EKSTRAK ETANOL DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius R.) 10% DAPAT MENURUNKAN IMMOBILITY TIME DAN KADAR KORTISOL TIKUS JANTAN GALUR WISTAR YANG DEPRESI.

(1)

TESIS

PEMBERIAN L

ARGININ

DAN TESTOSTERON

UNDEKANOAT ORAL MENINGKATKAN

NITRIC

OXIDE

PADA TIKUS (

Rattus norvegicus

) WISTAR

JANTAN

ORCHIDECTOMY

IVONNE KURNIAWAN

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

TESIS

PEMBERIAN L

ARGININ

DAN TESTOSTERON

UNDEKANOAT ORAL MENINGKATKAN

NITRIC

OXIDE

PADA TIKUS (

Rattus norvegicus

) WISTAR

JANTAN

ORCHIDECTOMY

IVONNE KURNIAWAN 1490761019

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

PEMBERIAN L

ARGININ

DAN TESTOSTERON

UNDEKANOAT ORAL MENINGKATKAN

NITRIC

OXIDE

PADA TIKUS (

Rattus norvegicus

) WISTAR

JANTAN

ORCHIDECTOMY

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

IVONNE KURNIAWAN 1490761019

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(4)

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 31 Mei 2016

Mengetahui Pembimbing I

Prof. DR. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And. FAACS NIP. 194612131971071001

Pembimbing II

Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK NIP. 194606191976021001

Ketua Program Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana

DR. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, MSc., Sp. GK NIP. 1958052119850310

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana

Prof.DR.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP. 195902151985102001


(5)

Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji

Program Pascasarjana Universitas Udayana Pada Tanggal : 31 Mei 2016

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No : /UN.14.4/HK/2016 Tanggal : 31 Mei 2016

Panitia Penguji Tesis adalah:

Ketua : Prof. Dr. dr.Wimpie Pangkahila, Sp.And., FAACS Sekretaris : Prof.dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK

Anggota :

1.Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp. And 2. Prof. Dr. dr. A. A. Gede Budhiarta, Sp. PD – KEMD 3. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, Msc., Sp. GK


(6)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Nama : dr. Ivonne Kurniawan

NIM : 1490761019

Program Studi : Magister Ilmu Biomedik (Anti Aging Medicine)

Judul : Pemberian L – Arginin dan Testosteron Undekanoat Oral Meningkatkan Nitric Oxide Pada Tikus (Rattus Norvegicus) Wistar Jantan Orchidectomy

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini , maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang – undang yang berlaku.

Denpasar, 31 Mei 2016

Yang membuat

pernyataan,

(dr. Ivonne


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus dan Bunda Maria atas segala berkat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian untuk penyusunan tesis yang berjudul Pemberian L – Arginin dan Testosteron Undekanoat Oral Meningkatkan Nitric Oxide Pada Tikus (Rattus Norvegicus) Wistar Jantan Orchidectomy.

Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan tugas akhir studi yang telah dijalankan oleh penulis untuk memperoleh gelar Magister pada program Magister Studi Ilmu Kedokteran Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti Aging Medicine, Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Terima kasih kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) sebagai Direktur Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A sebagai Asdir I dan Prof. Dr. Ir. Ketut Budi Susrusa, MS sebagai Asdir II yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Udayana.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAAC sebagai pembimbing I dan Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK sebagai pembimbing II, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan ilmu selama penulis mengikuti pendidikan serta bimbingan, saran dan motivasi yang sangat besar manfaatnya dalam penelitian selama penyusunan tesis ini.


(8)

Ucapan terima kasih secara tulus juga penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp. And, sebagai dosen dan penguji tesis, dengan sabar memberikan dorongan, semangat dan masukan kepada penulis selama penyusunan tesis ini.

2. Prof. Dr. dr. A. A. Gede Budhiarta, Sp. PD – KEMD, sebagai dosen dan penguji tesis yang membimbing dan memberi masukan yang kritis serta pengajaran yang sangat dirasakan manfaatnya oleh penulis selama penyusunan tesis ini.

3. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc,Sp.GK, sebagai Ketua Program Studi dan penguji tesis yang membimbing dan memberi saran ilmiah serta koreksi kepada penulis selama penyusunan tesis ini.

4. Prof. Dr. Ir. Ida Bagus Putra Manuaba, M. Phil sebagai Kepala UPT Laboratorium Analitik Universitas Udayana, yang telah membantu penulis untuk analisis laboratorium selama penelitian.

5. Ferbian, S.KH yang telah membantu selama penulis melakukan penelitian di Rumah Sakit Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana serta memberikan bantuan terutama dalam statistik yang sangat berguna bagi penulis dalam menyusun tesis ini.

6. Seluruh dosen program Magister Studi Ilmu Kedokteran Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti Aging Medicine, Program Pascasarjana


(9)

Universitas Udayana yang telah meluangkan waktu untuk memberikan ilmu kepada penulis selama mengikuti pendidikan.

7. Seluruh staff program Magister Studi Ilmu Kedokteran Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti Aging Medicine, Program Pascasarjana Universitas Udayana untuk bantuan yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan dan menyelesaikan tesis.

8. Teman – teman angkatan IX program Magister Studi Ilmu Kedokteran Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti Aging Medicine, Program Pascasarjana Universitas Udayana atas doa, semangat, dukungan dan persahabatan yang diberikan kepada penulis baik selama pendidikan maupun dalam penyusunan tesis.

9. Keluarga tercinta, orang tua (Henry Kurniawan dan Steffi Kurniawan), adik (dr. Anthony Kurniawan, MPH), calon suami (Herry Santosa, BSc) atas doa, cinta, dukungan, dan perhatian yang luar biasa selama penulis menjalani pendidikan dan menyelesaikan tesis.

Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk masyarakat pada umumnya dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang Anti Aging Medicine pada khususnya. Dan semoga Tuhan senantiasa melimpahkan berkat dan rahmatNya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Damai dan kasih Tuhan beserta kita semua.

