PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN MINYAK KELAPA KRENGSENG.

(1)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai bahan dasar yang penting dalam proses penggorengan dengan fungsi sebagai medium penghantar panas, penambah rasa gurih, menambah nilai gizi, dan kalor bahan pangan. Minyak goreng dapat diproduksi dari berbagai macam bahan mentah, misalnya kedelai, biji kapas, kacang tanah, rape seed, bunga matahari, kelapa, dan zaitun (olive) (Buckle, et al, 1987).

Minyak goreng yang telah dimurnikan dapat mengalami kerusakan akibat adanya proses oksidasi, proses ini dapat menyebabkan terjadinya bau dan rasa tengik pada minyak goreng tersebut. Kemungkinan yang lebih besar dapat terjadi pada minyak goreng krengseng yang memiliki kualitas lebih rendah dibandingkan minyak goreng murni.

Ketengikan yang terjadi disertai bau tidak sedap tersebut disebabkan oleh adanya oksigen yang menyebabkan proses oksidasi dan pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida (hidrolisis). Kerusakan lemak yang ditandai dengan bau tengik ini disebut dengan proses ketengikan (rancidity). Proses ketengikan sangat dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan antioksidan. Prooksidan akan mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan antioksidan akan menghambat proses oksidasi.

Antioksidan dapat menghambat atau mencegah kerusakan lemak atau bahan pangan berlemak akibat proses oksidasi (Ketaren, 1986: 86). Secara alamiah anti-oksidan terdapat dalam lemak nabati. Antianti-oksidan dapat dikategorikan menjadi dua


(2)

macam, yaitu antioksidan primer dan antioksidan sekunder. Antioksidan primer meliputi antioksidan alami dan sintetik. Antioksidan alami, antara lain tokoferol, asam askorbat, lesitin, dan lain-lain. Antioksidan alami ini mempunyai banyak ikatan rangkap yang mudah dioksidasi, sehingga akan melindungi lemak dari proses oksidasi. Antioksidan sintetik biasanya ditambahkan ke dalam lemak atau bahan pangan untuk mencegah ketengikan dan agak beracun. Contoh antioksidan sintetik antara lain Butylated Hidroxyanisole (BHA), Butylated Hidroxytoluene (BHT), Nordhidroqualaretic (NDGA), dan lain-lain. Antioksidan sekunder adalah suatu zat yang dapat mencegah kerja prooksidan, sehingga kerjanya tergolong sinergik. Contohnya adalah vitamin C, vitamin E, dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buah-buahan.

Pemakaian antioksidan sintetik mulai mendapatkan respon negatif karena berpotensi kanker dalam tubuh. Di beberapa negara maju, seperti Jepang dan Kanada, penggunaan antioksidan sintetik seperti BHA, BHT, dan TBHQ telah dilarang (Iqbal dan Anwar, 2005 dalam Ayucitra, 2011: 1). Oleh karena itu, penggunaan antioksidan alami sebagai pengganti karena dipercaya lebih aman untuk kesehatan.

Sekitar 950 spesies tumbuhan yang ada di Indonesia memiliki potensi sebagai tanaman yang berguna bagi manusia, salah satunya adalah antioksidan. Pandan wangi merupakan tanaman yang sering dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pangan, pada umumnya digunakan sebagai pemberi aroma dan pewarna hijau.


(3)

Prameswari dan Widjaksono (2014: 17) menyatakan daun pandan wangi memiliki aktivitas antidiabetik pada ekstrak air, antioksidan pada ekstrak air dan etanol, antikanker pada ekstrak etanol dan metanol, dan antibakteri pada ekstrak etanol dan etil asetat. Ekstrak etanol daun pandan wangi mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, dan polifenol (As’ari, et al., 2014: 119).

Pada penelitian ini akan dilakukan penambahan antioksidan alami pada minyak kelapa krengseng, yaitu antioksidan yang digunakan berasal dari ekstrak etanol daun pandan wangi. Pemilihan ekstrak tersebut didasarkan pada penelitian sebelumnya, dimana ekstrak etanol mengandung senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, polifenol, dan zat warna. Hal ini menunjukkan bahwa pada esktrak etanol daun pandan wangi terdapat senyawa yang berperan aktif sebagai antioksidan, yaitu flavonoid, polifenol, dan tanin.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasi berkenaan dengan penelitian ini, yaitu:

1. Terdapat berbagai macam varietas tanaman pandan yang dapat digunakan sebagai sumber antioksidan, seperti pandan kaku, pandan duri, pandan wangi, pandan melintir, pandan laut dan pandan suji.

2. Ada berbagai pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi senyawa antioksidan yang terekstrak, seperti etanol, eter, aseton, etil asetat, petroleum eter, dan kloroform.

3. Ada berbagai metode ekstraksi yang dapat digunakan pada ekstraksi senyawa daun pandan, seperti metode sokhlet, maserasi, dan perkolasi.


(4)

4. Ada berbagai metode yang dapat digunakan dalam uji aktivitas antioksidan, diantaranya metode TBA, DPPH, dan FTC.

5. Aktivitas antioksidan dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya waktu pengujian, konsentrasi, dan suhu.

C. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari adanya pengertian yang meluas dan kesalahan persepsi, maka perlu dikemukakan batasan-batasan masalah sebagai berikut:

1. Jenis tanaman pandan yang digunakan adalah pandan wangi. 2. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah etanol. 3. Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode maserasi.

4. Metode yang digunakan untuk uji aktivitas antioksidan adalah metode FTC. 5. Faktor yang akan diteliti yang mempengaruhi aktivitas antioksidan adalah

konsentrasi ekstrak etanol daun pandan wangi, yaitu 0,01%, 0,05%, 0,1% menurut rekomendasi Food and Drug Administration (Ketaren, 2008: 135), dan waktu pengujian, yaitu 0 hari (sebagai kontrol), 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 hari.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan masalah:

1. Apakah ekstrak daun pandan wangi berpotensi sebagai antioksidan alami minyak kelapa krengseng?


(5)

2. Bagaimanakah pengaruh variasi konsentrasi ekstrak etanol daun pandan wangi terhadap aktivitas antioksidan pada minyak kelapa krengseng?

3. Bagaimanakah pengaruh waktu inkubasi terhadap aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun pandan wangi pada minyak kelapa krengseng?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Potensi ekstrak etanol daun pandan wangi sebagai antioksidan alami minyak kelapa krengseng.

2. Ada tidaknya pengaruh variasi konsentrasi ekstrak etanol daun pandan wangi terhadap aktivitas antioksidan pada minyak kelapa krengseng.

3. Ada tidaknya pengaruh waktu inkubasi terhadap aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun pandan wangi pada minyak kelapa krengseng.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak, antara lain:

1. Bagi industri makanan, memberikan pilihan kepada industri untuk memanfaatkan daun pandan wangi sebagai sumber antioksidan alami, sehingga mampu menekan seminimal mungkin penggunaan antioksidan sintetik.

2. Bagi masyarakat, memberikan wawasan mengenai zat-zat bermanfaat yang ada dalam daun pandan wangi yang salah satunya sebagai antioksidan alami. 3. Bagi dunia pendidikan, menambah wawasan keilmuan di bidang penelitian


(6)

4. Bagi mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia, sebagai inspirasi ide penelitian sejenis dengan menggunakan ekstrak dari bahan alami lainnya.


(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A.Deskripsi Teori

1. Minyak Kelapa

Pohon kelapa (cocos nucifera L) telah lama dikenal sebagai pohon serbaguna pada masyarakat desa. Kelapa merupakan salah satu komoditi perkebunan yang sangat penting di Indonesia selain kopi, kakao, lada, dan vanili. Salah satu olahan buah kelapa adalah minyak kelapa yang merupakan salah satu komponen bahan pokok. Komposisi kimia daging buah kelapa ditentukan oleh umur buahnya, seperti terlihat pada tabel 1.

Tabel 1. Komposisi daging buah kelapa 1000 gram (Ketaren, 2008: 312)

Komponen Buah

Muda

Buah Setengah

Tua Buah Tua

Kalori (kal) Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat (mg) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg)

Aktivitas Vit. A (IU) Asam askorbat (mg) Air (BR) 68,0 1,0 0,9 14,0 17,0 30,0 1,0 0,0 4,0 83,3 180,0 4,0 13,0 10,0 8,0 35,0 3,0 10,0 4,0 70,0 359,0 3,4 34,7 14,0 21,0 21,0 2,0 0,0 2,0 46,4

Daging kelapa dapat diolah menjadi santan (juice extract). Santan kelapa ini dapat dijadikan sebagai bahan pengganti susu atau dijadikan minyak nabati. Minyak nabati yang berasal dari pohon kelapa disebut dengan minyak kelapa (coconut oil). Minyak kelapa terdapat didalam sel daging buah yang merupakan minyak yang dikelilingi lapisan protein serta lapisan air (Kethut Budha, 1981: 23)


(8)

Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemaknya digolongkan ke dalam minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya paling besar jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Berdasarkan tingkat ketidakjenuhannya yang dinyatakan dengan bilangan iod (Iodine Value), maka minyak kelapa dapat dimasukkan ke dalam golongan non drying oils, karena bilangan iod minyak berkisar antar 7,5 - 10,5 (Ketaren, 2008: 314).

Berikut ini disajikan jenis asam lemak yang terdapat pada beberapa minyak nabati yang digunakan untuk minyak goreng (Noriko, et al., 2012: 148).

Tabel 2. Komposisi Beberapa Asam Lemak dalam Tiga Minyak Nabati

Asam Lemak Jumlah

Atom C Minyak Sawit (%) Minyak Inti (%) Minyak Kelapa (%) Asam Lemak Jenuh:

Asam oktanoat Asam dekanoat Asam laurat Asam miristat Asam palmitat Asam stearat 8 10 12 14 16 18 - - 1 1 - 2 32 - 47

4 - 10

2 - 4 3 - 7 41 - 55 14 - 19 6 - 10

1 – 4

8 7 48 17 9 2 Asam Lemak Tak Jenuh

Asam oleat Asam linoleat Asam linolenat 18 18 18

38 - 50 5 - 14

1

10 - 20 1 - 5 1 - 5

6 3 -

Minyak kelapa krengseng adalah minyak kelapa yang dibuat dari bahan baku kelapa segar, diproses dengan pemanasan terkendali tanpa bahan kimia. Prinsip pemisahan minyak kelapa krengseng dilakukan secara basah. Proses pengolahan secara basah, yaitu dengan cara mengekstrak daging buah kelapa dengan air. Daging buah diparut, kemudian ditambah air dan diperas sehingga mengeluarkan santan. Setelah itu dilakukan pemisahan minyak dari santan dengan pemanasan. Santan dipanaskan sehingga airnya menguap dan tinggal padatan yang


(9)

menggumpal. Gumpalan padatan ini disebut blondo. Minyak dipisahkan dari blondo dengan disaring. Blondo masih banyak mengandung minyak sehingga masih dapat diambil minyaknya dengan diperas. Minyak kelapa krengseng merupakan modifikasi proses pembuatan minyak kelapa sehingga dihasilkan produk dengan kadar air dan kadar asam lemak bebas yang rendah.

Minyak kelapa terdiri atas gliserida, yaitu persenyawaan antara gliserin dan asam lemak.

