STUDI KASUS TENTANG KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI DAN BARANG BUKTI SEBAGAI OBJEK DELIK DALAM PROSES PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DISERTAI KEKERASAN (DIATUR DALAM PASAL 365 AYAT (1) KUHP).
ABSTRAK
STUDI KASUS TENTANG KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN
SAKSI DAN BARANG BUKTI SEBAGAI OBJEK DELIK DALAM PROSES
PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DISERTAI KEKERASAN
(DIATUR DALAM PASAL 365 AYAT (1) KUHP) DIKAITKAN DENGAN
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BALIGE NOMOR
301/PID.B/2014/PN.BLG
Adilberd Hutajulu
110110110172
Proses pembuktian merupakan titik sentral hukum acara pidana.
Pembuktian menggunakan alat bukti dan barang bukti yang dihadirkan dalam
persidangan. Sesuai dengan Putusan Pengadilan Negeri Balige No.
301/Pid.B/2014/PN.Blg, bahwa alat bukti dan barang bukti yang dihadirkan
adalah alat bukti keterangan saksi (saksi Dame Viomita br. Situmorang dan
Friska br. Manurung), alat bukti keterangan terdakwa (Holmes Heryanto
Butar-butar) dan barang bukti sebuat kaos bertuliskan Boston dan satu buah
kayu. Alat bukti tersebut harus valid dan dalam kasus pencurian, barang yang
dicuri harus dibuktikan. Permasalahan hukum dalam studi kasus ini adalah
keberadaan hanya seorang saksi dikaitkan dengan asas unus testis nullus
testis dan tidak adanya barang bukti sebagai objek delik (barang yang dicuri)
dikaitkan dengan tujuan hukum acara pidana.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis-normatif, karena
menggunakan data sekunder Penelitian ini menggunakan metode
pendekatan yuridis-normatif, karena menggunakan data sekunder sebagai
sumber utama. Spesifikasi penelitian bersifat deskriptif-analitis dibantu
dengan penelitian empirik, yaitu suatu penelitian yang menggambarkan data
dan fakta sebagaimana adanya untuk kemudian dianalisis terhadap
ketentuan hukum yang berlaku, khususnya terhadap Undang-Undang No. 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Indonesia (KUHAP).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa alat bukti keterangan saksi Siska
br. Manurung merupakan alat bukti yang tidak valid, sehingga pertimbangan
hakim yang menggunakan alat bukti tersebut menjadi tidak valid. Terhadap
barang bukti dalam tindak pidana pencurian benda tersebut harus dapat
dibuktikan guna menemukan kebenaran materil. Ketiadaan barang yang
dicuri dalam persidangan berarti tidak dapat dibuktikannya kebenaran materil
atas barang yang dicuri. Sehingga, terdakwa Holmes Heryanto Butar-Butar
diputus bebas.
iv
STUDI KASUS TENTANG KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN
SAKSI DAN BARANG BUKTI SEBAGAI OBJEK DELIK DALAM PROSES
PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DISERTAI KEKERASAN
(DIATUR DALAM PASAL 365 AYAT (1) KUHP) DIKAITKAN DENGAN
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BALIGE NOMOR
301/PID.B/2014/PN.BLG
Adilberd Hutajulu
110110110172
Proses pembuktian merupakan titik sentral hukum acara pidana.
Pembuktian menggunakan alat bukti dan barang bukti yang dihadirkan dalam
persidangan. Sesuai dengan Putusan Pengadilan Negeri Balige No.
301/Pid.B/2014/PN.Blg, bahwa alat bukti dan barang bukti yang dihadirkan
adalah alat bukti keterangan saksi (saksi Dame Viomita br. Situmorang dan
Friska br. Manurung), alat bukti keterangan terdakwa (Holmes Heryanto
Butar-butar) dan barang bukti sebuat kaos bertuliskan Boston dan satu buah
kayu. Alat bukti tersebut harus valid dan dalam kasus pencurian, barang yang
dicuri harus dibuktikan. Permasalahan hukum dalam studi kasus ini adalah
keberadaan hanya seorang saksi dikaitkan dengan asas unus testis nullus
testis dan tidak adanya barang bukti sebagai objek delik (barang yang dicuri)
dikaitkan dengan tujuan hukum acara pidana.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis-normatif, karena
menggunakan data sekunder Penelitian ini menggunakan metode
pendekatan yuridis-normatif, karena menggunakan data sekunder sebagai
sumber utama. Spesifikasi penelitian bersifat deskriptif-analitis dibantu
dengan penelitian empirik, yaitu suatu penelitian yang menggambarkan data
dan fakta sebagaimana adanya untuk kemudian dianalisis terhadap
ketentuan hukum yang berlaku, khususnya terhadap Undang-Undang No. 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Indonesia (KUHAP).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa alat bukti keterangan saksi Siska
br. Manurung merupakan alat bukti yang tidak valid, sehingga pertimbangan
hakim yang menggunakan alat bukti tersebut menjadi tidak valid. Terhadap
barang bukti dalam tindak pidana pencurian benda tersebut harus dapat
dibuktikan guna menemukan kebenaran materil. Ketiadaan barang yang
dicuri dalam persidangan berarti tidak dapat dibuktikannya kebenaran materil
atas barang yang dicuri. Sehingga, terdakwa Holmes Heryanto Butar-Butar
diputus bebas.
iv