EVEKTIVITAS TEKNIK BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENIGKATKAN KONSEP DIRI REMAJA : Studi Pre-Eksperimen Pada Siswa Kelas X SMK Yapema Gadingrejo Lampung.

(1)

i

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iv

LEMBAR PERNYATAAN ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 15

C. Tujuan Penelitian ... 16

D. Manfaat Penelitian ... 17

E. Asumsi Penelitian ... 17

F. Hipotesis Penelitian ... 18

G. Metode Penelitian ... 18

H. Lokasi dan Subyek Penelitian ... 19

BAB II UPAYA PENINGKATAN KONSEP DIRI MELALUI TEKNIK BIMBINGAN KELOMPOK A. Konsep Diri ... 20

1. Pengertian Konsep Diri ... 20

2. Sifat Konsep Diri ... 25

3. Dimensi-Dimensi Konsep Diri ... 28

4. Perkembangan Konsep Diri dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya ... 32

5. Perkembangan Konsep Pada Masa Remaja ... 37

6. Karakteristik Konsep Diri Remaja ... 38

B. Bimbingan Kelompok ... 43

1. Pengertian Bimbingan Kelompok ... 45

2. Tujuan Bimbingan Kelompok ... 47

3. Komponen Layanan Bimbingan Kelompok... 48

4. Teknik Bimbingan Kelompok ... 55

5. Tahap Pelaksanaan Bimbingan Kelompok ... 62

C. Penelitian Yang Relevan ... 66

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 68


(2)

ii

C. Lokasi dan Subyek Penelitian ... 70

D. Variable Penelitian ... 72

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 77

F. Teknik Pengumpulan Data ... 81

G. Teknik Analisis Data ... 81

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 90

1. Profil Konsep Diri Siswa ... 90

2. Pelaksanaan Pre-Test ... 92

3. Hasil Pengamatan ... 94

4. Konsep Diri Setelah Pelaksanaan Layanan Bimbingan Konseling Kelompok ... 123

5. Efektivitas Teknik Bimbingan Konseling Kelompok Dalam Meningkatkan Konsep Diri Remaja ... 124

B. Pembahasan ... 125

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan ... 135


(3)

iii

DAFTAR TABEL

3.1 Desain Penelitian ... 66

3.2 Kisi-kisi Instrumen Konsep Diri ... 76

3.3 Kriteia Tingakat Konsep Diri Positif ... 78

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 79

4.1 Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Bimbingan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Konsep Diri Remaja ... 89

4.2 Konsep Diri 10 Siswa Sebelum Pelaksanaan Bimbingan Konseling Kelompok (Pre-Test) ... 89

4.3 Data Hasil Pengamatan Selama Proses Bimbingan Konseling Kelompok Pada 10 Responden (7 Pertemuan) ... 90

4.4 Perkembangan Konsep Diri Siswa ... 110

4.5 Konsep Diri Siswa Setelah Pelaksanaan Layanan Bimbingan ... 120

4.6 Hasil Uji Wilcoxon ... 121


(4)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar

3.1 Hubungan Antar Variabel ... 70 4.1 Gambar Diagram Garis Peningkatan Konsep Diri ... 126


(5)

v

DAFTAR BAGAN Bagan


(6)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas hal-hal yang terkait dengan penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan penelitian, tujuan penelitian, manfaat, asumsi, dan deskripsi singkat metode penelitian.

A. Latar Belakang

Masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir saat mencapai usia matang secara hukum. Namun, penelitian tentang perubahan perilaku, sikap dan nilai-nilai sepanjang masa remaja tidak hanya menunjukan bahwa setiap perubahan terjadi lebih cepat pada awal masa remaja daripada tahap akhir masa remaja, tetapi juga menunjukan bahwa perilaku, sikap dan nilai-nilai pada awal masa remaja berbeda pada saat akhir masa remaja. Dengan demikian secara umum masa remaja dibagi menjadi dua bagian, yaitu awal masa remaja dan akhir masa remaja.

Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai dengan 16 tahun atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai dengan 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum. Awal masa remaja biasanya disebut sebagai “usia belasan”, kadang-kadang bahkan disebut “usia belasan yang tidak menyenangkan “.(Hurlock: 1980:206)

Masa remaja sering disebut dengan masa atau periode yang sangat penting. Kendatipun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting, namun kadar kepentinganya berbeda-beda. Ada beberapa periode yang lebih penting dibanding beberapa periode lainya, karena akibatnya langsung terhadap sikap dan perilaku,


(7)

dan ada lagi yang penting karena akibat-akibat jangka panjangnya. Pada periode remaja, baik akibat langsung maupun akibat jangka panjangnya tetap penting. Ada periode yang penting karena akibat fisik dan akibat psikologis.

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama remaja sejajar dengan perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Kalau perubahan fisik menurun maka perubahan sikap dan perilaku juga menurun .

Setiap periode pertumbuhan memiliki masalah sendiri-sendiri, namun masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Kesulitan itu karena dua hal, yaitu Pertama, sepanjang masa kanak-kanak masalah kanak-kanak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena para remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru.

Masa remaja sering disebut sebagai masa yang sangat sensitive dan penuh gejolak. Dengan adanya berbagai tuntutan atas dasar pertumbuhan dan perkembanganya, remaja sangat rawan akan segala gangguan yang dapat menimbulkan masalah dalam hidupnya baik itu secara pribadi maupun masalah-masalah sosial. Tentunya kondisi buruk ini tidak akan terjadi apabila remaja memiliki ketahanan diri yang kuat sehingga dapat terhindar dari segala pengaruh yang tidak baik. Ketahanan diri dapat berupa rasa percaya diri yang positif atau dengan kata lain individu dapat merespon segala sesuatu secara positif dan


(8)

konstruktif. Keadaan ini berawal pada kemampuan seseorang memahami serta menilai dirinya secara positif, atau dalam istilah yang lebih popular remaja memiliki suatu konsep diri yang baik atau positif.

Konsep diri merupakan inti pola-pola kepribadian yang menjadi landasan bagi perwujudanya dilingkungan kehidupan. Hal ini mengandung makna bahwa penampilan kepribadian akan banyak ditentukan oleh kualitas konsep dirinya. Konsep diri merupakan konsep gambaran pandangan mengenai diri sendiri yang bersumber dari suatu perangkat keyakinan dan sikap terhadap dirinya. Setiap orang akan memiliki konsep diri dalam berbagi ragam bentuk dan kadar yang akan menentukan perwujudan kualitas kepribadianya. Konsep diri dapat bersifat positif dan negatif. Yang harus diwujudkan pada diri seseorang adalah konsep diri yang positif sehingga mampu menampilkan kepribadian yang positif pula. Untuk itu, semua orang diharapkan memiliki kemampuan untuk mengenal makna konsep diri dan mampu menganalisis serta mengembangkanya secara tepat.

Konsep diri pada awalnya merupakan tema utama yang muncul pada psikologi Humanistik. Pembahasan konsep diri ini antara lain diungkapkan oleh Carl Rogers yang merupakan tokoh psikologi Humanistik. Pembahasan mengenai konsep diri ini lebih dalam dibahas melalui pendekatan fenomenologis. Menurut Carl Rogers (R.B Burns: 1993:48) konsep diri adalah suatu konfigurasi dari persepsi-persepsi terorganisasikan mengenai diri yang dapat masuk dalam kesadaran. Rogers memandang bahwa konsep diri merupakan penentu dalam melakukan respons terhadap lingkungan. Sehingga konsep diri menunjuk pada cara seseorang untuk memandang dan merasakan dirinya.


(9)

Menurut teori yang dikemukakan oleh Rogers diketahui bahwa sebenarnya seseorang memerlukan konsep diri dalam melakukan respons terhadap lingkungan. Teori yang dikemukakan Rogers tersebut memberi penekanan bahwa konsep diri dapat mempengaruhi perilaku seseorang.

Pengertian konsep diri lebih lanjut dapat lihat dari pendapat R.B Burns. Menurut R.B Burns (1993:vi) konsep diri adalah satu gambaran campur dari apa yang kita pikirkan, orang-orang lain berpendapat mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri dapat dimaknai sebagai gambaran tentang diri atau self. Gambaran diri yang dimaksud oleh Burns memiliki dimensi diri atau aku, orang lain, dan diri yang diinginkan.

Menurut William D. Brooks (Jalaludin Rahmat: 2001: 99) konsep diri didefinisikan sebagai “those Physical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our interaction with others”.

Pengertian terebut mengandung makna bahwa konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Yang meliputi aspek psikis, sosial dan fisik.

Pengertian tersebut diatas memaparkan bahwa sebenarnya seseorang dalam menghadapi kehidupan memiliki konsep diri yang terdiri atas pengetahuan akan diri, penilaian bagi diri serta pengharapan bagi diri sendiri. pengertian ini mengandung pengertian bahwa sebenarnya semua manusia memiliki konsep diri

Berdasarkan pengertian tentang konsep diri maka dapat diketahui bahwa konsep diri adalah pandangan diri tentang diri sendiri. Pengertian tentang konsep


(10)

diri memberikan gambaran bahwa di dalam konsep diri terdapat tiga dimensi yaitu: pengetahuan tentang diri sendiri, harapan, dan penilaian tentang diri sendiri.

Dimensi pertama adalah pengetahuan. Dimensi ini mengarah pada apa yang diketahui tentang diri sendiri. Dalam dimensi ini terdapat penekanan pada gambaran dasar tentang diri. Gambaran dasar tersebut antara lain tentang: usia, jenis kelamin, kebangsaan atau kewarganegaraan dan suku,bentuk tubuh, kejujuran, tipe kepribadian (introvert atau ekstrovert).

