebut dapat
dilihat bahwa populasi UMKM di Indonesia cukup besar dibandingkan
dengan populasi industri besar dan sedang yang hanya mencapai 23,59 juta
(16)
meningkatnya perekonomian Indonesia apabila dikembangkan dan
dikelola dengan baik.
Namun, pada kenyataannya UMKM masih dihadapkan pada
kendala dan keterbatasan. Salah satu kendala yang dapat menghambat
perkembangan UMKM adalah kendala yang terdapat antara UMKM dan
perbankan selaku penyalur kredit bagi UMKM. Kelayakan usaha, aspek
keuangan, aspek pemasaran dan aspek sumber daya manusia (tenaga kerja)
merupakan permasalahan UMKM yang dirasakan selama ini oleh pihak
Bank (Bank Indonesia, 2005). Menurut Andriani, et al. (2014), belum adanya kesamaan mindset antara persyaratan bank yang harus dipenuhi oleh UMKM, termasuk ketersediaan laporan keuangan dan bussines plan
(rencana pengembangan usaha) merupakan kendala yang menyebabkan
minimnya akses keuangan UMKM. Padahal dengan adanya laporan
keuangan sangat bermanfaat dalam membantu UMKM untuk pengambilan
keputusan dalam pengelolaan Usaha Kecil.
Kurangnya pemahaman para pelaku UMKM tentang konsep
akuntansi menjadi kendala dalam penyusunan laporan keuangan yang
menjadi persyaratan bank untuk penyaluran kredit. Banyak pelaku UMKM
yang tidak melakukan pencatatan akuntansi yang memadai. Selain itu juga
masih banyak pelaku UMKM yang tidak melakukan pembukuan dengan
teratur dan sistematis. Tidak sedikit dari pelaku UMKM yang kurang
(17)
akuntansi, para pelaku UMKM dapat mengetahui bagaimana posisi serta
kinerja keuangan dari usaha yang dijalaninya.
Terkait dengan kondisi tersebut, untuk mempermudah UMKM
dalam penyusunan laporan keuangan maka pada tahun 2009, Dewan
Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) telah mengesahkan SAK ETAP dan
standar ini telah berlaku sejak 1 Januari 2011. Entitas yang dapat
menggunakan standar ini yakni entitas tanpa akuntabilitas publik, yaitu
entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik yang signifikan serta
entitas yang menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum bagi
pengguna eksternal. Standar yang telah disahkan oleh Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (DSAK) ini telah disusun sederhana sehingga para
pelaku UMKM dapat menjadikan SAK ETAP sebagai acuan dalam
penyusunan laporan keuangan.
Dalam SAK ETAP terdapat acuan-acuan yang dapat dijadikan
pedoman bagi para pelaku UMKM dalam menyusun laporan keuangan
yang sederhana. Salah satu komponen yang terdapat dalam SAK ETAP
adalah pengakuan dalam laporan keuangan. Dalam SAK ETAP konsep
pengakuan dalam laporan keuangan didasarkan pada basis akrual. Konsep
pengakuan berbasis akrual menekankan bahwa transaksi diakui pada saat
transaksi tersebut terjadi tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas
(18)
Pada umumnya, para pelaku UMKM tidak memperhatikan konsep
pengakuan sesuai dengan standar saat menyusun laporan keuangan. Hal ini
dikarenakan keterbatasan para pelaku UMKM dalam mengetahui standar
yang berlaku. Kebanyakan dari para pelaku UMKM hanya melakukan
pengakuan berdasarkan persepsi mereka saja, tanpa mereka tahu apakah
persepsi mereka sudah sesuai dengan standar yang berlaku atau belum.
Permasalahan konsep pengakuan yang telah dipaparkan dapat
terjadi di seluruh jenis UMKM. Salah satu UMKM yang dapat mengalami
permasalahan tersebut adalah UMKM batik. Masyarakat Indonesia sangat
kental akan kebudayaan di masing-masing daerah. Solo merupakan kota
yang cukup terkenal dengan batiknya yaitu Batik Laweyan Solo. Dari
permasalahan yang telah dipaparkan, tidak menutup kemungkinan bahwa
permasalahan tersebut bisa terjadi di UMKM batik di Kampoeng Batik
Laweyan Solo.
Penelitian ini penting dilakukan karena kurangnya penelitian
mengenai persepsi pelaku UMKM dalam penerapan konsep akuntansi
akrual berdasarkan SAK ETAP khususnya konsep pengakuan. Penelitian
terdahulu banyak meneliti tentang penerapan SAK ETAP secara
keseluruhan tidak secara spesifik meneliti tentang konsep pengakuannya,
seperti penelitian yang dilakukan oleh Kristanto (2011) tentang penerapan
SAK ETAP pada UMKM pengrajin rotan. Konsep pengakuan secara
(19)
dilakukan dapat memberikan gambaran yang tepat mengenai kondisi
keuangan UMKM.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian yang berjudul “PERSEPSI PELAKU UMKM DALAM PENERAPAN KONSEP AKUNTANSI AKRUAL
BERDASARKAN SAK ETAP” dengan studi kasus pada sentra industri
Kampoeng Batik Laweyan Solo.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana persepsi pelaku UMKM batik di Kampoeng Batik
Laweyan Solo dalam penerapan konsep pengakuan berdasarkan
SAK ETAP?
2. Apa tantangan yang dihadapi UMKM batik di Kampoeng Batik
Laweyan Solo dalam penerapan konsep pengakuan berdasarkan
SAK ETAP?
C. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini terletak pada variabel
penelitian. Penelitian ini menggunakan konsep akuntansi akrual
(20)
konsep pengakuan kewajiban, konsep pengakuan penghasilan, dan konsep
pengakuan beban.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini yaitu :
1. Untuk mengetahui persepsi pelaku UMKM batik di Kampoeng
Batik Laweyan Solo dalam penerapan konsep pengakuan
berdasarkan SAK ETAP.
2. Untuk mengetahui tantangan yang dihadapi UMKM batik di
Kampoeng Batik Laweyan Solo dalam penerapan konsep
pengakuan berdasarkan SAK ETAP.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan di bidang akuntansi mengenai konsep pengakuan
yang dapat digunakan oleh pelaku UMKM.
2. Bagi UMKM
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi para pelaku UMKM untuk dapat menerapkan
(21)
3. Bagi Peneliti
Sebagai salah satu sarana pembelajaran bagi penulis untuk
meningkatkan kemampuan dibidang penelitian ilmiah dalam
mengungkap permasalahan tertentu secara sistematis serta
berusaha memecahkan permasalahan yang ada tersebut dengan
metode ilmiah sehingga menunjang pengembangan ilmu
pengetahuan.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini akan dibagi dalam enam
bab, dimana setiap bab terdiri dari beberapa sub bab yang merupakan satu
kesatuan yang saling berhubungan, yaitu sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
Bab ini merupakan bab pendahuluan yang meliputi latar
belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab II : Kajian Pustaka
Bab ini akan mengemukakan tinjauan pustaka yang memuat
teori-teori yang mendukung topik penelitian yang akan
digunakan peneliti dalam membahas permasalahan yang
(22)
Bab III : Metode Penelitian
Bab ini menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan metode
penelitian yang digunakan meliputi jenis penelitian, lokasi
dan waktu penelitian, subjek dan objek penelitian, teknik
pengambilan sampel, sumber data, teknik pengumpulan
data, dan teknik analisis data.
Bab IV : Gambaran Umum Perusahaan
Bab ini menuliskan tentang gambaran umum perusahaan
yang dijadikan sampel dalam penelitian ini.
Bab V : Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini akan memuat tentang analisis data, hasil penelitian
serta pembahasan dari penelitian yang dilakukan.
Bab VI : Penutup
Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian,
keterbatasan dalam melakukan penelitian, dan saran yang
(23)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Persepsi
1. Pengertian persepsi
Menurut Slameto (2010:102) “Persepsi adalah proses yang
menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia.
Melalui persepsi manusia terus-menerus mengadakan hubungan
dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu
indera penglihat, pendengar, peraba, dan pencium”. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Menurut Robbins (2003) persepsi pada umumnya dipengaruhi
oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor ekstenal. Faktor
internal berasal dari dalam diri individu misalnya sikap, kebiasaan dan
kemauan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari
luar individu.
Dijelaskan oleh Robbins (2003) bahwa meskipun
individu-individu memandang pada satu benda yang sama, mereka dapat
mempersepsikannya berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh:
a. Pelaku persepsi
Apabila seorang individu memandang suatu obyek dan
mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat
(24)
itu, seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman dan
harapan.
b. Obyek atau yang dipersepsikan
Karakteristik dari target yang akan diamati dapat
mempengaruhi apa yang dipersepsikan, sasaran itu mungkin
berupa orang, benda atau peristiwa.
c. Keadaan dimana persepsi itu dilakukan.
