STRATEGI BRAIN- BASED LEARNING UNTUK MENGINGAT KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA SMP.

(1)

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh: Eva Nurlaila NIM.1308095

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS

SISWA SMP

Oleh Eva Nurlaila

S.Pd. Universitas Pendidikan Indonesia, 2005

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Matematika

© Eva Nurlaila 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difotokopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA SMP

Oleh: Eva Nurlaila NIM.1308095

Telah Disetujui dan Disahkan Oleh: Pembimbing

Dr. Jarnawi Afgani Dahlan, M.Kes. NIP. 19680511 199101 1 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. H. Sufyani Prabawanto, M.Ed. NIP.19600830 198603 1 003


(4)

Eva Nurlaila, 2015

STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA SMP

ABSTRAK

Eva Nurlaila. (1308095). Strategi Brain-based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis serta Menurunkan Kecemasan Matematis Siswa SMP.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis siswa belum sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut adalah pembelajaran yang belum berorientasi pada pemberdayaan potensi otak siswa. Strategi yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan potensi otak siswa adalah melalui pembelajaran dengan Brain-based Learning (BbL). Selain itu, pembelajaran melalui BbL juga dapat mereduksi kecemasan matematis siswa, karena pembelajaran ini diselaraskan dengan cara kerja otak yang didesain secara alamiah untuk belajar, serta lebih mengutamakan pada kesenangan dan kecintaan siswa akan belajar.

Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen, dengan populasi siswa kelas VII SMP Negeri 1 Cijeungjing Ciamis yang terdiri atas delapan kelas dan diambil dua kelas sebagai sanpel penelitian. Data kuantitatif diperoleh dari hasil pretes dan postes kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis, serta kecemasan matematis siswa yang selanjutnya diolah secara deskriptif dan inferensial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) peningkatan kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis siswa melalui BbL lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa; 2) kecemasan matematis siswa yang mendapat pembelajaran matematika melalui BBL lebih rendah daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa.

Kata kunci: Brain-based Learning, Kemampuan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis, Kecemasan Matematis Siswa.


(5)

ABSTRACT

Eva Nurlaila. (1308095). Brain-based Learning Strategies for Improving Critical Thinking and Creative Thinking Mathematically Skills and Lower Mathematically Anxiety Junior High School Students.

This research is motivated by the facts on the ground which indicates that the critical thinking and creative thinking mathematically skills students have not been as expected. One of the factors that can cause this is not oriented learning on brain development potentialof the student. Strategies that can be used to optimize the potential of the brain is through the learning of students with Brain-based Learning (BbL). In addition, this learning is aligned with the workings of the brain that are designed by nature to learn, as well as more emphasis on enjoyment and loveof the students will learn.

The method used isa quasi-experimental, with a population of seventh grade students of SMP Negeri 1 Cijeungjing Ciamis consisting of eight classes and taken two classes as sample research. The quantitative data obtained from the results of pretest and postest critical thiking and creative thinking mathematically skills, as well as students’ mathematical anxiety is furthe processed by descriptive and inferential. The results showed that: 1) the increase in critical thinking and creative thinking mathematiclly skills students through BbL better than students who received the usual learning; 2) students’ mathematical anxiety that gets the learning of mathematics through BbL lower than studens who received regular learning.

Keywords: Brain-based Learning, Critical Thinking and Creative Thinking Mathematically, mathematical Anxiety Students.


(6)

Eva Nurlaila, 2015

STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu upaya manusia untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas, dan dapat menentukan kemajuan suatu bangsa. Sedangkan fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab, sesuai dengan Undang – Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.

Sejalan dengan tujuan pendidikan yang tercantum dalam kurikulum 2013 (Permendikbud No.68 tahun 2013) yaitu mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang memiliki potensi sebagai berikut, yaitu beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Potensi tersebut dapat dihasilkan melalui proses pembelajaran dengan mengedepankan penguatan aspek sikap, keterampilan serta pengetahuan yang terintegrasi dalam semua disiplin ilmu yang diajarkan.

Pengembangan aspek-aspek tersebut dalam kurikulum mulai dari pendidikan dasar hingga menengah termuat dalam mata pelajaran yang digolongkan ke`dalam kelompok A (PAI, PKn, Bahasa Indonesia, Matematika,


(7)

IPA, IPS, Bahasa Inggris) maupun kelompok B (Seni Budaya, Penjaskes, Prakarya, Mulok). Secara khusus dalam mata pelajaran matematika, tujuan pembelajaran yang tercantum dalam Permendikbud No 58 Tahun 2014 lampiran III, yaitu agar siswa dapat: (1) Memahami konsep matematika, merupakan kompetensi dalam menjelaskan keterkaitan antar konsep dan menggunakan konsep maupun algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) Menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaian masalah, dan mampu membuat generalisasi berdasarkan fenomena atau data yang ada; (3) Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi matematika baik dalam penyederhanaan, maupun menganalisa komponen yang ada dalam pemecahan masalah dalam konteks matematika maupun di luar matematika (kehidupan nyata, ilmu, dan teknologi) yang meliputi kemampuan memahami masalah, membangun model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh termasuk dalam rangka memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (dunia nyata); (4) Mengkomunikasikan gagasan, penalaran serta mampu menyusun bukti matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah; (6) Memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam matematika dan pembelajarannya, seperti taat azas, konsisten, menjunjung tinggi kesepakatan, toleran, menghargai pendapat orang lain, santun, demokrasi, ulet, tangguh, kreatif, menghargai kesemestaan (konteks, lingkungan), kerjasama, adil, jujur, teliti, cermat, bersikap luwes dan terbuka, memiliki kemauan berbagi rasa dengan orang lain; (7) Melakukan kegiatan–kegiatan motorik yang menggunakan pengetahuan matematika; (8) Menggunakan alat peraga sederhana maupun hasil teknologi untuk melakukan kegiatan-kegiatan matematika.

Peran matematika sebagai ilmu yang universal cukup penting dalam kaitannya dengan berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Matematika disamping sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada tiap


(8)

3

Eva Nurlaila, 2015

STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA SMP

jenjang pendidikan, juga diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Melalui matematika, siswa dapat berlatih menggunakan pikirannya secara logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta memiliki kemampuan bekerjasama dalam menghadapi berbagai masalah serta mampu memanfaatkan informasi yang diterimanya ( Hidayat, 2011).

Sesuai dengan Permendiknas No. 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang menyatakan agar kompetensi lulusan menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif dalam pengambilan keputusan maupun dalam memecahkan masalah. Sejalan dengan hal tersebut, National Education Association (NEA, 2012) juga menyatakan bahwa terdapat empat kemampuan abad 21 yang harus dimiliki siswa agar dapat bersaing dalam era globalisasi yaitu: berpikir kritis dan pemecahan masalah, komunikasi, kolaborasi, serta berpikir kreatif.

Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif dalam pembelajaran matematika sangatlah penting, karena hakikat matematika sebagai ilmu yang terstruktur dan sistematis, dapat memungkinkan siapa pun yang mempelajarinya akan terampil dalam berpikir serta mampu mengembangkan sikap berpikir kritis, objekif dan terbuka.

Dikemukakan oleh Hassoubah (2004), melalui berpikir kritis dan berpikir kreatif masyarakat dapat mengembangkan diri mereka dalam membuat keputusan, penilaian, serta menyelesaikan masalah. Takwin (2006) juga menyatakan bahwa dengan pemahaman terhadap kondisi kognitif anak dan kemampuan belajar mereka yang makin tinggi, pendidikan berpikir kritis dan berpikir kreatif hendaknya secara bertahap sudah diberikan pada anak sejak mereka masih sangat muda, dengan tujuan selain untuk mempersiapkan mereka di masa dewasanya kelak, juga untuk membiasakan keterbukaan pada berbagai informasi sejak dini, karena pada dasarnya manusia cenderung memilki kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif sejak mereka masih kanak-kanak. Sebagai contoh, manakala seorang batita cenderung memandang berbagai benda disekitarnya dengan penuh rasa ingin tahu, kemudian menguji coba segala


(9)

sesuatu yang memancing rasa ingin tahunya, baik melalui indera perabanya, maupun indera perasanya lalu menarik kesimpulan dari hal-hal yang ditemuinya dengan cara meronta-ronta, ingin mengambil, menangis, dll.

Anderson (2003) mengemukakan bila berpikir kritis dikembangkan, maka seseorang akan cenderung untuk mencari kebenaran, berpikir divergen (terbuka dan toleran terhadap ide-ide baru), mampu menganalisis dengan baik, berpikir secara sistematis, penuh rasa ingin tahu, dewasa dalam berpikir, dan dapat berpikir secara mandiri. Sementara Johnson (2006) mengemukakan bahwa melalui berpikir kritis, siswa dimungkinkan untuk dapat mempelajari masalah secara sistematis, menghadapi berjuta tantangan dengan cara yang terorganisir, dan mampu merumuskan pertanyaan inovatif.

Pentingnya mengembangkan kemampuan berpikir kritis juga didasari oleh visi pendidikan matematika yang mempunyai dua arah pengembangan seperti dikemukakan oleh Sumarmo (2002), yaitu memenuhi kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang. Visi pertama untuk kebutuhan masa kini, pembelajaran matematika mengarah pada konsep-konsep yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematik dan ilmu pengetahuan lainnya. Visi kedua untuk kebutuhan masa yang akan datang atau mengarah ke masa depan, mempunyai arti lebih luas yaitu pembelajaran matematika memberikan kemampuan nalar logis, sistematis, kritis, cermat, serta berpikir objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari serta untuk menghadapi masa depan yang selalu berubah. Dengan demikian kemampuan berpikir kritis patut dikembangkan dalam pembelajaran matematika di sekolah.