Dimensi kedua adalah harapan. Dimensi harapan merupakan pandangan tentang kemungkinan menjadi apa di masa yang akan datang. Harapan yang ada ini merupakan diri yang ideal. Harapan tentang masa depan sangat berbeda antara satu individu dengan individu yang lain. Hal ini dikarenakan setiap orang memiliki keinginan dan juga kemampuan yang berbeda dalam mendapatkan apa yang diinginkan. Harapan dan tujuan yang berbeda-beda tersebut dapat menjadi dorongan serta kekuatan untuk menjalani kehidupan di masa yang akan datang.

Dimensi ketiga dari konsep diri adalah penilaian diri kita terhadap diri kita sendiri. Setiap orang melakukan penilaian tentang diri setiap hari, dan melakukan pengukuran apakah bertentangan dengan pengharapan bagi diri sendiri dan standar diri sendiri. Contoh bentuk penilaian itu terdiri atas (1) “saya dapat menjadi apa” dan (2) “saya seharusnya menjadi apa”. Pertanyaan tersebut mengarahkan pada penilaian yang membandingkan antara pengharapan yang dimiliki dengan standar atau kemampuan diri. Hasil akhir dari penilaian diri tersebut kemudian dikenal dengan harga diri. Harga diri tersebut secara mudah


(11)

dapat kita artikan sebagai seberapa besar diri kita menyukai diri sendiri. kesesuaian antara gambaran diri dengan gambaran tentang seharusnya akan menentukan tinggi rendahnya harga diri. Sebagai contoh apabila semakin besar ketidaksesuaian antara gambaran diri dengan gambaran seharusnya kita akan semakin rendah harga diri yang dimiliki.

Dalam perkembangannya konsep diri seseorang dipengaruhi oleh banyak hal. Konsep diri tidak dapat terbetuk tanpa melalui proses belajar. Proses belajar ini antara lain dapat diperoleh dari orang lain. Hal ini sesuai dengan teori yang dicetuskan oleh Charles Horton Cooley: 1922 (Calhoun&Acocella: 1995:77) dan dikenal dengan “diri yang tampak sebagai cermin”. Cooley lebih dikenal sebagai orang yang memperkenalkan wacana tentang konsep diri. Menurut Cooley konsep seseorang akan menggunakan orang lain sebagai cermin dalam menunjukkan diri yang sebenarnya.

Pendapat itu kemudian dikembangkan kembali oleh George Herbert Mead pada tahun 1934 (Calhoun&Acocella: 1995:77) yang mengungkapkan bahwa diri itu berkembang melalui dua tahap yaitu: internalisasi sikap orang lain terhadap diri, dan yang kedua adalah internalisasi norma masyarakat. Pendapat ini kemudian mendapat dukungan dari Baldwin & Holmes (Calhoun&Acocella: 1995:77) yang mengungkapkan bahwa konsep diri adalah ciptaan sosial, hasil belajar melalui hubungan dengan orang lain.

Berdasarkan pendapat tiga tokoh tersebut dapat diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah orang lain. Orang lain yang termasuk


(12)

dalam kategori disini antara lain: orang tua, teman sebaya, dan lingkungan yang lebih luas seperti lingkungan sekolah dan masyarakat.

Konsep diri merupakan hal yang penting bagi remaja. Sejumlah peneliti telah menemukan bahwa penampilan fisik memberikan kontribusi yang sangat besar pada rasa percaya diri (Adams, 1977; Harter, 1989a; Lerner&Brackney, 1978; Simmons Blyth, 1987 dalam Santrock 2003). Sementara itu Harter (1989a) menemukan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara penampilan diri dengan harga diri secara umum yang tidak hanya terjadi sepanjang masa, tetapi juga sepanjang masa kehidupan, dari masa kanak-kanak awal hingga usia dewasa pertengahan. Penelitian terbaru dari Lord dan Eccles, 1994 dalam Santrock 2003) menemukan bahwa konsep diri berhubungan erat dengan ketertarikan fisik merupakan faktor terkuat dalam meramalkan rasa percaya diri keseluruhan dari remaja.

Bagi sebagian besar remaja, rendahnya rasa percaya diri hanya menyebabkan rasa tidak nyaman secara emosional yang bersifat sementara, tetapi tidak bagi beberapa remaja Damon (1991, dalam Santrock 2003). Konsekuensi dari rendahnya konsep diri dan kepercayaan diri pada remaja menurut (Damon&Hart, 1988; Fenzel, 1994; Harter & Marold, 1992; Markus 7 Nurius, 1986; Pfeffer 1986 dalam Santrock 2003) adalah munculnya depresi, bunuh diri, anoreksia nervosa, delinkuensi, dan masalah penyesuaian diri lainnya.

Dalam berbagai penelitian konsep diri menimbulkan masalah-masalah tersendiri dalam kehidupan individu, baik dalam kehidupan pribadinya, sosialnya,


(13)

maupun kehidupan karirnya. Sebagai contoh sebuah penelitian yang dilakukan oleh seorang mahasiswa perguruan tinggi swasta di Lampung yang melakukan penelitian di SMA Muhammadiyah Pringsewu Lampung , menarik suatu kesimpulan bahwa ternyata konsep diri juga berpengaruh terhadap prestasi belajar anak. Dari hasil penelitian menyebutkan bahwa konsep diri menyumbang 49% terhadap motivasi berprestasi sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor yang lain.

Berdasarkan hasil pengamatan dari berbagai sumber menyatakan bahwa pada saat sekarang remaja memiliki kecenderungan konsep diri yang kurang baik atau negatif. Kondisi seperti ini dapat ditunjukan dari berbagai macam penyimpangan perilaku-perilaku yang negatif seperti penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, munculnya geng/komunitas remaja seperti geng motor, meningkatnya angka aborsi dikalangan remaja sebagai akibat dari free sex, serta masih banyak bentuk penyimpangan lainya. Hal yang buruk adalah bahwa ini menjadi bagian dari gaya hidup remaja saat ini. Perilaku-perilaku tersebut muncul sebagai dampak dari arus globalisasi serta kemajuan teknologi yang tak terbendung yang sehingganya remaja salah dalam mensikapi semua ini. Dengan kemajuan teknologi remaja dapat dengan mudah mengakses informasi yang salah melaui media seperti internet, VCD, buku-buku dan majalah. Disisi lain kondisi buruk ini muncul karena kesalahan remaja dalam memandang, menerima serta mengarangkan dirinya.


(14)

Konsep diri penting artinya karena individu dapat memandang diri dan dunianya, mempengaruhi tidak hanya individu berperilaku, tetapi juga tingkat kepuasan yang diperoleh dalam hidupnya. Setiap individu pasti memiliki konsep diri, tetapi mereka tidak tahu apakah konsep diri yang dimiliki itu negatif atau positif. Siswa yang memiliki konsep diri positif ia akan memiliki dorongan mandiri lebih baik, ia dapat mengenal serta memahami dirinya sendiri sehingga dapat berperilaku efektif dalam berbagai situasi. Konsep diri positif bukanlah suatu kebanggaan yang besar tentang diri tetapi berupa penerimaan diri. Siswa yang memiliki konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah faktor yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri. Dalam hal ini siswa dapat menerima dirinya secara apa adanya dan akan mampu mengintrospeksi diri atau lebih mengenal dirinya, serta kelemahan dan kelebihan yang dimiliki. Namun siswa yang memiliki konsep diri negatif, ia tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri, juga tidak mengenal diri baik dari segi kelebihan maupun kekurangannya atau sesuatu yang ia hargai dalam hidupnya. Individu yang memiliki konsep diri yang negatif adalah individu yang mudah marah dan naik pitam serta tidak tahan terhadap kritikan yang diterimanya, dengan kata lain individu kurang menerima peraturan/norma yang telah ditetapkan, sehingga ada sifat membrontak pada dirinya yang menentang aturan tersebut. Perilaku siswa yang menyimpang dari aturan yang berlaku di sekolah disebabkan oleh pandangan negatif terhadap dirinya, yaitu dirinya tidak mampu menyelesaikan tugasnya.

Berdasarkan observasi dan wawancara dengan guru pembimbing di SMK Yapema Gadingrejo diperoleh data bahwa hampir 50% siswa kelas X mempunyai


(15)

konsep diri yang belum positif, gejala yang nampak yaitu membolos, dating terlambat, hasil prestasi belajar yang rendah, menyontek, membuat gaduh saat pelajaran, tidak menaruh hormat pada guru, berkelahi, adanya siswa yang melanggar tata tertib sekolah, adanya siswa yang memiliki perasaan rendah diri, dan adanya siswa yang mempunyai perasaan tidak mampu melaksanakan tugas. Siswa yang demikian itu dapat dikatakan memiliki konsep diri yang negatif.

Permasalahan tersebut tentunya harus segera mendapatkan penanganan yang menyeluruh. Penanganan yang menyeluruh tersebut dapat dilakukan oleh berbagai pihak baik berasal dari keluarga, masyarakat maupun sekolah. sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki kewajiban untuk membantu siswa dalam perkembangannya. Tujuan pendidikan terletak pada dimensi intrinsiknya yakni menjadikan manusia sebagai manusia yang baik. Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, yaitu situasi pendidikan yang memungkinkan terjadi dialog antara pendidik dan peserta didik.

Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang di dalamnya melibatkan banyak orang, diantaranya peserta didik, pendidik, adminsitrator, masyarakat dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogyanya dapat memahami tentang perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan perilakunya secara efektif. Salah satu komponen yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan adalah Bimbingan dan Konseling.

Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah-sekolah saat ini masih belum berorientasi pada program untuk dapat memfasilitasi perkembangan siswa


(16)

terutama yang berkaitan dengan pengembangan konsep diri anak. Program Bimbingan dan Konseling yang disusun masih bersifat umum dan dalam pelaksanaanya pun masih terkesan bersifat isidental artinya pelayanan binbingan dilakukan belum terprogram dengan baik. Hal ini tejadi dimungkinkan adanya banyak faktor, seperti kurang pahamnya petugas bimbingan akan kebutuhan siswa, sealain itu juga dimungkinkan ketidak mampuan petugas bimbingan atau konselor dalam merancang suatu program khusus terkait dengan pengembangan konsep diri siswa.

Dengan adanya suatu program kegiatan layanan yang mengarah pada pengembangan konsep diri, diharapkan dapat membantu individu/siswa dalam mengenali dirinya, dan lebih jauh dari itu siswa mampu mengarahkan dirinya secara tepat, atau dengan istilah lain siswa mampu mengembangkan segala potensi yang ia miliki agar berkembang secara optimal. Gambaran sederhananya seperti ; seorang siswa , selalu memandang dirinya negatif, merasa tidak menarik, tidak berharga, dan dijauhi oleh teman sebayanya. Pandangan negatif seperti ini dapat diubah dengan bimbingan dan arahan seorang konselor melalui berbagai kegiatan. Konselor dapat memberikan sebuah pemahaman terkait dengan konsep diri anak.

Disamping program yang disusun secara komperhensif, adanya suatu teknik atau strategi khusus yang digunakan seorang konselor juga sangat penting. Karena dengan adanya teknik bimbingan yang tepat diharapkan hasilnyapun akan tepat sesuai dengan apa yang diharapkan. Melalui penelitian ini penulis akan


(17)

memaparkan teknik bimbingan dalam seting kelompok guna mengembangkan konsep diri pada remaja.

Layanan dengan pendekatan kelompok dalam bimbingan kelompok merupakan usaha pemberian bantuan kepada orang-orang yang memerlukan. Suasana kelompok, yaitu antar hubungan dari semua orang yang terlibat di dalam kelompok, dapat merupakan wahana dimana masing-masing anggota kelompok itu (secara perorangan) dapat memanfaatkan semua informasi, tanggapan dan berbagai reaksi dari anggota kelompok lainya untuk kepentingan dirinya yang bersangkut paut dengan pengemabangan diri anggota kelompok. Kesempatan mengemukakan pendapat, tanggapan, dan berbagai reaksipun dapat merupakan peluang yang amat berharga bagi perorangan yang bersangkutan. Kesempatan timbal balik ini lah yang merupakan dinamika dari kehidupan kelompok (dinamika kelompok) yang akan membawa kemanfaatan bagi para anggotanya.

Melaui dinamika kelompok setiap anggota diharapkan mampu tegak sebagai perorangan yang sedang mengembangkan kedirianya dalam hubunganya dengan orang lain. Ini tidak berarti bahwa kemandirian seseorang lebih ditonjolkan daripada kehidupan kelompok secara umum. Secara khusus, dinamika kelompok dapat dimanfaatkan untuk pemecahan masalah pribadi para anggota kelompok, yaitu apabila interaksi dalam kelompok itu difokuskan pada pemecahan masalah pribadi yang dimaksudkan. Dalam suasana seperti itu, melaui dinamika kelompok yang berkembang, masing-masing anggota kelompok akan menyumbang baik langsung maupun tidak langsung dalam pemecahan masalah pribadi tersebut.


(18)

Terkait dengan konsep diri tidak berlebihan jika ada suatu anggapan yang positif bahwa teknik pendekatan kelompok efektif dalam membantu siswa untuk meningkaatkan konsep diri secara positif. Dalam penjelasan yang lalu telah dijelaskan bahwa konsep diri terbentuk dari adanya hubungan interaksi sosial antara diri seseorang dengan orang lain. Dengan interaksi dalam hubungan kelompok ini diharapkan dapat berdampak positif bagi siswa dalam pencapaian kemandirian dirinya, yang mencakup ; pengetahuan diri, pemahaman diri, penerimaan diri dan pengambilan keputusan.

Layanan bimbingan kelompok merupakan proses pemberian informasi dan bantuan pada sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok guna mencapai suatu tujuan tertentu. Layanan yang diberikan dalam suasana kelompok selain itu juga bisa dijadikan media penyampaian informasi sekaligus juga bisa membantu siswa menyusun rencana dalam membuat keputusan yang tepat sehingga diharapkan akan berdampak positif bagi siswa yang nantinya akan menumbuhkan konsep diri yang positif. Selain itu apabila dinamika kelompok dapat terwujud dengan baik maka anggota kelompok saling menolong, menerima dan berempati dengan tulus.

Bimbingan kelompok merupakan lingkungan yang kondusif yang memberikan kesempatan bagi anggotanya untuk menambah penerimaan diri dan orang lain, memberikan ide, perasaan, dukungan bantuan alternatif pemecahan masalah dan mengambil keputusan yang tepat, dapat berlatih tentang perilaku baru dan bertanggung jawab atas pilihan yang ditentukan sendiri. Suasana ini


(19)

dapat menumbuhkan perasaan berarti bagi anggota yang selanjutnya juga dapat menambah konsep diri yang positif.

Penggunaan tehnik dalam kegiatan bimbingan kelompok mempunyai banyak fungsi selain dapat lebih memfokuskan kegaiatan bimbingan kelompok terhadap tujuan yang ingin dicapai tetapi juga dapat membuat suasana yang terbangun dalam kegiatan bimbingan kelompok agar lebih bergairah dan tidak cepat membuat siswa jenuh mengikutinya.

Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam bimbingan kelompok, antara lain : pemberian informasi, diskusi kelompok, pemecahan masalah (problem solving), permaianan peranan (role playing), permainan simulasi (simulationgames), karyawisata (field trip), penciptaan suasana keluarga (Home Room). Dari beberapa teknik di tersebut tidak semuanya akan digunakan dalam

kegiatan bimbingan kelompok dalam upaya membentuk konsep diri positif, oleh sebab itu akan dipilih beberapa teknik yang sekiranya memenuhi standar yang dapat membantu membentuk konsep diri positif pada siswa, dari kriteria di atas dapat diperoleh beberapa teknik yang bisa digunakan untuk membentuk konsep diri positif siswa antara lain :

a. Teknik pemberian informasi; teknik pemberian informasi disebut juga dengan metode ceramah, yaitu pemberian penjelasan oleh seorang pembicara kepada sekelompok pendengar.

b. Diskusi kelompok ; diskusi kelompok adalah percakapan yang telah direncanakan antara tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau untuk memperjelas suatu persoalan, dibawah pimpinan seorang


(20)

pemimpin. Didalam melaksanakan bimbingan kelompok, diskusi kelompok tidak hanya untuk memecahkan masalah, tetapi juga untuk mencerahkan persoalan, serta untuk mengembangkan pribadi.

c. Teknik pemecahan masalah (problem solving) ; teknik pemecahan masalah merupakan suatu proses kreatif dimana individu menilai perubahan yang ada pada dirinya dan lingkungannya, dan membuat pilihan-pilihan baru, keputusan-keputusan atau penyesuaian yang selaras dengan tujuan dan nilai hidupnya. Teknik pemecahan masalah mengajarkan pada individu bagaimana pemecahan masalah secara sistematis.

Paparan diatas memunculkan anggapan bahwa konsep diri positif adalah merupakan aspek yang sangat penting. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memfasilitasinya adalah melalui layanan Bimbingan Kelompok dengan teknik pemberian informasi, diskusi, dan problem solving. Berdasarkan masalah inilah penulis sangat tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap fenomena tersebut diatas dan dituangkan serta menuliskannya dalam sebuah karya tulis ilmiah dengan judul: “Efektivitas Teknik Bimbingan Kelompok Untuk

Menigkatkan Konsep Diri Remaja (Studi Pre-Eksperimen pada Siswa kelas X SMK Yapema Gadingrejo Lampung)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang disusun dinyatakan bahwa konsep diri adalah hal yang sangat penting bagi remaja/siswa. Berdasarkan pra penelitian diperoleh data bahwa hampir 50% siswa kelas X mempunyai konsep diri yang belum positif, gejala yang nampak yaitu membolos, datang terlambat, hasil


(21)

prestasi belajar yang rendah, menyontek, membuat gaduh saat pelajaran, tidak menaruh hormat pada guru, berkelahi, adanya siswa yang melanggar tata tertib sekolah, adanya siswa yang memiliki perasaan rendah diri, dan adanya siswa yang mempunyai perasaan tidak mampu melaksanakan tugas. Siswa belum memiliki pemahaman yang komprehensif tentang dirinya. Siswa belum mampu mengetahui, menilai serta merencanakan suatu pengharapan masa depanya secara positif dan konstruktif.

Hal yang menarik adalah, bentuk-bentuk perilaku menyimpang tersebut muncul walaupun dilokasi penelitian pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling sudah berjalan. Permasalahan ini dapat diakibatkan oleh banyak faktor, baik berasal dari diri siswa sendiri atau dari komponen sekolah. Dalam hal ini salah satunya adalah guru bimbingan dan konseling yang belum menemukan suatu strategi atau teknik untuk membimbing siswa secara efektif. Berdasarkan fenomena tersebut dapat disusun rumusan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Seperti apa gambaran tentang konsep diri siswa kelas X SMK Yapema

Gadigrejo Lampung ?

2. Seberapa besar tingkat efektivitas teknik Bimbingan kelompok dapat memgembangkan konsep diri siswa kelas X SMK Yapema Gadigrejo Lampung ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian ini adalah merancang suatu strategi atau teknik bimbingan dan konseling yang dapat digunakan untuk meningkatkan konsep diri remaja.


