EFEKTIVITAS STRATEGI REACT DALAM UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

(1)

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

LEMBAR PERSEMBAHAN ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

KATA-KATA HIKMAH ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 15

D. Manfaat Penelitian ... 16

E. Definisi Operasional ... 17

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 21

B. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 28

C. Strategi REACT ... 32

D. Pembelajaran Konvensional ... 35

E. Efektivitas ... 37

F. Teori Belajar yang Mendukung ... 38

G. Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Matematika ... 43

H. Penelitian yang Relevan ... 44

I. Hipotesis Penelitian... 46

BAB III METOE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 48

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 50


(2)

1. Tes Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah

Matematis ... 54

2. Analisis Tes Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis ... 56

3.Instrumen Skala Sikap ... 66

4.Lembar Observasi ... 67

5.Pengembangan Bahan Ajar ... 67

F. Teknik Pengumpulan Data ... 68

G. Teknik Analisis Data ... 68

H. Prosedur Penelitian ... 73

I. Bagan Prosedur Penelitian ... 75

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 77

B. Hasil Penelitian tentang Kemampuan Komunikasi Matematis ... 77

1. Deskriptif Hasil Pengolahan Data ... 77

2. Analisis Uji Kesamaan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 80

3. Analisis Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 82

a. Perbandingan Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis berdasarkan Pembelajaran ... 83

b. Perbandingan Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis berdasarkan KKM Siswa yang memperoleh Pembelajaran Strategi REACT ... 86

c. Perbandingan Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis berdasarkan KKM Siswa dan Pembelajaran ... 89

C. Hasil Penelitian tentang Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis 1. Deskriptif Hasil Pengolahan Data ... 95

2. Analisis Uji Kesamaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 97

3. Analisis Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 99


(3)

b. Perbandingan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis berdasarkan KKM Siswa yang memperoleh

Pembelajaran dengan Strategi REACT ... 103

c. Perbandingan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis berdasarkan KKM Siswa dan Pembelajaran ... 106

D. Korelasi antara Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 113

E. Deskripsi Sikap Siswa... 112

F. Aktivitas Guru dan Siswa selama Proses Pembelajaran ... 119

G. Efektivitas Pembelajaran dengan Strategi REACT ... 123

H. Pembahasan Hasil Penelitian ... 125

I. Gambaran Aktivitas Guru dan Siswa serta Kinerja Siswa ... 131


(4)

B. Saran ... 145

DAFTAR PUSTAKA ... 148 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 153


(5)

(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam mengembangkan berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia. Pada umumnya tidak ada satupun disiplin ilmu yang perkembangannya terlepas dari matematika, paling kurang perhitungan matematika tingkat rendah yaitu perkalian, pembagian, penjumlahan, dan pengurangan. Matematika membekali siswa untuk mempunyai kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis serta kemampuan bekerja sama. Oleh sebab itu pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa untuk setiap jenjang pendidikan (Depdiknas, 2006).

Pembelajaran matematika pada sekolah dasar sampai sekolah menengah dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 bertujuan agar siswa memiliki seperangkat kompetensi yang harus ditunjukkan pada hasil belajarnya dalam matematika (standar kompetensi) yaitu: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efesien dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola sifat, dan melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan


(7)

model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah; (6) memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sitematis, kritis, kreatif serta mempunyai kemampuan bekerja sama (Depdiknas, 2006).

Standar kompetensi dalam Kurikulum 2006 menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya dalam matematika.

Tujuan kurikulum pembelajaran di atas didasarkan pada National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) tahun 2000 dalam buku berjudul ‘Principles and Standard for School Mathematics’ menyatakan bahwa pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), komunikasi matematis (communication), keterkaitan dalam matematika (connection), dan representasi (representation) merupakan standar proses pembelajaran matematika. Adapun standar materi atau standar isi meliputi bilangan operasinya (number and operation), aljabar (algebra), geometry (geometry), pengukuran (measurement), dan analisis data peluang (data analysis and probability). Menurut NCTM baik


(8)

standar materi maupun standar proses tersebut secara bersama-sama merupakan keterampilan dan pemahaman dasar dibutuhkan untuk dimiliki para siswa. Standar isi dan standar proses dalam kurikulum menekankan pentingnya kemampuan komunikasi matematis dan kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika bagi siswa.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Proses pembelajaran yang efektif dan efesien merupakan suatu proses yang tepat dan sesuai dengan kondisi kelas. Dalam proses pembelajaran sebaiknya mengandung serangkaian kegiatan guru dan siswa atas dasar timbal balik yang berlangsung secara edukatif. Interaksi atau hubungan timbal balik antar guru dan siswa dalam proses pembelajaran merupakan cara utama untuk kelangsungan proses pembelajaran. Perubahan tingkah laku siswa dapat dilihat pada proses akhir pembelajaran yang mengarah pada hasil belajar siswa dan tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses pembelajaran (Sudjana, 2005).

Berkaitan dengan pentingnya menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi matematis, Baroody (Firdaus, 2005) mengemukakan bahwa, sedikitnya ada dua alasan penting mengapa komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu ditumbuhkembangkan di sekolah. Pertama adalah matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan tetapi matematika juga a variable tool for communicating a variety of ideas cleary, succinctly. Kedua adalah sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika di sekolah,


(9)

matematika juga sebagai wahana interaksi antar siswa dan juga sebagai sarana komunikasi guru dan siswa.

Kemampuan pemecahan masalah matematis juga penting untuk dikembangkan karena kemampuan pemecahan masalah matematis dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, untuk mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan permasalahan kehidupan sehari-hari. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan Ruseffendi (1991) bahwa kemampuan pemecahan masalah sangat penting dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang dikemudian hari akan mendalami atau mempelajari matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari.

Sebuah lembaga survey TIMSS menilai keterampilan siswa kelas IV sekolah dasar dan siswa kelas VIII sekolah menengah pertama untuk bidang matematika dan IPA. TIMSS menggolongkan empat tingkatan siswa pada survey yang dilakukan, yaitu : rendah, sedang, tinggi dan lanjut. Tingkatan-tingkatan tersebut dibatasi oleh beberapa karakteristik. Untuk siswa rendah karakteristiknya adalah memiliki sejumlah pengetahuan tentang bilangan cacah dan desimal, operasi, serta grafik sederhana. Pada tingkatan sedang karakteristiknya adalah siswa dapat menerapkan pengetahuan matematika dasar secara langsung dalam berbagai situasi. Karakteristik siswa pada tingkatan tinggi adalah dapat menerapkan pemahaman dan pengetahuan mereka dalam beragam situasi yang relatif kompleks, sedangkan karakteristik siswa dengan tingkatan lanjut adalah


(10)

dapat mengorganisasikan informasi dan menarik kesimpulan, membuat generalisasi serta memecahkan masalah.

Hasil laporan survey Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2007 yang dipublikasikan 9 Desember 2008 untuk siswa kelas VIII pada bidang matematika, siswa Indonesia berada di posisi 36 dengan nilai rata-rata 397. Dari hasil tersebut hanya 48% siswa Indonesia yang mencapai tingkatan rendah, 19% siswa mencapai tingkatan sedang dan 4% siswa mencapai tingkatan tinggi, sedangkan untuk tingkatan lanjut diabaikan secara statistik (Muchlish, 2009: 30).

Selain lembaga survey TIMSS, lembaga survey Program for International Student Assesment (PISA) menilai kemampuan bidang membaca, matematika, dan IPA. Lembaga survey PISA tidak hanya mengukur kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal atau mengoperasikan teknik matematika. Survey tersebut menilai kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, yang meliputi mengenali dan menganalisis masalah, memformulasikan alasan dan mengkomunikasikan gagasan yang dimilikinya kepada orang lain. Hasil laporan survey PISA pada tahun 2006, Indonesia berada diurutan ke 52 dari 57 negara peserta untuk bidang matematika.

Rendahnya kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis juga merupakan kenyataan yang ada di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Setiawan (2008) tentang kemampuan komunikasi matematis mengemukakan bahwa perbedaan rerata dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sekitar 20%. Dengan digunakan patokan ketuntasan belajar 60%, maka


(11)

untuk kualifikasi sekolah baik, pada kelas eksperimen 9 orang (30%) siswa dinyatakan tuntas dan sisanya (70%) tidak tuntas, sedangkan pada kelas kontrol semua siswa (100%) tidak tuntas. Untuk kualifikasi sekolah sedang pada kelas eksperimen 3 orang (10%) siswa dinyatakan tuntas dan sisanya (90%) tidak tuntas, sedangkan pada kelas kontrol semua siswa (100%) tidak tuntas. Faktor yang menyebabkan masih rendahnya kemampuan komunikasi siswa ini disebabkan oleh faktor soal yang diberikan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis yang dianggap terlalu sulit padahal hasil uji coba hanya dua soal yang dianggap sulit. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi siswa yang masih rendah.

Hasil ini pun sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Subagiyana (2009) mengenai pemecahan masalah matematis siswa, hasil yang diperoleh dari penelitiannya adalah rerata kelompok eksperimen 9,25 (39,38%) hal ini masih tergolong rendah dari skor ideal 24 dan rerata kelompok kontrol 8,25 (28,95%), jadi perbedaan peningkatannya cuma (10,43%). Hal ini disebabkan siswa tidak terbiasa mengerjakan soal-soal non- rutin, sehingga siswa tidak terlatih dan kurang siap menghadapi soal-soal uraian non-rutin dan mengalami kesulitan dalam menyelasaikannya karena sebelumnya siswa sering diberikan soal-soal pilihan ganda saat ulangan.