Denpasar, Mei 2016 Penulis


(10)

ABSTRAK

PEMBERIAN L – ARGININDAN TESTOSTERON UNDEKANOAT ORAL MENINGKATKAN NITRIC OXIDE PADA TIKUS (Rattus

norvegicus) WISTAR JANTAN ORCHIDECTOMY

Dalam proses penuaan terjadi penurunan level hormon, salah satunya yaitu hormon testosteron yang berperan penting dalam fungsi reproduksi dan seksual. Hormon testosteron dapat bekerja pada organ sasaran melalui Androgen Receptor (AR) dan efektor intrasel. AR merupakan salah satu protein yang berikatan dengan DNA dengan mengatur transkripsi gen. Testosteron yang berikatan dengan AR mempengaruhi fungsi endotel melalui neuron Non Adrenergic Non Cholinergic yang melepaskan NO, kemudian meningkatkan kadar cyclic Guanosine Mono Phosphate yang menyebabkan relaksasi otot polos arteri kavernosa serta meningkatkan aliran darah penis. Pada pembuluh darah, dalam keadaan normal NO dihasilkan oleh Nitric Oxide Synthase (NOS). L – Arginin merupakan prekursor dalam sintesis NO yang dilakukan oleh NOS. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemberian L – Arginin dan testosteron undekanoat oral terhadap peningkatan kadar NO pada tikus wistar jantan orchidectomy.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan completely randomized post test only control group design yang menggunakan 28 ekor tikus wistar jantan berumur 5 – 6 bulan yang di orchidectomy, selama 14 hari, terbagi menjadi 4 kelompok masing – masing berjumlah 7 ekor, kelompok kontrol (P0) diberikan plasebo, kelompok perlakuan 1 (P1) diberikan L – Arginin, kelompok perlakuan 2 (P2) diberikan testosteron undekanoat oral selama dan kelompok perlakuan 3 (P3) diberikan L – Arginin dan testosteron undekanoat oral.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata kadar NO kelompok P0 adalah 417,29±63,823 μM, kelompok P1 adalah 684,71±79,747μM, kelompok P2 adalah 754,54±64,296μM dan kelompok P3 adalah 1156,95±167,904μM. Analisis kemaknaan dengan One Way Anova menunjukkan bahwa nilai p = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa 4 kelompok setelah diberikan perlakuan selama 14 hari memiliki rerata kadar NO yang signifikan (p<0,01). Uji lanjutan untuk mengetahui perbedaan individual antar kelompok dengan menggunakan Least Significance Difference test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kelompok P0 dengan P1, P2 dan P3 (p<0,01), tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelompok P1 dengan P2 (p>0,05) dan terdapat perbedaan signifikan antara kelompok P0, P1 dan P2 dengan P3 (p<0,01).

Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa kelompok yang diberikan gabungan L – Arginin dan testoteron undekanoat oral memiliki peningkatan kadar NO yang signifikan dibandingkan kelompok yang diberikan L – Arginin saja dan kelompok yang diberikan testoteron undekanoat oral saja (p<0,05).

Kata kunci: Tikus wistar jantan orchidectomy, Nitric Oxide, Testosteron undekanoat oral, L – Arginin


(11)

ABSTRACT

ORAL ADMINISTRATION OF L – ARGININEAND TESTOSTERONE UNDECANOATE INCREASED NITRIC OXIDE LEVEL IN ORCHIDECTOMY MALE WISTAR RATS (Rattus norvegicus)

Aging process decreased hormone levels such as a decreased of testosterone levels that is important in reproductive and sexual function. Testosterone worked on the target organs were the existence and proper functioning of the Androgen Receptor (AR) and intrasel effectors. AR is one of the proteins that will bind to DNA which regulated the transcription of gens work. Testosterone that bind with AR affected endothelial function through neuron Non Adrenergic Non Cholinergic which released NO then increased the levels of cyclic Guanosine Mono Phosphate that caused smooth muscle relaxation of the arterial cavernous penile blood flow. On blood vessels, under normal circumstances NO was produced by Nitric Oxide Synthase (NOS). While L – Arginine is the precursor for the synthesis of Nitric Oxide that is made by Nitric Oxide Synthase. The purpose of this research was to determine L – Arginine and testosterone undecanoate increased Nitric Oxide level in orchidectomy male wistar rats.

The study was an experimental study using completely randomized post test only control group design that used 28 male wistar rats (post orchidectomy for 5 – 6 months) for 14 days which were divided into 4 groups, each with 7 rats, first group as the control group (P0) was given placebo, second group as first treatment group (P1) was given L – Arginine, third group as second treatment group (P2) was given testosterone undecanoate and fourth group as third treatment group (P3) was given L – Arginine and testosterone undecanoate.

The results showed that the mean Nitric Oxide level of P0 group was 417,29±63,823 μM, P1 group was 684,71±79,747μM, P2 group was 754,54±64,296μM and P3 group was 1156,95±167,904μM. Comparability test with One Way Anova showed that the value of p = 0.000. It showed that 4 groups after L – Arginine and testosterone undecanoate administration for 14 days have the mean of Nitric Oxide level was significantly different (p<0,01). The advanced test to find out individual differences between groups using Least Significance Difference test shows that there are significant differences between P0 group and P1, P2, P3 groups (p<0,01), no significant differences between P1 group and P2 group (p>0,05), and significant differences between P0, P1, P2 groups and P3 group (p<0,01).

Based on the above research result, it can be concluded that oral combined administration of L – Arginine and testosteron undecanoate have a significant differences of Nitric Oxide level, compared to single administration of L – Arginine and testosteron undecanoate (p<0,05).

Keywords: Orchidectomy male wistar rats, Nitric Oxide, Orally testosterone undecanoate, L – Arginine.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PRASYARAT GELAR ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1


(13)

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 6

2.1 Penuaan (Aging) ... 6

2.1.1 Definisi Penuaan ... 6

2.1.2 Tanda – tanda Penuaan ... 8

2.1.3 Mekanisme Pada Penuaan ... 10

2.2 Nitric Oxide (NO) ... 13

2.2.1 Definisi NO ... 13

2.2.2 Sintesis NO ... 13

2.2.3 Pengukuran NO ... 14

2.2.4 Pengaruh NO Pada Korpus Kavernosum ... 18

2.3 Hormon Testosteron ... 21

2.3.1 Deskripsi Testosteron ... 21

2.3.2 Testosteron Pada Sirkulasi ... 22

2.3.3 Sekresi Testosteron ... 24


(14)

2.3.5 Kontrol Fungsi Testosteron ... 26

2.3.6 Pengukuran Hormon Steroid pada Laki – laki ... 27

2.3.7 Efek dan Fungsi Testosteron ... 28

2.3.8 Hubungan Testosteron dan NO Pada Disfungsi Ereksi ... 32

2.4 Terapi Sulih Testosteron (Testosterone Replacement Therapy) ... 33

2.4.1 Definisi Terapi Sulih Testosteron ... 33

2.4.2 Testosteron Undekanoat ... 35

2.5 L – Arginin ... 38

2.5.1 Deskripsi L – Arginin... 38

2.5.2 Metabolisme L – Arginin ... 39

2.6 Hubungan Testosteron dan L – Arginin dengan NO ... 41

2.7 Orchidectomy ... 45

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS ... 47

3.1 Kerangka Berpikir ... 47

3.2 Konsep Penelitian ... 48

3.3 Hipotesis Penelitian ... 49

BAB IV METODE PENELITIAN ... 50


(15)

