OBSERVASI FIBROPAPILOMATOSIS EKSTERNAL PADA PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI RUAYA PAKAN PERAIRAN BERAU, KALIMANTAN TIMUR.
OBSERVASI FIBROPAPILOMATOSIS EKSTERNAL PADA PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI RUAYA PAKAN PERAIRAN BERAU,
KALIMANTAN TIMUR
SKRIPSI
Oleh :
Desak Putu Candra Tirta Karina NIM.0909005046
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2015
(2)
OBSERVASI FIBROPAPILOMATOSIS EKSTERNAL PADA PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI RUAYA PAKAN PERAIRAN BERAU,
KALIMANTAN TIMUR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh :
Desak Putu Candra Tirta Karina NIM.0909005046
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2015
(3)
OBSERVASI FIBROPAPILOMATOSIS EKSTERNAL PADA PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI RUAYA PAKAN PERAIRAN BERAU,
KALIMANTAN TIMUR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh :
Desak Putu Candra Tirta Karina NIM.0909005046
Menyetujui/Mengesahkan:
DEKAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA
Dr. drh. Nyoman Adi Suratma, MP. NIP.19600305 198703 1 001
Tanggal Lulus : Pembimbing I
Drh. Ida Bagus Windia Adnyana,Ph.D NIP. 19640401 199003 1 002
Pembimbing II
Drh. I Made Sukada, M.Si NIP. 19621024 198903 1 003
(4)
Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh kami berpendapat bahwa tulisan ini baik ruang lingkup maupun kualitasnya dapat diajukan sebagai skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Ditetapkan di………...tanggal………
Panitia Penguji:
Drh. Ida Bagus Windia Adnyana,Ph.D Ketua
Drh. I Made Sukada, MSi Drh. I Made Kardena, MVS Sekretaris Anggota
Drh. Sri Kayati Widyastuti, MSi Prof. Dr. drh. I Ketut Berata, M.Si
(5)
RIWAYAT HIDUP
Penulis Desak Putu Candra Tirta Karina dilahirkan di Singaraja pada tanggal 21 April 1991 merupakan anak pertama dan terakhir dari pasangan I Dewa Nyoman Margawirana, SE (Ayah) dan Desak Nyoman Armini, SE (Ibu).
Penulis melalui tahap pendidikan di TK Mutiara Singaraja pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis mengemban pendidikan dasar di SD Mutiara Singaraja dan tamat pada tahun 2003. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Singaraja, dan tamat pada tahun 2006. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 4 Singaraja dan masuk ke kelas IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) serta menyelesaikan pendidikan pada tahun 2009. Setelah lulus SMA penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana dengan mengikuti jalur PMDK pada tahun 2009.
(6)
OBSERVASI FIBROPAPILOMATOSIS EKSTERNAL PADA PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI RUAYA PAKAN PERAIRAN BERAU,
KALIMANTAN TIMUR
ABSTRAK
Perairan Berau di Kalimantan Timur merupakan ruaya pakan bagi penyu hijau (Chelonia mydas) dari berbagai lokasi di Indonesia. Seiring dengan berkembangnya aktivitas pariwisata di perairan Berau, serta padatnya populasi penyu di ruaya pakan, memunculkan berbagai penyakit. Salah satu penyakit yang ada yaitu fibropapilomatsosis eksternal pada penyu hijau (Chelonia mydas) yang disebabkan oleh virus herpes yang bersifat ubiquitus (ada dimana-mana). Stres juga dapat menjadi faktor munculnya fibropapilomatosis.
Pengamatan penyu hijau (Chelonia mydas) dilakukan pada tanggal 8-23 Desember 2009 di ruaya pakan perairan Berau, Kalimantan Timur. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan 310 ekor penyu kemudian ditabulasi dalam bentuk dokumen Microsoft excel.
Berdasarkan dari data yang diperoleh maka prevalensi fibropapilomatosis eksternal pada penyu hijau (Chelonia mydas) di perairan Berau, Kalimantan Timur selama pengamatan tahun 2009, adalah 1,6%. Sebaran lokasi fibropapilomatosis eksternal sebagian besar (80%) ada disekitar mata, dan sisanya menyebar di tubuh (20%). Indeks kondisi tubuh penyu hijau yang terserang ada dalam kategori baik (1,42)
(7)
SUMMARY
Waters of Berau in East Kalimantan is feeding areas for green turtles (Chelonia mydas) from various locations in Indonesia. Along with the development of tourism activities in the waters of Berau, as well as the density of sea turtle populations in feeding areas, gave rise to various diseases. One of the diseases for which there is an external fibropapilomatsosis the green turtle (Chelonia mydas), which is caused by a herpes virus that is ubiquitus (everywhere). Stress can also be a factor in the emergence of fibropapilomatosis.
Observations green turtle (Chelonia mydas) was held on December 8 to 23, 2009 in the waters feeding areas Berau, East Kalimantan. Obtained record from observations of 310 turtles were then tabulated in the form of Microsoft Excel documents.
