STRATEGI MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA DALAM MEMBANGUN INTERAKSI SOSIAL UNTUK MEMPERKUAT KESATUAN BANGSA : Studi Etnografi Pada Masyarakat Etnis Tionghoa dan Melayu di Kota Sungailiat Kabupaten Bangsa.

(1)

Sungailiat Kabupaten Bangsa)

T E S I S

Diajukan Sebagai Bagian Dari Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan

Oleh

M e l i a S e t i S a t y a

1302798

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015


(2)

Strategi Masyarakat Etnis Tionghoa dan Melayu Bangka Dalam Membangun Interaksi Sosial Untuk Memperkuat Kesatuan Bangsa, beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan ataupun pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran etika keilmuan atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Mei 2015 Yang membuat pernyataan

Melia Seti Satya 1302798


(3)

STRATEGI MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA DALAM MEMBANGUN INTERAKSI SOSIAL UNTUK

MEMPERKUAT KESATUAN BANGSA

(Studi Etnografi pada Masyarakat Etnis Tionghoa dan Melayu Bangka di Kota Sungailiat Kabupaten Bangka)

Diajukan untuk mengikuti ujian tahap I tesis Disetujui oleh

Pembimbing

Prof. Dr. H. Bunyamin Maftuh, M.A, M.Pd. NIP. 19620702 198601 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Kewarganegaraan

Prof. Dr. H. Sapriya, M.Ed. NIP. 19630820 198803 1 001


(4)

ABSTRAK

Melia Seti Satya (1302798). Strategi Masyarakat Etnis Tionghoa dan Melayu Bangka Dalam Membangun Interaksi Sosial Untuk Memperkuat Kesatuan Bangsa.

Penelitian ini bertujuan mengkaji strategi yang dilakukan oleh masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu Bangka untuk meningkatkan kualitas interaksi sosial untuk memperkuat kesatuan bangsa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode etnografi. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam menghimpun data dan informasi yakni wawancara, observasi, dan dokumentasi. Subjek penelitian ini terdiri atas tokoh adat Melayu dan Tionghoa Bangka, tokoh pemerintahan di Kabupaten Bangka, masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu Bangka, dan guru sosiologi di sekolah multietnis. Interaksi sosial masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu Bangka berjalan dengan alamiah dan tanpa paksaan. Strategi masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu Bangka dalam membangun interaksi sosial dalam berbagai bidang adalah semboyan etnis Tionghoa dan Melayu, ritual adat, agama Islam sebagai alternatif terbaik bagi etnis Tionghoa. Faktor internal etnis Melayu dan Tionghoa yang mendukung interaksi adalah prasangka yang rendah, pemenuhi kebutuhan dan kepentingan, dan rasa kebangsaan. Faktor eksternal yang mendukung interaksi sosial antara kedua etnis adalah pemukiman, agama, pendidikan, dan mata pencaharian. Faktor internal etnis Tionghoa dan Melayu yang menghambat interaksi sosial antara lain sifat egois, perbedaan agama, serta kecemburuan sosial. Faktor eksternal dari etnis tionghoa dan Melayu yang menghambat interaksi sosial adalah pemukiman dan persaingan. Rekomendasi penelitian kepada pemerintah Kabupaten Bangka dan masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu untuk mempertahankan kerukunan dan mengantisipasi kendala dalam interaksi sosial masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu Bangka untuk memperkuat kesatuan bangsa.

Kata Kunci : Interaksi Sosial, Etnis Tionghoa dan Melayu Bangka, Kesatuan Bangsa


(5)

ABSTRACT

Melia Seti Satya (1302798). The Strategy Undertaken by the Communities of

Ethnic Chinese and Malays Bangka to Improve the Quality of Social Interaction to Strengthen the Unity of the Nation.

This study purposed the strategy by the Chinese and Malays ethnic community in Bangka to improve the quality of social interaction to strengthen the unity of the nation. Study employed ethnographic methods from qualitative approach. Data collection techniques used to collect data and information were interview, observation, and documentation. Study subjects of this study consisted of Malay and Chinese Bangka’s traditional leaders, Bangka regency government figures, the Malay and the Chinese Bangka community, and a sociology teacher at multiethnic schools. Social interaction of community of Chinese and Malay Bangka run naturally and without coercion. The strategy of Chinese and Malay Bangka communities in building social interaction is to recognize the equivalence between the two ethnic groups. This is in accordance with the motto of the community Bangka,ritual custom, and Islam is alternative religion for Tionghoa ethnic. Internal factors of Malays and Chinese which support interaction is a low prejudice, completing each needs and interests, and a sense of nationality. External factors that support social interaction between the two ethnic groups are settlements, religion, education, and livelihood. Internal factors ethnic Chinese and Malays which inhibit social interaction are among others, selfishness, religious differences, as well as social envy. External factors of Chinese ethnic and Malay which inhibit social interaction is a settlement and competition. The recommendation adressed to the government of Bangka Regency and the ethnic of Chinese and Malays to defend concord and anticipate difficulties in social interaction communities of ethnic Chinese and Malays Bangka to strengthen the unity of the nation.

Key words: social interaction, communities of ethnic Chinese and Malays, the unity of the nation.


(6)

Halaman

HALAMAN COVER... ... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR ... ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... .... iv

ABSTRAK ... ... v

ABSTRACT ... ... vi

DAFTAR ISI ... ... vii

DAFTAR TABEL ... ... x

DAFTAR GAMBAR ... ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

1. Tujuan Umum ... 11

2. Tujuan Khusus... 12

D. Manfaat/Signifikansi Penelitian ... 12

E. Struktur Organisasi Tesis ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14

A. Etnis Tionghoa dan Melayu ... 14

1. Pengertian Etnis ... 14

2. Teori-teori Hubungan Antar Etnis ... 17

3. Hubungan Antar Etnis ... 22

4. Etnis Tionghoa Bangka ... 25

5. Etnis Melayu Bangka ... 28

B. Interaksi Sosial ... 32

1. Pengertian Interaksi Sosial ... 32

2. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial ... 35

3. Bentuk Interaksi Sosial Etnis Tionghoa dan Melayu Bangka C. Kondisi Sosial,Ekonomi, Budaya, dan Agama di Sungailiat Bangka ... 39

D. Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Masyarakat Multietnis ... 40

E. Kesatuan Bangsa ... 45

1. Hakekat Kesatuan Bangsa ... 2. Kantor Kesatuan Bangsa, Perlindungan Masyarakat dan Politik Sebagai Sarana Mewujudkan Kesatuan Bangsa... 49


(7)

BAB III METODE PENELITIAN ... 53

A. Desain Penelitian ... 53

B. Partisipan dan Tempat Penelitian ... 55

1. Partisiapan Penelitian ... 55

2. Tempat Penelitian ... 57

C. Tekhnik pengumpulan Data ... 57

D. Tekhnik Analisis Data ... 59

E. Isue Etik ... 62

BAB IV Temuan dan Pembahasan ... 64

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 64

1. Letak Geografis ... 64

2. Sejarah Kabupaten Bangka ... 65

3. Keadaan Penduduk ... 68

4. Ketenagakerjaan ... 69

5. Pendidikan ... 72

6. Kebudayaan ... 74

7. Agama ... 74

8. Pembangunan Manusia ... 77

B. Hasil penelitian ... 78

1. Persepsi Masyarakat Etnis Tionghoa dan Melayu Bangsa Terhadap Makna Kesatuan Bangsa ... 78

2. Interaksi Sosial Etnis Tiongha dan Melayu Bangka ... 92

3. Strategi Dalam Interaksi Sosial Etnis Tionghoa dan Melayu Bangka... ... 114

4. Faktor Pendukung Interaksi Sosial Antara Etnis Tionghoa dan Mela yu Bangka ... 115

5. Faktor Pendukung Interaksi Sosial Antara Etnis Tionghoa dan Mela yu Bangka. ... 119

C. Pembahasan penelitian ... 123

1. Persepsi Masyarakat Etnis Tionghoa dan Melayu Bangsa Terhadap Makna Kesatuan Bangsa ... 123

2. Interaksi Sosial Etnis Tiongha dan Melayu Bangka ... 128

3. Strategi Dalam Interaksi Sosial Etnis Tionghoa dan Melayu Bangka ... 141

4. Faktor Pendukung Interaksi Sosial Antara Etnis Tionghoa dan Mela yu Bangka ... 151

5. Faktor Pendukung Interaksi Sosial Antara Etnis Tionghoa dan Mela yu Bangka. ... 154


(8)

1. Kesimpulan Umum ... 161 2. Kesimpulan Khusus ... 161 B. Rekomendasi ... 163


(9)

Tabel 1.1 Konflik Etnis Tionghoa di Indonesia

Tabel 4.1 Statistik Ketenagakerjaan Kabupaten Bangka Tahun 2011-2013 (Persen)

Tabel 4.2 Pemeluk Agama Kabupaten Bangka Tahun 2014

Tabel 4.3 Jumlah Pemeluk Agama Tabel 4.4 Pembangunan Manusia


(10)

Gambar 1. Process of Ethnic Fusion and Fission

Gambar 2. Konstruksi Sosial

Gambar 3. Komponen-komponen Analisis Data

Gambar 4. Konstruksi Sosial


(11)

BAB I PENDAHULUAN

Bab I membahas pendahuluan yang mendeskripsikan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi tesis.

A. Latar Belakang Penelitian

Indonesia adalah negara dengan keberagaman masyarakat yang kompleks. Kompleksitas ini terbagai menjadi dua, yaitu secara vertikal dan horizontal. Kompleksitas vertikal terjadi karena adanya stratifikasi sosial dalam masyarakat Indonesia, seperti di bidang sosial, politik, dan ekonomi. Sedangkan kompleksitas horizontal terjadi karena adanya bermacam-macam etnis, agama, budaya, ras, adat istiadat, bahasa di Indonesia. Terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia yang memiliki budaya, agama, bahasa, dan adat yang berbeda-beda (Salim, 2006).

Indonesia sudah menjadi negara yang multietnik sejak masa kolonial, dengan membagi stratifikasi sosial dalam tiga golongan, yaitu; ras kulit putih (Belanda) dengan status kelas sosial yang paling tinggi, ras timur asing atau kulit kuning ( Arab, Cina, India) sebagai kelas sosial kedua, dan ras pribumi sebagai kelas sosial yang paling rendah. Geertz dalam Anshory (2008:3) menyatakan bahwa :

Indonesia sedemikian kompleksnya sehingga sulit melukiskan anatominya secara persis, negeri ini bukan hanya multietnis (Jawa, Batak, Bugis, Flores, Bali dan sebagainya) melainkan juga menjadi arena pengaruh multimental (India, Cina, Belanda, Portugis, Hinduisme, Budhaisme, Konfisianisme, Islam, Kristen, Kapitalis, dan sebagainya”. Indonesia adalah sejumlah bangsa dengan ukuran, makna, dan karakter yang berbeda-beda yang melalui sebuah narasi agung yang bersifat historis, ideologis, religius, atau semacam itu disambung-sambung menjadi sebuah struktur ekonomi dan politik bersama.