Unsur lingkungan atau situasi yang terjadi saat seseorang
menilai suatu obyek.
B. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP)
Menurut SAK ETAP bab 1 paragraf 1, “Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP)
dimaksudkan untuk digunakan entitas tanpa akuntabilitas publik. Entitas
tanpa akuntabilitas publik adalah entitas yang:
a. tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan; dan
b. menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) bagi pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak terlibat langsung dalam
pengelolaan usaha, kreditur, dan lembaga pemeringkat kredit”.
(25)
a. entitas telah mengajukan pertanyaan pendaftaran, atau dalam proses
pengajuan pertanyaan pendaftaran, pada otoritas pasar modal atau
regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar modal; atau
b. entitas menguasai aset dalam kapasitas sebagai fidusia untuk
sekelompok besar masyarakat, seperti bank, entitas asuransi, pialang
dan atau pedagang efek, dana pensiun, reksa dana dan bank investasi”.
C. Konsep Akuntansi Akrual
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009), entitas harus menyusun
laporan keuangan, kecuali laporan arus kas, dengan menggunakan dasar
akrual. Dalam dasar akrual, pos-pos diakui sebagai aset, kewajiban,
ekuitas, penghasilan, dan beban (unsur-unsur laporan keuangan) ketika
memenuhi definisi dan kriteria pengakuan untuk pos-pos tersebut.
Menurut Ankarath, et al. (2012),bilamana laporan keuangan disusun atas dasar akuntansi berbasis akrual, maka dampak transaksi dan
kejadian-kejadian lain yang diakui pada saat terjadi (bertentangan dengan
saat uang tunai atau ekuivalennya diterima atau dibayarkan), dan dicatat di
dalam catatan akuntansi dan dilaporkan di dalam laporan keuangan pada
periode yang berkaitan
Asumsi basis akrual juga ditunjukan dalam IAS 1, Penyajian
Laporan Keuangan, yang menjelaskan kapan akuntansi berbasis akrual
digunakan, perkiraan diakui seperti aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan dan
(26)
sesuai dengan definisi dan memenuhi kriteria untuk elemen-elemen
tersebut dalam kerangka.
D. Pengakuan
Menurut SAK ETAP bab 2 paragraf 24, “Pengakuan unsur laporan keuangan merupakan proses pembentukan suatu pos dalam neraca atau
laporan laba rugi yang memenuhi definisi suatu unsur dan memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1. ada kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang terkait dengan pos
tersebut akan mengalir dari atau ke dalam entitas; dan
2. pos tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan
andal”.
Pengakuan dalam laporan keuangan
1. Aset
Menurut SAK ETAP bab 2 paragraf ke 34, “Aset diakui dalam
neraca jika kemungkinan manfaat ekonominya di masa depan akan
mengalir ke entitas dan aset tersebut mempunyai nilai atau biaya yang
dapat diukur dengan andal. Aset tidak diakui dalam neraca jika
pengeluaran telah terjadi dan manfaat ekonominya dipandang tidak
mungkin mengalir ke dalam entitas setelah periode pelaporan berjalan.
Sebagai alternatif transaksi tersebut menimbulkan pengakuan beban
(27)
a. Persediaan
Menurut SAK ETAP bab 11 paragraf 17, “Jika persediaan
dijual, maka jumlah tercatatnya diakui sebagai beban periode
dimana pendapatan yang terkait diakui”. Menurut SAK ETAP bab
11 paragraf 18, “Beberapa persediaan dapat dialokasikan ke aset lain, misalnya, persediaan yang digunakan sebagai komponen aset
tetap yang dibangun sendiri. Alokasi persediaan ke aset lain diakui
sebagai beban selama umur manfaat aset tersebut”. b. Aset tetap
Menurut SAK ETAP bab 15 paragraf 4, “Entitas harus menerapkan kriteria pengakuan dalam paragraf 2.24 dalam
menentukan pengakuan aset tetap. Oleh karena itu, entitas harus
mengakui biaya perolehan aset tetap sebagai aset tetap jika:
1) kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang terkait dengan pos
tersebut akan mengalir dari atau ke dalam entitas; dan
2) pos tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur
dengan andal”.
Menurut SAK ETAP bab 15 paragraf 5, “Tanah dan bangunan adalah aset yang dapat dipisahkan dan harus dicatat
secara terpisah, meskipun tanah dan bangunan tersebut diperoleh
secara bersamaan”.
Menurut SAK ETAP bab 15 paragraf 17,” Beban penyusutan
(28)
mensyaratkan biaya tersebut merupakan bagian biaya perolehan
suatu aset. Misalnya, penyusutan aset tetap manufaktur termasuk
biaya persediaan”.
2. Kewajiban
Menurut SAK ETAP bab 2 paragraf 35, ”Kewajiban diakui dalam neraca jika kemungkinan pengeluaran sumber daya yang
mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan
kewajiban masa kini dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur
dengan andal.
a. Kewajiban diestimasi
Menurut SAK ETAP bab 18 paragraf 4, “Entitas mengakui
kewajiban diestimasi jika:
1) entitas memiliki kewajiban kini sebagai hasil dari peristiwa
masa lalu, dan
2) kemungkinan (lebih mungkin dibandingkan tidak mungkin)
terjadi bahwa entitas akan disyaratkan untuk mentransfer
manfaat ekonomi pada saat penyelesaian; dan
3) jumlah kewajiban dapat diestimasi dengan andal”.
Menurut SAK ETAP bab 18 paragraf 5, “Dalam kasus yang jarang terjadi, tidak dapat ditentukan secara jelas apakah terdapat
kewajiban kini. Dalam hal ini, peristiwa masa lalu dianggap
(29)
semua bukti tersedia) terdapat kemungkinan bahwa kewajiban kini
telah ada pada tanggal pelaporan”.
Menurut SAK ETAP bab 18 paragraf 6, “Entitas mengakui
kewajiban diestimasi tersebut sebagai kewajiban dalam neraca dan
mengakui jumlah dari kewajiban diestimasi tersebut sebagai beban
dalam laporan laba rugi , kecuali jika:
1) merupakan bagian dari biaya memproduksi persediaan atau
2) termasuk dalam nilai aset tetap sesuai dengan paragraf 15.7”. Menurut SAK ETAP bab 18 paragraf 7, “Kondisi pada paragraf 18.4 (a) (kewajiban kini yang timbul dari peristiwa masa
lalu) berarti bahwa entitas tidak memiliki alternatif yang realistis
untuk menyelesaikan kewajiban tersebut. Hal ini dapat terjadi
ketika kewajiban dipaksakan secara hukum atau ketika entitas
memiliki kewajiban konstruksi karena peristiwa masa lalu telah
menimbulkan ekspektasi yang kuat dan sah kepada pihak lain
sehingga entitas akan melaksanakan kewajiban tersebut. Kewajiban
yang akan muncul dari tindakan entitas di masa depan (misalnya
perilaku masa depan dalam menjalankan bisnis) tidak termasuk
dalam kondisi yang diatur pada paragraf 18.4(a), tanpa
memperdulikan kemungkinan keterjadiannya dan meskipun
(30)
3. Penghasilan
Menurut SAK ETAP bab 2 paragraf 36, “Pengakuan
penghasilan merupakan akibat langsung dari pengakuan aset dan
kewajiban. Penghasilan diakui dalam laporan laba rugi jika kenaikan
manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan peningkatan
aset atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur secara
andal”.
a. Penjualan barang
Menurut SAK ETAP bab 20 paragraf 8, “Entitas harus mengakui pendapatan dari suatu penjualan barang jika semua
kondisi berikut terpenuhi:
1) Entitas telah mengalihkan resiko dan manfaat yang signifikan
dari kepemilikan barang kepada pembeli;
2) Entitas tidak mempertahankan atau meneruskan baik
keterlibatan manajerial sampai kepada tingkat dimana biasanya
diasosiasikan dengan kepemilikan maupun kontrol efektif atas
barang yang terjual;
3) Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal
4) Ada kemungkinan besar manfaat ekonomi yang berhubungan
dengan transaksi akan mengalir masuk ke dalam entitas; dan
5) Biaya yang telah atau akan terjadi sehubungan dengan transaksi
(31)
Menurut SAK ETAP bab 20 paragraf 10, “Entitas tidak boleh
mengakui pendapatan jika entitas mempertahankan risiko
kepemilikan yang signifikan. Contoh dari situasi dimana entitas
diperbolehkan mempertahankan risiko dan manfaat yang signifikan
dari kepemilikan adalah sebagai berikut:
1) Ketika entitas mempertahankan kewajiban atas kinerja yang
tidak memuaskan yang tidak tercakup dalam kewajiban
diestimasi untuk garansi normal;
2) Ketika penerimaan pendapatan dari penjualan tertentu adalah
kontinjen pada pembeli yang menjual barang;
3) Ketika barang yang dikirimkan memerlukan instalasi dan
instalasi tersebut adalah bagian signifikan dari kontrak dan
belum dikerjakan;
4) Ketika pembeli memiliki hak untuk membatalkan pembelian
dengan alasan yang dicantumkan dalam kontrak penjualan dan
entitas tidak yakin dengan kemungkinan pengembalian”.