Based on the obtained record, the prevalence of external fibropapilomatosis the green turtle (Chelonia mydas) in the waters of Berau, East Kalimantan during the observation in 2009, was 1.6%. Distribution locations external fibropapilomatosis majority (80%) is around the eyes, and the rest is spread in the body (20%). Body condition index of the green turtle that was attacked last in both categories (1.42)
(8)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul “OBSERVASI FIBROPAPILOMATOSIS EKSTERNAL PADA PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI RUAYA PAKAN PERAIRAN BERAU, KALIMANTAN TIMUR”, disusun berdasarkan hasil penelitian sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan baik moril maupun material. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. drh. Nyoman Adi Suratma,MP., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.
2. Bapak Drh. Ida Bagus Windia Adnyana,Ph.D., selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, membantu, mengarahkan dan memberi motivasi kepada penulis selama penelitian maupun penulisan skripsi ini.
3. Bapak Drh. I Made Sukada,MSi., selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu dalam memberi bimbingan serta memberi petunjuk dan saran selama penelitian sampai skripsi ini dapat penulis selesaikan.
4. Bapak Drh. I Made Kardena,MVS., Ibu Drh. Sri Kayati Widyastuti, M.Si., dan Bapak Prof. Dr. drh. I Ketut Berata, M.Si yang telah bersedia menjadi penguji dan memberikan saran maupun kritik pada penulisan skripsi ini. 5. Ibu Drh. Aida Louise Tenden Rompis, selaku pembimbing akademik yang
sudah bersedia meluangkan waktu dan memberi motivasi penulis sampai penyelesaian skripsi ini.
6. Kepada seluruh Civitas Akademika FKH UNUD, para staff dosen pengajar, staff pegawai, atas bantuan yang diberikan pada saat perkuliahan ataupun kegiatan kemahasiswaan
(9)
7. Kedua orang tua tercinta, I Dewa Nyoman Margawirana, SE dan Desak Nyoman Armini, SE., dengan doa, cinta dan penuh kesabaran telah memberi semangat dan dorongan moral dan material sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.
8. Sahabat tercinta Drh. Ida Ayu Dian K.D, S.Kh, Drh. Putu Sutrisna Dewi, S.Kh, Dewa Ayu Rista Widayani, S.Kh, Drh. Yenny Anggraheni Dodik Firmanti, S.Kh, dan teman – teman lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu karena atas dukungan besar mereka penulis dapat terus melangkah baik dalam penelitian, penulisan, seminar, hingga akhir rampungnya penulisan skripsi ini.
Kiranya Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat serta digunakan dalam langkah konservasi maupun penelitian penyu laut dimasa akan datang.
Denpasar, Maret 2015 Penulis
(10)
DAFTAR ISI
Hal HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN……..……… ii
RIWAYAT HIDUP……… iv
RINGKASAN/ ABSTRAK……….………….. v
UCAPAN TERIMAKASIH……….. vii
DAFTAR ISI……….. ix
DAFTAR TABEL………. xi
DAFTAR GAMBAR………. xii
DAFTAR LAMPIRAN………. xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ………... 1
1.2Rumusan masalah ……….... 3
1.3Tujuan Penelitian ……….. 3
1.4Manfaat Penelitian ……….…….. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Penyu Hijau ………....……….. 4
2.2Penyu Hijau di Perairan Berau……….. 5
2.3Fibropapilomatosis pada Penyu Hijau.………. 6
2.4Kerangka Konsep ………. 9
BAB III MATERI DAN METODE 3.1Obyek Penelitian …...……….... 12
3.2Bahan Penelitian …...……….... 12
3.3Alat Penelitian …...………...… 12
(11)
3.5Prosedur Penelitian ……….. 12 3.6Analisis Data ……….... 13 3.7Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil Penelitian………. 15 4.1.1 Prevalensi Kasus Fibropapilomatosis pada Penyu Hijau
(Chelonia mydas) di Ruaya Pakan Perairan Berau…. 15 4.1.2 Perhitungan Indeks Kondisi Tubuh/Body Condition Index
(BCI) Penyu Hijau (Chelonia mydas) yang Terserang
Fibropapilomatosis……….. 17 4.2Pembahasan………. 19 BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan………... 22 5.2 Saran………... 22
LAMPIRAN
(12)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Perbandingan Nilai Rata-rata Indeks Kondisi Tubuh Penyu
Hijau di Ruaya Pakan Berau ……… 17 2. Morfometri dan Body Condition Index (BCI) Penyu Hijau yang
Terserang Fibropapilomatosis di Ruaya Pakan Peraiaran Berau,
(13)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Peta Kawasan Konservasi Laut Berau………. 5 2. Peta Konsep Penelitian ……… 11 3. Sebaran Jejas Fibropapilomatosis Eksternal pada Mata Kiri (a) dan
(c), Mata Kanan (b), Pangkal Flipper(d) dan (e) ……….. 16 4. Gambaran Indeks Kondisi Tubuh (Body Condition Index) Penyu
Penyu Hijau (Chelonia mydas) yang Diamati di Ruaya Pakan
Perairan Berau, Kalimantan Timur ……… 18 5. Perbandingan Nilai Rata-rata Indeks Kondisi Tubuh Penyu ………. 21
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Penyu yang Ditangkap di Ruaya Pakan Penyu Perairan Berau, Kalimantan Timur, pada Tanggal 8-23 Desember 2015.
