PENERAPAN MODEL LEARNING CYCLE 5E UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA.

(1)

v DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ……….

KATA PENGANTAR ………..……….………… UCAPAN TERIMA KASIH ……….……… DAFTAR ISI ………...……….………….. DAFTAR TABEL ………...……….…………. DAFTAR GAMBAR …………...……….………. DAFTAR LAMPIRAN ………..……….…………..

i ii iii v vii viii ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………..……….

B. Rumusan Masalah ………

C. Batasan Masalah ………..

D. Variabel Penelitian ………...………….

E. Definisi Operasional ………..………...……….

F. Tujuan Penelitian ……….……….

G. Manfaat Penelitian ………..………..

1 6 7 7 8 8 8

BAB II HASIL BELAJAR DAN LEARNING CYCLE 5E

A. Belajar dan Hasil Belajar ……….

1) Belajar ……….………

2) Hasil Belajar ……….………...

B. Model Learning Cycle 5E ……….

C. Hubungan Model Learning Cycle 5E dengan Hasil belajar ….… D. Hasil Penelitian Terdahulu ……….……...… E. Kedudukan Penelitian terhadap Penelitian Terdahulu ……….…

10 10 13 23 36 37 38 BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian ……….. B. Populasi dan Sampel Penelitian ………

39 40


(2)

vi

C. Prosedur Penelitian ………

D. Teknik Pengumpulan Data …..……….

E. Teknik Analisis Data Uji Coba Instrumen ………

F. Teknik Pengolahan Data ………...

G. Hasil Analisis Uji Coba Instrumen ………...

42 45 47 51 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Hasil Belajar Ranah Kognitif Siswa ..……… B. Analisis Hasil Belajar Ranah Psikomotor Siswa .………

59 66

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN TEMUAN LAIN

A. Kesimpulan ………...

B. Saran ……….

C. Temuan Lain ………

73 73 74 DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN-LAMPIRAN ………..

75 77


(3)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1. Ranah kognitif ... 14

2.2. Ranah afektif ... 17

2.3. Ranah psikomotor ... 21

2.4. Tahapan-tahapan Learning Cycle 5E ... 28

2.5 Kegiatan siswa dan guru pada model Learning Cycle 5E ... 30

3.1. Skema One group pretest-postest design ... 39

3.2. Klasifikasi Validitas Butir Soal ... 48

3.3. Interpretasi Reliabilitas ... 49

3.4. Kategori Tingkat Kesukaran Instrumen Tes ... 50

3.5. Interpretasi Daya Pembeda Instrumen Tes ... 51

3.6. Kriteria keterlakanaan model Learning Cycle 5E ... 53

3.7. Kategori persentase jumlah siswa ... 53

3.8. Kriteria nilai gain ternormalisasi ... 55

3.9. Hasil uji coba instrumen ... 56

3.10. Reliabilitas soal setiap pertemuan ... 58

4.1. skor hasil belajar ranah kognitif pada pertemuan 1, 2, dan 3 ... 60

4.2. Keterlaksanaan aktivitas siswa ... 60

4.3. Nilai gain ternormalisasi siswa berdasarkan keikutsertaan siswa terhadap model ... 64


(4)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.1 Tahapan Learning Cycle 5E ... 28

3.1. Alur Penelitian ... 44

4.1. Persentase rata-rata pretes dan postes ... 64


(5)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

A. Studi Pendahuluan ... 77

A.1. Lembar Angket ... 78

A.2. Lembar Observasi ... 79

B. Perangkat Pembelajaran ... 80

B.1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 81

B.2. Lembar Kerja Siswa ... 91

C. Instrumen Tes ... 101

C.1. Kisi-kisi Soal Tes ... 102

C.2. Soal Tes Pertemuan ... 123

C.3. Lembar Judgment Soal Tes ... 132

C.4. Hasil Uji Coba Instrumen Tes ... 138

D. Lembar Observasi ... 141

D.1. Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 142

D.2. Lembar Observasi Penilaian Aktivitas dan Psikomotor ... 144

D.3. Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 147

E. Uji Satistik ... 151

E.1. Gain Ternormalisasi Hasil Belajar Ranah Kognitif ... 152


(6)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri dari pengetahuan dan proses. IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Pada hakekatnya IPA terdiri atas tiga komponen yaitu produk, proses, dan sikap ilmiah. IPA tidak hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau fakta yang dihafal, namun juga merupakan kegiatan menggunakan pikiran dalam mempelajari gejala alam. Jadi belajar IPA tidak sekedar belajar informasi sains tentang fakta, konsep, prinsip, hukum dalam wujud pengetahuan deklaratif, akan tetapi belajar IPA juga belajar tentang cara memperoleh informasi sains, cara sains dan teknologi bekerja dalam bentuk pengetahuan prosedural, termasuk kebiasaan bekerja ilmiah dengan metode ilmiah dan sikap ilmiah. Oleh karena itu, IPA sebagai produk dan sebagai proses tidak dapat dipisahkan satu sama lain (Holil, 2009). Berdasarkan hal di atas berarti fisika harus disampaikan pada siswa secara utuh baik sikap ilmiah, proses ilmiah, maupun produk ilmiah dengan melibatkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran.

Berbeda dengan apa yang diharapkan dalam mempelajari físika, fakta di lapangan tidaklah seperti itu, masih ada kegiatan belajar mengajar (KBM) yang


(7)

tidak melibatkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran. Hasil observasi studi pendahuluan terhadap 37 siswa di salah satu SMA swasta di kota Bandung diperoleh informasi bahwa hanya 27,03% siswa yang memperoleh nilai ulangan fisika dengan kategori baik dan sebanyak 67,57% siswa mengatakan tidak pernah bertanya selama pembelajaran. Selain itu, berdasarkan hasil pengamatan peneliti, dalam kegiatan pembelajaran guru selalu langsung ke inti pembelajaran, tanpa memotivasi siswa terlebih dahulu sehingga rasa keingintahuan siswa terhadap materi tidak muncul dan siswa tidak tertarik untuk memperhatikan pembelajaran. Penyampaian materi dari guru hanya satu arah tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuannya dan siswa tidak diberi kesempatan untuk menjawab sendiri pertanyaan yang muncul. Siswa hanya diam mendengarkan penyampaian dari guru tanpa dituntut untuk menjelaskan pengetahuan yang telah mereka peroleh dalam pembelajaran. Selain itu pemahaman siswa terhadap materi tidak diperiksa terlebih dahulu. Sehingga ketika dilakukan tes, nilai yang mereka peroleh rendah.