Beberapa keanekaragaman Indonesia dalam kondisi kompleksitas ini tentu memiliki nilai-nilai yang baik yang tetap hidup dan dianut hingga saat ini. Nilai-nilai ini mengandung pedoman hidup, norma-norma, etika, dan estetika. Hal itu


(12)

sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup dan martabat bangsa jika bangsa Indonesia mampu memanfaatkannya dengan baik. Kekayaan keanekaragaman budaya bangsa sebagai dasar perwujudan dari pembangunan karakter bangsa, bangsa yang bermartabat, bermoral, ramah tamah, cinta lingkungan, adil, hidup rukun dan toleransi dengan nasionalisme tinggi yang merupakan harapan dari seluruh warga negara.

Salah satu kompleksnya Indonesia secara horizontal adalah keberagaman etnis. Etnis-etnis di Indonesia tersebar dari wilayah Sabang hingga Merauke. Ada etnis yang memang berasal dari indonesia sebagai etnis pribumi, maupun etnis yang berasal dari keturunan etnis bangsa lain yang telah menetap di Indonesia secara turun temurun dan menjadi bagian dari warga negara Indonesia, salah satunya adalah etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa yang ada di Indonesia merupakan hasil dari keturunan bangsa Cina yang merantau ke Indonesia kemudian menetap dan memiliki keturunan, baik dengan sesama orang Cina, maupun dengan melakukan pernikahan campur dengan etnis pribumi.

Suryadinata (2002:2) menyatakan bahwa:

Penduduk Tionghoa terdiri dari kelompok-kelompok. Kelompok paling umum ialah kaum peranakan yang kebudayaannya sudah mengindonesia dan kaum totok yang masih tebal ketionghoaannya. Yang disebut peranakan adalah : a; Mereka yang dilahirkan dari seorang ibu dan ayah dari Cina dan lahir di Indonesia b; Mereka yang lahir dari perkawinan campuran yaitu laki-laki Tionghoa dan wanita pribumi dan disahkan serta didaftarkan sebagai anak sahnya. c; Mereka yang dilahirkan dengan perkawinan campuran antara ayah pribumi dan ibu Tionghoa dan mendapatkan pendidikan di dalam lingkungan Tionghoa.

Kehidupan kaum peranakan lebih terbuka dan lebih beradaptasi dengan masyarakat setempat. Mereka lebih terbuka dalam hal menerima pengaruh kebudayaan, agama dan kepercayaan setempat. Kaum peranakan dapat berbaur dengan orang pribumi dengan baik, begitu pula dengan kaum pribumi yang telah terbiasa hidup berdampingan dan berinteraksi dengan kaum peranakan. Golongan peranakan sebenarnya bukan merupakan golongan ras seperti orang Tionghoa totok.


(13)

Secara umum etnik Cina totok di Indonesia membuat lingkungannya sendiri untuk dapat hidup secara ”eksklusif” dengan tetap mempertahankan kebudayaan atau tradisi leluhur (Revida, 2006). Walaupun kaum Cina totok telah hidup di Indonesia, namun mereka sangat mempertahankan tradisi leluhur. Mereka tetap menggunakan bahasa Cina dalam berkomunikasi. Selain itu kaum Cina totok membatasi pergaulan dengan orang pribumi. Hal ini dikarenakan banyak perbedaan cara pandang dan tradisi dalam kehidupan sehari-hari.

Golongan Tionghoa peranakan merupakan golongan yang kebudayaannya sudah tercampur dengan kebudayaan lokal. Sedangkan orang totok masih sangat memegang tradisi dan adat kehidupan Cina, ini terlibat pada agama dan kepercayaan, gaya hidup, kebudayaan dan orientasi hidup. Seiring dengan perkembangan zaman, kaum peranakan semakin banyak, dan kaum totok semakin berkurang. Kaum peranakan lebih terbuka dalam menerima perubahan, baik perubahan budaya, agama, maupun bahasa.

Setelah Indonesia merdeka, banyak etnis Tionghoa yang menjadi warga negara Indonesia. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari warga Tionghoa yang telah lama menetap di Bangka pada awal kemerdekaan, orang-orang Tionghoa sulit untuk mengurus persuratan yang berhubungan dengan instansi pemerintah, misalnya akta lahir, KTP, surat nikah, dan sebagainya. Butuh waktu yang lama dan biaya yang besar untuk membuat akta lahir dan KTP. Dalam hal mata pencaharian, warga Tionghoa lebih memilih untuk menjadi pedagang, berkebun atau kuli tambang inkonvensional timah dan hingga saat ini pun jarang sekali ada orang Tionghoa yang menjadi Pegawai Negeri Sipil. Hal tersebut dikarenakan sulitnya warga Tionghoa pada awal masa kemerdekaan Indonesia berhubungan dengan birokrasi pemerintah.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, etnis Tionghoa pun banyak yang terjun ke kancah politik. Mereka mendirikan beberapa organisasi politik untuk melindungi status dan kepentingan mereka di Indonesia. Chung Hwa Hwee (1948), Persatuan Demokrat Tionghoa Indonesia (PDTI) tahun 1954, Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki) adalah organisasi-organisasi yang dibentuk untuk memperjuangkan status mereka yang telah sah


(14)

menjadi warga negara Indonesia. Organisasi politik tersebut menjadi wadah bagi warga etnis Tionghoa untuk ikut berpartisipasi dalam mengeluarkan aspirasi mereka sebagai warga negara Indonesia yang memiliki hak berpolitik yang sama dengan warga Indonesia pribumi.

Indonesia adalah bangsa pluralistik yang rentan terhadap potensi konflik sosial antar etnik. Untuk mengantisipasi potensi konflik sosial atara etnik, pemerintah membuat dan melaksanakan kebijakan-kebijakan mengenai etnisitas. Lahirnya UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan dan UU No. 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis adalah landasan dari upaya dan komitmen pemerintah untuk memberikan perlindungan, kepastian, dan kesamaan kedudukan di dalam hukum pada semua warga negara untuk hidup bebas dari diskriminasi ras dan etnis.

Pemerintah Indonesia juga telah menetapkan adanya Kantor Kesatuan Bangsa, Perlindungan Masyarakat dan Politik berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Kantor Kesatuan Bangsa, Perlindungan Masyarakat dan Politik dalam Pasal 3 memilki fungsi sebagai berikut:

1. Perumusan kebijakan teknis di bidang Kesatuan Bangsa, Perlindungan masyarakat, dan Politik;

2. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Bidang Kesatuan Bangsa, Perlindungan masyarakat, dan Politik; 3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang Kesatuan Bangsa,

Perlindungan masyarakat, dan Politik;

4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas di bidang Kesatuan Bangsa, Perlindungan masyarakat, dan Politik. Walaupun etnis Tionghoa telah lama menetap di Indonesia dan sudah banyak yang menikah dengan pribumi, bahkan telah resmi menjadi warga negara Indonesia, namun masalah mengenai keberadaan mereka di Indonesia tetap ada. Hal ini dikarenakan identitas etnis Tionghoa yang masih dipertanyakan. Selain itu, kemajemukan etnis di Indonesia memang rentan menimbulkan konflik sosial.


(15)

Masing-masing etnis memiliki karakteristik tersendiri, sehingga sangat mungkin untuk terjadi perbedaan bahkan bentrokan antar etnis. Salah satu contoh penyebab munculnya konflik antar etnis dengan etnis Tionghoa adalah mereka masih memiliki perasaan Chinese culturalism. Chinese culturalism adalah perasaan yang selalu membanggakan kultur nenek moyang mereka. Perasaan yang mana mengarahkan mereka kepada sikap untuk senantiasa berorientasi kepada budaya leluhur yang dipelihara lebih dari 3000 tahun. Contohnya, orang Tionghoa mengandalkan integritas suatu hubungan antar etnis Tionghoa di bidang ekonomi dan kekeluargaan. Sehingga bentuk usaha dan perusahaan keluarga sudah menjadi ciri etnis Tionghoa.

Etnis Tionghoa yang menduduki status sosial kelas menengah sejak jaman penjajahan dan dominannya etnis Tionghoa dalam hal perekonomian semakin menimbulkan kecemburuan dan prasangka dalam diri masyarakat pribumi. Maka timbullah konflik antara etnis Tionghoa dengan etnis pribumi. Konflik antar etnis dengan etnis Tionghoa dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Tabel 1.1 Konflik Etnis Tionghoa di Indonesia

Periode Konflik

Awal abad ke-18 Peristiwa “Geger Pecinan” yang terjadi di Batavia dan Semarang, dimana VOC melakukan deportasi dan pembunuhan terhadap etnis Tionghoa.

1912-1918 Kerusuhan Tionghoa dipercaya memiliki keterkaitan dengan kegiatan-kegiatan serikat Indonesia yang berkonflik dengan etnis Tionghoa yang terjadi di Surakarta dan Surabaya.

1918 Kerusuhan terjadi di Kudus. Kerusuhan ini terjadi akibat pertentangan kepentingan antara pengusaha Tionghoa dengan para pedagang pribumi. Akibat dari kerusuhan tersebut beberapa orang Tionghoa terbunuh dan mereka juga banyak mengalami luka-luka. Selain korban jiwa, rumah-rumah warga Tionghoa juga banyak yang habis dibakar.

1997-2000 Peristiwa “Natal Kelabu” : Tasikmalaya, Rengasdengklok, Pasuruan, probolinggo, Pekalongan, Situbondo (warsilah, 2000 :22). Kerusuhan ini juga melibatkan etnis Tionghoa sebagai korban.


(16)

dan dimana etnis Tionghoa yang dijadikan target serangan sebagai akibat sentimen primordial yang mengakar.

(Sumber : Ishardanti, 2011).

Warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan dengan baik hak dan kewajibannya sebagai individu warga negara, memiliki kepekaan tanggung jawab sosial, mampu memecahkan masalahnya sendiri dan masalah kemasyarakatan secara cerdas sesuai dengan fungsi dan perannya, memiliki sikap disiplin pribadi, maupun berpikir kritis, dan inovatif agar dicapai kualitas pribadi dan perilaku warga negara dan warga masyarakat yang baik, mematuhi dan melaksanakan hukum serta aturan perundang-undangan dengan penuh rasa tanggung jawab, dan warga negara yang memeilihara dan memanfaatkan lingkungannya secara bertanggung jawab (Maftuh dalam Rufai, 2010: 49).

Sifat kekerabatan warga Tionghoa sangat kental. Hal ini terbukti dari konsistennya mereka bekerja sama dalam memperingati hari-hari yang mereka anggap sakral, seperti Cap Go Meh, sembahyang kubur, atau perayaan Imlek. Dalam penggunaan bahasa sehari-hari, mereka sering menggunakan bahasa Mandarin, dan walaupun jarang dari mereka yang bergaul dengan suku pribumi, kini sudah mulai terjadi interaksi sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

Etnis Tionghoa terdapat di beberapa wilayah di Indonesia, termasuk di kepulauan Bangka. Mereka sudah berdomisili di beberapa wilayah tersebut dari masa nenek moyang mereka. Kepulauan Bangka memiliki penduduk etnis Tionghoa yang cukup banyak. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari warga Tionghoa yang sudah lama menetap Bangka, sejauh ini belum ada data yang pasti kapan warga Tionghoa mulai masuk ke Pulau Bangka. Ada warga yang menyebut orang Cina datang pada abad VI Masehi. Alasannya, saat itu ada masyarakat Kerajaan Sriwijaya yang beragama Budha.