Gambar 1. Reaksi Penyusunan Trigliserida (Ketaren, 2008: 7)

Disamping itu minyak kelapa mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menyebabkan rasa tengik. Minyak kelapa juga mengandung sejumlah komponen bukan lemak, misal fosfatida, gum sterol (0,06 – 0,08%), tokoferol (0,003%) dan asam lemak bebas (< 5%), sterol yang terdapat didalam minyak nabati disebut phitosterol dan mempunyai dua isomer, yaitu beta sitoterol (C29H50O) dan

stigmasterol (C29H48O). tokoferol mempunyai tiga isomer, yaitu α-tokoferol (titik

cair 158o – 160oC), β-tokoferol (titik cair 138o – 140oC) dan ϒ-tokoferol.

Persenyawaan tokoferol bersifat tidak dapat disabunkan dan berfungsi sebagai antioksidan.


(10)

Kandungan asam lemak jenuh minyak kelapa diperkirakan sekitar 91% (terdiri atas kaproat, kaprilat, kaprat, laurat, miristat, palmitat, stearat, dan arakhidat), sedangkan kandungan asam lemak tidak jenuh sekitar 9% (terdiri dari oleat dan linoleat). Asam lemak tidak jenuh dan asam lemak bebas akan mudah teroksidasi oleh oksigen di udara. Oleh sebab itu, minyak kelapa yang disimpan terlalu lama akan berubah menjadi tengik, karena terbentuknya bermacam-macam aldehid dan peroksida (Siti Sulastri, 2005: 3).

Proses ketengikan pada minyak kelapa disebabkan oleh autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Autooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti panas, peroksida lemak, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin seperti hematin, hemoglobin, moiglobin, klorofil, dan enzim-enzim lipoksidase. (Winarno, 1982: 106). Dalam keadaan yang ekstrim, reaksi oksidasi dapat menghasilkan residu yang sifatnya toksik (Tranggono, et al., 1988: 326-327).

Oksidasi lemak dapat berlangsung melalui tiga jalan yaitu autooksidasi, fotooksidasi, dan oksidasi enzimatis. Ranciditas (ketengikan oksidatif) adalah terbentuknya off flavor sebagai hasil reaksi autooksidasi lemak. Autooksidasi berlangsung melalui proses pembentukan radikal. Proses ini meliputi tahapan inisasi, propagasi, dan terminasi (Tranggono, et al., 1988: 328-329).


(11)

Tahap inisiasi merupakan pembentukan radikal bebas lemak bila hidrogen meninggalkan atom karbon α-metilen pada gugus asam lemak tak jenuh dari molekul lemak (RH). Hasilnya berupa radikal bebas menjadi sangat peka terhadap

serangan oksigen atmosfer dan membentuk radikal peroksida tak stabil (ROO•). Hal ini juga merupakan alasan pemberian istilah mekanisme radikal bebas oksidasi lemak. Radikal bebas ini berperan sebagai inisiator dan pemacu kuat oksidasi berikutnya, sehingga pemecahan oksidasi lemak dan minyak menjadi proses yang dipacu oleh dirinya sendiri (autokatalitik) atau autooksidasi. Akibatnya terjadi

reaksi berantai antara peroksi radikal (ROO•) dengan minyak (RH) menghasilkan

hidroperoksida (ROOH) dan radikal baru (R•). Radikal baru ini kemudian berperan dalam reaksi berantai, karena reaksinya dengan molekul oksigen lain. Hiroperoksida dapat mengalami pemecahan menjadi senyawa organik yang lebih kecil, seperti aldehida, keton, dan asam yang memberikan bau dan cita rasa tidak enak yang dikenal sebagai rancidity.

RH = molekul asam oleat lainnya R• = molekul radikal bebas baru

Gambar 3. Mekanisme Pembentukan Hidroperoksida pada Asam Oleat (Ketaren, 1986: 96)


(12)

Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mudah sekali mengalami oksidasi. Proses ini dapat dipercepat oleh adanya cahaya, suasana asam, kelembaban udara dan katalis. Maka untuk dapat menghambat atau mencegah kerusakan lemak akibat proses oksidasi dibutuhkan suatu senyawa yang dapat mencegah proses oksidasi tersebut. Beberapa macam persenyawaan yang dapat menghambat proses oksidasi tersebut seperti yang dikenal sebagai antioksidan.

2. Antioksidan

Antioksidan merupakan suatu inhibitor yang bekerja menghambat oksidasi, yaitu bereaksinya senyawa antioksidan dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tidak reaktif yang stabil. Oleh karena itu antioksidan mampu menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan dengan menghambat terjadinya reaksi berantai pada pembentukan radikal bebas (Resi dan Andis, 2008: 8). Antioksidan dalam makanan dapat berada secara alamiah atau sengaja ditambahkan. Sifat antioksidan yang diharapkan, yaitu harus efektif pada konsentrasi rendah, tidak beracun, mudah dicari dan aman dalam penanganannya, dan tidak memberikan sifat yang tidak dikehendaki seperti perubahan warna, bau, dan cita rasa.

Antioksidan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a. Antioksidan primer

Suatu senyawa dapat digolongkan sebagai antioksidan primer apabila senyawa tersebut dapat menyebabkan berhentinya reaksi rantai pembentukan radikal yang melepaskan hidrogen. Senyawa-senyawa antioksidan alami


(13)

memiliki kemiripin molekul dasarnya, yaitu mengandung setidaknya satu cincin aromatik dan sebuah gugus hidroksil (Winarno, 1982: 106).

Senyawa ini meliputi asam fenolat, isoflavon, ester gallat, kumarin, flavonon, dan oligomer proantosianidin. Senyawa yang tergolong antioksidan sintetik adalah BHT (Butylated Hidroxy Toluene), BHA (Butylated Hidroxy Anisole), PG (Propyl Gallat), NGDA (Nor Dihydro Guaiaretic Acid), dan TBHQ (Tert Butylated Hidroxy Quinone).

Gambar 4. Struktur Molekul BHT, BHA, dan PG

Struktur antioksidan sintetik ini memiliki kemiripan dengan struktur antioksidan alami, yaitu mengandung cincin aromatik dan gugus hidroksil. Perbedaannya terletak pada subtituen yang ditambahkan. Dengan kata lain, bagian yang aktif sebagai antioksidan jenis ini adalah senyawa fenol.

Oleh karena fungsinya menghentikan reaksi berantai, antioksidan jenis ini disebut juga sebagai antioksidan pemutus rantai (chain breaking antioxidant). Adanya antioksidan alami maupun sintetik dapat menghambat oksidasi lipid, mencegah kerusakan, perubahan komponen organik dalam suatu bahan makanan sehingga dapat memperpanjang umur simpan (Rohdiana, 2001 dalam Stevi G, et al., 2012: 11). Karena antioksidan dapat bertindak sebagai


(14)

akseptor radikal bebas sehingga dapat menunda tahap inisiasi pembentukan radikal bebas.

Gambar 5. Reaksi Penghambatan Antioksidan Primer terhadap Radikal Lipida (Shahidi, 2005 dalam Aning Ayucitra, 2011: 3)

Antioksidan yang ditambahkan pada minyak goreng bertujuan untuk menghambat laju oksidasi. Antioksidan primer (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R•, ROO•) dan mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A•) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida. Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi. Radikal-radikal antioksidan (A•) yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru. Radikal-radikal antioksidan dapat saling bereaksi membentuk produk non Radikal-radikal (Trilaksani, 2003 dalam Aning Ayucitra, et al., 2011: 2).

b.Antioksidan sekunder

Antioksidan sekunder adalah suatu senyawa yang dapat menurunkan laju inisiasi dengan berbagai mekanisme atau dapat juga didefinisikan sebagai


(15)

senyawa yang mencegah kerja proksidan. Beberapa mekanisme kerja antioksidan jenis ini, seperti menangkap oksigen, menyerap radiasi UV, deaktivasi oksigen singlet, dan mengikat logam.

Beberapa asam organik tertentu, biasanya asam di- atau trikarboksilat dapat mengikat logam-logam (squestran), misalnya satu molekul asam sitrat akan mengikat prooksidan Fe seperti yang dilakukan pada minyak kacang kedelai. EDTA (etilendiamin tetraasetat) adalah sequestran logam yang sering digunakan dalam minyak salad (Winarno, 1982: 107).

Secara teoritis antioksidan dapat kehilangan potensinya jika tidak mempunyai kemampuan lagi untuk mengikat hidrogen atau elektron yang menjadi bagian dari molekul lemak. Beberapa jenis antioksidan yang dapat kehilangan potensinya terutama adalah golongan fenolat, karena golongan fenolat bersifat dapat menguap pada suhu kamar, terlebih lagi pada proses menggoreng (Ketaren, 2008: 136).

Faktor yang mempengaruhi aktivitas antioksidan antara lain:

a. Waktu inkubasi. Aktivitas antioksidan sangat dipengaruhi oleh lama waktu inkubasi. Semakin lama waktu inkubasi, maka aktivitas antioksidan semakin kecil.

b. Suhu. Suhu sangat berpengaruh pada kecepatan oksidasi lemak. Semakin tinggi suhu dapat menyebabkan aktivitas antioksidan menurun.

c. Konsentrasi antioksidan. Semakin besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan pada minyak, maka semakin tinggi pula aktivitas antioksidannya, demikian juga sebaliknya.


(16)

Penelitian ini menggunakan 2 faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas antioksidan, yaitu waktu inkubasi dan konsentrasi antioksidan.

3. Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)

Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) atau biasa disebut sebagai pandan ini adalah jenis tumbuhan monokotil dari famili pandanaceae. Pandan wangi merupakan satu-satunya spesies pandanus yang memiliki daun yang wangi (Sheila Margareta, et al., 2011: 22). Tumbuhan ini dikenal dengan bau wangi yang khas, sehingga disebut fragrant screw pine.

Menurut Nonato MG. et al. (2008: 26), tumbuhan pandan wangi memiliki taksonomi sebagai berikut:

Kingdom : Plantea

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Sub Kelas : Arecidae

Ordo : Pandanales

Famili : Pandanaceae

Genus : Pandanus

Spesies : Pandanus amaryllifolius Roxb.

Pandan wangi adalah tanaman asli Indonesia yang berasal dari Bangka dan tersebar luas di daerah Asia Tenggara. Budidaya tanaman ini umumnya dilakukan di pekarangan rumah, halaman atau di kebun. Pandan wangi kadang tumbuh liar di


(17)

tepi sungai, tepi rawa, dan di tempat-tempat yang agak lembab, tumbuh subur dari daerah pantai sampai daerah yang memiliki ketinggian 500 m di atas permukaan laut. Tanaman ini adalah tanaman perdu tahunan, memiliki tinggi 1 - 2 m, batang bulat dengan duduk daun, bercabang, tumbuh menjalar, akar tunjang menjalar di sekitar pangkal batang dan cabang daun tunggal, duduk dengan pangkal memeluk batang, tersusun berbaris tiga dengan dudukan dalam garis spiral.