Berdasarkan data di atas, peneliti menyimpulkan bahwa proses pembelajaran yang hanya satu arah tanpa memunculkan rasa keingintahuan siswa terhadap materi membuat siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru tanpa melibatkan siswa secara aktif dalam membangun sendiri pengetahuannya, sehingga yang terjadi adalah proses transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Hal ini menyebabkan siswa kurang berminat dan tidak memperhatikan penyampaian guru sehingga ketika dilakukan tes, mereka memperoleh nilai rendah.


(8)

Hasil tes yang rendah menggambarkan hasil belajar ranah kognitif siswa rendah. Selain itu kurangnya keaktifan siswa dalam pembelajaran menggambarkan aktivitas dan profil hasil belajar ranah psikomotornya juga rendah, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa di kelas ini baik hasil belajar ranah kognitif maupun ranah psikomotornya rendah yang disebabkan kurangnya partisipasi siswa dalam pembelajaran.

Dalam proses pembelajaran, siswa dituntut untuk ikut berpartisipasi aktif. Pengetahuan seharusnya dibentuk oleh siswa secara aktif, bukan hanya diterima secara pasif dari guru (Suparno, 1996). Hal ini sesuai dengan teori konstruktivisme yang menyatakan bahwa seseorang harus membangun sendiri pengetahuannya. Proses membangun pengetahuan tersebut dilakukan melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan. Para kontruktivis percaya bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang (guru) ke kepala orang lain (siswa), siswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman dan pengetahuan mereka (Lorsbach dalam Suparno, 1996). Dengan memanfaatkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya, akan lebih memudahkan guru dalam menjelaskan materi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ausubel yang menyatakan bahwa apa yang dipelajari akan bermakna jika siswa menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka (Suparno, 1996). Oleh karena itu keterlibatan siswa baik secara mental maupun raga sangat diperlukan agar pembelajaran menjadi lebih bermakna.


(9)

Keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran mendukung siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri, sehingga pembelajaran akan berpusat pada siswa bukan pada guru (Amelia, 2008). Guru hanya bertugas sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik. Tugas guru sebagai mediator dan fasilitator menurut Suparno (1996) adalah menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa untuk membuat rancangan, proses, dan penelitian, menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka, menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif, menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar siswa serta guru harus memotivasi siswa, melihat, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan. Guru membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan siswa. Berdasarkan hal di atas, maka dalam membelajarkan fisika diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat memunculkan rasa keingintahuan dan membuat siswa secara aktif membangun sendiri pengetahuannya serta model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered).

Salah satu model pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah Learning Cycle 5E yang terdiri dari 5 tahap yaitu engage, explore, explain, elaborate dan evaluate. Pada tahap engage, guru memunculkan rasa keingintahuan siswa


(10)

terhadap materi melalui fenomena yang terjadi sehingga muncul pertanyaan-pertanyaan dalam diri mereka dan mendorong siswa untuk menghubungkan fenomena itu dengan pengetahuan yang sudah dimiliki. Pada tahap explore, siswa berinteraksi dengan lingkungan melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum, menganalisis artikel, mendiskusikan fenomena alam, mengamati fenomena alam untuk menjawab pertanyaan yang muncul. Pada tahap explain, siswa dituntut untuk menjelaskan pengetahuan yang mereka peroleh dari fenomena dengan kata-kata mereka sendiri. Pada tahap elaborate, siswa harus menerapkan pengetahuan tadi ke dalam fenomena yang baru. Sedangkan tahap evaluate dilakukan untuk menilai efektifitas tahap-tahap sebelumnya dan untuk menilai pengetahuan, pemahaman konsep, atau kompetensi siswa. Evaluasi harus dilakukan pada seluruh pengalaman pembelajaran. Tahapan-tahapan Learning Cycle 5E di atas sesuai untuk menyelesaikan masalah yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar yang muncul yaitu dapat memunculkan rsa keingintahuan siswa dan membuat siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan.

Learning Cycle 5E sesuai dengan teori belajar Piaget (Renner dalam Dasna, 2007). Unsur-unsur teori belajar Piaget (asimilasi, akomodasi, dan organisasi) mempunyai korespondensi dengan fase-fase dalam Learning Cycle 5E (Abraham dalam Dasna, 2007). Penerapan Learning Cycle 5E dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan konstruktivis (Dasna, 2007), yaitu siswa belajar secara aktif, informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki


(11)

siswa (Suparno,1996), dan orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang yang merupakan pemecahan masalah (Hudojo dalam Dasna 2007) Dengan demikian proses pembelajaran bukan lagi transfer pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi merupakan proses pemerolehan pengetahuan yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dan langsung (Fajaroh, 2007).

Namun sebagai model pembelajaran, model Learning Cycle 5E memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari model ini yaitu pembelajaran menjadi berpusat pada siswa (student-centered), dapat menghindarkan siswa dari cara belajar tradisional yang cenderung menghafal, dan dapat meningkatkan motivasi belajar karena siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran. Sedangkan kelemahannya yaitu memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Penerapan Model Larning Cycle 5E untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajara Fisika”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkan model learning cycle 5E dalam pembelajaran fisika?”

Agar penelitian lebih terarah, maka permasalahan penelitian di atas dijabarkan menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut :


(12)

1. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitif selama penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E dalam pembelajaran fisika? 2. Bagaimanakah profil hasil belajar siswa pada ranah psikomotor selama

penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E dalam pembelajaran fisika?

C. Batasan Masalah

Model Learning Cycle 5E yang digunakan oleh Bybee (1997) yang merupakan suatu model pembelajaran kontruktivis yang terdiri dari 5 tahap yaitu engage, explore, explain, elaborate, dan evaluate. Instrumen yang digunakan untuk mengukur keterlaksanaan model Learning Cycle 5E adalah lembar observasi.

Peningkatan yang ditinjau dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa pada ranah kognitif selama penerapan model Learning Cycle 5E. Sedangkan untuk ranah psikomotor dilihat profilnya saja. Hasil belajar ini meliputi mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), peniruan (P1), manipulasi (P2), dan ketepatan (P3). Pengukuran hasil belajar ranah kognitif siswa digunakan gain ternormalisasi dengan menghitung selisih skor pretest dan postest. Sedangkan pengukuran profil hasil belajar ranah psikomotor digunakan persentase jumlah siswa.

