PEMAKNAAN IKLAN ROKOK DJARUM 76 VERSI “TERDAMPAR” (Studi Semiologi Tentang Pemaknaan Iklan Rokok Djarum 76 Versi “Terdampar” di Televisi).

(1)

“Terdampar” Di Televisi )

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur

RACHMAT RISFANDI

0543010222

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

SURABAYA


(2)

(

Studi Semiologi Tentang Pemaknaan Iklan Rokok

Djarum 76 Versi “Terdampar” di Televisi

)

Nama Mahasiswa

:

RACHMAT RISFANDI

NPM

:

0543010222

Program Studi

:

Ilmu Komunikasi

Fakultas

:

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Telah disetujui untuk mengikuti ujian skripsi

Menyetujui,

Pembimbing Utama

Zainal Abidin Achmad, M.Si, MEd

NPT.

373

 

039

 

901

 

701

 

Mengetahui

Dekan

Dra. Hj. Suparwati, M.Si

NIP. 030 175 349


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, serta sholawat dan salam penulis ucapkan kepada Baginda Rasul Nabi Allah Muhammad SAW. Karena karuniaNya, penulis bisa menyelesaikan Skripsi ini. Hanya kepadaNya-lah rasa syukur dipanjatkan atas dibuatnya Skripsi ini, dalam syarat untuk menyelesaikan skripsi. Sejujurnya penulis akui bahwa kesulitan selalu ada di setiap proses pembuatan skripsi ini, tetapi faktor kesulitan itu lebih banyak datang dari diri sendiri, kesulitan itu akan terasa mudah apabila kita yakin terhadap kemampuan yang kita miliki. Semua proses kelancaran pada saat pembuatan Skripsi tidak lepas dari segala bantuan dari berbagai pihak yang sengaja maupun tak sengaja telah memberikan sumbangsihnya. Maka penulis ″wajib″ mengucapkan banyak terimakasih kepada mereka yang disebut berikut :

1. Kedua orang tua ku yang telah mendukung, membimbing dengan penuh kasih sayang dan perhatiannya secara moril maupun materiil, serta atas do’a yang tak henti-hentinya beliau haturkan untuk penulis.

2. Ibu Dra. Ec, Hj. Suparwati, MSi selaku Dekan FISIP UPN ″Veteran″ Jawa Timur.

3. Bapak Juwito, S.Sos, MSi selaku Ketua Program Study Ilmu Komunikasi.

4. Bapak Zainal Abidin Achmad, M.Si, MEd selaku Pembimbing Utama, sebagai pembimbing yang selalu mengarahkan dan memberikan


(4)

v

masukan kepada penulis. Terima kasih sudah sabar dalam membimbing penulis selama proses pembuatan Skripsi ini.

5. Dosen-dosen Ilmu Komunikasi Terima kasih buat semua ilmunya.

Serta tak lupa penulis memberikan rasa terima kasih kepada teman-teman dan saudara-saudara yang telah membantu dalam pembuatan Skripsi ini, baik dari suport, bimbingan maupun do’anya : :

1. Buat Someone yang pernah berada di dalam kehidupanku, kamu adalah ”Bintang” yang selalu menjadi sumber inspirasiku dan pendorong semangat ku dalam pembuatan skripsi ini.

2. Teman-teman satu angkatan yang selalu mendukung dan menyuport atas pengerjaan skripsi ini.

3. Buat Eyent ma drenges makasih banyak sudah mau meluangkan waktunya buat membantu proses skripsi ini.

4. Dan teman-teman yang lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu disini. Terima kasih atas semua dukungan dan support yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan-kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Terima Kasih.Wassalam.

Surabaya, 18 Maret 2010


(5)

LEMBAR REVISI ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

ABSTRAKSI ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan Penelitian ... 5

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 5

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 7

2.1.1 Periklanan ... 7

2.1.2 Televisi sebagai media iklan... 11

2.1.3 Komunikasi Sebagai Suatu Proses Simbolik ... 14

2.1.4 Konsep Makna ... 15


(6)

2.2 Kerangka Berpikir ... 27

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 29

3.2 Kerangka Konseptual ... 30

3.2.1 Semiologi dalam Iklan Djarum 76 Versi “ Terdampar” ... 30

3.2.2 Corpus ... 33

3.2.3 Unit Analisis ... 34

3.2.3.1 Paradigma Dan Sintagma Pada Level Realitas... 35

3.2.3.2 Paradigma dan Sintagma pada level Pemaknaan... 36

3.3 Teknik Pengumpulan Data... 37

3.4 Teknik Analisis Data. ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian dan Penyajian Data ... 39

4.1.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 39

4.1.2 Penyajian Data ... 43

4.2 Hasil dan Pembahasan Semiologi Roland Barthes dalam Iklan Rokok Djarum 76 versi “Terdampar” di Televisi ... 45

4.2.1 Tampilan Visual dalam Scene 1 ... 45

4.2.2 Tampilan Visual dalam Scene 2 ... 48

4.2.3 Tampilan Visual dalam Scene 3 ... 51


(7)

4.2.7 Tampilan Visual dalam Scene 7 ... 61

4.2.8 Tampilan Visual dalam Scene 8 ... 63

4.2.9 Tampilan Visual dalam Scene 9 ... 66

4.2.10 Tampilan Visual dalam Scene 10 ... 69

4.2.11 Tampilan Visual dalam Scene 11 ... 72

4.2.12 Tampilan Visual dalam Scene 12 ... 75

4.3 Narasi Iklan Rokok Djarum 76 versi Terdampar di Televisi ... 77

4.4 Audio Dalam Iklan Rokok Djarum 76 versi Terdampar ... 77

4.5 Makna Iklan Rokok Djarum 76 versi Terdampar di Televisi dalam Pendekatan Semiologi Roland Barthes ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 80

5.2 Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(8)

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian Tentang Pemeknaan Iklan Djarum 76 versi “Terdampar” di Televisi ... 28 Gambar Tampilan visual per scene ... 84


(9)

Scene 1 Scene 2 Scene 3

Scene 4 Scene 5 Scene 6

Scene 7 Scene 8 Scene 9


(10)

Djarum 76 Versi “Terdampar” di Televisi)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna yang dikomunikasikan dalam iklan produk Djarum 76 versi “terdampar” di televisi. Penelitian ini menggunakan analisis semiolgi Roland Barthes, yakni pemaknaan terhadap penanda, petanda, level denotasi, level konotasi. Pada iklan ini berdurasi 29 detik yang terbagi dalam 12 scene di televisi.

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengamati iklan Djarum 76 versi “terdampar” di televisi secara langsung, merekam dalam bentuk digital, kemudian mengcapture berdasarkan kerangka analisis semiotik film(iklan), yang dikemukakan oleh Roland Bartes yang dibagi dalam penanda, petanda, level denotasi, dan level konotasi. Data yang terdapat dalam objek penelitian di bagi dalam tiga sestem yaitu setting, property, tanda non verbal, sudut pengambilan gambar.

Kesimpulan pada penelitian ini adalah kesimpulan yang didapat dari analisis data iklan rokok Djarum 76 versi “terdampar” di televisi adalah iklan yang banyak menampilkan unsur persahabatan dan budaya jawa melalui scene-scene iklan rokok Djarum 76 versi “terdampar” di televisi.

Kata kunci : iklan rokok, Djarum 76, Semiologi ABSTRACTION

RACHMAT RISFANDI (O543010222). MEANING CIGARETTE ADVERTISING DJARUM 76 ”CAST AWAY” VERSION (Semiology is study of meaning cigarette advertising Djarum 76 ”cast away” version on Television.

The purpose of this research is to find out the meaning which comminicated in product advertising of Djarum 76 ”cat away” version o television. This research used Roland Barthes analysis semiology, the meaning of the marker, the mark, the level of denotation and connotation’s level. In this 29 seconds duration of the video, divided into 12 scene on television.

The method used a qualitative method. The data collection was done by observising Djarum 76 ”cast away” version directly recorded in digital form, then capture the video based on the frame work of semiotic analysis, as suggested by Roland barthes, devide into the marker, the mark, level denotation and connotation level. The data contained in the object of research is devided into three systems are set, property, non-verbal signs, angle of capturing picture.

The conclusion of this research is the conclusion drawn from data analysis djarum 76 cigarette advertising ”cast away” version on television is displays elements of friendship and javanese culture through Djarum 76 is cigarette advertising ”cast away” version on television.


(11)

1

I. Latar Belakang Masalah.

Iklan adalah proses penyampaian pesan atau informasi kepada sebagian atau seluruh khalayak dengan menggunakan media. Iklan atau periklanan didefinisikan sebagai keiatan berpromosi atau berkampanye melalui media massa (Wibowo, 2003:5).

Iklan dapat digunakan untuk membangun citra jangka panjang suatu produk atau sebagai pemicu penjualan-penjualan cepat. Disadari atau tidak, iklan dapat berpengaruh tetapi juga dapat berlalu begitu cepat. Oleh karenanya, aktivitas perpindahan informasi tentang produk yang diiklankan pada khalayak harus mengandung daya tarik setelah pemirsa atau khalayak mengetahui sehingga mampu menggugah perasaan. Untuk menampilkan kekuatan iklan tidak hanya sekedar menampilkan pesan verbal tetapi juga harus menampilkan pesan nonverbal yang mendukung iklan (widyatama, 2006:16).

Salah satu media yang digunakan dalam beriklan adalah televisi. Televisi merupakan salah satu media dalam beriklan yang menggunakan warna, suara, gerakan dan musik atau dapat disebut sebagai media audio visual.

Televisi sebagai media beriklan terbukti merupakan media komunikasi yang paling efektif dan efisien sebagai media untuk informasi produk dan citra perusahaan. Kelebihan-kelebihan dan kekuatan teknologis yang dimilikinya, memungkinkan tercapainya tingkat efektifitas dan efisiensi yang diharapkan oleh


(12)

suatu perusahaan atau lembaga lainnya. Luasnya jangkauan televisi yang dapat ditempuh dalam waktu bersamaan secara serentak, pesan dan informasi yang disampaikan melalui televisi mampu menjangkau jutaan khalayak sasarannya (Sumartono, 2001:20).

Televisi menyajikan berbagai macam informasi. Informasi tidak mengalir secara harfiah, kenyataannya informasi sendiri tiada bergerak yang sesungguhnya terlihat adalah penyampaian suatu pesan, interpretasi penyampaian dan penciptaan penyampaian pesan itu sendiri.

Televisi merupakan salah satu media yang termasuk dalam kategori above the line. Sesuai dengan karakternya, iklan televisi mengandung unsur suara, gambar dan gerak, oleh karena itu pesan yang disampaikan melalui media ini sangat menarik perhatian dan impresif.

Keunggulan televisi Dari segala macam produk yang diiklankan, iklan produk rokok termasuk ke dalam kategori iklan yang terbatas dalam menvisualisasi kelebihan produknya dibandingkan iklan lainnya. Oleh karena itu, iklan rokok hanya boleh menampilkan image atau citra produk tanpa adanya perwujudan dari produk rokok tersebut. Banyak produk iklan rokok yang lari dengan menggunakan pendekatan citra.