Lampiran 2. Nilai Rata-rata Indeks Kondisi Tubuh Penyu yang Memiliki Jejas Fibropapilomatosis dan yang Tidak Memiliki Jejas Fibropapilomatosis.
(15)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Salah satu habitat penyu hijau (Chelonia mydas) terbesar di Indonesia adalah perairan Berau, di Kalimantan Timur. Wilayah ini terletak di kawasan laut semi tertutup Sulu Sulawesi. Secara geografis, perairan ini terletak di 00o51’00” – 01o02”33” LU dan 116o01’00” – 119o57’00” BT. Hampir 26,3% wilayahnya merupakan perairan yang luasnya ±1.222.988 ha. Selain sebagai pantai peneluran, wilayah ini juga diyakini sebagai ruaya pakan terbesar bagi penyu hijau di Indonesia (Tomascik, et al., 1997). Besarnya populasi penyu di perairan Berau ini bahkan membuatnya dijadikan lambang daerah.
Secara umum, penyu merupakan spesies yang terancam punah. Kerusakan habitat pantai dan ruaya pakan, kematian akibat kegiatan perikanan, pengelolaan teknik-teknik konservasi yang tidak memadai, perubahan iklim, pengambilan penyu atau telurnya, ancaman dari predator dan penyakit, merupakan faktor-faktor penyebab penurunan populasinya. Salah satu penyakit yang dapat menjadi penyebab utama kematian pada hewan langka ini adalah fibropapillomatosis; suatu tumor yang tumbuh di sekitar wajah, flipper dan organ internal penyu.
Fibropapilomatosis merupakan penyakit yang menyerang penyu hijau (Chelonia mydas) di banyak tempat di dunia (Aguirre dan Lutz, 2004). Penyakit ini ditemukan terutama pada penyu yang hidup di daerah beriklim hangat, seperti Karibia, Hawai, Jepang dan Australia, dengan prevalensi berkisar antara 50 - 70% (Aguirre dan Lutz, 2004). Luasnya penyebaran penyakit ini membuat para ahli penyu yang tergabung dalam The Marine Turtle Specialist Group berusaha mengumpulkan informasi tentang prevalensi penyakit ini(Balazs
(16)
dan Work, 2014). Penelitian ini adalah salah satu respon untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Di Indonesia, penelitian mengenai Kejadian fibropapilomatosis pernah dilakukan pada lokasi penyembelihan penyu di Tanjung Benoa – Bali pada tahun 1994 (Adnyana, et al., 1998).Penyu.- penyu yang disembelih tersebut ditangkap dari berbagai lokasi peneluran dan ruaya pakan di Indonesia. Pengamatan yang dilakukan terhadap 4407 penyu hijau dan 401 penyu sisik menunjukkan bahwa fibropapillomatosis hanya menyerang penyu hijau. Secara umum, Adnyana. et al, (1998) menyimpulkan bahwa tingkat keparahan yang ditimbulkan oleh penyakit ini pada penyu hijau masih dalam tingkat sedang (total tumor per individu penyu adalah 5, dengan simpangan baku 4,1) Peneliti ini menemukan bahwa Prevalensi fibropapillomatosis di Indonesia adalah 21.5%, namun informasi mengenai prevalensi yang
site-specific tidak tersedia. Ukuran penyu yang terserang bervariasi dengan ukuran panjang lengkung karapas (Curved Carapace Length/CCL) dari 40 - 85 cm. Infeksi virus yang disertai dengan stres akibat lingkungan diduga menjadi salah satu faktor penyebab terserang fibropapilomatosis. Selain itu, kejadian fibropapilomatosis disimpulkan tidak berhubungan atau berkolerasi negatif dengan berat tubuh penyu (Adnyana et al, 1998).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah :
1. Seberapa besarprevalensi fibropapillomatosis eksternal pada penyu hijau (Chelonia mydas) diruaya pakan perairan Berau, Kalimantan Timur?
(17)
2. Bagaimanakah indeks kondisi tubuh/ Body Condition Index (BCI) penyu hijau (Chelonia mydas) yang terserang fibropapilomatosis eksternal?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui prevalensi fibropapilomatosis eksternal pada penyu hijau (Chelonia mydas) di ruaya pakan perairan Berau, Kalimantan Timur.
2. Mengetahui indeks kondisi tubuh/ Body Condition Index (BCI) penyu hijau (Chelonia mydas) yang terserang fibropapilomatosis eksternal.
1.4 Manfaat Penelitian.
Penelitian ini bermanfaat untuk diperolehnya informasi tentang:
1. Prevalensi kejadian fibropapilomatosis eksternal pada penyu hijau (Chelonia mydas) di ruaya pakan perairan Berau, Kalimantan Timur.