D. Variabel Penelitian


(13)

E. Definisi Operasional

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Hasil belajar yang dimaksud terdiri dari dua ranah yaitu ranah kognitif dan ranah psikomotor. Hasil belajar ranah kognitif meliputi mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), dan menganalisis (C4) yang diukur dengan tes tertulis berupa pilihan ganda (PG). Tes ini dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan (pretest dan postest) dan dinyatakan dalam bentuk skor angka. Sedangkan hasil belajar ranah psikomotor meliputi peniruan (P1), manipulasi (P2), dan ketepatan (P3) yang diukur melalui format observasi penilaian ranah psikomotor.

F. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa selama diterapkan model Learning Cycle 5E dalam pembelajaran fisika.

2. Mengetahui profil hasil belajar ranah pikomotor siswa selama diterapkan model Learning Cycle 5E dalam pembelajaran fisika.

G. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan adalah selama penggunaan model Learning Cycle 5E dapat:


(14)

2. Mengetahui profil hasil belajar ranah psikomotor siswa dalam mata pelajaran fisika.


(15)

39

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (quasi eksperimen), yaitu penelitian yanag dilaksanakan pada satu kelompok siswa (kelompok eksperimen) tanpa ada kelompok pembanding (kelompok kontrol) (Arikunto, 2006). Dalam metode penelitian eksperimen semu ini, keberhasilan atau keefektifan model pembelajaran yang diujikan dapat dilihat dari perbedaan nilai tes kelompok eksperimen sebelum diberi perlakuan yaitu berupa penerapan model pembelajaran (pretes) dan nilai tes setelah diberi perlakuan (postes). Adapun desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah one group pretest-postest design. Skema one group pretest-postest design ditunjukkan dalam tabel 3.1.

Tabel 3.1

Skema one group pretest-postest design

Pre Test Treatment Post Test

T1 X T2

Keterangan :

T1 = Tes awal (pretes)

X = Perlakuan (treatment), yaitu penggunaan model Learning Cycle 5E T2 = Tes akhir (postes)


(16)

Dilihat dari tabel one group pretest-postest design di atas, maka sampel penelitian akan diberi perlakuan (treatment) yaitu berupa penerapan model Learning Cycle 5E yang akan dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan. Pada setiap pertemuan di awal pembelajaran, siswa akan diberi tes awal (pretes) untuk mengetahui kemampuan dan pengetahuan awal siswa, kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan treatment yaitu berupa penerapan model Learning Cycle 5E. Selama pembelajaran berlangsung, siswa akan dinilai ranah psikomotornya dengan menggunakan format observasi penilaian ranah psikomotor, kemudian di akhir pembelajaran siswa akan diberi tes akhir (postes) dengan menggunakan instrumen yang sama seperti pada tes awal (pretes). Instrumen yang digunakan sebagai pretest dan postest dalam penelitian ini merupakan instrumen untuk mengukur hasil belajar ranah kognitif yang telah di-judgement dan diujicobakan terlebih dahulu kepada siswa lain yang berbeda kelas. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa setelah diterapkan model Learning Cycle 5E, maka hasil pretes dan postes siswa diolah dan dianalisis dengan menghitung gain ternormalisasi. Sedangkan untuk hasil belajar ranah psikomotor siswa akan diukur melalui format observasi penilaian ranah psikomotor.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian dan sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006). Sampel harus


(17)

representatif dalam arti segala karakteristik populasi hendaknya tercerminkan pula dalam sampel yang diambil.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X di salah satu SMA swasta di kota Bandung, sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah satu kelas dari keseluruhan populasi yang dipilih secara purposive sample.

Purposive sample atau sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random, atau daerah, tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Pengambilan sampel dengan teknik bertujuan ini cukup baik karena sesuai dengan pertimbangan peneliti sendiri sehingga dapat mewakili populasi. Kelemahannya adalah bahwa peneliti tidak dapat menggunakan statistik parametrik sebagai teknik analisis data, karena tidak memenuhi persyaratan random. (Arikunto, 2006: 139)

Hal ini dilakukan karena pada saat melakukan studi pendahuluan di sekolah tersebut, permasalahan mengenai rendahnya hasil belajar siswa pada ranah kognitif dan ranah psikomotor muncul di kelas ini. Selain itu juga karena peneliti memiliki keterbatasan sehingga tidak memberikan peluang yang sama bagi anggota populasi yang lain. Keterbatasan ini dikarenakan pada saat penelitian, peneliti tengah melakukan PLP sehingga sampel yang digunakan dalam penelitian adalah kelas yang peneliti ajar.


(18)

C. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan terdiri dari 3 tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, serta tahap analisis dan penyelesaian. Tahap-tahap tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Tahap persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan meliputi:

a. Studi literatur, dilakukan untuk memperoleh teori yang akurat dan inovatif mengenai model pembelajaran yang hendak diterapkan.

b. Studi pendahuluan, dilakukan untuk mengetahui kondisi kelas yang akan diterapkan model Learning Cycle 5E

c. Menyusun rencana pembelajaran dan skenario pembelajaran sesuai dengan model pembelajaran yang akan diujikan. Kemudian menyediakan alat percobaan, membuat lembar observasi aktivitas guru, membuat lembar observasi aktivitas siswa, membuat lembar observasi penilaian psikomotor, membuat lembar kerja siswa (LKS), dan mendesain alat observasi.

d. Melakukan judgement terhadap instrumen. e. Melakukan ujicoba dan analisis instrumen. f. Merevisi instrumen.

2. Tahap Pelaksanaan


(19)

a) Melakukan pretes sesuai materi yang dibahas di awal pembelajaran pada tiap pertemuan.

b) Menerapkan model Learning Cycle 5E di kelas yang akan diteliti. c) Selama pembelajaran berlangsung ranah psikomotor siswa dinilai

dengan menggunakan format observasi penilaian ranah psikomotor. d) Melakukan postes sesuai materi yang dibahas di akhir pembelajaran

dengan soal yang sama dengan soal pretes. 3. Tahap Akhir

a) Mengolah data hasil tes awal, tes akhir serta instrumen lainnya. b) Menganalisis dan membahas temuan penelitian.

c) Membandingkan antara hasil pretes dan postes untuk menentukan besar perbedaan yang muncul.

d) Membandingkan ranah psikomotor siswa pada setiap pertemuan pembelajaran.

e) Menarik kesimpulan.

Untuk lebih jelasnya, alur penelitian yang dilakukan dapat digambarkan pada gambar 3.1.


(20)

Gambar 3.1 Alur Penelitian

PENDAHULUAN

- Menentukan masalah

- Studi Pendahuluan

- Studi literatur tentang model Learning Cycle 5E

- Membuat instrumen

- Uji coba instrumen

PELAKSANAAN

- Pretest T1, T3, T5

- Pembelajaran dengan menggunakan model Learning Cycle 5E

- Posttest T2, T4, T6

ANALISIS DATA

- Mengolah data hasil pretes, postes , dan instrumen lainnya.