Peraturan tentang iklan rokok di televisi tercantum dalam Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia (TKTCPI) ini tercantum sebagai berikut:

a. Iklan tidak boleh mempengaruhi atau merangsang orang untuk mulai merokok

b. Iklan tidak boleh menyarankan bahwa tidak merokok adalah hal yang wajar.


(13)

c. Iklan tidak boleh menggambarkan orang merokok dalam kegiatan-kegiatan yang dapat membahayakan keselamatan.

d. Iklan tidak boleh menampilkan ataupun ditujukan terhadap anak-anak di bawah usia 16 tahun dan wanita hamil.

e. Iklan rokok tidak boleh dimuat pada media periklanan yang khalayak sasaran utamanya adalah anak-anak di bawah usia 16 tahun

(http:www.imple.or.id).

Tata krama dan tata cara periklanan Indonesia (TKTCPI) diatas semakin mempersempit ruang gerak para produsen beserta biro iklan rokok. Untuk menampilkan ide-ide atau konsep-konsep yang lebih kreatif, sehingga untuk memvisualisasikan sebuah sebuah iklan rokok tanpa harus menampilkan bentuk dan perwujudan rokok akan tetapi dapat mengetahui jenis produk yang diiklankan.

Para pembuat iklan rokok di televisi dalam menampilkan produknya harus berpikir dua kali didalam pembuatan iklan produk mereka dan berusaha untuk lebih berpikir kreatif dalam pembuatan iklan produk mereka di televisi. Karena kreatifitas sangat diperlukan dalam beriklan terutama pada media televisi. Semakin menarik iklan yang ditampilkan maka akan semakin banyak khalayak yang tertarik dengan iklan itu.

Melalui biro-biro iklannya, perusahaan rokok berusaha untuk menciptakan karakter yang kuat atas produknya. Hal tersebut mendorong tim kreatif biro iklan televisi berusaha untuk berusaha mencari ide-ide segar dan inovatif dalam penyusunan konsep sebuah iklan rokok. Misalnya iklan rokok dalam televisi, Djarum Super menampilkan maskulinitas dan petualangsejati, kebudayaan dan alam Indonesia sebagai tampilan iklan rokok Djarum Coklat,


(14)

kenikmatan tembakau asli bersama Dji Sam Soe, dan Gudang Garam Merah dengan slogan “selera pemberani”.

Sejauh ini hampir semua iklan rokok di televisi pada umumnya menampilkan laki-laki macho, pemberani, dan pahlawan. Di dalam iklan ini mereka terlihat jelas sisi maskulinitasnya, misalnya aktivitas olahraga menantang, memperlihatkan otot, kejantanan, dan kebranian yang kebanyakan dilakukan di alam bebas. Dengan demikian iklan rokok berkreasi dengan pendekatan citra yang mencerminkan produknya, khalayak sasarannya, atau peusahaannya. Pesan iklan rokok membawa nilai dan makna budaya tertentu yang menjadi citra khas produk rokok dan ingin disampaikan pada target marketnya.

Iklan rokok selalu memiliki faktor metafora dalam menyampaikan pesannya yang mengandung makna tersembunyi. Ketertarikan peneliti pada pemilihan iklan rokok djarum 76 versi Terdampar sebagai obyek penelitian karena selain iklan tersebut masih ditayangkan dan baru serta ranah pesan dengan 2 (dua) bahasa Jawa dan Indonesia. Sifat daya tarik yang dibuat untuk menjual produk dari script iklan perpaduan dari 2 bahasa Jawa dan Indonesia sehingga penampilan orang yang terlibat memiliki variasi dalam iklan.

Visualisasi teks iklan tersebut ada tiga laki-laki yang terdampar disebuah pulau dan tiba-tiba mereka menemukan sebuah teko, dan munculah sesorang memakai baju adat jawa itu dari sebuah teko, dan orang tersebut memberikan tiga permintaan kepada ketiga laki-laki yang sedang terdampar.


(15)

Berdasarkan uraian diatas maka pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk melakukan sebuah studi semiologi untuk mengetahui pemaknaan dari iklan rokok Djarum 76 versi “Terdampar” dengan menggunakan pendekatan semiologi Roland Barthes.

1.2 Perumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pemaknaan iklan rokok Djarum 76 versi Terdampar”.

1.3 Tujuan penelitian.

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pemaknaan iklan rokok Djarum 76 versi “Terdampar” di televisi.

I.4 Kegunaan Penelitian.

1.4.1. Kegunaan Teoritis

Diharapkan pada penelitian ini dapat memberikan masukan atas wawasan serta bahan refrensi bagi mahasiswa komunikasi pada jenis penelitian semiologi, serta seluruh mahasiswa pada umumnya agar dapat diaplikasikan untuk perkembangan ilmu komunikasi.

1.4.2. Kegunaan Praktis

a. Diharapkan dapat menjadi bagian kerangka acuan bagi pihak produsen maupun biro iklan untuk menghasilkan strategi kreatif klan yang lebih inovatif dan variatif dalam


(16)

menggambarkan iklan sebagai realitas kehidupan, cermin budaya masyarakat, sehingga mudah dipahami oleh masyarakat.

b. Menambah referensi bagi mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi UPN “Veteran” Jawa Timur, khususnya mengenai studi semiologi tentang analisis iklan televisi.


(17)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Periklanan

Periklanan adalah metode komunikasi umum yang membawa pesan berupa fenomena bisnis modern yang dimana suatu cara untuk menciptakan kesadaran pilihan. Tidak ada perusahaan yang ingin maju dan memenangkan kompetisi bisnis tanpa mengandalkan iklan. Demikian pentingnya peran iklan dalam bisnis modern sehingga salah satu bonafiditas perusahaan terletak pada berapa besar dana yang dialokasikan untuk iklan tersebut. Disamping itu, iklan juga merupakan jendela kamar dari sebuah perusahaan. Keberadaannya menghubungkan perusahaan dengan masyarakat, khususnya konsumen.

Periklanan selain merupakan kegiatan pemasaran juga merupakan kegiatan komunikasi. Kegitan pemasaran meliputi strategi pemasaran, yakni sebagai logika pemasaran yang dimana dipakai sebagai unit bisnis untuk mencapai tujuan pemasaran (Kotler, 1991:416). Kegiatan komunikasi adalah sebagai penciptaan interaksi perorangan dengan menggunakan tanda-tanda yang tegas (Liliweri, 1991:20). Komunikasi juga berarti pembagian unsur-unsur perilaku, atau cara hidup dengan eksistensi seperangkat ketentuan dan pemakaian tanda-tanda. Dari segi komunikasi, rekayasa unsur pesan sangat tergantung dari siapa khalayak


(18)

sasaran yang dituju, dan melalui media apa sajakah iklan tersebut sebaiknya disampaikan.

Periklanan menurut kacamata periklanan Indonesia adalah suatu pesan yang dibayar dan disampaikan melalui srana media, antara lain: pers, radio, televisi, bioskop, yang bertujuan membujuk konsumen untuk melakukan tindak membeli atau mengubah perilakunya (Nuradi, 1996:4). Iklan pada dasarnya adalah produk kebudayaan massa. Produk kebudayaan masyarakat industri yang ditandai oleh produksi dan konsumsi massa. Massa dipandang tidak lebih dari konsumen dimana nilai-nilai kebudayaan massa hanya sebagai kepraktisan dan pemuasan jangka pendek (Jefkins, 1996:27). Hubungan konsumen dengan produsen adalah hubungan komerial semata saja. Interaksinya, tidak ada fungsi lain selain memanipulasi kesadaran, selera, dan perilaku konsumen. Iklan merupakan cara yang efektif untuk menyebarkan pesan, apakah itu bertujuan membangun preferensi merek atau mengedukasi masyarakat. Iklan lebih diarahkan untuk membujuk orang supaya membeli. Iklan memiliki empat fungsi utama, yaitu: informative, persuading, reminding, dan

entertainment. Dari keempat fungsi utama iklan tadi dimanfaatkan sedemikian rupa oleh creator iklan (dalam hal ini advertising agency dan

Production House (PH) , atas kesepakatan ide dengan pengiklan) untuk menciptakan pesan yang menarik. Sehingga tak jarang creator iklan baik versi cetak dan elektronik (yang ada di radio dan televisi) menggunakan ide-ide nakal, unik dan membuat orang penasaran.


(19)

Iklan sebagai salah satu bentuk manisfestasi budaya pop, tidak semat-mata bertujuan menawarkan dan mempengaruhi pada (calon) konsumen untuk membeli produk-produk barang atau jasa, melainkan juga turut menanamkan nilai-nilai tertentu yang secara latent atau semu tersirat didalamnya. Hamelink (1983) menyatakan bahwa iklan merekayasa kebutuhan dan menciptakan ketergantungan psikologis (Deddy Mulyana dan Idi Subandy Ibrahim, 1997:158). Dalam penyampaian pesannya, iklan selalu menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya dalam masyarakat yang akan mereka tuju.

Iklan mempunyai fungsi sangat luas Menurut Alo Weri dalam Widyatama (2007 : 144-146), yaitu adalah :

1. Fungsi Pemasaran

Fungsi pemasaran adalah fungsi iklan yang diharapkan untuk membantu pemasaran atau menjual produk. Artinya iklan digunakan untuk mempengaruhi khalayak untuk memberi dan mengkonsumsi produk. Hampir semua iklan komersial memiliki fungsi pemasaran.

2. Fungsi Komunikasi

Fungsi komunikasi adalah sebentuk pesan dari komunikator kepada khlayaknya. Sama halnya dengan berbicara kepada orang lain, maka iklan juga merupakan pesan yang menghubungkan antara komunikator dengan komunikan.


(20)

3. Fungsi Pendidikan

Fungsi ini mengandung makna bahwa iklan merupakan alat yang dapat membantu mendidik khalayak mengenai sesuatu, agar mengetahui dan mampu melakukan sesuatu. Mendidik dalam hal ini cenderung diartikan dalam perspektif kepentingan komersialisme, industrialisme, dam kapitalisme. Artinya situasi khalayak yang sudah terdididik tersebut dimaksudkan agar khlalayak siap menerima produk yang dihasilkan produsen.

4. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi mengandung makna bahwa iklan mampu menjadi penggerak ekonomi agar kegiatan ekonomi tetap dapat berjalan. Fungsi ini terjadi karena melalui iklan, masyarakat menjadi terbujuk untuk membeli barang dan melakukan konsumerisme. 5. Fungsi Sosial

Dalam fungsi ini, iklan telah mampu menghasilakan dampak sosial psikologis yang cukup besar. Iklan membawa berbagai pengaruh dalam masyarakat, seperti munculnya budaya konsumerisme, menciptakan status sosial baru, menciptakan budaya pop dan sebagainya.

Selain itu, iklan juga mampu berfungsi sebagai penyambung komunkasi antar personal. Sering terjadi ditengah kehidupan masyarakat, iklan dijadikan sebagai sarana untuk berbasa-basi guna mengawali


(21)

komunikasi maupun mencairkan suasana yang terjadi antara seseorang dengan orang l ain.

