IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN DALAM MEMBINA KEMADIRIAN DAN KEPEMIMPINAN SISWA (Proses Pengembangan Karakter dalam Konteks Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Lanjutan Alam Bandung).

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Kemajuan suatu bangsa tergantung pada banyak faktor. Salah satu diantaranya yaitu moralitas dan karakter bangsa yang kuat. Seperti diungkapkan seorang sejarawan dan peneliti LIPI, Haryo Nugroho (dalam Sapriya, 2007:125), yaitu, “Kemajuan dan martabat bangsa bukan hanya ditentukan oleh prestasi material, tetapi juga oleh kekuatan akhlak,moralitas dan karakter bangsa...”

Hal ini sangat penting karena kejayaan suatu negara akan dipengaruhi oleh kualitas pribadi setiap warga negaranya. Seperti yang diungkapkan Cicero (dalam megawangi:2004) yaitu, “Within the character of the citizen, lies the welfare of the nation” (Di dalam akhlak mulia setiap warganegara, terdapat negara yang sejahtera). Suatu gambaran yang menegaskan betapa akhlak, moralitas dan karakter harus menjadi sesuatu fokus yang diutamakan dalam pembangunan bangsa. Termasuk dalam riuh rendahnya aktivitas pendidikan dewasa ini.

Salah satu tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan seperti diamanatkan oleh UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitumengembangkan kemampuan dan membentuk watak peserta didik sehingga terwujudnya kemandirian bangsa. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 3 yaitu:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,


(2)

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Kemandirian merupakan salah satu karakter yang dicita-citakan sejak lama. Bahkan sebelum kemerdekaan, kemandirian bangsa merupakan salah satu tujuan pokok upaya Bangsa Indonesia melepaskan diri dari penjajahan asing. Demikian juga di era pembangunan sekarang. Suatu negara bisa mandiri karena memiliki karakter atau jatidiri kebangsaan yang sangat kuat (Masrur :2007) .

Kemandirian merupakan salah satu standar kompetensi lulusan yang dipersyaratkan bagi lulusan satuan pendidikan dasar dan menengah. Seperti dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah, yaitu:

Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) dikembangkan berdasarkan tujuan setiap satuan pendidikan, yakni: Pendidikan Dasar, yang meliputi SD/MI/SDLB/Paket A dan SMP/MTs./SMPLB/Paket B bertujuan: Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Sisi lain yang tidak kalah penting sebagai daya pendukung keberhasilan bangsa yaitu sikap kepemimpinan para pemimpin bangsa. Pemimpin yang memiliki karakter kuat dan bisa dijadikan teladan merupakan salah satu kunci sukses pembangunan bangsa. Karena maju mundurnya suatu negara, organisasi atau suatu kepengurusan diantaranya dipengaruhi oleh cara-cara pemimpin dalam memimpin.

Kepemimpinan suatu bangsa menjadi suatu hal sangat penting mengingat tugas-tugas yang dipikul oleh seorang pemimpin. Tugas kepemimpinan tersebut menurut Tobroni (2010:3), yaitu “Bagaimana merubah siklus negatif atau


(3)

lingkaran setan persoalan menjadi siklus positif atau lingkaran malaikat (siklus kebajikan)”.

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kepemimpinan yang efektif dengan organisasi yang efektif. Penelitian Edmonds mengemukakan bahwa organisasi-organisasi yang dimnamis yang senantiasa berupaya meningkatkan prestasi kerjanya dipimpin oleh pemimpin yang baik. Demikian juga penelitian Hallinger dan Lithwood yang menyimpulkan bahwa organisasi sekolah yang efektif senantiasa dipimpin oleh manajer yang efektif pula (Tobroni: 2010).

Sedangkan secara spesifik, hubungan kepemimpinan yang sukses dipengaruhi oleh karakter yang dimiliki pemimpin itu sendiri. Hasil penelitian James C. Sarros, et al (2006) membuktikan bahwa karakter seperti ; Integrity (integritas) , Passion (gairah), Courage (keberanian), Compassion (rasa kasihan), Wisdom (kebijaksanaan), dan Humility (kerendahan hati)memiliki pengaruh signifikan terhadap kepemimpinan seseorang.

Tetapi kenyataanya, masalah utama yang dihadapi bangsa Indonesia, menyangkut karakter dan kemandirian bangsa seperti yang uraikan Masrur (2007) adalah:

Belum adanya karakter yang kuat, yang dapat dipergunakan bangsa ini sebagai wahana untuk melaju menghadapi tantangan global. Kedisiplinan, kemandirian, etos kerja, ketaatan terhadap hukum, produktivitas dan swadeshi bangsa ini masih terbilang rendah. Karena itu, langkah pertama untuk mengejar ketertinggalan adalah dengan memperkuat karakter bangsa.

Satu hal yang menarik menurut Budimansyah (2010) menyebutkan salah satu permasalahan bangsa Indonesia yaitu adanya gejala kelemahkarsaan pada


(4)

sebagian anggota masyarakat. Suwardi (2004:75-77) menggambarkan fenomena kelemahkarsaan dengan ciri-ciri; tidak ada orientasi ke depan, tidak ada “growth philosophy” (tidak punya keyakinan bahwa hari esok dapat lebih baik), cepat menyerah (give up), berpaling ke aherat (retreatism) dengan tidak menyeimbangkan kehidupan dunia-aherat, dan lamban (inertia). Hal itu dapat diartikan bahwa Indonesia masih jauh dari cita-cita menuju kemandirian bangsa.

Realita lain yang terjadi yaitu krisis melanda Indonesia. Krisis yang paling nyata dihadapi bangsa Indonesia adalah krisis kepemimpinan. Kita mengalami kegamangan dalam hal menentukan pemimpin yang tepat untuk negeri ini. Tentu saja pemimpin yang mampu mengeluarkan Indonesia dari berbagai krisis multidimensi. Beberapa kali pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan presiden telah digelar, namun selalu saja muncul perdebatan dalam menentukan pemimpin yang layak, sehingga perebutan posisi presiden dan wakil presiden kerap menjadi suguhan politik yang paling menyedot perhatian publik (Devananta:2011)

Susilo (2011) menyatakan bahwa Permasalahan lain dari kepemimpinan kita adalah kurang tegas dalam memimpin sehingga masyarakat menjadi bingung dengan pola kepemimpinan yang berkembang. Ditambah lagi dengan bumbu-bumbu politik pencitraan yang menjadi landasan dalam bertindak.

Dalam bidang korupsi misalnya, pada tahun 2007, Devananta (2011), menjelaskan bahwa Indonesia menempati urutan ke-3 negara paling korup setelah Myanmar dan Kamboja. Tetapi ironisnya korupsi banyak dilakukan oleh pejabat publik yang merupakan para pemimpin. Sehingga menjadi salah satu faktor penyebab menurunnya tingkat kepercayaan rakyat kepada pemimpinnya. Sebagai


(5)

salah satu hal yang memprihatinkan lainnya yaitu diantaranya kasus korupsi yang dilakukan oleh 158 kepala daerah sepanjang tahun 2004-2011 (Sumber : Litbang Kompas dalam http://www.pendidikankarakter.com).

Degradasi moral terjadi di berbagai bidang kehidupan, termasuk bidang hukum yang meliputi para pelaksana dan pemimpin di bidang hukum dan peradilan. Suatu hal yang mengindikasikan bahwa masalah karakter bangsa saat ini sudah dalam tataran yang memprihatinkan yang melanda para pemimpin bangsa yang seharusnya berfungsi menegakkan keadilan. Nasution dalam bukunya Demokrasi Konstitusi (2010:24) memaparkan:

Di bidang hukum, saya menilai saat ini terjadi degradasi moral dan etika Bangsa Indonesia dibandingkan tahun 1950-an. Cerita tentang konspirasi atau kongkalikong antara advokat, polisi, jaksa dan hakim terus berlanjut. Perkara dipermainkan demi memiliki uang dan harta. Martabat dan etika profesi, anehnya menjadi soal yang tidak penting lagi.

Bercermin dari fenomena di atas beragam harapan tentang adanya kepemimpinan masa depan. Pemimpin di masa mendatang bukan hanya pemimpin yang berkarateristik seperti diinginkan oleh para pengikutnya. Tapi, terdapat harapan-harapan bahwa Pemimpin di masa depan mampu memenuhi dan memiliki kondisi-kondisi seperti berikut ini:

1. The meaning of direction (memberikan visi, arah, dan tujuan) 2. Trust in and from the Leader (menimbulkan kepercayaan) 3. A sense of hope (memberikan harapan dan optimisme)

4. Result (memberikan hasil melalui tindakan, risiko, keingintahuan, dan keberanian)(Stamboel:2009).

Selain empat kondisi di atas, Stamboel (2009) juga memaparkan terdapat pula beberapa falsafah pemimpin yang harus dipegang teguh pemimpin masa depan Indonesia. Pertama, pemimpin harus punya integritas. Kedua, pemimpin


(6)

harus mengakui akan adanya perbedaan dan keanekaragaman bangsa kita. Dengan demikian, pemimpin masa depan negeri ini mampu mengelola segala perbedaan budaya, latar belakang suku dan agama, serta kepentingan seluruh elemen bangsa ini lalu mengubahnya menjadi peluang dan kelebihan. Jadi pemimpin masa depan adalah pemimpin yang berpikiran terbuka (open minded)

Kaitannya dengan karakter kemandirian dan kepemimpinan tersebut, penelitian ini penting. Hal ini mengingat bahwa generasi muda adalah generasi penerus, yang perlu memiliki karakter mandiri. Karena generasi mudalah yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan dalam rangka pembangunan bangsa.

Pembinaan sikap kemandirian penting untuk terus dibina sejak dini sesuai dengan program Kementerian Pendidikan Nasional yang sudah mencanangkan pendidikan karakter sejak tahun 2010. Mandiri merupakan salah satu nilai dari delapan belas nilai karakter yang dikembangkan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa di sekolah (Puskur, 2010:9).

Kemandirian merupakan pesan para pendiri negara (the founding father) yang harus direalisasikan (Komalasari,2008:239). Soekarno (1930:92) menegaskan , “Kalau Bangsa Indonesia ingin mencapai kekuasaan politik, yakni ingin merdeka, kalau bangsa kami itu ingin menjadi tuan di dalam rumah sendiri, maka ia harus mendidik diri sendiri, menjalankan perwalian atas diri sendiri, berusaha dengan kebiasaan dan tenaga diri sendiri”.