- Menganalisis data

- Membandingkan data hasil pretes dan postes


(21)

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang dilakukan untuk memperoleh data-data yang mendukung pencapaian tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan ialah dengan observasi dan tes.

1. Observasi keterlaksanaan model Learning Cycle 5E

Observasi keterlaksanaan model Learning Cycle 5E ini bertujuan untuk melihat apakah tahapan-tahapan model Learning Cycle 5E telah dilaksanakan oleh guru atau tidak. Observasi ini dibuat dalam bentuk cheklist (√). Dalam pengisian lembar observasi ini, observer memberikan tanda cheklist pada kolom “ya” atau “tidak” jika kegiatan yang dimaksud dalam lembar observasi ditunjukan guru. Selain membuat tanda cheklist (√), terdapat juga kolom keterangan untuk memuat saran-saran observer atau kekurangan-kekurangan aktivitas guru selama proses pembelajaran.

2. Observasi penilaian ranah psikomotor siswa

Observasi penilaian ranah psikomotor siswa bertujuan untuk melihat bagaimanakah ranah psikomotor yang ditunjukkan oleh siswa selama penerapan model Learning Cycle 5E.

3. Observasi aktivitas siswa

Observasi aktivitas siswa bertujuan untuk melihat bagaimanakah aktivitas siswa selama penerapan model Learning Cycle 5E.


(22)

4. Tes

Menurut Suharsimi (2008: 32) tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Dalam penelitian ini, instrumen tes yang digunakan ialah tes tertulis yaitu berupa tes pilihan ganda (PG) biasa dengan soal pretes sama dengan soal postes.

Penyusunan instrumen tes untuk penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Membuat kisi-kisi instrumen penelitian untuk materi pokok listrik dinamis.

b. Menyusun instrumen penelitian berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat. c. Melakukan judgement terhadap instrumen penelitian yang telah dibuat. d. Melakukan ujicoba instrumen penelitian terhadap siswa di sekolah yang

sama tetapi berbeda kelas.

e. Setelah instrumen yang diujicobakan tersebut diolah dengan dihitung validitas, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan realiabilitasnya.

Instrumen tes yang telah diuji tersebut, dinyatakan layak untuk dijadikan instrumen penelitian. Jumlah total soal tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 23 soal yang berbentuk pilihan ganda yang terdiri dari 8 soal untuk pertemuan 1, 7 soal untuk pertemuan 2, dan 8 soal untuk pertemuan 3.


(23)

E. Teknik Analisis Data Uji Coba Instrumen

Untuk mendapatkan data yang benar yang dapat menggambarkan kemampuan subyek penelitian dengan tepat maka diperlukan instrumen tes yang baik pula. Dalam penelitian ini, sebelum instrumen tes dipakai dalam penelitian, instrumen tes terlebih dulu diujicobakan di salah satu kelas yang berada di sekolah tempat penelitian dilaksanakan.

Data hasil ujicoba tes kemudian dianalisis untuk mendapatkan keterangan mengenai layak atau tidaknya instrumen tes dipakai dalam penelitian. Berikut dipaparkan macam-macam analisis yang digunakan untuk mengetahui baik buruknya instrumen tes.

a. Analisis Validitas Instrumen Ujicoba

validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat ke validan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatan valid apabila instrumen tersebut mampu mengukur apa yang hendak diukur dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Nilai valliditas dapat ditentukan dengan menentukan koefisien produk momen. Validitas soal dapat dihitung dengan menggunakan perumusan:

∑ ∑ ∑

∑ ∑ ∑ ∑

...

(3.1)


(24)

Keterangan:

rxy = koefisien korelasi anta variabel X dan Y, dua variabel yang dikorelasikan.

X = skor tiap butir soal Y = skor total tiap butir soal N = jumlah siswa

Setelah nilainya diperoleh kemudian diinterpretasikan pada tabel 3.2.

Tabel 3.2

Klasifikasi Validitas Butir Soal

Nilai rxy Kriteria

0,81 – 1,00 Sangat Tinggi

0,61 – 0,80 Tinggi

0,41 – 0,60 Cukup

0,21 – 0,40 Rendah

0,00 – 0,20 Sangat Rendah

(Arikunto, 2008:75)

b. Analisis Reliabilitas Instrumen Ujicoba

Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh orang yang sama ketika di uji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau dari satu pengukuran ke pengukuran lainnya. Nilai reliabilitas ditentukan dengan menggunakan rumus K-R. 20 yang diketemukan oleh Kuder dan Richardson. Adapun perumusannya adalah sebagai berikut:

... (3.2)


(25)

Keterangan:

r11 = koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah 1

∑ = jumlah hasil perkalian antara p dan q = banyaknya item

2 = varians

Adapun rumus varians yang digunakan yaitu

∑ ∑

... (3.3)

Selain itu untuk menginterpretasikan tingkat reliabilitasnya, maka koefisien korelasinya dikategorikan pada kriteria yang terdapat dalam tabel 3.3.

Tabel 3.3 Interpretasi Reliabilitas

Koefisien Korelasi Kriteria Reliabilitas

0,81 ≤ r ≤ 1,00 Sangat Tinggi

0,61 ≤ r ≤ 0,80 Tinggi

0,41 ≤ r ≤ 0,60 Cukup

0,21 ≤ r ≤ 0,40 Rendah

0,00 ≤ r ≤ 0,20 Sangat Rendah

(Arikunto, 2003:75)

c. Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal

Tingkat kesukaran suatu butir soal adalah bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal (Arikunto, 2008: 207). Untuk menghitung taraf kesukaran dipergunakan persamaan :


(26)

!"

$# ... (3.4) (Arikunto, 2008: 208) dengan :

TK = indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = jumlah siswa peserta tes

Untuk menginterpretasikan TK tiap item soal tiap tahap dilakukan dengan menginterpretasikan terhadap standar TK pada tabel 3.4.

Tabel 3.4

Kategori Tingkat Kesukaran Instrumen Tes

Indeks Kesukaran (TK) Klasifikasi Soal

0,00 – 0,30 Sukar

0,30 – 0,70 Sedang

0,70 – 1,00 Mudah

(Arikunto, 2008 : 210)

d. Analisis Daya Pembeda Butir Soal

Daya pembeda butir soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang tidak pandai (berkemampuan rendah) (Arikunto, 2008 : 211).