Pandan wangi selain sebagai rempah-rempah juga digunakan sebagai bahan dasar pembuatan minyak wangi. Daunnya yang harum ketika diremas atau diiris-iris, sering digunakan sebagai bahan penyedap, pewangi, dan pemberi warna hijau pada masakan atau pangan. Selain itu masyarakat juga memanfaatkannya sebagai tanaman obat untuk mengobati lemah syaraf, rematik dan pegal linu, gelisah, rambut rontok dan juga berkhasiat untuk menghitamkan rambut dan menghilangkan ketombe pada rambut. Secara ilmiah daun pandan wangi diketahui mengandung metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan polifenol (As’ari,

et al., 2014: 119).

4. Polifenol

Polifenol merupakan kelompok terbesar dari fitokimia tumbuhan dan banyak ditemukan dalam makanan nabati. Polifenol merupakan senyawa aromatik yang dihasilkan dari metabolit sekunder tanaman. Beberapa senyawa polifenol antara lain isoflavon, katekin, quersetin, dan lain-lain. Senyawa polifenol adalah senyawa yang bersifat sebagai nukleofilik (Eko Suhartono, 2006: 154).

Senyawa polifenol merupakan antioksidan kuat yang melengkapi dan menambah fungsi vitamin dan enzim sebagai pertahanan terhadap stres oksidatif


(18)

yang disebabkan oleh spesies oksigen reaktif yang berlebihan. Senyawa polifenol dibagi menjadi flavonoid dan tanin. Dari semua senyawa aromatik, flavonoid dan tanin merupakan senyawa yang umum di organ tanaman. Flavonoid dan tanin tidak hanya memiliki peran fungsional pada tanaman, tetapi juga signifikan secara komersial dalam farmakologi dan industri makanan.

a. Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa yang memiliki kerangka dasar 15 atom karbon yang terdiri dari dua cincin benzene (C6) yang terikat pada rantai

propana (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Kerangka

karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzene tersubtitusi) yang

disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur, yakni 1,3-diarilpropana atau flavonoid, 1,2-diarilpropana atau isoflavon, dan 1,1-darilpropana atau neoflavonoid.

Senyawa-senyawa flavonoid terdapat dalam semua bagian tumbuhan, seperti bunga, daun, ranting, buah, kayu, dan akar. Berikut rumus umum flavonoid.

Gambar 6. Kerangka Dasar Flavonoid (Markham, 1988: 3)

Flavonoid adalah senyawa polar sehingga senyawa ini dapat larut pada pelarut polar seperti, metanol, etanol, butanol, aseton, kloroform dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoid menyebabkan flavonoid mudah larut


(19)

dalam air. Sehingga campuran pelarut diatas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik pada glukosida (Markham, 1988: 15).

Pengelompokkan flavonoid dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik-oksigen dan gugus hidroksilnya. Salah satu kelompok senyawa flavonoid adalah quersetin yang memiliki lima gugus hidroksil.

Gambar 7. Struktur Quersetin (Senyawa Flavonoid)

Quersetin merupakan senyawa flavonoid yang masuk dalam kelompok flavon. Senyawa ini merupakan senyawa polar. Larutan etanol memiliki sifat semi polar. Sehingga quersetin dapat larut dalam etanol sesuai hukum like dissolve like. Glikosida quersetin yang paling umum adalah quercetin 3-rutinosida atau dikenal sebagai rutin. Nama kimia dari rutin adalah

3,3’,4’,5,7-pentahidroksi flavon-3-ramnoglukosil.


(20)

Rutin merupakan turunan dari senyawa flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan cukup kuat dan dapat memperkuat daya kapilaritas pembuluh darah dan membantu menghentikan edem atau pembengkakan vena. Rutin dapat digunakan sebagai kontrol positif pada uji aktivitas antioksidan karena memiliki kemiripan struktur kimia dengan flavonoid.

b. Tanin

Tanin merupakan golongan senyawa fenol yang terdapat pada daun, buah yang belum matang, merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang termasuk golongan flavonoid, mempunyai rasa sepat dan mempunyai kemampuan menyamak kulit. Secara kimia tanin dibagi menjadi dua golongan, yaitu tanin terkondensasi atau tanin katekin dan tanin terhidrolisis atau tanin galat (Robinson dalam Sriwahyuni, 2010).

1) Tanin terhidrolisis

Tanin terhidrolisis biasanya berikatan dengan karbohidrat membentuk jembatan oksigen sehingga dapat dihidrolisis menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Tanin terhidrolisis penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping dua (Harborne, 1987: 104).

Gallotanin Ellagitanin

Gambar 9. Struktur gallotanin dan ellagitanin (Karamali, (2001: 642 - 643) dalam Ayu Sulung, 2016: 35)


(21)

2) Tanin terkondensasi

Tanin terkondensasi hampir terdapat semesta di dalam paku-pakuan dan gimnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu. Tanin terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal (atau galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Nama lain untuk tanin terkondensasi ialah proantosianidin (Harborne, 1987: 103 - 104).

Gambar 10. Struktur tanin terkondensasi atau proantosianidin (Karamali, (2001: 642 - 643) dalam Ayu Sulung, 2016: 35)

5. Ekstraksi

Prosedur pemisahan digunakan bagi keperluan pemurnian suatu senyawa, identifikasi, dan penentuan kadar suatu bahan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyiapan pelarut dan bahan yang akan diekstrak antara lain adalah selektivitas, kelarutan, kemampuan tidak saling bercampur, kerapatan, reaktivitas, dan titik didih.

Jenis ekstraksi meliputi ekstraksi secara dingin dan ekstraksi secara panas. Ekstraksi secara dingin terdiri atas metode maserasi, metode sokhletasi, dan metode


(22)

perkolasi, sedangkan ekstraksi secara panas terdiri atas metode refluks dan metode destilasi uap (Ibtisam, 2008: 3).

Metode dasar dari esktraksi adalah maserasi dan perkolasi. Biasanya metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor, seperti sifat dari bahan dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi, dan kepentingan dalam memperoleh ekstraksi yang sempurna atau mendekati sempurna dari sampel (Ibtisam, 2008: 4).

Maserasi berasal dari bahasa latin macerace, yang berarti mengairi dan melunakkan. Maserasi merupakan metode ekstraksi paling sederhana. Dasar maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel rusak yang terbentuk pada saat penghalusan bahan kandungan dari sel yang masih utuh. Setelah selesai waktu maserasi, yaitu terjadinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan masuk ke dalam cairan telah tercapai, maka proses difusi segera berakhir (Istiqomah, 2013: 12).

Pada penelitian ini dilakukan dengan metode maserasi. Pemilihan metode ini dilakukan karena lebih efektif untuk mengekstraksi bahan dalam jumlah besar dengan waktu yang cepat. Maserasi umumnya dilakukan dengan meredam 10 bagian sampel dengan derajat kehalusan yang sesuai ke dalam suatu bejana. Kemudian dituang 75 bagian pelarut, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari. Selama keadaan tersebut proses maserasi harus dalam kondisi terlindungi dari cahaya. Maserat yang dihasilkan disaring sehingga didapatkan filtrat yang diinginkan.

Proses maserasi menggunakan pelarut etanol sebagai cairan pengekstraksinya, karena etanol tidak berbahaya untuk dikonsumsi. Etanol tidak


(23)

menyebabkan pembengkakan membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan terlarut, etanol juga mampu mengendapkan albumin dan menghambat kerja enzim. Penggunaan etanol dengan skala kecil yang di dalam cairan pengekstraksi seringkali dapat menghasilkan bahan aktif yang optimal (Agus Purboyo, 2009: 19).

6. Analisis Screening Fitokimia

Analisis screening fitokimia dilakukan dengan tes uji warna. Analisis ini digunakan untuk mengetahui golongan suatu bahan menggunakan beberapa pereaksi untuk golongan senyawa alkaloid, tanin dan polifenol, saponin, kardenolin dan bufadianol, flavonoid, dan antrakuinon. Pereaksi-pereaksi spesifik yang digunakan pada analisis ini kebanyakan bersifat polar sehingga dapat berinteraksi dengan sampel menggunakan prinsip like dissolve like (Soerya, et al., 2005: 27-28).

a. Uji tanin dan polifenol.

Sebanyak 3 mL sampel diekstraksi dengan akuades panas kemudian didinginkan. Setelah itu ditambahkan 5 tetes NaCl 10% dan di saring. Filtrat dibagi menjadi 3 bagian A, B, dan C. Filtrat A digunakan sebagai blanko. Kedalam filtrat B ditambahkan 3 tetes preaksi FeCl3, hasil positif apabila warna

larutan berubah menjadi hijau kehitaman, biru, atau hitam. Filtrat C ditambahkan garam gelatin, hasil menunjukkan positif apabila terjadi endapan.

b. Uji flavonoid

Sebanyak 3 mL sampel diuapkan, kemudian dicuci dengan heksana sampai jernih. Lalu residu dilarutkan dalam 20mL etanol kemudian disaring.


(24)

Filtrat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu A, B, dan C. Filtrat A digunakan sebagai blanko, filtrat B ditambahkan 0,5 mL HCl pekat kemudian dipanaskan pada penangas air, jika terjadi perubahan warna merah tua sampai ungu menunjukkan hasil positif (metode Bate Smith-Metchalf). Filtrat C ditambah-kan 0,5 mL HCl dan logam Mg, kemudian diamati perubahan warna yang terjadi (metode Wilstatter). Warna merah sampai jingga diberikan oleh senyawa flavon, warna hijau sampai biru diberikan oleh aglikon atau glikosida. Selain itu uji flavonoid dapat dilakukan dengan analisis KLT. Sampel ditotolkan pada plat silica gel G60. Dielusi menggunakan butanol : asam asetat

: air = 3:1:1. Lalu plat dikeringkan dan diamati cahaya tampak pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Selanjutnya plat disemprot dengan amonia, dikeringkan diudara dan diamati pada cahaya tampak 254 nm dan 366 nm. Noda kuning sampai orange mengidentifikasikan adanya flavonoid.

Pada penelitian ini menggunakan 2 metode, pertama menggunakan pereaksi FeCl3 untuk uji polifenol dan yang kedua menggunakan metode wilstatter dengan

pereaksi Mg-HCl.

7. Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometer UV-Vis biasanya beroperasi pada trayek panjang gelombang 190 sampai 1100 nm. Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-VIS, karena molekul mempunyai elektron yang dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektrofotometri UV-VIS secara ideal diambil dari larutan encer. Apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan


(25)

berwarna, maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap (absorpsi) sedangkan radiasi lainnya akan diteruskan (transmisi).

Spektrum UV-Vis terdiri dari pita absorbansi lebar pada daerah panjang gelombang yang lebar. Panjang gelombang absorbansi biasanya dilaporkan sebagai

גmaks, yakni panjang gelombang yang memberikan nilai absorbansi terbesar. Absorbansi suatu senyawa dengan panjang gelombang tertentu akan bertambah dengan makin banyaknya molekul yang mengalami transisi. Panjang gelombang tergantung pada kuat lemahnya elektron yang terikat pada molekul (Harjono S, 1991: 11-12).

Dasar kerja pada metode spektrofotometri UV-Vis berdasarkan atas absorban sinar tampak oleh suatu larutan berwarna. Oleh karena itu, metode ini dikenal juga sebagai metode kolorimetri. Hanya larutan berwarna saja yang dapat ditentukan dengan metode ini. Senyawa tidak berwarna dapat dibuat berwarna dengan mereaksikannya dengan pereaksi yang menghasilkan senyawa berwarna. Contohny. Ion Fe3+ dengan CNS- menghasilkan larutan berwarna merah (Bintang, 2010: 194).