Disamping berpikir kritis, berpikir kreatif juga berkembang pesat menjadi sebuah tujuan umum di seluruh dunia (Storm & Storm, dalam Sharma 2014), dan pengembangan kemampuan berpikir kreatif yang lebih baik pada siswa telah menjadi tren penting dalam revolusi pendidikan ( Hwang, dkk, dalam Sharma 2014). Meskipun demikian, sampai saat ini belum ada definisi yang umum mengenai berpikir kreatif. Bahkan Treffinger pada tahun 1996 telah menyusun sebuah buku yang berisi lebih dari 100 definisi berpikir kreatif.


(10)

5

Eva Nurlaila, 2015

STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA SMP

Diantara banyak definisi mengenai berpikir kreatif yang dikemukakan para ahli, ada beberapa yang menurut penulis relevan dengan dunia pendidikan khususnya dalam pendidikan matematika, salah satunya yang dikemukakan oleh Torrance (1969) yang mendefinisikan berpikir kreatif sebagai suatu proses untuk lebih peka mengenali masalah, atau kesenjangan informasi, membangun ide atau hipotesis, mengujinya, memodifikasi, dan pada akhirnya mengkomunikasikan hasilnya. Sementara Haylock, 1997; Jensen, 1973; Kim,Cho, & Ahn, 2003; Tuli, 1980 (Mann, 2006) mendefinisikan berpikir kreatif sebagai konsep kelancaran (fluency), Keluwesan (Flexibility), dan Keaslian (Originality) terhadap matematika.

Melalui proses berpikir kreatif, siswa belajar bagaimana menemukan jawaban yang inovatif, belajar bagaimana memandang suatu permasalahan dari berbagai sudut pandang juga dapat menyelesaikan permasalahan dengan berbagai cara melalui sumber-sumber yang tersedia secara optimal. Ginsburg (Mann, 2006) juga menyatakan bahwa “The essence of mathematics is not producing the correct answer but thinking creatively”.

Izzati (2009) menyatakan bahwa orang yang memliki kemampuan berpikir kreatif tidak hanya mampu menghadapi masalah-masalah non rutin, tetapi juga mampu melihat berbagai alternatif dari pemecahan masalah. Hal ini sejalan dengan Munandar (1999) yang mengemukakan pentingnya memupuk kemampuan berpikir kreatif dalam diri siswa antara lain:

1. Kreativitas merupakan manifestasi seorang individu yang berfungsi seutuhnya,

2. Kreativitas atau berpikir kreatif merupakan kemampuan untuk menghasilkan berbagai macam kemungkinan penyelesaian suatu masalah,

3. Bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat bagi diri pribadi dan lingkungan, tetapi juga memberikan kepuasan pribadi kepada individu,

4. Melalui kreativitas manusia dapat meningkatkan kualitas hidupnya.

Kesimpulan uraian di atas, menyatakan bahwa pembelajaran matematika diharapkan dapat mengembangkan kemampuan matematis siswa diantaranya kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis, dengan tujuan agar


(11)

dapat mempersiapkan siswa untuk menjadi seorang pemecah masalah yang matang, serta dapat mengambil keputusan yang tepat, dan senantiasa terus belajar. Melalui berpikir kritis dan kreatif, seseorang dapat mengatur, menyesuaikan, mengubah atau memperbaiki cara pandangnya sehingga dapat mengambil keputusan untuk bertindak lebih tepat (Lestari, 2013).

Beberapa hasil penelitian mengenai kemampuan berpikir kreatif matematis siswa juga masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Penelitian yang dilakukan Mahmudi (2010) pada dua SMP di kota Yogyakarta menunjukkan bahwa rerata kemampuan berpikir kreatif untuk sekolah kategori sedang melalui pembelajaran konvensional hanya 29,63 dengan standar deviasi 12,68. Begitu pula penelitian yang dilakukan Aguspinal (2011) maupun Suwarni (2011) diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional masih tergolong rendah.

Penelitian awal yang dilakukan peneliti pada salah satu pokok bahasan matematika di salah satu SMP di Ciamis masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Rerata kemampuan berpikir kritis siswa hanya 34,4%, terdiri dari 12 sub indikator dari 5 indikator kemampuan berpikir kritis yang dikemukakan oleh Ennis (1985). Sementara rerata kemampuan berpikir kreatif siswa hanya sebesar 32,8 %.

Masih belum optimalnya kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis siswa dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah masih rendahnya kepercayaan diri siswa dalam mengerjakan matematika. Padahal memupuk kepercayaan diri siswa dalam memecahkan masalah matematis, merupakan kompetensi yang cukup penting dalam matematika. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan National Council of Teachers of Mathematics

NCTM (1989) dalam buku standar kurikulum dan evaluasi matematika yaitu membuat siswa memiliki kemampuan untuk: (1) Menjadi percaya diri dengan kemampuannya untuk mengerjakan matematika; (2) Mampu memecahkan masalah matematika; (3) Belajar berkomunikasi matematika; (4) Belajar untuk memberikan alasan/ berpikir secara matematis.


(12)

7

Eva Nurlaila, 2015

STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA SMP

Kepercayaan diri siswa dapat dikembangkan dengan terlebih dahulu menurunkan tingkat kecemasan matematis (mathematics anxiety ) siswa. Kecemasan matematis dapat terjadi setiap saat pada diri siswa dan seringkali muncul secara mendadak ketika belajar matematika. Nurhanurawati & Sutiarso (2008) mengungkapkan beberapa penyebab utama kecemasan matematis yang sering muncul, antara lain: (1) Adanya dogma negatif terhadap matematika, hingga saat ini masih melekat pada benak sebagian besar siswa, yang bersifat turun temurun mulai dari siswa sekolah dasar hingga mahasiswa di perguruan tinggi; (2) Sikap negatif terhadap matematika, biasanya sikap negatif ini muncul pada saat siswa mengalami kesulitan menyelesaikan soal atau saat ujian. Apabila kejadian ini berulang-ulang maka sikap negatif siswa akan berubah menjadi kecemasan belajar matematika; (3) Pengalaman masa lalu yang kurang menyenangkan saat belajar matematika.

Trujilo dan Hadfield (Peker, 2009) menyatakan bahwa penyebab kecemasan matematis dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu faktor kepribadian, lingkungan, dan intelektual. Faktor kepribadian diantaranya kepercayaan diri yang rendah, maupun perasaan takut akan kemampuan dirinya. Faktor lingkungan diantaranya kondisi saat proses pembelajaran yang menegangkan, orang tua yang memaksakan anak-anaknya untuk pandai dalam matematika. Sementara faktor intelektual diantaranya adalah ketidakmampuan dalam memahami konsep matematika, ketidaktepatan dalam gaya belajar dan keraguan diri akan kemampuan.

Sementara itu, Newstead (2004) mengemukakan bahwa strategi maupun pendekatan pembelajaran yang dilakukan guru sangat menentukan keberhasilan pembelajaran matematika di kelas. Bila guru tidak mampu menampilkan pembelajaran matematika dengan menarik, maka akan membosankan siswa, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kecemasan matematika. Kecemasan matematis juga disinyalir menjadi salah satu penyebab rendahnya kemampuan matematis siswa. Sesuai dengan penelitian Anita (2011) yang menyatakan bahwa tinggi rendahnya kemampuan berpikir matematis siswa dapat dipengaruhi oleh kecemasan matematis atau mathematics anxiety.


(13)

Beberapa hasil penelitian juga menyatakan bahwa kecemasan matematis berkaitan dengan prestasi siswa. Hasil penelitian Ma (Zakaria & Nurdin, 2007) menyatakan bahwa ada hubungan antara kecemasan matematis dengan prestasi siswa dalam matematika. Selanjutnya, Clute & Hembree ( Vahedi & Farrokhi, 2011) mengemukakan bahwa siswa yang memilki tingkat kecemasan yang tinggi, memiliki prestasi belajar matematika yang rendah. Sejalan dengan pendapat diatas, Daneshamooz, Alamolhodaei & Darvishian (2012) mengemukakan bahwa kecemasan matematika berkorelasi negatif dengan kinerja matematika.

Berkenaan dengan uraian di atas, Blazer (2011) mengemukakan beberapa strategi untuk mengatasi kecemasan matematis yang dapat dilakukan oleh guru, orang tua maupun oleh siswa sendiri, antara lain: (1) Strategi guru, diantaranya dengan mengembangkan kemampuan yang kuat dan sikap positif terhadap matematika, menghubungkan matematika dengan kehidupan sehari-hari, meningkatkan cara berpikir kritis, meningkatkan pembelajaran aktif, mengatur siswa dalam kelompok belajar yang kooperatif, menyediakan dukungan dan penguatan, menghindari memposisikan siswa dalam situasi yang memalukan, jangan menggunakan matematika sebagai hukuman, menggunakan manipulasi, dll; (2) Strategi orang tua, diantaranya dengan tidak mengekspresikan sikap negatif tentang matematika, memiliki harapan yang realistis, memberikan dukungan dan mendorong semangat anak, memperlihatkan penggunaan matematika secara positif; (3) Strategi siswa diantaranya, belajar menggunakan teknik belajar yang baik, belajar diselingi teknik relaksasi, fokus kepada kesuksesan yang lalu, serta jangan bergantung kepada ingatan saja.