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 51

4.2.1. Tempat penelitian ... 51

4.2.2. Waktu penelitian ... 52

4.3 Penentuan Sumber Data ... 52

4.3.1 Populasi Penelitian ... 52

4.3.2 Kriteria Subjek ... 52

4.3.3 Penentuan Jumlah Sampel ... 53

4.3.4 Teknik Penentuan Sampel ... 54

4.4. Variabel Penelitian ... 55 4.4.1 4.4.2 Klasifikasi Variabel ... 55

4.4.3 Definisi Operasional Variabel ... 55

4.4.4 Hubungan Antar Variabel ... 57

4.5 Bahan dan Alat Penelitian ... 57

4.6 Prosedur Penelitian ... 59

4.6.1 Sebelum perlakuan ... 59 4.6.2 4.6.3 Prosedur Pengambilan Darah Tikus ... 61

4.6.4 Cara Pelaksanaan Orchidectomy ... 62


(16)

4.8 Analisis Data ... 64

BAB V HASIL PENELITIAN ... 65

5.1 Analisis Deskriptif ... 65

5.2 Uji Normalitas ... 66

5.3 Uji Homogenitas ... 67

5.4 Analisis Komparabilitas ... 68

BAB VI PEMBAHASAN ... 73

6.1 Subjek Penelitian ... 73

6.2 Pengaruh Pemberian L – Arginin ... 73

6.3 Pengaruh Pemberian Testosteron Undekanoat Oral ... 74

6.4 Pengaruh Pemberian L – Arginin dan Testosteron Undekanoat Oral ... 75

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 77

7.1 Simpulan ... 77

7.2 Saran ... 77


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Waktu Paruh NO dan Produknya ... 15

Tabel 2.2 Kadar Hormon Normal pada Laki – laki Dewasa ... 28

Tabel 5.1 Hasil Analisis Deskriptif Data Kadar NO ... 66

Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas Data Kadar NO Antar Kelompok ... 67

Tabel 5.3 Hasil Uji Homogenitas Data Kadar NO Antar Kelompok ... 67

Tabel 5.4 Perbandingan Rerata Kadar NO Antar Kelompok Setelah Perlakuan ... 68


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Molekul NO ... 13

Gambar 2.2 Skema Proses Sintesis NO ... 14

Gambar 2.3 Pembentukan NO Dalam Darah dan Jaringan ... 16

Gambar 2.4 Mekanisme Ereksi ... 20

Gambar 2.5 Struktur Testosteron ... 22

Gambar 2.6 Skematik Testosteron Total ... 23

Gambar 2.7 Jalur Biosintesis Testosteron ... 26

Gambar 2.8 Mekanisme Testosteron pada Ereksi Penis ... 33

Gambar 2.9 Rumus Bangun Testosteron Undekanoat ... 35

Gambar 2.10 Struktur Kimia L – Arginin ... 39

Gambar 2.11 Metabolisme L – Arginin ... 39

Gambar 2.12 Hubungan Testosteron dan L – Arginin dengan NO ... 44

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 48

Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian ... 50

Gambar 4.2 Hubungan Antara Variabel Bebas, Tergantung dan Kendali... 57


(19)

Gambar 5.1 Grafik Perbedaan Rerata Kadar NO antar Kelompok P0

dengan P1, P2 dan P3 ... 70

Gambar 5.2 Grafik Perbedaan Rerata Kadar NO antar Kelompok P1

dengan P2 ... 71

Gambar 5.3 Grafik Perbedaan Rerata Kadar NO antar Kelompok P3

dengan P0, P1 dan P2 ... 72


(20)

AAM : Anti Aging Medicine

AAAM : American Academy of Anti Aging Medicine

ADMA : Asymmetric Di Methyl Arginine

ANH : Atrial Natriuretic Hormone

AR : Androgen Receptor

BH4 : Tetrahydrobiopterin

cAMP : cyclic Adenosin Mono Phosphate

cGMP : cyclic Guanosine Mono Phosphate

DBD : DNA Binding Domain

DHEA : Dehydroepiandrosterone

DHEAS : Dehydroepiandrosteronesulphate

DNA : Deoxyribo Nucleic Acid

EDRF : Endothelium Derived Relaxing Factor

eNOS : endothelial Nitric Oxide Synthase

ER : Estrogen Receptor

H


(21)

iNOS : inducible Nitric Oxide Synthase

LBD : Ligand Binding Domain

LNMA : L – Mono Methyl Arginine

LSD : Least Significance Difference

NADPH : Nicotinamide Adenin Dinucleotide Phosphat Hydrogen

NANC : Non Adrenergic Non Cholinergic

NO : Nitric Oxide

NOS : Nitric Oxide Synthase

nNOS : neuronalNitric Oxide Synthase

NR : NuclearReceptor

NTD : N-Terminal Domain

OH : Ovario Hysterectomy

ONOO- : Peroxynitrite

O

2 : Superoxide

PDE5 : Phospho Di Esterase – 5

PKG1 : Protein Kinase G – 1


(22)

SHBG : Sex Hormon Binding Globulin

SR : Steroid Receptor

StAR : Steroidogenesis Acute Regulatory

T3 : Triiodothyronine


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Ethical Clearance ... 83

Lampiran 2 Surat Keterangan Fakultas Kedokteran Hewan Udayana ... 84

Lampiran 3 Tabel Nilai Konversi Usia Tikus Terhadap Manusia ... 85

Lampiran 4 Tabel Nilai Konversi Dosis Hewan dan Manusia ... 85

Lampiran 5 Hasil Laboratorium Analisis L – Arginin ... 86

Lampiran 6 Sediaan L – Arginin ... 87

Lampiran 7 Sediaan Testosteron Undekanoat Oral ... 87

Lampiran 8 Hasil Laboratorium Kadar Nitric Oxide ... 88

Lampiran 9 Analisis Deskriptif ... 90

Lampiran 10 Uji Normalitas ... 90

Lampiran 11 Uji Homogenitas ... 90


(24)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Depresi merupakan gangguan emosional dan jiwa yang terjadi akibat adanya gangguan keseimbangan neurotransmiter di otak, serta dapat disebabkan oleh faktor keturunan. Dampak yang ditimbulkan akibat depresi cukup besar, mulai dari menurunnya produktivitas kerja, ketergantungan narkotika dan psikotropika, gangguan dalam hubungan interpersonal seseorang, berbagai penyakit, serta yang paling berbahaya yaitu kasus bunuh diri yang terus bertambah dari tahun ke tahun. Hal ini tentunya akan dapat dihindari jika penderita depresi memperoleh terapi yang tepat.