8. Metode FTC (Feritiosianat)

Pengukuran aktivitas antioksidan pada penelitian ini menggunakan metode feritiosianat. Metode ini didasarkan pada kemampuan senyawa antioksidan dalam menghambat terbentuknya radikal yang reaktif. Pembentukan radikal bebas disebabkan oleh oksidasi asam oleat.

Metode FTC digunakan untuk mengukur jumlah peroksida pada proses awal peroksidasi lemak dan kompleks reaksi feritiosianat yang terbentuk dibaca


(26)

pada panjang gelombang 500 nm (Aris, et al., 2009 dalam Muhtadi, et al., 2014). Aktivitas antioksidan yang ditentukan dengan metode FTC membutuhkan suatu kontrol positif yang biasanya merupakan senyawa yang telah diketahui sifat antioksidannya, seperti vitamin C, butil hidroksi toluena (BHT), atau tokoferol.

Oksidasi asam oleat dalam kondisi buffer yang diinkubasi pada suhu 55°C menggunakan FeCl2 dan amonium tiosianat sebagai pereaksi oksidator yang dapat

mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+, sehingga menghasilkan warna merah yang menyerap sinar tampak pada panjang gelombang antara 450 - 550 nm. Peroksida lemak meningkatkan bilangan oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ yang kemudian bereaksi

dengan ligan CNS- membentuk kompleks berwarna merah [Fe(SCN)3].

Penggunaan metode FTC ini digunakan sebagai pengganti metode DPPH, disebabkan DPPH adalah radikal nitrogen stabil yang berbeda dengan radikal peroksil yang ada di peroksida lemak. Antioksidan bereaksi cepat dengan radikal peroksil namun bereaksi lambat atau bahkan netral terhadap radikal DPPH (Prior, et al., 2005: 4398).


(27)

Gambar 11. Mekanisme Penghambatan Oksidasi Asam Oleat dengan Metode

Tiosianat (Risqa Uswatun, 2011:22)

B.Penelitian yang Relavan

Penelitian yang dilakukan oleh Risqa Uswatun pada tahun 2011 yang melakukan penelitian tentang pengaruh ekstrak cabai rawit merah (Capsium frutescens L.) sebagai antioksidan terhadap proses autooksidasi minyak kelapa krengseng yang menunjukkan bahwa adanya pengaruh variasi konsentrasi ekstrak cabai rawit hijau 0,01%, 0,05%, dan 0,1% terhadap aktivitas antioksidan pada minyak kelapa krengseng. Semakin besar konsentrasi ekstrak cabai rawit merah yang ditambahkan pada minyak kelapa krengseng, maka aktivitas antioksidan semakin besar.

Penelitian lainnya yang relevan dilakukan oleh Putu Puspita Sari, Wiwik Susanah Rita, dan Ni Made Puspawati pada tahun 2015 yang meneliti tentang identifikasi dan uji aktivitas senyawa tanin dari daun trembesi (Samanea saman


(28)

(Jarq.) Merr) sebagai antibakteri Escherichia coli (E. coli). Hasilnya menunjukkan bahwa etanol merupakan pelarut terbaik dibandingkan dengan kloroform untuk ekstraksi daun trembesi yaitu menghasilkan ekstrak 36,8 gram.

Penelitian lainnya dilakukan Yondra Arif D, Christine Jose, dan Hildan Yuda Teruna (2014), yaitu meneliti tentang total fenolik, flavonoid, serta aktivitas antioksidan ekstrak n-heksana diklorometan dan methanol Amaranthus spinosus L EM5-bawang putih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan menggunakan metode FTC (27,615% mg/mL) lebih baik dibandingkan dengan metode DPPH (0,374 % mg/mL) maupun penangkapan radikal NO (0,025% mg/mL).

Berdasarkan ketiga hasil penelitian tersebut menunjukkan persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu dalam hal metode ekstraksinya menggunakan metode maserasi, media uji yang digunakan adalah minyak kelapa krengseng, dan pelarut yang digunakan adalah etanol, dengan metode penentuan aktivitas antioksidan, yaitu metode FTC (Feritiosianat).

C.Kerangka Berpikir

Penggunaan antioksidan sintetik sebagai bahan pengawet pada makanan berlemak ternyata berdampak buruk bagi kesehatan manusia, karena antioksidan sintetik tersebut memiliki daya toksisitas yang tinggi. Oleh karena itu penggunaan antioksidan harus ditekan seminimal mungkin supaya hal yang tidak diinginkan yang berkaitan dengan kesehatan dapat dihindari. Salah satu upaya yang dapat dilakukan berkenaan dengan masalah ini adalah eksploitasi sumber antioksidan alami yang selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai pengganti antioksidan sintetik.


(29)

Sekitar 950 spesies tumbuhan yang ada di Indonesia memiliki potensi sebagai pangan bermanfaat bagi kesehatan, diantaranya sebagai antioksidan. Salah satu bahan alami yang diduga berpotensi sebagai antioksidan alami adalah daun pandan wangi yang keberadaannya dengan mudah ditemukan dan dengan mudah pula dibudidayakan.

Berbagai penelitian yang dilakukan sebelumnya mengemukakan bahwa senyawa-senyawa pada ekstrak etanol daun pandan wangi memiliki aktivitas antioksidan. Mekanisme kerja senyawa antioksidan dalam proses oksidasi, antara lain adanya gugus fenol yang akan mendonorkan atom H-nya ketika berinteraksi dengan senyawa radikal bebas, sehingga pada akhirnya radikal bebas akan berubah menjadi senyawa netral yang tidak berbahaya bagi kesehatan.

Pada penelitian ini akan dilakukan ekstraksi daun pandan wangi dengan metode maserasi dan menggunakan pelarut etanol p.a pada berbagai variasi konsentrasi dan waktu pengujian. Aktivitas antioksidan ditentukan dengan meng-gunakan metode FTC (Feritiosianat). Harapannya dari hasil penelitian ini dapat diperoleh data secara empiris tentang potensi daun pandan wangi sebagai antioksidan alami yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara umum.


(30)

BAB III

METODE PENELITIAN A.Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun pandan wangi dalam berbagai variasi konsentrasi dan waktu pengujian.

B.Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak etanol daun pandan wangi dan waktu pengujian.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah aktivitas antioksidan ekstrak daun pandan wangi pada minyak kelapa krengseng yang dinyatakan dalam persentase penghambatan oksidasi terhadap kontrol negatif.

C.Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Spektrofotometer Thermo-Genesys 20

b. Inkubator


(31)

d. Vortex mixer

e. Mikro pipet 1000-100 µL

f. Botol flakon 10 mL berwarna bening bermulut sempit

g. Alat-alat gelas meliputi: labu ukur, pipet ukur, erlenmeyer, tabung reaksi, gelas ukur, cawan kaca, dan gelas kimia, spatula

2. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Daun pandan wangi

b. Tanin (Berasal dari toko Chem-Mix)

c. Minyak kelapa krengseng (Berasal dari pasar Gejayan) d. Etanol 96% p.a

e. Akuades f. FeCl3 2%

g. Buffer fosfat 0,05 M (pH 7,00) h. NH4SCN 30%

i. FeSO4.7H2O 0,02 M

j. HCl pekat k. Magnesium


(32)

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Organik Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta.

E.Prosedur Penelitian 1. Persiapan Bahan Uji

Daun pandan wangi disortir sesuai dengan kriteria lalu dicuci bersih dengan air mengalir selanjutnya dilakukan pengecilan ukuran sebesar 3 – 5 cm. Daun pandan wangi yang telah dikecilkan lalu dikeringkan dengan oven selama 4 jam. Daun pandan wangi yang sudah kering diblender sampai halus, sehingga diperoleh serbuk daun pandan wangi.

2. Ekstraksi Daun Pandan Wangi dengan Metode Maserasi

Sebanyak 40 g serbuk daun pandan wangi dimasukkan ke dalam jerigen, kemudian ditambahkan sebanyak 200 mL etanol 96% p.a, didiamkan selama 24 jam. Filtrat disaring, dan residu yang dihasilkan dimaserasi kembali dengan 200 mL etanol 96% p.a. Semua filtrat yang dihasilkan sebanyak 400 mL. Lalu dievaporasi pada suhu 600C hingga diperoleh ekstrak daun pandan wangi. Ekstrak diuji secara kualitatif untuk mengetahui adanya kandungan fitokimia (flavonoid dan polifenol) yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan dan uji antivitas antioksidannya dengan metode FTC.

3. Screening Fitokimia

Screening fitokimia dapat dilakukan dengan uji warna (kualitatif), yaitu untuk menentukan keberadaan senyawa golongan flavonoid dan uji adanya


(33)

senyawa polifenol. Keberadaan senyawa flavonoid dalam sampel dilakukan dengan uji wilstatter. Sedangkan uji adanya senyawa polifenol dilakukan dengan larutan penambahan FeCl3 adapun uji tersebut secara lengkap sebagai berikut:

a. Uji Wilstatter

Ambil ekstrak etanol daun pandan wangi 2 mL tambahkan 3 mL HCl pekat dan 2 – 3 potong kecil logam Mg. Perubahan warna yang terjadi diamati, yaitu merah sampai jingga untuk flavon dan hijau sampai biru untuk aglikon atau glikosida (Sarah dan Ratna, 2014: 3).

b. Identifikasi Polifenol

Ambil ekstrak etanol daun pandan wangi sebanyak 1 mL, masukkan dalam tabung yang pertama. Ambil tabung reaksi kedua sebagai kontrol positif yang diisi dengan larutan tanin. Ke dalam kedua tabung masing-masing ditambahkan 3 tetes pereaksi FeCl3 (Nur Ismiyati, et al., 2015: 345). Terjadinya

warna biru kehitaman menunjukkan adanya tanin galat sedang warna hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin katekol (Tri Utami Putri (2014: 18 - 19) dalam Ayu Sulung, 2016: 67).

4. Uji Aktivitas Antioksidan

Pengujian aktivitas antioksidan menggunakan metode FTC. Langkah-langkahnya sebagai berikut:

a. Persiapan larutan sampel uji

Larutan induk ekstrak etanol daun pandan wangi 1 % mg/mL (b/v)


(34)

mL etanol 96% p.a). Lalu membuat variasi konsentrasi dari ekstrak etanol daun pandan wangi 0,01% (b/v); 0,05% (b/v); dan 0,1% (b/v).

b. Pembuatan larutan blanko, kontrol negatif, dan kontrol positif

Larutan blanko adalah larutan yang seluruh komponennya sama dengan larutan sampel, tetapi larutan sampel diganti dengan akuades. Sebelum membuat kontrol positif, terlebih dahulu dibuat larutan induk tanin, yaitu melarutkan 1 gram kristal tanin dalam 100 mL etanol p.a hingga batas. Selanjutnya dari larutan induk tanin tersebut dibuat larutan tanin dengan konsentrasi 0,05%. Setelah larutan tanin 0,05% jadi, maka diambil 4 mL dan ditambah 4,1 mL minyak kelapa krengseng 2,51% dalam etanol p.a, juga 8 mL buffer fosfat 0,05 M dan 3,9 mL akuades. Sebagai kontrol negatif adalah 4,1 mL minyak kelapa krengseng 2,51% dalam etanol p.a, ditambahkan 8 mL buffer fosfat 0,05 M (pH 7) dan 3,9 mL akuades.

c. Penentuan panjang gelombang maksimum kontrol negatif

Penentuan panjang gelombang yang menghasilkan serapan maksimum diukur pada rentang panjang gelombang antara 400 – 550 nm dengan mengukur absorbansi dari larutan kontrol negatif yang telah direaksikan dengan reagen hingga terbentuk kompleks berwarna merah [Fe(SCN)6]3-.