Sikap kemandirian juga bagian dari civic disposition. Watak kewarganagaraan yang harus dikembangkan. Hal ini sesuai hasil penelitian


(7)

Komalasari (2008) bahwa watak yang dapat dibina dari proses pembelajaran PKn diantaranya yaitu disiplin, kemampuan belajar mandiri, dan tanggung jawab.

Sikap mandiri sangat penting dimiliki oleh siswa, agar dalam bersikap dan melaksanakan tugas tidak tergantung pada orang lain dan bertanggung jawab terhadap apa yang telah dikerjakannya. Sikap mandiri siswa dalam mengerjakan tugas harus dipupuk sedini mungkin, karena dengan sikap mandiri dapat menunjukkan inisiatif, berusaha untuk mengejar prestasi, mempunyai rasa percaya diri.

Demikian juga sikap kepemimpinan. Sikap kepemimpinan perlu dibina sejak dini agar siswa minimal mampu mempimpin dirinya sendiri, dan memiliki sifat kepemimpinan yang baik. Baik yang sifat jasmani dan terutama sifat pribadi dintaranya yaitu berwatak dan berkepribadian unggul, yang tercermin dari sikap jujur, berani, tanggung jawab, tekun, bijaksana, dan cerdas (Sulistiyani:2008). Semua ciri-ciri tersebut merupakan sebagian gambaran warga negara yang baik dan cerdas, sesuai dengan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan yaitu membentuk warga negara yang baik dan cerdas (to be good and smart citizenhip).

Untuk itu perlu pembinaan terhadap generasi muda sejak dini. Karena generasi muda adalah generasi yang akan meneruskan estafet kepemimpinan bangsa. Pembinaan generasi muda perlu dilakukan sejak dini seiring pembangunan karakter bangsa untuk mewujudkan bangsa yang memiliki kemandirian.

Siswa sekolah lanjutan merupakan generasi muda yang diharapkan memiliki sikap kemandirian dan kepemimpinan. Hal ini penting dilakukan


(8)

mengingat siswa sebagai generasi muda merupakan tulang punggung bangsa. Tetapi di sisi lain siswa sekolah lanjutan, dengan rentang usia yang dikategorikan remaja juga memiliki permasalahan khusus. Dimana masa remaja menurut Stanley Hall, seorang bapak pelopor psikologi perkembangan remaja dalam Santrock, 1999 seperti dikutip Dariyo (2004:13), dianggap sebagai masa topan-badai dan stres (storm and stress). Erikson (dalam Desmita, 2009 :211) menyebutnya sebagai masa krisis pencarian identitas. Hurlock (1980:207-208) menyebutnya sebagai periode perubahan dan sebagai usia bermasalah. Masa ini ditandai dengan meningginya emosi yang dipengaruhi oleh perubahan fisik dan psikologi.

Masa remaja memerlukan penanganan dan pendidikan yang tepat agar mereka dapat menjadi pribadi yang memiliki karakter unggul. Memiliki jiwa, semangat kepemimpinan sehingga mampu membawa dirinya menjadi pribadi yang memiliki kemandiriaan. Dengan demikian diharapkan akan dapat melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa menuju bangsa yang kuat.

Tapi kenyataannya, fenomena yang muncul, tidak sedikit kejadian yang diakibatkan perilaku remaja yang negatif, yang menunjukan bahwa masih banyak perilaku remaja yang belum mencerminkan karakter yang baik. Masih teringat berita tentang tindakan yang dilakukan ratusan pelajar sebuah sekolah lanjutan di Kota Yogyakarta, tahun 2008 silam , yang telah melakukan aksi anarkis dengan merusak sekolah karena kecewa terhadap kepemimpinan kepala sekolah mereka (http://nasional.kompas.com).


(9)

Meningkatnya kekerasan yang dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa. Salah satu bentuk kekerasan yang dilakukan oleh pelajar diantaranya banyaknya tawuran yang terjadi di berbagai kota. Terahir peristiwa tersebut terulang di Jakarta, pada September 2010. Pelajar terlibat tawuran dan bentrokan dengan wartawan (http://kampus.okezone.com).

Demikian juga yang terjadi di Tanjungpinang beberapa waktu yang lalu tentang kasus penghinaan guru oleh siswanya lewat lewat jejaring sosial facebook serta pelanggaran disiplin sekolah yang dilakukan oleh siswa. Hal itu menyebabkan Hamid Hasan, Ketua Umum Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia berkomentar, bahwa persoalan itu hanyalah permukaan dari terlupakannya pendidikan karakter di sekolah. Pada siswa tidak terbentuk nilai-nilai penting, seperti kejujuran, kerja keras, disiplin, dan kesantunan. (http://nasional.kompas.com).

Dengan demikian sesuatu yang sangat mendesak akan perlunya pendidikan karakter di sekolah sebagai upaya membina karakter siswa. Membina siswa sebagai generasi muda. Karena sekolah sebagai lembaga pendidikan diharapkan banyak pihak agar mampu mewujudkan pembangunan karakter bangsa yang yang kuat diantaranya karakter mandiri dan bertanggung jawab. Sehingga kelak akan tumbuh menjadi pemimpin-pemimpin bangsa yang diharapkan mampu membawa negara lebih maju.

Sekolah menjadi salah satu tumpuan harapan yang penting dalam pendidikan karakter. Sekolah mempunyai peran yang amat besar dalam pendidikan karakter anak, terutama jika anak-anak tidak mendapatkan pendidikan


(10)

karakter di rumah. David Brooks (dalam Megawangi :2004) menyatakan, “Sekolah adalah tempat yang sangat strategis untuk pendidikan karakter, karena anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah”. Argumennya didasarkan kenyataan bahwa anak-anak menghabiskan cukup banyak waktu di sekolah, dan apa yang terekam dalam memori anak-anak di sekolah akan mempengaruhi pembentukan karakternya.

Akan tetapi dalam prosesnya karakter tidak bisa dibangun dalam waktu sesaat. Karena menurut Branson (1999:53), “Pembentukan karakter memerlukan proses yang panjang dan komplek”. Oleh karena itu perlu pembinaan sejak dini.

Proses pendidikan karakter di sekolah diantaranya yaitu dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Pendidikan karakter melalui pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran. Khusus untuk materi Pendidikan Agama dan pendidikan Kewarganegaraan, karena misinya adalah mengembangkan nilai dan sikap, maka pengembangan karakter harus menjadi fokus utama yang dapat menggunakan berbagai strategi/metode pendidikan karakter. Untuk kedua mata pelajaran tersebut, karakter dikembangkan sebagai dampak pembelajaran dan juga dampak penggiring. Sedangkan untuk mata pelajaran lainnya, yang secara formal memiliki misi utama selain pengembangan karakter, wajib mengembangkan rancangan pembelajaran pendidikan karakter yang diintegrasikan ke dalam substansi/kegiatan mata pelajaran sehingga memilikii dampak penggiring bagi berkembangnyakarakter dalam diri peserta didik (Kemendiknas:2010).


(11)

Berdasarkan uraian tersebut jelas tergambar bahwa semua mata pelajaran memiliki tanggung jawab untuk bersama-sama membangun karakter siswa, terutama dalam hal ini kemandirian. Sehingga setiap mata pelajaran juga memiliki tanggung jawab besar untuk membina siswa sebagai generasi penerus estafet kepemimpinan dalam rangka membangun bangsa dan negara.

Semua mata pelajaraan yang diberikan di sekolah seharusnya dapat menyampaikan materi pembelajaran dengan menggunakan berbagai strategi dan pendekatan secara bervariasi. Salah satu pendekatan pembelajaran yang di anggap mampu untuk membina kemandirian dan kepemimpinan siswa yaitu pembelajaran berbasis pengalaman (experiential-based learning). Pembelajaran berbasis pengalaman (experiential-based learning) menurut Pratiwi (2009), yaitu bahwa suatu proses belajar mengajar yang mengaktipkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan serta nilai-nilai juga sikap melalui pengalamannya secara langsung.

Sekolah yang banyak menggunakan pembelajaran berbasis pengalaman (experiential-based learning) diantaranya sekolah alam. Sistem pendidikan sekolah alam berbeda dari sekolah formal umumnya. Sekolah alam hadir dengan konsep pendidikan fitrah. Sekolah bukan lagi beban. Sekolah adalah realitas kehidupan yang mereka jalani dengan penghayatan penuh. Sekolah adalah sumber kegembiraan, bukan sumber stres yang biasanya membuat mereka kehilangan gairah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya bukan mengetahuinya


(12)

Model sekolah alam umumnya menggabungkan dan mengembangkan aspek intelektual, emosional, spiritual serta berbagai ketrampilan hidup siswa. Kegiatan belajar mengajarnya menerapkan pola pembelajaran di alam terbuka untuk melatih aspek kognitif, afektif dan psikomotorik siswa. Ada tiga materi utama yaitu ketakwaan, keilmuan dan kepemimpinan, yang diterapkan dengan metode keteladanan, pengembangan logika yang dilakukan dengan mengaplikasikan teori dalam bentuk praktek. Kurikulum sekolah alam juga berisi 20 persen teori serta 80 persen praktek ketrampilan dan pembentukan karakter sehingga lulusannya menjadi generasi dengan kepercayaan diri tinggi dilandasi moral dan bekal ketrampilan. Sekolah alam menekankan pada pembentukan karakter karena maju tidaknya sebuah negara lebih ditentukan karakter masyarakat dan bukan semata-mata dari prestasi akademik masyarakatnya (http://groups.yahoo.com/group/sd-islam/message/28760).

Sedangkan pembelajaran berbasis pengalaman yang dilaksanakan di Sekolah Alam lebih banyak dilaksanakan di alam bebas. Bebas dari kungkungan batas dinding kelas. Pembelajaran dilakukan dengan praktek, menggunakan alam sebagai medianya. Dilakukan denganberbagai macam permainan. Hal ini sangat penting untuk membina sikap kemandirian dan kepemimpinan siswa. Seperti diungkapkan Sulistiyani (2008) bahwa sikap kepemimpinan siswa dapat ditumbuhkan lewat game-game yang menyenangkan. Selain membina sikap kepemimpinan siswa, pembelajaran dengan praktek game dianggap dapat memberikan efek penggiring yaitu sikap kemandirian. Dari permainan dan


(13)

simulasi yang dilakukan secara berkelompok selain dapat membina kebersamaan juga mengasah kemandirian dalam menyelesaikan permainan.