Ada juga warga berpendapat warga Tionghoa hadir di Bangka sejak awal 1860-an. Mereka dibawa oleh penjajah Belanda untuk bekerja di tambang timah. Kelompok ini bukan kaum pedagang, melainkan pekerja kasar. Setelah lama bekerja di Bangka, mereka memilih menetap dan melahirkan keturunan yang terus hidup di pulau tersebut hingga saat ini. Begitu mengakarnya kehadiran warga


(17)

Tionghoa di Bangka membuat komunitas ini pun dianggap sebagai bagian penting dari masyarakat wilayah itu.

Masyarakat Tionghoa di Bangka dewasa ini sudah lebih leluasa melaksanakan aktivitas yang berkaitan dengan kehidupan mereka sebagai warga negara, misalnya membuat Kartu Tanda Penduduk, melakukan pemilihan umum, beribadah sesuai kepercayaan, dan menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah negeri. Sebagai akibat dari pergaulan dan interaksi sosial yang cukup lama antara masyarakat Tionghoa dengan kelompok etnis pribumi, dewasa ini masyarakat Tionghoa sudah banyak yang menjadi pemeluk agama-agama yang diakui negara seperti Budha, Islam, Kristen Protestan dan Katolik. Orang-orang Tionghoa di Bangka seperti orang-orang Tionghoa yang ada di daerah-daerah lain di Indonesia, pada umumnya melaksanakan ritual-ritual yang berkaitan dengan pemujaan Budha dan Kong Fu Chu.

Di Kabupaten Bangka untuk wilayah kota Sungailiat terdapat beberapa lokasi yang didiami mayoritas etnis Tionghoa sejak dahulu. Wilayah tersebut adalah Tong Hin, Kudai, Rebo, lokacin, Lubuk Kelik, Singkek Sawo, dan Tanjung Pesona. Dahulu, pemilihan wilayah masyarakat etnis Tionghoa untuk menetap adalah karena menyesuaikan dengan pekerjaan mereka sebagai penambang timah. Namun sekarang sudah banyak etnis Tionghoa yang menetap di wilayah yang ditempati oleh etnik pribumi atau melayu. Rebo adalah kampung yang paling banyak didiami oleh etnis Tionghoa dan di sana dibangun sekolah dasar yang siswanya juga mayoritas etnis Tionghoa.

Selain masyarakat etnis Tionghoa yang telah lama menetap, Bangka didiami pula oleh orang-orang pribumi. Orang pribumi muslim di Bangka sering disebut sebagai orang Melayu. Mengapa disebut sebagai orang Melayu, karena leluhur mereka merupakan orang Melayu asli yang merantau ke Bangka dan akhirnya menetap di sana. Bahasa Melayu Bangka yang mereka gunakan hampir sama dengan bahasa orang Melayu.

Selama ratusan tahun, pribumi Melayu dan etnis Tionghoa hidup rukun dan toleran. Tidak ada kota di Indonesia yang penulisan nama jalannya menggunakan tiga bahasa selain Sungailiat, ibukota Kabupaten Bangka, Provinsi


(18)

Kepulauan Bangka Belitung. Di sana, setiap papan nama jalan ditulis menggunakan bahasa Indonesia, yang letaknya paling atas, lalu bahasa Arab dan bahasa Mandarin. Kebijakan yang diterapkan sejak tahun 2006 tersebut sengaja dilakukan pemerintah setempat guna menunjukkan dan memberi pesan kepada masyarakat luas bahwa daerah itu dihuni warga berbagai suku dan agama, yang semuanya memiliki posisi setara.

Pada awal kedatangannya ke Bangka, pria-pria Tionghoa yang berdagang datng sendirian dan tidak membawa keluarga mereka. Seiring dengan perjalanan waktu, mereka pun akhirnya memilih bertahan di Bangka dengan menikahi perempuan-perempuan pribumi Melayu di sana. Adanya asimilasi yang kuat melalui perkawinan itu akhirnya berkembang penyebutan di kalangan masyarakat Bangka, yakni fan ngin, to ngin jit jong, yang berarti ’pribumi Melayu, dan Tionghoa semuanya sama dan setara’. Karena itu, hubungan kekeluargaan antar warga Melayu dan Tionghoa di Bangka tidak secara kebetulan, tetapi karena merasa sebagai satu keluarga besar. Hal ini senada dengan teori yang dikemukakan Horowitz dalam Idi (2009) “ perubahan identitas terjadi jika dua atau lebih kelompok etnik saling berinteraksi”.

Anderson dalam Idi (2009:19) mengungkapkan “salah satu sebab ikatan kebangsaan yang kuat adalah adanya akar kultural (mendekati religius) yang menopang komunitas itu”. Hal ini berlaku pula pada orang Melayu Bangka yang berproses dari para perantau muslim ke Bangka hingga akhirnya terbentuk kesadaran etnis mereka sebagai etnis Melayu. Agama Islam adalah sumber yang menjadi keyakinan dalam etnisitas bersama orang Melayu.

Interaksi sosial antara etnis Tionghoa-Melayu Bangka dapat terjadi dengan lebih mudah dikarenakan struktur etnis Melayu yang terbuka (extrovert). Menurut pengamatan sementara penulis, orang Melayu lebih terbuka menerima perbedaan dari etnis lain karena orang Melayu adalah orang muslim. Orang muslim menerima perbedaan sebagai sunatullah. Mereka mempercayai bahwa Tuhan YME menciptakan manusia dengan berbagai perbedaan dengan maksud untuk mengenal satu sama lain.


(19)

Negara indonesia adalah negara yang terbentuk karena kemajemukan. Hal tersebut sangat berpotensi untuk terjadinya disintegrasi. Generasi muda penerus bangsa dituntut untuk memiliki bekal pengetahuan, mengerti dan memahmi masalah-masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan bernegara. Dalam mengatasi masalah-masalah sosial, Indonesia memiliki solusi yang dapat diambil dari pandangan hidup bangsa kita yaitu Pancasila. Dengan menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila maka akan generasi penerus bangsa akan memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi dan disintegrasi bangsa dapat dihindari.

Namun, memang tidak dapat dipungkiri, masalah identitas etnis Tionghoa memang masih ada. Sampai saat ini etnis Tionghoa di Indonesia masih berusaha mewujudkan identitas mereka sebagai sebuah etnis di Indonesia, dan kedua, apa saja strategi yang digunakan oleh masyarakat etnis Tionghoa di Indonesia sebagai sarana untuk ‘melebur’ dengan masyarakat pribumi Indonesia, karena masih saja ada orang-orang yang memandang keberadaan etnis Tionghoa dengan sebelah mata dan merasa iri apabila mereka lebih berhasil dibandingkan dengan etnis pribumi. Apalagi di era globalisasi ini, nilai-nilai luhur bangsa dalam beberapa hal sudah mulai luntur tergantikan oleh paham kebarat-baratan yang semakin membuat etnis Tionghoa jauh dari nilai-nilai kebudayaan lokal Indonesia.

Civics education merupakan ilmu kewarganegaraan yang memiliki tujuan membentuk warga negara yang baik yaitu warga negara yang tahu dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Sebagai implikasinya, dunia persekolahan harus meningkatkan perannya sebagai pendidik warga negara. Dalam dokumen (QCA, 1998) citizenship education ditempatkan pada esensi dan tujuan akhir dari ilmu sosial. Jadi civics education lahir dalam konteks epistimologis ilmu sosial. Oleh karena itu pendidikan kewarganegaraan haruslah menjadi pendidikan untuk membangun jati diri kewarganegaraannya dengan pusat perhatian pada tiga garapan, yakni pengembangan tanggung jawab sosial dan moral, perlibatan masyarakat, dan kemelekpolitikan (Winataputra dan Budimansyah, 2012:16). Jadi, citizenship education lebih menekankan keterlibatan dan partisipasi warga negara dalam permasalahan-permasalahan kemasyarakatan.


(20)

Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai objek studi yaitu warga negara dalam hubungannya dengan organisasi kemasyarakatan sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, dan negara. Adapun yang termasuk dalam objek studi civics adalah :

1. Tingkah laku warga negara 2. Tipe pertumbuhan berpikir 3. Potensi setiap diri warga negara 4. Hak dan kewajiban

5. Cita-cita dan aspirasi

6. Kesadaran (patriotisme, nasionalisme)

7. Usaha, kegiatan, partisipasi, dan tanggungjawab warga negara. (Nu’man Somantri, (Azis & Sapriya, 2011:316;Wuriyan, 2006:14)

Budimansyah dan Suryadi (2008: 20) menyatakan bahwa objek telaah Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek idiil, instrumental, dan praksis, sedangkan objek pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan adalah ranah sosial-psikologis. Warga negara yang yang baik harus memiliki pengetahuan kewarganegaraan, keterampilan berpikir kritis/reflektif, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan dalam membuat keputusan bernalar, dan keterampilan sosial.

Etnis Tionghoa dan Melayu Bangka merupakan bagian dari warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang sama terhadap negara. Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan kesadaran warga negara. Membangun karakter bangsa (national character building) adalah hal yang sangat penting untuk menjaga dan memelihara eksistensi suatu bangsa dan negara. Sebagai bangsa yang memiliki falsafah/pandangan hidup yang diyakini kebenarannya sampai saat ini, bangsa Indonesia mulai menyadari pentingnya akhlak mulia.

Sejauh ini menurut pengamatan penulis, interaksi sosial dengan masyarakat dari berbagai etnis yang ada di Indonesia yang telah berlangsung lama menyebabkan pengaruh budaya dari etnis lain masuk ke dalam budaya Cina. Pengaruh budaya Melayu tampak pada budaya Cina yang bersifat material (fisik) dan non material. Berkaitan dengan kegiatan religi, tradisi dan kepercayaan masyarakat Cina tidak mengalami pengaruh yang signifikan dari kepercayaan lain karena masyarakat Cina masih sangat kuat menjalankan aktivitas kepercayaan Tao


(21)

dan Confusius. Namun dalam interaksi antar etnis Tionghoa-Melayu Bangka juga terdapat hambatan karena disebabkan oleh perbedaan historis, ekonomi, politik, dan kebudayaan.

Dari pemaparan di atas, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana interaksi sosial yang dilakukan oleh etnis Tionghoa dan Melayu pribumi Bangka. Tidak hanya itu, penulis ingin mengetahui bagaimana strategi etnis Tionghoa dalam berinterksi dengan Melayu pribumi sehingga mereka dapat diterima dengan baik di dalam hubungan sebagai warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Etnis Tionghoa peranakan merupakan warga negara yang menjadi objek Pendidikan Kewarganegaraan. Untuk itu penulis akan melakukan penelitian yang bertujuan untuk memperkuat kesatuan bangsa berdasarkan interaksi sosial etnis Tionghoa dan Melayu Bangka dilihat dari kebudayaan dan nilai-nilai luhur kedua etnis yang dapat memperkuat integrasi bangsa dengan judul “Strategi Masyarakat Etnis Tionghoa dan Melayu Bangka Dalam Membangun Interaksi Sosial Untuk Memperkuat Kesatuan Bangsa (Studi Etnografi Pada Masyarakat Etnis Tionghoa dan Melayu di Kota Sungailiat Bangka)”.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Bertolak dari latar belakang masalah di atas, perlu diidentifikasi masalah penelitian, sebagai berikut:

1. Diskriminasi yang dirasakan oleh etnis Tionghoa sebagai warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Diskriminasi yang dirasakan dalam beberapa hal misalnya mendaftar pekerjaan di instansi pemerintah, berurusan dengan instansi pemerintah dalam pembuatan surat-surat resmi, pergaulan anak-anak etnis Tionghoa yang cenderung hanya bergaul dengan sesama etnis Tionghoa saja.