(22)

2. Tujuan Khusus

Sesuai dengan batasan dan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

a. Gambaran konsep diri siswa kelas X SMK Yapema Gadigrejo Lampung b. Keefektifan bimbingan kelompok untuk meningkatkan konsep diri siswa

kelas X SMK Yapema Gadigrejo lampung.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat secara teoritis

Hasil yang didapatkan pada penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam bidang bimbingan dan konseling, khususnya terkait dengan teknik bimbingan untuk mengembangkan konsep diri remaja,

2. Manfaat secara praktis

a. Memperoleh gambaran yang benar dan komprehensif tentang konsep diri siswa kelas X SMK Yapema Gadingrejo Lampung

b. Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam mengembangkan teknik bimbingan dan konseling yang dapat digunakan untuk pengembangan konsep diri siswa.

E. Asumsi Penelitian

Melalui bimbingan kelompok akan terjadi suatu proses interaksi antar individu. Bimbingan kelompok menjadi wahana pemahaman nilai-nilai positif bagi siswa, khususnya sikap konsep diri positif dibentuk yang tidak hanya dengan pendekatan personal namun dengan pendekatan kelompok seperti bimbingan kelompok yang akan lebih optimal karena para siswa tidak akan merasa terhakimi oleh keadaan sendiri, mereka juga akan


(23)

pengembangan konsep diri yang positif, apalagi masalah konsep diri merupakan masalah yang banyak dialami oleh remaja sehingga untuk mengefisienkan waktu bimbingan kelompok dimungkinkan lebih efektif dibandingkan layanan konseling individual.

F. Hipotesis Penelitian

Bimbingan Kelompok memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

penigkatan konsep diri siswa. Atau dengan istilah lain teknik bimbingan kelompok efektif untuk meningkatkan konsep diri remaja.

G. Metode Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mendapat gambaran efektifitas teknik bimbingan kelompok untuk mengembangkan konsep diri yang positif. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pre experimental karena dalam penelitian ini tidak menggunakan kelompok

kontrol. Ada tiga jenis design yang dimasukkan dalam kategori pre experimental design yaitu one shot case study, pre test and post test, dan state group comparison. Dalam penelitian ini penulis menggunakan disain pre test and post

test design.

Dalam penelitian ini perlakuan yang akan diberikan adalah bimbingan kelompok . Untuk dapat mengetahui keefektivan dari teknik bimbingan kelompok yang digunakan adalah dengan cara membandingkan antara hasil pre test dan post test yang telah diberikan kepada kelompok eksperimen.


(24)

H. Lokasi dan Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas X SMK Yapepa Gadingrejo Lampung yang berlokasi dijalan Bimpa No.54 Gadingrejo Lampung. Dasar pertimbangan yang diambil adalah bahwa dalam hal ini siswa SMK kelas X yang secara hukum perkembangan masuk dalam kategori usia remaja awal, dimana kita ketahui bersama bahwa remaja pada tahap perkembangan ini merupakan usia yang rawan sehingga perlu perhatian secara lebih khusus agar hidupnya lebih sejahtera dimasa yang akan datang.


(25)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan penelitian dalam rangka penyusunan tesis. Hal-hal yang dibahas pada bagian ini adalah metode dan desain penelitian, alur penelitian, lokasi dan subyek penelitian, devenisi operasional variable, teknik pengumpulan data dan teknik analisis pengolahan data

A. Metode dan Desain Penelitian

Hal penting yang perlu diperhatikan bagi seorang peneliti adalah pada ketepatan penggunaan metode yang sesuai dengan objek penelitian dan tujuan yang ingin dicapai. Dengan penguasaan metode penelitian yang mantap diharapkan penelitian dapat berjalan dengan baik, terarah dan sistematis.

Penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu penelitian eksperimen “Eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor yang lain yang bisa menganggu“ (Arikunto, 2002:3).

Terdapat bermacam-macam desain penelitian baik yang termasuk Pre-Eksperimental atau True-Pre-Eksperimental Design. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan Pre-eksperimental Design karena tanpa menggunakan kelompok kontrol.


(26)

Tabel 3.1. Desain Penelitian

Pretest Perlakuan Posttest

O1 X O2

(Arikunto, 2002:78) Keterangan :

01 : Pretest (pengukuran/observasi pertama, konsep diri sebelum diberi layanan bimbingan kelompok).

X : Perlakuan (pelaksanaan layanan bimbingan kelompok pada siswa kelas X SMK Yapema Gadingrejo Lampung).

02 : Postest/kondisi setelah perlakuan

B. Alur Penelitian

Alur penelitian yang digunakan ditunjukkan pada bagan 3.1:

Validasi, Uji Coba, Revisi

Studi Literatur: layanan bimbingan kelompok, konsep diri

Penyusunan Rencana layanan bimbingan Penyusunan Instrumen

Untuk mengungkap konsep diri siswa

Pembahasan

Layanan bimbingan kelompok Perumusan Masalah

Tes Akhir(Posttest)

Pengolahan dan analisis data

Kesimpulan Studi Pendahuluan


(27)

C. Lokasi dan Subyek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Tempat atau lokasi penelitian di SMK Yapema gading rejo yang beralamat di jalan Bima No. 54 Wono Karto kecamatan Gadingrejo kabupaten Pringsewu provinsi Lampung.

SMK Yapema Gadingrejo dianggap representatif untuk dijadikan tempat penelitian karena belum ada sebuah program kegiatan yang khusus dilaksanakan untuk mengembangkan konsep diri siswa. Selain itu berdasarkan hail observasi banyak fakta-fakta yang menyatakan adanya berbagai pelanggaran yang mengarah pada perilaku yang menyimpang serta terkait dengan konsep diri siswa yang cenderung negatif.

2. Subyek Penelitian

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto,2002:109). Menurut Hadi (1994:221) sampel adalah sebagian dari populasi. Dengan demikian sampel adalah sebagian dari populasi yang menjadi objek penelitian.

Ada pun sampel tersebut sebanyak 10 (sepuluh) siswa dalam satu kelompok. Dalam penelitian ini langkah-langkah pengambilan sampel adalah sebagai berikut a. Memberikan instrumen skala konsep diri secara keseluruhan kepada

populasi yaitu siswa kelas X.

b. Apabila siswa yang konsep dirinya negatif berjumlah lebih banyak dari 10 siswa, maka akan mengambil siswa secara random dengan nilai terendah, yang akan dibuat kelompok dengan harapan mempunyai ciri-ciri yang sama atau homogen.


(28)

c. Memberikan perlakuan atau treatmen kepada kelompok (10 siswa) yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian.

Penelitian ini diberikan kepada siswa yang mempunyai konsep diri negatif, maka teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling atau pengambilan sampel berdasarkan tujuan. Pengambilan sampel

bertujuan ini dilakukan dengan cara mengambil subjek, atas adanya tujuan tertentu. Tujuan yang dimaksud adalah membentuk konsep diri positif melalui layanan bimbingan kelompok. Di samping sampel tujuan juga ditetapkan sampel kuota yaitu mendasarkan pada jumlah yang ditentukan. Jumlah yang dimaksud adalah jumlah anggota kelompok.

Teknik ini dilakukan berdasarkan pertimbangan jika dibandingkan dengan teknik lain lebih efisien dan efektif, efisien yang dimaksud adalah mempertimbangkan karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya dan efektif dimaksudkan bila langsung melalui studi pendahuluan dapat menentukan sejumlah sampel dengan tepat, dalam hal ini pengambilan sampel berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian yaitu siswa-siswa yang mempunyai konsep diri negatif yang bercirikan sebagai berikut : mempunyai hasil prestasi belajar rendah, melanggar tata tertib sekolah, perasaan rendah diri, perasaan tidak mampu melaksanakan tugas dan membutuhkan pertolongan kelompok untuk memecahkannya.


(29)

D. Variabel Penelitian

Variabel adalah obyek penelitian yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 1993:91). Dalam penelitian ini terdapat variable penyebab atau variabel bebas (X) dan variabel akibat atau terikat (Y). Variabel penelitian ini adalah :

a. Variabel Bebas (X)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang diselidiki pengaruhnya. Dalam penelitian ini sebagai variabel bebas adalah Teknik Bimbingan Kelompok. b. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat adalah variabel yang timbul sebagai akibat dari variabel bebas. Sebagai variabel terikat adalah Konsep Diri. Hubungan antar kedua variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar . Hubungan antar Variabel

c. Defenisi Operasional Variabel 1. Konsep diri

Rogers (1951) dalam Burns (1979:57) mengemukakan bahwa konsep diri meliputi unsur-unsur persepsi individu terhadap karakteristik-karakteristik dan kemampuan-kemampuanya sendiri, pandangan individu tentang dirinya sendiri dalam hubunganya dengan orang lain dan lingkunganya, persepsi tentang

kualitas-Teknik Bimbingan Kelompok (X)

Konsep Diri (Y)


(30)

kualitas nilai dalam hubunganya dengan pengalaman-pengalaman, obyek, tujuan, dan cita-cita yang dianggap memiliki valensi positif atau negatif.

Sejalan dengan Rogers, Steaines (1954) mendefinisikan konsep diri sebagi suatu system yang disadari mengenai persepsi, konsep-konsep, dan evaluasi-evaluasi mengenai apa yang dilihat ataupun yang diketahui induvidu dari dirinya sendiri (Burns, 1979:57).

Markus dan Nurius (Calhoun dan Acocella, 1990:39) mendefinisikan konsep diri sebagai suatu pandangan pribadi yang dimiliki seseorang mengenai dirinya, baik menyangkut diri-fisik, diri sebagai proses, diri-sosial, maupun cita-diri (apa yang diinginkan)

Cawagas (Pujijogyanti, 1993:3) mengemukakan bahwa konsep diri meliputi seluruh pandangan individu mengenai dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahanya, kepandaianya, kegagalan-kegagalanya, dan sebagainya.