Pembelajaran dialkasanakan secara bersiklus. Siklus tersebut di mulai dari pembentukan pengalaman (experience), perenungan pengalaman (Reflection), pembentukkan konsep dan pengujian konsep (Ancok:2002). Pada tahap refleksi tersebut siswa melakukan penilaian atas pengalamannya. Hal ini dianggap dapat membina sikap kemandirian emosi siswa.

Bertitik tolak dari uraian tersebut , Peneliti merasa tertarik dan perlu untuk mengadakan penelitian dengan tema pembelajaran berbasis pengalamandalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa. Penelitian akan dilakukan di Sekolah Lanjutan Alam Bandung. Sekolah yang mengusung moto belajar, bermain dan berpetualang.

Penelitian ini menarik dan perlu dilakukan, mengingat penelitian ini akan mengungkap pembelajaran yang dianggap mampu membina karakter kemandirian dan kepemimpinan melalui pembelajaran berbasis pengalaman yang dilaksanakan di sekolah yang menggunakan alam sebagai media dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari. Pembelajaran yang tidak terkungkung oleh empat dinding kelas. Pembelajaran yang mampu melahirkan dampak penggiring terhadap pengembangan karakter. Baik melalui pembelajaran yang terkait mata pelajaran maupun melalui berbagai kegiatan pembiasaan dalam konteks pendidikan kewarganegaraan di lingkungan Sekolah Lanjutan Alam Bandung.


(14)

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis bermaksud mengadakan penelitian dengan judul yang dirumuskan sebagai berikut: IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN DALAM MEMBINA KEMANDIRIAN DAN KEPEMIMPINAN SISWA (Proses Pengembangan Karakter dalam Konteks Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Lanjutan Alam Bandung).

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas diidentifikasikan masalah dalam penelitian ini, yaitu tentang pengembangan karakter di Sekolah Lanjutan Alam Bandung. Agar penelitian ini memperoleh sasaran sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka rumusan masalahnya yaitu: Bagaimana implementasi pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung?

Rumusan masalah tersebut dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:

1. Bagaimana program perencanaan dan model pembelajaran yang dilaksanakan di Sekolah Lanjutan Alam Bandung dalam upaya membina karakter siswa? 2. Bagaimana Proses pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina

kemandirian dan kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung? 3. Bagaimana kecenderungan kemandirian dan kepemimpinan siswa Sekolah


(15)

4. Bagaimana kendala dan solusi dalam mengimplementasikan pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung?

5. Bagaimana prospek implementasi pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung?

C. Tujuan penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan secara umum penelitian ini bertujuan untuk menggali, mengkaji dan mengorganisasaikan informasi argumentatif tentang implementasi pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa Sekolah Lanjutan Alam Bandung.

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk menggali, mengkaji dan mengorganisasikan informasi-argumentatif tentang:

1. Program perencanaan dan model pembelajaran yang dilaksanakan di Sekolah Lanjutan Alam Bandung dalam upaya membina karakter siswa.

2. Proses pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung.

3. Kecenderungan kemandirian dan kepemimpinan siswa Sekolah Lanjutan Alam Bandung.


(16)

4. Kendala dan solusi dalam mengimplementasikan pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung.

5. Prospek implementasi pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung.

D. Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara keilmuan (teoretik) maupun secara empirik (praktis). Secara teoritik, penelitian ini akan menggali, mengkaji dan mengorganisasikan pengembangan pembelajaran berbasis pengalamandi Sekolah Lanjutan Alam Bandung, akan menghasilkan kerangka dasar secara konseptual tentang pola pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah.

Dari temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi beberapa pihak sebagaimana diuraikan berikut:

1. Bagi pemerintah, memberikan masukan tentang sekolah alam sebagai salah satu sekolah alternatif dalam upaya mengembangkan pendidikan karakter bangsa melalui pembelajaran berbasis pengalaman.

2. Bagi praktisi tenaga kependidikan, sebagai masukan dalam pengembangan kurikulum dan model pembelajaran.

3. Bagi sekolah yang bersangkutan tentang pendidikan karakter melalui pembelajaran berbasis pengalaman untuk semua mata pelajaran.


(17)

4. Masukan yang berharga bagi peneliti, untuk melanjutkan penelitian yang lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

E. Asumsi

Asumsi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:73) yaitu, ”Dugaan yang diterima sebagai dasar; landasan berpikir karena di anggap benar”. Penelitian ini berangkat dari asumsi, bahwa:

1. Pandangan Rogers dalam pembelajaran (dalam Bushro):

a. Bahan pembelajaran yg bermakna akan mendorong pelajar melibatkan diri dalam aktiviti pembelajaran.

b. Hasil pembelajaran berkesan apabila pelajar mengambil inisiatif sendiri & melibatkan diri sepenuhnya dalam pembelajaran.

c. Penilaian berdasarkan pemikiran refleksi diri pelajar lebih baik daripada penilaian orang lain.

d. Aktivitas pembelajaran harus berasaskan kehidupan harian untuk memupuk kemahiran hidupnya.

e. Pembelajaran berkesan ialah “Belajar Cara Belajar” ( learn to learn ) (http://www.slideshare.net/wadikpli09/teori-pembelajaran-carl-ransom-rogers-1902).

2. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,


(18)

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, Pasal 3).

3. Pembelajaran berbasis pengalaman memberikan pembinaan terhadap karakter kemandirian dan sikap kepemimpinan siswa melalui pembelajaran yang menyenangkan dan dilaksankan di kelas yang tidak selalu dibatasi oleh empat dinding.

4. Kemandirian bisa dibentuk dengan memberikan pembinaan sejak dini melalui pendidikan dan pembelajaran baik di dalam kelas (yang dibatasi empat dinding) maupun di luar kelas.

5. Kepemimpinan dapat dibentuk, maka berarti ruang untuk menjadi pemimpin sangat terbuka untuk siapapun (Sulistiyani, 2008:3).

F. Struktur Organisasi Tesis

Penulisan tesis ini akan dilakukan dalam lima bab. Adapun sistematika penulisan oleh penulis di deskrisikan sebagai berikut:

Bab pertama, membahas pendahuluan dimana penulis menggambarkan permasalahan-permasalahan sesuai dengan judul penelitian yang mana didalamnya ada sesuatu kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan dilapangan dan ini yang oleh penulis dianggap sebagai sumber masalah yang selanjutnya dirumuskan dalam rumusan masalah.

Bab dua, mengambarkan kerangka teoritik dimana setelah penulis menghasilkan sumber-sumber masalah yang akan diteliti yang sangat krusial


(19)

dengan judul penelitian selanjutnya penulis memperkuatnya dengan teori-teori yang semuanya itu berhubungan dengan judul penelitian.

Bab tiga, penulis menggambarkan bagaimana menganalisa metode penelitian sesuai dengan buku panduan dengan mengemukakan secara berurutan tentang lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, validasi penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis dan pengolahan data..

Bab empat, penulis menganalisis dari hasil studi lapangan setelahpenulis anggap data yang kumpulkan sudah dianggap cukup dan komplek untuk di deskripsikan sebagai bentuk dari pertanggungjawaban penulis sekaligus jawaban penulis atas apa yang dipertanyaan dalam rumusan masalah diatas.

Bab lima, adalah kesimpulan dan rekomendasi. Bab ini merupakan kesimpulan akhir penulis dari seluruh hasil penelitian yang gambarkan lewat beberapa halaman. Sedangkan rekomendasi akan diajukan berdasarkan hasil temuan penelitian.


(20)

Enong Maisaroh, 2012

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMAKASIH ... viii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR... xvii

DAFTAR TABEL... ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LatarBelakangPenelitian ... 1

B. IdentifikasidanPerumusanMasalah... 14

C. Tujuanpenelitian ... 15

D. ManfaatPenelitian ... 16

E. Asumsi ... 17

F. StrukturOrganisasiTesis ... 18

BAB II KAJIAN TEORI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN DALAM MEMBINA KEMANDIRIAN DAN KEPEMIMPINAN SISWA ... 20

A. PembelajaranBerbasisPengalaman (Experiential-Based Learning) ... 20

1. PengertianPembelajaranBerbasisPengalaman (Experiential-Based Learning) ... 20

2. TeoriPendukungPembelajaranBerbasisPengalaman 24

a. TeoriPembelajaranHumanistik ... 24

1) TeoriKolb ... 26

2) Teori Carl Ransom Rogers ... 27

b. TeoriBelajarLearning By Doing ... 31

3. Peranpengalamandalampembelajaran ... 37

4. Model-Model PembelajaranBerbasisPengalaman... 42

B. PendidikanKewarganegaraandanPendidikanKarakter ... 44

1. KonsepKarakter ... 44

2. KonsepPendidikanKarakter ... 46

3. PendidikanKewarganegaraandanPendidikanKarakter Bangsa ... 52

a. PengertianPendidikanKewarganegaraan ... 52

b. RuangLingkupPendidikanKewarganegaraan ... 55

c. PendidikanKewarganegaraandanPengembanganK arakter di SatuanPendidikan ... 56


(21)

2) Kegiatan di SatuanPendidikanMelaluiInterventifdanHabitu asi ...

60

C. PerkembanganPsikologisdan Moral Siswa SMP... 62

D. Kemandirian ... 66

1. PengertianKemandirian ... 66

2. AspekKemandirian ... 69

E. PemimpindanKepemimpinan ... 74

1. PengertianKepemimpinan ... 74

2. TimbulnyaKepemimpinan ... 76

a. LatarBelakangSejarahPemimpindanKepemimpina n ... 76

b. TeoriKepemimpinan ... 77

3. Syarat, Tipedan Gaya Kepemimpinan ... 80

4. PemimpindanKepemimpinanPancasila ... 83

F. Perencanaan Dan Implementasi SertaProspekPembelajaranBerbasisPengalaman... ... 88 G. HasilPenelitian yang Relevan ... 96

BAB III METODE PENELITIAN ... 99

A. LokasidanSubjekPenelitian ... 99

B. DesainPenelitian ... 101

C. MetodePenelitian ... 104

D. DefinisiOperasional ... 105

E. Instrumenpenelitian ... 109

F. ValidasiPenelitian ... 111

G. TeknikPengumpulanData ... 113

H. TeknikAnalisisdanPengolahanData ... 118

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 121

A. HasilPenelitian ... 122

B. Pembahasan ... 192

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 257

A. Kesimpulan ... 257

B Rekomendasi ... 265

DAFTATAR PUSTAKA... 268

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 277


(22)

Enong Maisaroh, 2012

DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.1 SiklusBelajar Efektif... 22 2.2 Langkah-LangkahPembelajaranBerbasisPengalamanMenurut

Nasution... 24 2.3 KonteksMikroPendidikanKarakter ... 51 3.1

3.2 4.1 4.2

DesainPenelitian ... Komponen-KomponenAnalisis Data Model Interaktif Miles danHuberman ... StrukturOrganisasiSekolahAlamBandung ...