I.4.1 Televisi Sebagai Media Iklan

Pada dasarnya media televisi bersifat hanya sekilas dan penyampai pesannya dibatasi oleh durasi (jam, menit, detik). Pesan dari televisi tidak dapat di ulang kecuali bila direkam. Pesan di media televisi memiliki kelebihan tersendiri karena tidak hanya dapat didengar tetapi juga dapat dilihat dalam gambar bergerak (audio visual). Televisi merupakan media yang paling disukai oleh para pengiklan. Hal tersebut disebabkan keistimewaan televisi yang mempunyai unsur audio visual sehingga para pengiklan percaya bahwa televisi mampu menambah daya tarik iklan diandingkan media lain. Televisi diyakini sangat berorientasi mengingatkan khalayak sasaran terhadap pesan yang akan disampaikan (Kasali, 1992:172).

Penggunaaan televisi dalam mengkampanyekan iklan mempunyai kemampuan dalam membangun citra, iklan televisi mempunyai cakupan, jangkauan, repetisi yang tinggi dan dapat menampilkan pesan multimedia (suara, gambar, dan animasi) yang dapat mempertajam ingatan (Suryanto, 2005:4-5).

Penggunaan televisi sebagai media beriklan bukanlah sebuah ruang kosong yang hampa makna, tetapi merupakan sederet penanda (signifiers) yang membawa bersama sederet petanda atau makna (signifieds),


(22)

menyangkut gaya hidup, karakter manusia, nilai kepemimpinan, hingga wajah realitas sosial masyarakat. (www.kompas.com).

Teknik visualisasi adalah salah satu bagian dari unsur iklan, yang merupakan teknik-teknik pekerjaan yang diapadukan sedemikian rupa dengan merekayasa gambar atau produk yang ingin ditampilkan secara audio visual menjadi sebuah karya seni yang dapat mempengaruhi khalayak. Sehingga gambar dapat menarik perhatian khalayak atau pemirsa.

Unsur-unsur iklan yang dimaksud adalah bagian-bagian dalam iklan yang ditayangkan di televisi, yang terdiri dari video, suara (audio),

model (talent), peraga (props), latar (settings), pencahayaan (lighting), grafik (grapich), kecepatan (pacing). (Wells, Burnet & Mariarty, 1999 : 391-394).

1. Unsur video segala sesuatu yang ditampilkan dilayar yang bias dilihat pada iklan di televisi merupakan stimulus yang merangsang perhatian khalayak atau dijadikan perhatian karena pada dasarnya manusia secara visual tertarik pada obyek yang bergerak. Dengan kata lain manusia lebih tertarik pada iklan display yang bergerak.

2. Unsur suara atau audio dalam iklan televisi, pada dasarnya sama dengan di radio, yaitu dengan memanfaatkan musik, lagu-lagu singkat

(jingle), atau suara orang (voice). Misalnya, seorang model iklan menyampaikan pesan, langsung kepada khalayak melalui dialog yang terekam pada kamera.


(23)

3. Unsur aktor atau model iklan (talent) juga menjadi unsur penting dalam iklan. Sebagaimana banyak studi yang menunjukkan bahwa keefektifan komunikasi juga ditentukan oleh ciri-ciri dari komunikator, seperti kredibilitas dan daya tarik.

4. Alat peraga (props) adalah peralatan-peralatan lain yang digunakan untuk mendukung pengiklanan sebuah produk. Misalnya, untuk mengklankan sebuah rokok akan terlihat lebih menarik yang mendukung keberadaan seorang model iklan yang berpenampilan menarik. Unsur utama alat peraga ini harus merefleksikan karakter, kegunaan, dan keuntungan produk, seperti logo, kemasan dan cara penggunaan suatu produk.

5. Latar atau suasana (setting) adalah tempat atau lokasi dimana

pengambilan gambar (shooting) ketika adegan tertentu dalam iklan itu berlangsung. Lokasi tersebut dipilih berdasakan tema iklan.

6. Unsur pencahayaan (lighting) sangat penting untuk menarik perhatian khalayak dalam menerima suatu obyek tentang kejelasan gambar. 7. Unsur gambar atau tampilan yang bias dilihat pada iklan di televisi

merupakan stimulus yang merangsang perhatian khalayak dalam menerima kehadiran sebuah obyek, dan diharapkan khalayak lebih mudah menerima dan mempersepsikan makna yang disampaikan. Unsur gambar ini misalnya mengandalkan komposisi warna atau bahasa tubuh (gesture) dari pameran iklan.


(24)

8. Unsur kecepatan atau pengulangan merupakan unsur yang sering dipakai, yaitu dengan melakukan pengulangan slogan-slogan atau kata-kata. Sebagai contoh misalnya pengulangan nama merk atau keunggulan produk dibandingkan yang lain. Sebagaimana teori dalam gaya bahasa bahwa sesuatu hal yang disampaikan berkali-kali bila disertai variasi akan menarik perhatian orang.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa suatu iklan akan berhasil apabila memenuhi unsur-unsur yang menjadi komponen iklan. Unsur-unsur iklan yang dimaksud adalah video, suara, model, peraga, latar, pencahayaan, grafik, dan kecepatan. Semua komponen iklan tersebut harus lengkap guna memperoleh hasil yang optima, karena dengan kurangnya salah satu komponen akan membuat iklan tersebut tidak menarik.

I.4.2 Komunikasi Sebagai Suatu Proses Simbolik

Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah simbolisasi atau penggunaan lambang. Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama.

Simbol adalah segela sesuatu (benda, nama, warna, konsep) yang memiliki arti penting lainnya (makna budaya yang diinginkan). Keberadaan simbol menjadi penting dalam menjelaskan fenomena


(25)

komunikasi. Simbol merupakan produk budaya suatu masyarakat untuk menangkap ide-ide, makna dan nilai-nilai yang ada pada diri mereka (Sumarwan, 2002:181).

Penggunaan lambang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia, dan sangat penting dalam komunikasi. Apa saja bisa dijadikan lambang, tergantung pada kesepakatan bersama. Kata-kata (lisan atau tulisan), isyarat anggota tubuh, makanan dan cara makan dan sebagainya, semua itu bisa menjadi lambang karena lambang ada dimana-mana baik melalui majalah yang dibaca, lagu lewat radio, berita televisi, spanduk di pinggir jalan, maupun gambar yang dilihat di surat kabar (Mulyana, 2004:98).

I.4.3 Konsep Makna

Bentuk makna diperhitungkan sebagai istilah, sebab bentuk ini mempunyai konsep dalam bidang ilmu tertentu, yakni dalam bidang ilmu linguistik. Dalam penjelasan Umberto Ecco, makna dari sebuah wahana tanda adalah satuan budaya yang diperagakan oleh wahana-wahana tanda yang lainya.

Ada tiga hal dijelaskan para filsuf dan linguist sehubungan denga usaha menjelaskan istilah makna, yaitu : (1) menjelaskan makna secara alamiah, (2) mendeskripsikan kalimat secara alamiah, (3) mejelaskan makna dalam proses komunikasi (Kempson, 1977:11 dalam Sobur, 2003:256). Pemaknaan lebih menurut pada kemampuan integratif manusia,


(26)

indrawinya, daya pikirnyadan akal budiny. Pemaknaan dapat mennjangkau yang etik maupun transcenedental. Dalam kegiatan simbolik orang menginterpretasikan objek dengan cara yag bermakna dan dengan membentuk citra mental tentang objek tertentu yyang lebih konkret lagi (Nimon, 1993:79-80).

Ada beberapa teori makna yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan pemaknaan, seperti yang dirumuskan oleh Wendell Johnson, yakni :

a. Makna dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. Kita menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan. Akan tetapi, kata-kata inipun tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita maksud.

b. Makna sangat dinamis. Meskipun kata-kata relatif statis namun makna selalu berubah, sesuai dengan perkembangan jaman dan

cultural meaning.

c. Makna membutuhkan acun. Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia nyata, komunikasi dikatakan nyata bila mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal.

d. Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makna. Misal :

Public Relation menjadi Purel.


(27)

f. Keluasan makna memiliki implikasi negatif (timbulnya perbedaan pemaknaan atas suatu tanda / relative interpretative).

g. Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita peroleh dari suatu teks bersifat multi aspek dan sangat kompleks, hanya sebagian saja yang dapat dijelaskan.

I.4.4 Pendekatan Semiotik Dalam Iklan Televisi

Pendekatan makna memfokuskan pada bagaimana sebuah pesan atau teks berinteraksi dengan orang disekitarnya untuk dapat menghasilkan sebuah makna. Ini berhubungan dengan peranan teks dalam budaya kita dan seringkali menimbulkan kegagalan komunikasi karena pemahaman yang berbeda antara pengirim pesan dengan penerima pesan. Namun yang ingin dicapai adalah signifikasinya dan bukan pada kejelasan pesan yang disampaikan. Pendekatan yang berasal dari perspektif tentang teks (iklan) dan budaya ini dinamakan pendekatan semiotik. Teks dilihat sebagai sistem tanda yang terkodean. John Fiske (1991) menekankan bahwa teks televisi bersifat ambigu, media tersebut bersifat polisemik (penuh kode dan tanda) (Burton, 2000:47).

Semiotik adalah teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda dan simbol sebagai bagian dari sistem kode yag digunakan untuk mengkomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki ketika tanda-tanda tersebut membentuk


(28)

sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis disetiap kegiatan dan kegiatan dan perilaku manusia. Tanda dapat diartikan sebagai perangkat yang dipakai dalam upaya mencari jalan di dunia ini, di tengah manusia dan bersama manusia.

Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas obyek-obyek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda (Ecco dalam Sobur, 2001). Semiotik ingin membongkar bahasa secara keseluruhan. Dalam kaitan dengan televisi pesan dibangun dengan tidak semata-mata, rangkaian gambar dalam iklan adalah gambar bergerak yang dapat menciptakan imaji dan sistem penandaan.

Menurut Fiske, analisis semiotik pada film (iklan) dapat dibagi menjadi beberapa level yaitu :

1. Level Realitas

Pada level ini realitas dapat dilihat dari kostum pemain, tata rias, lingkungan, gerak tubuh, ekspresi, suara, perilaku, ucapan, dan lainnya sebagai kode budaya yang ditangkap melalui kode-kode teknis. 2. Level Representasi

Meliputi kerja kamera, penncahayaan, editting, suara dan casting. 3. Level Ideologi

Meliputi suatu kesatuan dan penerimaan sosial seperti kelas,patriarki, dan gender.