Noer (2007) mengatakan bahwa sebagian besar siswa di SMP Bandar Lampung, mereka cenderung menghapal tanpa makna dan kemampuan pemecahan masalahnya masih rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2008: 94) mengenai pemecahan masalah matematis mengungkapkan bahwa


(12)

kemampuan pemecahan masalah matematis melalui PBM (pembelajaran berbasis masalah) masih tergolong sangat rendah. Pada kualifikasi sekolah baik hanya 23,3% siswa yang tuntas dan pada kualifikasi sekolah yang sedang hanya 13,3%. Hal ini disebabkan beberapa faktor salah satunya menurut siswa soal tes yang diberikan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah yang dianggap terlalu sulit.

Hasil yang diperoleh dari penelitian dan lembaga tersebut menunjukkan lemahnya kemampuan komunikasi dan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Rendahnya kemampuan siswa tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan pembelajaran matematika. Pembelajaran diistilahkan sebagai Kegiatan Belajar-Mengajar (KBM) merupakan langkah-langkah kongkret kegiatan belajar siswa dalam rangka memperoleh, mengaktualisasi atau meningkatkan kompetensi yang dikehendaki (Muslich, 2011 :71). Adapun beberapa faktor dari siswa yang terjadi di lapangan yang menyebabkan tidak tercapainya kompetensi yang diharapkan kurikulum, yaitu : (1) siswa mengalami kesulitan mengingat materi pelajaran apabila materi yang disampaikan dengan kata-kata (verbal) terjadi pada kelas konvensional; (2) mayoritas anak mampu mengingat dengan baik apabila mereka menangani atau mengalaminya secara langsung; (3) siswa susah belajar sendiri karena membutukan teman untuk sharing; (4) siswa belum memiliki kesadaran akan pentingnya materi dan belum mengetahui terapannya dalam kehidupan sehari-hari.


(13)

Model penyajian materi dalam pembelajaran matematika merupakan salah satu faktor yang menarik untuk dikaji dan diteliti, karena ternyata di lapangan secara umum penyajian materinya masih lebih banyak dalam bentuk memberikan informasi, sedikit tanya jawab, otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diberikan, guru sering memberi tugas soal-soal matematika dengan konteks yang jauh dari realita kehidupan sehari-hari (soal-soal rutin), sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan daya pikirnya. Akibatnya siswa hanya pintar menghafal rumus tapi salah dalam mengaplikasikannya, serta siswa tidak mampu untuk mengkomunikasikan ide-ide yang dimilikinya kepada orang lain dan tidak mampu memecahkan masalah-masalah dalam kehidupanya secara mandiri. Dengan demikian perlu adanya pembenahan dan variasi dalam proses kegiatan pembelajaran di kelas.

Dugaan rendahnya mutu pendidikan matematika tersebut terlihat dari hasil TIMSS, PISA, hasil penelitian, serta hasil belajar siswa, maka menurut Ruseffendi (2006: 7) mengatakan bahwa dalam proses pembelajaran matematika terdapat sepuluh faktor yang mempengaruhi keberhasilan anak, kesiapan anak, bakat anak, kemauan belajar, minat anak, model penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru serta kondisi luar. Sanjaya (2007: 1) mengemukakan bahwa dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir tetapi lebih diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghapal informasi, sehingga pembelajaran menjadi tidak bermakna.


(14)

Untuk itu perlu adanya perubahan paradigma pembelajaran yang mampu mengeksplorasi seluruh kompetensi siswa dan melakukan kegiatan matematik dengan lebih baik. Kegiatan matematika (doing math) merupakan suatu kegiatan yang perlu dilakukan oleh siswa pada waktu mempelajari matematika. Melalui doing math siswa diharapkan dapat menemukan kembali (reinvention) konsep-konsep matematika secara bermakna pada materi yang diajarkan. Hal ini juga memberi ruang kepada guru-guru agar berupaya dan mencari serta menemukan alternatif-alternatif atau variasi dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa mampu memahami dan mempelajari konsep-konsep matematika.

Mengatasi kesenjangan antara harapan dan kenyataan seperti yang dikemukakan di atas, diperlukan strategi, model, pendekatan atau metode yang sesuai untuk melatih kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa, dan melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Model pembelajaran yang efektif dalam pembelajaran matematika antara lain memiliki nilai relevansi dengan pencapaian daya matematik dan memberi peluang untuk bangkitnya kreativitas guru. Kemudian berpotensi mengembangkan suasana belajar mandiri serta dapat menarik perhatian dan minat siswa. Hal ini dapat terwujud melalui suatu bentuk model pembelajaran alternatif yang dirancang sedemikian rupa sehingga mencerminkan keterlihatannya siswa secara aktif melalui strategi REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transferring). Strategi ini merupakan strategi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual.


(15)

Hull’s dan Sounder (Komalasari, 1996) mengatakan dalam pembelajaran kontekstual siswa menemukan hubungan penuh makna antara ide-ide abstrak dengan penerapan praktis di dalam konteks dunia nyata. Siswa mengintegralisasi konsep melalui penemuan, penguatan, dan keterhubungan. Pembelajaran kontekstual menghendaki kerja dalam tim serta dapat meningkatkan kinerja siswa. Sounders (1999: 5-10) menjelaskan bahwa “pembelajaran kontekstual tersebut difokuskan dengan digunakan strategi REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transferring)”. Selanjutnya Crawford (1999) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Relating adalah pembelajaran yang dimulai dengan cara mengkaitkan antar konsep-konsep baru yang sedang dipelajarinya dengan konsep-konsep yang telah dikuasainya; Experiencing adalah pembelajaran yang mebuat siswa belajar dengan melakukan kegiatan matematik (doing math) melalui eksplorasi, pencarian, dan penemuan; Applying adalah pembelajaran yang membuat siswa belajar mengaplikasikan konsep; Cooperating adalah pembelajaran yang mengkondisikan siswa agar belajar bersama, saling berbagi, saling merespon dan berkomunikasi dengan sesama temannya; sedangkan yang dimaksud Transferring adalah pembelajaran yang mendorong siswa belajar digunakan pengetahuan yang telah dipelajarinya di kelas berdasarkan pada pemahaman. Pembelajaran matematika seperti ini selanjutnya kita sebut pembelajaran matematika dengan strategi REACT.

Tim Dirjen Dikdasmen (Suhena, 2009) mengatakan pembelajaran dengan strategi REACT adalah pembelajaran kontekstual, yaitu merupakan pembelajaran yang membantu guru mengkaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia


(16)

nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga/masyarakat. Melalui pembelajaran ini diharapkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa dapat meningkat. Dengan peningkatan kemampuan ini siswa diharapakan dapat menjawab setiap tantangan yang dihadapinya di sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Tantangan yang dihadapi di zaman globalisasi seperti sekarang ini semakin kompleks, demikian pula perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat, tentu memerlukan sumber daya manusia (SDM) yang handal. Banyak kemampuan matematis yang mendukung kemampuan tersebut yang dapat dimiliki siswa, diantaranya kemampuan pemecahan masalah matematis yang mendorong siswa untuk memahami masalah yang diperoleh serta mencari solusi terhadap masalah tersebut kemudian hasilnya dapat dikomunikasikan secara baik pada orang lain yang ingin mengetahuinya.

Kegiatan pembelajaran yang dipandang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami, merencanakan, melaksanakan penyelesaian, dan memeriksa kembali hasil pekerjaannya, adalah merupakan pembelajaran yang tercakup dalam strategi REACT, karena dalam strategi ini juga siswa diberikan masalah sehingga mereka mampu menghubungkan antar konsep baru yang sedang dipelajarinya dengan konsep-konsep yang telah dikuasainya kemudian mampu mengkomunikasikannya secara lisan dan tulisan. Selain itu juga melalui belajar bersama dalam kelompok siswa diberi kesempatan belajar untuk melakukan eksplorasi, pencarian dan penemuan terhadap apa yang sedang dipelari dan yang


(17)

dihadapinya, yang selanjutnya siswa belajar mengaplikasikan yang telah dipelajarinya ke konteks situasi baru yang belum dipelajari dengan berdasarkan pemahaman.

Ditinjau secara umum, dengan upaya meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis diharapkan tidak akan menurunkan prestasi belajar siswa. Hal ini apabila kita melihat dari tujuan yang ada pada kurikulum (standar isi) tuntutan akan kemampuan pemecahan masalah dipertegas secara eksplisit yaitu sebagai kompetensi dasar yang harus dikembangkan dan diintegrasikan pada sejumlah materi yang sesuai. Siswa yang memiliki kemampuan komunikasi maka di dalamnya mereka memiliki pemahaman tentang suatu konsep, kemampuan mengaitkan dengan konsep sebelumnya sehingga siswa dapat menyampaikan ide yang mereka miliki secara lisan atau tulisan, sedangkan siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah maka siswa akan terlatih berfikir tingkat tinggi, di mana siswa harus mampu memahami konsep, mengaitkan dengan materi sebelumnya dan berlatih untuk bernalar. Dengan demikian diharapkan dengan meningkatnya kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah siswa dapat memberikan sumbangan yang besar bagi siswa dalam meningkatkan prestasi belajarnya.