GambaranSederhanaPedoman Spider Web

untukMengembangkan Program

Perencanaan...

103 118 136 139


(23)

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1 NilaidanDeskripsiNilaiPendidikanBudayadanKarakterBangsa ...

48 2.2 TingkatandanTahapanPerkembangan Moral Menurut Kohlberg 65


(24)

Enong Maisaroh, 2012

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

A InstrumenPenelitian... 278 B PetaLokasiSekolahAlam Bandung... 304 C ContohPerencanaanPembelajaran ... 305 D HasilPenelitian ... 333 E SuratIzinPenelitiandanSuratKeteranganPenelitian... 474 F Photo Kegiatan ... 479 RiwayatHidup ... 491


(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Lanjutan Alam Bandung yang berlokasi di Jalan Dago Pojok Kampung Tanggulan, Cikalapa II no 4 Rt 9 Rw 3 Kelurahan Dago Kecamatan Coblong Kota Bandung.

2. Subjek penelitian

Penelitian yang akan dilakukan ini tergolong penelitian kualitatif, maka subjek penelitian merupakan pihak-pihak yang menjadi sasaran penelitian atau sumber yang dapat memberikan informasi yang dipilih secara purposif bertalian dengan tujuan tertentu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Creswell (1998:266) bahwa partisipan dan lokasi penelitian itu dipilih secara sengaja dan penuh perencanaan, penelitian yang dapat membantu peneliti memahami masalah penelitian. Dalam penelitian ini subjek utama yang ditentukan sebagai responden dalam wawancara yaitu kepala sekolah. Alasannya adalah kepala sekolah merupakan pucuk pimpinan di sekolah yang lebih banyak mengetahui berbagai hal tentang sekolah termasuk tentang pembelajaran berbasis pengalaman, kendala, solusi dan prospeknya. Kepala sekolah juga merupakan salah satu pemegang kebijakan di sekolah yang bisa mengarahkan peneliti tentang informan berikutnya yang bisa diwawancarai.


(26)

Penelitian ini juga menggunakan teknik “snow balling” untuk menentukan tambahan informan. Sebagaimana dijelaskan Arikunto (2010:23-24) bahwa menentukan tambahan informan dengan teknik “snow balling”, sebagai bola salju yang turun dari atas menggelinding ke bawah yang semakin lama semakin besar karena adanya salju lain yang menempel.

Dalam penelitian ini untuk menambah informan berdasarkan rekomendasi dari kepala sekolah, baik tentang informan guru maupun orang tua siswa yang bisa diwawancarai. Berdasarkanrekomendasi guru, kemudian peneliti mendapat informan tambahan dari siswa dan alumni. Berawal dari informan pertama orang tua siswa, peneliti memperoleh tambahan informan lainnya. Demikian juga tentang informan alumni dan siswa. Alumni yang menjadi informan pertama memberikan rekomendasi temannya yang bisa diwawancari. Siswa yang menjadi informan pertama akan memberikan masukan kepada peneliti tentang siswa lainnya yang bisa diwawancarai kemudian.

Jadi dari instrumen kunci tersebut peneliti mencari subjek-subjek lain secara terus menerus sampai peneliti merasa jenuh karena sudah tidak dapat menemukan lagi subjek yang tepat. Kejenuhan penentuan subjek ditandai dengan kelengkapan dan kedalaman data yang sudah terkumpul.

Penelitian ini menggunakan beberapa kriteria dalam menentukan subjek penelitian. Milles dan Huberman, 1994 (dalam Creswell, 2010:267), dijelaskan bahwa pembahasan mengenai partisipan dan lokasi penelitian dapat mencapai empat aspek, yaitu; setting (lokasi penelitian), aktor (siapa yang akan diobservasi atau diwawancarai), peristiwa (kejadian apa saja yang dirasakan oleh aktor yang


(27)

akan dijadikan topik wawancara dan observasi), dan proses (sifat peristiwa yang dirasakan oleh aktor dalam setting penelitian).

Kriteria pertama latar, dalam penelitian ini yaitu Sekolah Alam Bandung yang bertempat di di Jalan Dago Pojok Kampung Tanggulan, Cikalapa II no 4Rt 9 Rw 3 Kelurahan Dago Kecamatan Coblong Kota Bandung.Kriteria kedua yaitu aktor. Aktor yang diobservasi adalah guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran berbasis pengalaman dan aktor yang diwawancara dalam penelitian ini yaitu siswa, guru kelas VII (kelas SL 1, dan VIII (kelas SL 2), kepala sekolah, orang tua siswa dan lulusan Sekolah Lanjutan Alam Bandung (alumni). Kriteria ketiga peristiwa. Peristiwa yang dirasakan dan dialami oleh aktor yang akan dijadikan topik wawancara dan obeservasi selama dalam penelitian, yaitu tentang implementasipembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa. Peristiwa yang akan langsung diteliti yaitu pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan di Sekolah Lanjutan Alam Bandung. Kriteria keempat yaitu proses. Proses yang akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu wawancara antara peneiti dan subjek penelitian, dan observasi yang dilakukan peneliti dan temuan-temuan lain dari peneliti.

B. Desain Penelitian

Pada tingkat yang paling sederhana, desain merupakan kaitan logis antara data empiris dengan pertanyaan awal penelitian, dan terutama konklusi-konklusinya. Dalam bahasa sehari-hari , desain penelitian adalah suatu rencana tindakan untuk brangkat dari sini ke sana, dimana “ di sini” bisa diartikan sebagai


(28)

rangkaian pertanyaan awal yang harus di jawab, dan “di sana” merupakan serangkaian konklusi (jawaban) tentang pertanyaan-pertanyaan tersebut. Antara di sini dan di sana ada sejumlah langkah, termasuk pengumpulan data dan analisis data yang relevan (Yin, 2002:27)

Sedangkan Margono (2009:100) menjelaskan bahwa desain (rancangan) penelitian pada dasarnya merupakan keseluruhan proses pemikiran dan penentuan matang tentang hal-hal yang akan dilakukan. Desain sebagai landasan berpijak dalam kegiatan penelitian. Senada dengan pendapat tersebut Philliber dkk (dalam Yin, 2002:28) mengistilahkan desain penelitian sebagai blue print (induk) suatu penelitian.


(29)

Gambar 3.1. Desain Penelitian

Pengolahan data: Analisis Data Model interaktif Miles dan Huberman PROSES

Pengumpulan data dengan:

1. Observasi terhadap guru dan siswa .

2. Wawancara terhadap kepala sekolah, guru, siswa, orangtua siswa dan alumni Sekolah Lanjutan Alam Bandung

3. Studi dokumentasitentang program perencanaan pembelajaran dibuat guru, gambar, baik photo maupun video, serta jadwal kegiatan siswa dan guru..

4. Studi literatur yang berhubungan dengan Pendidikan Kewarganegaraan, pendidikan karakter, pembelajaran berbasis pengalaman, kemandirian dan kepemimpinan.

(Peneliti sebagai instrumen) Permasalahan: 1. Krisis multidimensi 2. Fenomena kelemahkarsaan manusia Indonesia 3. Menurunnya tingkat kepercayaan rakyat kepada pemimpinnya karena berbagai faktor

4. Permasalahan generasi muda

Pertanyaan Penelitian:

1. Bagaimana program dan model pembelajaran yang dilaksanakan di Sekolah Lanjutan Alam Bandung dalam upaya membina karakter siswa?

2. Bagaimana Proses pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung?

3. Bagaimana kecenderungan kemandirian dan kepemimpinan siswa Sekolah Lanjutan Alam Bandung?

4. Bagaimana kendala dan solusi dalam mengimplementasikan pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung?

5. Bagaimana prospek implementasi pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung?

PENENELITIAN KUALITATIF METODE STUDI KASUS

Peneliti an pen dahulu an Pengumpula n data Reduksi data Kesimpulan: Penarikan/verifi kasi Penyajian data Temuan Penelitian


(30)

C. Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang didasarkan pada dua alasan. Pertama, permasalahan yang dikaji dalam penelitian tentang pembelajaran berbasis pengalaman ini membutuhkankan sejumlah data lapangan yang sifatnya aktual dan kontekstual. Kedua, pemilihan pendekatan ini didasarkan pada keterkaitan masalah yang dikaji dengan sejumlah data primer dari subjek penelitian yang tidak dapat dipisahkan dari latar alamiahnya. Oleh karena itu penelitian tesis yang dilakukan penulis yaitu dengan menggunakan pendekatankualitatif.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Berdasarkan Robert K.Yin (2002:18) bahwa “studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang: menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, bilamana: batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas, dan dimana: multisumber bukti dimanfaatkan”. Sedangkan kasus tidak selalu suatu masalah tetapi bisa juga suatu keunggulan atau karakteristik yang khas (Sukmadinata, 2005:286).

Adapun alasan mengapa penelitian ini menggunakan studi kasus, berdasarkan uraian tersebut kaitannya dengan Sekolah Alam Bandung, yaitu:

1. Sekolah Alam Bandung merupakan sekolah yang memiliki karakteristik yang unik, yang berbeda dari sekolah formal lainnya. Karakteristik tersebut yaitu menggunakan alam sebagai media pembelajaran.

2. Sekolah Alam Bandung merupakan sekolah yang mengusung misi mengembangkan tiga pokok sumberdaya manusia, yaitu Akhlaqul Karimah


(31)

(Sikap Hidup), Falsafah Ilmu Pengetahuan (Logika Berfikir). danKepemimpinan (Leadership).