Pada semiotik film (iklan) model linguistic menggeneralisasikan secara kasar bahwa dalil-dalil dalam film (iklan) sama dengan bahasa tulis


(29)

seperti, frame sebagai kata, shot sebagai kalimat, scene sebagai paragraf, dan squence sebagai bab. Unit analisis sebuah film (iklan) adalah shot

yang dibatasi oleh cut dan movement. Shot adalah hasil pengambilan gambar sejak kamera menyala (on) hingga padam (off). Scene adalah kumpulan atau rangkaian beberapa shot hingga membentuk adegan tertentu (Atmaja, 2007:49). Penerapan semiotik pada iklan televisi harus memperhatikan aspek medium televisi yang berfungsi sebagai tanda yaitu jenis pengambilan kamera (shot) dan kerja kamera. Dengan cara tersebut peneliti bisa memakai shot apa saja yang muncul dan bagaimana maknanya. Ada banyak istilah dalam pengambilan gambar, secara umum ada empat shot yakni : (1) Close Up, (2) Medium Shot, (3) Full shot, (4)

Long Shot. Sedangkan geraka kamera terhadap objek seperti

menggerakkan kamera secara horizontal,tilting, kamera bergerak dari atas kebawah, dan tracking, kamera bergerak mendekati atau menjauhi gambar (Atmaja, 2007:126-130)

Selain shot dan camera work, suara juga penting untuk diperhatikan. Suara meliputi sound effect dan musik. Televisi sebagai media audio visual tidak hanya mengandung unsur visual tetapi juga suara, karena suara merupakan aspek kenyataan hidup. Suara keras, menghentak, lemah, memiliki makna yang berbeda-beda. Setiap suara mengekspresika sesuatu yang unik.


(30)

(a) Teknik Kamera

Ada tiga jenis shot gambar yang paling dasar yaitu meliputi :

1) Long Shot (LS) yaitu shot ganbar yang jika objeknya adalah manusia maka dapat diukur antara lutut kaki hingga sedikit ruang di atas kepala. Dari jenis shot ini dapat dikembangkan lagi yaitu Extreme Long Shot (LES), mulai dari sedikit ruang dibawah kaki hingga ruang tertentu di atas kepala. Long Shot ini menggambarkan dan memberikan informasi kepada penonton mengenai penampilan tokoh (termasuk bahasa tubuh, mulai dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki) yang kemudian mengarah pada karakter serta situasi dan kondisi yang sedang terjadi pada adegan itu.

2) Medium Shot (MS), yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah manusia, maka dapat diukur sebatas dada hingga sedikit ruang diatas kepala. Dari medium shot dapat dikembangkan lagi, yaitu Wide Medium Shot (WMS), gambar medium shot tapi agak melebar kesamping kanan kiri. Pengambilan ganbar Medium shot menggambarkan dan memberikan informasi kepada penonton tentang ekspresi dan karakter, secara lebih dekat dibandingkan


(31)

3) Close-Up (CU), yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah manusia, maka diukur dari bahu hingga sedikit ruang di atas kepala. Pengambilan gambar close-up

menggambarkan dan memberikan informasi kepada penonton tentang penguatan ekspresi dan dialog penting untuk lebih diperhatikan penonton.

4) Extreme Close-Up, menggambarkan secara details

ekspresi pemain dari suatu peristiwa (lebih detail pada ekspresi tubuh, seperti mata, bibir, tangan, dan sebaginya)

Sedangkan untuk teknik perpindahan kamera antara lain :

1)Zoom, yaitu gerakan kamera yang secara pelan dan cepat, baik sesungguhnya maupun buatan, menuju suatu objek. Juga diterapkan ketika menjauhi objek (Suryanto, 2005:155). Biasanya digunakan untuk memberi kejutan pada penonton, penekanan dialog dan atau tokoh, setting

serta informasi tentang situasi dan kondisi.

2)Dollying (trucking), yaitu pergerakan kamera pengambilan gambar dengan menggunakan kendaraan beroda yang mengakomodasikan kamera dan operator kamera. Kecepatan dollying ini mampu mempengaruhi perasaan penonton


(32)

3)Follow Shot, yaitu pengambilan gambar dengan kamera bergerak berputar untuk mengikuti pemeran dalam adegan. 4)Swish Pan, yaitu gerakan panning ketika kamera

digerakkan secara cepat dari satu sisi ke sisi lain, menyebabkan gambar di film menjadi kabur untuk memunculkan kesan gerakan mata secara cepat dari satu sisi ke sisi lain (Suryanto, 200:174).

I.4.5 Semiologi Roland Barthes

Roland Barthes adalah filsuf, kritukus sastra, dan semiologi Prancis yang paling eksplisit mempraktekkan semiologi itu menjadi metode untuk untuk menganalisa kebudayaan. Tanda bersumber dari refrensi sosial budaya yang disepakati bersama untuk dijadikan masyarakat sebagai pedoman dan acuan untuk berkomunikasi. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut pengalaman berbagi. Barthes mengemukakan teorinya tentang makna konotatif. Makna konotatif meliputi aspek makna yang berkaitan dengan perasaan dan emosi serta nilai-nilai kebudayan dan ideologi. Ini terjadi apabila makna bergerak menuju subjektif atau setidaknya intersubjektif. Semuanya itu berlangsung ketika interpretant dipengaruhi sama banyaknya oleh penafsir dan objek atatu tanda.


(33)

Konotasi identik dengan oporasi ideologi, yang disebutnya sebagai mitos dan berfungsi untuk mengungkkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang sudah ada sebelumnya. Mitos adalah cerita yang digunakan suatu kebudayaan untuk menjelaskan atau memahami beberapa aspek dari realitas atau alam. Mitos biasanya dianggap seagai impian kolektif, basis ritual, atau semacam “permainan” estetika semata, dan figur-figur mitologisnya sendiri dipikirkan hanya sebagai wujud abstraksi. Mitos memiliki hubungan nyata dengan bahasa itu sendiri karena merupakan satu bentuk pengucapan manusia sehingga anlslisisnya bisa diperluas ke bidang linguistik struktural.

Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda. Penanda adalah aspek materil dari bahasa apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran atau konep. Jadi petanda adalah aspek mental dari bahasa. Sedangkan tanda merupakan hasil perpaduan keduanya. Penanda mewakili elemen konsep atau makna. Kesatuan antara penanda dan petanda itulah yang disebut sebagai tanda.

Konotasi mencakup seleksi atas apa yang masuk dalam bingkai (frame), fokus, rana, sudut pandang kamera, mutu film dan sebagainya. Denotasi adalah apa yang difoto dan konotasi adalah bagaimana memfotonya (John Fiske, 1990:118-119). Penanda konotasi dibangun


(34)

tanda dari sistem denotasi, konotasi memiliki komunikasi yang sangat dekat dengan budaya, pengetahuan, dan sejarah (Kuniawan, 2001:68).

Teks-teks yang telah terorganisir dalam sebuah sistem dinamakan sebagai kode. Roland Barthes dlam bukunya S/Z seperti dikutip Alex Sobur dan Yasraf A.Pialang, mengelompokkan kode-kode tersebut menjadi lima kisi-kisi kode, yaitu :

Kode hermeneutik atau kode teka-teki berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode teka-teki merupakan unsur struktur yang utama dalam narasi tradisional. Di dalam narasi ada suatu kesinambungan antara pemunculan suatu peristiwa teka-teki dan penyelesainnya di dalam cerita (Sobur, 2006:65)

Kode semik atau kode konotatif banyak menawarkan banyak sisi. Dalam proses pembacaan, pembaca menyusun tema suatu teks. Ia melihat bahwa konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan konotasi kata atau frase yang mirip. Jika kita melihat suatu kumpulan satuan konoatsi, kita menemukan tema di dalam cerita. Jika sejumlah konotasi melekat pada suatu nama tertentu, kita dapat mengenali suatu tokoh dengan atribut tertentu. Perlu dicatat bahwa Barthes menganggap denotasi sebagai konotasi yang paling kuat dan paling “akhir” (Sobur, 2006:65-66)

Kode simbolik merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas bersifat struktural, atau tepatnya menurut konsep Barthes,


(35)

pascastruktural. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi biner atau pembeda baik dalam taraf bunyi menjadi fenom dalam proses produksi wicara, maupun taraf oposisi psikoseksual yang melalui proses. Dalam suatu teks verbal, perlawanan yang bersifat simbolik seperti ini dapat dikodekan melalui istilah-istilah retoris seperti antitesis, yang merupakan hal yang istimewa dalam sistem simbol Barthes (Sobur, 2006:66)

Kode proaretik atau kode tindakan mengimplikasi suatu logika perilaku manusia seperti tindakan-tindakan yang membuahkan dampak-dampak dimana masing-masing dampak-dampak memiliki nama generik tersendiri, semacam “judul” bagi sekuans yang bersangkutan (Budiman, 2003:56 ). Kode ini dianggap Barthes sebagai perlengkapn utama teks yang dibaca orang; artinya, antara lain, semua teks yang bersifat naratif. Secara toritis Barthes melihat semua lakuan data dikodifikasi. Pada praktiknya, ia menerapkan beberapa prinsip seleksi (Sobur, 2006:66).

Kode gnomik atau kode kultural banyak jumlahnya. Bisa berupa kode-kode pengetahuan atau kerifan yang terus menerus dirujuk oleh teks, atau yang menyediakan semacam dasar autoritas moral dan ilmiah bagi suatu wacana. Kode ini merupakan acuan teks ke benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya. Menurut Barthes, realisme tradisional didefinisi oleh ke acuan ke apa yang telah diketahui. Rumusan suatu budaya atau sub-budaya adalah hal-hal kecil yang telah dikodifikasi yang diatasnya para penulis bertumpu (Sobur, 2006:66)


(36)

2.1.7 Persahabatan dalam Iklan Djarum 76

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia sendiri, persahabatan yang diambil dari kata dasar sahabat mempunyai arti sekumpulan individual yang berkumpul menjadi satu bagian (KUBI, W.J.S Poerwadarminta 1999-67). Persahabatan itu sendiri merupakan salah satu bentuk solidaritas yang terbentuk atas pertemanan berbagai kepribadian yang berbeda-beda antara individu yang satu dengan yang lainnya.

Dalam peraturan periklanan Indonesia, iklan rokok tidak diperbolehkan untuk mejelaskan produknya secara langsung. Maka perusahaan rokok berlomba-lomba mengiklankannya dengan cara lain. Dalam iklan Djarum 76 versi “Terdampar” di televisi menampilkan persahabatan sebagai salah satu unsur utama yang ditampilkan pada iklan tersebut. Unsur persahabatan yang diusung oleh djarum 76 berdasar pada sifat budaya yang berada di Indonesia dimana Negara yang memiliki beragam budaya tetapi tetap bisa bersatu dan rukun. Hal terebut menandakan masyarakat Indonesia yang juga termasuk pasar dari Djarum 76, cukup mudah dalam bersosialisasi.

2.2 Kerangka Berpikir

Iklan televisi sebagai telah menjadi media ampuh bagi perusahaan dalam mempromosikan produk. Agar tampak di mata pemirsa televisi, maka sudah menjadi rahasia umum jika dibutuhkan talent atay endorser berikut segala macam


(37)

bentuk atau imaji yang diciptakan sebagai penyampai pesan. Tanpa kehadirannya, mustahil sebuah iklan televisi akan memperoleh perhatian pemirsa.

Setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda-beda dalam memahami suatu peristiwa atau obyek. Hal ini dikarenakan latar belakang pengalaman (field of experience) dan pengetahuan (frame of reference) yang berbeda-beda.

Dalam penelitian ini peneliti akan menganalisa pemaknaan iklan rokok Djarum 76 versi “terdampar” yang ditayangkan di televisi. Dengan konsep iklan yang berbeda, unik dan menyimpang dengan iklan rokok yang lain. Tokoh dalam iklan rokok Djarum 76 versi “Terdampar” adalah seorang jin yang memakai pakaian adat Jawa (Jawa Tengah/Yogyakarta) dengan logat (gaya bahasa) yang kental dan ketiga laki-laki yang terdampar disebuah pulau yang kebingungan mencari bantuan.