Dalam penelitian ini, selain faktor pembelajaran (strategi REACT dan konvensional), diduga ada faktor lain yang mempengaruhi atau berkonstribusi terhadap peningkatan kemammpuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis. Faktor yang dimaksud adalah kategori kemampuan matematis (KKM) siswa tinggi, sedang dan rendah. Galton (Ruseffendi, 2006) mengatakan bahwa


(18)

dari sekelompok siswa yang tidak dipilih secara khusus (sebarang), akan selalu kita jumpai siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Menurut Piaget (Nur, 1998) mengatakan bahwa perkembangan kognitif sebagian besar siswa ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif siswa dengan lingkungannya.

Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis dapat membantu keberhasilan belajar matematika dan meningkatkan prestasi belajar. Pembelajaran dengan strategi REACT merupakan jembatan dalam proses pembelajaran matematika yang bertujuan mengupayakan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa, selain itu strategi ini juga diharapkan dapat mengakomodasi kemampuan siswa yang heterogen. Oleh karena itu, penulis memfokuskan penelitian ini dalam melihat efektivitas strategi REACT dalam upaya peningkatan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa Sekolah Menengah Pertama.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi REACT lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

2. Apakah tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis yang signifikan ditinjau dari subkelompok tinggi, sedang, dan rendah pada kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi REACT?


(19)

3. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh strategi REACT, secara signifikan lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari (a) kelompok siswa berkemampuan tinggi; (b) kelompok siswa berkemampuan sedang; dan (c) kelompok siswa berkemampuan rendah?

4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan kategori kemampuan matematis siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa?

5. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi REACT lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

6. Apakah tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis yang signifikan ditinjau dari subkelompok tinggi, sedang, dan rendah pada kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi REACT? 7. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

memperoleh strategi REACT, secara signifikan lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari (a) kelompok siswa berkemampuan tinggi; (b) kelompok siswa berkemampuan sedang; dan (c) kelompok siswa berkemampuan rendah?

8. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan kategori kemampuan matematis siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa?


(20)

9. Bagaimanakah efektivitas strategi REACT dalam upaya peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam pembelajaran matematika?

10. Apakah terdapat hubungan antara kemampuan komunikasi matematis siswa dengan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa?

11. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan strategi REACT?

C.Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang efektivitas strategi REACT terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan pemecahan masalah matematis. Secara lebih khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi REACT dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Menelaah perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara siswa dengan kemampuan matematika tinggi, sedang dan rendah pada siswa yang belajar dengan strategi REACT.

3. Mengkaji perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara kelompok siswa yang memperoleh strategi REACT dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional dilihat dari (a) kelompok siswa berkemampuan tinggi, (b) kelompok siswa berkemampuan sedang, dan (c) kelompok siswa berkemampuan rendah.


(21)

4. Menelaah interaksi antara pembelajaran dan kategori kemampuan matematis siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.

5. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi REACT dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

6. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa dengan kemampuan matematika tinggi, sedang dan rendah pada siswa yang belajar dengan strategi REACT.

7. Mengkaji perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara kelompok siswa yang memperoleh strategi REACT dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional dilihat dari (a) kelompok siswa berkemampuan tinggi, (b) kelompok siswa berkemampuan sedang, dan (c) kelompok siswa berkemampuan rendah.

8. Menelaah interaksi antara pembelajaran dan kategori kemampuan matematis siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan matematis siswa.

9. Menelaah sejauh mana efektif pembelajaran dengan strategi REACT terhadap peningkatan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa.

10. Menelaah dan mendeskripsikan hubungan antara kemampuan komunikasi matematis siswa dengan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. 11. Mendeskripsikan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan


(22)

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :

1. Bagi siswa, penerapan strategi REACT dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa sehingga diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. 2. Bagi guru, penerapan strategi REACT dapat dijadikan salah satu variasi

pembelajaran di SMP untuk peningkatan kemampuan komunikasi dan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukannya.

3. Bagi sekolah, dapat dijadikan salah satu bahan masukan dalam rangka peningkatan kemampuan komunikasi dan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di Sekolah Menengah Pertama.

4. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menjadi landasan berpijak dalam rangka menindaklanjuti penelitian ini dengan ruang lingkup yang lebih luas.

E.Definisi Operasional 1. Efektivitas

Efektivitas adalah suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan baik kuantitas maupun kualitas dari suatu proses tertentu. Efektivitas berkaitan dengan keberhasilan tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sejauh mana keberhasilan strategi REACT dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis.


(23)

2. Strategi REACT

Strategi REACT dalam penelitian ini adalah prinsip-prinsip pembelajaran yang bertujuan untuk peningkatan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis.

a. Relating (mengaitkan)

Mengkaitkan konsep baru yang akan dipelajari dengan konsep-konsep yang telah diajarkan.

b. Experiencing (mengalami)

Membangun konsep baru dengan cara mengkonsentrasikan pengalaman-pengalaman yang terjadi dalam kelas melalui eksplorasi, pencarian, dan penemuan.

c. Applying (menerapkan)

Menerapkan materi yang telah dipelajari untuk diterapkan atau digunakan pada situasi lain yang berbeda merupakan penggunaan (apply) fakta konsep, prinsip, atau prosedur.

d. Cooperating (kerjasama)

Bekerjasama dalam konteks saling tukar pikiran, mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi interaktif antarsesama siswa, antarsiswa dengan guru, dan bekerja memecahkan masalah dalam kelompok.

e. Transferring (mentransfer)

Kemampuan untuk menstransfer pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah dimiliki pada situasi lain.


(24)

3. Kemampuan Komunikasi Matematis

Kemampuan komunikasi matematis dalam penelitian ini adalah (1) kemampuan siswa menjelaskan ide atau situasi dalam bentuk gambar yang diberikan dengandigunakan kata-kata sendiri dalam bentuk tulisan (Menulis); (2) kemampuan menyatakan suatu persoalan secara tertulis dalam bentuk model matematis (Ekspresi Matematis).

4. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Pemecahan masalah matematis dalam penelitian ini adalah (1) menerapkan dan menggunakan berbagai strategi yang tepat untuk memecahkan masalah; (2) memecahkan masalah matematika maupun dalam konteks lain yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari; (3) menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban.

5. Peningkatan Kemampuan

Peningkatan yang dimaksud adalah peningkatan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa ditinjau berdasarkan gain ternormalisasi dari perolehan skor pretes dan postes siswa.

Gain ternormalisasi (g) =

Dengan kategori gain normal (g) menurut Meltzer (2002) adalah : g < 0,3 = rendah

0,3 ≤ g < 0,7 = sedang 0,7 ≤ g = tinggi


(25)

6. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan pembelajaran ekspositori. Dalam pembelajaran ini guru menjelaskan materi pelajaran, siswa mendengarkan dan mencatat penjelasan yang disampaikan guru, siswa belajar tidak dalam kelompok, kemudian guru memberikan latihan dan siswa mengerjakan latihan yang diberikan guru, dan siswa diperbolehkan bertanya apabila ada pelajaran yang tidak dimengerti.

7. Sikap

Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah derajat kesetujuan dan ketidaksetujuan terhadap suatu pernyataan tentang pembelajaran matematika untuk melihat perubahan sikap siswa ke arah yang lebih baik dengan cara membandingkan rata-rata skor sikap siswa hasil skala sikap dengan merata-ratakan skor semua option untuk setiap item.


(26)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Penelitian ini betujuan untuk menerapkan strategi REACT dalam pembelajaran matematika dengan digunakan metode eksperimen. Menurut Sudjana (2005) penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat.

Dalam implementasinya, penelitian ini menggunakan dua kelompok yaitu kelompok eksperimen yang memperoleh strategi REACT dan kelompok kontrol yang memperoleh pembelajaran konvensional. Menurut Ruseffendi (2003: 45) bahwa dalam suatu penelitian eksperimen, khususnya penelitian yang ingin menyelidiki keefektifan penggunaan metode mengajar baru, diperlukan kelas lain atau kelompok siswa yang digunakan metode lama atau yang biasa dilakukan sebelumnya sebagai pembanding. Kelas pembanding ini disebut kelompok kontrol. Hasil dari kelompok kontrol ini akan menjadi pembanding dari kelas eksperimen untuk mengetahui apakah hasil kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Dengan demikian bertujuan untuk menelaah dan membandingkan kemampuan komunikasi matematis dan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh strategi REACT dengan yang memperoleh pembelajaran konvensional.


(27)

Untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa, pada kedua kelas tersebut dilakukan pretes dan postes. Pretes diberikan sebelum proses pembelajaran dalam penelitian ini dimulai, sedangkan postes setelah keseluruhan proses pembelajaran selesai. Pretes diberikan bertujuan untuk melihat kesetaraan kemampuan awal kedua kelompok, sedangkan postes diberikan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pembelajaran yang diberikan terhadap peningkatan kemampuan siswa, melihat apakah terdapat perbedaan kemampuan yang signifikan antara kedua kelompok tersebut.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain yang melibatkan dua kelompok dengan pretes dan postes. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis quasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol non-ekivalen (Ruseffendi, 2003 : 52). Alasan menggunakan desain ini karena peneliti tidak memilih siswa untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, tetapi peneliti menggunakan kelas yang ada. Diagram desain eksperimennya sebagai berikut :

O X O

O O

Keterangan :

O = pretes dan postes

X = kelas yang mendapat perlakuan dengan strategi REACT dalam kelompok (kelas eksperimen).