Strategi guru dalam menurunkan kecemasan matematis menjadi sentral keberhasilan dalam kegiatan belajar mengajar. Guru dituntut untuk mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan, memberikan rasa nyaman, serta dapat mengajak siswa untuk meningkatkan kemampuan matematisnya, dalam kaitan dengan peningkatan kepercayaan terhadap kemampuan dirinya.


(14)

9

Eva Nurlaila, 2015

STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA SMP

Salah satu strategi pembelajaran yang dapat menurunkan kecemasan matematis siswa adalah melalui pembelajaran berbasis kemampuan otak atau

Brain-based Learning (BbL), karena pembelajaran ini diselaraskan dengan cara kerja otak yang didesain secara alamiah untuk belajar (Jensen, 2008:5). Pembelajaran berbasis kemampuan otak ini tidak terfokus pada keterurutan, tetapi lebih mengutamakan pada kesenangan dan kecintaan siswa akan belajar, sehingga siswa dapat dengan mudah menyerap materi yang sedang dipelajari. Tahapan–tahapan pada pembelajaran melalui BbL juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dalam kelompok–kelompok kecil, siswa diberikan permasalahan yang dapat menantang otak mereka, baik berupa tugas-tugas personal, lembar kerja siswa, dll, hal ini akan mendorong siswa berada pada “jalan buntu” untuk sementara. Tugas guru selanjutnya adalah menyeimbangkan kebuntuan tersebut dengan pemberdayaan dan dukungan, antara lain dengan memberikan umpan balik maupun melalui pertanyaan terarah. Karena ketika kita membatasi dan mengulang berbagai konsep dalam bentuk pertanyaan, berarti kita talah mendorong pikiran kritis dan kreativitas (Jensen, 2008). Hal ini sejalan dengan Abdurrahman dan Sintawati (2013) yang menyatakan bahwa dengan membiarkan siswa merasa kewalahan sementara melalui pemberian soal-soal yang menantang, hal ini akan diikuti dengan antisipasi, keingintahuan, dan pencarian untuk menemukan makna bagi dirinya sendiri sehingga akan memacu proses berpikir kritis dan kreatif siswa.

Brain-based Learning (BbL) mempertimbangkan apa yang sifatnya alami bagi otak dan bagaimana otak dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalaman (Jensen, 2008: 12). Sejalan dengan hal tersebut, Syafa’at (2009) juga mengungkapkan bahwa BbL menawarkan sebuah konsep untuk menciptakan suatu pembelajaran yang beorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa, yaitu: (1) menciptakan lingkungan belajar yang dapat menantang kemampuan berpikir siswa; (2) menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan; (3) menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa.


(15)

Strategi tersebut dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengasah kemampuan berpikir matematis khususnya berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis. Dengan menciptakan lingkungan belajar yang menantang, jaringan sel-sel otak akan terkoneksi satu sama lain sehingga akan semakin merangsang kemampuan berpikir siswa, yang selanjutnya akan semakin besar pula pemaknaan yang diperoleh selama pembelajaran. Melalui lingkungan pembelajaran yang menyenangkan, siswa dapat memupuk kepercayaan dirinya sehingga dapat mengatasi kecemasan dalam belajar matematika. Tantangan berupa masalah dan tugas-tugas matematika yang bervariasi dapat mendorong siswa untuk belajar mengidentifikasi persoalan, mengidentifikasi hubungan antar elemen, membuat kesimpulan, mengambil keputusan, hingga membentuk pola pikir baru (kreatifitas) dan membuat interpretasi asli (Orlich, dkk, dalam Abdurrahman & Sintawati, 2013), yang kesemuanya merupakan ciri khas pemikir kritis dan kreatif. Dengan menerapkan pembelajaran yang memperhatikan kebutuhan otak diharapkan dapat menstimulasi proses kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis siswa, karena revolusi belajar dimulai dari otak (Abdurrahman & Sintawati, 2013).

Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk membuktikannya dalam suatu penelitian yang berjudul Strategi Brain-based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis serta Menurunkan Kecemasan Matematis Siswa SMP”.

B. Rumusan Masalah

Upaya peneliti untuk mendapatkan gambaran dalam penelitian, maka permasalahan dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran melalui strategi BbL lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa?


(16)

11

Eva Nurlaila, 2015

STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA SMP 2. Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis

siswa yang mendapatkan pembelajaran melalui strategi BbL lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa?

3. Apakah kecemasan matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran melalui strategi BbL lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menelaah:

1. Pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran melalui strategi BbL dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa.

2. Pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran melalui strategi BbL dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa.

3. Perbedaan kecemasan matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui BbL dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

D. Manfaat Penelitian

Secara umum, hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kemajuan pendidikan matematika dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis, serta memberikangambaran yang jelas mengenai strategi pembelajaran melalui Brain-based Learning dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.

Sedangkan secara khusus, hasil penelitian dapat bermanfaat:

1. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis untuk meningkatkan prestasi belajar matematika maupun mata pelajaran lainnya.


(17)

2. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam rangka pemilihan strategi pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis serta menurunkan kecemasan matematis.

3. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.


(18)

Eva Nurlaila, 2015

STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA SMP

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji implementasi penerapan strategi Brain-based Learning (BbL) terhadap kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta menurunkan tingkat kecemasan matematis siswa SMP. Karena peneliti tidak melakukan pengambilan sampel secara acak terhadap titik sampelnya, maka penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen. Pada kuasi eksperimen ini subjek tidak dikelompokkan secara acak tetapi peneliti menerima keadaan subjek seadanya (Ruseffendi, 1998). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kelas yang ada telah terbentuk sebelumnya, serta untuk efisiensi dan efektivitas waktu penelitian, sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokan secara acak.

Desain penelitian yang digunakan yaitu kelompok kontrol tidak ekivalen (the non equivalent control group design), yang terdiri atas kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil dari kelas kontrol ini akan dijadikan pembanding bagi kelas eksperimen untuk mengetahui apakah hasil dari penerapan pembelajaran pada kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diberikan pembelajaran melalui BbL dan kelas kontrol memperoleh pembelajaran biasa. Desain penelitian kelompok kontrol tidak ekivalen (the non equivalent control group design) diilustrasikan sebagai berikut:

Kelas Eksperimen : O X O

Kelas Kontrol : O O

(Borg dan Gall, 1989)

Keterangan:

O : Pretes atau Postes Kemampuan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis

X : Pembelajaran dengan BbL


(19)

: Subjek tidak dikelompokkan secara acak

Penelitian ini melibatkan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebasnya adalah pembelajaran matematika melalui strategi pembelajaran BbL dan pembelajaran biasa, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis serta kecemasan matematis siswa SMP.

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Cijeungjing Kabupaten Ciamis, dengan alasan SMPN 1 Cijeungjing termasuk sekolah dengan kualitas sedang. Sementara itu, populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Cijeungjing, yang dipilih secara acak melalui pengundian. Hal ini dilakukan karena berdasarkan fakta hasil UTS dan UAS semester 1 setiap kelas relatif sama, juga telah dikonsultasikan dengan Wakasek Kurikulum, sehingga dapat dikatakan sebaran siswanya merata atau tidak memliki kelas unggulan. Kelas VII SMP Negeri 1 Cijeungjing ada 8 kelas, selanjutnya dari 8 kelas tersebut dipilih 2 kelas untuk dijadikan sebagai sampel. Satu kelas dijadikan kelas kontrol dan satu kelas lagi dijadikan kelas eksperimen. Berdasarkan hasil pengundian tersebut diperoleh kelas VII A sebagai kelas kontrol dan kelas VII C sebagai kelas eksperimen.

Mengenai ukuran sampel, menurut Ruseffendi (1994: 95) untuk penelitian eksperimen, ukuran sampel yang harus diambil minimal 30 siswa per kelompok. Dalam setiap kelas VII SMP Negeri 1 Cijeungjing jumlah siswanya rata-rata antara 30 siswa sampai dengan 34 siswa, berarti memenuhi ukuran sampel yang harus dipenuhi.


(20)

39

Eva Nurlaila, 2015

STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA SMP C. Definisi Operasional

Perbedaan pemahaman terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini mungkin terjadi, maka untuk menyamakan pemahaman, penulis kemukakan beberapa istilah yang didefinisikan sebagai berikut:

1. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa adalah kemampuan berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah matematika yang melibatkan pengetahuan matematika, penalaran, serta pembuktian matematika. Dengan indikator kemampuan berpikir kritis yang diukur dalam penelitian ini adalah: (1) elementary clarification yaitu kemampuan memberikan penjelasan matematis sederhana; (2) basic support yaitu membangun keterampilan dasar matematis; (3) inference yaitu membuat kesimpulan matematis; (4) advances clarification yaitu membuat penjelasan matematis lebih lanjut; (5) strategy and tactics yaitu kemampuan menentukan strategi dan taktik untuk memecahkan masalah matematis.

2. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah matematika secara terbuka serta fleksibel atau tidak terfokus pada keterurutan. Dengan indikator kemampuan berpikir kreatif sebagai berikut: (1) fluency (kelancaran) yaitu kemampuan menjawab masalah matematika dengan tepat; (2) flexibility (keluwesan) yaitu kemampuan menjawab masalah matematika melalui cara yang tidak baku; (3)

originality (keaslian) yaitu kemampuan menjawab masalah matematika dengan menggunakan bahasa, cara dan kerja sendiri; (4) elaboration

(elaborasi) yaitu kemampuan memperluas jawaban masalah, memunculkan masalah-masalah baru atau gagasan-gagasan baru.

3. Kecemasan matematis adalah ketegangan mental yang menggelisahkan saat memecahkan masalah matematika seperti menganalisis, mengevaluasi argumen, maupun menarik kesimpulan. Kecemasan matematika yang diukur adalah kecemasan matematika pada saat belajar matematika, kecemasan matematika pada saat mengerjakan tes, dan kecemasan matematika pada saat mengerjakan tugas matematika, dengan indikator sebagai berikut: (1) Merasa tidak nyaman, (2) Pusing atau gemetar, (3) Gangguan pernafasan, (4) Jantung


(21)

berdebar, (5) Bibir menjadi kering, (6) Khawatir dengan penilaian orang lain, (7) Merasa terancam, (8) Menyadari kesalahan sebelumnya, (9) Tidak dapat berpikir jernih, (10) Lupa beberapa hal yang biasanya diketahui, (11) Mudah frustrasi, (12) Merasa tidak mampu mengendalikan apa yang seharusnya dilakukan, (13) Merasa bingung, (14) Pikiran menjadi kosong, (15) Tidak ingin melakukan hal ini, (16) Rendahnya kepercayaan diri, (17) Merasa takut. 4. Pembelajaran BbL adalah suatu pembelajaran yang diselaraskan dengan cara kerja otak yang didesain secara alamiah untuk belajar, dengan mempertimbangkan apa yang sifatnya alami bagi otak dan bagaimana otak dipengaruhi oleh lingkungan serta pengalaman. Pembelajaran ini juga tidak terfokus pada keterurutan, melainkan lebih mengutamakan pada kesenangan dan kecintaan siswa akan belajar. Beberapa fase dalam pembelajaran BbL yaitu: (1) Pra-Pemaparan; (2) Persiapan; (3) Inisiasi dan Akuisisi; (4) Elaborasi; (5) Inkubasi dan memasukkan memori; (6) Verifikasi dan pengecekan keyakinan; (7) Perayaan dan integrasi.

D. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis dan berpikir kreatif matematis Tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk uraian. Hal ini bertujuan untuk melihat karakteristik siswa dalam proses berpikirnya, serta untuk melihat kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis siswa ketika menyelesaikan soal yang diberikan. Tes ini terdiri atas tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa setiap kelompok dan digunakan sebagai tolak ukur peningkatan prestasi belajar sebelum mendapatkan pembelajaran dengan strategi yang akan diterapkan, sedangkan tes akhir dilakukan untuk mengetahui perolehan hasil belajar dan ada tidaknya perubahan yang signifikan setelah mendapatkan pembelajaran dengan strategi yang akan diterapkan.


(22)

41

Eva Nurlaila, 2015

STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA SMP

Soal-soal tes awal dan tes akhir ini memuat indikator-indikator kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis serta tetap mengacu kepada standar kompetensi dan kompetensi dasar materi yang dipelajari saat pembelajaran berlangsung. Soal-soal yang disajikan pada saat tes akhir sama dengan soal-soal yang diberikan pada saat tes awal. Adapun indikator-indikator aspek kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis yang di ujikan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1

Indikator Aspek Kemampuan Matematis yang diukur Aspek yang

Diukur Indikator

No Soal

Berpikir Kritis Matematis

Siswa mampu memberikan penjelasan sederhana

( Elementary Clarification) 2

Siswa mampu membangun keterampilan dasar

(Basic Support) 6a

Siswa mampu membuat kesimpulan matematis

(Inferrence) 6b

Siswa mampu membuat penjelasan matematis lebih lanjut (Advanced Clarificatiion) 6c Siswa mampu menyusun strategi dan taktik untuk memecahkan masalah matematis (Strategies and Tactics)

4

Berpikir Kreatif Matematis

Siswa mampu menggambar bermacam-macam bangun datar segiempat yang terkait dengan bangun datar yang telah ditetapkan (fluency/ kelancaran).

1

Siswa mampu menghitung luas daerah bangun datar segiempat dengan berbagai cara. (sensitivity/ kepekaan).

3

Siswa mampu menghasilkan ide kreatif dengan merancang suatu denah bangunan menggunakan 5a


(23)

beberapa bangun datar segiempat yang digabungkan (Originality/ Keaslian)

Siswa mampu menghitung luas bangun datar segiempat hasil rangkaiannya sendiri

(Elaboration/ Penguraian).

5b

Penentuan skor jawaban siswa ditetapkan berdasarkan suatu pedoman penskoran untuk masing-masing jenis tes, yaitu tes kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis. Hal ini bertujuan untuk memberikan keseragaman dalam menilai jawaban siswa serta memberikan kemudahan dalam melakukan penilaian tes jawaban siswa. Berikut ini pedoman penskoran kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

Tabel 3.2

Kriteria Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Skor Deskripsi

4 Identifikasi argumen, memberikan alasan serta menganalisa argumen dan memberikan kesimpulan

3 Identifikasi argumen, memberikan alasan serta mencoba menganalisa argumen dan memberikan kesimpulan

2 Memberikan jawaban benar dengan alasan tidak rinci

1 Memberikan jawaban benar tanpa disertai alasan, tidak memberikan hasil atau langkah atau penjelasan alasan

0 Tidak ada respon

Sementara untuk penskoran kemampuan berpikir kreatif siswa digunakan pedoman penskoran butir soal kemampuan berpikir kreatif matematis siswa seperti pada tabel di bawah.


(24)

43

Eva Nurlaila, 2015

STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA SMP

Tabel 3.3

Pedoman Penskoran Butir Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Aspek Skor Kriteria

Kelancaran/

Fluency

4

Memberikan lebih dari dua solusi jawaban yang benar serta seluruhnya menggunakan strategi dan prosedur matematis yang sesuai dengan analisan argumen lengkap

3

Memberikan lebih dari satu solusi jawaban yang benar serta hampir seluruhnya menggunakan strategi dan prosedur matematis yang sesuai dengan memberikan alasan lebih lengkap

2

Memberikan satu solusi jawaban yang benar serta menggunakan strategi dan prosedur matematis yang sesuai dengan menggunakan alasan tidak rinci

1

Memberikan satu solusi jawaban yang benar atau menggunakan strategi dan prosedur matematis yang sesuai, namun tidak disertai alasan

0 Tidak ada jawaban

Keluwesan/ Flexibility

4

Menemukan lebih dari satu cara dalam menyelesaikan masalah serta seluruhnya menggunakan strategi dan prosedur matematis yang sesuai

3

Menemukan lebih dari satu cara dalam menyelesaikan masalah serta hampir seluruhnya menggunakan strategi dan prosedur matematis yang sesuai

2

Menemukan satu cara dalam menyelesaikan masalah serta menggunakan strategi dan prosedur matematis yang sesuai tanpa disertai alasan yang lengkap

1

Menemukan satu cara dalam menyelesaikan masalah namun menggunakan strategi dan prosedur matematis yang sesuai tanpa disertai alasan


(25)

0 Tidak ada Jawaban

Keaslian/

Originality

4

Menggambarkan penyelesaian dari masalah yang diberikan dengan cara yang berbeda dari orang lain serta sesuai dengan konsep yang dimaksud secara lengkap dan tepat

3

Menggambarkan penyelesaian dari masalah yang diberikan dengan cara yang berbeda dari orang lain serta sesuai dengan konsep yang dimaksud namun kurang lengkap dan tepat

2

Menggambarkan penyelesaian dari masalah yang diberikan dengan cara yang berbeda dari orang lain namun tidak sesuai dengan konsep yang dimaksud dan tidak lengkap

1

Menggambarkan penyelesaian dari masalah yang diberikan dengan cara yang berbeda dari orang lain tanpa disertai alasan

0 Tidak ada jawaban

Elaborasi/

Elaboration

4 Menguraikan penyelesaian dari permasalahan yang diberikan dengan terinci dan benar

3

Menguraikan penyelesaian dari permasalahan yang diberikan dengan terinci namun analisa argumen belum lengkap

2 Menguraikan penyelesaian dari permasalahan yang diberikan kurang terinci dan benar

1 Menguraikan penyelesaian dari permasalahan yang diberikan tidak terinci

0 Tidak ada jawaban

Sebelum instrumen tes ini diberikan kepada sampel penelitian, instrumen ini diuji cobakan terlebih dahulu kepada siswa yang telah mempelajari materi mengenai bangun datar segi empat, yaitu kelas VIII SMP Negeri 1 Cijeungjing


(26)

45

Eva Nurlaila, 2015

STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA SMP dengan tujuan supaya dapat diketahui validitas, reabilitasnya, indeks kesukaran dan daya pembeda.

a. Analisis Validitas Butir Soal

Menurut Arikunto (2010) sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Dengan kata lain, validitas suatu instrumen merupakan tingkat ketepatan suatu instrumen untuk mengukur sesuatu yang harus diukur. Validitas instrumen yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi validitas logis dan validitas empiris.