2. Cara pandang dan prasangka etnis pribumi terhadap identitas masyarakat etnis Tionghoa karena etnis Tionghoa yang masih menganggap dirinya sebagai orang Cina dan masih memiliki Chinesse culturalism yang belum dapat dihilangkan dalam kehidupan mereka sehari-hari.


(22)

3. Interaksi yang dilakukan oleh orang Melayu sebagai etnis mayoritas dan orang Tionghoa sebagai etnis minoritas.

Sehubungan dengan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

a) Bagaimana persepsi masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu Bangka terhadap makna kesatuan bangsa?

b) Bagaimana interaksi sosial yang terjadi antara etnis Tionghoa dan Melayu Bangka?

c) Bagaimana strategi dalam interaksi sosial etnis Tionghoa dan Melayu Bangka?

d) Apa faktor pendukung interaksi sosial yang terjadi antara etnis Tionghoa dan Melayu Bangka?

e) Apa faktor penghambat interaksi sosial yang terjadi antara etnis Tionghoa dan Melayu Bangka?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengkaji hal-hal yang berkontribusi dalam interaksi sosial yang terjadi antara etnis Tionghoa dan Melayu Bangka. Secara khusus, tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan persepsi masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu Bangka terhadap makna kesatuan bangsa.

2. Mendeskripsikan interaksi sosial etnis Tionghoa dan Melayu Bangka. 3. Mendeskripsikan strategi dalam interaksi sosial etnis Tionghoa dan

Melayu Bangka.

4. Mendeskripsikan faktor pendukung interaksi sosial yang terjadi antara etnis Tionghoa dan Melayu Bangka.

5. Mendeskripsikan faktor penghambat interaksi sosial yang terjadi antara etnis Tionghoa dan Melayu Bangka.


(23)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis bagi pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan dalam objek studinya, yaitu warga negara.

1. Manfaat/ Signifikansi Dari segi Teoritis

Manfaat teoritis dapat berupa penambahan teori, pengetahuan serta menjadi masukan dalam memanfaatkan kekayaan keberanekaragaman budaya bangsa sebagai dasar perwujudan dari pembangunan karakter bangsa, bangsa yang bermartabat, bermoral, ramah, cinta lingkungan, hidup rukun dan toleransi dengan nasionalisme tinggi.

2. Manfaat/ Signifikansi Dari segi Kebijakan

Secara khusus penelitian ini bisa dijadikan acuan bagi pemerintah daerah maupun pusat untuk menentukan kebijakan mengenai pembinaan interaksi sosial yang terjadi antara etnis Tionghoa-Melayu Bangka dalam mewujudkan kesatuan bangsa.

3. Manfaat / Signifikansi Dari segi Praktis

a. Dapat dijadikan sebagai cara-cara untuk berinteraksi dengan baik bagi kalangan masyarakat etnis Tionghoa-Melayu Bangka pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

b. Hasil Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti lain dalam meneliti masalah yang berkaitan dengan interaksi sosial antar etnis .

4. Manfaat / Signifikansi Dari segi Isu Serta Aksi Sosial

Penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam meminimalisir prasangka terhadap etnis Tionghoa karena etnis pribumi akan semakin mengenal dengan baik kepribadian etnis Tionghoa, sehingga dapat mencegah kembali timbulnya konflik yang terjadi antara etnis pribumi dengan etnis Tionghoa.

E. Struktur Organisasi Tesis

Struktur penulisan tesis yang akan ditulis terdiri dari 5 bab, yakni:

Bab I membahas pendahuluan yang mendeskripsikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan tesis.


(24)

Bab II membahas tinjauan pustaka yang meliputi; etnis Tionghoa dan Melayu Bangka, Interaksi Sosial, Kesatuan Bangsa, Kondisi Sosial, Ekonomi, Budaya, dan Agama di Sungailiat Bangka, Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Masyarakat Multietnis, Hakekat dan Makna Kesatuan Indonesia, Kantor Kesatuan Bangsa Perlindungan Masyarakat dan Politik Sebagai Sarana Mewujudkan Kesatuan Bangsa, Penelitian Terdahulu yang Relevan.

Bab III membahas tentang metode penelitian. Sub bab yang dibahas dalam bab ini mencakup lokasi dan subjek penelitian, pendekatan dan metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analsis data, keabsahan temuan penelitian serta tahap-tahap pelakasanaan penelitian di lapangan.

Bab IV membahas tentang hasil dan pembahasan. Pada bab ini dibahas tentang gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi hasil penelitian serta pembahasan hasil penelitian.

Bab V membahas tentang kesimpulan dan rekomendasi. Pada bab ini dibagi menjadi dua sub bab yaitu:(1) Simpulan dan (2) Rekomendasi.


(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab III membahas tentang metode penelitian meliputi: desain penelitian, partisipan dan tempat penelitian, pengumpulan data, analisis data, isu etik, dan agenda penelitian.

A. Desain Penelitian

Dalam meneliti fenomena sosial dan masalah kemanusiaan, penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Masalah kualitatif berwilayah pada ruang yang sempit namun memiliki kedalaman bahasan yang tak terbatas. Pendekatan kualitatif adalah suatu penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia.

Creswell (2012:16) mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif yaitu: “qualitative research is best suited to address a research problem in which you do not know the variables and need to explore. The literature might yield little information about the phenomenon of study, and you need to learn more from participants through exploration

Creswell menyatakan penelitian kualitatif adalah setelan paling cocok untuk mengatasi masalah penelitian dimana anda tidak mengetahui variabel dan perlu untuk mengadakan penyelidikan untu menemukan sesuatu. Literatur mungkin menghasilkan sedikit informasi tentang fenomena penelitian, dan anda perlu belajar lebih banyak dari peserta melalui penemuan. Pada penelitian kualitatif, peneliti harus membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, membuat laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami.

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dieksplorasi dan memperdalam dari suatu fenomena sosial atau lingkungan sosial yang terdiri dari pelaku, kejadian, tempat dan waktu (Satori dan Komariyah, 2010:43).

Sugiyono (2011: 15) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah


(26)

eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Penelitian kualitatif menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif.

Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah intrumen kunci. Metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari objek yang diamati. Peneliti harus mempersiapkan dirinya dengan bekal teori dan wawasan yang luas. Saat proses penelitian, peneliti dapat mengajukan pertanyaan, menganalisis, dan mengkonstruksi objek yang diteliti menjadi lebih jelas. Penelitian kualitatif terikat pada nilai.

Penelitian ilmiah tidak dapat terlepas dari metodologi penelitian. Metodologi penelitian merupakan suatu teknik untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam suatu penelitian. Metode penelitian merupakan tahapan yang harus dilalui untuk mengadakan penelitian secara ilmiah terhadap suatu masalah dalam pengetahuan. Hal ini untuk mencari kebenaran dan kesimpulan yang diharapkan dapat diterima apabila ada bukti-bukti yang meyakinkan terhadap masalah yang dibahas dan disimpulkan secara sistematis.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian etnografi. Penelitian etnografi adalah penelitian yang menguraikan suatu kebudayaan bangsa dalam hal penafsiran terhadap keyakinan, tingkah laku, bahasa, norma, dan sistem nilai yang dianut. Metode etnografi berusaha untuk menafsirkan pola perilaku, keyakinan, bahasa, norma dan berbagai ikhwal lainnya yang berhubungan dengan budaya suatu kelompok masyarakat yang senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Peneliti yang menggunakan penelitian etnografi berusaha memahami budaya atau aspek-aspek budaya melalui serangkaian pengamatan dan penafsiran prilaku manusia yang berinteraksi dengan manusia lainnya.


(27)

Penelitian etnografi bermakna untuk membangun suatu pengertian yang sistematik mengenai semua kebudayaan manusia dari perspektif orang yang telah mempelajari kebudayaan itu (Spradley, 2007 : 13). Spradley merupakan salah satu tokoh penggagas etnografi. Menurut Spradley, sang peneliti dapat melakukan berbagai teknik penelitian secara bersamaan dalam fase penelitian, seperti wawancara etnografik, observasi partisipasi, membuat peta genealogis, dan sebagainya (Spradly, 2007: 15).

Alur penelitian etnografi menurut Spradley adalah alur penelitian maju bertahap, dengan langkah sebagai berikut:

1. Menetapkan informan 2. Mewancarai informan 3. Membuat catatan etnografis 4. Mengajukan pertanyaan deskriptif 5. Melakukan analisis wawancara 6. Membuat analisis domain

7. Mengajukan pertanyaan struktural 8. Membuat analisis taksonomik 9. Mengajukan pertanyaan kontras 10. Membuat analisis komponen 11. Menemukan tema-tema budaya 12. Menulis suatu etnografi

Penggunaan pendekatan etnografi dilakukan karena dalam penelitian ini mendeskripsikan fenomena interaksi antar etnis yang diperoleh dari partisipan penelitian secara alamiah. Fenomena adalah berkenaan dengan penegtahuan, nilai-nilai, kayakinan-keyakinan, norma-norma, tradisi-tradisi atau kebiasaan-kebiasaan, simbol-simbol, bahasa, dan praktek kehidupan sehari-hari.

Partisipan dan Situs Penelitian 1. Partisipan Penelitian

Partisipan penelitian adalah sumber yang dapat memberikan informasi, dipilih secara purprosif dan pelaksanaannya sesuai dengan purpose atau tujuan tertentu (Nasution, 2003: 108). Dalam penelitian etnografi, seorang etnografer


(28)

bekerjasama dengan partisipan untuk menghasilkan suatu deskripsi mengenai suatu kebudayaan.

Dalam penelitian etnografi terdapat beberapa partisipan, yaitu:

a. Informan. Informan adalah orang yang memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian berdasarkan deskripsi menurut pandangannya.

b. Responden. Responden merupakan siapa saja yang menjawab daftar pertanyaan penelitian atau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh seorang peneliti.

c. Pelaku. Seorang pelaku adalah seorang yang menjadi objek pengamatan dalam suatu setting alam. (Spradley, 2007).

Peneliti harus menetapkan informan. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasikan beberapa karakteristik dari informan dan untuk menemukan informan yang sebaik mungkin dalam mempelajari keterampilan wawancara etnografi. Setelah peneliti menetapkan informan, kemudian peneliti harus melakukan wawancar a terhadap informan. Hal ini bertujuan untuk:

a. Mengidentifikasikan unsur-unsur dasar dalam wawancara etnografis.

b. Memformulasikan dan menggunakan beberapa macam penjelasan etnografis.

c. Melakukan wawancara praktis. (Spradley, 2007). Dalam penelitian ini, yang menjadi partisipan adalah :

a. Tokoh adat Melayu dan Tionghoa Bangka

- Tokoh adat Melayu : H. Husein Djais, S.Ag (HD) - Tokoh adat Tionghoa: Bong Fui (BF)

b. Tokoh Pemerintah di Kabupaten Bangka.

- Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat : H. Haryanto, SH (H)

- Kepala Seksi Sejarah dan Purbakala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata : CH. Sufian SP, S.Hum (CS)


(29)

c. Masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu Bangka.

- Masyarakat etnis Melayu : dr. Deni Kurniadi (DK), Nova Ariyani, SPd (NA)

- Masyarakat etnis Tionghoa : Cong Ju Ni (CJN) d. Guru PPKn dan Sosiologi : Derry Nodyanto, S.Pd(DN)

2. Situs Penelitian

Situs penelitian dalam penelitian ini adalah kota Sungailiat Kabupaten Bangka. Interaksi sosial antar etnis telah terjadi di kota ini selama ratusan tahun. Masyarakat dengan membangun sebuah peradaban hasil dari pembauran etnis di pulau Bangka. Dalam kota Sungailiat terdapat beberapa Kampung Cin yang didominasi oleh mayoritas etnis Tionghoa. Kampung Cin adalah nama kampung yang penduduk mayoritasnya adalah orang-orang Tionghoa. Ada beberapa lokasi kampung Cin di kota Sungailiat yaitu, yaitu Kampung Cin Rebo, Kampung Cin Tong Hin, Kampung Cin Kudai, dan Lokacin. Etnis Melayu Bangka tersebar merata di kota Sungailiat, karena kota Sungailiat memang didominasi penduduk muslim, yaitu orang Melayu.

Alasan peneliti memilih kota Sungailiat sebagai tempat penelitian karena; pertama, kota Sungailiat memiliki etnis, agama, dan budaya yang heterogen. Kedua, penduduk di kota Sungailiat paling banyak dibanding dengan kota lain. Ketiga, pemukiman penduduk di kota Sungailiat relatif tersebar rata. Keempat, kondisi ekonomi masyarakat di kota Sungailiat relatif imbang.

B. Pengumpulan Data

Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan data dan informasi sebanyak mungkin mengenai strategi-strategi yang dilakukan etnis Tionghoa dan Melayu Bangka dalam melakukan interaksi sosial. Peneliti mengadakan pengamatan (observasi), wawancara mendalam dengan informan yang telah peneliti tetapkan dengan situasi yang natural dan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dengan memperhatikan keabsahan data yang diperoleh dari lapangan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi.


(30)

1. Observasi

Observasi atau pengamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu objek yang menggunakan alat indera (Arikunto, 2002:133). Creswell (2010: 267) menyatakan “observasi dalam penelitian kualitatif merupak observasi yang di dalamnya peneliti langsung turun ke lapangan untuk kemudian mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi penelitian”. Dengan demikian observasi merupakan pengamatan langsung terhadap fenomena yang dikaji. Observasi dapat dilakukan dengan rekaman gambar maupun rekaman suara. Peneliti akan mengobservasi interaksi yang dilakukan oleh etnis Tionghoa dan Melayu, bahasa yang mereka gunakan saat berinteraksi, meneliti kegiatan apa saja yang dilakukan etnis Tionghoa dan Melayu dalam meningkatkan kerukunan antaretnis, serta meneliti perubahan-perubahan identitas yang terjadi karena adanya interaksi, seperti asimilasi akibat pernikahan antaretnis, perubahan agama yang dianut, pemilihan sekolah dalam upaya pembauran identitas.

2. Wawancara

Metode wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara langsung, berupa interview secara mendalam kepada informan. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara yang melakukan pertanyaan dan yang diwawancara memberikan jawaban atas pernyataan itu (Moleong, 2004:146).

Sugiyono (2011: 231) menyatakan bahwa wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan menemukan suatu masalah yang ingin diteliti, tetapi juga apabila ingin mengetahui hal dari responden yang mendalam. Peneliti akan mewawancarai tokoh adat, pemuka agama, tokoh masyarakat, dan masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu Bangka. Hal yang akan diwawancarai adalah proses interaksi sosial etnis Melayu dan Bangka, kegiatan apa saja yang dilakukan etnis Tionghoa-Melayu


(31)

untuk mewujudkan persatuan bangsa, faktor pendukung dan penghambat dalam interaksi sosial etnis Tionghoa dan Melayu Bangka.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah metode mencari data mengenai hal atau variabel yang berupa catatan, prasasti, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2002:206). Sugiyono (2011: 240) menyatakan bahwa dokumentasi berasal dari kata dokumen.Metode dokumentasi ini berguna untuk melengkapi data-data dalam penelitian. Metode ini digunakan untuk mencari dan mengumpulkan data serta informasi tertulis dari informan yang berhubungan dengan masalah penelitian. Data yang didapat tersebut dapat pula untuk memperkuat apa yang terdapat dalam lapangan saat wawancara dan observasi.

Creswell (2010: 270) menyatakan dokumen yang dapat dikumpulkan melalui teknik dokumentasi yaitu dokumentasi publik (koran, makalah, laporan kantor) ataupun dokumen privat (buku harian, surat, dan e-mail).

Dokumen yang dapat dijadikan informasi dalam penelitian ini adalah laporan-laporan kegiatan, foto-tofo, peraturan-peraturan yang diperoleh dari kegiatan yang dilakukan oleh etnis Tionghoa dan Melayu dalam rangka memperkuat kerukunan antaretnis.

C. Analisis Data

Tahap analisis data adalah tahap dimana data yang sudah terkumpul akan diolah untuk menemukan kesimpulan akhir dari penelitian yang dilakukan. Peneliti harus mempertimbangkan keseimbangan antara deskripsi, analisis dan interpretasi sehingga masing-masing menjadi elemen terpenting dari analisis data. Kegiatan analisis data yang dilakukan dalam penelitian etnografi harus disesuaikan fokus penelitian.

Sebagai bagian dari penelitian kualitatif, setidaknya terdapat tiga hal yang dapat dilakukan dalam pengolahan dan analisis data etnografi yaitu reduksi data,


(32)

penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi (Miles dan Huberman (1992:16) dimana kegiatan ini terjadi secara bersamaan dan berlaku bolak-balik. Analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus. Kegiatan utama analisis data merupakan suatu tahapan yang membentuk siklus. Oleh karena itu, peneliti harus siap bergerak di antara empat “sumbu” kumparan selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak balik di antara kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Berikut alur kegiatan analisis data dalam penelitian kualitatif sebagai berikut:

Gambar 3. Komponen-komponen Analisis Data (Miles dan Huberman, 1992:20)

a. Reduksi Data

Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2011:147) mengemukakan bahwa mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak penting. Reduksi data dilakukan dengan memfokuskan hasil penelitian pada hal-hal yang dianggap penting oleh peneliti. Reduksi data bertujuan untuk mempermudah pemahaman terhadap data yang telah terkumpul dari hasil catatan lapangan dengan cara merangkum, mengklasifikasikan sesuai masalah dan aspek-aspek permasalahan yang dapat diteliti.

Pengumpulan data

Reduksi data

Kesimpulan: Penarikan/verifikasi

Penyajian data


(33)

b. Display Data

Mlies dan Huberman (dalam Sugiyono, 2011: 249) mengemukakan bahwa penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan dan hubungan antar kategori dan sejenisnya. Display data adalah data-data hasil penelitian yang sudah tersusun secara terperinci. Data yang terkumpul tersebut selanjutnya dicari pola hubungannya untuk mengambil kesimpulan yang tepat. Penyajian data selanjutnya disusun dalam bentuk uraian atau laporan sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh.

c. Kesimpulan

Kesimpulan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan mencari arti, makna, penjelasan yang dilakukan terhadap data yang telah dianalisis dengan mencari hal-hal penting. Kesimpulan ini merupakan jawaban atas permasalahan yang ingin dikaji sebagaimana dijelaskan pada identifikasi dan perumusan masalah penelitian.

Suatu penelitian diperlukan validitas data. Validitas data merupakan faktor yang penting dalam sebuah penelitian karena sebelum data dianalisis terlebih dahulu harus mengalami pemeriksaan. Dalam penelitian kualitatif, validitas data biasanya dilakukan berbeda dengan penelitian non kualitatif karena paradigma alamiah penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian non kualitatif. Demikian pula kriteria-kriteria yang dipakai jelas jauh berbeda sehingga hasil keabsahannya atau validitasnya pun berbeda.

Teknik pengujian yang dipergunakan dalam penentuan validitas data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan dengan memanfaatkan sesuatu yang lain dari data tersebut sebagai bahan pembanding atau pengecekan dari data itu sendiri (Moleong, 2004:330).

Dalam penelitian ini teknik triangulasi yang digunakan yaitu pemeriksaan melalui sumber lain. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda yaitu dengan cara:


(34)

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara. Sumber data yang di peroleh dari masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu dibandingkan dengan data hasil pengamatan yang diperoleh dari pengamatan terhadap interaksi sosial yang terjadi di masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu Bangka.

2. Membandingkan apa yang dikatakan orang secara umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. Hal ini berkisar pada kondisi, aktivitas, dan kegiatan di masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu.

3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dilakukan masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu sepanjang kegiatan interaksi berlangsung.

4. Membandingkan hasil wawancara dengan isi atau dokumen yang berkaitan. Dokumen dapat dijadikan pedoman dalam hasil perbandingan antara wawancara dengan kegiatan interaksi yang telah dilaksanakan.

Pada dasarnya kepekaan sangatlah penting dalam pengamatan, untuk menguji objektifitas data dengan mencocokkan antara data yang diperoleh dari sudut pandang peneliti dengan sumber data di lapangan, apakah sudah relevan atau belum. Sedangkan untuk mengetahui keabsahan data dapat dilakukan dengan perpanjangan kehadiran pengamatan ke lokasi penelitian dan referensi yang cukup kuat untuk mendukung validitas yang diperoleh.

D. Isu Etik

Dalam setiap penelitian terdapat isu-isu etis yang mungkin bisa muncul. Begitu pula dengan penelitian kualitatif , yang mungkin memunculkan isu etis. Terdapat pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan muncul dalam penelitian kualitatif. Pertanyaan-pertanyaan itu dapat berupa pertanyaan tentang konsekuensi positif dan konsekuensi negatif, manfaat penelitian, persetujuan informan, kerahasiaan dan anonimitas, dan peran peneliti.

Tahapan yang mungkin memunculkan isu etis yaitu pada tahap pemilihan tema atau topik, penyusunan desain, pada proses pengumpulan data dan transkrip,


(35)

analisis dan interpretasi serta pelaporan dan publikasi. Adapun hal-hal yang terkait dengan etika penelitian, yaitu terdapat penyelewengan ilmiah, kemungkinan adanya penipuan dan plagiarisme dalam penelitian. Selain itu pula pada informmed consent, subjek menyatakan kesediaan untuk terlibat dalam penelitian. Ada pula kerahasiaan dan anomalitas dimana identitas subjek disembunyikan, tetapi transkrip boleh dibaca oleh pihak yang berkepentingan. Adapun cara implementasi prinsip etis adalah mencari tahu alternatif soslusi, menganalisis resiko, melaksanakan pilihan dan evaluasi serta mengatasi konsekuensi negatif. (Isa, M. Ibrahim, 2012).