(28)

B.Populasi dan sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX SMPN se-kota Pekanbaru. Dengan populasi target adalah SMP Negeri 23 Pekanbaru semester ganjil pada Tahun Ajaran 2011/2012 yang berlokasi di Jalan HR. Subrantas Simpang Baru, Provinsi Riau.

2. Sampel

Dari hasil observasi di SMPN 23 Pekanbaru, di sekolah tersebut terdapat enam kelas IX, kemudian dipilih sebanyak dua kelas yang mempunyai kemampuan akademik hampir sama untuk dijadikan sampel penelitian. Dari pertimbangan guru matematika di sekolah tersebut satu kelas digunakan sebagai kelompok eksperimen dan satu kelompok lagi sebagai kelas kontrol. Penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol yang merupakan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling karena pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010). Alasan pemilihan sampel dengan purposive sampling karena kedua kelompok tidak dilakukan keacakan sesungguhnya, hanya berdasarkan kelas yang ada. Hal ini dilakukan karena bila dilakukan pengacakan yang sesungguhnya dikhawatirkan akan mengganggu proses pembelajaran.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMPN yang ada di kota Pekanbaru yaitu SMPN 23 Pekanbaru yang terletak di Jalan HR. Subrantas Simpang Baru, Provinsi Riau. Waktu pelaksanaan penelitian ini dari tanggal 19


(29)

Agustus 2011 sampai dengan 13 Oktober 2011. Gambar lokasi penelitian disajikan dalam peta berikut ini.

Gambar 3.1: SMPN 23 terletak di kota Pekanbaru (dalam lingkaran hitam) Provinsi Riau (sumber: Google Earth)

D.Variabel Penelitian

Menurut Sudjana (2005) penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Pada penelitian ini variabel yang digunakan terdiri dari variabel bebas (X), dan variabel terikat (Y). Variabel bebas adalah variabel yang dapat dimodifikasi sehingga dapat mempengaruhi variabel lain, variabel terikat adalah hasil yang diharapkan setelah terjadi modifikasi pada variabel bebas, sedangkan variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan


(30)

sehingga hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti.

1. Variabel Bebas (X)

Sugiyono (2008: 61) mengemukakan bahwa variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas adalah faktor stimulus/ input yaitu faktor yang dipilih, dimanipulasi, diukur oleh peneliti untuk melihat pengaruh terhadap gejala yang diamati. Variabel bebas ini dapat disebut sebagai variabel sebab. Berdasarkan pengertian di atas maka yang menjadi variabel bebas (X) pada penelitian ini yaitu: (a) strategi REACT diberikan kepada kelompok eksperimen; (b) pembelajaran konvensional diberikan kepada kelompok kontrol.

2. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari variabel bebas (Sugiyono, 2008: 61). Variabel terikat ini juga disebut variabel akibat. Berdasarkan pengertian tersebut maka yang menjadi variabel terikat (Y) pada penelitian ini yaitu: (a) kemampuan komunikasi matematis; (b) kemampuan pemecahan masalah matematis.

E.Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes dan non-tes. Adapun instrumen tes berupa tes berbentuk uraian untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis dan pemecahan masalah matematis siswa, sedangkan instrumen non-tes berupa (1) skala sikap yang berguna untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan; (2) observasi


(31)

digunakan untuk mengukur tingkat aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran.

Dalam menyusun dan mengembangkan instrumen tes dan non-tes ini, peneliti terlebih dahulu membuat kisi-kisi kemudian mengkonstruksi instrumen tersebut, serta memeriksa validitas isi, muka dan konstruk sebelum dilakukannya ujicoba. Validitas isi, muka dan konstruk dari instrumen yang peneliti tulis, diperiksa dan dinilai oleh dosen pembimbing, seorang dosen S3 dan 6 orang mahasiswa S2.

Setelah instrumen tes selesai divaliditas, kemudian dilakukan ujicoba instrumen. Uji coba instrumen dilaksanakan dua kali yang pertama dilakukan pada sampel terbatas sebanyak 10 orang siswa kelas X. Uji coba ini dilakukan untuk melihat validitas empirik yaitu keterbacaan soal dari pandangan siswa, dari hasil ujicoba ada soal yang direvisi dari segi redaksi soal yaitu soal nomor dua soal kemampuan komunikasi matematis dan nomor satu soal kemampuan pemecahan masalah matematis. Uji coba selanjutnya dilakukan kepada siswa kelas X di salah satu SMA di Lampung pada 10 Agustus 2011. Uji coba tes ini dilakukan kepada siswa-siswa yang sudah pernah mendapatkan materi tentang bangun ruang sisi lengkung. Hasil uji coba tes kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah ini di analisis dengan digunakan Anates versi 4.0 untuk mengetahui validitas, reabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda setiap butir tes. Analisis hasil uji coba juga bertujuan untuk melihat apakah setiap item sudah baik dan layak apabila digunakakn dalam penelitian. Setelah hasil uji coba dianalisis dilakukan revisi pada soal nomor 1 dan soal nomor 3 tes kemampuan


(32)

komunikasi diganti karena terlalu mudah. Soal tes pemecahan masalah matematis yang direvisi adalah soal nomor 2-nya.

1. Tes Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis

Bahan tes kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis diambil dari materi pelajaran matematika SMP kelas IX semester ganjil dengan mengacu pada kurikulum 2006 materi tentang bangun ruang sisi lengkung. Instrumen tes terdiri dari 6 item soal bentuk uraian. Instrumen tes ini diklasifikasi lagi menjadi dua bagian yaitu 3 item soal untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis dan 3 item soal untul mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis. Alokasi waktu untuk menyelesaikan tes ini adalah 80 menit.

Untuk menentukan skor jawaban siswa, peneliti menetapkan suatu pedoman penskoran untuk tes kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis. Pedoman penskoran ini bertujuan untuk memberikan keseragaman dalam menilai setiap jawaban siswa.

a. Pedoman Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematis

Pada Tabel 3.1 berikut disajikan pedoman penskoran tes kemampuan komunikasi matematis dari Holistic Scoring Rubrics. Pedoman penskoran ini diadaptasi dari Cai, Lane, dan Jakabcsin, (Lindawati: 2010) sebagai berikut:


(33)

Tabel 3.1

Pedoman Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematis

Sumber (Digunakan Holistic Scoring Rubrics diadaptasi dari Lindawati (2010)) b. Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Pedoman pensekoran tes kemampuan pemecahan masalah matematis disajikan pada Tabel 3.2 berikut. Pedoman ini diadaptasi dari pedoman pensekoran pemecahan masalah yang dibuat oleh Schoen dan Ochmke (Sumarmo, dkk 1994) dan pedoman pensekoran yang dibuat oleh Chicago Public Schools Bureau of Student Assessment sebagai berikut:

Tabel 3.2

Pedoman Pensekoran Pemecahan Masalah

Indikator Respon Siswa Skor

Menerapkan dan menggunakan berbagai strategi yang tepat untuk memecahkan masalah

Tidak ada jawaban 0

Memilih strategi yang tidak relevan 1 Memilih strategi yang kurang tepat sehingga tidak

dapat memberikan jawaban yang benar

2 Memilih strategi pemecahan yang sesuai, namun

hanya sebagian jawaban yang benar

3 Memilih strategi pemecahan sesuai dengan prosedur

dan jawaban benar

4

Skor maksimal 4

Memecahkan masalah

matematika maupun

Tidak ada jawaban 0

Rencana yang dibuat untuk menyelesaikan masalah benar dan mengarah pada penyelesaian yang benar

1

Skor Respon siswa

0 Tidak ada jawaban/salah menginterpretasikan

1 Hanya sedikit dari penjelasan konsep, ide atau persoalan dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematik dan gambar yang dilukis, yang benar.