Suatu tes matematika dapat dikatakan memiliki validitas logis yang baik apabila dapat mengukur kesesuaian antara indikator butir soal (validitas isi) serta kejelasan bahasa, gambar, atau simbol dalam soal (validitas muka). Untuk validitas muka dan validitas isi, instrumen tes ini dikonsultasikan terlebih dahulu kepada pakar dalam pendidikan matematika, dalam hal ini peneliti meminta pertimbangan kepada dosen pembimbing.

Selanjutnya peneliti melakukan analisis validitas empiris dengan menggunakan korelasi item-total product moment. Langkah-langkah pengujian validitas adalah sebagai berikut.

Pertama, menghitung koefisien korelasi product moment (r) hitung (rxy), dengan menggunakan rumus seperti berikut (Suherman, 2003).

� = ∑ − ∑ ∑

√ ∑ − ∑ ∑ − ∑

Keterangan:

� = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y X = Item soal yang dicari validitasnya

Y = Skor total yang diperoleh sampel

Kedua, menginterprestasikan derajat validitas dengan menggunakan kriteria menurut Guilford (Suherman, 2003). Dalam hal ini rxy diartikan sebagai


(27)

Tabel 3.4

Klasifikasi Koefisien Validasi

Koefisien Validasi Keterangan

0,90 < � ≤ 1,00 Validasi Sangat Tinggi (sangat baik) 0,70 < � ≤ 0,90 Validasi Tinggi (baik)

0,40 < � ≤ 0,70 Validasi Cukup (cukup) 0,20 < � ≤ 0,40 Validasi Rendah (kurang) 0,00 < � ≤ 0,20 Validasi Sangat rendah

� ≤ 0,00 Tidak Valid

Berdasarkan hasil uji coba pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 1 Cijeungjing Ciamis, dengan bantuan program Anates 4, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3.5

Analisis Validitas Uji Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis

Soal Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

No. Soal

Koefisien Korelasi

Interpretasi Validitas

No. Soal

Koefisien Korelasi

Interpretasi Validitas

2 0,71 Tinggi 1 0,78 Tinggi

4 0,73 Tinggi 3 0,87 Tinggi

6a 0,65 Cukup 5a 0,80 Tinggi

6b 0,67 Cukup 5b 0,81 Tinggi

6c 0,71 Tinggi

Berdasarkan hasil analisis validitas instrumen pada tabel di atas, terdapat dua butir soal yang memiliki validitas cukup untuk soal kemampuan berpikir kritis matematis, dan validitas tinggi untuk butir soal yang lainnya. Sementara untuk soal kemampuan berpikir kreatif matematis, validitas seluruh butir soal adalah tinggi. Dengan demikian, butir soal yang telah di ujicobakan dapat dikatakan telah mampu mengukur kemampuan kemampuan berpikir kritis


(28)

47

Eva Nurlaila, 2015

STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA SMP matematis dan berpikir kreatif matematis sesuai dengan indikator yang diukur pada masing-masing butir soal.

b. Analisis Reliabilitas Soal

Reliabilitas sama dengan konsistensi atau keajegan. Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang hendak diukur;

“Ini berarti semakin reliabel suatu tes memiliki persyaratan, maka semakin yakin kita dapat menyatakan bahwa dalam hasil suatu tes mempunyai hasil yang sama ketika dilakukan tes kembali”; yaitu jika pengukurannya diberikan pada subyek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, tempat yang beda pula, alat ukur tidak terpengaruh oleh pelaku, situasi, dan kondisi.

Koefisien reliabilitas perangkat tes berupa bentuk uraian dapat diketahui dengan menggunakan rumus Cronbach Alpha sebagai berikut (Suherman, 2003):

11

r =

              

2

2 1 1 t i s s n n Keterangan : 11

r = Reliabilitas tes secara keseluruhan

n = Banyak butir soal (item)

2

i

s = Jumlah varians skor tiap item

s2t = Varians skor total

Dengan varian 2

i

s dirumuskan (Suherman, 2003):

 

n n x x s

  2 2 2


(29)

Sebagai patokan menginterprestasikan derajat reliabilitas digunakan kriteria menurut Guilford (Suherman, 2003). Dalam hal ini r11 diartikan sebagai koefisien reliabilitas.

Tabel 3.6

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Koefisien Reliabilitas Keterangan rxy≤ 0,20 Reliabilitas Sangat Rendah

0,20 < r11≤ 0,40 Reliabilitas Rendah 0,40 < r11≤ 0,70 Reliabilitas Sedang 0,70 < r11 ≤ 0,90 Reliabilitas Tinggi

0,90 < r 11 ≤ 1,00 Reliabilitas Sangat Tinggi

Berikut ini hasil analisis reliabilitas instrumen tes kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis dengan bantuan Anates 4.

Tabel 3.7

Analisis Reliabilitas Uji Instrumen Tes kemampuan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis

Kemampuan Yang di Ukur

Koefisien Reliabilitas ���

Interpretasi Reliabilitas Kemampuan Berpikir Kritis

Matematis 0,71 Tinggi

Kemampuan Berpikir

Kreatif matematis 0,82 Tinggi

Berdasarkan analisis reliabilitas uji instrumen tes kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis pada tabel di atas, diperoleh reliabilitas untuk kemampuan berpikir kritis matematis sebesar 0,71 dan reliabilitas untuk kemampuan berpikir kreatif matematis sebesar 0,82. Bila diinterpretasikan dalam kriteria menurut Guillford, keduanya memiliki reliailias tinggi. Dengan demikian instrumen tes kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis memiliki konsistensi yang tinggi atau akan memberikan hasilyang relatif sama bila


(30)

49

Eva Nurlaila, 2015

STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA SMP diberikan kepada subjek yang sama meskipun pada waktu, tempat, maupun kondisi yang berbeda.

c. Analisis Daya Pembeda Soal

Daya pembeda atau indeks deskriminasi adalah korelasi antara skor jawaban terhadap sebuah soal dengan skor jawaban seluruh soal (Ruseffendi, 1991). Atau dapat juga dikatakan sebagai kemampuan butir soal tersebut dalam membedakan siswa (testi) yang berkemampuan tinggi dan yang berkemampuan rendah (Suherman dan Sukjaya, 2003)

Rumusan untuk menentukan daya pembeda (Suherman dan Sukjaya, 2003) adalah :

�� =� −� Keterangan :

�� = Indeks daya pembeda suatu butir soal

= Jumlah Skor yang dicapai kelompok kelas atas = Jumlah Skor yang dicapai kelompok kelas bawah � = jumlah skor maksimum ideal salah satu kelompok

Siswa-siswa yang termasuk ke dalam kelompok kelas atas adalah siswa yang mendapatkan skor tinggi dalam tes tersebut, sedangkan siswa-siswa yang tergolong ke dalam kelompok kelas rendah adalah mereka yang mendapatkan skor rendah.

Selanjutnya Suherman dan Sukjaya (2003) mengemukakan hasil perhitungan daya pembeda yang kemudian diinterpretasikan dengan klasifikasi sebagai berikut:


(31)

Tabel 3.8

Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda Besarnya DP Interpretasi

DP≤ 0,00 Sangat Kurang Baik

0,00 < DP≤ 0,20 Kurang Baik 0,20 < DP≤ 0,40 Cukup 0,40 < DP≤ 0,70 Baik 0,70 < DP≤ 1,00 Sangat Baik

Hasil analisis daya pembeda instrumen tes kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis, dapat dilihat pada tabel 3.9 berikut.

Tabel 3.9

Analisis Daya Pembeda Uji Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis Soal Kemampuan Berpikir Kritis

Matematis

Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

No. Soal

Daya

Pembeda Interpretasi

No. Soal

Daya

Pembeda Interpretasi

2 0,47 Baik 1 0,50 Baik

4 0,31 Cukup 3 0,47 Baik

6a 0,41 Baik 5a 0,28 Cukup

6b 0,25 Cukup 5b 0,31 Cukup

6c 0,41 Baik

Berdasarkan hasil analisis daya pembeda pada tabel di atas, baik pada soal kemampuan berpikir kritis maupun berpikir kreatif matematis memiliki interpretasi cukup dan baik. Hal ini mengindikasikan bahwa soal-soal tersebut dapat membedakan siswa yang mempunyai kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis yang tinggi dengan siswa yang mempunyai kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis yang rendah.


(32)

51

Eva Nurlaila, 2015

STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA SMP d. Analisis Tingkat Kesukaran Soal

Aanalisis tingkat kesukaran dari setiap butir soal dihitung berdasarkan proporsi skor yang dicapai siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah terhadap skor idealnya, kemudian dinyatakan dengan kriteria soal mudah, sedang, dan sukar. Untuk mengukur indeks kesukaran tes berbentuk uraian digunakan rumus sebagai berikut:

� = ̅

Tabel 3.10 berikut menyajikan secara lengkap tentang klasifikasi interpetasi tingkat kesukaransoal menurut Arikunto (2008):

Tabel 3.10

Klasifikasi Indeks Kesukaran Tingkat Kesukaran Kategori Soal

� , Soal sukar

, < � ,7 Soal sedang ,7 < � Soal mudah

Tabel 3.11 berikut menyajikan hasil analisis indeks kesukaran intrumen tes kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis siswa.