Menurut SAK ETAP bab 20 paragraf 11, “ Jika entitas hanya mempertahankan risiko kepemilikan yang tidak signifikan, maka
transaksi dapat dianggap sebagai suatu transaksi penjualan dan
entitas mengakui pendapatan. Misalnya, penjual mengakui
pendapatan ketika penjual mempertahankan status legal barang
semata-mata untuk melindungi tingkat kolektibilitas piutang.
(32)
tersebut menawarkan pengembalian dana jika pelanggan
mengalami ketidakpuasan. Dalam kasus seperti ini, entitas akan
mengakui adanya kewajiban diestimasi untuk pengembalian sesuai
dengan Bab 18 Kewajiban Diestimasi dan Kontinjensi”.
b. Penyediaan Jasa
Menurut SAK ETAP bab 20 paragraf 12, “ Jika hasil
transaksi yang melibatkan penyediaan jasa dapat diestimasi secara
andal, maka entitas harus mengakui pendapatan yang berhubungan
dengan transaksi sesuai dengan tahap penyelesaian dari transaksi
pada akhir periode pelaporan (terkadang dimaksudkan sebagai
metode persentase penyelesaian). Hasil suatu transaksi dapat
diestimasi secara andal jika memenuhi semua kondisi berikut:
1) Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal;
2) Ada kemungkinan besar bahwa manfaat ekonomis yang
berhubungan dengan transaksi akan mengalir kepada entitas;
3) Tingkat penyelesaian transaksi pada akhir periode pelaporan
dapat diukur secara andal; dan
4) Biaya yang terjadi dalam transaksi dan biaya penyelesaian
transaksi dapat diukur secara andal”.
Menurut SAK ETAP bab 20 paragraf 13, “ Jika dalam
periode waktu tertentu jasa diberikan melalui beberapa pekerjaan
(33)
terdapat bukti bahwa metode lain dapat lebih baik untuk
menunjukan tingkat penyelesaian. Jika suatu pekerjaan tertentu
menjadi lebih signifikan dibandingkan dengan pekerjaan lainnya,
maka entitas menunda pengakuan pendapatan sampai pekerjaan
signifikan tersebut dilaksanakan.
Menurut SAK ETAP bab 20 paragraf 14, “ Jika hasil
transaksi melibatkan penyediaan jasa tidak dapat diestimasikan
secara andal, maka entitas harus mengakui pendapatan hanya
sampai dengan beban yang dapat diperoleh kembali”.
4. Beban
Menurut SAK ETAP bab 2 paragraf 37, “Pengakuan beban
merupakan akibat langsung dari pengakuan aset dan kewajiban. Beban
diakui dalam laporan laba rugi jika penurunan manfaat ekonomi masa
depan yang berkaitan dengan penurunan aset atau peningkatan
kewajiban telah terjadi dan dapat diukur secara andal”.
a. Biaya pinjaman
Menurut SAK ETAP bab 21 paragraf 2, “Entitas harus
mengakui seluruh biaya pinjaman sebagai beban pada laporan laba
rugi pada periode terjadinya”.
b. Imbalan kerja
Menurut SAK ETAP bab 23 paragraf 2, “Entitas harus
(34)
pekerja akibat dari jasa yang diberikan kepada entitas selama
periode pelaporan:
1) sebagai kewajiban, setelah dikurang jumlah yang telah dibayar
baik secara langsung kepada pekerja atau sebagai kontribusi
kepada dana imbalan kerja. Jika pembayaran kontribusi
melebihi kewajiban yang timbul dari jasa sebelum tanggal
pelaporan, maka entitas harus mengakui kelebihan tersebut
sebagai aset dibayar dimuka yang akan mengurangi
pembayaran masa datang atau sebagai pengembalian kas.
2) sebagai beban, kecuali bab lain mensyaratkan biaya tersebut
diakui sebagai bagian biaya perolehan suatu aset seperti
persediaan atau aset tetap”.
c. Pesangon pemutusan kerja
Menurut SAK ETAP bab 23 paragraf 30, “Karena pesangon
pemutusan kerja tidak memberikan entitas manfaat ekonomi masa
datang, maka entitas harus segera mengakuinya sebagai beban
dalam laporan laba rugi”.
Menurut SAK ETAP bab 23 paragraf 31, “Ketika entitas
mengakui pesangon pemutusan kerja, entitas juga mencatat
pengurangan atas tunjangan pensiun atau imbalan kerja lainnya”. Menurut SAK ETAP bab 23 paragraf 32, “Entitas harus
(35)
1) memutus masa kerja pekerja atau sekelompok pekerja sebelum
masa pensiun normalnya; atau
2) memberikan pesangon pemutusan kerja sebagai akibat
penawaran yang dibuat dalam rangka pengurangan jumlah
pekerja secara sukarela”.
Menurut SAK ETAP bab 23 paragraf 33, “Entitas dianggap
mampu menunjukan komitmen untuk melakukan pemutusan hanya
ketika entitas memiliki program formal yang detail untuk
melakukan pemutusan kerja dan tanpa kemungkinan realistis untuk
menarik program tersebut”.
d. Pajak penghasilan
Menurut SAK ETAP bab 24 paragraf 3, “Entitas harus
mengakui kewajiban atas seluruh pajak penghasilan periode
berjalan dan periode sebelumnya yang belum dibayar. Jika jumlah
yang telah dibayar untuk periode berjalan dan periode sebelumnya
melebihi jumlah yang terutang untuk periode tersebut, entitas harus
mengakui kelebihan tersebut sebagai aset”.
5. Laba atau rugi
Menurut SAK ETAP bab 2 paragraf 38, “Laba atau rugi
merupakan selisih aritmatika antara penghasilan dan beban. Hal
tersebut bukan merupakan suatu unsur terpisah dari laporan keuangan,
(36)
E. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pada Bab I (Ketentuan
Umum) Pasal 1 dari UU tersebut, dinyatakan bahwa:
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi
kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
ini.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih
atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam
(37)
Adapun Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dinyatakan sebagai berikut:
1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).
2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
3. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
(38)
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00
(dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
F. Persepsi UMKM dalam Penerapan SAK ETAP
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kristanto (2011) dengan
judul “Penerapan Standar Akuntansi Keuangan Untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) Pada UMKM Pengrajin Rotan Di Desa
Trangsan Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo” menujukkan bahwa persepsi UMKM mengenai SAK-ETAP ternyata masih kurang. Hal ini
disebabkan karena para UMKM sendiri tidak ada keinginan untuk tahu
dan tidak adanya sosialisasi oleh Dinas terkait setempat untuk
mensosialisasikan tentang adanya SAK-ETAP yang dapat digunakan oleh
UMKM. Selain itu, dalam menyusun laporan keuangan UMKM pengrajin
rotan belum sepenuhnya mematuhi dan belum sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik
(SAK-ETAP).
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Tarmizi dan Bugawanti
(2013) dengan judul “Pengaruh Persepsi Pengusaha Kecil dan Menengah Terhadap Penggunaan SAK ETAP Di Kota Bandar Lampung”
menunjukan bahwa persepsi pengusaha kecil dan menengah tentang SAK
(39)
G. Kerangka Konseptual Penelitian
Dari uraian yang telah dipaparkan dapat digambarkan secara
sistematis tentang analisis Persepsi Pelaku UMKM Dalam Penerapan
Konsep Akuntansi Akrual Berdasarkan SAK ETAP (Studi Kasus Pada
Sentra Industri Kampoeng Batik Laweyan Solo) sebagai berikut:
Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai persepsi pelaku
UMKM tentang konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP yang
berkaitan dengan konsep pengakuan aset, konsep pengakuan kewajiban,
konsep pengakuan penghasilan, dan konsep pengakuan beban. Dari
persepsi pelaku UMKM tentang konsep pengakuan berdasarkan SAK
ETAP akan dilihat juga mengenai penerapannya serta tantangan yang
dihadapi para pelaku UMKM dalam penerapan konsep pengakuan
berdasarkan SAK ETAP.