2 Penjelasan konsep, ide atau persoalan dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematik masuk akal, melukiskan gambar namun hanya sebagian yang benar 3 Semua penjelasan dengan digunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam

menyelesaikan soal, dijawab dengan lengkap dan benar namun mengandung sedikit kesalahan

4 Semua penjelasan dengan digunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal, dijawab dengan lengkap, jelas dan benar


(34)

dalam konteks lain yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari

Hanya sebagian kecil prosedur yang benar, atau kebanyakan salah sehingga hasil salah

2 Secara substansial prosedur yang dilakukan benar

dengan sedikit kekeliruan atau ada kesalahan prosedur sehingga hasil akhir salah

3 Substansial prosedur yang dilakukan benar sehingga

hasil akhir jawaban benar

4 Skor maksimal 4 Menjelaskan atau

menginterpretasikan hasil sesuai

permasalah asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban

Tidak ada jawaban 0

Tidak memeriksa dan tidak menjelaskan jawaban 1

Ada penjelasan tetapi tidak benar 2

Penjelasan benar tetapi tidak memeriksa kebenaran jawaban

3 Penjelasan benar dan memeriksa kebenaran dari

jawaban

4

Skor maksimal 4

2. Analisis Tes Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis

Soal tes yang diberikan kepada siswa secara tertulis yang terdiri dari 3 item soal kemampuan komunikasi matematis dan 3 item soal kemampuan pemecahan masalah matematis. Pengolahan data hasil uji coba menyangkut validitas tiap butir soal, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda soal yang digunakan dalam penelitian ini digunakan program Anates versi 4.0. Daftar skor, statistik deskriptif dan perhitungan lainnya dapat dilihat pada lampiran halaman. Secara lengkap, proses analisis data hasi uji coba meliputi hal-hal sebagai berikut.

a. Validitas Instrumen

Validitas suatu instrumen dapat dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Untuk menguji validitas tiap butir soal, skor-skor yang ada pada item tes dikorelasikan dengan skor total. Perhitungan


(35)

validitas butir soal akan dilakukan dengan rumus korelasi Product Moment Data tak Tersusun (Ruseffendi, 1993: 207) yaitu :

− − − = } ) ( }{ ) ( { ) )( ( 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N r keterangan:

r = koefisien korelasi antara variabel dan variabel = banyaknya sampel

= nilai hasil uji coba = nilai harian

Interpreatasi mengenai besarnya koefisien korelasi menurut Arikunto (2002) seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.3

Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas Koefisien Korelasi Interpretasi

00 , 1 80

,

0 <rxy ≤ Sangat tinggi

80 , 0 60

,

0 <rxy ≤ Tinggi

60 , 0 40

,

0 <rxy ≤ Cukup

40 , 0 20

,

0 <rxy ≤ Rendah

20 , 0 00

,

0 <rxy ≤ Kurang

Berdasarkan hasil uji coba di SMP Negeri 1 Lampung kelas X, maka dilakukan uji validitas dengan bantuan program Anates Versi 4.0, hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.2. Hasil uji validitas ini dapat diinterpretasikan dalam rangkuman yang disajikan pada Tabel 3.4 berikut ini.


(36)

Tabel 3.4

Interpretasi Uji Validitas Tes Komunikasi Matematis No. Soal Korelasi Interpretasi Validitas Validitas

1 0,814 Sangat tinggi Valid

2 0,887 Sangat tinggi Valid

3 0,065 Kurang Tidak Valid

Dari tiga item soal yang digunakan untuk menguji kemampuan komunikasi matematis, berdasarkan kriteria validitas tes diperoleh dua soal yaitu soal nomor satu dan nomor dua memiliki validitas sangat tinggi dan satu soal yaitu nomor tiga memiliki validitas kurang. Pada soal yang memiliki validitas yang kurang disebabkan pada umumnya siswa mampu menjawab soal tersebut, peneliti melakukan penggantian soal tes ini. Secara keseluruhan hasil uji coba tes kemampuan komunikasi matematis ini artinya tidak semua item soal tes memiliki validitas yang tinggi atau baik.

Untuk tes kemampuan komunikasi matematis diperoleh nilai korelasi xy sebesar 0,49. Apabila diinterpretasikan berdasarkan kriteria tes dari Arikunto, maka secara keseluruhan tes kemampuan komunikasi matematis ini memiliki validitas yang cukup baik.

Selanjutnya hasil uji coba kemampuan pemecahan masalah matematis juga digunakan Anates Versi 4.0, yang hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.4 diperoleh hasil uji validitas tesnya yang dapat diinterpretasikan dalam rangkuman yang disajikan pada Tabel 3.5 berikut ini.

Tabel 3.5

Interpretasi Uji Validitas Tes Pemecahan Masalah Matematis No. Soal Korelasi Interpretasi Validitas Validitas

1 0,455 Cukup Tidak Valid

2 0,767 Tinggi Valid


(37)

Dari tiga item soal yang digunakan untuk menguji kemampuan pemecahan masalah matematis, berdasarkan kriteria validitas tes diperoleh dua soal yaitu soal nomor dua dan nomor tiga memiliki validitas tinggi dan satu soal yaitu nomor tiga memiliki validitas yang cukup baik. Pada soal yang memiliki validitas yang cukup baik peneliti melakukan sedikit revisi pada soal tersebut, hasil uji coba dari item soal nomor satu pada umumnya siswa tidak mampu menjawab soal tersebut. Secara keseluruhan hasil uji coba tes kemampuan pemecahan masalah matematis ini artinya tidak semua item soal tes memiliki validitas yang tinggi atau baik.

Untuk tes kemampuan pemecahan masalah matematis diperoleh nilai korelasi xy sebesar 0,29. Apabila diinterpretasikan berdasarkan kriteria tes dari Arikunto, maka secara keseluruhan tes kemampuan komunikasi matematis ini memiliki validitas yang rendah. Hal ini mungkin disebabkan siswa yang banyak lebih terfokus pada soal-soal komunikasi dari pada soal-soal pemecahan masalah yang dianggap siswa lebih sulit.

b. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas adalah tingkat atau derajat kekonsistensi dari suatu instrumen. Menurut Arifin (2009) suatu tes dapat dikatakan reliabel jika selalu memberikan hasil yang sama bila diteskan pada waktu dan kesempatan yang berbeda. Reliabel soal merupakan ukuran yang menyatakan tingkat keajegan suatu soal tes. Untuk mengukurnya digunakan perhitungan reliabilitas menurut Arikunto (2010: 109). Rumus yang digunakan dinyatakan dengan:

        −       −

=

2

2 11 1 1 t i n n r σ σ


(38)

Keterangan :

r11 = reliabilitas instrumen

= banyak butir soal

2

i

σ = jumlah variansi skor tiap butir item/soal σt2 = variansi total

dengan

=∑ − (∑ )

= ∑ − (∑ )

Keterangan :

∑ = Jumlah kuadrat dari jawaban yang benar

∑ = Jumlah jawaban benar N = Jumlah subjek

(∑ ) = Jumlah total kuadrat dari skor

∑ = Jumlah total dari skor

Untuk menginterpretasikan koefisien reliabilitas yang menyatakan derajat keandalan alat evaluasi dapat digunakan tolak ukur yang ditetapkan oleh J.P. Guilford (Suherman, 2003: 139) seperti pada Tabel 3.6 berikut.

Tabel 3.6. Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas Koefisien Korelasi Interpretasi

0,90 ≤ r11≤ 1,00 Sangat tinggi 0,70≤r11<0,90 Tinggi 0,40≤r11<0,70 Sedang 0,20≤r11<0,40 Rendah


(39)

Penulis digunakan program Anates Versi 4.0 untuk menghitung reliabilitas dari tes kemampuan komunikasi matematis dan tes kemampuan pemecahan masalah matematis. Perhitungan hasil uji coba reliabilitas item soal secara keseluruhan untuk tes kemampuan komunikasi matematis diperoleh nilai tingkat reliabilitas sebesar 0,66, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa soal tes kemampuan komunikasi matematis mempunyai reliabilitas yang sedang. Untuk tes kemampuan pemecahan masalah matematis diperoleh nilai tingkat reliabilitas sebesar 0,44, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa soal tes kemampuan komunikasi matematis mempunyai reliabilitas yang sedang juga.

c. Tingkat kesukaran

Instrumen yang baik terdiri dari butir-butir soal instrumen yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Tingkat kesukaran soal adalah peluang menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu, yang digunakan untuk mengklasifikasi setiap item instrumen tes ke dalam tiga kelompok tingkat kesukaran untuk mengetahui apakah instrumen tergolong sulit, sedang atau mudah.

Tingkat kesukaran tiap item tes dapat dihitung dengan digunakan rumus berikut:

= (Suherman, 2003: 170)

Keterangan :

IK = Indeks kesukaran.

= Rata-rata yang menjawab benar. = Skor maksimal ideal.


(40)

Untuk menafsirkan tingkat kesukaran tersebut, dapat digunakan kriteria yang dikemukakan Suherman (2003:170) sebagai berikut :

Tabel 3.7

Kriteria Tingkat Kesukaran Tingkat Kesukaran Interpretasi

IK=0,00 Soal terlalu sukar 0,00<IK 0,30 Soal sukar 0,30<IK 0,70 Soal sedang 0,70<IK 1,00 Soal mudah

IK= 1,00 Soal terlalu mudah

Hasil perhitungan tingkat kesukaran digunakan Anates Versi 4.0, diperoleh tingkat kesukaran tiap item soal tes kemampuan komunikasi matematis dan kemampuan pemecahan masalah matematis terangkum dalam Tabel 3.8 dan Tabel 3.9 berikut ini. Hasil perhitungan secara lengkapnya dapa dilihat pada lampiran B.2.

Tabel 3.8

Tingkat Kesukaran Item Soal Komunikasi Matematis No. Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

1 40,63 Soal sedang

2 45,31 Soal sedang

3 93,75 Soal mudah

Tabel 3.9

Tingkat Kesukaran Item Soal Pemecahan Masalah Matematis No. Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

1 26,56 Soal Sukar

2 46,88 Soal Sedang

3 39,06 Soal Sedang

Tingkat kesukaran untuk item soal kemampuan komunikasi matematis dua soal termasuk dalam kategori sedang yaitu soal nomor 1 dan 2, dan satu soal termasuk dalam kategori mudah yaitu soal nomor 3. Soal nomor 3 yang termasuk soal mudah, peneliti melakukan penggantian soal, karena pada umumnya siswa


(41)

mampu menjawab soal tersebut, sedangkan soal lainnya sudah layak untuk digunakan dalam penelitian.