2. Indeks kondisi tubuh penyu/ Body Condition Index (BCI) hijau (Chelonia mydas) yang terserang fibropapilomatosis eksternal.
(18)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyu Hijau
Indonesia memiliki enam dari tujuh jenis penyu laut di dunia, yang berasal dari dua
famili yaitu Cheloniidae dan Dermochelyidae. Salah satu spesies dari famili Cheloniidae
yang tersebar luas dengan jumlah terbanyak di Indonesia adalah penyu hijau dengan nama
ilmiah Chelonia mydas (Hirth, 1971; Adnyana dan Hipiteuw, 2012).
Penyu hijau memiliki empat sisik costal dan lima sisik vertebral pada karapasnya
dengan susunan sisik yang tidak saling tumpang tindih. Pada bagian kepala penyu hijau
terdapat satu pasang sisik pre-frontal dan empat pasang sisik post-orbital. Di masing – masing flipper terdapat satu kuku dan flipper bagian depan lebih panjang dibandingkan
dengan flipper bagian belakang (Jayaratha, 2006). Ketika masih menjadi tukik, karapas
penyu berwarna hitam dan memiliki plastron berwarna putih, kemudian ketika penyu
menjadi remaja warna karapasnya akan menjadi coklat dengan bercak kekuningan yang
menyebar (radiating streak) serta plastronnya berwarna kekuningan. Sedangkan penyu hijau
dewasa akan memiliki warna karapas yang bervariasi mulai dari warna coklat muda, coklat
kemerahan, kadang terdapat bintik yang lebih gelap dari pada warna dasarnya (Pritchard, et
al., 1999; Purwanasari dan Adnyana , 2006).
2.2 Penyu Hijau di Perairan Berau
Kawasan konservasi perairan Berau (Kalimantan Timur) yang dalam hal ini merujuk
(19)
potensi sumberdaya perikanan dan pesisir dengan keanekaragaman hayati cukup sangat
tinggi di Indonesia, dengan luas kawasan Konservasi Laut Berau sebesar 1.222.988 ha.
Gambar 1. Peta Kawasan Konservasi Laut Berau
(sumber : http:// googleearth.com , diakses pada 03 Maret 2015)
Dengan luas yang sedemikian rupa, wilayah ini memiliki keanekaragaman hayati berupa padang lamun (seagrass) atau hamparan lamun tersebar di seluruh kawasan. Lamun
merupakan sumber pakan utama bagi penyu hijau (Chelonia mydas), maka dari itu, perairan
Berau dikenal sebagai wilayah yang memiliki habitat penyu hijau terbesar di Indonesia.
Selain itu wilayah ini juga merupakan pantai peneluran terbesar di Indonesia (Tomascik, et
al., 1997).
2.3 Fibropapilomatosis pada Penyu Hijau
Fibropapilomatosis (FP) merupakan penyakit spesifik pada penyu, yang ditandai
dengan adanya tumor pada permukaan jaringan epitel (Aguirre dan Lutz, 2004). Penyakit ini
disebabkan oleh pertumbuhan yang cepat dari sel papilla (hyperplasia) dan kelebihan
(20)
lebih spesifiknya, pertumbuhan yang cepat dari fibroblast pada lapisan dermis kulit dan
keratinosit pada lapisan epidermis kulit (Tan, et al., 2012; Work, et al., 2001). Diameter
tumor eksternal yang tumbuh dapat mencapai ukuran kurang dari 1 cm hingga lebih dari 30
cm (Aguirre dan Lutz, 2004). Tumor sering ditemukan di daerah inguinal dan aksila, di
pangkal ekor, sekitar leher, mulut dan pada konjungtiva mata (Smith dan Coates, 1938).
Pertumbuhan tumor terutama di daerah inguinal dan aksila akan dapat menggangu aktivitas
berenang penyu Tumor yang tumbuh di sekitar mata nantinya dapat menghalangi
pengelihatan (Jacobson, et al., 1989), dan tumor pada mulut dapat mengganggu penyu dalam
proses makan dan bernapas (Aguirre, et al., 2002). Sekitar 25-30% penyu dengan tumor
eksternal yang memiliki tumor internal terutama pada hati, paru-paru dan ginjal (Aguirre dan
Lutz, 2004). Ukuran tumor internal mulai dari 0,1 cm sampai lebih dari 20 cm ditemukan di
paru-paru, ginjal, jantung, saluran pencernaan, dan hati (Schlumberger dan Lucke, 1948;
Norton, et al., 1990; Herbst, 1994). Tumor internal dapat mengganggu fungsi normal dari
organ yang terserang (Herbst, 1994).
Tumor fibropapilomatosis bersifat ganas, namun akan tampak seperti tumor jinak
(Herbst, 1994). Keganasan tumor fibropapilomatosis berdasarkan dari ukuran, lokasi, dan
jumlah tumor yang berakibat terhadap progresif yang lemah dan dapat berakhir pada
kematian. Herbst (1994) menyatakan bahwa penyu yang memiliki tumor lebih rentan
tertangkap daripada penyu lain yang tidak memiliki tumor, tetapi hal tersebut masih
memerlukan penelitian lebih lanjut (Williams, et al., 1994).