3. Sekolah Alam Bandung merupakan satu-satunya sekolah yang berbasis alam di Kota Bandung. Sekolah yang menggunakan metode pembelajaran serta banyak mengadakan aktivitas pembelajaran di kelas yang tidak selalu dibatasi oleh empat dinding.

D. Definisi Operasional

Dalam judul penelitian ini, terdapat beberapa konsep utama, yakni; pembelajaran berbasis pengalaman (experiential-based learning), kemandirian, kepemimpinan dan Pendidikan Kewarganegaraan.

1. Implementasi pembelajaran berbasis pengalaman (experiential-based learning)

Berdasarkan Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 20, “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Sedangkan Experiential learning menurut Kolb, 1984, p.41 (dalam http://academic.regis.edu/ed205/Kolb.pdf), dijelaskan yaitu; “Experiential learning theory defines learning as "the process whereby knowledge is created through the transformation of experience. Knowledge results from the combination of grasping and transforming experience". Dapat diterjemahkan sebagai berikut TeoriExperiential learningdidefinisikansebagaiproses


(32)

dimanapengetahuandikreasikanmelaluitransformasipengalaman.

Pengetahuanmerupakanhasildarikombinasiserapandantransformasipengalaman. Adapun implementasi pembelajaran berbasis pengalaman berdasarakan hasil penelitian Handayani (2010) terdiri dari tiga tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan dan penilaian. Sedangkan Tahap proses pembelajaran berbasis pengalaman berdasarkan Boyyet (dalam Ancok, 2002:6), maka indikator implementasi pembelajaran berbasis pengalaman dalam penelitian ini dijabarkan sebagai berikut; Program perencanaan pembelajaran, Model pembelajaran, Metode, ProsesPembentukan pengalaman (Experience), Perenungan (Reflection) dan Pembentukan konsep (Form Concept), serta penilaian/pengujian konsep (Test Concep) baik penilaian kognitif, penilaian afektif maupun penilaian psikomotor.

2. Kemandirian

Kemandirian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:710) yaitu “hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain”. Kemandirian, menurut Sutari Imam Barnadib(dalam http://harysmk3.wordpress.com/2008/08/02/membangun-kemandirian-bangsa-bag-pertama/),meliputi “Perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi masalah/hambatan, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain”. Sedangkan berdasarkan Pusat Kurikulum Kemendiknas (2010:9), kemandirian dideskripsikan sebagai “Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas”. Kemandiirian yang di maksud dalam penelitian ini difokuskan pada kemandirian


(33)

dalam menyelesaikan masalah dan tugas belajar baik di dalam kelas maupun di luar kelas, sehingga siswa mampu membuat keputusan sendiri atas segala permasalahan yang dihadapinya.

Berdasarkan pendapat tentang aspek-aspek kemandirian dan ciri-ciri yang tampak dari setiap aspek kemandirian menurut Kemendiknas (2010:9), Dovan dan Adelson, Elias&Schawab, Santrock, (dalam Sarjun:2010), Steinberg (dalam http://eprints.undip.ac.id/19010/1/), Havighurst (dalam Naja:2011) seperti yang sudah dijelaskan dalam BAB II, maka di ambil indikator kemandirian dalam penelitian sebagai berikut:

a. Kemandirian emosi, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan orang lain, membuat keputusan-keputusan yang bertanggung jawab, peduli pada orang lain, dan mengetahui cara bertindak.

b. Kemandirian bertindak, dengan ciri-ciri mampu membuat keputusan sendiri, kemampuan mengambil keputusan dari beberapa alternative, mampu melaksanakan hasil keputusan, sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

c. Kemandirian nilai, dengan ciri-ciri mampu memaknai prinsip nilai benar dan salah, wajib dan yang hak, penting dan tidak penting dan mampu mengatasi masalah pelajaran.

d. Kemandirian intelektual, dengan ciri-ciri mampu mengatasi masalah dengan adik, kakak atau orang tua, mampu mengatasi masalah dengan teman di sekolah, dan mampu mengatasi masalah dengan teman di lingkungan tempat tinggal.


(34)

e. Kemandirian sosial:mampu berinteraksi dengan orang lain tanpa harus menunggu aksi dari orang lain

3. Kepemimpinan

Kepemimpinan menurut H. Koontz dan O’Donnel adalah seni atau proses mempengaruhi sekelompok orang sehingga mereka mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk meraih tujuan kelompok. Sedangkan Terry, kepemimpinan yaitu kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang supaya bekerja dengan ikhlas untuk mencapai tujuan bersama. Adapun Wexly & Yukl, mendefinisikan kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi orang untuk lebih berusaha mengarahkan tenaga dan tugasnya, atau merubah tingkah laku mereka (Sulistiyani, 2008:130).

Indikator kepemimpinan dalam penelitian ini yaitu: Kekuasaan (memiliki Legalitas sebagai pemimpin di kelas atau dalam kegiatan), memiliki prestasi, kemampuan berbicara dan berpidato, kemampuan menilai, ulet, mampu berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, memiliki hasrat memajukan diri sendiri, besar rasa ingin tahu, multitrampil, memiliki rasa humor, antusiasme tinggi, suka berkawan, mudah menyesuaikan diri, sabar, jujur, berani, sehat jasmani, dinamis, sanggup dan suka menerima tugas yang berat, serta berani mengambil resiko, berpengetahuan luas, punya daya inovasi [Kartono (2010:36), Abdul Gani (dalam sulistiyani, 2008), Dimas (2008), Stogdill (dalam Kartono, 2010:36), Earl Nightingale (dalam Kartono, 2010:37)].

Sedangkan indikator kepemimpinan berdasarkan karakteristik kepemimpinan Pancasila yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa: Takwa kepada


(35)

Tuhan Yang Maha Esa,Hing ngarso sung tulodo(di depan menjadi teladan), Hing madya mangun karso, Tutwuri handayani, Waspada purba wisesa, Prasaja, Satya, hemat, dan Terbuka (Kartono, 2010: 329)

4. Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan dalam penelitian ini yaitu pengertian menurut Mahoney dalam Somantri (1976:47) yaitu: “Civic Education includes and involves those teachings, that type of teaching method, those student activities; those administrative supervisory-which the school may utilize purposively to make for better living together in the democratic way or (synomously) to develop better civic behavior”.

Batasan tersebut telah memasukkan seluruh kegiatan sekolah, termasuk kegiatan extra kurikulumnya dalam kerangka Civic Eduacation. Kegiatan di dalam dan di luar kelas, diskusi, student goverment, pendeknya seluruh kegiatan di sekolah yang menjadi tanggung jawab sekolah dimasukkan dalam Civic Eduacationmelalui unsur-unsur yang dapat memperkaya Civic Eduacation.

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti sebagai intrumen utama yang terjun langsung ke lapangan untuk mencari informasi melalui observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Sedangkan dalam proses pengumpulan data peneliti menggunakan bantuan pedoman wawancara dan pedoman observasi (kisi-kisi instrumen penelitian, pedoman wawancara dan pedomana observasi terlampir)


(36)

Hal ini sesuai yangdikemukakan oleh Creswell (1998: 261) bahwa “peneliti berperan sebagaiinstrument kunci (researcher as key instrument) atau yang utama”. Para penelitikualitatif mengumpulkan sendiri data melalui dokumentasi, observasi perilakuatau wawancara. Human Instrument ini dibangun atas dasar pengetahuan danmenggunakan metode yang sesuai dengan tuntutan penelitian. Hal tersebut sesuai dengan ciri-ciri penelitian kualitatif sebagaimana dikemukakan oleh Bogdan danBiklen (1982: 33-36) dan Arikunto (2010:21-22)yaitu:Riset kualitatif mempunyai latar alamiah,manusia merupakan alat. Data yang dikumpulkan harus lengkap baik data primer maupun data sekunder.

Data primer dalam penelitian ini yaitu keterangan yang diperoleh secara verbal baik yang diucapkan oleh kepala sekolah, guru, siswa, orang tua dan alumni Sekolah Lanjutan Alam Bandung. Juga perilaku guru dan siswa selama proses pembelajaran. Perilaku dan gerak gerik siswa selama di sekolah baik dalam kegiatan pembelajaran terkait mata pelajaran maupun kegiatan pembiasaan dalam konteks pendidikan kewarganegaraan di lingkungan Sekolah Lanjutan Alam Bandung.

Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini yaitu dokumen tentang program perencanaan pembelajaran yang di buat oleh guru-guru, jadwal kegiatan/jadwal pelajaran, photo, dan rekaman video Sekolah Lanjutan Alam Bandung.


(37)

F. Validasi Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, kriteria utama terhadap data hasil penelitian adalah valid, reliabel dan objektif. Satori dan Komariah (2011) menjelaskan bahwa validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Sedangkan pada penelitian kualitatif data tersebut diperoleh dari sumber yang menyatu dengan peneliti melalui observasi partisipasi. Artinya, data tersebut dicari, “diakrabi”, diinterpretasi dan dimaknai oleh peneliti itu sendiri.

Berdasarkan hal tersebut, agar hasil penelitian memperoleh tingkat kepercayaan yang tinggi, maka dalam penelitian ini akan dilakukan validasi melalui proses triangulasi dan member check. Hal ini seperti diungkapkan Satori dan Komariah (2009:170-173) dan Sugiyono (2009 :464-468), bahwa beberapa cara untuk meningkatkan kredibelitas (kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif diantaranya yaitu triangulasi dan member check.