Terapi bagi penderita depresi adalah obat yang dapat meningkatkan mood atau yang dikenal sebagai obat antidepresan. Dalam terapi depresi, penggunaan antidepresan biasanya dilakukan dalam kurun waktu yang cukup lama terutama sebagai terapi pemeliharaan jangka panjang. Terlebih lagi hanya sebagian obat antidepresan yang bekerja selektif, sehingga tidak jarang pada penggunaannya menimbulkan berbagai efek samping seperti efek pada jantung, penglihatan kabur, obstipasi, mulut kering, retensi urin, sedasi, peningkatan nafsu makan, hipotensi ortostatis, serta kelainan darah (Gunawan, 2009; Syarif et al., 2011). Berdasarkan hal tersebut, sangat penting untuk menemukan obat alternatif yang tidak hanya efektif menurunkan prevalensi, morbiditas, mortalitas dari gangguan depresi namun sekaligus mampu memperbaiki kemampuan obat sebelumnya dengan efek


(25)

2

samping yang lebih kecil dari obat-obat antidepresan yang selama ini telah banyak digunakan.

Salah satu tanaman potensial yang memiliki beberapa aktivitas sebagai antidepresan yaitu tanaman pandan wangi (Pandanus amaryllifolius R). Secara empiris tanaman pandan wangi digunakan sebagai tonikum, penambah nafsu makan, pewangi dan penenang (Dalimartha, 2009). Di daerah Bali, pandan wangi merupakan salah satu tanaman yang mudah ditemui di pekarangan rumah, karena biasa digunakan sebagai salah satu sarana upakara. Tanaman ini juga belum banyak diketahui mengandung berbagai metabolit seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, polifenol, terpenoid, steroid, essensial oil, karotenoid, tokoferol, dan kuersetin (Lopez dan Nonato 2005; Prameswari dan Widjanarko, 2014).

Pada penelitian terhadap beberapa tanaman lain diketahui bahwa metabolit tanaman yang terkandung pada pandan wangi tersebut memiliki aktivitas sebagai antidepresan (Bahramsoltani et al., 2015). Alkaloid dari tanaman Piper longum memperlihatkan efek antidepresan dengan menurunkan hormon adrenokortikotropik, menghambat enzim monoamine oksidase (MAO), meningkatkan serotonin (5-HT) otak, dan kadar Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF) (Bahramsoltani et al., 2015).

Flavonoid narigenin dari tanaman anggur bekerja melalui peningkatan serotonin (5-HT), norepinefrin (NE), dan kadar BDNF serta menurunkan aktivitas MAO. Tanin dari tanaman Terminalia chebula memberikan efek neuroprotektif serta meningkatkan ketersediaan monoamine di otak. Saponin dari tanaman ginseng menunjukkan efek antidepresan dengan mempengaruhi jalur signaling


(26)

3

BDNF, HPA axis, dan neurogenesis hipokampus, serta meningkatkan kadar monoamin. Terpenoid dari tanaman Origanum majorana memberikan efek antidepresan dengan melibatkan reseptor dopamine serta dengan meningkatkan kadar NE dan 5-HT di otak (Shekar et al. 2012; Bahramsoltani et al., 2015).

Kandungan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan terpenoid yang terdapat dalam daun pandan wangi membuat ekstrak dari tanaman ini memiliki mekanisme kerja yang hampir sama dengan salah satu obat antidepresan golongan trisiklik yaitu amitriptilin. Saat ini amitriptilin menjadi salah satu pilihan terapi yang banyak digunakan dalam pengobatan depresi. Ekstrak etanol daun pandan wangi dalam penelitian ini diharapkan mampu membuktikan kebenaran khasiat yang dimiliki sebagai antidepresan. Berdasarkan uraian tersebut, maka akan dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi pada hewan uji sebagai antidepresan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius R.) 10% dapat menurunkan immobility time tikus jantan galur wistar yang depresi?

2. Apakah pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius R.) 10% dapat menurunkan kadar kortisol tikus jantan galur wistar yang depresi?


(27)

4

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Membuktikan aktivitas ekstrak etanol daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius R.) sebagai antidepresan melalui penurunan immobility time dan penurunan kadar kortisol.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Membuktikan pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius R.) 10% dapat menurunkan immobility time tikus jantan galur wistar depresi.

2. Membuktikan pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius R.) 10% dapat menurunkan kadar kortisol tikus jantan galur wistar depresi.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat ilmiah

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama mengenai tanaman herbal yang dapat memberikan efek sama atau hampir sama sebagai antidepresan, serta memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan obat antidepresan yang telah ada.

1.4.2 Manfaat praktis

Pada penelitian ini diharapkan dapat diketahui pengaruh dari pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi sebagai antidepresan. Serta diharapkan juga dapat diketahui salah satu mekanisme kerja daun pandan wangi sebagai


(28)

5

antidepresan melalui pengaruhnya terhadap kadar kortisol tikus jantan galur Wistar yang depresi.


(29)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Depresi

Depresi merupakan gangguan yang heterogen akibat terganggunya satu masa fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk gangguan tidur dan nafsu makan, defisit dalam kognisi dan energi, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, timbul rasa putus asa, rasa bersalah dan tidak berdaya, tidak berharga, serta bunuh diri (Katzung et al., 2014). Depresi diakibatkan karena terjadinya gangguan keseimbangan antara neurotransmiter di otak, karena berkurangnya serotonin (5-HT) atau adrenalin di saraf-saraf otak (Tjad dan Rahardja, 2010).

2.1.1 Patofisiologi depresi

Hingga saat ini, depresi masih dikaitkan dengan defisit dari fungsi atau jumlah monoamin (hipotesis monoamin). Faktor neurotropik (hipotesis neurotropik) dan endokrin (hipotesis endokrin) juga diketahui memiliki peranan penting dalam mencetuskan terjadinya depresi (Katzung et al., 2014).

A. Hipotesis neurotrofik

Faktor pertumbuhan saraf, Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF) memiliki peran penting dalam regulasi plastisitas, ketahanan, dan pembentukan saraf (neurogenesis). Brain-derived neurotrophic factor (BDNF) diperkirakan memberi pengaruh terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan neuron melalui pengaktivan reseptor tirosin kinase B di neuron dan sel glia (Katzung et al., 2014).