Dalam penelitian ini konsep diri adalah cara pandang individu terhadap dirinya yang menyangkut pemahamam, penilaian, dan harapan-harapan seseorang terhadap dirinya sendiri, baik mengenai diri fisik, diri psikis, maupun diri sosial.

Konsep diri bisa bersifat positif dan juga negatif. Ada dua bentuk konsep diri yang dapat dikategorikan negatif (Calhoun & Acocella, 1995:72) yaitu: Pertama; apabila seseorang memandang dirinya secara tidak beraturan, tidak

memiliki kestabilan perasaan dan keutuhan diri. Seseorang tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan kelemahannya, atau apa yang dihargai dalam hidupnya. Erikson (Maier, 1965:55) menyebutnya sebagai tidak memiliki identitas ego.


(31)

Kedua; konsep diri dapat dikategorikan positif apabila seseorang dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang mungkin sangat beragam tentang dirinya secara positif dan dinamis. Seseorang bisa menerima dirinya apa adanya. Seseorang yang memiliki konsep diri positif, akan memiliki harapan-harapan dan mampu merancang tujuan-tujuan hidup yang sesuai dan realistis, mengacu pada terpenuhinya harapan-harapan tersebut. Termasuk di dalamnya sikap optimistik, terbuka terhadap kritik, serta mampu menyelesaikan masalah dan konflik pribadi secara cepat dan berhasil guna (Calhoun & Acocella, 1995:74).

Konsep diri positif tersebut berfungsi sebagai modal bagi individu yang bersangkutan untuk menatap masa depannya secara lebih optimistik. Jika ia memperoleh informasi baru dari lingkungannya, maka ia tidak akan memandang informasi itu sebagai ancaman yang dapat mencemaskan dirinya. Seseorang dengan konsep diri positif dimungkinkan untuk dapat tampil ke depan secara bebas, bertindak dengan berani dan spontan, serta memperlakukan orang lain dengan hangat dan hormat. Dengan demikian, hidup baginya akan terasa menyenangkan, penuh kejutan, dan mendatangkan imbalan yang signifikan (Calhoun & Acocella, 1995:74).

Jika konsep diri individu positif, maka dengan sendirinya minat-minatnya juga akan tumbuh dan berkembang menuju terujudnya tujuan-tujuan hidup dan harapan-harapan hidup yang lebih baik di masa depannya.. Konsep diri positive (positive self-concept) (Burns, 1979:57) dapat disamakan dengan evaluasi positif

(positive sel-evaluation), penghargaan diri positif (positive self-respect), harga


(32)

self-acceptance). Sebaliknya, konsep diri negatif (negative self-concept) sama artinya

dengan evaluasi diri negatif (negative self-evaluation), membenci diri (self-hatred), perasaan rendah diri (inferiority), kurang menghargai dan penerimaan diri

(lack of feelings of personal worthiness and self-acceptance).

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang yang memiliki konsep diri positif ditandai oleh penilaian diri secara realistik, bersikap positif pada diri sendiri dan orang lain, percaya diri (self-confidence), memiliki ketegasan dan spontan, optimistik, mampu menangani masalah atau konflik pribadi secara efektif, tampil bebas, memiliki kehangatan dalam hubungan sosial, memiliki harapan hidup, dan mampu merencanakan sesuatu untuk perujudan harapan-harapan hidupnya secara positif dan dinamis pula. Salah satu bentuk perujudan harapan-harapan itu adalah adanya minat-minat untuk memperoleh kehidupan secara lebih baik.

2. Teknik Bimbingan Kelompok

Layanan bimbingan kelompok merupakan strategi layanan dasar dalam suatu program bimbimbingan konseling, layanan ini dimaksudkan karena bimbingan kelompok maupun bimbingan klasikal diperuntukan bagi semua anak dan materi yang disampaikan berisi informasi dan orientasi.

Faktor yang mendasar penyelenggaraan bimbingan kelompok adalah bahwa proses pembelajaran dalam bentuk pengubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku termasuk dalam hal pemecahan masalah dapat terjadi melalui proses kelompok. Dalam suatu kelompok, anggotanya dapat memberi umpan balik yang diperlukan untuk membantu mengatasi masalah anggota yang lain, dan anggota


(33)

satu dengan yang lainnya saling memberi dan menerima. Perasaan dan hubungan antar anggota sangat ditekankan di dalam kelompok ini. Dengan demikian antar anggota akan dapat belajar tentang dirinya dalam hubungannya dengan anggota yang lain atau dengan orang lain. Selain itu di dalam bimbingan kelompok, anggota dapat pula belajar untuk memecahkan masalah berdasarkan masukan dari anggota yang lain.

Teknik Bimbingan kelompok adalah strategi atau pendekatan layanan yang diberikan dalam format kelompok sebagai sarana pemberian informasi tentang pembentukan konsep diri siswa secara komperhensif. Kegiatan umumnya dilakukan secara kelompok ; dan berfungsi bukan saja hanya meberi informasi tetapi juga mendorong peserta didik untuk saling menyesuaikan, menyalurkan dorongan-dorongan mereka, mengembangkan kemampuan tertentu, mengadakan katarsis, sublimasi, kompensasi, tukar menukar pengalaman dan ide-ide serta mereduksi ketegangan-ketegangan.

Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam bimbingan kelompok, seperti yang disebutkan oleh Tatiek Romlah (2001: 87) Beberapa teknik yang biasa digunakan dalam pelaksanaan bimbingan kelompok yaitu, antara lain : pemberian informasi, diskusi kelompok, pemecahan masalah (problem solving), permaianan peranan (role playing), permainan simulasi (simulation games), karyawisata (field trip), penciptaan suasana keluarga (Home Room).

Dari beberapa teknik di atas tidak semuanya akan digunakan membentuk konsep diri positif, oleh sebab itu akan dipilih beberapa teknik yang sekiranya memenuhi standar yang dapat membantu membentuk konsep diri positif pada


(34)

siswa, dari kriteria di atas dapat diperoleh beberapa teknik yang bisa digunakan untuk membentuk konsep diri positif siswa antara lain: pemberian informasi,

diskusi kelompok dan problem solving.

E. Metode dan Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data merupakan suatu cara yang ditempuh oleh peneliti untuk memperoleh data yang diteliti. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologi. Skala psikologi adalah skala untuk pengukuran di bidang psikologis. Skala psikologi merupakan alat ukur aspek psikologis atau atribut afektif (Azwar, 2000:3). Sedangkan alat pengumpul data yang digunakan adalah skala konsep diri untuk mengetahui konsep diri siswa.

Pada skala psikologi pertanyaannya merupakan stimulus yang tertuju pada indikator untuk memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan diri subjek yang biasanya tidak disadari oleh responden yang bersangkutan. Format respon yang digunakan dalam instrumen penelitian ini terdiri dari 4 pilihan jawaban dari pertanyaan yang ada. Nilai tengah dihilangkan untuk menghindari kecenderungan responden memilih jawaban yang berada pada nilai tengah tersebut atau jawaban ragu-ragu.

Ada pun pemberian skor tersebut adalah SS (Sangat Sesuai) = skor 4, S (Sesuai) = skor 3, TS (Tidak Sesuai) = 2, STS (Sangat Tidak Sesuai) = 1, dan jika pertanyaannya negatif maka skornya SS (Sangat Sesuai) = skor 1, S (Sesuai) = skor 2, KS, TS (Tidak Sesuai) = 3, STS (Sangat Tidak Sesuai) = 4.


(35)

Instrumen yang berupa skala konsep diri dibuat dalam format sebagai berikut :

3.1 Kisi-Kisi Instrumen Konsep Diri

Aspek Indikator Nomor Item

+ -

1. Menilai dan

menerima diri secara realistis

a. Mampu memahami kelebi han dan kekurangan yang dimiliki

b. Memiliki rasa puas dengan apa yang dicapai

1,4

6

2,3,5

7,8

2. Bersikap positif terhadap orang lain

a. Menghargai orang lain b. Ikut merasa senang atas

keberhasilan orang lain c. Mampu berempati kepada

orang lain 9 11,12 14,15,16 10 13

3. Memiliki rasa percaya diri

a. Merasa yakin dalam meng hadapi masalah pribadi b. Merasa yakinketika ber

bicara di depan umum c. Merasa yakin ketika meng

hadapi pekerjaan atau tugas 17.18 20,21 23,24 19 22 25,26

4. Memiliki ketega san dan spontani tas

a. Bersikap tegas/teguh dan bertanggung jawab dalam segala hal

b. Berperilaku spontan dan baik

c. Berbicara dan berbuat dengan jujur

27,28, 29,30

31,32,33

35 34

5. Optimis a. Tidak suka mengeluh

b. Merasa yakin dengan kemampuan yang dimiliki

36,37 39,40

38 41,42


(36)

c. Semangat untuk mengem bangkan diri

43,44 45,46

6. Mampu mengatasi

masalah dan

konflik secara efektif

a. Mampu mengambil hik mah dari segala peristiwa yang dialami

b. Menjadikan kegagalan sebagai semangat untuk lebih baik

47,48 49,50

51,52,53

7. Dapat tampil

bebas dalam

situasi sosial

a. Merasa pantas bergaul dengan siapapun

b. Mampu bersaing bebas dengan siapapun

c. Membiarkan orang lain menjadi dirinya sendiri

56 59,60

54,55

57,58

Rentangan penilaian pada skala konsep diri positif dalam penelitian ini menggunakan rentangan skor dari 1-4 dengan banyaknya item 60, sehingga interval kriteria tersebut dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut :

Skor maksimum : 4 X 60 = 240 Skor minimum : 1 X 60 = 60

Rentang : 240 – 60 = 180

Panjang kelas interval : 180 : 4 = 45

Persentase skor maksimum (4 : 4) X 100% = 100% Persentase skor minimum (1 : 4) X 100% = 25% Rentang persentase skor = 100% - 25% = 75%

Banyaknya kriteria = (Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang, Rendah) Panjang kelas interval = rentang : banyaknya kriteria


(37)

Berdasarkan panjang kelas tersebut, maka interval kriterianya : Tabel 3.2

Kriteria Tingkat Konsep Diri Positif

Interval Interval % Kategori

195 – 240 150 – 194 105 – 149 60 – 104

81,26 – 100,00% 62,51 – 81,25 % 43,76 – 62,50 % 25,00 – 43,75 %

Sangat Tinggi Tinggi Rendah Sangat rendah

F. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan tiga macam cara pengumpulan data yaitu melalui observasi, angket, dan wawancara. Dalam pengumpulan data ini terlebih dahulu menentukan sumber data, kemudian jenis data, teknik pengumpulan data, dan instrumen yang digunakan. Teknik pengumpulan data secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3.