1. Triangulasi (peer debriefing)

a. Triangulasi sumber, yaitu Peneliti perlu mengecek kebenaran data dari beragam sumber. Dalam penelitian ini peneliti mengecek data tentang pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa dengan menggunakan sumber yang berbeda, dari guru, siswa, kepala sekolah, orang tua siswa dan alumni.

b. Triangulasi teknikadalah penggunaan beragam teknik pengungpan data yang dilakukan kepada sumber data. Peneliti mengecek kebenaran data


(38)

kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya selain dengan wawancara di cek dengan observasi.

c. Triangulasi waktu dilakukan dengan cara Peneliti mengecek konsistensi, kedalaman dan ketepatan/kebenaran suatu data dengan melakukan triangulasi waktu. Menguji kredibilitas data dengan triangulasi waktu dilakukann dengan cara melakukan observasi atau wawancara di sore hari, bisa mengulangnya di pagi hari danmengeceknya kembali di siang hari atau sebaliknya dimulai pagi di cek siang dan di kontrol lagi sore. 2. Member check

Tahap member check dilakukan sebagai untuk memantapkan informasi atau datapenelitian yang telah terkumpul selama tahap eksplorasi atau studi lapangan,dengan demikian hasil penelitiannya dapat diharapkan memiliki tingkat validitasyang tinggi.Dalam kaitan itu, data yang diperoleh melalui penggunaanteknik wawancara dibuat dalam bentuk transkrip.Demikian juga halnya dengan data yang diperoleh melalui penggunaanteknik studi dokumentasi, dan data yang diperoleh melalui teknik observasidibuat dalam bentuk catatan-catatan lapangan.Kemudian, penelitimenunjukkannya kepada responden penelitian. Peneliti meminta merekamembaca dan memeriksa kesesuaian informasinya dengan apa yang telahdilakukan. Apabila ditemukan ada informasi yang tidak sesuai, maka penelitiharus segera berusaha memodifikasinya, apakah dengan cara menambah,mengurangi, atau bahkan menghilangkannya sampai kebenarannya dapatdipercaya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Creswell (1998: 287) bahwaMember Check adalah membawa kembali hasil laporan akhir


(39)

atau deskripsi tema-temaspesifik ke hadapan partisipan untuk mengecek apakah mereka merasabahwa laporan /deskripsi/tema tersebut sudah akurat.

G. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini dilakukan dengan berbagai cara dan teknik yang berasal dari berbagai sumber baik manusia maupun bukan manusia. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dan informasi yang digunakan adalah teknik pengumpulan data kualitatif, yang meliputi studi wawancara mendalam ,observasi, studi dokumentasi, danstudi literatur.

1. Wawancara mendalam

Wawancara mendalam ialah cara untuk menggali informasi, pemikiran, gagasan, sikap dan pengalaman narasumber. Wawancara tatap muka dilakukan secara langsung antara peneliti dan narasumber secara dialogis, tanya jawab, diskusi dan melalui cara lain yang dapat memungkinkan diperolehnya informasi yang diperlukan. Teknik wawancara ini merupakan metode pengumpulan data dan informasi yang utama untuk mendeskripsikan pengalaman informan. Hal ini sesuai dengan dengan pendapat Mc Millan dan Schumacher (dalam Satori dan Komariah, 2011:130), bahwa “wawancara mendalam adalah tanya jawab yang terbuka untuk memperoleh data tentang maksud hati partisipan – bagaimana menggambarkan dunia mereka dan bagaimana mereka menjelskan atau menyatakan perasannya tentang kejadian-kejadian penting dalam hidupnya”.

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan kepada kepala sekolah tentang pembelajaran berbasis pengalaman, kendala dan solusi serta prospek dalam


(40)

mengimplementasikan pembelajaran berbasis pengalaman. Wawancara kepada guru tentang implementasi pembelajaran berbasis pengalaman, kendala dan solusi, tentang kemandirian dan kepemimpinan siswa berdasarkan pendapat guru serta prospek pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa. Wawancara kepada alumni tentang pembelajaran berbasis pengalaman yang dilaksanakan di Sekolah Lanjutan Alam Bandung, kemandirian dan kepemimpianansiswa setelah keluar dari sekolah alam serta prospek pembelajaran berbasis pengalaman. Wawancara kepada siswa tentang implementasi pembelajaran berbasis pengalaman, serta tentang kecenderungan kemandirian dan kepemimpinan siswa. Sedangkan wawancara dengan orang tua siswa tentang prospek implementasi pembelajaran berbasis pengalaman, kecenderungan kemandirian dan kepemimpinan siswa di lingkungan rumah/keluarga.

Teknik wawancara mendalam perlu dilakukan dalam penelitian ini karena melalui wawancara mendalam, peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi tentang pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan, di mana hal tersebut tidak bisa ditemukan melalui observasi. Sebagaimana diungkapkan Stainback (dalam Sugiyono, 2009:412), yaitu, “interviewing provide the researcher a means to gain a deeper understanding of how the participant interpret a sitation or phenomenon than can be gained through observation alon”. Sehingga melalui wawancara mendalam dalam penelitian ini diharapkan mampu mengungkap informasi yang


(41)

lengkap dan mendalam tentang pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung.

Proses pengambilan data melelui teknik wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Creswell (2010:271) menggunakan istilah protokol, “Gunakanlah protokol wawancara ketika mengajukan pertanyaan dan merekam jawaban-jawaban selama wawancara.” Protokol tersebut mencakup komponen-komponen seperti judul (tanggal, lokasi, pewawancara/peneliti, yang diwawancarai/partisipan).

2. Observasi

Creswell (2010:267) menjelaskan tentang observasi dalam penelitian kualitatif, yaitu: “Observasi kualitatif merupakan observasi didalamnya peneliti langsung turun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi penelitian. Dalam pengamatan ini, peneliti merekam/mencatat- baik dengan cara terstruktur maupun semistruktur “. Demikian juga menurut Margono (2009:158) bahwa selama pengamatan itu dilakukan pencatatan secara sistemik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian

Observasi dalam penelitian ini dilakukan terhadap proses kegiatan pembelajaran berbasis pengalaman baik di kelas maupun di luar kelas terhadap semua mata pelajaran dan semua kegiatan terkait proses pengembangan karakter kemandirian dan kepemimpinan siswa. Observasi diarahkan pada kegiatan guru dan siswa dalam berbagai kegiatan baik pembelajaran terkait mata pelajaran maupun kegiatan pembiasaan sebagai proses pengembangan karakter dalam


(42)

konteks pendidikan kewarganegaraan. Observasi juga dilakukan terhadap siswa tentang kecenderungan kemandirian dan kepemimpinan yang tampak selama berada di lingkungan sekolah.

Observasi perlu dilakukan dalam penelitian iniagar dapat mengungkap hal-hal yang tidak bisa digali melalui wawancara, karena melalui observasi peneliti dapat melihat dan merekam langsung kejadian atau hal-hal terkait dengan implementasi pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa. Melalui observasi peneliti diharapkan dapat melihat langsung dan melakukan pencatatan serta memaknai tentang pembelajaran berbasis pengalaman dan kecenderungan kemandirian dan kepemimpinan siswa Sekolah Lanjutan Alam Bandung.

Proses pengambilan data melelui teknik observasi dilakukan dengan menggunakan pedoman observasi. Creswell (2010:271), menyatakan bahwa peneliti meggunakan protokol observasional untuk merekam data. Protokol ini bisa merupakan satu lembar kertas dengan garis pemisah di tengah untuk membedakan catatan-catatan deskriptif (deskripsi mengenai partisipan, rekontruksi dialog, deskripsi mengenai setting fisik, catatan tentang peristiwa dan aktivitas tertentu) dengan catatan-catatan refleksi (pengetahuan pribadi peneliti, seperti “spekulasi, perasaan, masalah, gagasan, dugaan, kesan dan prasangka”). Protokol juga bisa disertakan informasi demografis, seperti jam, tanggal, dan lokasi di mana peneliti saat itu berada.

Sedangkan Maleong (2006:180-182) meyatakan bahwa upaya pencatatan data dalam kegiatan pengamatan diantaranya dilakukan dengan membuat catatan


(43)

lapangan.Pengamat dalam hal ini relatif bebas membuat catatan apa saja yang dikehendaki.

3. Studi dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan salah satu sumber data penelitiankualitatif yang sudah lama digunakan, karena sangat bermanfaat. Cresswell (2010; 267-270) pengumpulan data dalam kualitatif melalui dokumen dapatdilakukan melalui dokumen publik (seperti Koran, majalah, laporan kantor)ataupun dokumen privat (buku harian, diary, surat, email) dan materi audiovisual berupa foto, objek-objek, seni, video tape atau segala jenis suara ataubunyi.

Studi dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan terhadap program perencanaan pembelajaran berbasis pengalaman yang dibuat dan dilaksanakan oleh guru, serta jadwal kegiatan siswa dan guru terkait proses pengembangan karakter dalam konteks pendidikan kewarganegaraan. Penelitin ini juga mengambil dokumen gambar, baik photo maupun video.

Pemilihan metode ini dilandasi oleh pemikiran bahwa melalui studi dokumentasi ini diharapkan peneliti akan dapat memperoleh data untuk mendukung perolehan data yang dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan observasi. Baik tentang programperencanaan pembelajaran maupun pelaksanaan pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa.Menurut Lincoln dan Guba (1987: 276-277) catatan dan dokumen ini dapat dimanfaatkan sebagai saksi dari kejadian-kejadian tertentu atau sebagai bentuk pertanggungjawaban.


(44)

4. Studi literatur

Studi literatur dimaksud untuk mengungkapkan berbagai teori-teori yang relevan dengan permasalahan yang sedang dihadapi/diteliti sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Teknik ini dilakukan dengan cara membaca, mempelajari dan mengkaji literatur-literatur yang berhubungan dengan Pendidikan Kewarganegaraan, pendidikan karakter, pembelajaran berbasis pengalaman, kemandirian dan kepemimpinan. Faisal (1992:30) mengemukakan bahwa hasil studi literatur bisa dijadikan masukan dan landasan dalam menjelaskan dan merinci masalah-masalah yang akan diteliti; termasuk juga memberi latar belakang mengapa masalah tersebut penting diteliti.

H. Teknik Analisis dan Pengolahan Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi Miles dan Huberman (2007:20).

Gambar 3.2. Komponen-komponen Analisis Data Model interaktif Miles dan Huberman

Pengumpulan data

Reduksi

data Kesimpulan:

Penarikan/verifikasi Penyajian


(45)

Gambar di atas dapat dijelaskan bahwa tiga jenis kegiatan utama analisis data merupakan proses siklus dan interaktif. Peneliti harus siap bergerak di antara empat “sumbu” kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak balik di antara kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

Reduksi data, pada tahap ini datayang terkumpul dari lapangan setelah dikategorisasi kemudian dikodifikasi dituangkan dalam bentuk laporan yang terperinci, kemudian direduksi, dirangkum, di pilih hal-hal yang pokok dan difokuskan pada hal-hal yang penting. Data yang yang tidak relevan dalam penelitian ini direduksi dan dieliminir untuk dari proses pengolahan selanjutnya.