(30)

7

Stres memiliki kaitan dengan penurunan kadar BDNF dan berkurangnya dukungan neurotrofik. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan struktural atrofik di hipokampus dan bagian lain seperti korteks frontalis medialis dan singulatus anterior. Hipokampus berperan penting dalam ingatan kontekstual dan regulasi sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal (PHA), sedangkan singulatus anterior berperan dalam integrasi rangsang emosi, sementara korteks frontalis orbital medialis juga diduga berperan dalam ingatan, belajar dan emosi. Terjadinya depresi berkaitan dengan hilangnya aktivitas neurotrofik, dimana pada depresi mayor terjadi pengurangan 5-10% volume hipokampus dan pengurangan substansial volume di singulus anterior dan korteks frontalis orbital medialis. Berkurangnya volume pada struktur hipokampus akan bertambah sesuai lama sakit dan jumlah waktu ketika depresi yang terjadi tidak diobati (Katzung et al., 2014).

B. Hipotesis monoamin dan neurotransmiter lain.

Pada hipotesis monoamin, dijelaskan bahwa depresi yang terjadi dikaitkan dengan dengan terjadinya defisiensi pada jumlah atau fungsi serotonin (5-HT), norepinefrin (NE), dan dopamin (DA) dalam korteks dan limbus (Katzung et al., 2014).

C. Hipotesis neuroendokrin

Hipotesis neuroendokrin menjelaskan keterkaitan kelainan hormon dengan terjadinya depresi. Terjadinya depresi dilaporkan berhubungan dengan peningkatan kadar kortisol. Pada hipotesis ini disebutkan bahwa glukokortikoid eksogen dan peningkatan kortisol endogen diketahui berkaitan dengan


(31)

gejala-8

gejala mood dan defisit kognitif serupa dengan peningkatan yang terjadi pada depresi (Katzung et al., 2014).

Peningkatan Kortisol Pada Depresi

Seluruh respon umum dari proses adaptasi tubuh seperti menerima stresor fisik dan psikologis dikendalikan oleh hipotalamus. Setelah menerima stresor, hipotalamus akan segera mengaktifkan saraf simpatis, dan mengeluarkan Cortikotropin Releasing Hormon (CRH). Cortikotropin Releasing Hormon (CRH) ini kemudian akan merangsang sekresi dari (Adrenocorticotropic Hormone) ACTH, dimana ACTH kemudian akan menimbulkan rangsangan terhadap sekresi kortisol serta merangsang pengeluaran vasopresin (Sherwood, 2001). Stresor yang bersifat konstan akan mengakibatkan kenaikan kadar kortisol dan berpengaruh secara signifikan pada sistem homeostasis tubuh. Tingginya kadar kortisol ini dapat digunakan sebagai salah satu indikator gangguan psikologis (Silverthorne, 2001).

2.1.2 Terapi depresi

Obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan depresi dikenal sebagai obat antidepresan. Berdasarkan mekanisme kerjanya obat-obat antidepresan dapat dibedakan menjadi beberapa golongan besar seperti Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI), Serotonine Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI), Inhibitor Monoamin Oksidase, Antagonis 5-HT2, Antidepresan Tetrasiklik dan Unisiklik.


(32)

9

A.Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)

Golongan obat SSRI bekerja secara spesifik menghambat ambilan serotonin oleh pengangkut serotonin. Pengangkut serotonin merupakan suatu glikoprotein transmembran yang terbenam di membran ujung akson dan badan sel neuron yang melakukan pelepasan serotonin di dalam sel (Syarif et al., 2011). Selektive Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI) secara alosteris menghambat pengangkutan dengan mengikat reseptor di luar tempat pengikatan aktif untuk serotonin. Selektive Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI) memiliki efek paling ringan pada neurotransmiter lain (Syarif et al., 2011). Obat ini memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor monoamin tetapi tidak memiliki afinitas terhadap adrenoreseptor α, histamin, muskarinik atau asetilkolin yang dijumpai pada antidepresan trisiklik (TCA) (Tjad dan Rahadja, 2010; Syarif et al., 2011; Katzung et al., 2014).

Beberapa obat yang termasuk kedalam golongan SSRI adalah fluoksetin, paroksetin, sertralin, fluvoksamin, sitalopram dan esitalopram. SSRI memiliki masa kerja yang panjang antara 15-24 jam, karena memiliki waktu paruh eliminasi yang lebih panjang (Syarif et al., 2011). Efek samping yang sering ditimbulkan akibat penggunaan golongan obat ini yaitu mual, penurunan libido dan gangguan fungsi seksual lainnya (Syarif et al., 2011).

B.Serotonine Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI)

Serotonine Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI) bekerja dengan melakukan pengikatan pada pengangkut serotonin dan pengangkut norepinefrin (Tjad dan Rahadja, 2010). Pengangkut norepinefrine secara struktur sangat mirip


(33)

10

dengan pengangkut serotonin. Pengangkut norepinefrine adalah suatu kompleks transmembran yang secara alosteris mengikat norepinefrin. Pengangkut norepinefrin juga memiliki afinitas ringan terhadap dopamin. Afinitas sebagian besar SNRI cenderung lebih besar untuk pengangkut serotonine daripada untuk pengangkut norepinefrine. Serotonine Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI) tidak memiliki efek antihistamin, menghambat adrenergik-α, dan antikolinergik poten seperti yang dimiliki oleh obat antidepresan trisiklik (Tjad dan Rahadja, 2010).

C.Inhibitor monoamin oksidase.

Golongan obat inhibitor monoamin-oksidase (MAOI) telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15 tahun lalu, akan tetapi kini jarang digunakan karena toksisitas dan besarnya kemungkinan interaksi obat dan makanan yang fatal. Pemakaian utamanya saat ini adalah untuk mengobati depresi yang tidak responsif terhadap antidepresan lain (Katzung et al., 2014).

Obat golongan MAOI bekerja dengan mengurangi kerja monoamin oksidase di neuron dan meningkatkan kandungan monoamin. (Katzung et al., 2014). Monoamin oksidase dalam tubuh berfungsi dalam proses deaminasi oksidatif katekolamin di mitokondria. Proses ini dihambat oleh MAOI karena terbentuk suatu kompleks antara MAOI dan MAO yang mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar epinefrin, norepinefrin, dan serotonin (Syarif et al., 2011). Inhibitor monoamine oksidase (MAOI) tidak hanya menghambat MAO, tetapi juga menghambat enzim-enzim lain yang mengakibatkan terganggunya metabolisme banyak obat di hati, dimana penghambatan enzim ini sifatnya


(34)

11

ireversibel. Penghambatan akan mencapai puncaknya dalam beberapa hari, tetapi efek antidepresinya baru terlihat setelah 2-3 minggu, sedangkan pemulihan metabolisme katekolamin baru terjadi setelah obat dihentikan 1-2 minggu (Syarif et al., 2011).