Tabel 3.11

Analisi Indeks Kesukaran Instrumen Tes

Kemampuan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis Soal Kemampuan Berpikir Kritis

Matematis

Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

No. Soal

Indeks

Kesukaran Interpretasi

No. Soal

Indeks

Kesukaran Interpretasi

2 0,65 Sedang 1 0,49 Sedang

4 0,30 Sukar 3 0,68 Sedang

6a 0,53 Sedang 5a 0,68 Sedang

6b 0,48 Sedang 5b 0,83 Mudah


(33)

Indeks kesukaran pada instrumen kemampuan berpikir kritis matematis berada pada interpreatsi sedang dan sukar, sementara pada soal kemampuan berpikir kreatif matematis memiliki interpretasi sedang dan mudah.

e. Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Instrumen Tes kemampuan berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis

Rekapitulasi dari semua perhitungan analisis hasil uji coba instrumen tes kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis disajikan secara lengkap dalam tabel berikut:

Tabel 3.12

Rekapitulasi analisis hasil Uji Coba Instrumen

Tes kemampuan Berpikir kritis dan Berpikir Kreatif Matematis

Soal Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis No.

Soal V R DP IK

No.

Soal V R DP IK

2 Tinggi

Tinggi

Baik Sedang 1 Tinggi

Tinggi

Baik Sedang

4 Tinggi Cukup Sukar 3 Tinggi Baik Sedang

6a Cukup Baik Sedang 5a Tinggi Cukup Sedang

6b Cukup Cukup Sedang 5b Tinggi Cukup Mudah

6c Tinggi Baik Sedang

Keterangan:

V : interpretasi validitas instrumen tes R : interpretasi reliabilitas instrumen tes DP : interpretasi daya pembeda instrumen tes IK : interpretasi indeks kesukaran instrumen tes

Berdasarkan hasil analisis keseluruhan terhadap hasil uji coba instrumen tes kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis siswa, peneliti dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan dosen pembimbing, memutuskan memilih keseluruhan butir soal tersebut sebagai soal pretes dan postes untuk


(34)

53

Eva Nurlaila, 2015

STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA SMP mengukur kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis dalam penelitian ini.

2. Instrumen Kecemasan matematis

Instrumen yang digunakan untuk mengukur kecemasan matematis dalam penelitian ini yakni skala kecemasan matematika yang diadaptasi dari kuesioner kecemasan matematika Cooke, dkk (2011) setelah sebelumnya dilakukan uji validitas muka, validitas isi dan reliabilitas oleh dosen pembimbing. Kuesioner terbagi ke dalam tiga ranah yaitu ranah somatik, kognitif, dan ranah sikap. Ketiga ranah tersebut digunakan untuk mengukur tingkat kecemasan matematika siswa pada saat belajar matematika, serta pada saat mengerjakan tes matematika. Ketiga ranah tersebut dipaparkan ke dalam tabel 3.13 sebagai berikut:

Tabel 3.13

Indikator Kecemasan Matematis

Ranah Indikator Kecemasan Matematis Somatik  Tidak nyaman

 Pusing

 Gangguan pernafasan  Jantung berdebar  Bibir kering

Kognitif  Khawatir dengan penilaian orang lain  Merasa terancam

 Tidak dapat berpikir jernih  Menyadari kesalahan sebelumnya

 Lupa beberapa hal yang biasanya diketahui  Mudah frustrasi

 Tidak mampu mengendalikan apa yang seharusnya dilakukan


(35)

 Pikiran menjadi kosong Sikap  Tidak ingin melakukan

 Rendahnya kepercayaan diri  Merasa takut

Kuesioner ini diisi dengan meminta siswa untuk menjawab setiap pernyataan dengan memberi tanda centang (√ ) pada kolom yang telah disediakan. Pilihan jawaban terdiri atas empat kategori, hal ini bertujuan untuk menghindari jawaban ragu-ragu atau netral terhadap pertanyaan yang diberikan. Keempat pilihan jawaban tersebut yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS).

Sebelum kuesioner digunakan sebagai salah satu instrumen dalam penelitian ini, peneliti melakukan uji validitas isi dan validitas muka dengan meminta pertimbangan dosen pembimbing serta melakukan uji coba terhadap siswa kelas VIII. Pengolahan uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan bantuan software SPSS 22. Hasil uji reliabilitasnya adalah 0,874 dengan kategori sangat tinggi. Untuk uji validasi dari 24 pernyataan yang disusun peneliti, terdapat tiga pernyataan tidak valid sehingga ketiga pernyataan tersebut tidak digunakan sebagai instrumen penelitian. Sementara itu 21 pernyataan lainnya digunakan sebagai instrumen kecemasan matematis dalam penelitian ini. Analisis hasil uji coba instrumen kecemasan matematis dapat dilihat pada tabel 3.14 berikut:

Tabel 3.14

Analisis Hasil Uji Coba Instrumen Kecemasan Matematis No r hitung

(Korelasi Pearson) r tabel Keterangan Kategori Reliabilitas

1 0,462

0,361

(α = 0,05)

Valid Cukup

0,860 (Tinggi)

2 0,475 Valid Cukup

3 0,730 Valid Tinggi

4 0,745 Valid Tinggi

5 0,553 Valid Cukup

6 0,550 Valid Cukup

7 0,498 Valid Cukup

8 0,447 Valid Cukup


(36)

55

Eva Nurlaila, 2015

STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA SMP

10 0,514 Valid Cukup

11 0,545 Valid Cukup

12 0,513 Valid Cukup

13 0,403 Valid Cukup

14 0,552 Valid Cukup

15 0,363 Valid Rendah

16 0,622 Valid Cukup

17 0,647 Valid Cukup

18 0,241 Tidak Valid Rendah

19 0,563 Valid Cukup

20 -0,152 Tidak Valid Rendah

21 0,486 Valid Cukup

22 0,498 Valid Cukup

23 0,730 Valid Tinggi

24 0,404 Valid Cukup

3. Bahan Ajar

Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kegiatan siswa (LKS) yang mencakup aktifitas pembelajaran melalui BbL serta beberapa soal-soal yang bersifat terbuka. Bahan ajar disusun berdasarkan kurikulum yang berlaku serta menyajikan permasalahan yang berkaitan dengan kompetensi yang ingin dicapai yakni kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis.

Adapun tahapan – tahapan pembelajaran melalui BbL yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:

1) Pra Pemaparan

- Mengkondisikan siswa untuk siap belajar, berdo’a dan mengabsen siswa - Mengatur ruang kelas dan tempat duduk sedemikian sehingga siswa

merasa nyaman

- Menyampaikan tujuan pembelajaran

- Memasang mind mapping mengenai materi yang akan dipelajari

- Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan sendiri sasaran dari pembelajaran yang akan dilaksanakan

- Membuat lingkungan belajar yang menarik, salah satunya dengan melakukan brain gym serta memberikan sugesti atau pesan-pesan positif 2) Persiapan


(37)

- Memberikan apersepsi mengenai materi yang akan dipelajari - Melakukan tanya jawab tentang materi yang akan dipelajari

- Membimbing siswa dalam mengaitkan topik pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari

- Mendorong siswa untuk menanggapi relevan atau tidaknya materi dengan kehidupan sehari-hari

- Memberi kesempatan kepada siswa untuk memberikan contoh lain, kaitan topik pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari

- Memberikan sugesti atau pesan-pesan positif kepada siswa

3) Inisiasi dan Akuisisi

- Menyajikan materi melalui bantuan komputer, yaitu Microsoft Power Point

- Membagi siswa ke dalam beberapa kelompok - Membagikan lembar kerja siswa (LKS)

- Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba menyelesaikan permasalahan yang diberikan melalui sumber-sumber belajar seperti buku, jurnal, internet, dll.

- Membimbing siswa dengan memberikan pertanyaan terarah, dalam melaksanakan eksplorasi dan berdiskusi dengan diiringi dengan musik klasik dan diselingi dengan pemberian sugesti atau pesan-pesan positif 4) Elaborasi

- Membimbing siswa dalam berdiskusi

- Melaksanakan diskusi, tanya jawab dan curah pendapat dengan siswa mengenai hasil pengerjaan LKS

- Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya sementara kelompok yang lainnya menanggapi dengan memberikan pertanyaan, maupun pendapatnya mengeani materi yang dipelajari

- Menugaskan siswa untuk membuat mind mapping mengenai materi yang dipelajari (sebagai pekerjaan rumah)


(38)

57

Eva Nurlaila, 2015

STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA SMP 5) Inkubasi dan Penyimpanan Memori

- Membimbing siswa dalam melakukan peregangan dan latihan relaksasi untuk perenungan (waktu istirahat)

- Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dengan temannya

- Menyediakan arena untuk mendengarkan musik yang sesuai. 6) Verifikasi dan Pengecekan Keyakinan

- Mendorong siswa untuk bertanya dan mengevaluasi diri

- Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan hal-hal yang sudah didapat dalam belajar

- Memberikan soal evaluasi 7) Perayaan dan Integrasi

- Guru memberikan PR untuk siswa dan memberi tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya

- Guru bersama siswa melakukan perayaan kecil seperti meneriakkan yel-yel, atau bertepuk tangan

- Menutup pembelajaran

4. Lembar Observasi

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran untuk setiap kali pertemuan. Data aktifitas siswa dan guru selama proses pembelajaran dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi. Lembar observasi ini berupa hasil pengamatan dan kritik/saran tentang jalannya pembelajaran yang sedang berlangsung, sehingga dapat diketahui aspek-aspek apa yang harus diperbaiki/ditingkatkan.