Dalam penelitian ini peneliti melakukan pemahaman terhadap tanda dan lambang yang dalam hal ini adalah iklan rokok Djarum 76 versi “Tedampar”. Tanda-tanda yang terdapat dalam setiap bentuk penggambaran iklan secara keseluruhan tersebut dikaji berdasarkan teori yang sesuai dengan peristiwa yang melatarbelakangi pembuatan iklan Djarum 76 versi “Terdampar” di televisi.

Dengan menggunakan pendekatan semiologi Roland Barthes dan teori-teori yang digunakan peneliti guna mendukung penelitian ini, maka dapat diperoleh suatu hasil interpretasi mengenai pemaknaan iklan rokok Djarum 76 versi “Terdampar” di televisi.


(38)

Adapun hasil dari kerangka diatas dapat digambarkan dalam bentuk bagan:

Gambar 2.2

Bagan Kerangka Pikir Peneliti Tentang Pemaknaan Iklan Djarum 76 versi “Terdampar” di televisi

Iklan produk rokok Djarum

76 versi “Terdampar”

di televisi

Analisis semiologi Roland Barthes : 5 kode yaitu kode hermeneutic, semik, simbiolik, proaretik,

dan kultural

Hasil pemaknaan iklan

produk rokok Djarum 76 versi ”Terdampar” di


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian.

Penelitian ini merupakan suatu kegiatan (ilmiah) yang ditempuh melalui serangkaian proses yang panjang. Dalam konteks ilmu sosial, kegiatan penelitian diawali dengan adanya minat untuk mengkaji secara mendalam terhadap munculnya fenomena tertentu (Bungin, 2007:66-67).

Analisis kualitatif berangkat dari pendekatan fenomenologisme yang sebenarnya lebih banyak alergi terhadap pendekatan postivisme yang dianggap terlalu kaku, hitam-putih, atau terlalu taat asas. Alasannya bahwa analisis fenomenologisme lebih tepat digunakan untuk mengurangi persoalan subjek manusia yang umumnya tidak taat asas, berubah-ubah dan sebagainya. Analisis kualitatif umumnya tidak digunakan untuk mencari data yang tampak di permukaan itu. Dengan demikian analisis kualitatif digunakan untuk memahami sebuah fakta, bukan untuk menjelaskan fakta tersebut (Bungin, 2007 :66-67).

Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan semiologi, untuk menginterpretasikan penggambaran iklan pada media elektronik yaitu televisi, yang akan dijadikan sebagai objek penelitian ini adalah iklan produk rokok Djarum 76 versi “Terdampar”.


(40)

Untuk menginterpretasikan objek penelitian dari iklan produk rokok Djarum 76 versi “Terdampar” terlebih dahulu harus diketahui sistem tanda dan gambar yang terdapat dalam penelitian ini. Karena itulah,peneliti menggunakan pendekatan semiologi untuk menganalisa atau menafsirkan makna yang terdapat dalam iklan tersebut (christomy dan yuwono 2004 :99)

Selain itu pada dasarnya pendekatan semiologi bersifat kualitatif interpertatif (interpretation), yaitu sebuah metode yang memfokuskan dirinya pada tanda dan teks sebagai objek kajiannya, serta bagaimana peneliti menafsirkan dan memahami kode (decoding) dibalik tanda dan teks tersebut (piliang, 2003 : 270).

3.2 Kerangka Konseptual

3.2.1 Semiologi Dalam Iklan Djarum 76 versi “Terdampar”

Semiologi berasal dari prancis yang dimana metode ini dikemukakan oleh filusuf Prancis yaitu Roland Barthes. Dimana Barthes merupakan pelopor aliran semiotik konotasi. Ia juga dikenal sebagai seorang pemikir strukturalis yang mempraktekkan model linguistik dan semiologi Saussurean. Barthes mengemukakan teorinya tentang makna konotatif. Makna konotatif meliputi aspek makna yang berkaitan dengan perasaan dan emosi serta nilai-nilai kebudayaan dan ideologi. Ini terjadi apabila makna bergerak menuju subyektif atau setidaknya intersubyektif. Maka Metode yang digunakan dalam iklan Djarum 76 versi “Terdampar” adalah menggunakan metode semiologi Roland


(41)

Barthes dimana metode ini dianggap peneliti lebih eksplisit untuk menganalisa iklan tersebut.

Seperti dalam iklan Djarum 76 versi ”Terdampar” ini yang banyak mengusung ke ideologi budaya sehingga cara peneliti didalam menganalisa iklan tersebut menggunakan pendekatan metode Roland Barthes. Karena Menurut Barthes, realisme tradisional didefinisi oleh ke acuan ke apa yang telah diketahui. Rumusan suatu budaya atau sub-budaya adalah hal-hal kecil yang telah dikodifikasi yang diatasnya para penulis bertumpu (Sobur, 2006:66).

Dalam iklan Djarum 76 versi “Terdampar” ditelevisi menampilkan kebudayaan sebagai salah satu unsur utama yang ditampilkan dalam iklan tersebut. Berbeda dengan kenyataannya, dimana disuatu pantai ada tiga pemuda yang sedang terdampar kemudian mereka menemukan suatu teko yang terbawa ombak, kemudian teko itu diambil oleh salah satu pemuda, setelah dipegang teko tersebut meledak kemudian dari teko tersebut keluar jin yang memakai baju adat Jawa. Kemudian jin Jawa itu memberikan tiga permintaan kepada ketiga pemuda yang sedang terdampar itu. Ada beberapa bagian dari iklan ini yang menjadi daya tarik penonton yaitu bagian yang menampilkan budaya Jawa yaitu dalam segi busana dan yang utama adalah tata bahasa yang digunakan dalam iklan ini.

Dalam iklan tersebut terdapat lima kode dalam teori semiologi Barthes dalam bukunya S/Z seperti dikutip Alex Sobur dan Yasraf A.Pialang, mengelompokan menjadi lima kisi-kisi kode, yaitu :


(42)

1. Kode Hermeneutik atau kode teka-teki berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Dapat dicontohkan pada iklan tersebut terdapat pada scene 2 dan scene 3 dimana ketiga pemuda menemukan “Teko” pada saat dipegang (bahwa “Teko ajaib” dalam mitos yang masyarakat ketahui kalau digosok bisa mengeluarkan jin dan dapat mengabulkan suatu permintaan).

2. Kode Semik atau kode konotasi yaitu dalam proses pembacaan, pembaca menyusun tema pada suatu teks sehingga banyak menawarkan banyak sisi. Yang contohnya terdapat pada scene 4 yaitu ekspresi ketiga pemuda yang kebingungan setelah melihat jin yang akan memberikan tiga permintaan kepada ketiga pemuda itu. Scene 6 pada pemuda pertama yang mengutarakan permintaan dengan kata “aku pengen pulang…”.

3. Kode Simbolik merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas bersifat pascastruktural yang didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi biner atau sebagai pembeda baik dalam taraf bunyi menjadi fenomenal dalam proses produksi wicara. Contohnya terdapat pada scene 7 dimana pemuda kedua mengutarakan permintaan “sama”.

4. Kode Proaretik atau kode tindakan yaitu mengimplikasi suatu logika perilaku manusia seperti tindakan-tindakan yang membutuhkan dampak-dampak dimana masing-masing dampak memiliki nama generic sendiri. Dapat dicontohkan dalam iklan ini pada scene 8 dan 9 dimana pemuda ketiga tersebut berkata “Sepi Rek…!! Nah aku pengen mereka mbalik…”.


(43)

5. Kode Gnomik atau kode kultural merupakan acuan untuk teks ke benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya. Dapat dicontohkan dalam iklan ini yang terdapat pada scene 12 dengan kata “Yang penting heppiii…”.

3.2.2 Corpus

Corpus merupakan kumpulan bahan yang terbatas dan dilakukan pada perkembangannya oleh analisa dengan kesemenaan. Corpus haruslah cukup luas untuk memberikan harapan yang beralasan bahwa unsure-unsurnya akan memelihara sebuah system kemiripan dan perbedaan yang lengkap. Corpus juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogen pada taraf subtansi maupun homogen pada taraf waktu (sinkroni) (kurniawan, 2001 : 70).

Sebagai analisis, Corpus bersifat terbuka pada konteks yang beraneka ragam yang memungkinkan untuk memahami khalayak aspek dari sebuah teks yang tidak dapat ditangkap atas dasar suatu analisis yang bertolak dari unsur tertentu yang terpisah dan berdiri dari teks yang bersangkutan (Arkoun, 2003:40).

Corpus adalah kata lain dari sample, bertujuan tetapi khusus untuk analisis semiologi dan analisis wacana. Pada penelitian kualitatif ini memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi alternatif. Corpus dari penelitian ini adalah tiap potongan scene iklan produk rokok Djarum 76 versi


(44)

“Terdampar” di televisi. Total potongan scene dalam iklan Djarum 76 versi terdampar“ terdiri dari 12 scene.

3.2.3 Unit Analisis

Untuk menjawab pemaknaan budaya Jawa dan perhabatan dalam iklan produk rokok Djarum 76 versi “Terdampar” di televisi dalam penelitian ini adalah keseluruhan tanda-tanda dalam komposisi pada iklan tersebut. Kemudian di interpretasikan dengan meggunakan pendekatan John Fiske.

Menurut Claude Levi Strauss (Berger, 1982:30) analisis sintakmantik sebuah teks memungkinkan pengungkapan makna secara eksplisit dan analisis paradigmatik akan mengungkap makna tersembunyi dari suatu teks. Analisis paradigmatik suatu teks mencakup pencarian pola-pola tersembunyi dari hal-hal yang berlawanan yang tersembunyi di dalamnya, dan karena hal-hal tersebut menghasilkan suatu makna. Dalam membuat analisis paradigmatik suatu teks terdapat beberapa kesalahan yang harus dihindari. Petama harus dipastikan untuk menghilangkan hal yang berlawanan yang sebenarnya sebagai sesuatu yang berlawanan terhadap sebuah pengingkaran. Berger menyarankan ‘ugly’

adalah lawan kata ‘beauty’, dan ini yang seharusnya dipakai daripada kata ‘unugly’ atau ‘non ugly’. Kedua, pastikan bahwa sesuatu yang akan dianggap berlawanan terikat dengan karakter dan peristiwa dalam teks. Sebuah sintagma adalah rantai (chain) dan sebuah analisis sintagmatik dari teks melihatnya sebagai sebuah sequence dari peristiwa yang membentuk


(45)

Oleh karena itu pada iklan Djarum 76 versi “terdampar” di televisi yang harus diperlihatkan adalah aspek-aspek dari medium (televisi). Aspek-aspek ini berfungsi sebagai signs, yaitu pengambilan kamera (shots) ,cut, fade kerja kamera (camera work), teknik pencahayaan (lighting), gerak tubuh (gesture), warna, suara (efek dan musik), dan lain sebagainya (Berger, 1982:38).