Peningkatan derajat keparahan penyakit fibropapilomatosis (berdasarkan dari ukuran
dan jumlah tumor) dapat berakibat buruk bagi kondisi fisiologis (Work and Balazs, 1999),
(21)
liar dibandingkan dengan penyu yang tidak terserang fibropapilomatosis (Balazs, et al.,
1998). Adapun perubahan fisiologis pada penyu meliputi anemia, hipoproteinemia,
hipoalbuminemia, uremia yang tidak seimbang, elektrolit, peningkatan enzim hati, rendahnya
kolesterol dan nilai-nilai trigliserida, dan peningkatan atau penurunan sel darah putih
(Norton, et al., 1990; Aguirre, 1995; Adnyana, et al., 1997; Work dan Balazs, 1999; Aguirre
and Balazs, 2000). Fibropapilomatosis pada penyu hijau juga dapat menyebabkan stres dan
imunosupresi (Aguirre, et al., 1995) dan memungkinkan terinfeksi bakteri sistemik (Work, et
al., 2003) daripada penyu hijau yang tidak terkena fobropapilomatosis.
Etiologi fibropapilomataosis merupakan penyakit yang '' multifaktorial ''. Faktor-faktor
yang diduga berkontribusi meliputi, adanya parasit, termasuk trematoda spirorchid dan
telurnya (Aguirre, et al., 1994a,; Dailey dan Morris, 1995; Herbst, et al., 1998), adanya
bakteri (Aguirre, et al., 1994b), polutan pada lingkungan (Aguirre, et al., 1994a;. Herbst dan
Klein, 1995a; Sakai, et al., 2000), sinar ultraviolet, perubahan suhu air (Herbst dan Klein,
1995b), dan biotoxin (Landsberg, et al., 1999).
Stres yang kronis, status imunologi, status fisiologis, dan faktor genetik diduga juga
dapat menjadi faktor kontribusi yang potensial dalam pertumbuhan tumor (Aguirre, 1991;
Aguirre, et al., 1995; Balazs dan Pooley, 1991; Landsberg, et al., 1999; Lutz, et al., 2001;
Work dan Balazs, 1999; Work, et al., 2000, 2001). Agen penyebab, faktor kontribusi yang
potensi, dan transmisi alami penyakit tetap tidak diketahui secara pasti.
Virus herpes diyakini menjadi agen penyebab penyakit (Ackermann, et al., 2012).
Salah satu virus herpes yang diduga menjadi agen penyakit, yaitu Alpha Herpesvirus pada
penyu (FPTHV). Hal tersebut diyakini dengan alasan karena hampir semua sampel jaringan
(22)
tergantung dari perbedaan studi yang dilakukan dan tempat pengambilan sampel (Aguirre
dan Lutz, 2004; Ackermann, et al., 2012; Arthur, et al., 2008).
Genus ozobranchus dari lintah diperkirakan menjadi vektor mekanis dari virus herpes,
mengirimkan virus dari satu penyu ke penyu yg lainnya. Lintah biasanya sebagai ektoparasit
pada penyu yang khusus memakan darah penyu dan ada beberapa lintah yang didapati
membawa lebih dari 10 juta copy DNA virus herpes (Greenblatt, et al., 2004). Jumlah DNA
dari herpesvirus dalam jaringan tumor yang terinfeksi adalah 2.5-4.5 (Quackenbush, et al.,
2001).
Fibropapillomatosis (FP) menyerang terutama penyu hijau (Chelonia mydas), namun
terdapat pula studi yang melaporkan pada penyu tempayan (Caretta caretta), penyu lekang
(Lepidochelys olivacea), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu belimbing
(Dermochelys coriacea), dan penyu pipih (Natator depressus) (Herbst, 1994; Huerta, et al.,
2002).
Infeksi penyakit fibropapilomatosis menyebar secara horisontal (Aguirre dan Lutz,
2004). Fibropapillomatosis pertama kali dilaporkan dengan tingkat yang sangat rendah (2%)
pada penyu hijau yang ditangkap di daerah ujung selatan Florida (AS) selama akhir tahun
1930 (Lucke', 1938; Smith and Coates, 1938). Sejak itu, fibropapilomatosis terjadi pada
penyu hijau di seruluh dunia. Tingginya tingkat kejadian mencapai 92%, menjadikannya
neoplastik yang paling signifikan pada penyakit reptil (Herbst, 1994). Fibropapilomatosis
lebih banyak muncul pada daerah yang beriklim hangat, yaitu Caribbean, Hawaii, Jepang dan
Australia, yang diperkirakan memiliki dampak 50%-70% pada populasi penyu (Aguirre dan
Lutz, 2004).
(23)
Perairan Berau dipilih menjadi icon atau barometer pengelolaan konservasi penyu hijau
di Indonesia. Terpilihnya Perairan Berau disebabkan oleh faktor tingginya populasi penyu
hijau di wilayah ini. Maka dari itu sejak tahun 2005 perairan ini telah ditetapkan sebagai
Kawasan Konservasi Laut (KKL) (Adnyana, et al., 2008).