Untuk menghitung daya pembeda tiap item soal terlebih dahulu menentukan skor total siswa dari siswa yang memperoleh skor tinggi ke rendah. Kemudian membagi dua sama besar, 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah. Daya pembeda butir soal dihitung dengan menggunakan perumusan:


(27)

%

#&$ &

#'

$'

(

)

(

# ... (3.5)

(Arikunto, 2008 : 213)

keterangan :

D = indeks daya pembeda item satu butir soal tertentu JA = banyaknya peserta kelompok atas

JB = banyaknya peserta kelompok bawah

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar

BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal tersebut dengan benar

Nilai daya pembeda (D) yang diperoleh, kemudian diinterpretasikan pada tabel 3.5.

Tabel 3.5

Interpretasi Daya Pembeda Instrumen Tes

Nilai D klasifikasi

0,00 – 0,20 Jelek

0,20 – 0,40 Cukup

0,40 – 0,70 Baik

0,70 – 1,00 Sangat Baik

Bertanda negatif Tidak Baik

(Arikunto, 2008 : 218)

F. Teknik Pengolahan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini antara lain data nilai tes (pretes dan postes), data observasi penilaian ranah psikomotor, data observasi aktivitas siswa, dan data observasi keterlaksanaan model Learning Cycle 5E.


(28)

Dari data-data tersebut, data observasi keterlaksanaan model Learning Cycle 5E digunakan sebagai gambaran kegiatan guru selama proses pembelajaran berlangsung, data nilai tes digunakan untuk mengukur hasil belajar ranah kognitif siswa, data observasi penilaian ranah psikomotor digunakan untuk mengukur hasil belajar pada ranah psikomotor. Adapun teknik pengolahan data yang digunakan terhadap data-data di atas, antara lain:

1. Data observasi keterlaksanaan model Learning Cycle 5E

Data mengenai pelaksanaan pembelajaran model Learning Cycle 5E merupakan data yang diambil dari observasi. Pengolahan data dilakukan dengan cara mencari persentase keterlaksanaan model Learning Cycle 5E. Adapun langkah-langkah yang peneliti lakukan untuk mengolah data tersebut adalah dengan :

• Menghitung jumlah jawaban “ya” dan “tidak” yang observer isi pada format observasi keterlaksanaan pembelajaran

• Melakukan perhitungan persentase keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan persamaan berikut:

(* +* ,-+* "*,* .-/+- -- (*01*.-2- - 345678 9:;<=><= 7 ? 5< 37@7: 7345678 9:;<=><= ;<64=48 7 A 100% (3.6) Untuk mengetahui kategori keterlaksanaan model Learning Cycle 5E yang dilakukan oleh guru, dapat diinterpretasikan pada tabel 3.6.


(29)

Tabel 3.6

Kriteria Keterlaksanaan model Learning Cycle 5E

No % Kategori Keterlaksanaan Model Interpretasi

1. 0,0-24,9 Sangat Kurang

2. 25,0-37,5 Kurang

3. 37,6 – 62,5 Sedang

4. 62,6 – 87,5 Baik

5. 87,6 – 100 Sangat Baik

Mulyadi (Nuh, 2007)

2. Data observasi aktivitas dan penilaian hasil belajar ranah psikomotor siswa

Data mengenai aktivitas dan penilaian hasil belajar ranah psikomotor merupakan data yang diperoleh dari observasi. Data tersebut dianalisis dengan menghitung persentase jumlah siswa yang melakukan setiap skor dari setiap aspek yaitu dengan rumus :

%

%2D0.-2D0.-EE+F+G-+F+G- :7 7H :7 7H34567834567 ;I;@7;I;@7 8 ;I;@7;I;@7 7 7 ? ? ;<64=4;<64=48 5<67H4H75<67H4H78 77 ;H9=;H9=AA110000%%... ((33..77)) Untuk mengetahui kategori hasil belajar ranah psikomotor siswa, data yang diperoleh diolah dan dikualifikasikan menjadi lima dengan persentase tertinggi 100% dan persentase terendah 0% seperti yang terlihat pada tabel 3.7.

Tabel 3.7

Kategori persentase jumlah siswa

Persentase Kategori

80 % - 100% Sangat Baik

60% - 80% Baik

40% - 60% Sedang

20% - 40% Rendah


(30)

3. Data tes

Tes dilakukan untuk mengukur hasil belajar ranah kognitif siswa sebelum (pretest) dan sesudah perlakuan (postest). Peningkatan hasil belajar ini diukur dengan gain ternormalisasi. Karena di bab I peneliti tidak mencantumkan hipotesis, maka peneliti tidak melakukan uji hipotesis untuk melihat signifikan tidaknya hasil analisis data. Berikut langkah-langkah yang peneliti lakukan agar dapat menganalisis data pretest, postest, dan gain siswa.

1. Menghitung skor dari setiap jawaban baik pada pretest maupun pada posttest.

2. Menghitung rata-rata (mean)

Untuk menghitung nilai rata-rata (mean) dari skor tes baik pretest maupun posttest, digunakan rumus:

i x x

n =

(3.8) Keterangan:

x = Rata-rata skor atau nilai x xi = Skor atau nilai siswa ke i

n = Jumlah siswa 3. Menentukan nilai gain

Gain adalah selisih antara skor tes awal dan skor tes akhir. Nilai gain dapat ditentukan dengan rumusan sebagai berikut:

1 2 T

T

G= −

.


(31)

Keterangan: G = gain

T1 = skor pretest T2 = skor postest

4. Gain Ternormalisasi

Untuk perhitungan gain yang dinormalisasi akan digunakan persamaan (Hake, 1998) sebagai berikut:

(% % )

%

% (100 % )

f i maks i S S G g G S

< > − < > < >

< > = =

< > − < > (3.10)

Keterangan :

g〉 = rata-rata gain yang dinormalisasi

G〉 = rata-rata gain aktual

Gmaks= gain maksimum yang mungkin terjadi

Sf = rata-rata skor tes akhir (postest)

Si = rata-rata skor tes awal (pretest)

Tabel 3.8

Kriteria Nilai Gain Ternormalisasi

N

Niillaaii<<gg>> KKaatteeggoorrii

0

0,,0000<<gg<<00,,3300 rreennddaahh 0

0,,3300≤≤gg<<00,,7700 sseeddaanngg g

g≥≥00,,7700 ttiinnggggii

(Hake, 1998 )

G. Hasil analisis ujicoba instrumen

Dalam bagian ini akan dijelaskan tentang hasil analisis uji coba instrumen yang telah dilakukan di kelas lain. Sebelum instrumen soal dipakai dalam penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji instrumen yaitu dengan melakukan uji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soal pada setiap pertemuan. Hasil uji coba soal terlihat pada tabel 3.9.