Persepsi pelaku UMKM dalam penerapan konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP
Tantangan dalam penerapan konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP
(40)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
kasus. Penelitian studi kasus adalah penelitian yang rinci mengenai suatu
objek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan
menyeluruh termasuk lingkungan dan kondisi masa lalunya (Umar,
2005:23).
B. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah pemilik UMKM batik di Kampoeng Batik
Laweyan Solo.
2. Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah persepsi pelaku UMKM dalam penerapan
konsep pengakuan sesuai dengan standar yang berlaku yaitu SAK
ETAP.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampoeng Batik Laweyan Solo.
(41)
D. Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel
Variabel penelitian merupakan suatu atribut, sifat, atau nilai dari
individu, obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari serta ditarik kesimpulannya
(Sumarni dan Wahyuni, 2006). Dalam penelitian ini, variabel yang
digunakan adalah konsep akuntansi akrual berdasarkan SAK ETAP.
Pengukuran dari variabel ini dilakukan dengan checklist konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP. Bagian yang diukur dengan SAK
ETAP adalah:
1. Konsep pengakuan aset
2. Konsep pengakuan kewajiban
3. Konsep pengakuan penghasilan
4. Konsep pengakuan beban
Variabel ini diukur menggunakan skala nominal dengan pilihan jawaban
ya, tidak, dan tidak tahu. Skala nominal adalah skala yang paling
sederhana di mana angka yang diberikan kepada suatu katagori tidak
menggambarkan kedudukan katagori tersebut terhadap katagori lainnya
(42)
Tabel 3.1
Pengukuran konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP
Pilihan Jawaban Kuesioner
Kriteria
Ya Pemahaman tentang konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP benar
Tidak Pemahaman tentang konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP salah
Tidak Tahu Tidak tahu pemahaman tentang konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP
E. Populasi Sasaran
Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah UMKM batik di
Kampoeng Batik Laweyan Solo, dengan kriteria sebagai berikut:
1. UMKM batik di Kampoeng Batik Laweyan Solo memproduksi
batik tulis, batik cap, maupun batik printing.
2. UMKM batik di Kampoeng Batik Laweyan yang telah
berproduksi minimal 3 tahun
F. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer yang akan diperoleh
dengan teknik kuesioner dan wawancara. Kuesioner dan wawancara yang
dilakukan terkait dengan topik penelitian yaitu tentang persepsi para
pelaku UMKM dalam penerapan konsep pengakuan aset, konsep
pengakuan kewajiban, konsep pengakuan penghasilan, dan konsep
(43)
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini akan dilakukan
dengan:
1. Kuesioner
Teknik ini dilakukan dengan mengajukan serangkaian daftar
pertanyaan kepada pemilik UMKM batik di Kampoeng Batik Laweyan
yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Pertanyaan yang ada dalam
kuesioner berkaitan dengan penerapan konsep pengakuan aset, konsep
pengakuan kewajiban, konsep pengakuan penghasilan, dan konsep
pengakuan beban berdasarkan SAK ETAP. Dalam penelitian ini
terdapat 20 item pertanyaan yang ada pada kuesioner, dengan indikator
pertanyaan mengenai aset sejumlah 7 pertanyaan, kewajiban sejumlah
6 pertanyaan, penghasilan sejumlah 4 pertanyaan, biaya sejumlah 3
pertanyaan.
2. Wawancara
Teknik ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
secara lisan kepada pemilik UMKM batik di Kampoeng Batik
Laweyan yang menjadi sampel penelitian. Wawancara yang akan
dilakukan berkaitan dengan persepsi pelaku UMKM dalam penerapan
konsep pengakuan aset, konsep pengakuan kewajiban, konsep
pengakuan penghasilan, dan konsep pengakuan beban berdasarkan
SAK ETAP. Selain itu wawancara yang dilakukan oleh peneliti juga
(44)
Kampoeng Batik Laweyan Solo dalam penerapan konsep pengakuan
berdasarkan SAK ETAP. Dalam penelitian ini peneliti membuat 19
daftar pertanyaan wawancara yang akan diajukan kepada pemilik
UMKM batik di Kampoeng Batik Laweyan Solo.
H. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis deskriptif kualitatif.
Untuk menjawab rumusan masalah tentang “Bagaimana persepsi pelaku UMKM batik di Kampoeng Batik Laweyan Solo dalam penerapan
konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP?”, maka peneliti akan melakukan beberapa tahap sebagai berikut:
1. Menjumlah jawaban dari kuesioner yang telah diisi oleh responden
sesuai dengan klasifikasi yang ditentukan.
Peneliti akan menjumlah jawaban “ya” pada kuesioner yang berarti pemahaman tentang konsep pengakuan berdasarkan SAK
ETAP benar, jawaban “tidak” dari kuesioner yang berarti pemahaman
tentang konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP salah, dan jawaban
“tidak tahu” yang berarti tidak mempunyai pemahaman tentang konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP
2. Mempersentasekan jumlah jawaban dari kuesioner
(45)
diajukan oleh peneliti. Hasil dari pembagian tersebut akan dikalikan
dengan 100% sehingga akan menghasilkan persentase dari total setiap
klasifikasi jawaban.
3. Menganalisis hasil dari kuesioner yang telah dipersentasekan.
Peneliti akan menganalisis total jawaban yang telah
diprosentasekan. Total persentase akan menghasilkan pembahasan
mengenai banyaknya pelaku UMKM yang mempunyai pemahaman
tentang konsep pengakuan yang benar berdasarkan SAK ETAP,
pemahaman tentang konsep pengakuan yang salah berdasarkan SAK
ETAP, dan tidak mempunyai pemahaman tentang konsep pengakuan
berdasarkan SAK ETAP. Peneliti juga akan menganalisis jawaban
kuesioner per indikator. Hal ini dilakukan agar mendapatkan hasil
pembahasan yang spesifik mengenai banyaknya pelaku UMKM yang
mempunyai pemahaman konsep pengakuan yang benar atau salah
berdasarkan SAK ETAP pada indikator aset, kewajiban, penghasilan,
dan beban. Selain itu juga untuk mendapatkan hasil pembahasan
mengenai banyaknya pelaku UMKM yang tidak mempunyai
pemahaman tentang konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP pada
indikator aset, kewajiban, pendapatan, dan beban.
4. Menarik kesimpulan dari hasil analisis.
Peneliti akan menarik kesimpulan dari pembahasan yang telah
dilakukan oleh peneliti. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sebagian
(46)
atau salah mengenai SAK ETAP atau tidak memiliki pemahaman
mengenai SAK ETAP.
Untuk menjawab rumusan masalah tentang “Apa tantangan yang dihadapi UMKM batik di Kampoeng Batik Laweyan Solo dalam
penerapan konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP?, maka peneliti
akan mendeskripsikan hasil wawancara mengenai tantangan yang dihadapi
UMKM batik di Kampoeng Batik Laweyan Solo dalam penerapan konsep
pengakuan berdasarkan SAK ETAP dari hasil wawancara yang dilakukan
(47)
BAB IV
GAMBARAN UMUM UMKM BATIK DI KAMPOENG BATIK LAWEYAN SOLO
A. Letak Geografis dan Sejarah Kampoeng Batik Laweyan
Kampoeng Batik Laweyan merupakan tempat tujuan wisata yang
terletak di sebelah barat Kota Solo. Wilayah Kampoeng Batik Laweyan
terdiri dari Kelurahan Laweyan sebagai wilayah utama dan Kelurahan
Bumi, Purwosari, Sondakan dan Pajang sebagai wilayah pengembangan.
Kampoeng Batik Laweyan memiliki batas wilayah. Batas wilayah utara
dari Kampoeng Batik Laweyan adalah Kelurahan Banaran, batas wilayah
selatannya adalah kabupaten Sukoharjo, dan batas wilayah timur dari
kawasan ini adalah Kelurahan Bumi.