Namun seiring dengan perkembangan populasi penduduk dan juga jumlah wisatawan
yang datang, mengakibatkan habitat alami dari penyu hijau (Chelonia mydas) menjadi
terganggu. Polusi yang berasal dari industri dan pertanian penduduk dapat pula menjadi
faktor rusaknya habitat alami penyu. Habitat penyu juga terancam dengan adanya
penangkapan penyu dalam skala besar terutama dilakukan oleh nelayan luar daerah, termasuk nelayan dari luar negeriasing. Pada tahun 2002 tertangkap sebuah kapal yang akan membawa penyu sebanyak 236 ekor ke Bali. Pada April-Mei 2005 tertangkap kapal Cina yang menangkap penyu dengan gillnet raksasa di Karang Muaras. Dalam skala kecil, penyu juga sering tertangkap oleh jaring nelayan secara tidak sengaja. Adapun bBerbagai aktifitas aktivitas manusia yang sangat merugikan bagi populasi penyu di wilayah perairan tidak menutup kemungkinan berperan sebagai stressor yang merangsang kemunculnyaan berbagai agen penyakit. Salah satu penyakit pada penyu hijau yang diketahui diinduksi oleh stress yaitu adalah fibropapillomatosis. Penyakit fibropapilomatosis dapat ini diketahui disebabkan
olehberpenyebab multifaktormultifaktor, dengan virus herpes sebagai poin sentral. , salah satu faktor penyebab fibropapilomatosis adalah virus herpes. Perubahan Lingkungan lingkungan habitat alami penyu, misalnya akibat pesatnya perkembangan wisata bahari di
wilayah tersebut, yang disertai dengan peningkatan polusi laut akibat meningkatnya kegiatan industri di mainland Kalimantan Timur adalah stressor yang tak terhindarkan bagi megafauna laut di wilayah tersebut, termasuk penyu hijau. yang telah rusak dapat menjadi
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt, Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic Formatted: Font: Italic
(24)
faktor penyebab kemunculan penyakit tumor fobropapilimatosis pada penyu. Adapun lLuka
terbuka akibat terkena benda atau baling-baling perahu (speedboat) dapat menjadi menyebab
masuknyaport d’entry virus herpes ke tubuh penyu. Virus herpes adalah agen penyakit yang
diketahui “secara normal ada di lingkungan”, dan akan menyebabkan infeksi pada satwa
yang mengalami stress. ke penyu. Selain itu kKontak langsung antara penyu sehat dan penyu
terinfeksi bisa menjadi modus utama penyebaran penyakit ini di suatu populasidengan penyu lain yang terkena fibropapilomatosis, juga dapat menjadi faktor terinfeksi virus. Stres juga
menjadi salah satu penyebab terinfeksi penyakit, stress muncul dikarenakan padatnya populasi penyu di perairan Berau, Kepadatan populasi ini, karena perairan Berau merupakan ruaya pakan bagi penyu hijau (Chelonia mydas) dari berbagai lokasi di Indonesia. Selain itu aktivitas pariwisata (tourism) juga memicu munculnya stress pada penyu. Secara sederhana, skema Gambaran kerangka konsep pada penelitian yang akan dilakukanini ditampilkan pada
Gambar 2, seperti di bawah ini.
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian. Virus herpes yang umumnya secara normal ada di
lingkungan akan menjadi “ganas” pada penyu hijau yang mengalami stress akibat berubahnya situasi lingkungan (misalnya oleh peningkatan substansial aktivitas wisata bahari dan polusi). Pintu masuk virus ke tubuh penyu adalah luka yang disebabkan oleh, misalnya terkena baling-baling speedboat. Luaran dari kombinasi situasi ini akan menyebabkan timbulnya fibropapillomatosis.
Virus Herpes
Perlukaan pada penyu Hijau Faktor
lingkungan
Formatted: Font: Italic
Formatted: Normal, Indent: Left: 0.25", Hanging: 0.88", Line spacing: single, Don't adjust space between Latin and Asian text, Don't adjust space between Asian text and numbers
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt, Italic
(25)
(1)
lebih spesifiknya, pertumbuhan yang cepat dari fibroblast pada lapisan dermis kulit dan keratinosit pada lapisan epidermis kulit (Tan, et al., 2012; Work, et al., 2001). Diameter tumor eksternal yang tumbuh dapat mencapai ukuran kurang dari 1 cm hingga lebih dari 30 cm (Aguirre dan Lutz, 2004). Tumor sering ditemukan di daerah inguinal dan aksila, di pangkal ekor, sekitar leher, mulut dan pada konjungtiva mata (Smith dan Coates, 1938). Pertumbuhan tumor terutama di daerah inguinal dan aksila akan dapat menggangu aktivitas berenang penyu Tumor yang tumbuh di sekitar mata nantinya dapat menghalangi pengelihatan (Jacobson, et al., 1989), dan tumor pada mulut dapat mengganggu penyu dalam proses makan dan bernapas (Aguirre, et al., 2002). Sekitar 25-30% penyu dengan tumor eksternal yang memiliki tumor internal terutama pada hati, paru-paru dan ginjal (Aguirre dan Lutz, 2004). Ukuran tumor internal mulai dari 0,1 cm sampai lebih dari 20 cm ditemukan di paru-paru, ginjal, jantung, saluran pencernaan, dan hati (Schlumberger dan Lucke, 1948; Norton, et al., 1990; Herbst, 1994). Tumor internal dapat mengganggu fungsi normal dari organ yang terserang (Herbst, 1994).