Penggunaan obat golongan MAOI sebagai antidrepresan kini sudah sangat terbatas karena diketahui memiliki efek toksik, dan banyak keadaan depresi yang tidak dapat diubah sama sekali. Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan obat ini yaitu terjadinya hipotensi dan hipertensi. Hipertensi dapat disebabkan oleh tertimbunnya katekolamin di dekat reseptor. Hipotensi mungkin terjadi karena menghambat MAO mencegah pelepasan norepinefrin dari ujung saraf. Efek samping MAOI yang lain yaitu berupa gejala tremor, insomnia, dan konvulsi. Adapun beberapa contoh obat golongan ini yaitu moclobemida dan nialamid (Tjad dan Rahadja, 2010; Syarif et al., 2011).

D.Antagonis 5-HT2

Dua antidepresan yang diduga bekerja sebagai antagonis di reseptor 5-HT2 yaitu trazodon dan nefazodon. Struktur trazodon mencakup sebuah gugus triazolon yang diduga berperan menghasilkan efek antidepresan. Trazodon menimbulkan kantuk berat serta tidak menyebabkan toleransi atau ketergantungan. Nefazodon sendiri sudah jarang digunakan karena diketahui bersifat hepatotoksik. Trazodon dan nefazodon cepat diserap dan mengalami metabolisme ekstensif di hati. Kedua obat ini banyak terikat ke protein dan memiliki ketersediaan hayati terbatas karena metabolismenya yang ekstensif, serta memiliki waktu paruh yang singkat (Katzung et al., 2014).


(35)

12

E.Antidepresan tetrasiklik dan unisiklik

Beberapa antridepresan tidak benar-benar pas untuk dimasukkan ke dalam penggolongan obat-obat antidepresan lain, seperti bupropion, mirtazapin, amoksapin, dan maprotilin. Bupoprion memiliki sebuah struktur aminoketon unisiklik yang menyebabkan profil efek sampingnya berbeda dibandingkan kebanyakan obat antidepresan. Bupropion memiliki struktur kimiawi yang agak mirip dengan amfetamin dan bekerja sebagai stimulan karena berefek pada pengaktifkan susunan saraf pusat (SSP). Mirtazapin, amoksapin, dan maprotilin memiliki struktur tetrasiklik. Amoksapin dan maprotilin memiliki kemiripan struktur dan efek samping yang setara dengan antidepresan trisiklik (Katzung et al., 2014).

2.1.3 Amitriptilin

Amitriptilin derivat dibenzosikloheptadin merupakan antidepresan klasik yang karena struktur kimianya disebut sebagai antidepresan trisiklik. Obat ini termasuk salah satu obat yang paling banyak digunakan sebagai terapi depresi dan digunakan sebagai pengganti MAO-Inhibitor yang tidak banyak digunakan lagi (Syarif et al., 2011).

Obat ini berkerja dengan menghambat ambilan kembali neurotransmiter di otak, dimana terjadi hambatan re-uptake dari noradrenalin dan serotonin diotak.. Perbaikan berwujud sebagai perbaikan suasana perasaan (mood), bertambahnya aktivitas fisik, kewaspadaan mental, perbaikan nafsu makan, dan pola tidur yang lebih baik (Syarif et al., 2011). Amitriptilin memiliki efek antihistamin dan antikolinergis, juga sedatif kuat, sehingga baik diberikan pada pasien agresif. Pada


(36)

13

manusia normal amitriptilin menimbulkan rasa lelah, obat tidak meningkatkan alam perasaan (elevation of mood), dan meningkatnya rasa cemas disertai gejala yang menyerupai efek atropin. Pemberian berulang selama beberapa hari akan memperberat gejala ini dan menimbulkan kesukaran konsentrasi dan berpikir. Sebaliknya bila obat diberikan untuk jangka lama pada pasien depresi, terjadi peningkatan alam perasaan. Amitriptilin mempengaruhi saraf otonom dimana memperlihatkan efek antimuskarinik, sehingga dapat mengakibatkan penglihatan kabur, mulut kering, obstipasi, dan retensi urin. Selain itu amitriptilin juga sering menimbulkan hipotensi ortostatik (Syarif et al., 2011).

Resorpsi amtriptilin dari usus cepat dengan bioavailabilitas 40% dan persentase pengikatan protein diatas 90%, plasma t1/2nya rata-rata 15 jam. Dalam hati sebagian besar zat didemetilasi menjadi metabolit aktif nortriptilin dengan daya sedatif lebih ringan, yang memiliki waktu paruh (t1/2) rata-rata 36 jam. Ekskresinya berlangsung terutama lewat saluran kemih. Dosis yang biasa diberikan pada depresi yaitu 3 kali sehari 25 mg, bila perlu dinaikkan berangsur-angsur sampai 150-300 mg. Intramuscular/intravena 4 kali sehari 20-30 mg (Syarif et al., 2011).


(37)

14

2.2 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius R.)

2.2.1 Taksonomi tanaman

Gambar 2.1

Foto Tanaman Pandan wangi (Dalimartha, 2009)

Taksonomi tanaman pandan wangi (Pandanus amaryllifolius R.) adalah sebagai berikut :

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Pandanales Familia : Pandanaceae Genus : Pandanus

Spesies : Pandanus amaryllifolius

(Rohmawati, 1995)

2.2.2 Morfologi tanaman

Pandan wangi merupakan tumbuhan berupa semak atau pohon yang tegak dengan tinggi 3-7 meter, kadang memiliki cabang, dengan batang berduri, dan


(38)

15

memiliki akar tunjang disekitar pangkal batang. Daun pandan wangi dewasa umumnya memiliki panjang 2-3 meter, lebar 8-12 cm; daun tunggal, duduk, dengan pangkal memeluk batang; helai daun berbentuk pita, bertulang sejajar, memiliki ujung daun berbentuk segitiga lancip, tepi daun dan ibu tulang daun bagian bawah berduri, berwarna hijau muda-hijau tua dengan tekstur daun berlilin. Bunga pandan wangi jantan dan betina terdapat pada tumbuhan yang berbeda, memiliki buah yang letaknya terminal atau lateral, soliter atau berbentuk bulir atau malai yang besar (Rahayu dan Handayani,2008).

2.2.3 Kandungan kimia dan aktivitas farmakologi

Daun pandan wangi memiliki berbagai kandungan kimia dengan aktivitas farmakologi yang beragam. Bagian daun dari tanaman pandan wangi memiliki aroma khas, yang diketahui berasal dari kandungan senyawa 2-acetyl-1-pyrroline (ACPY). Senyawa ini juga terdapat pada tanaman melati, hanya saja memiliki konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan pada tanaman pandan wangi (Cheetangdee dan Sinee, 2006).