Selain menjadi tempat tujuan wisata, Kampoeng Batik Laweyan
juga merupakan kawasan penghasil batik tertua di Indonesia. Menurut data
yang diambil dari website Kampoeng Batik Laweyan, batik Laweyan
berkembang sebelum abad 15M semasa pemerintahan Sultan Hadiwijaya
(Joko Tingkir) di Keraton Pajang. Pada saat itu para pengrajin batik
Laweyan mengembangkan industri batik dengan teknik batik tulis yang
menggunakan pewarna alami. Namun dari waktu ke waktu industri batik
terus mengalami pengembangan termasuk pengembangan teknik batik
yang digunakan yaitu teknik batik tulis yang berkembang ke teknik batik
(48)
Seiring dengan pengembangan teknik batik tulis ke teknik batik
cap, industri batik Laweyan mulai mengalami masa puncak kejayaan yaitu
pada era 1900 an semasa pergerakan Sarikat Dagang Islam (SDI) yang
dipimpin oleh KH Samanhudi. Pada masa itu muncullah nama
Tjokrosoemarto, seorang tokoh juragan batik yang fenomenal. Beliau
memiliki industri batik terbesar di laweyan. Industri yang dijalankan
Tjokrosoemarto memiliki omzet yang luar biasa dan juga didukung oleh
pengrajin-pengrajin batik dari berbagai daerah di pulau Jawa. Wilayah
pemasarannya tak hanya di dalam negeri tetapi juga ke manca negara.
Tjokrosoemarto merupakan seorang eksportir batik pertama dari
Indonesia. Selain Tjokrosoemarto ada banyak juragan batik yang sukses
dan sekarang meninggalkan sisa-sisa kejayaannya berupa
bangunan-bangunan rumah kuno artistik yang berarsitektur Jawa dan Eropa di
berbagai sudut Kampoeng Batik Laweyan.
Namun, selepas dari masa kejayaannya Batik Laweyan juga
mengalami masa kemunduran. Pada era 1970an mulai muncul teknik baru
untuk membuat tekstil bermotif batik tanpa menggunakan lilin panas
sebagai perintang warna namun menggunakan screen sablon. Saat itu
“tekstil bermotif batik” dikenal sebagai batik printing, akan tetapi penamaan itu keliru karena proses pembuatan printing dan batik itu
berbeda. Namun saat ini sudah ada peraturan dari pemerintah untuk
(49)
batik cap dan printing (tekstil bermotif batik). Dengan kemunculan produk
printing yang relatif murah dan proses produksinya sangat cepat mulai
menyaingi pemasaran batik tulis dan batik cap. Satu persatu industri batik
di laweyan mengalami kebangkrutan dan pada tahun 2000an jumlah
industri batik di laweyan hanya menyisakan kurang dari 20 industri batik.
Keprihatin akan kemerosotan jumlah industri batik Laweyan ini
menggerakan para tokoh masyarakat dan juragan batik laweyan untuk
berkumpul dan bermusyawarah. Musyawarah tersebut menghasilkan
kesepakatan untuk membangun kembali industri batik Laweyan dengan
konsep kawasan wisata batik melalui organisasi Forum Pengembangan
Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL). FPKBL dideklarasikan pada tanggal
25 September 2004. Sejak saat itu Kampoeng Batik Laweyan mulai
berbenah diri, membangun industri batik dan non batik dalam konsep
pariwisata yang bersinergi dengan banyak pihak seperti Pemerintah,
Perguruan Tinggi, ASITA, PHRI, LSM dan lain sebagainya. Proses
regenerasi secara bertahap menampakkan hasilnya, sekarang jumlah IKM
dan UKM Batik Laweyan sudah meningkat menjadi lebih dari 80.
Peningkatan kualitas batik juga terus dilakukan melalui kerjasama dengan
pihak Pemerintah, Perguruan Tinggi dan LSM.
B. Tujuan, Visi, dan Misi Kampoeng Batik Laweyan
1. Tujuan:
(50)
a. Tingkat sosial ekonomi yang berkeadilan
b. Iklim usaha yang kondusif
c. Pelestarian lingkungan di kawasan cagar budaya
d. Kawasan Pusat Pengembangan Batik Terpadu
e. Hubungan yang harmonis antar berbagai unsur masyarakat
f. Kawasan tujuan wisata kreatif yang unik dan spesifik.
2. Visi:
Menjadikan Laweyan sebagai kawasan pusat industri batik dan
cagar budaya yang dikembangkan dengan konsep kepariwisataan
melalui pembangunan yang ramah lingkungan dan berkesinambungan.
3. Misi:
a. Mengembangkan kawasan berbasis industri batik dan non batik
yang ramah lingkungan.
b. Memelihara situs-situs bersejarah, arsitektur khas Laweyan dan
tradisi budaya lokal.
c. Mengembangkan kawasan Laweyan sebagai kawasan edukatif.
d. Mengembangkan kawasan Laweyan sebagai Daerah Tujuan Wisata
Kreatif di tingkat Nasional dan Internasional.
e. Mengembangkan kawasan Laweyan sebagai Pusat Penelitian dan
Pengembangan Industri Batik.
(51)
C. Struktur Organisasi di Kampoeng Batik Laweyan
Struktur organisasi merupakan suatu susunan hubungan antara tiap
bagian yang ada pada suatu organisasi. Struktur Organisasi
menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan antara bagian yang satu
dengan yang lainnya. Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan
(FPKBL) memiliki struktur organisasi yang jelas. Dalam Kepengurusan di
FPKBL terdapat aturan untuk pergantian jabatan tiap lima tahun sekali.
Struktur Organisasi dari Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan
(FPKBL) terdiri dari:
1. Ketua Forum
2. Wakil Ketua
3. Sekretaris (2 orang)
4. Bendahara (2 orang)
5. Ketua Bidang
a. Ketua Bidang Industri
b. Ketua Bidang Teknologi dan Informasi
c. Ketua Bidang Pariwisata
d. Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan
e. Ketua Bidang Batik Development Center
D. Bidang Usaha Kampoeng Batik Laweyan
Kampoeng Batik Laweyan merupakan kampung juragan batik di
(52)
Budiman Effendi selaku pengurus FPKBL, yang mengatakan bahwa
terdapat lebih dari 80 UMKM batik yang ada di Kampoeng Batik
Laweyan. 80 UMKM batik tersebut terdiri dari UMKM yang berproduksi
dan tidak berproduksi (hanya memiliki showroom). Teknik membatik yang digunakan untuk memproduksi batik di Kampoeng Batik Laweyan cukup
beragam, antara lain teknik batik tulis, batik cap, batik lukis, batik abstrak
hingga printing (tekstil bermotif batik). Produk yang dihasilkan dan di jual
di Kampoeng Batik laweyan juga beragam mulai dari kain, pakaian, tas,
dompet, sepatu, lukisan, dan aksesoris.
Batik yang dihasilkan di Kampoeng Batik Laweyan memiliki
kekhasan tersendiri. Kekhasan tersebut terletak pada motif dari batik yang
dihasilkan. Terdapat dua motif batik yang khas di Kampoeng Batik
Laweyan yaitu jarik motif Tirto Tejo dan motif Truntum. Kekhasan batik
di Kampoeng Batik Laweyan tidak hanya terbatas dengan dua motif
tersebut, tetapi di setiap UMKM batik yang ada di Kampoeng Batik
laweyan juga memiliki kekhasan motif batik mereka sendiri. Hal ini
menjadi sesuatu yang unik bagi para wisatawan yang berkunjung di
Kampoeng Batik Laweyan. Berikut ini disajikan gambar motif batik
Truntum pada gambar 4.1 dan motif batik Tirto Tejo pada gambar 4.2.
(53)
BAB V
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah pemilik UMKM batik di
Kampoeng Batik Laweyan. Total kuesioner yang disebarkan adalah 26
kuesioner. Terdapat 7 UMKM batik yang tidak bersedia dijadikan sebagai
responden karena pemilik UMKM batik tidak menerima penelitian dan
tidak memiliki waktu yang cukup luang untuk penelitian, sehingga peneliti
hanya menyebarkan 26 kuesioner kepada UMKM batik yang bersedia
menjadi responden. Dari total 26 kuesioner yang disebarkan, 6 kuesioner
tidak diisi dengan lengkap karena pemilik UMKM batik tidak bersedia
memberikan data yang berkaitan dengan keuangan dan pertanyaan
kuesioner tidak relevan dengan kondisi UMKM, sehingga hanya 20
kuesioner yang bisa dianalisis. Data mengenai karakteristik responden
adalah sebagai berikut:
1. Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Profil responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel
5.1 berikut:
Tabel 5.1 Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah % 1 Laki-laki 14 70 2 Perempuan 6 30
(54)
Tabel 5.1 menunjukan bahwa responden yang paling banyak
berdasarkan jenis kelamin adalah laki-laki yaitu sebesar 70%.
Pemilik UMKM batik di Kampoeng Batik Laweyan mayoritas
laki-laki karena UMKM batik di Kampoeng Batik Laweyan sebagian
besar adalah usaha keluarga sehingga kepala keluarga umumnya
menjadi pemilik UMKM.