Tumor fibropapilomatosis bersifat ganas, namun akan tampak seperti tumor jinak (Herbst, 1994). Keganasan tumor fibropapilomatosis berdasarkan dari ukuran, lokasi, dan jumlah tumor yang berakibat terhadap progresif yang lemah dan dapat berakhir pada kematian. Herbst (1994) menyatakan bahwa penyu yang memiliki tumor lebih rentan tertangkap daripada penyu lain yang tidak memiliki tumor, tetapi hal tersebut masih memerlukan penelitian lebih lanjut (Williams, et al., 1994).
Peningkatan derajat keparahan penyakit fibropapilomatosis (berdasarkan dari ukuran dan jumlah tumor) dapat berakibat buruk bagi kondisi fisiologis (Work and Balazs, 1999), dan kasus fibropapilomatosis dapat mengakibatkan lambatnya pertumbuhan penyu di alam
(2)
liar dibandingkan dengan penyu yang tidak terserang fibropapilomatosis (Balazs, et al., 1998). Adapun perubahan fisiologis pada penyu meliputi anemia, hipoproteinemia, hipoalbuminemia, uremia yang tidak seimbang, elektrolit, peningkatan enzim hati, rendahnya kolesterol dan nilai-nilai trigliserida, dan peningkatan atau penurunan sel darah putih (Norton, et al., 1990; Aguirre, 1995; Adnyana, et al., 1997; Work dan Balazs, 1999; Aguirre and Balazs, 2000). Fibropapilomatosis pada penyu hijau juga dapat menyebabkan stres dan imunosupresi (Aguirre, et al., 1995) dan memungkinkan terinfeksi bakteri sistemik (Work, et al., 2003) daripada penyu hijau yang tidak terkena fobropapilomatosis.
Etiologi fibropapilomataosis merupakan penyakit yang '' multifaktorial ''. Faktor-faktor yang diduga berkontribusi meliputi, adanya parasit, termasuk trematoda spirorchid dan telurnya (Aguirre, et al., 1994a,; Dailey dan Morris, 1995; Herbst, et al., 1998), adanya bakteri (Aguirre, et al., 1994b), polutan pada lingkungan (Aguirre, et al., 1994a;. Herbst dan Klein, 1995a; Sakai, et al., 2000), sinar ultraviolet, perubahan suhu air (Herbst dan Klein, 1995b), dan biotoxin (Landsberg, et al., 1999).
Stres yang kronis, status imunologi, status fisiologis, dan faktor genetik diduga juga dapat menjadi faktor kontribusi yang potensial dalam pertumbuhan tumor (Aguirre, 1991; Aguirre, et al., 1995; Balazs dan Pooley, 1991; Landsberg, et al., 1999; Lutz, et al., 2001; Work dan Balazs, 1999; Work, et al., 2000, 2001). Agen penyebab, faktor kontribusi yang potensi, dan transmisi alami penyakit tetap tidak diketahui secara pasti.
Virus herpes diyakini menjadi agen penyebab penyakit (Ackermann, et al., 2012). Salah satu virus herpes yang diduga menjadi agen penyakit, yaitu Alpha Herpesvirus pada penyu (FPTHV). Hal tersebut diyakini dengan alasan karena hampir semua sampel jaringan penyu yang diuji mempunyai jejas genetik dari herpesvirus, bervariasi antara 95% - 100%
(3)
tergantung dari perbedaan studi yang dilakukan dan tempat pengambilan sampel (Aguirre dan Lutz, 2004; Ackermann, et al., 2012; Arthur, et al., 2008).
Genus ozobranchus dari lintah diperkirakan menjadi vektor mekanis dari virus herpes, mengirimkan virus dari satu penyu ke penyu yg lainnya. Lintah biasanya sebagai ektoparasit pada penyu yang khusus memakan darah penyu dan ada beberapa lintah yang didapati membawa lebih dari 10 juta copy DNA virus herpes (Greenblatt, et al., 2004). Jumlah DNA dari herpesvirus dalam jaringan tumor yang terinfeksi adalah 2.5-4.5 (Quackenbush, et al., 2001).
Fibropapillomatosis (FP) menyerang terutama penyu hijau (Chelonia mydas), namun terdapat pula studi yang melaporkan pada penyu tempayan (Caretta caretta), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), dan penyu pipih (Natator depressus) (Herbst, 1994; Huerta, et al., 2002).