(32)

Tabel 3.9 Hasil ujicoba instrumen pertemu

an

No. soal

Validitas Daya pembeda Tingkat kesukaran ket

nilai Katego

ri

nilai kategori nilai kategori

1

1 0,64 Tinggi 0,5 baik 0,65 Sedang dipakai

2 0,44 Cukup 0,3 cukup 0,65 Sedang dipakai

3 0,59 Cukup 0,5 baik 0,75 Mudah dipakai

4 0,59 Cukup 0,5 baik 0,75 Mudah dipakai

5 -0,23 sangat rendah

-0,4 jelek 0,60 Sedang dibuang

6

-0,05

sangat rendah

-0,2 jelek 0,40 Sedang dibuang

7 0,41 Cukup 0,4 baik 0,30 Sedang dipakai

8 0,56 Cukup 0,5 baik 0,45 Sedang dipakai

9 0,71 Tinggi 0,6 baik 0,60 Sedang dipakai

10 0,64 Tinggi 0,7 baik 0,35 Sedang dipakai

11 0,28 Rendah 0,2 cukup 0,50 Sedang dibuang

2

1 0,62 Tinggi 0,5 baik 0,65 Sedang dipakai

2 0,07 sangat rendah

-0,2 jelek 0,40 Sedang dibuang

3 0,55 Cukup 0,5 baik 0,75 Mudah dipakai

4 0,55 Cukup 0,5 baik 0,75 Mudah dipakai

5 -0,17 sangat rendah

-0,4 jelek 0,60 sedang dibuang

6 0,41 Cukup 0,3 cukup 0,65 sedang dipakai

7 0,59 Cukup 0,5 baik 0,45 sedang dipakai

8 0,35 Rendah 0,2 cukup 0,50 sedang dibuang

9 0,69 Tinggi 0,6 baik 0,60 sedang dipakai

10 0,58 Cukup 0,7 baik 0,35 sedang dipakai

3

1 0,64 Tinggi 0,5 baik 0,65 sedang dipakai

2 -0,24 sangat rendah

-0,4 jelek 0,60 sedang dibuang

3 0,60 Tinggi 0,5 baik 0,75 mudah dipakai

4 0,60 Tinggi 0,5 baik 0,75 mudah dipakai

5 0,44 Cukup 0,3 cukup 0,65 sedang dipakai

6 -0,05 sangat rendah

-0,2 jelek 0,40 sedang dibuang

7 0,28 Rendah 0,2 cukup 0,50 sedang dibuang

8 0,56 Cukup 0,5 baik 0,45 sedang dipakai

9 0,71 Tinggi 0,6 baik 0,60 sedang dipakai

10 0,64 Tinggi 0,7 baik 0,35 sedang dipakai

11 0,41 Cukup 0,4 baik 0,30 sedang dipakai

Soal-soal untuk pertemuan 1 yang terdiri dari sebelas soal, setelah diuji maka hanya 72,73% soal yang valid dengan presentase validitasnya sebesar


(33)

27,27% termasuk kategori tinggi, sebesar 45,46% termasuk kategori cukup, dan sisanya sebesar 27,27% termasuk kategori rendah dan sangat rendah. Untuk daya pembedanya, sebesar 63,64% termasuk kategori baik, sebesar 18,18% termasuk kategori cukup, dan sisanya sebesar 18,18% termasuk kategori jelek. Sedangkan untuk tingkat kesukaran, tidak ada soal yang termasuk kategori sukar, soal hanya terdiri dari 81,82% yang termasuk kategori sedang, dan 18,18% termasuk kategori mudah. Dari data tersebut maka hanya delapan soal yang dipakai yaitu soal no. 1, 2, 3, 4, 7, 8, 9, dan 10 dan tiga soal dibuang karena validitasnya rendah dan daya pembedanya jelek.

Soal-soal untuk pertemuan 2 yang terdiri dari sepuluh soal hanya 70% soal yang valid dengan presentase validitasnya sebesar 20% termasuk kategori tinggi, sebesar 50% termasuk kategori cukup, dan sisanya sebesar 30% termasuk kategori rendah dan sangat rendah. Untuk daya pembedanya, sebesar 60% termasuk kategori baik, sebesar 20% termasuk kategori cukup, dan sisanya sebesar 20% termasuk kategori jelek. Sedangkan untuk tingkat kesukaran, sama halnya dengan seri 1 tidak ada soal yang termasuk kategori sukar, soal hanya terdiri dari 80% yang termasuk kategori sedang, dan 20% termasuk kategori mudah. Dari data tersebut maka hanya tujuh soal yang dipakai yaitu soal no. 1, 3, 4, 6, 7, 9, dan 10 dan dua soal dibuang karena validitasnya rendah dan daya pembedanya jelek.

Pada pertemuan 3, sebesar 72,73% soal yang valid, yaitu sebesar 45,46% termasuk kategori tinggi, sebesar 27,27% termasuk kategori cukup, dan sebesar 27,27% termasuk kategori rendah dan sangat rendah. Daya pembeda


(34)

soalnya, sebesar 63,64% termasuk kategori tinggi, 18,18% termasuk kategori cukup, dan sisanya sebesar 18,18% termasuk kategori jelek. Sedangkan tingkat kesukaran soal untuk seri 3 ini, sebesar 81,82% soal termasuk sedang, dan sebesar 18,18% termasuk mudah. Dari data tersebut maka delapan soal dipakai yaitu no.1, 3, 4, 5, 8, 9, 10, dan 11. Tiga soal sisanya dibuang yaitu no 2, 6, dan 7 karena validitasnya sangat rendah dan daya pembedanya jelek.

Reliabilitas soal untuk pertemuan 1, pertemuan 2, dan pertemuan 3 termasuk kategori cukup dengan nilai koefisien reliabilitas seperti terlihat pada tabel 3.10.

Tabel 3.10

Reliabilitas soal pertemuan 1, pertemuan 2, dan pertemuan 3

pertemuan Reliabilitas Kategori

1 0,51 cukup

2 0,48 cukup

3 0,51 cukup

Lebih jelasnya mengenai validitas, daya pembeda, tingkat kesukaran dan reliabilitas dapat dilihat pada lampiran C.4.