2. Profil Responden Berdasarkan Usia
Profil responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 5.2
berikut:
Tabel 5.2 Profil Responden Berdasarkan Usia
Dapat dilihat dari tabel 5.2 yaitu responden paling banyak pada
rentang usia 41-50 tahun dengan persentase 40%.
Responden paling banyak berada direntang usia 41-50 tahun. Hal
ini disebabkan karena para responden sudah cukup lama menjalankan
usaha batik ini. Selain itu banyak anak-anak dari para pemilik UMKM
batik di Kampoeng Batik Laweyan yang kurang berminat untuk
meneruskan usaha batik sehingga meskipun usia pemilik sudah cukup
tua mereka tetap yang mengelola usaha ini.
No Usia Jumlah %
1 20-30 2 10 2 31-40 4 20 3 41-50 8 40 4 51-60 5 25 5 >61 1 5
(55)
3. Profil Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan
Profil responden berdasarkan latar belakang pendidikan dapat
dilihat pada tabel 5.3 berikut:
Tabel 5.3 Profil Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan
No Latar Belakang
Pendidikan Jumlah %
1 S2 1 5
2 S1 5 25
3 D3 2 10
4 D2 1 5
5 SMA/SMK/STM 9 45
6 SMP 2 10
Jumlah 20 100
Tabel 5.3 menunjukan bahwa latar belakang pendidikan responden
paling banyak adalah SMA/SMK/STM dengan persentase 45%
Dalam menjalankan usahanya para pemilik UMKM batik di
Kampoeng Batik Laweyan tidak dituntut untuk memiliki pendidikan
yang tinggi. Hal ini dikarenakan dalam menjalankan usaha batik para
pemilik UMKM batik lebih mengandalkan ketrampilan dalam
membatik.
4. Profil Responden Berdasarkan Lama Usaha
Profil responden berdasarkan lama usaha dapat dilihat pada tabel
(56)
Tabel 5.4 Profil Responden Berdasarkan Lama Usaha
No Lama Usaha Jumlah %
1 3-12 tahun 9 45 2 13-22 tahun 6 30 3 23-32 tahun 2 10 4 33-42 tahun 2 10
5 ≥43 tahun 1 5
Jumlah 20 100
Dapat dilihat pada tabel 5.4 bahwa persentase tertinggi berdasarkan
lama responden menjalankan usaha terdapat pada rentang waktu 3-12
tahun yaitu 45%.
Dari hasil persentase profil responden berdasarkan lama usaha
menunjukan bahwa UMKM batik di Kampoeng Batik Laweyan dapat
bertahan hingga bertahun-tahun. Hal ini dikarenakan UMKM Batik di
Kampoeng Batik Laweyan adalah usaha turun temurun sehingga sudah
dijalankan sejak lama. Selain itu batik merupakan bagian dari sebuah
budaya sehingga batik mempunyai daya tarik tersendiri di setiap
generasi.
B. Hasil Analisis Data
1. Persepsi pelaku UMKM batik di Kampoeng Batik Laweyan dalam
penerapan konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP.
Permasalahan pertama adalah bagaimana persepsi pelaku UMKM
(57)
tersebut peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif.
Berikut ini terdapat tabel yang berisi data hasil jawaban kuesioner
responden yang dikelompokan berdasarkan jawaban ya, tidak, dan
tidak tahu dengan kriteria jawaban “ya” berarti pemahaman tentang
konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP benar, jawaban “tidak”
berarti pemahaman tentang konsep pengakuan berdasarkan SAK
ETAP salah, dan jawaban “tidak tahu” yang berarti tidak memiliki
pemahaman tentang konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP.
Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa 82.46% total pertanyaan
kuesioner secara keseluruhan dijawab oleh responden dengan jawaban
“ya”. Jawaban tersebut menunjukan bahwa sebagian besar pemahaman responden tentang konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP benar.
Meskipun terdapat 13.59% jawaban “tidak” yang berarti pemahaman tentang konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP salah dan 3.96%
jawaban “tidak tahu” yang berarti responden tidak tahu pemahaman tentang konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP.
Tabel 5.5 Persepsi Pelaku UMKM dalam Penerapan Konsep Pengakuan berdasarkan SAK ETAP
Jawaban Kuesioner
Persentase Jawaban Konsep Pengakuan per Indikator
Rata-rata Persentase Jawaban Keseluruhan
Kriteria 1 2 3 4
Ya 88,57 92,50 68,75 80,00 82,46 Pemahaman
benar
Tidak 6,43 0,83 28,75 18,33 13,59 Pemahaman
salah
Tidak tahu 5,00 6,67 2,50 1,67 3,96 Tidak tahu
pemahaman
(58)
Keterangan:
1: Aset 3: Penghasilan
2: Kewajiban 4: Biaya
Dengan hasil 82.46% total pertanyaan kuesioner secara
keseluruhan yang dijawab dengan jawaban “ya”, maka dapat disimpulkan sebagian besar pemahaman pemilik UMKM batik di
Kampoeng Batik Laweyan mengenai konsep pengakuan berdasarkan
SAK ETAP yang terdiri dari 4 indikator yaitu aset, kewajiban,
penghasilan, dan biaya sudah benar. Berikut ini akan dijabarkan
persentase jawaban responden terhadap ke 4 indikator konsep
pengakuan.
a. Aset
Indikator pertama dari konsep pengakuan adalah aset. Di
dalam kuesioner indikator ini diukur dengan 7 pertanyaan. Tabel
5.6 akan menampilkan hasil jawaban kuesioner dari responden.
Pada tabel 5.6 dapat dilihat bahwa persentase tertinggi
terdapat pada pertanyaan 1 dan pertanyaan 3 yaitu 20 responden
(100%) menjawab dengan jawaban “ya”. Pertanyaan 1 dan
pertanyaan 3 berisi tentang pengakuan/pencatatan pembelian bahan
baku secara tunai dan pembelian peralatan secara tunai. Hasil ini
menunjukan bahwa semua pemilik UMKM di Kampoeng Batik
(59)
tunai. Selanjutnya pertanyaan 6 terdapat 19 responden (95%)
menjawab dengan jawaban “ya”, 1 responden (5%) menjawab dengan jawaban “tidak” dan tidak ada responden yang menjawab dengan jawaban “tidak tahu”. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar responden telah memiliki pemahaman yang benar tentang
pengakuan/pencatatan kendaraan yang dibeli secara tunai.
Tabel 5.6 Distribusi Jawaban Kuesioner Responden untuk Indikator Aset
Pertanyaan
Total Jawaban Responden Ya % Tidak % Tidak
Tahu %
Pertanyaan 1 20 100 0 0 0 0
Pertanyaan 2 16 80 2 10 2 10
Pertanyaan 3 20 100 0 0 0 0
Pertanyaan 4 17 85 1 5 2 10
Pertanyaan 5 14 70 4 20 2 10
Pertanyaan 6 19 95 1 5 0 0
Pertanyaan 7 18 90 1 5 1 5
Total Jawaban
Per Indikator 124 9 7
Persentase 88,57 6,43 5,00
Sumber: Data primer diolah
Berikutnya pertanyaan 2, pertanyaan 4, dan pertanyaan 7
yang berisi tentang pengakuan/pencatatan pembelian bahan baku,
peralatan, dan kendaraan secara kredit juga memperoleh jawaban
“ya” yang cukup banyak. Untuk pertanyaan 2 memperoleh jawaban “ya” sebanyak 16 responden (80%), jawaban “tidak” sebanyak 2 responden (10%) dan jawaban “tidak tahu” sebanyak 2 responden (10%). Pertanyaan 4 memperoleh jawaban “ya” sebanyak 17
(60)
responden (85%), jawaban “tidak” sebanyak 1 responden (5%), dan jawaban “tidak tahu” sebanyak 2 responden (10%). Sedangkan
pertanyaan 7 memperoleh jawaban “ya” sebanyak 18 responden (90%), jawaban “tidak” sebanyak 1 responden (5%), dan jawaban “tidak tahu” sebanyak 1 responden (5%). Hasil ini menandakan
bahwa sebagian besar responden telah memiliki pemahaman yang
benar tentang pengakuan/pencatatan pembelian bahan baku,
peralatan, dan kendaraan secara kredit. Namun masih terdapat
sebagian kecil responden yang memiliki pemahaman yang salah
dan tidak tahu pemahaman mengenai pengakuan/pencatatan
transaksi tersebut. Hal ini disebabkan karena sebagian besar
transaksi yang dilakukan dilakukan oleh responden bersifat tunai
sehingga terdapat beberapa responden yang memiliki pemahaman
yang salah dan tidak tahu pemahaman mengenai
pengakuan/pencatatan transaksi yang dilakukan secara kredit.