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan etnografi. Spradley (2012) menyatakan dalam pendekatan etnografi memiliki etika sebagai berikut:

1. Mempertimbangkan informan terlebih dahulu.

2. Mengamankan hak-hak, kepentingan, dan sensitivitas informan. 3. Menyampaikan tujuan penelitian.

4. Melindungi privasi informan. 5. Jangan mengeksploitasi informan. 6. Memberikan laporan kepada informan.

Penelitian ini ingin mengangkat tema hubungan antar etnis yang biasanya rentan dengan konflik, bagaimana strategi yang dilakukan oleh etnis Tionghoa dan Melayu dalam melakukan interaksi sosial. Harapan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam kaitannya dengan etnisitas di daerah-daerah, khususnya daerah Kabupaten Bangka untuk mewujudkan kesatuan bangsa. Selain itu hasil penelitian ini nantinya akan dapat dijadikan sebagai salah satu model interaksi sosial antaretnis yang tanpa rekayasa, yang lebih menampakkan pluralisme, sehingga tidak ada satu etnispun yang akan merasa dirugikan.


(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab V membahas tentang simpulan dan saran. Mengacu pada hasil temuan dan pembahasan penelitian yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat dirumuskan beberapa simpulan dan rekomendasi sesuai dengan hasil penelitian.

A. Kesimpulan

1. KesimpulanUmum

Interaksi sosial masyarakat etnis Tionghoa dan melayu Bangka merupakan interaksi sosial yang natural dan tanpa paksaan. Interaksi sosial antara kedua etnis terjadi sejak lama, membawa perubahan sosial yang memperlihatkan adanya transformasi budaya secara terus menerus. Perubahan identitas karena interaksi multienis yang timbul bukan merupakan suatu kebetulan, tetapi berdasarkan kesepakatan yang disesuaikan oleh kedua etnis tersebut. Pengaturan interaksi sosial ini dapat terjadi karena adanya komitmen-komitmen masyarakat untuk menerima dan memperkecil pebedaan-perbedaan yang ada, baik perbedaan agama, adat istiadat, bahasa, maupun perbedaan kepentingan sehingga pada akhirnya akan terbentuk suatu keseimbangan dalam interaksi sosial multietnis.

Masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu memiliki semboyan yakni fan ngin, to ngin jit jong, yang berarti ’pribumi Melayu, dan Tionghoa turunan semuanya sama dan setara’. Karena itu, hubungan kekeluargaan antar warga Melayu dan Tionghoa di Bangka tidak secara kebetulan, tetapi karena merasa sebagai satu keluarga besar yang diawali oleh hubungan para leluhur hingga saat ini.Sikap menerima status etnis Tionghoa dan Melayu yang sederajat menciptakan harmonisasi dalam kehidupan bermasyarakat sehingga diskriminasi bahkan konflik yang melibatkan SARA tidak pernah terjadi di Kabupaten Bangka.

Selain semboyan yakni fan ngin, to ngin jit jong, masyarakat Kabupaten Bangka juga memiliki semboyan ‘sepintu sedulang’. Semboyan “sepintusedulang” yang mengutamakan gotong royong dalam kehidupan sehari -hari, oleh karena itu masyarakat Bangka, baik itu etnis Melayu maupun Tionghoa mengutamakan kebersamaan dan kesatuan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa melihat latar belakang etnis, cara pandang masyarakat antar etnis Tionghoa dan


(37)

Melayu Bangka dalam melihat kesatuan bangsa adalah sama, bagi mereka kesatuan bangsa adalah keinginan rakyat untuk bersatu, tanpa melihat perbedaan sebagai hambatan, tetapi sebagai kekayaan khasanah bangsa Indonesia.

Etnis Tionghoa dan Melayu Bangka memiliki ritual bersama yang dinamakan ritual naber laut. Naber laut adalah ritual yang dipercaya untuk meminta keselamatan dan menjauhkan kesialan dengan cara menyediakan sesajen yang diletakkan di atas kapal untuk dihanyutkan ke laut. Naber laut diawali dengan membaca doa-doa dan mantra-mantra. Ritual ini adalah wujud percampuran antara kedua etnis dan agama yang dianut. Tarian, musik, dan doa-doa kental dengan nuansa Melayu Islam, sedangkan sajen atau sesajinya identik dengan nuansa Kong Hu Cu yang apabila sembahyang harus menyajikan sesajen. Selain itu, atraksi bela diri dan seni Barongsai turut pula ditampilkan dalam acara naber laut. Sesajen kemudian dihanyutkan di laut dengan menggunakan kapal kecil yang khusus dibuat untuk ritual ini. Dengan tetap dilaksanakannya ritual naber laut hingga saat ini, interaksi antara kedua etnis akan tetap berlangsung dan keakraban antara kedua etnis dapat terus berjalan dan terjaga.

Pemerintah Kabupaten Bangka melaksanakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 dengan cukup baik. Hal ini terlihat dari upaya pemerintah untuk terus mempertahankan dan meningkatkan kualitas interaksi masyarakat antar etnis di Kabupaten Bangka. Beberapa hal yang dilakukan adalah dengan menulis nama jalan, tempat, atau fasilitas umum dengan tiga bahasa (Melayu, Arab, Tionghoa) yang dimulai sejak tahun 2006, membentuk Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Bangka tahun 2010, dan menyelenggarakan berbagai acara yang melibatkan masyarakat multi etnis seperti Imlek Ceria, Festival Ulang Tahun Kabupaten Bangka, dan ritual neber laut.Dengan adanya kesetaraan status antara etnis Tionghoa sebagai etnis minoritas dan etnis Melayu sebagai etnis mayoritas menyebabkan interaksi sosial di berbagai bidang berjalan dengan baik dan sebagai mana mestinya. Kesatuan yang selama ini telah terjalin dapat terus dipertahankan hingga saat ini.

Lancarnya interaksi sosial masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu Bangka banyak dipengaruhi ajaran Islam yang dianut oleh mayoritas etnis Melayu yang


(38)

mengajarkan pada umatnya untuk berhubungan baik dengan sesama manusia (hablumminannas), menganggap perbedaan sebagai sunnatullah agar manusia saling mengenal satu sama lain, dan terbuka menerima kebudayaan lain yang masuk dengan syarat kebudayaan lain tersebut tidak melanggar norma agama Islam. Selain itu, ajaran agama Islam yang dipandang paling sesuai dengan ajaran kepercayaan etnis Tionghoa serta menganggap agama Islam adalah agama alternatif terbaik bagi masyarakat etnis Tionghoa yang melaksanakan pernikahan campuran atau berpindah keyakinan memberikan dampak positif dalam hubungan kedua etnis.

2. Simpulan khusus

Kajian tentang strategi masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu Bangka dalam membangun interaksi sosial untuk memperkuat kesatuan bangsamenghasilkan beberapa temuan, diantaranya sebagai berikut.

a. Kesatuan masyarakat Kabupaten Bangka sebagai bagian dari bangsa Indonesia telah ada dan sudah terjadi sejak lama. Perasaan senasib dan sepenanggungan yang dirasakan oleh kedua etnis dikarenakan kesamaan penderitaan yang dirasakan akibat penjajah semakin mempertebal rasa dan semangat kebangsaan kedua etnis, sehingga kerukunan dan kesatuan yang sudah terjalin sejak dulu dapat dipertahankan hingga saat ini.

b. Interaksi sosial masyarakat etnis tionghoa dan Melayu Bangka berjalan dengan alamiah dan tanpa paksaan. Interaksi sosial kedua etnis merujuk ke arah asimilasi atau proses sosial yang ditandai oleh adanya upaya-upaya mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau antar kelompok sosial yang diikuti pula usaha-usaha untuk mencapai kesatuan tindakan, sikap, dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan bersama. Asimilasi budaya/perilaku, ditandai oleh masyarakat etnis Tionghoa sebagai etnis minoritas melakukan adaptasi dengan etnis Melayu sebagai etnis mayoritas. Adaptasi dilakukan dengan cara mengikuti adat, budaya, dan bahasa etnis Melayu namun tidak membuang ciri-ciri khusus sebagai etnis Tionghoa. Asimilasi struktural etnis


(39)

Tioanghoa ditandai dengan masuknya etnis Tionghoa dalam pranata sosial etnis Melayu.Asimilasi perkawinan ditunjukkan dengan mayoritas etnis Tionghoa menyesuaikan perkawinan sesuai dengan adat Melayu. Asimilasi identifikasi ditunjukkan dengan pengakuan etnis Tionghoa bahwa dirinya adalah orang Tionghoa Bangka. Mereka megakui bahwa Bangka adalah tanah kelahiran dan tanah para leluhurnya. Dalam asimilasi penerimaan sikap, ditandai dengan terbukanya etnis Melayu menerima kebudayaan asing yang dibawa oleh orang Tionghoa. Pada asimilasi penerimaan perilaku ditandai dengan penerimaan etnis Tionghoa menerima adat istiadat etnis Melayu sebagai kebiasaan baru mereka. Pada asimilasi tingkat kewarganegaraan masyarakat Tionghoa dan Melyu Bangka ditandai dengan tidak adanya konflik yang terjadi antara etnis Tionghoa sebagai etnis minoritas, dan etnis Melayu sebagai etnis mayoritas.

c. Strategi masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu Bangka dalam membangun interaksi sosial di berbagai bidang adalah dengan mengakui adanya kesetaraan antara kedua etnis. Bentuk strategi ini dapat dilihat dari: 1. Semboyan fan ngin, to ngin jit jong (Tionghoa dan Melayu sama/ sederajat) dan sepintu sedulang ( gotong royong dalam berbagai kegiatan).

2. Terciptanya ritual bersama antara kedua yakni ritual naber laut. Ritual naber laut merupakan percampuran antara kedua etnis yang telah dilaksanakan sejak dahulu dan merupakan hasil dari perubahan identitas akibat interaksi yang berlangsung lama dan terus menerus.

3. Dukungan pemerintah dalam mempertahankan dan meningkatkan kualitas interaksi kedua etnis dengan cara menulis nama jalan dan keterangan di fasilitas umum dengan menggunakan tiga bahasa (Melayu, Arab, Tionghoa), membentuk Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Bangka (FKUB), dan menyelenggarakan


(40)

acara yang melibatkan kedua etnis seperti Festival Ulang Tahun Kabupaten Bangka, Imlek Ceria, naber laut, dan pawai budaya. 4. Pernikahan antar etnis Melayu dan Tionghoa Bangka.