(35)

73

BAB V

KESIMPULAN, SARAN, DAN TEMUAN LAIN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data terhadap data hasil penelitian yang telah dilakukan di salah satu kelas X SMA Swasta di kota Bandung mengenai penerapan model Learning Cycle 5E untuk meningkatkan hasil belajar siswa diperoleh kesimpulan :

1. Peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitif setelah diterapkan model Learning Cycle 5E termasuk ke dalam kategori sedang.

2. Profil hasil belajar siswa pada ranah psikomotor setelah diterapkan model Learning Cycle 5E untuk aspek peniruan (P1), manipulasi (P2), dan ketepatan (P3) termasuk ke dalam kategori sedang.

B. SARAN

Setelah dilakukan penelitian mengenai model Learning Cycle 5E, diajukan beberapa saran untuk penelitian lebih lanjut, antara lain:

1. Dalam menggunakan model Learning Cycle 5E disarankan agar membuat perencanaan yang matang dengan lebih memperhitungkan waktu yang akan dipergunakan, melakukan setiap tahapan Learning Cycle 5E dengan baik. Selain itu, kondisi siswa ketika pembelajaran berlangsung juga harus diperhatikan.


(36)

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menerapkan model Learning Cycle 5E pada ranah afektif dan ranah psikomotor.

C. TEMUAN LAIN

Di luar dari kesimpulan di atas, ditemukan beberapa peristiwa lain yang dapat dipertimbangkan dalam penelitian ini yaitu, keadaan siswa yang kurang termotivasi untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Maka untuk kasus seperti ini disarankan agar melakukan pengelolaan kelas dengan baik.


(37)

75 D

DAAFFTTAARRPPUUSSTTAAKKAA

Arikunto, S. (2008). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.Rineka Cipta.

Asnawi, Y. (2009). Prestasi Belajar. [online]. Tersedia: http://www.scribd.com/doc/17318020/prestasi-belajar [1 November] Bybee, W. & Roger et. al. (2006). “The BSCS 5E Instructional model:

Origin, Effectivenes, and Application” [Online]. Tersedia: http://www.bscs.org/pdf/bscs5eexecsummary.pdf. [16 November 2009].

Donclark. (1999). Bloom's Taxonomy of Learning Domains. [online]. Tersedia : http://www.nwlink.com/~donclark/hrd/bloom.html [31 Desember 2010]

Fajaroh, F. (2007). Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning

Cycle). [online]. Tersedia:

http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/20/pembelajaran-dengan-model-siklus-belajar-learning-cycle/ [27 Oktober 2009]

Farida, RH. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) tipe 5E untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA Pada Pembelajaran Fisika. Skripsi pada FPMIPA UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Hake, R. R. (1998). Interactive Engagement Methods In Introductory

Mechanics Courses. [Online]. Tersedia :

http://www.physics.indiana.edu/~sdi/IEM-2b.pdf, [13 September 2009]

Holil, A. (2009). Menjadi Manusia Pembelajar: Hakikat Pembelajaran

IPA. [online].Tersedia:

http://anwarholil.blogspot.com/2009/01/hakikat-pembelajaran-ipa.html [1 November 2009]

Lorsbach, A. (2009). Learning Cycle as a plan of instructional science.

[online]. Tersedia:

http://www.coe.ilstu.edu/scienceed/lorsbach/257lrcy.htm [28 Oktober 2009]


(38)

Nuh, U. (2200007). Implementasi Pendekatan Berbasis Masalah dalam 7 Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa. Skripsi pada FPMIPA UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Panggabean, L.P. (1996). Penelitian Pendidikan. Jurusan Pendidikan Fisika – Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam –Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung

Panggabean, L.P. (2001). Statistika Dasar. Jurusan Pendidikan Fisika – Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam – Universitas Pendidikan Indonesia.

Sam, A. (2008). Pengertian Prestasi Belajar. [online]. Tersedia:

http://sobatbaru.blogspot.com/2008/06/pengertian-prestasi-belajar.html. [1 Oktober 2009]

Sudrajat, A. (2008). Pengembangan Perangkat Penilaian Afektif. [online]. Tersedia:http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2008/08/penilai an-afektif.pdf [11 Januari 2011]

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sunarto. (2009). Pengertian Prestasi Belajar. [online]. Tersedia: http://sunartombs.wordpress.com/2009/01/05/pengertian-prestasi-belajar/ [1 Oktober 2009]

Suparno, P. (1996). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Usman, U. (1995). Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.


(1)

27,27% termasuk kategori tinggi, sebesar 45,46% termasuk kategori cukup, dan sisanya sebesar 27,27% termasuk kategori rendah dan sangat rendah. Untuk daya pembedanya, sebesar 63,64% termasuk kategori baik, sebesar 18,18% termasuk kategori cukup, dan sisanya sebesar 18,18% termasuk kategori jelek. Sedangkan untuk tingkat kesukaran, tidak ada soal yang termasuk kategori sukar, soal hanya terdiri dari 81,82% yang termasuk kategori sedang, dan 18,18% termasuk kategori mudah. Dari data tersebut maka hanya delapan soal yang dipakai yaitu soal no. 1, 2, 3, 4, 7, 8, 9, dan 10 dan tiga soal dibuang karena validitasnya rendah dan daya pembedanya jelek.

Soal-soal untuk pertemuan 2 yang terdiri dari sepuluh soal hanya 70% soal yang valid dengan presentase validitasnya sebesar 20% termasuk kategori tinggi, sebesar 50% termasuk kategori cukup, dan sisanya sebesar 30% termasuk kategori rendah dan sangat rendah. Untuk daya pembedanya, sebesar 60% termasuk kategori baik, sebesar 20% termasuk kategori cukup, dan sisanya sebesar 20% termasuk kategori jelek. Sedangkan untuk tingkat kesukaran, sama halnya dengan seri 1 tidak ada soal yang termasuk kategori sukar, soal hanya terdiri dari 80% yang termasuk kategori sedang, dan 20% termasuk kategori mudah. Dari data tersebut maka hanya tujuh soal yang dipakai yaitu soal no. 1, 3, 4, 6, 7, 9, dan 10 dan dua soal dibuang karena validitasnya rendah dan daya pembedanya jelek.

Pada pertemuan 3, sebesar 72,73% soal yang valid, yaitu sebesar 45,46% termasuk kategori tinggi, sebesar 27,27% termasuk kategori cukup, dan sebesar 27,27% termasuk kategori rendah dan sangat rendah. Daya pembeda


(2)

58

soalnya, sebesar 63,64% termasuk kategori tinggi, 18,18% termasuk kategori cukup, dan sisanya sebesar 18,18% termasuk kategori jelek. Sedangkan tingkat kesukaran soal untuk seri 3 ini, sebesar 81,82% soal termasuk sedang, dan sebesar 18,18% termasuk mudah. Dari data tersebut maka delapan soal dipakai yaitu no.1, 3, 4, 5, 8, 9, 10, dan 11. Tiga soal sisanya dibuang yaitu no 2, 6, dan 7 karena validitasnya sangat rendah dan daya pembedanya jelek.