Unit analisis iklan Djarum 76 versi “Terdampar” di televisi berupa paradigma dan sintagma yang ada pada level realitas dan pemaknaan , yaitu :

3.2.3.1 Paradigma Dan Sintagma Pada Level Realitas

1. Setting (situation)

Paradigma dari setting ini terdiri dari :

a. Lokasi yang digunakan pada iklan Djarum 76 versi “terdampar”

indoor atau outdoor?

b. Bagaimana penggambaran iklan Djarum 76 versi “terdampar” realitas atau abstrak?

c. Apakah simbol-simbol bayangan yang ditonjolkan, fungsi serta bagaimana maknanya?

d. Apakah penggambaran tersebut bersifat historikal atau kontemporer?

2. Kostum dan make-up (clothing dan make-up)

Paradigma dari kostum dan make up terdiri dari :


(46)

b. Menurut kode sosial dan kultural, apakah kostum, pakaian dan

make-up tersebut dapat memberikan signifikasi status sosial, kesejahteraan?

3. Aktivitas (activities)

paradigma dari aktivitas (activaties) ini terdiri :

a. Apakah aktivitas yang dilakukan oleh bintang iklan Djarum 76 versi “terdampar” bersifat realitas atau abstrak?

b. Apakah fungsi dan makna dari aktivitas itu mampu mendefinisikan arti bayangan dalam iklan tersebut?

4. Properti (property).

Paradigma dari properti (property) ini terdri dari :

a. Apakah properti yang ditonjolkan bersifat abstrak atau realitas? b. Properti apa saja yang ditonjolkan dalam iklan Djarum 76 versi

“terdampar” dan apa makna

3.2.3.2 Paradigma dan Sintagma pada level pemaknaan Gerak Tubuh (gesture)

Paradigma dari gerak tubuh (gesture) pada tokoh iklan ini :

a. Apa saja gerak tubuh yang ditonjolkan oleh tokoh dalam iklan ini?

b. Apa fungsi dan makna gerak tubuh dalam iklan Djarum 76 versi “terdampar”?

Sedangkan ideologi yang dapat diamati pada level ideologi antara lain adalah ideologi tentang budaya.


(47)

Semiologi yang dikemukakan oleh Roland Barthes, akan dipilah penanda-penandanya ke dalam serangkaian fragmen ringkas dan beruntun yang disebut dengan leksia, yaitu satuan pembacaan (units of reading) dengan menggunakan kode-kode pembacaan yang terdiri dari lima kode. Kelima kode tersebut meliputi kode hermenuetik, kode semik, kode simbolik, kode proairetik, dan kode kultural dari tampilan iklan tersebut.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dokumentasi dan mengamati potongan adegan per adegan atau scene pada iklan produk rokok Djarum 76 versi “Terdampar” di televisi secara langsung. Setelah visual gambar diperoleh, peneliti akan mencapture baerdasarkan shot atau perpindahan pengambilan gambar pada iklan tersebut. Potongan gambar yang ada kemudian dipilih berdasarkan korelasinya. Gambar terpilih ini disebut data primer. Peneliti juga akan melakukan studi keperpustakaan untuk melengkapi data-data dan bahan yang dapat dijadikan referensi. Selanjutnya symbol-simbol yang terdapat pada potongan visualisasi iklan dan data-data yang diperoleh, akan dianalisa berdasarkan studi semiotik iklan John Fiske dan semiologi menurut Roland Barthes. Data dari penilitian ini kemudian digunakan untuk mengetahui bagaimana makna iklan rokok Djarum 76 versi “Terdampar”. Data pendukung diambil dari buku, internet dan sebagainya.


(48)

3.4 Teknik Analisa Data

Sesuai dengan studi yang diambil dalam penelitian ini, yaitu semiologi. Berdasarkan dengan model teori semiologi Roland Barthes melalui signifikasi yang dihubungkan dengan iklan produk rokok Djarum 76 versi “Terdampar” ditelevisi yang menjadi fokus penelitian ini, maka peneliti akan menginterpretasikan semua unsur atau elemen yang ada pada potongan-potongan visual iklan produk rokok Djarum 76 versi “Terdampar” ditelevisi yang telah dipilih. Setelah itu peneliti menyimpulkan berbagai makna, arti dari visualisasi tersebut.


(49)

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data

4.1.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian

PT Djarum adalah salah satu perusahaan rokok di Indonesia. Perusahaan ini mengolah dan menghasilkan jenis rokok kretek dan cerutu. Ada tiga jenis rokok yang kita kenal selama ini. Rokok Cerutu (Terbuat dari daun tembakau dan dibungkus dengan daun tembakau pula), rokok putih (Terbuat dari daun tembakau dan dibungkus dengan kertas sigaret), dan rokok kretek (Terbuat dari tembakau ditambah daun cengkeh dan dibungkus dengan kertas sigaret).

Rokok kretek adalah sebuah produk yang racikannya ditemukan oleh H. Djamhari (Kebangsaan Indonesia) pada tahun 1880 di kota Kudus (Kudus kota keretek). Saat itu H. Djamhari adalah seorang perokok dan ia sering merasa sesak napas. Saat ia menderita sesak, ia menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakitnya. Hingga suatu ketika ia mencoba meracik daun tembakau dan bunga cengkeh untuk rokoknya. Alhasil percobaannya tersebut membuahkan hasil dan rokok tersebut disebut kretek karena letupan api yang membakar cengkeh menghasilkan bunyi tek-tek-tek. (Lintasan Sejarah dan Peranan Bagi Pembangunan Bangsa dan Negara, oleh Ong Hok Ham & Amen Budiman).


(50)

Pada tahun 1905, rokok kretek diproduksi untuk dipasarkan. M. Nitisemito adalah orang yang membangun perusahaan itu dan dinamakan Bal Tiga. Terbukti pasar untuk produk ini sangat pesat. Hal ini dibuktikan dengan niatan M. Nitisemito yang ingin membuat lantai kamarnya dengan uang golden. Hal ini membuat pemerintahan (Saat itu jajahan Belanda) tersinggung, tapi dengan diplomatis pemerintah mengungkapkan bahwa beliau dapat melanjutkan niatannya asal posisi uang golden tersebut dalam posisi berdiri. Di sini ada dua pendapat yang belum bisa di pastikan. Pendapat pertama rencana itu dilanjutkan dan pendapat kedua M. Nitisemito tahu bahwa itu hanya penolakan halus pemerintah.

Perusahaan pertama dari luar negeri yang memproduksi rokok ini adalah Nederland Indie Trade Bureau pada tahun 1908.

Gambar 4. 1

Pendiri Djarum Oei Wie Gwan.


(51)

Djarum sendiri adalah perusahaan yang berdiri pada saat Indonesia telah merdeka pada tahun 1951 (tepatnya 21 April 1951). Pendiri Djarum adalah Oei Wie Gwan. Lambang jarum yang digunakan oleh perusahaan ini adalah jarum grama phone. Pada tahun 1983 Djarum menjadi perseroaan terbatas, PT Djarum.

PT. Djarum memiliki lima nilai inti, yaitu : 1. Fokus pada pelanggan

2. Profesionalisme

3. Organisasi yang terus belajar 4. Satu keluarga

5. Tanggung jawab sosial

Perusahaan yang memiliki 76 lokasi kerja (70 di Kudus, 3 di Pati, 1 Rembang dan 2 di Jepara) ini cukup diakui masalah kesehatan dan keselamatan kerja karyawannya. Hal ini dibuktikan dari perolehan Zero Accident Acknowledgement pada tahun 2002. Pada tahun 2004 di Audit External Keselamatan dan Kesehatan dengan hasil 85%. Karena hasil auditan yang memuaskan, pada tahun 2005 memperoleh Bendera Emas. Pada tahun 2007, hasil auditan meningkat menjadi 93% dan tahun 2008 menunggu memperoleh Bendera Emas kembali. Karena hal itulah masalah keselamatan dan kesehatan bukan lagi menjadi masalah bagi perusahaan ini.


(52)

Selaian masalah keselamatan dan kesehatan, perusahaan ini juga aktif dalam bidang koperasi. Pada tahun 1976, koperasi karyawan dibuka. Koperasi yang memiliki anggota sebanyak 51 ribuan orang ini memiliki kas hingga 75 ribu miliaran hingga Januari 2008 ini. Karena ketekunannyalah, koperasi ini juga memperoleh penghargaan sebagai Koperasi Teladan dari tahun 1993 sampai dengan 1996.

“Kenapa kita tidak mendapat Koperasi Teladan tahun 1997? Karena mau memberi kesempatan kepada koperasi yang lain.” jelas Handojo Setyo dalam seminarnya pada acara Facktory Visit. Selain itu, perusahaan ini juga memiliki kinerja yang sesuai dengan standar ISO (ISO tahun 9001-1994). Pada tahun 2001 mendapatkan penghargaan dan ISO diperbaiki menjadi ISO 9001-2000.

Perusahaan ini juga memiliki program-program penghijauan. Program yang dimulai sejak tahun 1977 ini telah banyak berpengaruh untuk masyarakat sekitar. Kota Kudus yang dulu gersang, dengan adanya program ini akhirnya kota Kudus dapat hijau kembali. Tidak hanya itu pada tahun 1980-1985, PT Djarum membagikan bibit mangga kepada 59 Desa di Kudus. Pada tahun 1995 sesuai dengan data dari Pemerintahan Propinsi mencatat bahwa penghasilan warga dari penjualan mangga mencapai 2,5 miliaran. Hingga saat ini pun program penghijauan itu terus berjalan.


(53)

Perusahaan yang memiliki nilai ekspor hampir 16 juta dolar Amerika (tahun 2007) ini juga telah mampu mengolah limbah pabrik dengan sangat baik. Menurut Sucofindo pada Agustus 2007, data menyebutkan limbah air, uji odorant dan juga uji emisi yang berhasil diolah jauh dibawah baku mutu yang ditetapkan. Jadi perusahaan ini telah mampu untuk mengolah limbah dengan baik.

4. 1. 2. Penyajian Data

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada iklan produk rokok Djarum 76 versi “Terdampar” di televisi dengan melakukan pengamatan unsur penanda dan petanda dalam visualisasi pada tiap scene iklan tersebut dan dibahas melalui teori semiologi Roland Barthes.

Data yang terdapat dalam obyek penelitian diuraikan menjadi beberapa leksia (kode pembacaan) yang terdiri dari lima kode, yaitu kode

Hermeneutik, Proaretik, Semik, Simbolik dan Gnomik. Iklan juga terbagi

menjadi level realitas, level representasi, dan level ideologi yang terdiri dari wardrobe, property, setting, ekspresi, gender, suara, ucapan dan kelas sosial yang ditampilkan pada iklan ini.

Setting iklan pada iklan ini hanya di sebuah pulau terpencil yang

dimana terdapat tiga pemuda yang sedang terdampar di pinggiran pantai yang sedang mencari bantuan.


(54)

Berbagai macam warna wardrobe yang mengandung arti secara visual dan memberikan efek psikologis diantaranya adalah coklat, merah, putih, biru, abu-abu dan warna-warna pendukung lainnya dalam iklan.