Untuk pertanyaan 5 yang berisi tentang
pengakuan/pencatatan tanah dan bangunan yang dipakai sebagai
tempat usaha terdapat 14 responden (70%) menjawab dengan
jawaban “ya”, 4 responden (20%) yang menjawab dengan jawaban “tidak”, dan 2 responden (10%) menjawab dengan jawaban “tidak tahu”. Hasil ini menandakan bahwa sebagian besar pemilik
(61)
dipakai sebagai tempat usaha. Persentase 20% untuk jawaban
“tidak” pada pertanyaan 5 ini merupakan persentase jawaban “tidak” yang terbanyak untuk indikator aset. Hal ini disebabkan karena beberapa pemilik UMKM batik di Kampoeng Batik
Laweyan berpersepsi bahwa tanah dan bangunan merupakan satu
kesatuan sehingga tidak diperlukan pencatatan yang terpisah antara
tanah dan bangunan. Sedangkan persentase 10% untuk jawaban
tidak tahu disebabkan karena pemilik UMKM tidak melakukan
pencatatan untuk tanah dan bangunan sehingga tidak tahu
pemahaman mengenai pencatatan/pengakuan tanah dan bangunan.
Dari tabel 5.6, terdapat 88.57% total pertanyaan kuesioner
pada indikator aset yang dijawab dengan jawaban “ya”. Artinya, sebagian besar pemilik UMKM batik di Kampoeng Batik Laweyan
memiliki pemahaman yang benar tentang konsep pengakuan aset
berdasarkan SAK ETAP.
b. Kewajiban
Kewajiban adalah indikator kedua dari konsep pengakuan.
Indikator ini diukur dengan 6 pertanyaan dalam kuesioner. Tabel
5.7 akan menampilkan hasil jawaban kuesioner dari responden.
Tabel 5.7 menunjukan pertanyaan 1, pertanyaan 3,
pertanyaan 4 dan pertanyaan 5 mendapatkan persentase jawaban
“ya” yang sama dan tertinggi yaitu 95%. Persentase tersebut
(62)
benar tentang pengakuan/pencatatan utang pembelian bahan baku,
utang kepada bank, utang pembelian kendaraan, dan utang
pembelian peralatan. Meskipun terdapat jawaban “tidak tahu”
sebanyak 1 responden (5%) untuk pertanyaan 2, pertanyaan 3,
pertanyaan 4, dan pertanyaan 5 yang disebabkan karena responden
tidak melakukan transaksi utang pembelian bahan baku, utang
kepada bank, utang pembelian kendaraan, dan utang pembelian
peralatan sehingga tidak memiliki pemahaman mengenai
pengakuan utang tersebut.
Tabel 5.7 Distribusi Jawaban Kuesioner Responden untuk Indikator Kewajiban
Pertanyaan
Total Jawaban Responden Ya % Tidak % Tidak
Tahu %
Pertanyaan 1 19 95 0 0 1 5
Pertanyaan 2 18 90 1 5 1 5
Pertanyaan 3 19 95 0 0 1 5
Pertanyaan 4 19 95 0 0 1 5
Pertanyaan 5 19 95 0 0 1 5
Pertanyaan 6 17 85 0 0 3 15
Total Jawaban
per Indikator 111 1 8
Persentase 92,50 0,83 6,67
Sumber: Data primer diolah
Selanjutnya, pertanyaan 2 dan pertanyaan 6 juga
mendapatkan persentase jawaban “ya” cukup banyak yaitu 90% responden menjawab dengan jawaban “ya”, 5% responden menjawab dengan jawaban “tidak”, dan 5% juga responden yang
(63)
sedangkan untuk pertanyaan 6 terdapat 85% responden menjawab
dengan jawaban “ya”, tidak ada responden yang menjawab dengan jawaban “tidak”, dan 15% responden menjawab dengan jawaban “tidak tahu”. Persentase 90% dan 85% untuk jawaban “ya” pada
pertanyaan 2 dan pertanyaan 6 menandakan bahwa sebagian besar
responden telah memiliki pemahaman yang benar mengenai
pengakuan/pencatatan utang bunga dan utang pajak penghasilan.
Sedangkan persentase jawaban “tidak tahu” sebesar 5% untuk pertanyaan 2 dan 15% untuk pertanyaan 6 disebabkan karena
responden tidak melakukan transaksi utang bunga dan tidak
membayar pajak penghasilan sehingga responden tidak memiliki
pemahaman mengenai pengakuaan utang bunga dan utang pajak
penghasilan.
Dari tabel 5.7, terdapat 92,50% total pertanyaan kuesioner
pada indikator kewajiban yang dijawab dengan jawaban “ya”.
Persentase atas jawaban “ya” tersebut memberikan arti bahwa
sebagian besar pemilik UMKM batik di Kampoeng Batik Laweyan
memiliki pemahaman yang benar tentang konsep pengakuan
kewajiban berdasarkan SAK ETAP.
c. Penghasilan
Indikator ketiga dari konsep pengakuan adalah penghasilan.
Indikator ini diukur dengan 4 pertanyaan dalam kuesioner. Tabel
(64)
Tabel 5.8 Distribusi Jawaban Kuesioner Responden untuk Indikator Penghasilan
Pertanyaan
Total Jawaban Responden Ya % Tidak % Tidak
Tahu %
Pertanyaan 1 10 50 8 40 2 10
Pertanyaan 2 13 65 7 35 0 0
Pertanyaan 3 14 70 6 30 0 0
Pertanyaan 4 20 100 0 0 0 0
Total Jawaban
per Indikator 55 23 2
Persentase 68.75 28.75 2.50
Sumber: Data primer diolah
Pada tabel 5.8 dapat dilihat yang mendapat jawaban “ya”
paling banyak adalah pertanyaan 4 dengan persentase 100%.
Artinya, semua responden telah memiliki pemahaman yang benar
terkait pengakuan/pencatatan pendapatan dari penjualan tunai.
Untuk pertanyaan 2 dan pertanyaan 3 juga mendapat
persentase jawaban “ya” cukup banyak yaitu 65% responden menjawab dengan jawaban “ya” untuk pertanyaan 2 dan 70%
responden menjawab dengan jawaban “ya” untuk pertanyaan 3.
Hasil ini menandakan bahwa sebagian besar responden memiliki
pemahaman yang benar terkait pengakuan/pencatatan pendapatan
ketika barang telah diserahkan meskipun pembeli belum
membayarnya dan ketika pembayaran telah diterima tetapi barang
dagangan belum diserahkan kepada pembeli. Meskipun terdapat
(65)
bahwa pendapatan diakui ketika barang telah diserahkan kepada
pembeli dan pembayaran telah diterima dari pembeli.
Sedangkan pertanyaan 1 yang berisi tentang down payment
(DP) tidak bisa diakui/ dicatat sebagai pendapatan mendapatkan
jawaban “tidak” yang paling banyak yaitu 8 responden (40%)
menjawab dengan jawaban “tidak”. Banyaknya responden yang menjawab dengan jawaban “tidak” dikarenakan menurut responden
DP merupakan bentuk pembayaran dari pembeli sehingga bisa
diakui sebagai pendapatan.
Dari tabel 5.8, terdapat 68,75% total pertanyaan kuesioner
pada indikator penghasilan yang dijawab dengan jawaban “ya”. Artinya, sebagian besar pemilik UMKM batik di Kampoeng Batik
Laweyan memiliki pemahaman yang benar tentang konsep
pengakuan penghasilan berdasarkan SAK ETAP.
d. Beban
Indikator keempat dari konsep pengakuan adalah beban. Di
dalam kuesioner indikator ini diukur dengan 3 pertanyaan. Tabel
5.9 akan menampilkan hasil jawaban kuesioner dari responden.
Persentase tertinggi pada tabel 5.9 terdapat pada jawaban
“ya” untuk pertanyaan 1, pertanyaan 2, dan pertanyaan 3 yaitu
80%. Hasil ini menandakan bahwa sebagian besar responden telah
memiliki pemahaman yang benar mengenai pengakuan/pencatatan
(66)
responden yang menjawab dengan jawaban “tidak” dan “tidak tahu”. Untuk pertanyaan 1 dan pertanyaan 3 terdapat 4 responden (20%) yang menjawab dengan jawaban “tidak” dan tidak ada
responden yang menjawab dengan pertanyaan “tidak tahu” sedangkan untuk pertanyaan 2 terdapat 3 responden (15%) yang
menjawab dengan jawaban “tidak” dan 1 responden (5%) yang menjawab dengan jawaban “tidak tahu”. Hal ini dikarenakan
terdapat responden yang tidak melakukan pencatatan terkait biaya
air sehingga tidak memiliki pemahaman terkait pengakuan/
pencatatan biaya air dan terdapat responden yang mengakui biaya
listrik, biaya air dan biaya gaji ketika melakukan pembayaran
sehingga apabila belum melakukan pembayaran mereka tidak
mengakui adanya biaya listrik, biaya air dan biaya gaji.