Data yang direduksi dalam penelitian ini tentang implementasi pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa yang meliputi: 1) program perencanaan dan model pembelajaran yang dilaksanakan di Sekolah Lanjutan Alam Bandung dalam upaya membina karakter siswa, 2) proses pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung, 3) kecenderungan kemandirian dan kepemimpinan siswa Sekolah Lanjutan Alam Bandung, 4) kendala dan solusi dalam mengimplementasikan pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung dan 5) prospek implementasi pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung.


(46)

Penyajian data, pada tahap ini sekumpulan informasi tentang implementasi pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa dibuat dalam bentuk deskripsi yang tersusun dengan menggunakan berbagai matrik sesuai dengan aspek-aspek penelitian. Berdasarkan matrik tersebut kemudian data dideskripsikan berdasarkan aspek-aspek atau kategori tertentu sesuai dengan pertanyaan penelitian. Penyajian data ini dimaksudkan untuk memudahkan peneliti menafsirkan data dan menarik kesimpulan.

Dari langkah ini kemudian dilakukan langkah berikutnya yaitu menarik kesimpulan dan verifikasi. Penarikan kesimpulan pada setiap pembahasan dalam penyajian data untuk setiap aspek penelitian. Dalam proses ini makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya. Membuat kesimpulan dan verifikasi dilakukan sejak awal namun terus menerus dikembangkan dan diverifikasi selama penelitian berlangsung.

Proses dari mulai pengumpulan data, reduksi data, penyajian data sampai kesimpulan dan verifikasi dilakukan secara bersiklus sampai penelitian dianggap selesai. Kemudian diperoleh kesimpulan akhir tentang implementasi pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa yang merupakan proses pengembangan karakter dalam konteks pendidikan kewarganegaraan.


(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan dan rekomendasi hasil penelitian yang dirumuskan dari deskripsi temuan penelitian dan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya.

A. Kesimpulan

1. Kesimpulan Umum

Kemandirian merupakan salah satu karakter dari delapan belas karakter yang programkan Kementrian Pendidikan Nasional yang merupakan amanat yang digariskan dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Sedangkan kepemimpinan merupakan sikap yang harus dimiliki generasi muda yang dipundaknya tersimpan tugas mulia meneruskan estafet kepemimpinan bangsa.

Pembelajaran berbasis pengalaman yang dilaksanakan di Sekolah Lanjutan Alam Bandungdalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa dilakukan dalam upaya mendukung program pendidikan karakter yang dicanangkan pemerintah tersebut. Bahkan jauh sebelum pemerintah menggaungkan pendidikan karakter, Sekolah Alam Bandung sudah bergerak lebih dulu pengembangan karakter siswa melalui pembelajaran maupun pendidikan yang dilaksanakan secara umum dengan berbagai pembiasaan dan keteladanan.

Pembelajaran berbasis pengalaman yang dilaksanakan dalam membina karakter siswa tidak terlepas dari pembuatan program perencanaan pembelajaran. Program perencanaan pembelajarannya memiliki nama khas tersendiri yang


(48)

Proses pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung. dilaksanakan dalam empat tahap kegiatan. Menggunakan model, media dan sumber pembelajaran yang bervariasi dengan beberapa penyesuaian. Sedangkan penilaian yang dilaksanakan berbasis proses. Sehingga pembelajaran berbasis pengalaman mampu membina kemandirian dan kepemimpinansiswa yang tampak dari karakteristik yang muncul. Baik yang menunjukan kecenderungan kemandirian maupun kepemimpinan. Kemandirian siswa tercermin dari indikator kemandirian yang tampak berdasarkan aspek-aspek kemandirian baik dalam kehidupan di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekolah. Demikian juga dengan kepemimpinan, siswa memiliki sikap kepemimpinan sesuai dengan indikator yang menjadi ciri-ciri dan syarat kepemimpinan yang ditetapkan para pakar, baik yang ditunjukan siswa di dalam kehidupan di lingkungan keluarga mapun di lingkungan sekolah.

Implementasi pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa tidak terlepas dari beberapa kendala, baik dari segi guru, siswa, fasilitas belajar maupun kebijakan sekolah alam yang berbeda dengan lingkungan pendidikan secara umum. Tetapi kendala yang muncul dapat diatasi dengan berbagai solusi yang diupayakan guru dan sekolah secara bersama-sama. Sehingga pembelajaran berbasis pengalaman dapat terus berlangsung menjadi ciri khas pembelajaran di Sekolah Alam Bandung.

Sekolah Alam memiliki keunikan dalam segi pendidikan dan pembelajarannya. Keunikan pembelajaran berbasis pengalaman di Sekolah


(49)

Lanjutan Alam Bandung melahirkan harapan-harapan sehingga mampu memberikan prospek yang cerah untuk membina kemandirian dan kepemimpinan siswa.

2. Kesimpulan Khusus

Berdasarkan rumusan masalah, hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana telah diuraikan dalam bab IV,maka tampak bahwa implementasi pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung, sebagai berikut:

1. Program Perencanaan yang dibuat dan dilaksanakan di Sekolah Lanjutan Alam Bandung dalam upaya membina karakter siswa yaitu dinamakan Lesson Plan, Weeky Plan dan Action Plan (LWA). Program khusus untuk pembelajaran outbound yaitu Leadershif Program yang berbentuk indek. Akan tetapi belum semua guru membuat perencanaan pembelajaran sebelum mengajar. Sedangkan model pembelajaran yang dilaksanakan di Sekolah Lanjutan Alam Bandung dalam upaya membina karakter siswa, yaitu model pembelajaran interaktif berbasis pengalaman yang terdiri dari seminar, simulasi, role playing, outbound, outing, studi kasus, ekperimendengan beberapa penyesuaian.

2. Proses pembelajaran berbasis pengalaman dalam membina kemandirian dan kepemimpinan siswa di Sekolah Lanjutan Alam Bandung. dilaksanakan dalam empat tahap kegiatan, yaitu tahap pemberian pengalaman, tahap refleksi, tahap pemberian konsep dan tahap pengujian konsep. Media


(50)

pembelajaran yang digunakan bervariasi. Baik menggunakan media in focus, gambar, barang-barang bekas dan menggunakan media alam serta alat-alat yang tersedia di sekitar lingkungan sekolah. Sumber pembelajaran menggunakan buku-buku dan sumber dari media. Baik media cetak maupun media elektronik. Sedangkan penilaian yang dilaksanakan berbasis proses dengan melakukan pemantauan kemajuan siswa dari segi kognitif, afektif dan psikomotor.

3. Siswa Sekolah Lanjutan (SL) di Sekolah Alam Bandung telah memiliki kemandirian dalam berbagai aspek dan memiliki sikap kepemimpinan, baik berdasarkan syarat dan ciri yang diungkapkan para pakar secara umum, maupun berdasarkan syarat yang mencerminkan kepemimpinan Pancasila. Baik di lingkungan rumah/keluarga mapun di lingkungan sekolah.

Siswa Sekolah Lanjutan SAB memiliki kemandirian dalam belajar. Baik belajar di rumah maupun di sekolah. Tampak dari kemampuannya dalam mengerjakan tugas, siswa juga memiliki sikap tidak mudah tergantung kepada orang lain dalam mengerjakan tugas pelajaran. Kemandirian emosi terlihat dari sikap yang ditunjukan siswa diantaranya; mengenal diri sendiri dengan segala sifat yang dimilikinya dan mengenal orang lain secara dekat baik di keluarganya maupun di lingkungan sekolah. Mampu membuat keputusan-keputusan yang bertanggung jawab ketika disuguhkan dengan beberapa alternatif yang harus diputuskan untuk dipilih. Peduli pada orang laindisekelilingnya. Serta mengetahui cara bertindak jika ada sesuatu permasalahan yang memerlukan keputusan bertindak. Siswa pun tidak serta


(51)

merta meminta penyelesaian kepada orang tua tentang sesuatu permasalahannya yang sedang dialaminya.

Siswa Sekolah Lanjutan Alam Bandung memiliki kemandirian bertindak tampak dari kemampuannya untuk membuat keputusan sendiri dengan segera. Memiliki kemampuan mengambil keputusan yang tegas dari beberapa alternatif disertai alasan atas pilihannya dan merasa yakin akan mampu melaksanakan keputusan yang telah dipilihnya. .

Siswa secara umum memilki kemandirian nilai. Terlihat dari kemampuan menilai sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan di sekolah maupun di rumah. Seperti menilai atau mengkritik orang tua mereka. Siswa juga mampu memaknai yang wajib dan yang hak khusunya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban siswa di sekolah. Mampu memaknai yang penting dan tidak penting. Siswa juga memiliki kemandirian dari aspek inteketual, yang ditunjukkan melalui kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari menurut cara mereka masing-masing, baik kemampuan mengatasi masalah pelajaran, mengatasi masalah dengan keluarganya baik adik, kakak atau orang tua, mengatasi masalah dengan teman di sekolah dan mengatasi masalah dengan teman di lingkungan tempat tinggal.Sedangkan kemandirian sosial secara umum yang ditunjukan siswa yaitu mampu berinteraksi dengan orang lain tanpa harus menunggu aksi dari orang lain.

Siswatelah memiliki ciri-ciri kepemimpinan diantaranya memiliki legalitas dengan dipercaya menjadi KM dan pemimpin tim kecil dalam


(1)

Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.Edisi kelima. Dialihbahasakan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.

Iding, KS. (2011). Program Bimbingan dan Konseling Melalui Pendekatan Kelompok untuk Meningkatkan Kompetensi Kemandirian Siswa.Tesis. Program Pascasarjana UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Iman, MS. (2004). Pendidikan Partisipatif: Menimbang Konsep Fitrah dan Progresivisme John Dewey. Yogyakarta:Safiria Insania Press.

Irmawati, N. (2006). Penerapan “Learning By Doing” Dalam Pembelajaran

Sejarah Melalui Pendekatan Belajar “Problem Solving”. Tesis. Bandung: Program Pascasarjana, Prodi Pendidikan IPS UPI diterbitkan oleh Repository UPI Tanggal Terbit2012/01/15.

Juariah, Y. (2012). Pengaruh Penerapan Pembelajaran „Learning By Doing‟

Melalui Metoda Inkuiri Terhadap Hasil Belajar Dan Keterampilan Sosial Siswa.Tesis. Bandung: Program Pascasarjana, Prodi Pendidikan IPS UPI diterbitkan oleh Repository UPI Tanggal Terbit: 2012/03/12.