Mula-mula mengambil 0,1 mL larutan kontrol negatif kemudian menambahkan 9,7 mL etanol 96% p.a dan 0,1 mL NH4SCN 30%, dikocok


(35)

mL FeSO4 0,02 M yang dilarutkan dalam HCl 3,5% dikocok hingga homogen

dan didiamkan selama 6 menit. Tepat 6 menit setelah penambahan FeSO4,

dilakukan pengukuran dengan menggunakan Spektrosfotometer UV-20 sampai diperoleh panjang gelombang pada serapan maksimum.

d.Penentuan waktu kestabilan kontrol positif

Waktu kestabilan, yaitu waktu yang menghasilkan absorbansi yang stabil dari larutan yang sebelumnya digunakan untuk penentuan panjang gelombang maksimum. Untuk menentukan jangka waktu larutan yang menghasilkan absorbansi stabil, pengukuran absorbansi dilakukan terhadap larutan kontrol positif pada panjang gelombang maksimum selama 20 menit dengan selang waktu pengukuran setiap 1 menit. Waktu kestabilan ditetapkan berdasarkan absorbansi yang tetap (stabil) pada selang waktu tertentu yang telah digunakan untuk pengukuran absorbansi tersebut.

e. Pengujian aktivitas antioksidan (Yondra, Christine, dan Hilwan, 2014:363)

Setiap sampel ekstrak etanol daun pandan wangi pada berbagai variasi konsentrasi diambil 4 mL (dilakukan secara triplo), lalu ditambahkan 4,1 mL minyak krengseng 2,51% dalam etanol p.a, 8 mL buffer fosfat 0,05 M, dan 3,9 mL akuades. Kemudian diinkubasi pada suhu 55°C selama 24 jam. Setelah itu diambil sebanyak 0,1 mL dan ditambahkan 9,7 mL etanol p.a, 0,1 mL NH4SCN

30% dan dihomogenkan, lalu didiamkan selama 3 menit. Setelah itu ditambahkan 0,1 mL FeSO4 0,02 M dalam HCl 3,5% dan kembali


(36)

maksimum dan waktu kestabilan. Setiap sampel diukur kembali absorbansinya setelah 24 jam berlalu selama 8 hari. Dengan kata lain, pengukuran absorbansi sampel pada setiap konsentrasi dilakukan pada 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 hari.

F.Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengetahui kemampuan ekstrak etanol daun pandan wangi dalam menghambat proses oksidasi pada minyak kelapa krengseng. Melalui prosedur kerja yang telah dilakukan, maka diperoleh data kualitatif dan kuantitatif senyawa antioksidan dalam ekstrak etanol daun pandan wangi. Data tersebut selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam perhitungan aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun pandan wangi pada berbagai variasi konsentrasi dan waktu pengujian.

Data yang diperoleh dari uji kuantitatif, yaitu data hasil pengukuran absorbansi pada uji peroksida dan data persentase penghambatan oksidasi oleh antioksidan. Aktivitas antioksidan dihitung berdasarkan persentase inhibisi (%I) oksidasi terhadap kontrol negatif. Semakin besar persentase berkurangnya absorbansi, maka penghambatan oksidasi akan semakin besar atau kuat. Adapun perhitungan aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan rumus:

% I = A�A− A�

� x %

Keterangan:

% I = Persentase Inhibisi (hambatan) AK = Absorbansi kontrol negatif


(37)

Dari data absorbansi yang diperoleh dibuat persamaan regresi linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi bahan uji (x) dengan aktivitas antioksidan rata-rata (y) dari sampel ekstrak daun pandan wangi yang terukur sehingga diperoleh harga IC50 yaitu konsentrasi uji yang dapat menangkap 50% radikal

peroksida dari persamaan: Y = a + bX (Rahmawati et al., 2009: 98) Untuk penentuan IC50 dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

IC50 = 5 − ab Keterangan:

Y = % aktivitas

a = Intercept (pemotongan garis di sumbu Y) b = Slope (kemiringan)


(38)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian

1. Preparasi Sampel

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan Demangan, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta pada bulan Juni 2016. Pandan wangi dibersihkan kemudian dikeringkan dengan oven selama ± 4 jam pada temperatur 60oC. Daun pandan wangi yang telah kering dipotong kecil-kecil dengan ukuran 3 x 3 cm lalu dihaluskan menggunakan blender dan hasilnya berupa serbuk daun pandan wangi sebanyak 146 gram.

2. Ekstraksi Daun Pandan Wangi dengan Metode Maserasi

Ekstraksi senyawa antioksidan pada daun pandan wangi dilakukan dengan metode maserasi. Maserasi dilakukan dengan memasukkan 40 gram serbuk daun pandan wangi ke dalam jerigen dan menambahkan pelarut etanol 96% sebanyak 400 mL. Selanjutnya hasil ekstraksi daun pandan wangi dipekatkan menggunakan evaporator hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 8,31 gram.

3. Screening Fitokimia

Pemeriksaan adanya kandungan flavonoid dilakukan dengan menggunakan metode wilstatter, yaitu ke dalam isolat ditambahkan 4 tetes HCl pekat dan potongan logam Mg. Sedangkan untuk menguji adanya kandungan polifenol dilakukan dengan penambahan FeCl3.


(39)

Tabel 3. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Pandan Wangi

Uji Fitokimia Pereaksi Perubahan Warna Hasil Uji

Flavonoid Mg-HCl Kuning tua – jingga +

Polifenol FeCl3 Hijau Kehitaman +

4. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Kontrol Negatif

Penentuan panjang gelombang maksimum ditentukan dengan mengukur absorbansi larutan kontrol negatif pada rentang panjang gelombang 400 - 550 nm. Data panjang gelombang maksimum ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Data Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Berdasarkan data tersebut menunjukkan absorbansi maksimum diperoleh pada panjang gelombang 490 nm, sehingga panjang gelombang tersebut ditetapkan sebagai panjang gelombang maksimum yang akan digunakan untuk pengukuran absorbansi larutan-larutan berikutnya.

5. PenentuanWaktu Kestabilan Kontrol Posotif pada גmaks

Setelah panjang gelombang maksimum ditentukan, selanjutnya dilakukan penentuan waktu kestabilan. Dalam hal ini menggunakan larutan kontrol positif (larutan kontrol negatif dengan penambahan tanin) pada panjang gelombang

Panjang Gelombang (nm) Absorbansi Panjang Gelombang (nm) Absorbansi

400 0.128 480 0.226

410 0.132 490 0.239

420 0.137 500 0.233

430 0.142 510 0.224

440 0.154 520 0.212

450 0.165 530 0.197

460 0.189 540 0.186


(40)

maksimum (490 nm), dimana absorbansi diukur setiap selang waktu 1 menit hingga diperoleh data absorbansi yang stabil. Data tersebut diambil pada hari ke-0 (sebelum diinkubasi). Adapun hasil pengukuran absorbansi pada berbagai waktu dapat disajikan pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Data Penentuan Waktu Kestabilan

Waktu (menit) Absorbansi Waktu (menit) Absorbansi

1 0.239 11 0.298

2 0.255 12 0.298

3 0.273 13 0.298

4 0.283 14 0.301

5 0.286 15 0.303

6 0.288 16 0.305

7 0.295 17 0.302

8 0.298 18 0.304

9 0.298 19 0.307

10 0.298 20 0.302

Berdasarkan data diatas menunjukkan harga absorbansi yang stabil dari menit ke-8 sampai ke-13. Selanjutnya dalam penelitian ini ditetapkan waktu kestabilan pada menit ke-10 sebagai acuan pengukuran absorbansi pada uji antioksidan.

6. Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Pandan Wangi

Tahap selanjutnya adalah menentukan aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun pandan wangi (pandanus amiryllifolius Roxb.) dengan menggunakan metode FTC. Data absorbansi larutan kontrol negatif, kontrol positif, dan ekstrak etanol daun pandan wangi ditunjukkan pada Lampiran 4.Data rata-rata absorbansi larutan kontrol negatif, kontrol positif, dan ekstrak etanol daun pandan wangi ditunjukkan pada Tabel 6.


(41)

Tabel 6. Data Absorbansi Rata-rata Larutan Kontrol, Kontrol Positif, dan Ekstrak Etanol Daun Pandan Wangi.

Larutan Absorbansi Rata-rata Hari Ke -

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Kontrol (-) 0.180 0.288 0.338 0.299 0.336 0.377 0.428 0.485 0.586 Kontrol (+) 0.155 0.167 0.193 0.183 0.237 0.242 0.295 0.357 0.488 A 0.123 0.144 0.134 0.158 0.182 0.255 0.300 0.348 0.426 B 0.118 0.135 0.127 0.138 0.178 0.237 0.274 0.323 0.384 C 0.109 0.116 0.124 0.12 0.184 0.214 0.259 0.297 0.368 Keterangan:

A : Ekstrak etanol daun pandan wangi konsentrasi 0,01 mg/mL B : Ekstrak etanol daun pandan wangi konsentrasi 0,05 mg/mL C : Ekstrak etanol daun pandan wangi konsentrasi 0,1 mg/mL Kontrol (-) : Larutan minyak tanpa penambahan antioksidan (4,1 mL minyak

kelapa krengseng 2,51% (v/v) dalam etanol 96%, 8 mL buffer

fosfat (pH 7) 0,05 M dan 3,9 mL akuades)

Kontrol (+) : Ekstrak etanol tanin 0,05 mg/mL (4 mL ekstrak etanol tanin, 4,1 mL minyak kelapa krengseng 2,51% (v/v) dalam etanol 96%, 8

mL buffer fosfat (pH 7) 0,05 M dan 3,9 mL akuades)

Data absorbansi rata-rata tersebut digunakan untuk menghitung besarnya aktivitas antioksidan yang dinyatakan sebagai persen inhibisi oksidasi terhadap kontrol negatif ditunjukkan pada Lampiran 6. Adapun hasil perhitungan ditunjukkan pada pada Tabel 7.

Tabel 7. Data Persentase Penghambatan Oksidasi Minyak Kelapa Krengseng

Larutan Persentase Penghambatan Oksidasi Hari Ke -

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Kontrol (+) 13.73 41.9 42.94 38.91 29.37 35.78 30.94 26.44 16.73 A 31.73 50.12 60.32 47.16 45.73 32.33 29.77 28.37 27.21 B 34.32 53.13 62.49 53.96 47.02 37.19 35.85 33.45 34.43 C 39.52 59.84 63.38 59.75 45.14 43.29 39.36 38.74 37.22 Keterangan:


(42)

B : Ekstrak etanol daun pandan wangi konsentrasi 0,05 mg/mL C : Ekstrak etanol daun pandan wangi konsentrasi 0,1 mg/mL Kontrol (+) : Ekstrak etanol tanin 0,05 mg/mL (4 mL ekstrak etanol tanin, 4,1

mL minyak kelapa krengseng 2,51% (v/

v) dalam etanol 96%, 8

mL buffer fosfat (pH 7) 0,05 M dan 3,9 mL akuades)

B.Pembahasan 1. Preparasi Sampel

Bahan uji yang digunakan untuk penelitian ini adalah daun pandan wangi yang diperoleh dari padukuhan Demangan, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta. Pemilihan pandan wangi didasarkan pada kebiasaan masyarakat yang lebih banyak menggunakan pandan wangi dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan dengan pandan jenis lainnya.