Teknik Pengumpulan Data

No Sumber Data Jenis Data Teknik Pengumpulan Instumen 1 Siswa Konsep diri siswa sebelum

mendapatkan perlakuan dan setelah mendapat perlakuan.

Pretest dan Posttest Angket

2 Siswa Aktivitas keseharian siswa disekolah

Observasi Pedoman observasi .

3 Siswa Anggapan-anggapan tentang diri siswa

Wawancara Pedoman wawancara


(38)

Pengolahan data diawali dengan mengukur validitas, reliabilitas, instrumen penelitian. Ketentuan-ketentuan yang akan digunakan bagi keperluan analisis data adalah:

1. Uji Instrumen Penelitian

a. Validitas Butir Instrumen

Validitas butir instrumen digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir instrumen observasi terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir instrumen, skor-skor yang ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Sebuah butir instrumen akan memiliki validitas yang tinggi jika skor instrumen tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap skor total. Dukungan setiap butir instrumen dinyatakan dalam bentuk korelasi, sehingga untuk mendapatkan validitas suatu butir instrumen digunakan rumus korelasi.

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment pearson (Arikunto, 2002: 46).

∑ ∑ ∑

∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan:

= Koefesien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel

yang dikorelasikan. X = Skor item

Y = Skor total N = Jumlah siswa


(39)

Kemudian untuk mengetahui signifikansi korelasi dilakukan uji-t dengan rumus sebagai berikut (Sudjana, 2002: 53):

Kriteria pengujian berdasarkan harga t hitung dibandingkan dengan t tabel. Jika pada taraf signifikan 95%, thitung < ttabel maka H0 diterima. Sebaliknya, jika thitung>ttabel maka H0 ditolak.

Keterangan: t : Uji t

: Koefisien korelasi N : Jumlah subyek

Berdasarkan ujicoba instrumen yang telah dilakukan dan dianalisis menggunakan rumus Product Moment dan uji t dari 75 item pada setiap instrumen terdapat 15 item yang tidak valid dan 15 item yang tidak valid yaitu: 1, 6, 8, 30, 42, 45, 49, 50, 51, 53, 54, 60, 61, 72, dan 75. Item yang tidak valid tidak digunakan dalam instrumen penelitian karena dianggap setiap indikator sudah terdapat item yang mewakili. Dengan demikian item yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 60 item.

Untuk lebih jelas, data uji validitas instrument dapat dilihat pada table berikut ini.

Tabel 3.4


(40)

No

Keputusan Hitungan Validitas Item rhit thit ttabel

1 0,28 0,82 2,306 Tidak Valid Setelah ditabulasikan mengguna

2 0,61 2,74 2,306 Valid kan rumus Korelasi Product

3 0,77 3,42 2,306 Valid Moment (r hitung ) kemudian diban

4 0,83 7,55 2,306 Valid dingkan dengan rumus (t hitung )

5 0,74 3,11 2,306 Valid sebagai berikut :

6 0,54 1,82 2,306 Tidak Valid Contoh hitungan item no. 1

7 0,84 4,38 2,306 Valid t hitung =

8 0,41 1,39 2,306 Tidak Valid

9 0,74 3,11 2,306 Valid

10 0,94 7,79 2,306 Valid t hit =

11 0,77 3,42 2,306 Valid

12 0,89 12,11 2,306 Valid =

13 0,87 10,13 2,306 Valid

14 0,83 7,55 2,306 Valid = 0,82

15 0,88 5,24 2,306 Valid

16 0,94 7,79 2,306 Valid Distribusi t untuk α = 0,05 dan uji

17 0,69 2,65 2,306 Valid dua pihak dengan derajat kebeba

18 0,75 4,85 2,306 Valid san (dk = n - 2 = 10 - 2 = 8,

19 0,80 3,77 2,306 Valid sehingga diperoleh t tabel = 2,306

20 0,81 3,91 2,306 Valid

21 0,90 5,84 2,306 Valid Kaidah keputusan :

22 0,67 2,55 2,306 Valid Jika t hitung > t tabel, berarti valid

23 0,74 4,63 2,306 Valid Jika t hitung < t tabel, berarti tidak valid

24 0,88 5,24 2,306 Valid

25 0,72 2,94 2,306 Valid Ternyata : 0,82 > 2,306 maka item

26 0,68 3,58 2,306 Valid (no.1) dinyatakan valid.

27 0,71 2,85 2,306 Valid Demikian juga hitungan (item

28 0,82 7,08 2,306 Valid No. 2 - No. 75).

29 0,70 7,62 2,306 Valid

30 0,50 1,83 2,306 Tidak Valid

31 0,73 3,02 2,306 Valid

32 0,81 3,91 2,306 Valid

33 0,91 14,98 2,306 Valid

34 0,86 4,77 2,306 Valid

35 0,75 3,21 2,306 Valid

36 0,74 3,11 2,306 Valid

37 0,69 2,69 2,306 Valid

38 0,78 3,53 2,306 Valid

39 0,66 2,49 2,306 Valid

40 0,74 3,11 2,306 Valid

41 0,81 3,91 2,306 Valid

42 0,50 1,89 2,306 Tidak Valid

2 1 2 r n r − − 2 28 , 0 1 2 10 28 , 0 − − 96 , 0 7924 , 0


(41)

43 0,92 6,64 2,306 Valid

44 0,70 7,62 2,306 Valid

45 0,59 2,07 2,306 Tidak Valid

46 0,65 2,44 2,306 Valid

47 0,73 4,44 2,306 Valid

48 0,77 3,42 2,306 Valid

49 0,32 0,96 2,306 Tidak Valid

50 0,41 1,24 2,306 Tidak Valid

51 0,52 1,72 2,306 Tidak Valid

52 0,66 2,49 2,306 Valid

53 0,50 1,89 2,306 Tidak Valid

54 0,53 1,76 2,306 Tidak Valid

55 0,71 2,85 2,306 Valid

56 0,81 3,91 2,306 Valid

57 0,68 3,58 2,306 Valid

58 0,73 3,02 2,306 Valid

59 0,77 3,42 2,306 Valid

60 0,25 0,73 2,306 Tidak Valid

61 0,37 1,13 2,306 Tidak Valid

62 0,73 3,02 2,306 Valid

63 0,88 3,02 2,306 Valid

64 0,78 3,53 2,306 Valid

65 0,83 7,55 2,306 Valid

66 0,70 7,62 2,306 Valid

67 0,73 3,02 2,306 Valid

68 0,81 3,91 2,306 Valid

69 0,89 12,11 2,306 Valid

70 0,94 7,79 2,306 Valid

71 0,74 4,63 2,306 Valid

72 0,33 0,99 2,306 Tidak Valid

73 0,72 2,94 2,306 Valid

74 0,69 2,69 2,306 Valid

75 0,38 1,16 2,306 Tidak Valid

a. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh ketika uji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau satu pengukuran ke pengukuran yang lainnya. Setelah ditabulasikan dengan rumus korelasi. Product Moment (r b) berikut ini


(42)

rXY =

( )( )

( )

}

{

( )

}

{

− − − 2 2 2 2 . . . Y Y N X X N Y X XY N Keterangan :

rXY = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel yang dikorelasikan.

X = Skor item Y = Skor total

N = jumlah siswa (Arikunto, 2002:46)

Kemudian dibandingkan dengan Spearman Brown (r 11) sebagai berikut:

b r rb r + = 1 2 11 Dimana.: 11

r = koefisien reliabilitas internal seluruh item

r b = Korelasi Product Moment antara belahan(ganjil genap) atau( awal-akhir)

(Ridwan, 2009:331)

Untuk mengetahui signifikansi untuk = 0,05 dan dk = n-2 untuk mencari nilai t tabel .

Kaidah keputusan: Jika r11 > r tabel, berarti reliable

11


(43)

Untuk lebih jelas, data uji reliabilitas instrument dapat dilihat pada table berikut ini.

Tabel 3.5

Hasil uji coba Reliabilitas Intrumen Konsep Diri

No Item Koefisien Harga r11 Harga ttabel Keputu san Hitungan Reliabilitas Korelasi

(rb)

1 0,28 0,437 0,707

Tidak

Reliabel Setelah ditabulasikan mengguna

kan rumus Korelasi Product Moment (rb ) kemudian diban dingkan dengan Spearamen Brown sebagai berikut :

Contoh hitungan item no. 1 t11 = = = 0,437

Distribusi t untuk α = 0,05 dan uji dua pihak dengan derajat kebeba san (dk = n - 2 = 10 - 2 = 8, sehingga diperoleh r tabel = 0,707

Kaidah keputusan :

Jika r 11 > r tabel, berarti reliabel Jika r 11 < r tabel, berarti tidak reliabel

Ternyata : 0,437 > 0,707 maka item nomor 1 tidak valid.