Property terdiri dari pakaian yang dipakai oleh tokoh-tokoh dalam

iklan ini adalah : kemeja berwarna putih, dasi, kaos oblong berwarna abu-abu, kemeja warna merah bermotif buga-bunga, celana pendek putih, kca mata,teko, bantal, guling, galon air mineral, botol, dan potongan balok-balok dan ranting kayu.

Ekspresi yang ada pada iklan ini yaitu, panik, terkejut, marah, senang.

Ucapan terdiri dari tiga bahasa yaitu: bahasa Indonesia, bahasa Jawa dan musik dalam iklan ini ada sedikit alunan Jawa seperti ada suara gamelan.

Gender yang tampak dalam iklan ini adalah dominan pada pria.

Iklan ini memilih gender pria karena produk yang diiklankan mayoritas konsemennya adalah pria.

Kelas sosial yang terlihat dari iklan ini adalah ditujukan pada semua kalangan baik masyarakat atas, menengah sampai menengah kebawah yang mempunyai rasa persahabatan an kebersamaan serta tidak mudah buat putus asa.


(55)

4.2Hasil dan Pembahasan Semiologi Roland Barthes dalam Iklan Rokok Djarum 76 Versi “Terdampar” di Televisi.

4.2.1 Tampilan visual dalam scene 1.

Gambar 4.1. Tampilan visual dalam scene 1. Deskripsi visual yang ditampilkan adalah :

1) Setting.

Suasana yang ditampilkan pada scene ini berada di sebuah pulau yang terpencil . Setting pantai juga dapat ditekankan dengan adanya laut dan pantai, ditambah dengan pasir yang bertuliskan “tulung” yang dalam bahasa Indonesia berarti tolong serta adanya potongan balok kayu dan ranting-ranting tumbuhan menandakan kalau ketiga pemuda itu lagi terdampar disebuah pulau.

2) Property

Property yang dipakai dalam shot ini adalah baju yang

berbeda-beda digunakkan oleh ketiga pemuda yang terdampar menandakan bahwa tiga tokoh laki-laki dalam iklan tersebut mempunyai masing-masing


(56)

kepribadian. Pada tokoh pertama yaitu tokoh yang berada paling kiri pada layar menggunakan kemeja lengan panjang, dasi, dan celana panjang. Pada tokoh kedua yaitu pada tokoh yang terletak di tengah menggunakkan kaos biru dan celana pendek. Pada tokoh terakhir menggunakan kemeja santai dengan motif bunga-bunga warna merah dan menggunakan celana pendek warna putih.

3) Tanda non Verbal

Tiga pemuda yang sedang duduk-duduk di pinggir pantai dengan wajah dua pemuda yang tampak lesu tidak bersemangat tetapi ada satu pemuda yang menikmati keadaan dengan santai meskipun begitu mereka tetap bersama walaupun sedang mengalami musibah yang melanda ketiga pemuda tersebut.

4) Sudut pengambilan gambar

Sudut pengambilan gambar dalam scene ini menggunakan Extreme

Long Shot (LES). Sudut pengambilan sudut gambar ini berfungsi

menggambarkan dan memberikan informasi kepada penonton mengenai penampilan tokoh beserta keadaan sekitarnya. Yaitu menggambarkan tentang tiga orang tokoh laki-laki yang sedang duduk-duduk di pinggir pantai dengan raut muka yang berbeda-beda.

Signifier/penanda

Shot ketiga pemuda yang sedang terdampar, ada salah satu diantara ketiga pemuda tersebut sangat menikmati keadaan yang mereka alami tanpa adanya kebingungan seperti yang dialami kedua temannya.


(57)

Signified/Petanda

Sebenarnya pemuda ketiga yang sedang mengalami musibah itu harusnya merasa kebingungan seperti apa yang dirasakan oleh kedua temannya.

Dalam scene ini memiliki sebuah sistem komunikasi yang ditampilkan pada kelima kisi-kisi kode yang lebih tepatna masuk kedalam kode hermeneutik karena kode ini berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan kebenaran bagi pertanyaan yang muncul pada teks yang dimana dapat diliat dari tampilan ketiga pemuda itu yang sedang terdampar karena discene ini ditunjukan adanya disebuah pulau dan dipasirnya bertuliskan “TULUNG”.

Level denotasi

Tampilan dalam scene ini merupakan gambaran bahwa ketiga pemuda yang sedang terdampar dari ketiga pemuda itu, dua diantaranya beraut wajah lesu sedangkan pemuda satunya tampak ceria.

Level konotasi

Ekspresi wajah ketiga pemuda tersebut mempunyai ekspresi wajah yang berbeda-beda, dimana kedua pemuda beraut muka yang lesu sedangkan pemuda yang ketiga tampak ceria, jadi harusnya pemuda ketiga yang memiliki raut wajah yang ceria itu harusnya memiliki raut wajah yang lesu seperti kedua temannya bisa menandakan bahwa mereka mengalami suatu musibah.


(58)

4.2.2 Tampilan visual dalam scene 2.

Gambar 4.2. Tampilan visual dalam scene 2. Deskripsi visual yang ditampilkan adalah :

1) Setting

Tampilan setting pada bagian ini menampilkan lokasi di sebuah pantai. Hal tersebut diperkuat dengan adanya arus ombak pantai dan serpihan pasir berwarna putih kecoklatan serta dibelakang ketiga pemuda terdapat pohon yang menandakan adanya sebuah pulau dibelakang ketiga pemuda tersebut.

2) Property

Property yang digunakan pada shot ini adalah pakaian yang digunakan oleh ketiga pemuda yang terdampar di sebuah pantai. Pemuda pertama menggunakkan kemeja putih dan berdasi seperti layaknya pekerja kantor. Pemmuda yang kedua berpakaian kaos oblong berwarna abu-abu dengan dipadu celana pendek seperti layaknya berpakaian sewaktu di rumah. Pemuda yang terakhir memakai kemeja merah dengan motif bunga-bunga dipadu dengan celana pendek berwarna putih.


(59)

3) Sudut pengambilan gambar

Sudut pengambilan gambar extreme long shot yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah manusia maka dapat diukur antara bawah kaki hingga ruang di atas kepala. Extreme Long Shot ini menggambarkan dan memberikan informasi kepada penonton mengenai penampilan tokoh yang berada di sekitar (termasuk bahasa tubuh, mulai dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki) yang kemudian mengarah pada karakter serta situasi dan kondisi yang sedang terjadi pada adegan itu.

4) Tanda non verbal

Tanda non verbal yang terdapat pada iklan ini adalah dimana tokoh pertama yang memakai kemeja putih tertarik melihat sebuah teko yang sedang terbawa ombak yang berada di depan lelaki tersebut. Pada pemuda kedua yang menggunakan kaos berwrna abu-abu sedang memandangi sebuah botol kosong. Seperti adegan ssebelumnya pemuda ketiga hanya tiduran dengan santainya seperti tidak terjadi apa-apa.

Signifier/penanda

Shot ketiga pemuda yang sedang berada di pantai dan ada sebuah teko yang terbawa ombak menghampiri ketiga pemuda tersebut.

Signified/petanda

Petanda dalam scene ini adalah dimana tiga pemuda yag berada di pantai dan di depan mereka terdapat teko yang terbawa ombak. Karena ada sebuah teko, ada salah satu pemuda yang memperhatikan teko tersebut dan


(60)

membuat pemuda yang memperhatikannya menjadi tertarik terhadap teko tersebut.

Dalam scene ini memiliki sebuah sistem komunikasi yang ditampilkan pada kelima kisi-kisi kode yang lebih tepatna masuk kedalam kode hermeneutik karena kode ini berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan kebenaran bagi pertanyaan yang muncul pada teks yang dimana pemuda yang sedang terdampar itu menemukan sebuah teko yang terbawa oleh arus air laut yang mendekati ketiga pemuda itu. Karena Dalam mitos masyarakat ketahui apabila teko ajaib kalau digosok bisa mengeluarkan jin dan dapat mengabulkan suatu permintaan.

Denotasi

Tampilan shot 2 ini merupakan penciptaan realita sebuah gambaran beberapa pemuda yang berbeda gerak tubuh antara satu dengan yang lainnya. Ketika ada teko yang terbawa ombak, hanya ada satu pemuda yang memperhatikan teko tersebut.

Konotasi

Penggambaran tiga pemuda yang kebingungan dan gelisah karena sedang terdampar di sebuah pulau. Seperti pemuda pertama yang menggunakan kaos berwarna abu-abu sedang melihat-melihat sebuah botol seolah berharap menemukan sesuatu yang ada di botol tersebut yang bisa menolong mereka. Sedangkan pemuda yang kedua yang menggunakan kemeja putih berada paling dekat dngan pantai yang konotasinya jika orang terdampar adalah mencari pertolongan di dekat pantai Tetapi ada salah satu


(61)

pemuda yang mengenakan kemeja merah dengan motif bunga-bunga dengan santai hanya tidur-tiduran sedangkan pemuda yang lain sedang melakukan aktivitas yang perlu dilakukan layaknya orang yang sedang terdampar.

4.2.3 Tampilan visual dalam scene 3.

Gambar 4.3. Tampilan visual dalam scene 3. Deskripsi visual yang ditampilkan adalah :

1) Setting

Setting pada scene ini masih sama dngan scene sebelumnya yaitu

ada sebuah pantai. Sedangkan background yang ada dalam scene iklan ini menunjukan bahwa scene ini diambil pada siang hari. Hal ini diperkuat dari adanya cahaya yang terang dan awan yang berwarna terang biru keputihan.

2) Property

Property yang digunakan pada scene ini adalah sebuah teko yang ditemukan oleh salah satu pemuda yang sedang terdampar serta kaca mata yang digunakan oleh pemuda yang memakai kemeja berwarna putih.


(62)

3) Sudut pengambilan gambar

Close-Up (CU), yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah

manusia, maka diukur dari bahu hingga sedikit ruang di atas kepala. Pengambilan gambar close-up menggambarkan dan memberikan informasi kepada penonton tentang penguatan ekspresi dan dialog penting untuk lebih diperhatikan penonton. Terlihat dalam sudut pengambilan gambar ini menampilkan mimic mika yang kaget bercmpur dengan keheranan saat melihat sebuah teko yang ditemukannya.

Signifier/penanda

Penanda dalam tampilan scene ini menunjukkan sebuah teko yang berwarna hitam

Signified/Petanda

Petanda dalam scene ini menunjukkan sebuah teko yang sedang dipegang oleh salah satu pemuda yang menggunakan kemeja putih.

Dalam scene ini memiliki sebuah sistem komunikasi yang ditampilkan pada kelima kisi-kisi kode yang lebih tepatna masuk kedalam kode hermeneutik karena kode ini berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan kebenaran bagi pertanyaan yang muncul pada teks yang dimana pemuda yang sedang terdampar itu menemukan sebuah teko yang dipegang oleh pemuda yang memakai baju putih berkaca mata. Karena Dalam mitos masyarakat ketahui apabila teko ajaib kalau digosok bisa mengeluarkan jin dan dapat mengabulkan suatu permintaan


(63)

Level denotasi

Level denotasi pada iklan tersebut memperlihatkan bahwa salah atu pemuda yang terdampar memegang dan memperhatikan sebuah teko yang dia temukan sebelumnya.