Infeksi penyakit fibropapilomatosis menyebar secara horisontal (Aguirre dan Lutz, 2004). Fibropapillomatosis pertama kali dilaporkan dengan tingkat yang sangat rendah (2%) pada penyu hijau yang ditangkap di daerah ujung selatan Florida (AS) selama akhir tahun 1930 (Lucke', 1938; Smith and Coates, 1938). Sejak itu, fibropapilomatosis terjadi pada penyu hijau di seruluh dunia. Tingginya tingkat kejadian mencapai 92%, menjadikannya neoplastik yang paling signifikan pada penyakit reptil (Herbst, 1994). Fibropapilomatosis lebih banyak muncul pada daerah yang beriklim hangat, yaitu Caribbean, Hawaii, Jepang dan Australia, yang diperkirakan memiliki dampak 50%-70% pada populasi penyu (Aguirre dan Lutz, 2004).
(4)
Perairan Berau dipilih menjadi icon atau barometer pengelolaan konservasi penyu hijau di Indonesia. Terpilihnya Perairan Berau disebabkan oleh faktor tingginya populasi penyu hijau di wilayah ini. Maka dari itu sejak tahun 2005 perairan ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Laut (KKL) (Adnyana, et al., 2008).
Namun seiring dengan perkembangan populasi penduduk dan juga jumlah wisatawan yang datang, mengakibatkan habitat alami dari penyu hijau (Chelonia mydas) menjadi terganggu. Polusi yang berasal dari industri dan pertanian penduduk dapat pula menjadi faktor rusaknya habitat alami penyu. Habitat penyu juga terancam dengan adanya penangkapan penyu dalam skala besar terutama dilakukan oleh nelayan luar daerah, termasuk nelayan dari luar negeriasing. Pada tahun 2002 tertangkap sebuah kapal yang akan membawa penyu sebanyak 236 ekor ke Bali. Pada April-Mei 2005 tertangkap kapal Cina yang menangkap penyu dengan gillnet raksasa di Karang Muaras. Dalam skala kecil, penyu juga sering tertangkap oleh jaring nelayan secara tidak sengaja. Adapun bBerbagai aktifitas aktivitas manusia yang sangat merugikan bagi populasi penyu di wilayah perairan tidak menutup kemungkinan berperan sebagai stressor yang merangsang kemunculnyaan berbagai agen penyakit. Salah satu penyakit pada penyu hijau yang diketahui diinduksi oleh stress yaitu adalah fibropapillomatosis. Penyakit fibropapilomatosis dapat ini diketahui disebabkan olehberpenyebab multifaktormultifaktor, dengan virus herpes sebagai poin sentral. , salah satu faktor penyebab fibropapilomatosis adalah virus herpes. Perubahan Lingkungan lingkungan habitat alami penyu, misalnya akibat pesatnya perkembangan wisata bahari di wilayah tersebut, yang disertai dengan peningkatan polusi laut akibat meningkatnya kegiatan industri di mainland Kalimantan Timur adalah stressor yang tak terhindarkan bagi megafauna laut di wilayah tersebut, termasuk penyu hijau. yang telah rusak dapat menjadi
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt, Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic Formatted: Font: Italic
(5)
faktor penyebab kemunculan penyakit tumor fobropapilimatosis pada penyu. Adapun lLuka terbuka akibat terkena benda atau baling-baling perahu (speedboat) dapat menjadi menyebab masuknyaport d’entry virus herpes ke tubuh penyu. Virus herpes adalah agen penyakit yang diketahui “secara normal ada di lingkungan”, dan akan menyebabkan infeksi pada satwa yang mengalami stress. ke penyu. Selain itu kKontak langsung antara penyu sehat dan penyu terinfeksi bisa menjadi modus utama penyebaran penyakit ini di suatu populasidengan penyu lain yang terkena fibropapilomatosis, juga dapat menjadi faktor terinfeksi virus. Stres juga menjadi salah satu penyebab terinfeksi penyakit, stress muncul dikarenakan padatnya populasi penyu di perairan Berau, Kepadatan populasi ini, karena perairan Berau merupakan ruaya pakan bagi penyu hijau (Chelonia mydas) dari berbagai lokasi di Indonesia. Selain itu aktivitas pariwisata (tourism) juga memicu munculnya stress pada penyu. Secara sederhana, skema Gambaran kerangka konsep pada penelitian yang akan dilakukanini ditampilkan pada Gambar 2, seperti di bawah ini.
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian. Virus herpes yang umumnya secara normal ada di
lingkungan akan menjadi “ganas” pada penyu hijau yang mengalami stress akibat berubahnya situasi lingkungan (misalnya oleh peningkatan substansial aktivitas wisata bahari dan polusi). Pintu masuk virus ke tubuh penyu adalah luka yang disebabkan oleh, misalnya terkena baling-baling speedboat. Luaran dari kombinasi situasi ini akan menyebabkan timbulnya fibropapillomatosis.
Virus Herpes
Perlukaan pada penyu Hijau Faktor
lingkungan
Formatted: Font: Italic
Formatted: Normal, Indent: Left: 0.25", Hanging: 0.88", Line spacing: single, Don't adjust space between Latin and Asian text, Don't adjust space between Asian text and numbers
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt, Italic
(6)