Mula-mula daun pandan wangi yang digunakan untuk kebutuhan penelitian dipilih, lalu dibersihkan dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60oC selama ± 4 jam. Pengeringan ini bertujuan untuk menghilangkan kadar air yang ada pada daun pandan wangi. Setelah dikeringkan daun pandan wangi dihaluskan menggunakan blender. Proses tersebut dilakukan supaya zat aktif yang terkandung dalam daun pandan wangi dapat terekstraksi dengan baik. Serbuk daun pandan wangi yang diperoleh sebanyak 146 gram.

2. Ekstraksi Daun Pandan Wangi dengan Metode Maserasi

Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode maserasi. Metode maserasi dipilih karena metode ini tidak menggunakan pemanasan, sehingga bahan alam tidak terurai dan tidak mengalami kerusakan.

Pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi senyawa antioksidan pada daun pandan wangi adalah etanol p.a 96%. Etanol digunakan sebagai pelarut karena


(43)

sifatnya yang mampu melarutkan hampir semua zat, baik yang bersifat polar, semi polar, dan non polar. Selain itu etanol dipilih sebagai pelarut dalam penelitian ini karena bersifat sebagai penyaring yang lebih selektif, dan tidak beracun. Pertimbangan lainnya bahwa penggunaan etanol sebagai pelarut tidak berbahaya untuk dikonsumsi.

Langkah awal dalam penentuan aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun pandan wangi adalah mengambil serbuk daun pandan wangi sebanyak 40 gram dimasukkan ke dalam jerigen kemudian ditambahkan etanol p.a 96% sebanyak 200 mL. Serbuk yang telah bercampur dengan pelarut dimaserasi selama 24 jam pada suhu ruangan. Proses maserasi akan menghasilkan filtrat dan residu. Filtrat yang dihasilkan kemudian disaring. Sedangkan residu yang dihasilkan dimaserasi kembali dengan pelarut etanol 96% 200 mL. Lalu residu dan filtrat dicampurkan sehingga dihasilkan warna hijau pekat sebanyak 400 mL. Filtrat yang diperoleh kemudian dievaporasi untuk menguapkan etanolnya, sehingga yang tersisa hanya ekstrak daun pandan wangi. Dalam hal ini ekstrak yang diperoleh sebanyak 8,31 gram.

3. Screening Fitokimia

Screening Fitokimia ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan flavonoid dan polifenol dalam ekstrak daun pandan wangi.

a. Identifikasi Senyawa Polifenol

Ada tidaknya kandungan senyawa polifenol dalam ekstrak etanol daun pandan wangi dilakukan dengan penambahan pereaksi FeCl3. Hasil yang


(44)

mengandung senyawa polifenol dengan memberikan warna hijau kehitaman. Sedangkan untuk tanin sebagai pembandingnya menunjukkan warna biru kehitaman. Terjadinya warna biru kehitaman menunjukkan adanya tanin galat (tanin terhidrolisis) sedang warna hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin katekol (tanin terkondensasi). Maka tanin yang terdapat pada ekstrak etanol daun pandan wangi adalah tani terkondensasi. Terbentuknya warna tersebut dikarenakan polifenol bereaksi dengan ion Fe3+ membentuk senyawa kompleks (Widiastuti Agustina, et al., 2011: 276). Reaksi polifenol dengan FeCl3

ditunjukkan pada Gambar 12.

Gambar 12. Reaksi antara Polifenol dengan FeCl3 b. Identifikasi senyawa flavonoid

Mg dan HCl pada uji ini bereaksi membentuk gelembung-gelembung yang merupakan gas H2, sedangkan logam Mg dan HCl pekat pada uji ini

berfungsi untuk mereduksi inti benzopiron yang terdapat pada struktur flavonoid, sehingga terbentuk perubahan warna menjadi merah atau jingga (Harbone, 1987 dalam Widiastuti Agustina, et al., 2011: 275). Jika dalam suatu tumbuhan terdapat senyawa flavonoid maka akan terbentuk garam flavilium


(45)

saat penambahan logam Mg dan HCl yang berwarna jingga dengan reaksi seperti Gambar 13.

Gambar 13. Mekanisme Pembentukan Garam Flavilium

Pada identifikasi flavonoid menggunakan metode wilstatter

menunjukkan warna jingga pada sampel ekstrak etanol daun pandan wangi yang berarti positif terhadap flavonoid. Sedangkan pembandingnya, yaitu tanin yang diujikan menggunakan metode wilstatter menunjukkan perubahan warna dari kuning menjadi putih jernih yang berarti tidak menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Maka dalam sampel ekstrak etanol daun pandan wangi mengandung senyawa lain selain tanin, yaitu flavonoid.

4. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Kontrol Negatif

Tahap awal analisis kuantitatif dalam penelitian ini, yaitu menentukan panjang gelombang maksimum yang akan digunakan dalam pengukuran. Panjang gelombang maksimum ditentukan dengan cara mengukur absorbansi larutan kontrol negatif menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada rentang 400 nm - 550


(46)

nm menggunakan metode FTC. Grafik hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang ditunjukkan pada Gambar 14.

Gambar 14. Grafik Hubungan Panjang Gelombang dengan Absorbansi Berdasarkan grafik tersebut menunjukkan bahwa absorbansi terbesar terjadi pada puncak kurva, yaitu pada panjang gelombang 490 nm dengan absorbansi sebesar 0,239. Selanjutnya panjang gelombang maksimum (גmaks) 490 nm tersebut

digunakan untuk mengukur absorbansi pada penelitian selanjutnya.

5. Penentuan Waktu Kestabilan Kontrol Positif pada גmaks

Penentuan waktu kestabilan ditentukan dengan cara mengukur absorbansi larutan kontrol positif pada panjang gelombang maksimum (490 nm) dimulai dari menit ke-1 sampai menit ke-20. Pengukuran absorbansi dilakukan setiap selang 1 menit, mulai dari 1 menit setelah penambahan FeCl3 0,02 M dalam HCl 3,5%

sebanyak 0,1 mL.

Hasil pengukuran menunjukkan kestabilan dimulai dari pada menit ke-8 hingga menit ke-13, namun dalam penelitian ini ditetapkan menit ke-10 sebagai waktu kestabilan yang digunakan pada penelitian selanjutnya. Penentuan kestabilan

0 0,03 0,06 0,09 0,12 0,15 0,18 0,21 0,24 0,27 0,3

0 70 140 210 280 350 420 490 560

A

b

so

rb

an

si


(47)

ini bertujuan untuk mengetahui kapan waktu larutan menunjukkan absorbansi stabil, sehingga dengan kestabilan ini diharapkan absorbansi senyawa yang diukur tidak mengalami penurunan maupun penaikan absorbansi. Grafik hubungan antara waktu dan absorbansi yang terukur ditunjukkan pada Gambar 15.

Gambar 15. Grafik Hubungan Waktu dengan Absorbansi pada גmaks

6. Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Pandan Wangi

Pengujian aktivitas antioksidan yang terkandung dalam ekstrak etanol daun pandan wangi menggunakan minyak kelapa krengseng sebagai substrat. Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan antara proses oksidasi minyak kelapa krengseng tanpa dan dengan penambahan ekstrak etanol daun pandan wangi. Proses oksidasi tanpa ekstrak etanol daun pandan wangi bertindak sebagai kontrol negatif. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode FTC. Penggunaan metode ini dengan pertimbangan karena mudah dilakukan, akurat, dan menggunakan alat sederhana.

Prinsip pengujian ini adalah pembentukan senyawa radikal bebas dari oksidasi minyak kelapa pada proses autooksidasi yang dihambat karena adanya

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

A

b

so

rb

an

si


(48)

senyawa antioksidan yang berasal dari ekstrak etanol daun pandan wangi tersebut. Besarnya penghambatan oksidasi yang terjadi dapat ditentukan dengan membandingkan absorbansi larutan kontrol negatif terhadap larutan sampel ekstrak etanol daun pandan wangi dengan konsentrasi berturut-turut 0,01% mg/mL, 0,05% mg/mL, dan 0,1% mg/mL.

Dalam penelitian ini juga digunakan kontrol positif, yaitu larutan yang mengandung tanin 0,05% mg/mL. Adapun kegunaan dari larutan kontrol positif ini adalah untuk mengetahui bahwa pada larutan sampel yang diduga mengandung senyawa polifenol (tanin) dengan perbandingan absorbansi yang minimal sama dengan absorbansi kontrol positif atau lebih besar yang disebabkan kemungkinan adanya antioksidan lain dalam ekstrak etanol daun pandan wangi selain tanin.

Pengujian dilakukan selama 8 hari dengan menginkubasi kontrol negatif, kontrol positif, dan sampel dalam berbagai variasi konsentrasi pada suhu 55oC. Suhu 55oC dipilih karena pada suhu tersebut minyak kelapa dapat mengalami oksidasi (Ketaren, 2008: 139). Absorbansi yang terukur dari hari ke-0 hingga hari ke-8 mengalami kenaikan yang tajam. Hal ini menandakan bahwa proses autooksidasi yang terjadi pada minyak kelapa krengseng yang diinkubasi pada suhu 55oC bertambah setiap hari.

Penambahan ekstrak etanol daun pandan wangi dan tanin menyebabkan penurunan nilai absorbansi apabila dibandingkan dengan larutan kontrol tanpa penambahan ekstrak etanol daun pandan wangi dan tanin.

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, absorbansi rata-rata dari ekstrak etanol daun pandan wangi pada masing-masing konsentrasi, kontrol negatif,


(49)

dan kontrol positif setiap 24 jam ditunjukkan pada Tabel 6. Grafik hubungan antara absorbansi rata-rata terukur dengan lama pengujian ditunjukkan pada Gambar 16.

Gambar 16. Grafik Hubungan Absorbansi Rata-rata Larutan Kontrol (-), Kontrol (+), dan Ekstrak Etanol Daun Pandan Wangi dengan Lama Penyimpanan (Hari)

Semakin besar konsentrasi ekstrak etanol daun pandan wangi yang ditambahkan pada pengujian aktivitas antioksidan menunjukkan hasil absorbansi semakin kecil. Dengan kata lain semakin besar konsentrasi, maka semakin besar pula aktivitas antioksidannya. Nilai absorbansi yang dihasilkan dari hari ke hari akan semakin meningkat seiring bertambahnya waktu inkubasi yang dilakukan.