Daun pandan wangi mengandung senyawa kimia seperti alkaloid saponin, polifenol, flavonoid, kumarin, terpen dan terpenoid, essential oils, karotenoids, kuercetin (Lee et al., 2004; Lopez dan Nonato, 2005). Beberapa golongan alkaloid yang ditemukan pada ekstrak daun pandan wangi yaitu norpandamarilactonine-A,-B, pandamarilactam, pandamarilacton-1, pandamarine, pandanamine, pandamarilactonine, serta piperidin. Berdasarkan penelitian Agustiningsih et al., (2010) disebutkan bahwa daun pandan wangi memiliki kandungan flavonoid yang cukup tinggi dimana hasil maserasi daun pandan wangi dengan etanol 96%


(39)

16

mengandung kadar fenolik total sebesar 478,762 mg/g dan kadar flavonoid total 99,408 mg/g.

Daun pandan wangi sebelumnya telah banyak digunakan dalam pengobatan tradisional antara lain untuk menyegarkan tubuh, menurunkan demam, mengatasi kerontokan, dan sebagai penenang. Kandungan minyak atsiri dari daun pandan wangi diketahui memiliki aktivitas sebagai stimulan, serta efektif untuk mengurangi sakit kepala, dan epilepsi (Cheeptham dan Towers, 2002). Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan diketahui juga bahwa daun pandan wangi memiliki efek sedatif hipnotik. Efek sedatif hipnotik ditunjukkan pada pemberian ekstrak daun pandan wangi 6 mg/g BB yang terbukti memperpanjang lama waktu tidur mencit Balb/c. Efek ini diduga karena kandungan senyawa alkaloid pada ekstrak pandan wangi yang berpengaruh pada reseptor gamma-aminobutyric acid (GABA), dimana reseptor GABA merupakan target penting untuk komponen sedatif-hipnotik (Dewi, 2009).

2.2.4 Mekanisme zat aktif daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius L.)

sebagai antidepresan.

Daun pandan wangi memiliki beberapa komponen zat aktif yang pada tanaman lain memiliki mekanisme tersendiri sebagai antidepresan. Beberapa komponen zat aktif tersebut antara lain yaitu alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, dan terpenoid (Lopez dan Nonato, 2005).

Senyawa aktif golongan alkaloid telah lama diketahui memiliki salah satu khasiat sebagai stimulansia, dapat meningkatkan kesadaran dengan menstimulasi neuron (khususnya kolinergik) yang bertanggung jawab meningkatkan kesadaran.


(40)

17

Alkaloid memperlihatkan efek antidepresan sebagai invers agonis dari reseptor benzodiazepine, menurunkan kadar hormon adrenokortikotropic, menghambat enzim MAO, berperan dalam peningkatan dari kadar serotonin dan BDNF level diotak (Lee et al., 2005; Fortunato et al., 2010; Mao et al., 2011).

Beberapa derivat flavon pada daun pandan wangi dapat bertindak sebagai ligan pada reseptor GABA dalam susunan saraf pusat dan berikatan dengan benzodiazepin binding site sehingga menghasilkan efek antidepresan pada hewan uji (Marder dan Paladini, 2002). Flavonoid sendiri telah diteliti secara luas memiliki efek antidepresan. Flavonoid berperan dalam peningkatan kadar serotonin, norepinefrin dengan menurunkan aktivitas monoamine oksidase dan meningkatkan kadar BDNF seperti reseptor glukokortikoid serta dapat meningkatkan diferensiasi neuronal dan plasticity.

Tanin memberikan aktivitas antidepresan dengan meningkatkan kadar monoamine diotak serta memberikan efek neuroprotektif. Saponin menunjukkan efek antidepresan dengan meningkatkan kadar monoamine dan mempengaruhi mekanisme melalui jalur signaling BDNF, HPA axis, dan neurogenesis hipokampus (Shekar et al. 2012; Bahramsoltani et al., 2015).

Terpenoid memberikan efek antidepresan dengan melibatkan reseptor DA, D1 dan D2, tetapi tidak memiliki interaksi dengan reseptor noradrenergik atau jalur sintesis 5-HT. Terpenoid juga bekerja dengan meningkatkan kadar NE dan 5-HT di otak (Bahramsoltani et al., 2015).


(1)

E.Antidepresan tetrasiklik dan unisiklik

Beberapa antridepresan tidak benar-benar pas untuk dimasukkan ke dalam penggolongan obat-obat antidepresan lain, seperti bupropion, mirtazapin, amoksapin, dan maprotilin. Bupoprion memiliki sebuah struktur aminoketon unisiklik yang menyebabkan profil efek sampingnya berbeda dibandingkan kebanyakan obat antidepresan. Bupropion memiliki struktur kimiawi yang agak mirip dengan amfetamin dan bekerja sebagai stimulan karena berefek pada pengaktifkan susunan saraf pusat (SSP). Mirtazapin, amoksapin, dan maprotilin memiliki struktur tetrasiklik. Amoksapin dan maprotilin memiliki kemiripan struktur dan efek samping yang setara dengan antidepresan trisiklik (Katzung et al., 2014).

2.1.3 Amitriptilin

Amitriptilin derivat dibenzosikloheptadin merupakan antidepresan klasik yang karena struktur kimianya disebut sebagai antidepresan trisiklik. Obat ini termasuk salah satu obat yang paling banyak digunakan sebagai terapi depresi dan digunakan sebagai pengganti MAO-Inhibitor yang tidak banyak digunakan lagi (Syarif et al., 2011).

Obat ini berkerja dengan menghambat ambilan kembali neurotransmiter di otak, dimana terjadi hambatan re-uptake dari noradrenalin dan serotonin diotak.. Perbaikan berwujud sebagai perbaikan suasana perasaan (mood), bertambahnya aktivitas fisik, kewaspadaan mental, perbaikan nafsu makan, dan pola tidur yang lebih baik (Syarif et al., 2011). Amitriptilin memiliki efek antihistamin dan antikolinergis, juga sedatif kuat, sehingga baik diberikan pada pasien agresif. Pada


(2)

manusia normal amitriptilin menimbulkan rasa lelah, obat tidak meningkatkan alam perasaan (elevation of mood), dan meningkatnya rasa cemas disertai gejala yang menyerupai efek atropin. Pemberian berulang selama beberapa hari akan memperberat gejala ini dan menimbulkan kesukaran konsentrasi dan berpikir. Sebaliknya bila obat diberikan untuk jangka lama pada pasien depresi, terjadi peningkatan alam perasaan. Amitriptilin mempengaruhi saraf otonom dimana memperlihatkan efek antimuskarinik, sehingga dapat mengakibatkan penglihatan kabur, mulut kering, obstipasi, dan retensi urin. Selain itu amitriptilin juga sering menimbulkan hipotensi ortostatik (Syarif et al., 2011).