Tingkat kesukaran untuk kemampuan pemecahan masalah matematis soal nomor 1 termasuk dalam kategori sukar. Untuk soal nomor 2 dan 3 termasuk dalam kategori soal sedang, pada soal ini sudah layak untuk digunakan dalam penelitian.

d. Daya Pembeda

Daya pembeda butir soal adalah kemampuan butir soal tersebut untuk membedakan antara siswa yang pandai (upper group) dan siswa yang kurang pandai (lower group) atau antara siswa yang sudah menguasai kompetensi tertentu dengan siswa yang belum/kurang menguasai kompetensi berdasarkan kriteria tertentu. Sebuah soal dikatakan memiliki daya pembeda yang baik apabila siswa yang pandai dapat mengerjakan soal dengan baik, dengan siswa yang kurang pandai tidak dapat mengerjakan soal dengan baik.

Purwanto (2009) mengatakan untuk menghitung daya pembeda terlebih dahulu kita kelompokkan siswa dengan menentukan 25% termasuk kelompok pandai (upper group) dan 25% siswa yang termasuk kelompok kurang (lower group). Menghitung daya pembeda dapat digunakan rumus yang dikemukakan oleh (Suherman, 2003: 159) sebagai berikut:

$% = &− '

&

keterangan:

DP = Daya Pembeda


(42)

' = jumlah skor pada kelompok bawah pada butir soal yang diolah

& = jumlah skor ideal salah satu kelompok pada butir soal yang dipilih

Hasil perhitungan daya pembeda, kemudian diinterpretasikan dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh (Suherman, 2003: 161) seperti tabel di bawah ini:

Tabel 3.10

Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Interpretasi

DP ≤ 0,00 Sangat rendah

0,00 < DP 0,20 Rendah 0,20 < DP 0,40 Sedang /cukup 0,40 < DP 0,70 Baik 0,70 < DP 1,00 Sangat baik

Hasil perhitungan daya pembeda untuk tes kemampuan komunikasi dan kemampuan pemecahan masalah matematis juga digunakan Anates Versi 4.0 yang disajikan masing-masing dalam Tabel 3.11 dan Tabel 3.12 berikut ini. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B2.

Tabel 3.11

Daya Pembeda Tes Komunikasi Matematis No. Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi

1 81,25 Sangat baik

2 90,63 Sangat baik

3 0,00 Sangat rendah

Tabel 3.12

Daya Pembeda Tes Pemecahan Masalah Matematis No. Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi

1 21,88 Sedang

2 62,50 Baik

3 59,38 Baik

Dari kedua tabel di atas untuk item soal tes kemampuan komunikasi soal nomor 1 dan 2 mempunyai daya pembeda yang sangat baik, sedangkan soal


(43)

nomor 3 mempunyai daya pembeda yang sangat rendah, sehingga peneliti mengganti soal nomor 3 ini. Untuk kemampuan pemecahan masalah item soal nomor 1 mempunyai daya pembeda yang sedang, pada soal nomor 2 dan 3 mempunyai daya pembeda yang baik.

Berdasarkan uraian di atas, pada tabel berikut ini disajikan rangkuman uji coba yang dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian.

Tabel 3.13

Hasil Uji Coba Tes Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis

Validitas Reliabilitas IK DP

Kom PM Kom PM Kom PM Kom PM

0,814 0,445

0,66 0,44

40,63 26,56 81,25 21,88

0,887 0,767 45,31 46,88 90,63 62,5

0,065 0,664 93,75 39,06 0,00 59,38

Berdasarkan tabel di atas, terdapat satu soal komunikasi matematis yang validitasnya rendah, untuk reliabilitas kedua kemampuan pada tingkatan sedang, pada indeks kesukaran satu soal komunikasi matematis pada kategori mudah dan sebuah soal pemecahan masalah matematis pada kategori sukar, sedangkan pada daya pembeda kedua kemampuan tersebut terdapat satu soal yang daya pembedanya sangat rendah yaitu pada soal nomor tiga tes kemampuan komunikasi matematis. Oleh karena soal tes kemampuan komunikasi matematis mempunyai validitas yang rendah, indeks kesukaran yang terlalu mudah, dan daya pembeda yang rendah, maka soal tes ini diganti.

3. Instrumen Skala Sikap

Skala sikap siswa bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap proses pembelajaran dengan mengunakan strategi REACT. Dalam penelitian ini angket skala sikap disusun dengan mengacu pada skala Likert. Pada angket disediakan


(44)

empat skala pilihan yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pilihan ragu-ragu (RR) tidak digunakan, untuk menghindari jawaban aman, sekaligus mendorong siswa untuk menunjukkan keberpihakannya terhadap pernyataan yang diajukan. Penyusunan skala sikap diawali dengan pembuatan kisi-kisi, agar afektif yang hendak diukur terangkum secara proporsional.

Langkah-langkah mengukur skala sikap sebagai berikut: pemberian skor butir skala sikap dengan berpedoman kepada model skala Likert, yaitu (1) untuk pernyataan positif, jawaban SS diberi skor 4, S diberi skor 3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1; (2) untuk pernyataan negatif, jawaban SS diberi skor 1, S diberi skor 2, TS diberi skor 3, dan STS diberi skor 4. Kemudian mencari skor netral butir skala sikap, membandingkan skor sikap siswa untuk setiap item, indikator dan klasifikasi skala sikap dengan sikap netralnya, untuk melihat kecenderungan sikap siswa. Sikap siswa dikatakan positif jika skor sikap siswa lebih besar dari sikap netralnya, sebaliknya disebut negatif jika skor sikap siswa lebih kecil dari skor netralnya.

4. Lembar Observasi

Purwanto (2009: 149) mengatakan bahwa observasi adalah cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang


(45)

sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu (Arifin, 2010: 153).

Lembar observasi diberikan kepada pengamat, untuk memperoleh gambaran secara langsung aktivitas belajar siswa dengan pembelajaran strategi REACT dan aktivitas guru dalam menyajikan pembelajaran pada setiap pertemuan. Tujuan dari pedoman ini adalah sebagai acuan dalam membuat refleksi terhadap proses pembelajaran dan keterlaksanaan strategi REACT.

5. Pengembangan Bahan Ajar

Pengembangan bahan ajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Pengembangan bahan ajar ini bertujuan untuk membantu siswa dalam mengembangkan daya pikirnya membangun konsep-konsep dan ide-ide matematis sehingga siswa diharapkan mempunyai kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis.

Bahan ajar yang digunakan pada kelas eksperimen adalah bahan ajar khusus yang dikembangkan dalam bentuk Lembar Kegiatan Siswa (LKS), yang berisi tugas-tugas yang menyajikan masalah yang akrab dengan kehidupan sehari-hari. Tugas tersebut dirancang sedemikian rupa sehingga memenuhi indikator komunikasi dan pemecahan matematis, sedangkan bahan ajar untuk kelas kontrol digunakan bahan ajar sebagaimana biasanya.

F. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan melalui tes, lembar observasi, dan angket skala sikap serta rekaman video. Data yang berkaitan dengan


(46)

kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa dikumpulkan melalui tes (pretes dan postes). Penggunaan kamera video bertujuan untuk melihat pola berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah dan dalam mengkomunikasikan ide-ide matematika, serta suasana kelas ketika proses belajar mengajar berlangsung, sedangkan data yang berkaitan dengan sikap siswa dalam pembelajaran matematika dengan strategi REACT dikumpulkan melalui angket skala sikap siswa.

G.Teknik Analisis Data

Ada dua jenis data yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu data kuantitatif dan kulitatif. Data kuantitatif adalah data hasil tes kemampuan komunikasi matematis dan pemecahan masalah matematis siswa, sedangkan data kualitatif adalah data hasil observasi, skala sikap.

Data-data yang diperoleh dari hasil pretes dan postes dianalisis secara statistik. Sedangkan hasil pengamatan observasi pembelajaran dianalisis secara deskriptif. Untuk pengolahan data penulis digunakan bantuan program software SPSS 16, dan Microsoft Excell 2007.

Setelah penelitian dilaksanakan, maka diperoleh data sebagai berikut:

1. Data skor pretes kemampuan komunikasi dan kemampuan pemecahan masalah matematis kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

2. Data skor postes kemampuan komunikasi dan kemampuan pemecahan masalah matematis kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.


(47)

4. Data hasil observasi pembelajaran matematika dengan strategi REACT.

Tahap-tahap analisis data yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan sistem penskoran yang digunakan.

2. Menghitung statistik deskriptif skor pretes, skor postes, dan skor N-Gain meliputi skor terendah, skor tertinggi, rata-rata, dan simpangan baku.