Observasi ditujukan kepada kelas yang menyelenggarakan pembelajaran dengan BbL. Observasi ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui kegiatan siswa dan guru selama pembelajaran berlangsung, menurut Ruseffendi (2005) observasi pada hal-hal tertentu lebih baik dari cara lapor diri (skala sikap) karena observasi melihat aktivitas dalam keadaan wajar.


(39)

E. Prosedur Penelitian

Secara garis besar, penelitian ini dilaksanakan melalui empat tahap, yaitu: 1. Tahap Persiapan

Langkah-langkah yang dilaksanakan pada tahap persiapan, antara lain: a. Mengajukan judul penelitian

b. Menyusun proposal penelitian c. Seminar proposal penelitian

d. Merevisi hasil seminar proposal penelitian e. Membuat instrumen penelitian dan bahan ajar f. Membuat perizinan untuk melaksanakan penelitian g. Mengujicobakan instrumen penelitian

h. Menganalisis serta merevisi hasil ujicoba instrumen 2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini, langkah-langkah yang dilaksanakan adalah: a. Menentukan sampel penelitian

b. Melaksanakan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan awal berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis siswa sebelum mendapatkan perlakuan

c. Memberikan perlakuan berupa pembelajaran matematika melalui BbL di kelas eksperimen dan pembelajaran matematika melalui pembelajaran biasa di kelas kontrol.

d. Meminta observer untuk mengisi lembar observasi pada setiap pertemuan untuk mengetahui aktivitas guru dan aktivitas siswa selama pembelajaran melalui BbL.

e. Meminta observer untuk mengisi catatan perkembangan siswa pada setiap pertemuan di kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengevaluasi perkembangan siswa ditinjau dari aspek kognitif dan aspek afektif.

f. Meminta siswa di kelas eksperimen untuk membuat jurnal harian di setiap akhir pembelajaran mengenai pembelajaran yang telah dilaksanakan serta harapan untuk pembelajaran selanjutnya.


(40)

59

Eva Nurlaila, 2015

STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA SMP

g. Mengadakan postes, baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis dan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa setelah mendapat perlakuan. h. Memberikan angket kecemasan matematis pada siswa kelas eksperimen

dan kelas kontrol untuk mengetahui penurunan tingakt kecemasan matematis siswa antara siswa yang memperoleh pembelajaran melalui BbL dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

3. Tahap Analisis Data

Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap ini adalah: a. Mengumpulkan hasil data kuantitatif dan kualitatif.

b. Melakukan analisis data kuantitatif terhadap data pretes dan postes.

c. Melakukan analisis data kualitatif terhadap data angket kecemasan matematis, jurnal harian siswa dan lembar observasi

4. Tahap penarikan Kesimpulan

Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap ini yaitu:

a. Menarik kesimpulan dari data kuantitatif yang diperoleh, yaitu mengenai kemampuan berpikir kritis matematis dan berpikir kreatif matematis. b. Menarik kesimpulan dari data kualitatif yang diperoleh, yaitu mengenai

kecemasan matematis siswa dan respon siswa terhadap pembelajaran BbL. c. Penyusunan laporan.

Secara umum alur atau prosedur pelaksanaan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:


(41)

Gambar 3.1 Diagram Prosedur Penelitian

Pengidentifikasian Masalah dan Tujuan Penelitian

Penyusunan Instrumen dan Bahan Ajar

Uji Coba Instrumen

Analisis Data Hasil Uji Coba

Instrumen Perbaikan Instrumen

Menentukan Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Pretes

Perlakuan Pada Kelas Eksperimen

Perlakuan Pada Kelas Kontrol

Postes

Analisis Data

Penarikan Kesimpulan dan Penyusunan Laporan


(42)

61

Eva Nurlaila, 2015

STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA SMP F. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya dikumpulkan dan diolah. Data yang akan diolah adalah data yang diperoleh dari hasil pretes dan postes yang diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Selain data hasil tes, akan diolah juga data kuesioner kecemasan matematis yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Setelah data diperoleh kemudian dilakukan pengolahan data dengan perinciannya sebagai berikut:

1. Persiapan (klasifikasi data)

Kegiatan yang dilakukan dalam persiapan ini antara lain: 1) mengklasifikasikan data kuantitatif dan data kualitatif, 2) mengecek nama dan kelengkapan identitas responden, 3) mengecek kelengkapan data, 4) mengecek macam isian data.

2. Analisis Data

a. Analisis Data untuk Pengujian Hipotesis

Setelah melakukan penskoran dan penilaian, kemudian data tersebut diolah untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif dan inferensial. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat generalisasi. Sementara itu, analisis statistik inferensial digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi (Sugiyono, 2005).

Analisis statistik inferensial, terdiri atas statistik parametrik dan non parametrik. Statistik parametrik digunakan untuk menguji parameter populasi melalui data yang diperoleh dari sampel, sedangkan stastistik non parametrik tidak menguji parameter populasi, tetapi menguji distribusi. Phophan (dalam Sugiyono, 2005) menyatakan bahwa “...parametric procedures are often

markedly more powerful than their nonparametric counterparts”. Maka dari itu, untuk menguji hipotesis penelitian yang telah dirumuskan, peneliti mengupayakan


(43)

pengujian dengan statistik parametrik terebih dahulu. Jika pada prosesnya asumsi untuk pengujian statistik parametrik tidak terpenuhi, maka pengujian selanjutnya dilakukan dengan menggunakan statistik non parametrik. Sedangkan untuk memudahkan dalam analisis data, digunakan Software SPSS 22.0 for windows.

Data skala kecemasan matematis siswa yang diperoleh melalui angket berupa data ordinal, maka agar terdapat kesetaraan data untuk diolah lebih lanjut, data tersebut di transformasikan terlebih dahulu ke dalam skala interval dengan menggunakan Method of Successive Interval (MSI).

Hipotesis dalam penelitian ini merupakan hipotesis komparatif yaitu membandingkan rata-rata kedua kelas yang mewakili suatu populasi. Statistik parametrik yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut yaitu uji t. Untuk melakukan uji t, memerlukan terpenuhinya dua asumsi, yaitu data yang dianalisis harus berdistribusi normal dan data kedua kelompok yang diuji homogen.

1) Uji Normalitas

Pengujian normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Perhitungan uji normalitas data, dilakukan dengan menggunakan uji Saphiro-Wilk, dengan taraf signifikansi 5%. Hal ini dilakukan karena jumlah data kurang dari 50 orang setiap kelasnya.

Jika kedua data berasal dari distribusi yang normal, maka dilanjutkan dengan uji homogenitas. Sedangkan jika hasil pengujian menunjukkan bahwa sebaran dari salah satu atau semua data tidak berdistribusi normal, maka pengujian hipotesis dilanjutkan dengan statistika non parametrik, yaitu dengan menggunakan uji Mann-Whitney U.

Langkah perhitungan uji normalitas pada setiap data yang diperoleh adalah sebagai berikut.

a. Perumusan Hipotesis

(a) Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

H0 : Data kemampuan berpikir kritis matematis siswa berdistribusi normal

H1 : Data kemampuan berpikir kritis matematis siswa berdistribusi tidak normal


(44)

63

Eva Nurlaila, 2015

STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SERTA MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA SMP

(b) Kemampuan Berpikir kreatif Matematis

H0 : Data kemampuan berpikir kreatif matematis siswa berdistribusi normal

H1 : Data kemampuan berpikir kreatif matematis siswa berdistribusi tidak normal

(c) Kecemasan Matematis Siswa

H0 : Data kecemasan matematis siswa berdistribusi normal H1 : Data kecemasan matematis siswa berdistribusi tidak normal

b. Kriteria pengujian hipotesis berdasarkan P-value (significance atau sig) sebagai berikut:

 Jika Asymp sig ≤ 0,05 maka H0 ditolak

 Jika Asymp sig > 0,05 maka H0 diterima 2) Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas varians data antara kelompok eksperimen dan kontrol dilakukan untuk mengetahui apakah varians data kedua kelompok sama atau berbeda. Perhitungan uji homogenitas varians data menggunakan uji statistik

Levene test. Langkah-langkah perhitungan uji homogenitas varians adalah sebagai berikut:

a. Perumusan Hipotesis

(a) Kemampuan Berpikir Kritis Matematis H0 : � = �

Varians data kemampuan berpikir kritis matematis siswa kedua kelompok homogen

H1 : � ≠ �

Varians data kemampuan berpikir kritis matematis siswa kedua kelompok tidak homogen

(b) Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis H0 : � = �

Varians data kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kedua kelompok homogen


(1)

Daneshamooz, S., Alamolhodaei, H. & Darvishian, S. (2012). Experimental Research about Effect of Mathematics Anxiety, Working Memory Capacity

on Students’Mathematical Performance With Three Different Types of

Learning Methods. ARPN Journal of Sciences and Technology, Vol. 2, No. 4.

Depdiknas. (2003). Sistem Pendidikan Nasional. [Online]. Tersedia : http:// id.wikisource.org. [ 21 Nopember 2013].

Dwijanto, (2007). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Komputer Terhadap Pencapaian Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematik Mahasiswa. Disertasi Pascasarjana UPI: Tidak diterbitkan.