Hal ini terjadi karena proses autooksidasi pada minyak kelapa terus menghasilkan senyawa radikal peroksida. Radikal peroksida dengan adanya oksigen tunggal (On) akan membentuk hidroperoksida (ROOH) dalam suasana

asam. Oksigen tunggal (On) ini dapat mengoksidasi ion besi(II) menjadi ion

besi(III) yang apabila ada ammonium tiosianat (NH4SCN) akan membentuk

kompleks [Fe(SCN)6]3- yang berwarna merah.

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 0,5 0,55 0,6

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A b so rb an si Hari

Kontrol Kontrol (+) A (0,01% mg/mL)


(50)

Semakin banyak hidroperoksida yang terbentuk dari radikal minyak kelapa, maka oksigen tunggal (On) yang dihasilkan semakin banyak pula. Dengan demikian

oksidasi ion besi(II) menjadi ion besi(III) juga semakin banyak, sehingga kompleks yang terbentuk semakin banyak. Peristiwa ini ditunjukkan dengan nilai absorbansi yang semakin besar seiring berjalannya waktu penyimpanan.

Gambar 17. Mekanisme Penghambatan Asam Oleat dengan Metode Tiosianat (Ayu Sulung, 2016: 36)

Antioksidan flavonoid dan polifenol yang terdapat pada ekstrak etanol daun pandan wangi akan menghambat oksidasi dari minyak kelapa dengan melepaskan atom hidrogen dari salah satu cincinnya, sehingga menimbulkan radikal flavonoid dan radikal polifenol secara sinergi. Radikal flavonoid dan radikal polifenol


(51)

tersebut relatif stabil dan tidak reaktif karena adanya efek stabilisasi dari inti aromatis flavonoid dan polifenol.

Semua larutan uji yang digunakan dalam penelitian ini memiliki aktivitas antioksidan sebagai penghambat reaksi oksidasi minyak kelapa. Persentase penghambatan rata-rata oksidasi minyak kelapa oleh ekstrak etanol daun pandan wangi dan tanin sebagai pembanding dengan metode FTC ditunjukkan pada Gambar 18.

Gambar 18. Grafik Hubungan Persentase Penghambatan Oksidasi Rata-rata Minyak Kelapa oleh Ekstrak Etanol Daun Pandan Wangi dan Tanin pada Berbagai Waktu Penyimpanan

Data yang diperoleh tersebut didapatkan dari nilai rata-rata hasil persentase dari tiap ekstrak dan tanin (sebagai kontrol positif) dengan menggunakan persamaan:

% I = A�A− A�

� x %

Absorbansi yang diperoleh digunakan untuk menghitung persen inhibisi menggunakan rumus diatas. Kemudian dilakukan regresi antara % I dengan

0 8 16 24 32 40 48 56 64 72

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

A b so rb an si Hari


(52)

konsentrasi ekstrak etanol daun pandan wangi. Hasilnya diperoleh kurva baku dengan persamaan Y= a+bX. Dimana a adalah intersep, dan b adalah slope, yang selanjutnya dihitung nilai IC50 menggunakan rumus.

IC50 = 5 − ab

Berdasarkan hasil perhitungan persentase inhibisi oksidasi minyak kelapa pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun pandan wangi 0,1 % mg/mL memiliki aktivitas antioksidan yang paling besar dibandingkan dengan aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun pandan wangi 0,05 % mg/mL, 0,01 % mg/mL dan tanin 0,05 % mg/mL. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dalam ekstrak etanol daun pandan wangi tidak hanya mengandung senyawa tanin namun terdapat senyawa antioksidan lain, yaitu flavonoid. Ketaren (2008: 134), menyatakan ekfektivitas antioksidan dapat ditingkatkan dengan mengkombinasikan dua senyawa antioksidan yang akan memberikan efek sinergis pada minyak.

Pengujian ekstrak etanol daun pandan wangi dilakukan dengan 3 variasi konsentrasi, dan dilakukan perhitungan IC50 pada hari ke 1, 2, dan 8 setelah

inkubasi. Maka diperoleh kurva regresi yang terdapat pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa untuk hari pertama, Y = 30.533 + 87.29x dengan R² = 0.9842. Selanjutnya dihitung nilai IC50, dan diperoleh nilai sebesar 0.223015 µg/mL. Untuk

hari ke dua, y = 48.541 + 109.1x dengan R² = 0.9769, dan diperoleh nilai IC50

sebesar 0.013373 µg/mL. Sedangkan untuk hari ke delapan, y = 27.139 + 109.03x dengan R² = 0.9043, dan diperoleh nilai IC50 sebesar 0.209676 µg/mL.

Nilai tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun pandan wangi memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat. Sebagaimana dikatakan Phongpaichit


(53)

(2007) dalam Ramawati etal. (2009: 100), bahwa aktivitas antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 <50 µg/mL, kuat jika IC50 50-100 µg/mL, sedang jika IC50 100-150

µg/mL, sedangkan jika IC50 150-200 µg/mL dikatakan antioksidannya rendah dan

jika bernilai IC50 >200 µg/mL maka aktivitas antioksidannya sangat rendah.

Persentase penghambatan oksidasi minyak kelapa terbesar terjadi pada hari kedua penyimpanan, yaitu kontrol positif (42,93%), A (60,32%), B (62,49%), C (63,28%). Semakin besar konsentrasi sampel ekstrak etanol daun pandan wangi yang diberikan, maka semakin besar pula penghambatan oksidasi yang dihasilkan. Hal ini berarti semakin besar aktivitas antioksidan semakin besar pula presentase penghambatan antioksidan minyak kelapa.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun pandan wangi mengandung flavonoid dan tanin terkondensasi yang dapat digunakan sebagai antioksidan alami. Hal ini dapat dilihat dari besarnya hambatan yang diberikan oleh ekstrak etanol daun pandan wangi terhadap minyak kelapa krengseng. Aktivitas antioksidan optimal terjadi pada ekstrak etanol daun pandan wangi dengan konsentrasi 0,1% mg/mL yang berasal dari proses maserasi daun pandan wangi 40 gram.


(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Ekstrak etanol daun pandan wangi teridentifikasi mengandung senyawa flavonoid dan tanin terkondensasi yang berpotensi sebagai antioksidan alami. 2. Variasi konsentrasi ekstrak daun pandan wangi sangat berpengaruh terhadap

aktivitas antioksidan pada minyak kelapa krengseng. Semakin besar konsentrasi, maka aktivitas antioksidan semakin besar seperti pada hari ke-2, konsentrasi 0,01% (60,32%), 0,05% (62,49%), dan 0,1% (63,28%)

3. Waktu inkubasi sangat berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan ekstrak daun pandan wangi pada minyak kelapa krengseng. Semakin lama waktu inkubasi maka aktivitas antioksidan semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena antioksidan dapat menguap jika dilakukan pemanasan secara terus-menerus.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diajukan beberapa saran:

1. Adanya penelitian lebih lanjut terhadap lamanya penyimpanan minyak kelapa krengseng dengan ekstrak etanol daun pandan wangi dan tanpa ekstrak pada suhu kamar.

2. Adanya penelitian mengenai uji kadar fenolik dan flavonoid yang terdapat didalam ekstrak etanol daun pandan wangi.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Agus Purboyo. (2009). Efek Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji (Psidium guava Linn) pada Kelinci yang Dibebani Glukosa. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Negeri Surakarta.

Aning Ayucitra. et al. (2011). Potensi Senyawa Fenolik Bahan Alam Sebagai Antioksidan Alami Minyak Goreng Nabati. Jurnal Widya Teknik. 10(I). Hlm 1 – 10.

As’ari Nawawi, Ira Rahmiyani, Ai Sri Nursholihat. (2014). Serbuk Pandan Wangi

(Pandanus amarillifolius Roxb.) dan Pemanfaatannya sebagai Penambahan Aroma pada Makanan. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada. 11(1). Hlm. 114 – 120.

Ayu Sulung Ariati, (2016). Pemanfaatan Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guava

L.) sebagai Antioksidan Minyak Kelapa Krengseng. Skripsi. Yogyakarta: FMIPA UNY.

Bintang, Maria. (2010). Biokimia – Teknik penelitian. Jakarta: Erlangga.

Buckle, K. A., et al. (1987). Ilmu Pangan. Penerjemah: Hari Purnomo Adiono. Depok: UI-Press.

Eko Suhartono dan Bambang Setiawan. (2006). Kapita Selekta Biokimia Radikal Bebas, Antioksidan dan Penyakit. Banjarmasin: Pustaka Banua.

Harborne, J. B. (1987). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Cetakan Kedua. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Harjono Sastrohamidjojo. (1991). Spektroskopi UV-Vis. Yogyakarta: Liberty.

Ibtisam. (2008). Optimasi Pembuatan Ekstrak Daun Dewandru (Eugenia uniflora L.) Menggunakan Metode Perkolasi dengan Parameter Kadar Total Senyawa Fenolik dan Flavonid. Skripsi. Fakultas Farmasi-UMS.

Istiqomah. (2013). Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Sokhletasi terhadap Kadar Piperin Buah Cabe Jawa (Siperis retrofracti fructus).

Skripsi. FKIK–UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ketaren, S. (1986). Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press.

________. (2008). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.


(56)

Kethut Budha. (1981). Kelapa dan Hasil Pengolahannya. Denpasar: Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

Markham, K. R. (1988). Cara Mengidentifikasi Flavonoid (Terjemahan Kosasih Padwinata). Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Muhtadi, et al. (2014). Pengujian Daya Antioksidan dari Beberapa Ekstrak Kulit Buah Asli Indonesia dengan Metode FTC. Simposium Nasional RAPI XIII. Surakarta: FT-UMS.

Nonato MG, Takayama H, & Garson MJ. (2008).Pandanus alkaloid: chemistry and biologi. Journal The alkaloids: chemistry and biology. Hlm. 7 – 215. Noriko, Nita. et al. (2012). Analisis Penggunaan dan Syarat Mutu Minyak Goreng

pada Penjajah Makanan di Food Court UAI. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Sains dan Teknologi. 1(III) Hlm. 147 – 154.

Nur Ismiyati, Ana Mardiyaningsih, dan Trilestari. (2015). Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Etanolik dan Fraksi Dari Ekstrak Etanolik Daun Pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.) terhadap Sel Kanker Payudara MCF-7. The 2nd

University Research Coloquium. Hlm. 343 – 348.

Prameswari O. M., dan Widjanarko S. B. (2014). Uji Efek Ekstrak Air Daun Pandan Wangi terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah dan Histopatologi Tikus Diabetes Mellitus. Jurnal Pangan dan Argoindustri. 2(II). Hlm. 16 – 27. Putu Puspita Sari, Wiwik Susanah Rita, dan Ni Made Puspawati. (2015).

Identifikasi dan Uji Aktivitas Senyawa Tanin dari Ekstrak Daun Trembesi (Samanea sama (Jarq.) Merr) sebagai Antibakteri Escherichia coli (E. coli).

Jurnal Kimia. 9(I). Hlm. 27 – 34.

Prior R.L, X. Wu dan K. Schaich. (2005). Standardized Methods for The Determination of Antioxidant Capacity and Phenolics in Foods and Dietary Supplements. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 53. Hlm. 4290 – 4302.