5. Agama Islam menjadi agama alternatif yang baik bagi etnis Tionghoa.

d. Interaksi sosial yang terjadi pada masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu Bangka didukung oleh faktor internal dan eksternal kedua belah pihak. Faktor internal etnis Melayu yang mendukung interaksi adalah sikap orang Melayu yang terbuka dan ajaran Islam yang mengajarkan hubungan yang baik antara sesama manusia (habluminannas). Etnis Tionghoa melakukan interaksi untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingannya dan mengukuhkan identitasnya sebagai bagian dari warga negara Indonesia. Faktor eksternal yang mendukung interaksi sosial antara kedua etnis adalah pemukiman yang sudah membaur, terutama di wilayah Air Ruai, Pemali, Kenanga, dan Jalan Pasar. Selain pemukiman, persamaan agama, pendidikan, dan mata pencaharian atau profesi semakin mempererat interaksi yang terjadi di antara kedua etnis.

e. Interaksi sosial antara masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu Bangka terdapat faktor penghambatnya, baik dari etnis Tionghoa maupun etnis Melayu. Faktor internal etnis Tionghoa yang menghambat interaksi sosial antara lain karena masih ada perasaan lebih tinggi derajatnya sebagai etnis mayoritas, ajaran agama yang dianut, kurangnya toleransi dan solidaritas, serta kecemburuan sosial. Faktor internal dari etnis Tionghoa yang menghambat interaksi sosial adalah orang Tionghoa masih menutup diri terhadap etnis lain karena sikap rendah diri sebagai etnis minoritas. Faktor eksternal dari etnis tionghoa dan Melayu yang menghambat interaksi sosial adalah pemukiman yang terpisah, persaingan dalam mendapatkan pekerjaan, transaksi jual beli, dan prestasi dalam pendidikan. Namun persaingan yang ada antara kedua etnis merupakan persaingan yang sehat dan tidak menimbulkan konflik yang dapat memperlemah kesatuan masyarakat.


(41)

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan di atas, akan dirumuskan beberapa rekomendasi yang ditujukan kepada beberapa pihak yang memiliki perhatian besar guna meningkatkan stratergi masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu dalam membangun interaksi sosial untuk memperkuat kesatuan bangsa, yaitu :

1. Pemerintah pusat dan Kabupaten Bangka sebagai pembuat kebijakan. UU Kewarganegaraan perlu diketahui oleh seluruh warga negara. Pemerintah sebagai penentu dan pengambil kebijakan harus mengayomi seluruh masyarakat, sehingga dalam mengambil suatu kebijakan pemerintah harus memperhatikan masyarakat yang bermacam-macam ras, agama, budaya, bahasa, maupun adat istiadat agar tidak ada pihak yang dirugikan atas kebijakan tersebut. Dari penelitian ini, etnis Tionghoa dan Melayu mengalami perubahan dari identitas semula karena penyesuaian dan upaya meminimalisir perbedaan secara terus menerus dalam kurun waktu yang lama. Meskipun tidak ada tindakan diskriminasi secara nyata, namun perasaan kurang adil masih dirasakan oleh etnis Tionghoa. Terkait dengan ini, pemerintah perlu mencari solusinya agar proses interaksi benar-benar sempurna.

2. Masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu Bangka sebagai masyarakat multietnis yang berinteraksi setiap waktu. Masalah etnisitas merupakan masalah yang kompleks dan tidak dapat ditangani dalam waktu yang singkat. Adanya faktor penghambat dalam interaksi sosial yang ada pada masing-masing etnis, masalah-masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dapat berpengaruh negatif terhadap interaksi sosial kedua etnis. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan strategi dalam interaksi kedua etnis. Jika peningkatan strategi tidak dilakukan, maka hambatan interaksi sosial masyarakat etnis tionghoa dan melayu akan tetap ada.


(42)

3. Peneliti selanjutnya, direkomendasikan kepada peneliti selanjutnya untuk membuat penelitian tentang interaksi antara etnis Tionghoa peranakan dan etnis Tionghoa muslim. Etnis Tionghoa memandang ajaran agama Islam sebagai ajaran yang baik dan agama Islam sebagai agama alternatif terbaik apabila akan berpindah keyakinan. Bagaimana etnis Tionghoa peranakan memandang etnis Tionghoa muslim perlu ditinjau dan dikaji dalam rangka memahami proses interaksi secara utuh.

C. Teori/Konsep

1. Perasaan senasib dan seperjuangan masyarakat etnis Tinghoa dan Melayu Bangka melahirkan semangat kebangsaan dan mengesampingkan perbedaan yang ada demi persatuan dan kesatuan bangsa.

2. Interaksi sosial masyarakat etnis Tionghoa dan melayu Bangka merupakan interaksi sosial yang natural dan tanpa paksaan. Adanya transformasi budaya secara terus menerus menimbulkan identitas baru, seperti bahasa, makanan khas, ritual adat, dan pernikahan antar etnis. 3. Semboyan masyarakat “sepintusedulang” dan “tong ngin fan

ngijitjong”, ritual adat “naberlaut”, dan ajaran Islam merupakan potensi simbolik yang menjadi kekuatan dalam interaksi sosial masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu Bangka.

4. Bersikap terbuka terhadap perbedaan dan berbaik sangka (husnuzon) sebagai pola pikir dan tindakan etnis Tionghoa dan Melayu muslim yang membangun persatuan dan kesatuan bangsa.

5. Pemukiman yang berjauhan, minimya komunikasi, dan kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan dalam kehidupan bermasyarakat dapat menimbulkan potensi renggangnya interaksi sosial dalam bermasyarakat dapat diatasi oleh nilai-nilai simbolik, yakni semboyan masyarakat “sepintu sedulang” dan “tong ngin fan ngi jit jong”, ritual adat “naber laut”. Nilai simbolik berupa semboyan masyarakat “sepintu sedulang dan tong ngin fan ngi jit jong”, serta ritual adat


(43)

“naber laut” merupakan bagian pembelajaran PKn dalam memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan nilai-nilai Pancasila.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Anshory, C. H. N .(2008). Neo Patriotisme. Yogyakarta: Lki Spelangi Aksara

Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Budimansyah dan Suryadi. 2008. PKn dan Masyarakat Multikultural. Prodi PKn Sekolah Pascasarjana UPI.

Bangka dalam Angka, 2013.

Bangka dalam Angka, 2014.

Creswell, J.W. (2010). Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Puataka Pelajar.

Creswell, John W. (2012). Educational Research (Planning, Conducting and Evaluating Quantitative and Qualitatif Research (Edition Fourth). California: University of Nebrasca-Lincoln.

Danandjaja, James.( 2007). Folklor Tionghoa. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.

Geertz, Clifford. (1973). The Interpretation of Culture. Newyork : Basic Book, Inc

Geertz, Clifford. (1992). Politik Kebudayaan (terjemahan ). Yogyakarta : Kanisius.

Greel, H.G. (1990). Alam Pikiran Cina. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Heidhues Mary, F.S.(2008). Timah Bangka dan Lada Mentok. Jakarta: ACC Grafika Raya

Idi, Abdullah. (2009). Asimilasi Cina Melayu di Bangka. Yogyakarta : Tiara Wacana.

J.Lexy. Moleong. (2004). Metodologi Penelitian suatu pendekatan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

J. Lexy. Moleong. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.


(45)

Kolip dan Setiadi. (2013). Pengantar Sosiologi. Jakarta : Kencana Prenamedia Group.

Miles, Matthew & Huberman, A. Michael. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta : UI-Press

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Liliweri, Alo. (2005). Prasangka dan Konflik. Yogyakarta : Lkis Pelangi Aksara

Mulyana dan Rakhmat. (2005). Komunikasi Antar Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nasution, S.(2003). Metode research: penelitian ilmiah: Jakarta: Bumi Aksara.

Rufai, Usman. (2010). Penegmbangan Budaya Demokrasi Dalam Relasi Antaretnik Siswa DI Daerah Pasca Konflik. Tesis. UPI

Salim, Agus. (2006). Stratifikasi Etnik. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Satori, D dan Komariyah, A. (2010). Metode penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Selayang Pandang Kabupaten Bangka (2000)

Sitanggang, Maleodyn. 2010. Rahasia Sukses Etnis Tionghoa Mendidik Anak. Jakarta : Gorga Media.

Spradley, James. P. (2007). Metode Etnografi. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Soekanto, Soerjono. (2003). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Somantri, N. 1972. Metode Mengajar Civics. Bandung: IKIP Bandung.

Suryadinata, L.(2002). Negara Dan Etnis Tionghoa Kasus Indonesia. Jakarta: LP3ES

Tilaar, H.A.R. (2007). Mengindonesiakan Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.


(46)

Wahab,A.A&Sapriya. 2008. Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan, Bandung: UPI Press SPs UI.

UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.

UU No. 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Winataputra & Budimansyah, D. 2007. Civic Education: Konteks, Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: Prodi PKn SPS UPI.

Jurnal :

Bolam, Loman. (2012). Membangun Wawasan Kebangsaan Generasi Muda Guna Memperkuat Persatuan dan Kesatuan Bangsa. Jurnal Forum Sosial, Vol, V.

Eriyanti, Fitri. (2006). Dinamika Posisi Identitas Etnis Tionghoa dalam Tinjauan Teori Identitas Sosial.Demokrasi Volume V No. 1

Firgyana, Inggan Aulia. (2014). Konsep Diri dan Interaksi Sosial Etnis Tionghoa Muallaf (Studi Fenomenologi terhadap Konsep Diri dan Interaksi Sosial Etnis Tionghoa Muallaf di Yayasan Haji Karim

OEI Masjid Lautze, Jakarta Pusat).Tersedia pada

http://icssis.files.wordpress.com/2013/09/2013-02-15.pdf. Diunduh tanggal 10 Oktober 2014.

Hutomo, R. D. Menemukan Nilai-nilai Karakter Dalam Interaksi Sosial Masyarakat Etnis Tionghoa dan Melayu Di Semarang. Diunduh tanggal 10 Oktober 2014.

Idi, Abdullah. (2012). Interaksi Sosial “Natural-Asimilatif” antara Etnis Muslim Cina dan Melayu-Bangka. Taqaffiyat Volume 3 No. 2 Ishardanti, Ria. (2011). Identitas Hibrid Etnis tionghoa: Studi Komunitas

China Banyumas. Tersedia

http://icssis.files.wordpress.com/2013/09/2013-02-15.pdf Diunduh tanggal 10 Oktober 2014.

Lestari, Indah. (2013). Interaksi Sosial Transmigran Spontan Dengan Penduduk Asli Di Kelurahan Sungai Daeng, Kecamatan Muntok Kabupaten Bangka Barat. Tersedia pada http// Interaksi etnis dan Golongan Tionghoa.htm. Diunduh tanggal 10 Oktober 2014.


(47)

Maftuh, B dan Sapriya. (2005) “Pembelajaran PKn melalui pemetaan konsep”. Jurnal Civicus. Vol 1, (5), 319-320.

Purnama, Surya. (2009). Interaksi Sosial Antar Etnis Cina dan Jawa Pada Masa Demokrasi Terpimpin. Tersedia pada http//jurnal.html. Diunduh tanggal 10 Oktober 2014.

Razak, A. (2002). Perspektif Kaum Muda Pasca Reformasi, Makalah Lokakarya, Surabaya.

Revida, Erika. (2006). Interaksi Sosial Masyarakat Etnik Cina Dengan Pribumi Di Kota Medan Sumatra Utara. Tersedia pada

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15293/1/har-sep2006.pdf. Diunduh tanggal 10 Oktober 2014.

Supardan, Dadang. (2008). Peluang Pendidikan dan Hubungan Antar Etnik: perspektif pendidikan kritis-poskonialis. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Volume 2. No. 1 (2008).

Widyaningsih, Eka Deasy. (2007). Masyarakat “China Balong” Sudiroprajan Studi Interaksi Sosial Masyarakat China-Jawa di

Surakarta Pada Pertengahan-AkhirAbadxx).Tersedia pada

http://eprints.uns.ac.id/5708/1/71340607200903371.pdf. Diunduh tanggal 10 Oktober 2014.