Duron, R., Limbach, B., & Wough, W. (2006). “Critical Thinking Framework for any Discipline”. International Journal of Teaching and Learning in Higher Education. 17, (2), 160 – 166.

Edistria, E. (2012). Pengaruh Penerapan Hypnoteaching dalam Problem Based Learning terhadap Kemampuan Komunikasi dan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Ennis, R.H. (1996). Critical Thinking. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Evans, J.R. (1991). Creative Thinking in the Decision and Management Sciences. USA: South- Western Publishing Co.

Fachrurazi. (2011). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan. (1). 76 – 89.

Facione, P. A. (1992). Critical thinking: What it is and what it counts. Insight Assessment. California Academic Press. [Online].

Fisher, A. (2009). Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga.

Freedman. (2006). Mathematical Anxiety. [Online]. Tersedia: http://mathpower.com/reduce.htm. [10 Desember 2014].

Hake, R.R. (1999). Analyzing change/gain scores. [ � �] Tersedia: http://physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf.

[ 8 � �� 4].


(2)

Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Pendekatan Metaphorical Thinking untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik dan Kepercayaan Diri Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasi Pada SPS UPI. Bandung : Tidak Diterbitkan.

Hidayat, W. (2011). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kriis dan Kreatif Matematik Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Think-Talk-Write (TTW). Tesis. UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Ibrahim. (2011). Peningkatan Kemampuan Komunikasi, Penalaran, Pemecahan masalah Matematis serta Kecerdasan emosional melalui Pembelajaran berbasis-Masalah pada Siswa SMA. Disertasi Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Izzati, N. (2009). Berpikir Kreatif. Makalah pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Bandung.

Jensen, E. (2008). Pembelajaran Berbasis Kemampuan Otak: Cara Barau dalam Pengajaran dan Pelatihan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Joanes,D.N., & C.A. Gill. 1998. Comparing Measure of Sample Skewness and Kurtosis. The Statistician 47(1): 183-189.

Johnson, E. (2006). Contextual Teaching and Learning. Bandung: MLC.

Kidd, J. (2003). The Effect of Relational Teaching and Attitudes on Mathematics Anxiety. [Online]. Tersedia: http://lib.nesu.edu/thesis.pdf. [28 Desember 2014].

Kusumah, Y.S. (2008). “Konsep Pengembangan dan Implementasi Computer-Based Learning dalam Peningkatan Kemampuan High-Order Thinking”. UPI Bandung: tidak terbitkan.

Lestari, K.E. (2013). Implementasi Brain-based Learning Terhadap Peningkatan kemampuan Koneksi dan berpikir Kritis Matematis serta Motivasi belajar Siswa. Tesis Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Livne, N.L. (2008). Enchanting Mathematical Creativity through Multiple Solution to Open-ended problem Online. [Online]. Tersedia:

http://www.iste.org/Content/NavigationMenu/Research/NECC_Research_P aper_Archives/NECC2008/Livne.pdf . [12 Nopember 2013].

Luo, X., Wang, F. & Lou, Z. (2009). Investigation and Analysis of Mathematics Anxiety in Middle School Students. Journalof Mathematics Education. 2(2).


(3)

Mahmudi, A. (2010). Pengaruh Pembelajaran Dengan Strategi MHM Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif, Kemampuan Pemecahan Masalah, Dan Disposisi Matematis, Serta Persepsi Terhadap Kreativitas. Disertasi pada SPS UPI, Bandung: tidak diterbitkan.

Mann, , E. L. (2006). Creativity: The Essence of Mathematics. Journal for the Education of the Gifted. Vol. 30, No. 2, pp. 236-260.

Maulana. (2008) Pembelajaran Analitik Sintetik untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Munandar, S. C. U. (1999). Kreativitas dan Keberbakatan: Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: Author.

NEA. (2012). An Educators Guide To The “Four CS”. [online]. Tersedia:

http://www.nea.org/assests/docs/A-Guide-to-Four-Cs.pdf. [Diakses 14 Desember 2014].

Nurhanurawati & Sutiarso, S. (2008). Mengatasi Kecemasan (Anxiety) Dalam Pembelajaran Matematika. JPMIPA, Vol. 9 No. 1, Januari 2008.

Nurmayanti, N. (2012). Penerapan Pembelajaran Matematika berdasarkan prinsip Brain-based learning untuk Meningkatkan kemampuan Koneksi Matematis Siswa. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Pehkonen, E. (1997). The stae-of-art in mathematical creativity. ZDM Zentralblatt fur Didaktik Der Mathematik International Reviews on Matehmatical Education, 29(3), pp. 63-67.

Peker, M. (2009). “Pre-Service Teachers Teaching Anxiety about Mathematics

and Their Learning Styles”. Eurasia Journal of Matheatics, Science,& Technology Education. 5(4), 335-345.

Pemendikbud. (2013). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2013 Tentang Standar Isi. Jakarta: BSNP.


(4)

Permendiknas. (2006). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta: BSNP.

Qohar, A. & Sumarmo, U. (2013). Improving Mathematical Communication Ability and Self Regulated Learning Of Yunior High Students by Using Reciprocal Teaching. Indo MS. J.M.E. Vol. 4 No. 1 Januari 2013, pp. 59-74.

Riduwan. (2004). Belajar Mudah penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

Rohendi, D. (2009). Kemampuan Pemahaman, Koneksi, dan Pemecahan Masalah Matematik: Eksperimen terhadap Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Elektronik (E-Learning). Disertasi Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Rosani. (2004). Penerapan Model Missouri Mathematics Project (MMP) pada Pembelajaran Program Linier dalam Upaya Meningkatkan Aktivitas Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Tidak diterbitkan.

Rosmanita. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Power of Two Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Penurunan Kecemasan Matematika Siswa SMP. TesisUPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Ruseffendi, H.E.T. (1998). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-eksakta lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

--- (2005). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Tarsito: Bandung.

Sharma, Y. (2014). The effects of strategy and Mathematics Anxiety on Mathematical Creativity of School Students. International Electronic Journal of Mathematics Education, 9(1). Pp. 25-37. [Online]. Tersedia:

http://www.iejme.com/012014/d3.pdf. [12 Nopember 2013]

Siswanto, E. (2005). Pengaruh Penggunaan Media Gambar dalam Penerapan Langkah-langkah Pemecahan Masalah Versi Polya terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Siswa SMA. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI: tidak diterbitkan.

Stuart, V. (2007). Math Curse or Math Anxiety Teaching Children Mathematics, 6. 30-340.


(5)

Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (2003). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung : Wijaya Kusumah.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: FPMIPA UPI.

Suganda, A.T. (2012). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Brain based Learning untuk Meningkatkan kemampuan Prosedural dan Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas X Madrasah Aliyah. Tesis SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Sugiyono. (2005). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N.S. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosda. Sumarmo, U. (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan

Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Tingkat Nasional FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Sumarmo, U. (2007). Mengenang Moedomo (1927 – 2005). Dalam Gunawan, H., Sumarti, N., dan Hadianti, R. (ed.). Pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematis. Bandung: Majelis Guru Besar ITB.

Sumarmo, U. (2013). “Berpikir dan Disposisi Matematis: Apa, Mengapa, dan Bagaimana dikembangkan Pada Peserta Didik”. Dalam Suryadi, D. Turmudi. & Nurlaelah, E. (Penyunting), Berpikir dan Disposisi Matematik Serta Pembelajarannya. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Supriadi, D. (1997). Kreatifitas Kebudayaan dan Perkembangan IPTEK.

Bandung: Alfabeta.

Suwarni. (2011). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Matematika Berbantuan Wingeom. Tesis pada SPS UPI, Bandung: tidak diterbitkan.

Suyadi. (2014). Teori Pembelajaran Anak Usia Dini Dalam Kajian NeuroSAins. Bandung: Rosdakarya.

Syafa’at, A. (2009). Brain based Learning. [Online] Tersedia:

http://matematika.upi.edu/index.php/brain-based-learning/. [12 Nopember 2013].

Takwin, B. (2006). Pendidikan Usia Dini (Mengajar Anak Berpikir Kritis). Jakarta: Kompas Cyber Media.


(6)

Tata, (2009). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif Berorientasi Teori Van Hiele. Tesis PPS UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Torrance, E. P. (1969). Creativity: What Research says to the teacher. [Online]. Tersedia: http://files.eric.ed.gov/fulltext/EDO78435.pdf. [12 Nopember 2013].

Treffinger, d. Et. all. (2002). Assesing creativity: A guide for educators. Florida: The National Research on The Gifted and Talented, University of Connecticut, University of Virginia, Yale University. [Online]. Tersedia:

http://files.eric.ed.gov//fulltext/ED505548.pdf

Vahedi, S. & Farrokhi, F. (2011). A Confirmatory Factor Analysis of the Structure of Abbreviated Math Anxiety Scale. Iran Journal Psychiatry, 6, 47-53.

Yenilmez, K., Girginer, N., & Uzun O. (2007). Mathematics Anxiety and Attitude Level of Students of the Faculty of Economics and Business Administrator: The Turkey Model. Internationl Mathematical forum, 2., No. 41.

Zakaria, E., & Nordin, N.M. (2007). The Effects of Mathematics Anxiety on Matriculation Student As Related to Motivation and Achievement.Eurasia Journal of Mathematics Sciences & Technology Education, 2007, 4(1), 27-30.