Reliabilitas soal untuk pertemuan 1, pertemuan 2, dan pertemuan 3 termasuk kategori cukup dengan nilai koefisien reliabilitas seperti terlihat pada tabel 3.10.

Tabel 3.10

Reliabilitas soal pertemuan 1, pertemuan 2, dan pertemuan 3

pertemuan Reliabilitas Kategori

1 0,51 cukup

2 0,48 cukup

3 0,51 cukup

Lebih jelasnya mengenai validitas, daya pembeda, tingkat kesukaran dan reliabilitas dapat dilihat pada lampiran C.4.


(3)

73 BAB V

KESIMPULAN, SARAN, DAN TEMUAN LAIN

A.KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data terhadap data hasil penelitian yang telah dilakukan di salah satu kelas X SMA Swasta di kota Bandung mengenai penerapan model Learning Cycle 5E untuk meningkatkan hasil belajar siswa diperoleh kesimpulan :

1. Peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitif setelah diterapkan model Learning Cycle 5E termasuk ke dalam kategori sedang.

2. Profil hasil belajar siswa pada ranah psikomotor setelah diterapkan model Learning Cycle 5E untuk aspek peniruan (P1), manipulasi (P2), dan ketepatan

(P3) termasuk ke dalam kategori sedang.

B. SARAN

Setelah dilakukan penelitian mengenai model Learning Cycle 5E, diajukan beberapa saran untuk penelitian lebih lanjut, antara lain:

1. Dalam menggunakan model Learning Cycle 5E disarankan agar membuat perencanaan yang matang dengan lebih memperhitungkan waktu yang akan dipergunakan, melakukan setiap tahapan Learning Cycle 5E dengan baik. Selain itu, kondisi siswa ketika pembelajaran berlangsung juga harus diperhatikan.


(4)

74

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menerapkan model Learning Cycle 5E pada ranah afektif dan ranah psikomotor.

C. TEMUAN LAIN

Di luar dari kesimpulan di atas, ditemukan beberapa peristiwa lain yang dapat dipertimbangkan dalam penelitian ini yaitu, keadaan siswa yang kurang termotivasi untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Maka untuk kasus seperti ini disarankan agar melakukan pengelolaan kelas dengan baik.


(5)

75 D

DAAFFTTAARRPPUUSSTTAAKKAA

Arikunto, S. (2008). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.Rineka Cipta.

Asnawi, Y. (2009). Prestasi Belajar. [online]. Tersedia: http://www.scribd.com/doc/17318020/prestasi-belajar [1 November] Bybee, W. & Roger et. al. (2006). “The BSCS 5E Instructional model:

Origin, Effectivenes, and Application” [Online]. Tersedia: http://www.bscs.org/pdf/bscs5eexecsummary.pdf. [16 November 2009].

Donclark. (1999). Bloom's Taxonomy of Learning Domains. [online]. Tersedia : http://www.nwlink.com/~donclark/hrd/bloom.html [31 Desember 2010]

Fajaroh, F. (2007). Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning

Cycle). [online]. Tersedia:

http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/20/pembelajaran-dengan-model-siklus-belajar-learning-cycle/ [27 Oktober 2009]

Farida, RH. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) tipe 5E untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA Pada Pembelajaran Fisika. Skripsi pada FPMIPA UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Hake, R. R. (1998). Interactive Engagement Methods In Introductory Mechanics Courses. [Online]. Tersedia : http://www.physics.indiana.edu/~sdi/IEM-2b.pdf, [13 September 2009]

Holil, A. (2009). Menjadi Manusia Pembelajar: Hakikat Pembelajaran

IPA. [online].Tersedia:

http://anwarholil.blogspot.com/2009/01/hakikat-pembelajaran-ipa.html [1 November 2009]

Lorsbach, A. (2009). Learning Cycle as a plan of instructional science.

[online]. Tersedia:

http://www.coe.ilstu.edu/scienceed/lorsbach/257lrcy.htm [28 Oktober 2009]


(6)

76

Nuh, U. (2200007). Implementasi Pendekatan Berbasis Masalah dalam 7

Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa. Skripsi pada FPMIPA UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Panggabean, L.P. (1996). Penelitian Pendidikan. Jurusan Pendidikan Fisika – Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam –Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung

Panggabean, L.P. (2001). Statistika Dasar. Jurusan Pendidikan Fisika – Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam – Universitas Pendidikan Indonesia.

Sam, A. (2008). Pengertian Prestasi Belajar. [online]. Tersedia:

http://sobatbaru.blogspot.com/2008/06/pengertian-prestasi-belajar.html. [1 Oktober 2009]

Sudrajat, A. (2008). Pengembangan Perangkat Penilaian Afektif. [online]. Tersedia:http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2008/08/penilai an-afektif.pdf [11 Januari 2011]

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sunarto. (2009). Pengertian Prestasi Belajar. [online]. Tersedia: http://sunartombs.wordpress.com/2009/01/05/pengertian-prestasi-belajar/ [1 Oktober 2009]

Suparno, P. (1996). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Usman, U. (1995). Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.


Dokumen yang terkait

Pengaruh model learning cycle 5e terhadap hasil belajar siswa pada konsep sistem ekskresi

11 137 269

Pengaruh model pembelajaran learning cycle 5e terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di salah satu SMP di Tangerang.

6 24 248

Pengaruh Model Learning Cycle 5E Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Sistem Ekskresi

0 5 269

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E BERBANTUAN MODUL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOMPETENSI MEMPERBAIKI SISTEM KEMUDI

3 54 199

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE ‘5E’ UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MATERI Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ‘5E’ Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Materi Fotosintesis Pada Kelas VIII F SMP Negeri 2 Colomadu Tahun

0 2 15

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE ‘5E’ UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MATERI Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ‘5E’ Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Materi Fotosintesis Pada Kelas VIII F SMP Negeri 2 Colomadu Tahun

0 3 19

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA SISWA SMA.

0 5 42

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SMK PADA MATA PELAJARAN PRODULTIF.

0 2 34

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) 5E DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN FISIKA.

0 0 1

PENERAPAN MODEL LEARNING CYCLE 5E UNTUK MENINGKATKAN PEMBELAJARAN IPA

0 0 10