Tabel 5.9 Distribusi Jawaban Kuesioner Responden untuk Indikator Beban
Pertanyaan
Total Jawaban Responden Ya % Tidak % Tidak
Tahu %
Pertanyaan 1 16 80 4 20 0 0
Pertanyaan 2 16 80 3 15 1 5
Pertanyaan 3 16 80 4 20 0 0
Total Jawaban
per Indikator 48 11 1
Persentase 80,00 18,33 1,67
(67)
2. Tantangan yang Dihadapi UMKM Batik di Kampoeng Batik Laweyan
dalam Penerapan Konsep Pengakuan Berdasarkan SAK ETAP
Permasalahan kedua adalah apa tantangan yang dihadapi UMKM
batik di Kampoeng Batik Laweyan Solo dalam penerapan konsep
pengakuan berdasarkan SAK ETAP. Untuk menjawab permasalahan
tersebut peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif.
Berikut adalah deskripsi hasil wawancara dengan responden mengenai
tantangan penerapan konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP.
a. Batik Ogut
Wawancara dilakukan dengan Bapak Ogut selaku pemilik
usaha Batik Ogut dengan latar belakang pendidikan adalah SMP
dan Bapak Joko sebagai adik Bapak Ogut yang melakukan
pencatatan keuangan. Batik Ogut berdiri sejak tahun 2009.
Mengelola Batik Ogut merupakan pekerjaan utama dari Bapak
Ogut.
Pengelolaan keuangan Batik Ogut dilakukan oleh adik dari
Bapak Ogut yaitu Bapak Joko. Pengelolaan keuangan dilakukan
dengan pencatatan secara rutin setiap minggunya. Selama ini
pencatatan yang dilakukan hanya sederhana tanpa mengikuti
standar akuntansi keuangan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal
ini dikarenakan Bapak Ogut dan Bapak Joko tidak pernah
(68)
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Joko konsep
pengakuan sebenarnya kurang penting untuk diterapkan karena
yang penting keuntungan dari hasil usaha masih bisa dirasakan.
Dalam menerapkan konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP
Bapak Joko juga memiliki tantangan antara lain, tidak mengetahui
SAK ETAP sehingga pencatatan yang selama ini dilakukan hanya
sederhana dan berdasarkan persepsi dari Bapak Joko sendiri dan
kurangnya waktu untuk menerapkan konsep pengakuan atau
pencatatan karena Bapak Joko juga merangkap beberapa pekerjaan
selain mengelola keuangan.
b. Batik Puspa Kencana
Peneliti melakukan wawancara dengan pemilik Batik Puspa
Kencana yaitu Ibu Dewi Aryani. Latar belakang pendidikan Ibu
Dewi Aryani adalah S1 (Non Akuntansi). Batik Puspa Kencana
merupakan usaha turun temurun dari orang tua Ibu Dewi Aryani.
Usaha Batik Puspa Kencana ini dimulai sejak tahun 1979.
Mengelola Batik Puspa Kencana merupakan pekerjaan utama dari
Ibu Dewi Aryani.
Pengelolaan keuangan Batik Puspa Kencana masih
tercampur dengan keuangan rumah tangga. Dalam mengelola
keuangan Batik Puspa Kencana telah melakukan pencatatan
(69)
pendidikan SMA dan kurang memahami akuntansi. Pencatatan
tersebut secara rutin dilakukan setiap hari. Selama ini pencatatan
yang dilakukan masih sederhana dan berdasarkan persepsi dari Ibu
Dewi saja tanpa mengikuti standar akuntansi keuangan yang
berlaku. Hal ini dikarenakan Ibu Dewi tidak tahu mengenai standar
akuntansi keuangan yang ditetapkan pemerintah.
Menurut Ibu Dewi konsep pengakuan penting untuk
diterapkan karena dengan penerapan konsep pengakuan dapat
diketahui secara pasti transaksi pemasukan dan pengeluaran yang
terjadi. Dalam menerapkan konsep pengakuan berdasarkan SAK
ETAP Ibu Dewi memiliki tantangan yaitu ketidaktahuan Ibu Dewi
tentang SAK ETAP itu sendiri.
c. Batik Estu Mulyo
Peneliti melakukan wawancara dengan pemilik Batik Estu
Mulyo. Pemilik Batik Estu Mulyo adalah Bapak Akrom Muntaha
dengan latar belakang pendidikan adalah S1 (Non Akuntansi).
Batik Estu Mulyo berdiri sejak tahun 2010. Mengelola Batik Estu
Mulyo merupakan pekerjaan utama dari Bapak Akrom Muntaha.
Pengelolaan keuangan Batik Estu Mulyo dilakukan dengan
pencatatan yang masih manual dan hanya berupa pencatatan keluar
masuknya kas. Pencatatan tersebut dilakukan oleh istri dari Bapak
Akrom. Pencatatan tersebut secara rutin dilakukan setiap
(1)
(2)
Tabel Jawaban Kuesioner Responden Indikator Aset
Pertanyaan
Responden Total Jawaban per
pertanyaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Ya Tidak Tidak
Tahu
1 Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y 20 0 0
2 Y Y Y Y Y TT Y TT Y Y Y Y T Y T Y Y Y Y Y 16 2 2
3 Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y 20 0 0
4 Y Y Y Y Y TT Y TT Y Y Y Y T Y Y Y Y Y Y Y 17 1 2
5 Y TT Y Y Y T Y TT Y Y T Y T Y Y Y Y Y T Y 14 4 2
6 Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y T Y Y Y Y Y Y Y 19 1 0
7 Y Y Y Y Y Y Y TT Y Y Y Y T Y Y Y Y Y Y Y 18 1 1
Total Jawaban Indikator Aset 124 9 7
(3)
Tabel Jawaban Kuesioner Responden Indikator Kewajiban
Pertanyaan
Responden Total Jawaban per
pertanyaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Ya Tidak Tidak
Tahu
1 Y Y Y Y Y TT Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y 19 0 1
2 Y TT Y Y Y Y Y Y T Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y 18 1 1
3 Y TT Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y 19 0 1
4 Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y TT Y Y Y Y Y 19 0 1
5 Y Y Y Y Y TT Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y 19 0 1
6 Y Y Y Y Y TT Y Y Y Y Y Y Y Y TT Y TT Y Y Y 17 0 3
Total Jawaban Indikator Kewajiban 111 1 8
(4)
Tabel Jawaban Kuesioner Responden Indikator Penghasilan
Pertanyaan
Responden Total Jawaban per
pertanyaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Ya Tidak Tidak
Tahu
1 Y Y TT TT Y T Y T T T T T T Y Y T Y T T Y 8 10 2
2 Y T Y Y Y T Y Y Y T Y Y T Y Y Y T Y T T 13 7 0
3 Y Y Y Y T T Y Y T Y Y Y Y Y T T Y Y Y T 14 6 0
4 Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y 20 0 0
Total Jawaban Indikator Penghasilan 55 23 2
(5)
Tabel Jawaban Kuesioner Responden Indikator Beban
Pertanyaan
Responden Total Jawaban per
pertanyaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Ya Tidak Tidak
Tahu
1 T T Y Y Y T Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y T Y Y Y 16 4 0
2 T T Y Y Y T Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y TT Y Y Y 16 3 1
3 Y T Y Y Y T Y T Y Y Y Y Y Y Y Y Y T Y Y 16 4 0
Total Jawaban Indikator Beban 48 11 1
(6)
Keterangan:
1. Batik Ogud
2. Batik Puspa Kencana
3. Batik Estu Mulyo
4. Batik Truntum
5. Batik Jofa
6. Batik Setya
7. Batik Gres Tenan
8. Batik Pandono
9. Batik Lor Ing Pasar
10.Batik Hayuningrum
11.Batik Purwo Raharjo
12.Batik Puspita Mekar
13.Uni Batik
14.Batik Sherlyta Ayu
15.Batik Mahkota Laweyan
16.Herdea Batik
17.Batik Ratnasari
18.Batik Nurma
19.Batik Widia Kencana