Resorpsi amtriptilin dari usus cepat dengan bioavailabilitas 40% dan persentase pengikatan protein diatas 90%, plasma t1/2nya rata-rata 15 jam. Dalam hati sebagian besar zat didemetilasi menjadi metabolit aktif nortriptilin dengan daya sedatif lebih ringan, yang memiliki waktu paruh (t1/2) rata-rata 36 jam. Ekskresinya berlangsung terutama lewat saluran kemih. Dosis yang biasa diberikan pada depresi yaitu 3 kali sehari 25 mg, bila perlu dinaikkan berangsur-angsur sampai 150-300 mg. Intramuscular/intravena 4 kali sehari 20-30 mg (Syarif et al., 2011).


(3)

2.2 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius R.) 2.2.1 Taksonomi tanaman

Gambar 2.1

Foto Tanaman Pandan wangi (Dalimartha, 2009)

Taksonomi tanaman pandan wangi (Pandanus amaryllifolius R.) adalah sebagai berikut :

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Pandanales Familia : Pandanaceae Genus : Pandanus

Spesies : Pandanus amaryllifolius

(Rohmawati, 1995)

2.2.2 Morfologi tanaman

Pandan wangi merupakan tumbuhan berupa semak atau pohon yang tegak dengan tinggi 3-7 meter, kadang memiliki cabang, dengan batang berduri, dan


(4)

memiliki akar tunjang disekitar pangkal batang. Daun pandan wangi dewasa umumnya memiliki panjang 2-3 meter, lebar 8-12 cm; daun tunggal, duduk, dengan pangkal memeluk batang; helai daun berbentuk pita, bertulang sejajar, memiliki ujung daun berbentuk segitiga lancip, tepi daun dan ibu tulang daun bagian bawah berduri, berwarna hijau muda-hijau tua dengan tekstur daun berlilin. Bunga pandan wangi jantan dan betina terdapat pada tumbuhan yang berbeda, memiliki buah yang letaknya terminal atau lateral, soliter atau berbentuk bulir atau malai yang besar (Rahayu dan Handayani,2008).

2.2.3 Kandungan kimia dan aktivitas farmakologi

Daun pandan wangi memiliki berbagai kandungan kimia dengan aktivitas farmakologi yang beragam. Bagian daun dari tanaman pandan wangi memiliki aroma khas, yang diketahui berasal dari kandungan senyawa 2-acetyl-1-pyrroline

(ACPY). Senyawa ini juga terdapat pada tanaman melati, hanya saja memiliki

konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan pada tanaman pandan wangi (Cheetangdee dan Sinee, 2006).

Daun pandan wangi mengandung senyawa kimia seperti alkaloid saponin, polifenol, flavonoid, kumarin, terpen dan terpenoid, essential oils, karotenoids, kuercetin (Lee et al., 2004; Lopez danNonato, 2005). Beberapa golongan alkaloid yang ditemukan pada ekstrak daun pandan wangi yaitu norpandamarilactonine-A,-B, pandamarilactam, pandamarilacton-1, pandamarine, pandanamine, pandamarilactonine, serta piperidin. Berdasarkan penelitian Agustiningsih et al., (2010) disebutkan bahwa daun pandan wangi memiliki kandungan flavonoid yang cukup tinggi dimana hasil maserasi daun pandan wangi dengan etanol 96%


(5)

mengandung kadar fenolik total sebesar 478,762 mg/g dan kadar flavonoid total 99,408 mg/g.

Daun pandan wangi sebelumnya telah banyak digunakan dalam pengobatan tradisional antara lain untuk menyegarkan tubuh, menurunkan demam, mengatasi kerontokan, dan sebagai penenang. Kandungan minyak atsiri dari daun pandan wangi diketahui memiliki aktivitas sebagai stimulan, serta efektif untuk mengurangi sakit kepala, dan epilepsi (Cheeptham dan Towers, 2002). Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan diketahui juga bahwa daun pandan wangi memiliki efek sedatif hipnotik. Efek sedatif hipnotik ditunjukkan pada pemberian ekstrak daun pandan wangi 6 mg/g BB yang terbukti memperpanjang lama waktu tidur mencit Balb/c. Efek ini diduga karena kandungan senyawa alkaloid pada ekstrak pandan wangi yang berpengaruh pada reseptor gamma-aminobutyric acid (GABA), dimana reseptor GABA merupakan target penting untuk komponen sedatif-hipnotik (Dewi, 2009).

2.2.4 Mekanisme zat aktif daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius L.) sebagai antidepresan.

Daun pandan wangi memiliki beberapa komponen zat aktif yang pada tanaman lain memiliki mekanisme tersendiri sebagai antidepresan. Beberapa komponen zat aktif tersebut antara lain yaitu alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, dan terpenoid (Lopez danNonato, 2005).

Senyawa aktif golongan alkaloid telah lama diketahui memiliki salah satu khasiat sebagai stimulansia, dapat meningkatkan kesadaran dengan menstimulasi neuron (khususnya kolinergik) yang bertanggung jawab meningkatkan kesadaran.


(6)

Alkaloid memperlihatkan efek antidepresan sebagai invers agonis dari reseptor benzodiazepine, menurunkan kadar hormon adrenokortikotropic, menghambat enzim MAO, berperan dalam peningkatan dari kadar serotonin dan BDNF level diotak (Lee et al., 2005; Fortunato et al., 2010; Mao et al., 2011).

Beberapa derivat flavon pada daun pandan wangi dapat bertindak sebagai ligan pada reseptor GABA dalam susunan saraf pusat dan berikatan dengan

benzodiazepin binding site sehingga menghasilkan efek antidepresan pada hewan

uji (Marder dan Paladini, 2002). Flavonoid sendiri telah diteliti secara luas memiliki efek antidepresan. Flavonoid berperan dalam peningkatan kadar serotonin, norepinefrin dengan menurunkan aktivitas monoamine oksidase dan meningkatkan kadar BDNF seperti reseptor glukokortikoid serta dapat meningkatkan diferensiasi neuronal dan plasticity.

Tanin memberikan aktivitas antidepresan dengan meningkatkan kadar monoamine diotak serta memberikan efek neuroprotektif. Saponin menunjukkan efek antidepresan dengan meningkatkan kadar monoamine dan mempengaruhi mekanisme melalui jalur signaling BDNF, HPA axis, dan neurogenesis hipokampus (Shekar et al. 2012; Bahramsoltani et al., 2015).

Terpenoid memberikan efek antidepresan dengan melibatkan reseptor DA, D1 dan D2, tetapi tidak memiliki interaksi dengan reseptor noradrenergik atau jalur sintesis 5-HT. Terpenoid juga bekerja dengan meningkatkan kadar NE dan 5-HT di otak (Bahramsoltani et al., 2015).