Rahmawati A, Muflihunna, dan La Ode Muhammad Sarif. (2010). Analisis Aktivitas Antioksidan Produk Sirup Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) dengan Metode DPPH. Jurnal Fitofarmaka Indonesia, 2(II). Hlm. 97 – 101. Resi Agestia Waji dan Andis Sugrani (2008). Flavonoid (Quercetin). FMIPA


(1)

52

konsentrasi ekstrak etanol daun pandan wangi. Hasilnya diperoleh kurva baku dengan persamaan Y= a+bX. Dimana a adalah intersep, dan b adalah slope, yang selanjutnya dihitung nilai IC50 menggunakan rumus.

IC50 = 5 − ab

Berdasarkan hasil perhitungan persentase inhibisi oksidasi minyak kelapa pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun pandan wangi 0,1 % mg/mL memiliki aktivitas antioksidan yang paling besar dibandingkan dengan aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun pandan wangi 0,05 % mg/mL, 0,01 % mg/mL dan tanin 0,05 % mg/mL. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dalam ekstrak etanol daun pandan wangi tidak hanya mengandung senyawa tanin namun terdapat senyawa antioksidan lain, yaitu flavonoid. Ketaren (2008: 134), menyatakan ekfektivitas antioksidan dapat ditingkatkan dengan mengkombinasikan dua senyawa antioksidan yang akan memberikan efek sinergis pada minyak.

Pengujian ekstrak etanol daun pandan wangi dilakukan dengan 3 variasi konsentrasi, dan dilakukan perhitungan IC50 pada hari ke 1, 2, dan 8 setelah inkubasi. Maka diperoleh kurva regresi yang terdapat pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa untuk hari pertama, Y = 30.533 + 87.29x dengan R² = 0.9842. Selanjutnya dihitung nilai IC50, dan diperoleh nilai sebesar 0.223015 µg/mL. Untuk hari ke dua, y = 48.541 + 109.1x dengan R² = 0.9769, dan diperoleh nilai IC50 sebesar 0.013373 µg/mL. Sedangkan untuk hari ke delapan, y = 27.139 + 109.03x dengan R² = 0.9043, dan diperoleh nilai IC50 sebesar 0.209676 µg/mL.

Nilai tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun pandan wangi memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat. Sebagaimana dikatakan Phongpaichit


(2)

(2007) dalam Ramawati et al. (2009: 100), bahwa aktivitas antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 <50 µg/mL, kuat jika IC50 50-100 µg/mL, sedang jika IC50 100-150 µg/mL, sedangkan jika IC50 150-200 µg/mL dikatakan antioksidannya rendah dan jika bernilai IC50 >200 µg/mL maka aktivitas antioksidannya sangat rendah. Persentase penghambatan oksidasi minyak kelapa terbesar terjadi pada hari kedua penyimpanan, yaitu kontrol positif (42,93%), A (60,32%), B (62,49%), C (63,28%). Semakin besar konsentrasi sampel ekstrak etanol daun pandan wangi yang diberikan, maka semakin besar pula penghambatan oksidasi yang dihasilkan. Hal ini berarti semakin besar aktivitas antioksidan semakin besar pula presentase penghambatan antioksidan minyak kelapa.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun pandan wangi mengandung flavonoid dan tanin terkondensasi yang dapat digunakan sebagai antioksidan alami. Hal ini dapat dilihat dari besarnya hambatan yang diberikan oleh ekstrak etanol daun pandan wangi terhadap minyak kelapa krengseng. Aktivitas antioksidan optimal terjadi pada ekstrak etanol daun pandan wangi dengan konsentrasi 0,1% mg/mL yang berasal dari proses maserasi daun pandan wangi 40 gram.


(3)

54

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Ekstrak etanol daun pandan wangi teridentifikasi mengandung senyawa flavonoid dan tanin terkondensasi yang berpotensi sebagai antioksidan alami. 2. Variasi konsentrasi ekstrak daun pandan wangi sangat berpengaruh terhadap

aktivitas antioksidan pada minyak kelapa krengseng. Semakin besar konsentrasi, maka aktivitas antioksidan semakin besar seperti pada hari ke-2, konsentrasi 0,01% (60,32%), 0,05% (62,49%), dan 0,1% (63,28%)

3. Waktu inkubasi sangat berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan ekstrak daun pandan wangi pada minyak kelapa krengseng. Semakin lama waktu inkubasi maka aktivitas antioksidan semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena antioksidan dapat menguap jika dilakukan pemanasan secara terus-menerus.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diajukan beberapa saran:

1. Adanya penelitian lebih lanjut terhadap lamanya penyimpanan minyak kelapa krengseng dengan ekstrak etanol daun pandan wangi dan tanpa ekstrak pada suhu kamar.

2. Adanya penelitian mengenai uji kadar fenolik dan flavonoid yang terdapat didalam ekstrak etanol daun pandan wangi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agus Purboyo. (2009). Efek Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji (Psidium guava Linn) pada Kelinci yang Dibebani Glukosa. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Negeri Surakarta.

Aning Ayucitra. et al. (2011). Potensi Senyawa Fenolik Bahan Alam Sebagai Antioksidan Alami Minyak Goreng Nabati. Jurnal Widya Teknik. 10(I). Hlm 1 – 10.

As’ari Nawawi, Ira Rahmiyani, Ai Sri Nursholihat. (2014). Serbuk Pandan Wangi (Pandanus amarillifolius Roxb.) dan Pemanfaatannya sebagai Penambahan Aroma pada Makanan. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada. 11(1). Hlm. 114 – 120.

Ayu Sulung Ariati, (2016). Pemanfaatan Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guava L.) sebagai Antioksidan Minyak Kelapa Krengseng. Skripsi. Yogyakarta: FMIPA UNY.

Bintang, Maria. (2010). Biokimia – Teknik penelitian. Jakarta: Erlangga.

Buckle, K. A., et al. (1987). Ilmu Pangan. Penerjemah: Hari Purnomo Adiono. Depok: UI-Press.

Eko Suhartono dan Bambang Setiawan. (2006). Kapita Selekta Biokimia Radikal Bebas, Antioksidan dan Penyakit. Banjarmasin: Pustaka Banua.

Harborne, J. B. (1987). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Cetakan Kedua. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Harjono Sastrohamidjojo. (1991). Spektroskopi UV-Vis. Yogyakarta: Liberty.

Ibtisam. (2008). Optimasi Pembuatan Ekstrak Daun Dewandru (Eugenia uniflora L.) Menggunakan Metode Perkolasi dengan Parameter Kadar Total Senyawa Fenolik dan Flavonid. Skripsi. Fakultas Farmasi-UMS.

Istiqomah. (2013). Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Sokhletasi terhadap Kadar Piperin Buah Cabe Jawa (Siperis retrofracti fructus). Skripsi. FKIK–UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ketaren, S. (1986). Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press.


(5)

56

Kethut Budha. (1981). Kelapa dan Hasil Pengolahannya. Denpasar: Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

Markham, K. R. (1988). Cara Mengidentifikasi Flavonoid (Terjemahan Kosasih Padwinata). Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Muhtadi, et al. (2014). Pengujian Daya Antioksidan dari Beberapa Ekstrak Kulit Buah Asli Indonesia dengan Metode FTC. Simposium Nasional RAPI XIII.

Surakarta: FT-UMS.

Nonato MG, Takayama H, & Garson MJ. (2008). Pandanus alkaloid: chemistry and biologi. Journal The alkaloids: chemistry and biology. Hlm. 7 – 215. Noriko, Nita. et al. (2012). Analisis Penggunaan dan Syarat Mutu Minyak Goreng

pada Penjajah Makanan di Food Court UAI. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Sains dan Teknologi. 1(III) Hlm. 147 – 154.

Nur Ismiyati, Ana Mardiyaningsih, dan Trilestari. (2015). Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Etanolik dan Fraksi Dari Ekstrak Etanolik Daun Pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.) terhadap Sel Kanker Payudara MCF-7. The 2nd University Research Coloquium. Hlm. 343 – 348.

Prameswari O. M., dan Widjanarko S. B. (2014). Uji Efek Ekstrak Air Daun Pandan Wangi terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah dan Histopatologi Tikus Diabetes Mellitus. Jurnal Pangan dan Argoindustri. 2(II). Hlm. 16 – 27. Putu Puspita Sari, Wiwik Susanah Rita, dan Ni Made Puspawati. (2015).

Identifikasi dan Uji Aktivitas Senyawa Tanin dari Ekstrak Daun Trembesi (Samanea sama (Jarq.) Merr) sebagai Antibakteri Escherichia coli (E. coli). Jurnal Kimia. 9(I). Hlm. 27 – 34.

Prior R.L, X. Wu dan K. Schaich. (2005). Standardized Methods for The Determination of Antioxidant Capacity and Phenolics in Foods and Dietary Supplements. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 53. Hlm. 4290 – 4302.

Rahmawati A, Muflihunna, dan La Ode Muhammad Sarif. (2010). Analisis Aktivitas Antioksidan Produk Sirup Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) dengan Metode DPPH. Jurnal Fitofarmaka Indonesia, 2(II). Hlm. 97 – 101. Resi Agestia Waji dan Andis Sugrani (2008). Flavonoid (Quercetin). FMIPA


(6)

Risqa Uswatun. (2011). Pengaruh Ekstrak Cabai Rawit Merah (Capsium frutescens L.) sebagai Antioksidan terhadap Proses Autooksidasi Minyak Kelapa Krengseng. Skripsi. Yogyakarta: FMIPA UNY.

Sarah Zaidan & Ratna Djamil. (2014). Ekstrak dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dari Simplisia Daun Insulin (Smallanthus sonchifolius Poepp.). Simposium PERHIPBA XVI. Solo: Universitas Sebelas Maret.

Sheila Margareta. et al. (2011). Ekstraksi Senyawa Phenolic Pandanus amaryllifolius Roxb. Sebagai Antioksidan Alami. Jurnal Widya Teknik. 10(I). Hlm. 21 – 30.

Siti Sulastri. (2005). Beberapa Metode Pembuatan Minyak Kelapa. Artikel. Yogyakarta: FMIPA UNY.

Soerya Dewi Marliana, Venty Suryanti, dan Suyono. (2005). Skrining dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Jurnal Biofarmasi. 3(I). Hlm. 26 – 31.

Sriwahyuni, I. (2010). Uji Fitokimia Ekstrak Tanaman Anting-Anting (Acalypha Indica Linn.) dengan Variasi Pelarut dan Uji Toksisitas Menggunakan Brine Shirmp (Artemia Salina Leach). Fakultas Sains dan Teknologi: UIN Maulana Malik Ibrahim.

Stevi G. Dungir, Dewa G. Katja, Vanda S. Kamu. (2012). Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fenolik dari Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Jurnal MIPA UNSRAT. 1(I). Hlm. 11 – 15.

Tranggono. et al. (1988). Bahan Tambahan Pangan (Food Additives). Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM.

Winarno, F.G. (1982). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Widiastuti Agustina E. S. et al. (2011). Skrining Fitokimia dan Identifikasi Komponen Utama Ekstrak Metanol Kulit Durian (Durio zibethinus Murr.) Varietas Petruk. Makalah, Seminar Nasional. Surakarta: PMIPA FKIP UNS.

Yondra Arif D, Christine Jose, & Hildan Yuda Teruna. (2014). Total Fenolik, Flavonoid serta Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-Heksana, Diklorometan, dan Metanol Amarnthus spinosus L EM5-Bawang Putih. JOM FMIPA. 1(II). Hlm. 359 – 369.