3. Peningkatan kompetensi yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus gain ternormalisasi, yaitu:

Gain ternormalisasi (g) =

skorpretes skorideal

skorpretes skorpostes

− −

(Hake, 1999)

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan sebagai berikut: Tabel 3.14

Klasifikasi Gain Ternormalisasi Besarnya Gain (g) Interpretasi

g ≥ 0,7 Tinggi

0,3 ≤ g < 0,7 Sedang

g <0,3 Rendah

4. Melakukan uji normalitas untuk mengetahui kenormalan distribusi data skor pretes, postes dan gain ternormalisasI kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis digunakan uji statistik One-Sample Kolmogorov- Smirnov untuk data ≤30 dan Shapiro-Wilk untuk data > 30. 5. Menguji homogenitas varians data skor pretes, postes dan gain peningkatan

kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis digunakan uji Homogen of Varians (Levene Statistic).

6. Jika sebaran data normal dan homogen, akan dilakukan uji perbedaan dua rataan pretes dan gain ternormalisasi digunakan Compare Mean Independent


(48)

Samples Test. Selain mengkaji perbedaan rataan, penelitian ini juga mengkaji Kategori Kemampuan Matematis (KKM) siswa tinggi, sedang, dan rendah. 7. Menguji perbedaan dua rataan data postes, dalam hal ini data postes

kelompok eksperimen berdasarkan KKM siswa, digunakan uji statistik yaitu ANOVA satu jalur.

8. Menguji perbedaan antara dua rataan data gain ternormalisasi, dalam hal ini antara data gain ternormalisasi kelompok eksperimen dan data gain ternormalisai kelompok kontrol berdasarkan KKM siswa. Uji statistik yang digunakan adalah ANOVA satu jalur.

9. Melihat interaksi antara kategori kemampuan matematis siswa dan pembelajarannya, uji statistik yang digunakan adalah ANOVA dua jalur. 10. Jika datanya tidak berdistribusi normal, maka uji yang dilakukan adalah uji

statistik non-parametrik seperti uji Mann-Whitney, uji Kruskal-Wallis. 11. Uji Korelasi

Uji korelasi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan atau asosiasi antara dua variabel atau lebih yang diamati. Uji Korelasi ini digunakan untuk pengujian hipotesis penelitian “Terdapat hubungan antara kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa pada pembelajaran dengan digunakan strategi REACT”. Untuk data yang berdistribusi normal teknik menghitung koefisien korelasi yaitu dengan digunakan korelasi Pearson (Ruseffendi, 1993: 207).

− − − = } ) ( }{ ) ( { ) )( ( 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N r


(49)

Keterangan:

( = koefisien korelasi.

= banyak pasangan nilai-nilai.

∑ = jumlah perkalian nilai dan .

= jumlah nilai .

= jumlah nilai .

∑ = jumlah kuadrat nilai .

= jumlah kuadrat nilai .

Selanjutnya untuk melihat dan meyakinkan adanya hubungan antara dua kemampuan tersebut dilakukan uji hipotesis sebagai berikut:

)* ∶ , = 0 Tidak terdapat korelasi antara kemampuan komunikasi dan

pemecahan masalah matematis.

)- ∶ , ≠ 0 Terdapat korelasi antara kemampuan komunikasi dan

pemecahan masalah matematis. Uji statistik yang digunakan adalah uji-t dengan rumus:

/ = (01 − (− 2

Data yang tidak berdistribusi normal digunakan uji korelasi nonparametrik yaitu uji koefisien korelasi peringkat Spearman.

12. Mengukur Efektivitas

Untuk mendapatkan informasi tentang adanya perbedaan antar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, khususnya untuk mengetahui efektifitas penggunaan strategi REACT jika dibandingkan dengan pembelajaran secara


(50)

konvensional, diperlukan Effect Size. Teknik statistik ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar konstribusi strategi REACT dalam pembelajaran matematika. Menurut Marzano (2006) rumus yang digunakan :

1 =(2(3/3456748 94:= − (2(3/3 5;: 8;<

5;: 8;<

Tabel 3.14 Kriteria Effect Size

Kriteria Efektivitas Interpretasi

1 < 0,2 Rendah

0,2 ≤ 1 < 0,8 Sedang

1 ≥ 0,8 Tinggi

13. Data Non-Tes

a. Data skala sikap berguna untuk mengetahui kualitas sikap siswa terhadap pelajaran matematika, strategi REACT serta soal-soal komunikasi matematis dan pemecahan masalah matematis dilakukan dengan berpedoman kepada model skala Likert.

b. Data observasi dilakukan untuk melihat gambaran aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung dengan menerapkan strategi REACT. Analisis yang akan dilakukan dengan membandingkan skor rata-rata kelas eksperimen dan kelas kontrol.

H.Prosedur Penelitian

Berikut ini adalah prosedur penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti: 1. Persiapan:

a. Menyusun jadwal penelitian. b. Membuat rencana penelitian.


(51)

c. Menyusun instrumen penelitian. 2. Pelaksanaan:

a. Menentukan kelas kontrol dan eksperimen dari sampel yang ada. b. Melakukan pretes pada kedua kelas.

c. Melakukan pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran untuk masing-masing kelas.

d. Melakukan postes pada kedua kelas.

e. Mengisi lembar observasi aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran.

f. Memberi angket skala sikap pada kelas eksperimen. 3. Pengumpulan Data


(52)

I. Bagan Prosedur Penelitian

Bagan prosedur penelitian ini dirancang untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian. Selanjutnya prosedur penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk diagram berikut:

Gambar 3.2 Diagram Alur Penelitian

Studi Pendahuluan: Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah, Studi

Literatur, dll

Pengembangan & Validasi: Bahan Ajar, Pendekatan Pembelajaran, Instrumen

Penelitian dan Ujicoba

Pemilihan RespondenPenelitian

Pretes

Kelas Eksperimen Pelaksanaan Pembelajaran

Kelas Kontrol Pelaksanaan Pembelajaran

Postes

Pengumpulan Data

Analisis Data

Kesimpulan

Observasi dan angket sikap siswa


(53)

J. Bagan Analisis Data tentang Pengujian Rerata/Rataan

Prosedur analisis yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat dari Gambar 3.3 berikut ini. Alur yang diikuti pertama kalinya dengan simbol .

Gambar 3.3 Prosedur Analisis Data

Rerata/ rataan Ada beberapa sampel Ada Peubah Kontrol Sampel bebas Normal Uji U Mann-Whitney Homogenitas Uji-t Uji- t’ Anova 2-Jalur Bebas Normal Homogenitas Anova 1-Jalur Uji Scheffe Uji Kruskal-Wallis Manual Lebih dari 2

tidak Dua ya ya ya ya ya tidak tidak tidak ya Lanjutan Lanjutan ya


(54)

Keterangan Simbol: = lanjutkan = pertanyaan = jawaban akhir

Dari bagan tersebut yang dimaksud dengan beberapa sampel bebas yaitu pembelajaran dengan strategi REACT dan pembelajaran konvensional. Untuk peubah kontrol yang dimaksud dari bagan adalah Kategori Kemampuan Matematis (KKM) tinggi, sedang dan rendah.


(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data, analisis, temuan dan pembahasan yang telah disajikan pada bab sebelumnya diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi REACT secara signifikan lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Tidak terdapat perbedaan komunikasi matematis yang signifikan antara siswa tinggi dan sedang pada siswa yang memperoleh strategi REACT, tetapi masih terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan antara siswa tingg dan rendah, dengan demikian pembelajaran ini baru dapat memfsilitasi kemampuan siswa pada kategori tinggi dan sedang.

3. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi REACT pada setiap kemampuan awal matematis (tinggi, sedang dan rendah) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

4. Terdapat interaksi antara pembelajaran (strategi REACT dan konvensional) dan kategori kemampuan matematis (tinggi, sedang, dan rendah) dalam peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi REACT cendrung lebih baik daripada siswa yang memperoleh


(56)

pembelajaran konvensional. Siswa dengan kategori tinggi dan sedang lebih mendapat manfaat yang paling banyak jika dibandingkan siswa kategori rendah.

5. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi REACT secara signifikan lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

6. Masih terdapat perbedaan perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah pada siswa yang belajar digunakan strategi REACT.

7. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi REACT pada tingkat kategori kemampuan matematis tinggi lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, sedangkan pada kategori kemampuan matematis sedang dan rendah, peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh strategi REACT tidak lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

8. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran (strategi REACT dan konvensional) dan kategori kemampuan matematis (tinggi, sedang, dan rendah) dalam peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

9. Terdapat korelasi antara kemampuan komunikasi matematis dan pemecahan masalah matematis, korelasi keduanya termasuk dalam tingkatan tinggi.


(57)

10. Setelah memperoleh pembelajaran dengan strategi REACT, siswa-siswa menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika, dan terhadap pembelajaran dengan strategi REACT. Secara keseluruhan dapat dikatakan siswa memperlihatkan sikap yang positif terhadap aspek pembelajaran dengan strategi REACT.

11. Pembelajaran dengan strategi REACT efektif dalam upaya peningkatan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis, khususnya pada siswa berkemampuan tinggi dan sedang berdasarkan hasil perhitungan dengan ES.

B.Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut.

1. Pembelajaran dengan strategi REACT hendaknya menjadi salah satu variasi pembelajaran di kelas, terutama untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis.