Level konotasi

Level konotasi pada scene ini adalah rasa ingin tahu adanya sebuah teko yang dipegang oleh salah pemuda yang konotasinya bahwa sebuah teko seharusnya digunakan di dapur untuk memasak, tetapi pada scne ini teko ditemukan di pinggiran pantai, sehingga teko tersebut mempunyai konotasi yang lain yaitu identik dengan sebuah jin yang keluar dari teko tersebut.

4.2.4 Tampilan visual dalam scene 4 .

Gambar 4.4. Tampilan visual dalam scene 4. Deskripsi visual yang ditampilkan adalah :

1) Setting.

Setting dalam scene ini berada di sebuah pulau dengan background pantai, dengan adanya pasir pantai berwarna putih kecoklatan dan air laut


(64)

yang berada didekat para tokoh. Scene ini diambil pada siang hari karena dapat dilihat dari cahaya terang yang terlihat serta awan yang berwarna terang biru keputihan.

2) Property

Property yang dpakai dalam scene ini adalah baju yang dikenakan

oleh ketiga pemuda yaitu pada pemuda pertama yang menggunakan kemeja berwarna putih berdasi dan menggunakan celana warna hitam. Pada pemuda yang kedua menggunakan kaos oblong berwarna abu-abu dan celana pendek warna hitam. Pada pemuda terakhir menggunakan kemeja berwarna merah bermotifkan bunga-bunga dipadu dengan celana berwarna putih. Pada tokoh lain yaitu tokoh jin tersebut menggunakan baju adat jawa dengan memakai penutup kepala yang disebut dengan blangkon.

3) Tanda non verbal

Tanda non verbal yang terdapat pada scene ini yaitu ekspresi ketiga pemuda tersebut terkejut sampai melompat kebelakang hingga terpental setelah melihat jin yang keluar dari sebuah teko.

4) Sudut pengambilan gambar.

Sudut pengambilan gambar pada scene ini adalah menggunakkan

Long Shot yang jika objeknya adalah manusia maka dapat diukur lutut kaki

hingga sedikit ruang di atas kepala. Pengambilan gambar Long Shot ini menggambarkan dan memberikan informasi kepada penonton mengenai jin yang datang tiba-tiba menemui ketiga pemuda yang sedang terdampar itu.


(65)

Signifier/penanda

Penanda dalam scene ini adalah ketiga pemuda itu terkejut sehingga terpental kebelakang.

Signified/Petanda

Petanda yang dimaksud pada scene ini adalah ekspresi terkejut sehingga terpental kebelakang setelah melihat jin yang keluar dari sebuah teko yang berada di depan ketiga pemuda itu.

Dalam scene ini memiliki sebuah sistem komunikasi yang ditampilkan pada kelima kisi-kisi kode yang lebih tepatna masuk kedalam kode semik atau kode konotasi karena kode ini pembaca menyusu tema pada suatu teks sehingga banyak menawarkan banyak sisi yaitu ekspresi ketiga pemuda yang sedang terdampar itu tampak kebingungan setelah melihat jin yang keluar dari sebuah teko yang ditemukan sebelumnya karena dalam mitosnya jin yang keluar dari teko ajaib bisa mengutarakan banyak sisi atau permintaan.

Level denotasi

Makna denotasi pada scene ini adalah jin yang keluar dari sebuah teko sehingga membuat ketiga pemuda terkejut.

Level konotasi

Level konotasi pada scene ini menjelaskan bahwa sebuah teko sebenarnya merupakan alat untuk memasak air, tetapi pada scene ini sebuah teko diasumsikan sebagai alat yang mengeluarkan sebuah jin,


(66)

dimana jin yang keluar dari teko tersebut dapat mengabulkan permintaan orang yang menemukannya.

4.2.5 Tampilan visual dalam scene 5.

Gambar 4.5. Tampilan visual dalam shot 5. Deskripsi visual yang ditampilkan adalah :

1) Setting

Setting dari scene ini terlihat background yang terdapat pada scene

ini pada siang hari yaitu adanya cahaya terang dan awan yang berwarna biru keputihan yang ada dibelakang tokoh jin itu. Setting dalam scene ini masih sama dengan dengan settingscene sebelumnya.

2) Property

Property yang dipakai pada scene ini adalah penutup kepala yang

biasa disebut dengan blangkon dan baju berkerah yang biasa juga disebut dnga beskap. Property yang digunakan tokoh pada scene ini merupakan baju adat suku Jawa.


(67)

3) Sudut pengambilan gambar.

Pada sudut pengambilan gambar pada scene ini adalah menggunakan Close-Up (CU) shot, yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah manusia, maka diukur dari bahu hingga sedikit ruang di atas kepala. Pengambilan gambar close-up menggambarkan dan memberikan informasi kepada penonton tentang penguatan ekspresi dan dialog penting untuk lebih diperhatikan penonton, yaitu gerak tubuh pada tokoh jin yang menampilkan gerak tubuh yang menunjukkan ekspresi dan mengacungkan ketiga jarinya.

Signifier/penanda

Penanda dalam scene ini adalah sesosok jin berpakaian adat jawa yang memberikan permintaan.

Signified/Petanda

Petanda terdapat pada gerakkan yang ditampilkkan pada sesosok jin yang mengacungkan ketiga jarinya untuk memberikan ketiga permintaan kepada ketiga pemuda tersebut.

Dalam scene ini memiliki sebuah sistem komunikasi yang ditampilkan pada kelima kisi-kisi kode yang lebih tepatna masuk kedalam kode semik atau kode konotasi karena kode ini pembaca menyusu tema pada suatu teks sehingga banyak menawarkan banyak sisi dimana jin yang keluar dari teko ajaib itu memberikan tiga permintaan dengan memberikan acungan tiga jarina kepada ketiga pemuda yang sedang terdampar itu.


(1)

79  

Sebuah Signifier (pulau dan pantai) adalah unutk menggambarkan aktifitas atau pekerjaan, sedangkangkan penanda(signified) adalah tokoh ketiga pemuda dan laki-laki yang berpakaian adat Jawa. Sehingga dalam konotasinya tokoh ketiga pemuda tersebut lebih tertarik pada laki-laki berpakaian adat Jawa yang keluar dari sebuah teko. Apalagi profesi laki-laki berpakaian adat Jawa memberikan satu permintaan. Proses pemaknaan secara keseluruhan dalam tatanan kedua (second-order of Signification) atau konotasi dalam iklan ini membangun stereotipying budaya Jawa yang diaplikasikan melalui bahasa dan busana yang dikenakan. Di dalam iklan rokok Djarum 76 mengkonotasikan laki-laki berpakaian adat Jawa dan salah satu tokoh dari ketiga pemuda itu sebagai sisi positif yang terdapat pada iklan. Pesan utama dalam iklan ini adalah budaya Jawa yang memiliki rasa persahabatan yang diperankan pada tokoh-tokoh iklan tersebut. Signifier dari iklan ini adalah tokoh pemuda terakhir yang mengindikasikan bahwa dimana khalayak produk rokok Djarum 76 ini hanya terbatas pada kelas ekonomi menengah kebawah.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa dalam iklan produk rokok Djarum 76 versi “Terdampar” menggunakan strategi dramatisasi sebuah potongan kejadian dalam kehidupan yang mempunyai keinginan tersendiri. Dalam visualisasi iklan produk rokok Djarum 76 versi “Terdampar” secara keseluruhan dalam tataran kedua (second-order of signification) atau konotasinya adalah dengan menggunakan produk rokok Djarum 76 akan mendapatkan


(3)

81  

kepuasan tersendiri. Disini menunjukkan cara pengambilan gambar dari setiap adegan beserta suara dan pewarnaan yang dapat mendukung adegan didalamnya. Pengambilan Close up agar penonton dapat melihat ekspresi dari para tokoh tersebut lebih detail. Untuk Medium Shot dan Long Shot untuk menunjukkan aksi dan reaksi dalam tokoh tersebut. Pada bagian ini adegan-adegan yang terdapat pada film ini terdapat perilaku-perilaku sabar ditinjau dari cara pengambilan gambar, karena akan semakin jelas terlihat detail-detail ekspresi, reaksi dari para tokoh. Setting, Property, sudut pengambilan gambar, dan tanda non verbal mencerminkan bahwa produk tersebut banyak yang menggunakan di kalangan kelas ekonomi menengah kebawah. Dalam visualisasi iklan ini menunjukkan ketiga pemuda itu memiliki rasa persahabatan yang kuat.

5.2 Saran

tayangan iklan produk rokok Djarum 76 versi terdampar ditelevisi untuk penampilan berikutnya dalam mempromosikan produk diharapkan mampu memberikan ide-ide kreatif lagi untuk berbagi pengalaman atau pengetahuan kepada khalayak dalam versi-versi unik selanjutnya. pihak creator iklan dapat menggunakan strategi apa saja misalnya mengangkat fenomena sosial masyarakat dalam mengemas iklan untuk bisa menarik perhatian masyarakat dalam memaknai sebuah produk sehingga tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan penelitian lanjutan guna menambah dengan ide kreatif baru.


(4)

(5)

82

DAFTAR PUSTAKA

Berger, 2005, Media Analysis Technique, Second Edition, Alih Bahasa, Setio Budi HH, Penerbitan Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.

Bungin, Burhan, 2007, Imaji Media Massa, Konstruksi dan Makna Realitas Sosial Iklan Televisi Dalam Masyarakat Kapitalistik, Yogyakarta : Jendela.

Burton, Graeme, 2000, Membincangkan Televisi, Yogyakarta : Jalasutra.

Christomy, Tommy dan Yuwono, 2004, Semiotik Budaya, Jakarta : Kampus Universitas Depok

Fiskie, John, 2006, Cultural and Communication Studies, Yogyakarta : Jalasutra.

Jefkins, Frank, 1997, Periklanan Edisi ke-3, Jakarta : Erlangga.

Kasali, 1992, Manajemen Periklanan Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti.

Kurniawan, 2001, Semiologi Roland Barthes, Magelang : Indonesia Tera. Weri, Lili Alo, 2003, Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya , Yogyakarta :

Pustaka Pelajar.

Mulyana, Deddy, 2004, Pengantar Ilmu Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Pialang, Yasraf, 1999, Hiper Semiotika Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna, Yogyakarta : Jalasutra.

Sobur, Alex, 2001, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik Dan Framing, Bandung : PT. Rosdakarya.

__________, 2003, Semiotika Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Sumartono, 2002, Terperangkap Dalam Iklan, Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya.

wibowo, Wahyu, 2003, Sihir Iklan , Format Komunikasi Mondial dalam Kehidupan Urban-Kosmopolitan, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka.


(6)

Widyatama, Rendra, 2006, Bias Gender dalam Iklan Televisi, Yogyakarta : Media Presindo.

Non Buku

www.aber.ac.uk/en/research/research-centre-for-studies-in-the-television. Diakses tanggal 29 Desember 2009, pukul 02.12 WIB.

www.imple.or.id/peraturanrokok/indonesia Diakses tanggal 24 Desember 2009 pukul 00.34 WIB.

www.imple.or.id/ind/lembaranneg/konsumen/iklan Diakses tanggal 26 Desember 2009, pukul 11:23 WIB.