Kartono, K. (2010). Pemimpindan Kepemimpinan Apakah kepemimpinan Abnormal Itu?. Jakarta: Rajawali Pers.

Kelly , C. (....). David Kolb, The Theory of Experiential Learning and ESL.[Online]. Tersedia: http://iteslj.org/Articles/Kelly-Experiential/. [7 Desember 2011].

Kementrian Pendidikan Nasional. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Pedoman Sekolah. Jakarta: Pusat kurikulum.

Koesoema, DA. (2007). Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.

Kolb, David A, dkk. (....)Experiential Learning Theory: Previous Research and

NewDirections.[Online]. Tersedia:

http://academic.regis.edu/ed205/Kolb.pdf

[7 Desember 2011].

Komalasari, K. (2008). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap Kompetensi Kewarganegaraan Siswa SMP.

Disertasi Doktor pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.


(2)

Students' Civic Competence.Faculty of Social Science Education, Indonesia University of Education, Indonesia. Journal of Social Sciences5

(4): 261-270, ISSN 1549-3652.

Kusuma, W. (2009). Macam-Macam Metode Pembelajaran. [Online]. Tersedia:

http://umum.kompasiana.com/2009/06/08/macam-macam-metode-pembelajaran/.[26 Mei 2012]

Kuu, G. (2010). Pengertian Prospek. [Online]. Tersedia:

http://taqinpanteraya.blogspot.com /2010/10/pengertian-prospek.html. [5 Mei 2012].

Kusumawardhani, A, dkk. (...) Hubungan Kemandirian Dengan Adversity Intelligence Pada Remaja Tuna Daksa Di Slb-D Ypac Surakarta. [Online]. Tersedia:

http://eprints.undip.ac.id/19010/1/Hubungan_Kemandirian_Dengan_Adve

rsity_Intelligence_Pada_Remaja_Tuna_Daksa_Di_Slb-D_Ypac_Surakarta.pdf. [14 Desember 2011].

Lestari, RD. (2011). Pengeroyokan Wartawan oleh Siswa SMA 6.

[Online].Tersedia:

http://kampus.okezone.com/read/2011/09/20/373/504726/tragedi-sma-6-dan-pudarnya-pendidikan-karakter. [19 Oktober 2011].

Maleong, L J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Margono, S. (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan.Jakarta: Rineka Cipta. Martianto, D.H. (2011). Pendidikan Karakter: Paradigma Baru dalam

Pembentukan Manusia Berkualitas (Character education: New Paradigm to human capacity building). [Online]. Tersedia:

http://engkizarquran.wordpress.com/12/. [19 Oktober 2011]

Masrur, M. (2007). Membangun Kemandirian dan Karakter Bangsa.

[Online]. Tersedia:

http://masadmasrur.blog.co.uk/2007/08/18/membangun_karakter_dan_ke mandirian_bangs~2829836/. [10 Desember 2011].

McNeil, John. D. (2006). Contemporary Curriculum: In thought and Action 6th edn. Danver: Wiley JOssey – Bass Education.

Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter Solusi yang Tepat Untuk Membangun Bangsa. Jakarta: Star Energy.


(3)

Miles, MB. dan Huberman, AM. (2007). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-metode Baru. Penterjemah Tjetjep Rohendi Rohidi.Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Mulyana, D. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Muslich, M. (2011). Pendidikan Karakter menjawab Tantangan Krisis

Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.

Musyarofah, R. (2009).Efektivitas Sekolah Alam (Studi Kasus di SDIT Alam Nurul Islam, Yogyakarta).Tesis. Yogyakarta: Program Pascasarjana, Universitas Negeri Yogyakarta.

Naja, A. (2011). Membangun Kemandirian Dalam Penyelesaian Masalah.

[Online]. Tersedia: http://www.warungdakwah.com/kemandirian.html. [11 desember 2011].

Nasution, Adnan B. (2010). Demokrasi Konstitusi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Nursapyudin, Y. (2009). Efektivitas Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ips :Studi Eksperimen Di SD Segugus 03 Teluknaga Tangerang. Tesis. Program Pascasarjana UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Oxndine, C. (2009). Pembelajaran Berbasis pengalaman. [Online]. Tersedia:

http://apadefinisinya.blogspot.com/2009/01/jurnal-tentang-experientiallearning.Html. [10 Oktober 2010].

Pasandaran, S. (1994). Kemandirian Dosen Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) Dalam Mengantisipasi Tuntutan Profesionalisme dan Kultural.Disertasi Doktor pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Pemerintah Republik Indonesia. (2010). Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 (Desain Induk Pembangunan Karakter Bangsa).

Peraturan Menteri Republik Indonesia No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL).

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.41 tahun 2007 tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah.


(4)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.

Pratiwi, H. (2009). Pembelajaran Berbasis pengalaman. [Online]. Tersedia:

http://henypratiwi.wordpress.com./2009/07/24/Experiensial learning/. [10 Agustus 2010].

Purwanto, N. (2002). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Rahmat, DKK. (2009). Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Laboratorium PKn FPIPS UPI.

Roebiyanto. (2012) . Pembelajaran Humanistik. [Online]. Tersedia:

http://roebyarto.multiply.com/journal/item/105?&show_interstitial=1&u= %2Fjournal%2Fitem [21 Maret 2012].

Runik, M. (2011). Revitalisasi Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Kewarganegaraan Dengan Pengembangan Budaya Lokal.Tesis. Program Pascasarjana UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Sanjaya, W. (2008). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran.

Jakarta:Kencana Perdana Media Group.

Sapriya. (2007). Perspektif Pemikiran Pakar Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pembangunan Karakter Bangsa. Disertasi Doktor pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Sarjun, A. (2010). Program Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kemandirian Siswa. Tesis. Program Pascasarjana UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Sarros, J C, et al. (2006). “Leadership and Character.Leadership & Organization Development Journal.27, (8), 682-699.

Satori, D. Dan Komariah, A. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Shelfiana. (2010). Perbandingan Pengaruh Pembalajaran Berbasis Pengalaman (Experiential Learning) dan pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Terhadap Prestasi Siswa. Tesis. Program Pascasarjana UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Somantri, N. (1976). Metode mengajar Civic. Jakarta: Erlangga.

Somantri, MN. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(5)

Soewardi, H. (2004). Roda Berputar Dunia Bergulir Kognisi Baru Tentang Timbul Tenggelamnya Sivilisasi. Bandung: Bakti Mandiri.

Stamboel, K . (2009). Masalah Pemimpin dan Kepemimpinan Baru Indonesia.

[Online]. Tersedia: http://www.kemalstamboel.com/blog-

manajemen/masalah-pemimpin-dan-kepemimpinan-baru-indonesia.html.[10 Desember 2011].

Sugiyono. (2009). Metode penelitian Bisnis.Bandung: Alfabeta.

Susilo, ME. (201

1).

Kondisi Kepemimpinan Indonesia dan Tantangan ke

Depan.

[Online].

Tersedia:

http://politik.kompasiana.com/2011/05/25/kondisi-kepemimpinan-indonesia-dan-tantangan-ke-depan/[10 Desember 2011] Suyanto. (2009). Urgensi Pendidikan Karakter. [Online]. Tersedia:

http://mandikdasmen.kemdiknas.go.id/web/pages/urgensi.html. [11 Nopember 2011].

Sukarna. (2006). Kepemimpinan dalam Administrasi Negara Pemerintahan Teori A-Z. Bandung: Mandar Maju.

Sukmadinata, Nana S. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Kerjasama Program Pascasarjana UPI dengan Remaja Rosdakarya.

Sulistyorini, Mg, Dkk. (2006). Membuat Prioritas Melatih Anak Mandiri. Yogyakarta: Kanisius Media.

Sulistiyani, Ambar T. (2008). Kepemimpinan Profesional Pendekatan Leadership Game. Yogyakarta: Gava Media.

Suryadi, A. Dan Budimansyah, D. (2009). Paradigma Pembangunan Pendidikan Nasional Konsep, Teori dan Aplikasi dalam Analisis Kebijakan Publik.

Bandung: Widya Aksara Press.

Suryana, A. (2010). Kepemimpinan Berbasis Nilai (Value-Based Leadership) Dalam Pencapaian Tujuan Organisasi Melalui Budaya Kerja.Tesis. Program Pascasarjana UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Susanto. A. (2010). Outbound Profesional Pengertian, Prinsip Perancangan dan panduan pelaksanaan.Yogyakarta: Andi Offset.

Thobroni, M. & Mustofa, A. (20110. Belajar & Pembelajaran: Pengembangan wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional. Jogjakarta: Ar-Ruz Media


(6)

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Wibowo, SA. (2011) Pendidikan Karakter di Sekolah Alam.[Online]. Tersedia:

http://www.facebook.com/notes/sekolah-alam-sekolah-alam/pendidikan-karakter-di-s\ekolah-alam/10150089953264143. [8 November 2011] Wibowo, T. (2011). Pentingnya Pendidikan Karakter dalam Dunia

Pendidikan.[Online]. Tersedia: http://www.pendidikankarakter.com. [19 oktober 2011].

Widodo, R. (2009). Model pembelajaran Role Playing. [Online]. Tersedia:

http://wyw1d.wordpress.com/2009/11/09/model-pembelajaran-14-role-playing/. [25 Mei 2012].

Winataputra, U. (2001). Jati Diri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Suatu Wadah Sistemik Pendidikan Demokrasi (Suatu Kajian Konseptual dalam konteks Pendidikan IPS). Disertasi Doktor pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Winataputra dan Budimansyah (2007). Civic education. Konteks, Landasan Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: UPI.

Winataputra, US. (1992). Strategi Belajar Mengajar IPA. Jakarta: Depdikbud. Yin, Robert K. (2002). Studi Kasus Desain dan Metode. Diterjemahkan oleh

Djauhari Mudzakir. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

...(....)Model Pembelajaran Learning By Doing DanPeningkatan Kreativitas Anak. [Online]. Tersedia : www.scienaedu.blogspot.com scienamadani @yahoo.com. [4 januari 2012]

...(2008). Hubungan Antara Kemampuan Komunikasi dengan Kemandirian pada Remaja Tunarungu. [Online]. Tersedia:

http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2008/.[1 5 Desember 2011]

...(2008). Ratusan Siswa SMK PIRI Merusak Gedung Sekolah. [Online]. Tersedia: http://nasional.kompas.com/read/2008/02/18/09414180/. [8 November 2010]