2. Pembelajaran matematika dengan strategi REACT dapat diterapkan untuk kategori siswa tinggi dan sedang dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa di Sekolah Menengah Pertama (SMP), sedangkan untuk siswa dengan kategori rendah, pembelajaran ini dapat juga diterapkan, namun guru harus memberikan bimbingan yang lebih banyak dan membantu siswa dalam mengantarkan siswa menemukan konsep yang sedang dipelajari.


(1)

7. Perlu dikembangkan oleh guru soal-soal untuk meningkatkan kemampuan daya matematis siswa, agar siswa terbiasa mengerjakan soal-soal tersebut sehingga dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam berfikir dan meningkatkan daya matematis siswa.

8. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dilanjutkan untuk melihat pengaruh pembelajaran strategi REACT ini terhadap kemampuan daya matematis yang lainnya seperti kemampuan pemahaman, koneksi, representasi matematis dan perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk level sekolah tinggi atau rendah atau terhadap jenjang pendidikan lain seperti sekolah dasar dan sekolah menengah atas.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Adjie, N., & Maulana (2006). Pemecahan Masalah Matematika. Bandung : UPI Press.

Anderson, L.W., & R, David (2001). A Taxonomy for Learning Teaching and Assessing. New York : Longman.

Ansari, B. I (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) melalui Strategi Think Talk Write. Disertasi Doktor pada FPMIPA UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Arifin, Z. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung : Rosda.

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rieneka Cipta.

Arikunto, S. (2007). Dasar- dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta : Bumi Aksara.

Baroody, AJ. & Niskayuna, R.T.C. (1993). Problem Solving, Reasoning and Communicating, K-8. Helping Children Think Mathematically. New York: Merril, an imprint of Macmillan Publishing Company.

BSNP. (2006). Panduan Pengembangan Silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta : CV. Laksana Mandiri

Chicago Public Schools Bureau of Student Assessment: Analytical Scale for Problem Solving Scoring Rubrics [Online] Tersedia: http://intranet.cps.k12.il.us/Assessments/Ideas_and_Rubrics/Rubric_Bank/ MathRubrics.pdf.

Cord. (1999). Teaching Mathematics Contextually. Texas: CORD Communications,Inc.

Crawford. (2001). Teaching Contextually. Texas: CCI Publishing, Inc. Depdiknas. (2005). Panduan Materi Ujian Nasional. Jakarta: BPPPPP.

Elmubarok, Z. (2008). Membumikan Pendidikan Nilai Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai. Bandung: Alfabeta.


(3)

Ghozali, I. (2006). Statistik Non-Parametrik, Teori dan Aplikasi dengan Program SPSS. Semarang : Universitas Diponegoro.

Hidayat, E. (2009). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik dan Belajar Siswa Sekolah lMenengah Pertama dengan Pendekatan Matematika Realistik. Bandung : PPS UPI (Tesis tidak diterbitkan).

Fauziah, A. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP melalui Strategi REACT (Relating, Experienting, Applying, Cooperating, Transfering). Bandung : PPS UPI (Tesis tidak diterbitkan).

Firdaus. (2005). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa melalui Pembelajaran Kelompok Kecil Tipe Team-Assited Individualization (TAI) dengan Pendekatan Berbasis Masalah. Bandung : PPS UPI (Tesis tidak diterbitkan).

Hake, R. R. 1999. Analyzing Change/ Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/∼sdi/Analyzingchange-Gain.pdf. [10 September 2010].

Hutagalung, J.,B. (2009). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe JIGSAW. Bandung : PPS UPI (Tesis tidak diterbitkan).

Komalasari, K. (2010). Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Bandung : Refika Aditama.

Kusmaidi. (2010). Pembelajaran Matematika Realistik untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa. Bandung : PPS UPI (Tesis tidak diterbitkan).

Marzano,RJ. (2006). A Theory-Base Meta-Analysis of Research on Instruction. [Online]. Tersedia: http://www.mcrel.org [27 Januari 2007]

Meltzer, D.E (2002). The Relationship between mathemathics Preparation and Conceptual Leaarning Gain in Physics: A Possible “Hidden Variabel” in Diagnostics Pretest Scores. In American Journal of Physics. [Online].

Vol. 70. Page (12) 1259-1268. Tersedia:

http://www.physics.iastate.edu/per/docs/AJP-Des-2002-Vol.70-1259-1268.pdf. [15 Maret 2006]

Muchlish, A. (2009). Belajar dari TIMMS 2007. Artikel pada Pikiran Rakyat halaman 30, 2 Mei 2009.


(4)

Muclish, M. (2011). KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta : Bumi Aksara.

NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Noer, S. H. (2007). Pembelajaran Open Ended untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik. Bandung : tidak diterbitkan.

Oakley, L. (2004). Cognitive Development Routledge: London and New York OECD (2010), PISA 2009 Results: What Students Know and Can Do: Student

Performance in Mathematics and Science (Volume I), OECD Publishing. [Online]. Tersedia http://dx.doi.org/10.1787/978964091450-en

Patrick Gonzales. (2009). Highlights from TIMSS 2007 Mathematics and science achievment of U.S. Fourth and Eight-Grade Students in an International Context. [Online]. Tersedia http://nces.ed.gov. [26 Februari 2011]

Pimm, D. (1996). Meaningful Communication Among Children: Data Collection. Communication in Mathematics K-12 and Beyond. Virginia: NCTM. Polya, G. “How to Solve It” [Online] Tersedia: http://www.math.utah.edu/%7

Ealfeld/math/polya.html [21Agustus2008]

Pugalee, D. K (2001). Using Comunicatin to Develop Student Mathematical Literacy. Mathematics Teaching in the Middle School, 6(5), 296-299. Puspendik Balitbang. (2011). Kemampuan Matematika Siswa 15 Tahun di

Indonesia-Laporan Hasil PISA 2009. Jakarta: Puspendik, Balitbang Kemendiknas.

Puspendik Balitbang. (2011). Laporan Hasil TIMSS 2007. Jakarta: Puspendik, Balitbang Kemendiknas.

Ruseffendi, E.T. (1993). Statistik Dasar untuk Penelitian. Bandung: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral pendidikan Tinggi.

Ruseffendi, E.T. (2003). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Noneksakta Lainnya. Semarang: Unnes Press.

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

Sanjaya, W. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana.


(5)

Schoenfeld, A. H. (1992). Learning to think mathematically: Problem solving, metacognition, and sense-making in mathematics. In D. Grouws (Ed.), Handbook for Research on Mathematics Teaching and Learning (pp. 334-370). New York: MacMillan.

Setiawan, A. (2008). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Bandung: PPS UPI (Tesis tidak diterbitkan).

Sofyan, D. (2008). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Bandung : PPS UPI (Tesis tidak diterbitkan).

Subagiana. (2009). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Sisiwa SMP Digunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team-Assisted Individualization (TAI) dengan Pendekatan Kontekstual. Bandung: PPS UPI (Tesis tidak diterbitkan).

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suhena, E. (2009). Pengaruh Strategi REACT dalam Pembelajaran Matematika terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman, Penalaran, dan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Bandung: PPS UPI (Tesis tidak diterbitkan).

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pengajaran Matematika. Bandung : UPI. Sujdana. (2005). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sumarmo,U. (2010). Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, Dan Bagaimana Dikembangkan Pada Siswa. Bandung : FPMIPA UPI. [Online]. Tersedia

http://math.sps.upi.edu/wp-content/upload/2010/02/ BERPIKIR-DAN-DISPOSISI-MATEMATIK-SPS-2010.pdf. [10 Mei 2011]

Tim Lembaga Administrasi. (2003). Komunikasi. [Online]. Tersedia http://www.kmpk.ugm.ac.id/data/ SPMKK/3d- (11 Desember 2008). Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif berorientasi Knstruktivistik.

Jakarta: Prestasi Pustaka.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cita Pustaka.


(6)

Turmudi. (2008). Pemecahan Masalah Matematika untuk Pengembangan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah di IAIN Arraniri Banda Aceh [Online]. Tersedia http://file.upi.edu.

Uyanto,S.S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran. Bandung : FPMIPA UPI.

Within. (1992). Mathematics Task Centre; Profesional Development and Problem Solving. In J Wakefield and L. Velardi (Ed). Celebrating Mathematics Learning. Melbourne: The Mathematical Association of Victoria.

Yudhi. (2010). Sikap Positif Siswa terhadap Matematika. [Online]. Tersedia http://wahyudiuksw.webnode.com


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK BERBANTUAN GEOGEBRA.

0 4 52

PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA PADA PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 0 41

PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA PADA PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 2 13

PENERAPAN STRATEGI RAVE CCC UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN BERPIKIR LOGIS MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

8 22 49

PENERAPAN ACCELERATED LEARNING DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 0 52

PENGARUH STRATEGI THINK-TALK-WRITE TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN ANALOGI DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

4 6 47

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, PENALARAN, DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SERTA KECERDASAN EMOSIONAL MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS-MASALAH PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS.

0 0 170

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 1 74

PENERAPAN STRATEGI REACT DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI, PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS Oleh : Reni Citrawati 148060007 ABSTRAK - PENERAPAN STRATEGI REACT DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI, PEMEC

0 0 21

PENERAPAN STRATEGI REACT DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI, PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS Oleh : Reni Citrawati 148060007 ABSTRAK - PENERAPAN STRATEGI REACT DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI, PEMEC

0 0 21