Tesis dan Disertasi :

Karliani, Eli. (2009). Masyarakat multikultur dalam Meningkatkan Integrasi Bangsa. Tesis UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Rufai, Usman. (2010). Penegmbangan Budaya Demokrasi Dalam Relasi Antaretnik Siswa DI Daerah Pasca Konflik. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Suhaida, Dada. (2010). Orientasi Politik Masyarakat Etnis Tionghoa Kota Pontianak Dalam Penguatan Komitmen Kebangsaan. Tesis UPI Bnndung : tidak diterbitkan.

Winataputra, U. (2001) Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana pendidikan demokrasi. Disertasi Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung : tidak diterbitkan.


(1)

“naber laut” merupakan bagian pembelajaran PKn dalam memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan nilai-nilai Pancasila.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Anshory, C. H. N .(2008). Neo Patriotisme. Yogyakarta: Lki Spelangi Aksara

Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Budimansyah dan Suryadi. 2008. PKn dan Masyarakat Multikultural.

Prodi PKn Sekolah Pascasarjana UPI. Bangka dalam Angka, 2013.

Bangka dalam Angka, 2014.

Creswell, J.W. (2010). Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Puataka Pelajar.

Creswell, John W. (2012). Educational Research (Planning, Conducting and Evaluating Quantitative and Qualitatif Research (Edition Fourth). California: University of Nebrasca-Lincoln.

Danandjaja, James.( 2007). Folklor Tionghoa. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.

Geertz, Clifford. (1973). The Interpretation of Culture. Newyork : Basic Book, Inc

Geertz, Clifford. (1992). Politik Kebudayaan (terjemahan ). Yogyakarta : Kanisius.

Greel, H.G. (1990). Alam Pikiran Cina. Yogyakarta : Tiara Wacana. Heidhues Mary, F.S.(2008). Timah Bangka dan Lada Mentok. Jakarta:

ACC Grafika Raya

Idi, Abdullah. (2009). Asimilasi Cina Melayu di Bangka. Yogyakarta : Tiara Wacana.

J.Lexy. Moleong. (2004). Metodologi Penelitian suatu pendekatan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

J. Lexy. Moleong. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.


(3)

Kolip dan Setiadi. (2013). Pengantar Sosiologi. Jakarta : Kencana Prenamedia Group.

Miles, Matthew & Huberman, A. Michael. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta : UI-Press

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Liliweri, Alo. (2005). Prasangka dan Konflik. Yogyakarta : Lkis Pelangi Aksara

Mulyana dan Rakhmat. (2005). Komunikasi Antar Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nasution, S.(2003). Metode research: penelitian ilmiah: Jakarta: Bumi Aksara.

Rufai, Usman. (2010). Penegmbangan Budaya Demokrasi Dalam Relasi Antaretnik Siswa DI Daerah Pasca Konflik. Tesis. UPI

Salim, Agus. (2006). Stratifikasi Etnik. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Satori, D dan Komariyah, A. (2010). Metode penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Selayang Pandang Kabupaten Bangka (2000)

Sitanggang, Maleodyn. 2010. Rahasia Sukses Etnis Tionghoa Mendidik Anak. Jakarta : Gorga Media.

Spradley, James. P. (2007). Metode Etnografi. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Soekanto, Soerjono. (2003). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Somantri, N. 1972. Metode Mengajar Civics. Bandung: IKIP Bandung. Suryadinata, L.(2002). Negara Dan Etnis Tionghoa Kasus Indonesia.

Jakarta: LP3ES

Tilaar, H.A.R. (2007). Mengindonesiakan Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.


(4)

Wahab,A.A&Sapriya. 2008. Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan, Bandung: UPI Press SPs UI.

UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.

UU No. 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Winataputra & Budimansyah, D. 2007. Civic Education: Konteks, Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: Prodi PKn SPS UPI.

Jurnal :

Bolam, Loman. (2012). Membangun Wawasan Kebangsaan Generasi Muda Guna Memperkuat Persatuan dan Kesatuan Bangsa. Jurnal Forum Sosial, Vol, V.

Eriyanti, Fitri. (2006). Dinamika Posisi Identitas Etnis Tionghoa dalam Tinjauan Teori Identitas Sosial.Demokrasi Volume V No. 1

Firgyana, Inggan Aulia. (2014). Konsep Diri dan Interaksi Sosial Etnis Tionghoa Muallaf (Studi Fenomenologi terhadap Konsep Diri dan Interaksi Sosial Etnis Tionghoa Muallaf di Yayasan Haji Karim OEI Masjid Lautze, Jakarta Pusat).Tersedia pada http://icssis.files.wordpress.com/2013/09/2013-02-15.pdf. Diunduh tanggal 10 Oktober 2014.

Hutomo, R. D. Menemukan Nilai-nilai Karakter Dalam Interaksi Sosial Masyarakat Etnis Tionghoa dan Melayu Di Semarang. Diunduh tanggal 10 Oktober 2014.

Idi, Abdullah. (2012). Interaksi Sosial “Natural-Asimilatif” antara Etnis Muslim Cina dan Melayu-Bangka. Taqaffiyat Volume 3 No. 2 Ishardanti, Ria. (2011). Identitas Hibrid Etnis tionghoa: Studi Komunitas

China Banyumas. Tersedia

http://icssis.files.wordpress.com/2013/09/2013-02-15.pdf Diunduh tanggal 10 Oktober 2014.

Lestari, Indah. (2013). Interaksi Sosial Transmigran Spontan Dengan Penduduk Asli Di Kelurahan Sungai Daeng, Kecamatan Muntok Kabupaten Bangka Barat. Tersedia pada http// Interaksi etnis dan Golongan Tionghoa.htm. Diunduh tanggal 10 Oktober 2014.


(5)

Maftuh, B dan Sapriya. (2005) “Pembelajaran PKn melalui pemetaan konsep”. Jurnal Civicus. Vol 1, (5), 319-320.

Purnama, Surya. (2009). Interaksi Sosial Antar Etnis Cina dan Jawa Pada Masa Demokrasi Terpimpin. Tersedia pada http//jurnal.html. Diunduh tanggal 10 Oktober 2014.

Razak, A. (2002). Perspektif Kaum Muda Pasca Reformasi, Makalah Lokakarya, Surabaya.

Revida, Erika. (2006). Interaksi Sosial Masyarakat Etnik Cina Dengan Pribumi Di Kota Medan Sumatra Utara. Tersedia pada

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15293/1/har-sep2006.pdf. Diunduh tanggal 10 Oktober 2014.

Supardan, Dadang. (2008). Peluang Pendidikan dan Hubungan Antar Etnik: perspektif pendidikan kritis-poskonialis. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Volume 2. No. 1 (2008).

Widyaningsih, Eka Deasy. (2007). Masyarakat “China Balong” Sudiroprajan Studi Interaksi Sosial Masyarakat China-Jawa di Surakarta Pada Pertengahan-AkhirAbadxx).Tersedia pada http://eprints.uns.ac.id/5708/1/71340607200903371.pdf. Diunduh tanggal 10 Oktober 2014.

Tesis dan Disertasi :

Karliani, Eli. (2009). Masyarakat multikultur dalam Meningkatkan Integrasi Bangsa. Tesis UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Rufai, Usman. (2010). Penegmbangan Budaya Demokrasi Dalam Relasi Antaretnik Siswa DI Daerah Pasca Konflik. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Suhaida, Dada. (2010). Orientasi Politik Masyarakat Etnis Tionghoa Kota Pontianak Dalam Penguatan Komitmen Kebangsaan. Tesis UPI Bnndung : tidak diterbitkan.

Winataputra, U. (2001) Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana pendidikan demokrasi. Disertasi Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung : tidak diterbitkan.


(6)

Zakso, Amrozi. (2006). Identitas Keetnisan Dan Relasi Antar Etnis Siswa Daerah Rawan Konflik . Disertasi UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Sumber Internet :

Arif, Muhammad. Unsur Kebudayaan Menurut 3 Pakar Ahli. (Online). Tersedia di http://muhammadarifblogspot.blogspot.com. (27 Desember 2014)

Kompas. (2010). Warna-warni Kehidupan Tionghoa Di Bangka. (Online). Tersedia di

http://tanahair.kompas.com/read/2010/06/03/17572575/warna.warn i.kehidupan.tionghoa.di.bangka. (20 Desember 2014).

Isa, M. Ibrahim. (2012). Isu Etis Dalam Penelitian Kualitatif. (Online). Tersedia di worldpress.com. (24 Januari 2015).

Setyowati (2012). Teori Simbolik . (Online) Tersedia di http: blogspot.com/2012/03/html. (Tanggal 22 Juni 2015).


Dokumen yang terkait

Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa Dan Pribumi Di Komplek Puri Katelia Indah Di Kecamatan Medan Johor Kota Medan

10 119 99

Etos Kerja Masyarakat Melayu Batubara: Kajian Terhadap Mantra Melaut Di Kecamatan Tanjung Tiram

0 93 73

Pola Interaksi Masyarakat Pendatang Dengan Masyarakat Lokal Studi Tentang Interaksi Sosial Etnis Tionghoa Dan Etnis Karo Di Desa Lama Kecamatan Pancurbatu, Kabupaten Deli Serdang

26 200 137

Komunikasi Antarbudaya di Kalangan Mahasiswa (Identitas Etnis Mahasiswa Etnis Tionghoa dalam Kompetensi Komunikasi dengan Mahasiswa Pribumi di Kalangan Mahasiswa Fakultas Teknik stambuk 2009 dan 2010 Universitas Sumatera Utara).

5 75 211

Orientasi Nilai Keluarga Etnis Tionghoa Yang Menitipkan Orangtua di Panti Jompo (Studi Deskriptif Pada Keluarga Etnis Tionghoa Yang Menitipkan Orangtuanya di Panti Jompo Karya Kasih Medan)

29 227 96

AKULTURASI MAKANAN ETNIS TIONGHOA PADA MASYARAKAT DI KECAMATAN BINJAI KOTA.

7 19 21

ORIENTASI POLITIK MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA KOTA PONTIANAK DALAM PENGUATAN KOMITMEN KEBANGSAAN : Studi Kasus di Masyarakat Etnis Tionghoa Kota Pontianak Kalimantan Barat.

0 4 81

BENTUK INTERAKSI MASYARAKAT TIONGHOA DAN MELAYU DALAM MENJALIN KERUKUNAN DI KELURAHAN KUDAY KECAMATAN SUNGAILIAT

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Bentuk interaksi masyarakat Tionghoa dan Melayu dalam menjalin kerukunan di Kelurahan Kuday Kecamatan Sungailiat - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 20

AGAMA ETNIS ETNIS TIONGHOA TIONGHOA TIONGHOA DALAM DALAM DALAM PENINGKATAN PENINGKATAN PENINGKATAN EKONOMI EKONOMI EKONOMI DI DI DI KELURAHAN KELURAHAN MELAYU MELAYU BARU BARU BARU KECAMATAN KECAMATAN KECAMATAN WAJO WAJO WAJO KOTA KOTA KOTA MAKASSAR MAKAS

0 0 99