Demikian juga hitungan (item No.1 - No. 75).

2 0,61 0,758 0,707 Reliabel

3 0,77 0,870 0,707 Reliabel

4 0,83 0,907 0,707 Reliabel

5 0,74 0,850 0,707 Reliabel

6 0,54 0,701 0,707

Tidak Reliabel

7 0,84 0,913 0,707 Reliabel

8 0,41 0,581 0,707

Tidak Reliabel

9 0,74 0,850 0,707 Reliabel

10 0,94 0,969 0,707 Reliabel

11 0,77 0,870 0,707 Reliabel

12 0,89 0,942 0,707 Reliabel

13 0,87 0,930 0,707 Reliabel

14 0,83 0,907 0,707 Reliabel

15 0,88 0,936 0,707 Reliabel

16 0,94 0,969 0,707 Reliabel

17 0,69 0,816 0,707 Reliabel

18 0,75 0,857 0,707 Reliabel

19 0,80 0,889 0,707 Reliabel

20 0,81 0,81 0,707 Reliabel

21 0,90 0,90 0,707 Reliabel

22 0,67 0,67 0,707 Reliabel

23 0,74 0,74 0,707 Reliabel

24 0,88 0,88 0,707 Reliabel

25 0,72 0,72 0,707 Reliabel

26 0,68 0,68 0,707 Reliabel

27 0,71 0,71 0,707 Reliabel

28 0,82 0,82 0,707 Reliabel

29 0,70 0,70 0,707 Reliabel

30 0,50 0,50 0,707

Tidak Reliabel

31 0,73 0,73 0,707 Reliabel

32 0,81 0,81 0,707 Reliabel

rb rb + 1 . 2 28 , 0 1 ) 28 , 0 .( 2 +

28

,

1

56

,

0


(44)

33 0,91 0,91 0,707 Reliabel

34 0,86 0,86 0,707 Reliabel

35 0,75 0,857 0,707 Reliabel

36 0,74 0,850 0,707 Reliabel

37 0,69 0,816 0,707 Reliabel

38 0,78 0,876 0,707 Reliabel

39 0,66 0,795 0,707 Reliabel

40 0,74 0,850 0,707 Reliabel

41 0,81 0,895 0,707 Reliabel

42 0,50 0,667 0,707

Tidak Reliabel

43 0,92 0,958 0,707 Reliabel

44 0,70 0,823 0,707 Reliabel

45 0,59 0,702 0,707

Tidak Reliabel

46 0,65 0,789 0,707 Reliabel

47 0,73 0,844 0,707 Reliabel

48 0,77 0,870 0,707 Reliabel

49 0,32 0,485 0,707

Tidak Reliabel

50 0,41 0,582 0,707

Tidak Reliabel

51 0,52 0,684 0,707

Tidak Reliabel

52 0,66 0,795 0,707 Reliabel

53 0,50 0,667 0,707

Tidak Reliabel

54 0,53 0,693 0,707

Tidak Reliabel

55 0,71 0,830 0,707 Reliabel

56 0,81 0,895 0,707 Reliabel

57 0,68 0,809 0,707 Reliabel

58 0,73 0,844 0,707 Reliabel

59 0,77 0,870 0,707 Reliabel

60 0,25 0,400 0,707

Tidak Reliabel

61 0,37 0,540 0,707

Tidak Reliabel

62 0,73 0,844 0,707 Reliabel

63 0,88 0,936 0,707 Reliabel

64 0,78 0,876 0,707 Reliabel

65 0,83 0,907 0,707 Reliabel

66 0,70 0,923 0,707 Reliabel

67 0,73 0,844 0,707 Reliabel

68 0,81 0,895 0,707 Reliabel

69 0,89 0,942 0,707 Reliabel

70 0,94 0,969 0,707 Reliabel

71 0,74 0,850 0,707 Reliabel

72 0,33 0,496 0,707

Tidak Reliabel


(45)

73 0,72 0,837 0,707 Reliabel

74 0,69 0,816 0,707 Reliabel

75 0,38 0,551 0,707

Tidak Reliabel

2. Peningkatan Konsep Diri

Teknik analisis data yang digunakan untuk menjawab hipotesis dalam penelitian ini digunakan metode non parameterik, dengan menggunakan Uji Wilcoxon karena mengacu pada variabel data yang ada dalam penelitian ini

adalah variabel data ordinal, selain itu uji Wilcoxon tidak menerapkan syarat-syarat mengenai parameter-parameter populasi yang merupakan penelitian. Di samping menggunakan uji Wilcoxon dalam penelitian ini juga digunakan teknik analisis deskriptif persentase. Uji Wilcoxon yaitu dengan mencari perbedaan mean pre- test dan post-test.

Untuk mencari besarnya harga W adalah dengan mengambil harga yang terkecil dari W+ dan W-. Hipotesis nol (Ho), jika µA - µB = 0 dapat ditolak dan menerima tandinganya µA - µB ≠ 0, hanya jika W+ dan W- cukup kecil, dengan kata lain W juga cukup kecil. Sederhananya tolak Ho, jika W < Wtab dengan taraf signifikansi yang ditentukan sebelumnya. Pendekatan menghitung statistik wilcoxson W+ ( atau W ) dengan menggunakan distribusi normal dapat dilakukan jika n ≥ 15 dengan menggunakan uji statistik (Furqon, 2008:247).


(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada bagian ini dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan merupakan integrasi hasil kajian teoritis dan empiris yang disajikan secara berurutan berdasarkan pertanyaan penelitian. Rekomendasi penelitian ditunjukan kepada guru bimbingan dan konseling, kepala sekolah dan peneliti selanjutnya.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Dari sejumlah siswa kelas X SMK Yapema Gadigrejo Lampung, terdapat 10 responden yang memiliki konsep diri rendah. Rendahnya konsep diri siswa dapat terlihat pada sejumlah fakta-fakta yang menunjukan siswa lemah atau memiliki masalah pada : 1). Kemampuan menilai dan menerima diri secara realistis, 2). bersikap positif terhadap orang lain, 3). memiliki rasa percaya diri, 4). memiliki ketegasan dan spontanitas, 5). optimis, 6). mampu mengatasi masalah, dan 7). dapat tampil bebas dalam situasi sosial.

2. Setelah mendapatkan treatment (perlakuan) berupa layanan bimbingan konseling kelompok, ternyata terjadi perubahan pada diri siswa yang memiliki konsep diri negatif/rendah. Setelah mengikuti kegiatan layanan


(47)

bimbingan konseling kelompok terdapat peningkatan yang signifikan, yaitu terdapat 2 siswa (20%) yang memiliki konsep diri sangat tinggi, 8 siswa (80%) dalam kategori tinggi. Rata-rata skor konsep diri sebelum mengikuti kegiatan layanan bimbingan konseling kelompok adalah 129,2 dalam kategori rendah, dan setelah mengikuti kegiatan layanan bimbingan konseling kelompok meningkat menjadi 193,3 dalam kategori tinggi. Ditunjukkan pula dari hasil uji Wilcoxon diperoleh Whitung = 621,5 yang lebih besar dari W tabel untuk n = 10 dan α = 0,05 = 11. Hal ini

menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan pada konsep diri setelah mengikuti kegiatan layanan bimbingan konseling kelompok. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teknik bimbingan kelompok memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan konsep diri siswa, atau dengan istilah lain teknik bimbingan kelompok efktif untuk meningkatkan konsep diri remaja.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis merekomendasikan kepada beberapa pihak berikut:

1. Kepada Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor

Layanan bimbingan konseling kelompok ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan konsep diri positif pada remaja. Karena dengan bimbinga kelompok ini pencapaian peningkatan konsep diri secara keseluruhan terbukti lebih baik. Dengan kata lain,


(48)

bimbingan kelompok dapat dijadikan sebagai pedoman layanan bimbingan oleh konselor atau guru Bimbingan dan Konseling.

2. Kepada Kepala Sekolah

Kepala sekolah dan jajaranya yang merupakan bagian dari dukungan sistem yang memiliki peran penting dalam pelaksanaan layanan BK disekolah, diharapkan dapat memberikan dukungan secara penuh dalam penyelenggaraan layanan BK kepada Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor. Sehingga proses layanan dapat berlangsung secara efektif atau berdayaguna dan berkontribusi secara nyata khususnya dalam usaha peningkatan konsep diri siswa secara positif.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian terkait dengan teknik bimbingan kelompok untuk meningkatkan konsep diri, perlu kiranya mengkaji dari sudut pandang atau cara pendekatan lain dan aspek-aspek lain yang berpengaruh pada usaha meningkatkan konsep diri siswa agar positif, serta menyusun sebuah program dan cara pendekatan yang konstruktif dan kolaboratif sehingga usaha yang dilakukan dapat lebih efektif.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. (2004). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Agustiani, Hendriati (2006). Psikologi Perkembangan. Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Bandung. Refika Aditama.

American School Counselor Organization (ASCA). 2006. Why Elementary School Counselor. Alexandria: Timberlake Publising. http://www.schoolcounselor-org.

Arikunto, Suharsimi. (1998). Prosedur Penelitian. Jakarta Rineka Cipta.

Asosiasi Bimbingan dan Konseling (ABKIN)- 2008. Penawan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal . Bandung. Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas 11mu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia.

Azwar. S. 2000. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Azzahrani, Musfir. (2005). Konseling Terapi. Jakarta: Gema Insani Press.

Bakare, C, GM. (1977). Student Problems Inventory. Ibadan. Nigeria. University Press.

Baron, A. Robert & Byrne, Donn (2005). Psikologi Sosial. Jakarta : Erlangga. Burn, R.B (1993). Konsep Diri. Jakarta : Arean.

Byrne, et al. (1971). The Attraction Paradigm. New York: Academic Press. 187 Calhoun, James; Acocella, Joan, Ross; alih bahasa Satrnoko, RS. (1995).

Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Semarang: MIP Semarang Press.

Centi, J.Paul. 1993. Mengapa Rendah Diri. Yogyakarta: Kanisius.

Cohen, Louis, and Manion, Lawrence. (1994). Research Methods in Education. London: Routledge.

Dayakisni, Tri & Hudainah (2003). Psikologi Sosial. Malang: UMM Press

Denscombe, Martyr, (1998) The Good Research Guide for Small-Scare Social Research Projects. Philadelphia: Open University Press.


(50)

Elliot, John- (1991). Action Research for Educational Change. Philadelphia: Open University Press.

Ethington, CA. (2000). Influences of The Normative Environment ofpeer Groups on Community College Students' Perception of Growth and Development. Research in Higher Education, 41. Human Sciences Press, Inc.

Adebaju Omotesu, Bonke (26©6). Influence of Selected Socio-demographic French, DC. (1990). "Heterogeneity of Peer-Rejected Girl". Child Development Fritz, RH. (1999). Multicultural Peer Counseling: Counseling the. Multicultural

Student. Journal of Adolence 1999.22.515-526. (Online). Tersedia: http://www.ideatibrary.com. Akses 12 September 2006.

Hopkins, David. (1993). A Teacher's Guide to Classroom Research. Philadelphia: Open University Press.

Hurlock, Elizabeth, alih bahasa. (1978). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga. Hurlock, Elizabeth, alih bahasa. (1980). Psikologi Perkembangan (Sualu

Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan). Jakarta: Erlangga.

Hurlock, Elizabeth B, (1999). Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan). Jakarta: Erlangga.

Moro and Kottman. (1995) Guidance and Counceling in The Elementary and Middle Schools. Lowa : Brown & Benchark Publiser

Nasution. (1992) Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito Natawidjaya, Rochman. (1987) Pendekatan-pendekatan dalam penyuluhan

Kelompok I. Bandung : CV. Diponegoro

Nurihsan, 1, dkk. (2005). Manajemen Bimbingan dan Konseling_ di SMP. Jakarta: PT. Gramedia.

Nurihsan, 1, dkk. (2005). Manajemen Bimbingan dan Konseling_ di SMP. Jakarta: PT. Gramedia.

Prayitno. (1996). Berbagai Upaya Peningkatan Kualitas Guru Pembimbing dan Kontribusinya terhadap Kualitas Pendidikan. Makalah, Disajikan pada temu ilmiah down-down Jurusan/Program studi Bimbingan dan Konseling se Jawa Tengah.


(51)

Rahman, S. Hibana. (2003). Bimbingan dan Konseling Pola 17. Yogyakarta: UCY IV Press.

Rini, Jacinta F. 2002. Konsep Diri. http://e-psikologi.com/dewasa/160502.htm CX4. (;~ ) '7?ZSantoso:

Rivka, Rebecca Mary. (1996). Tumbuh Bersama Sahabat I (Konseling Sebuah Gaya Hidup). Yogyakarta: Canisius.

Russell, Tytler, and Angwin, Jennifer. Artikel: Action Research: A Deakin (JP/ . University Persperctive. The First International Handbook of Action Research for Indonesian Educators.

Santoso, Slamet. 2004. Dinamika Kelompok. Jakarta : Bumi Aksara

Santrock, John W. (1997). Life-Span Development. Dubuque USA: Brown and Benchmark.

Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York. Rinehart and Winston Steinberg, Laurance. (1993). Adolescence. New York: Mc. Grave-Hill, Inc.

Sugiyono. 2005. Statistika . Untuk Penelitian. Bandung : CV. Alfabeta. Cyt) ibowo,M.E. 2005.

Syaodih, Nana, S. (2006). Bimbingan Konseling dalam Praktik, Bandung: Maestro

Thompson, C.L., Rudolph, L.B., and Henderson, D.A. (2004). Counseling Children Canada: Thomson Brooks/Cole.

Wibowo, ME 2005. Konseling Kelompok Perkembangan.Sematang : UNNES Press.

Winkel,W5. 1991. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta : PT. Grasindo

Yusuf & Nurihsan. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Yusuf.' Syamsu, (2007). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Cyt) Zndng: Rosdakarya.

Zuraidah. (2000) Ringkasan Program Bimbingan Rekan Sebaya. Malaysia: Institut Aminuddin Baki.


(1)

136

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada bagian ini dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan merupakan integrasi hasil kajian teoritis dan empiris yang disajikan secara berurutan berdasarkan pertanyaan penelitian. Rekomendasi penelitian ditunjukan kepada guru bimbingan dan konseling, kepala sekolah dan peneliti selanjutnya.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Dari sejumlah siswa kelas X SMK Yapema Gadigrejo Lampung, terdapat 10 responden yang memiliki konsep diri rendah. Rendahnya konsep diri siswa dapat terlihat pada sejumlah fakta-fakta yang menunjukan siswa lemah atau memiliki masalah pada : 1). Kemampuan menilai dan menerima diri secara realistis, 2). bersikap positif terhadap orang lain, 3). memiliki rasa percaya diri, 4). memiliki ketegasan dan spontanitas, 5). optimis, 6). mampu mengatasi masalah, dan 7). dapat tampil bebas dalam situasi sosial.

2. Setelah mendapatkan treatment (perlakuan) berupa layanan bimbingan konseling kelompok, ternyata terjadi perubahan pada diri siswa yang memiliki konsep diri negatif/rendah. Setelah mengikuti kegiatan layanan


(2)

137

bimbingan konseling kelompok terdapat peningkatan yang signifikan, yaitu terdapat 2 siswa (20%) yang memiliki konsep diri sangat tinggi, 8 siswa (80%) dalam kategori tinggi. Rata-rata skor konsep diri sebelum mengikuti kegiatan layanan bimbingan konseling kelompok adalah 129,2 dalam kategori rendah, dan setelah mengikuti kegiatan layanan bimbingan konseling kelompok meningkat menjadi 193,3 dalam kategori tinggi. Ditunjukkan pula dari hasil uji Wilcoxon diperoleh Whitung = 621,5 yang lebih besar dari W tabel untuk n = 10 dan α = 0,05 = 11. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan pada konsep diri setelah mengikuti kegiatan layanan bimbingan konseling kelompok. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teknik bimbingan kelompok memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan konsep diri siswa, atau dengan istilah lain teknik bimbingan kelompok efktif untuk meningkatkan konsep diri remaja.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis merekomendasikan kepada beberapa pihak berikut:

1. Kepada Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor

Layanan bimbingan konseling kelompok ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan konsep diri positif pada remaja. Karena dengan bimbinga kelompok ini pencapaian peningkatan konsep diri secara keseluruhan terbukti lebih baik. Dengan kata lain,


(3)

138

bimbingan kelompok dapat dijadikan sebagai pedoman layanan bimbingan oleh konselor atau guru Bimbingan dan Konseling.

2. Kepada Kepala Sekolah

Kepala sekolah dan jajaranya yang merupakan bagian dari dukungan sistem yang memiliki peran penting dalam pelaksanaan layanan BK disekolah, diharapkan dapat memberikan dukungan secara penuh dalam penyelenggaraan layanan BK kepada Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor. Sehingga proses layanan dapat berlangsung secara efektif atau berdayaguna dan berkontribusi secara nyata khususnya dalam usaha peningkatan konsep diri siswa secara positif.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian terkait dengan teknik bimbingan kelompok untuk meningkatkan konsep diri, perlu kiranya mengkaji dari sudut pandang atau cara pendekatan lain dan aspek-aspek lain yang berpengaruh pada usaha meningkatkan konsep diri siswa agar positif, serta menyusun sebuah program dan cara pendekatan yang konstruktif dan kolaboratif sehingga usaha yang dilakukan dapat lebih efektif.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. (2004). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Agustiani, Hendriati (2006). Psikologi Perkembangan. Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Bandung. Refika Aditama.

American School Counselor Organization (ASCA). 2006. Why Elementary School Counselor. Alexandria: Timberlake Publising. http://www.schoolcounselor-org.

Arikunto, Suharsimi. (1998). Prosedur Penelitian. Jakarta Rineka Cipta.

Asosiasi Bimbingan dan Konseling (ABKIN)- 2008. Penawan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal . Bandung. Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas 11mu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia.

Azwar. S. 2000. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Azzahrani, Musfir. (2005). Konseling Terapi. Jakarta: Gema Insani Press.

Bakare, C, GM. (1977). Student Problems Inventory. Ibadan. Nigeria. University Press.

Baron, A. Robert & Byrne, Donn (2005). Psikologi Sosial. Jakarta : Erlangga. Burn, R.B (1993). Konsep Diri. Jakarta : Arean.

Byrne, et al. (1971). The Attraction Paradigm. New York: Academic Press. 187 Calhoun, James; Acocella, Joan, Ross; alih bahasa Satrnoko, RS. (1995).

Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Semarang: MIP Semarang Press.

Centi, J.Paul. 1993. Mengapa Rendah Diri. Yogyakarta: Kanisius.

Cohen, Louis, and Manion, Lawrence. (1994). Research Methods in Education. London: Routledge.

Dayakisni, Tri & Hudainah (2003). Psikologi Sosial. Malang: UMM Press

Denscombe, Martyr, (1998) The Good Research Guide for Small-Scare Social Research Projects. Philadelphia: Open University Press.


(5)

Elliot, John- (1991). Action Research for Educational Change. Philadelphia: Open University Press.

Ethington, CA. (2000). Influences of The Normative Environment ofpeer Groups on Community College Students' Perception of Growth and Development. Research in Higher Education, 41. Human Sciences Press, Inc.

Adebaju Omotesu, Bonke (26©6). Influence of Selected Socio-demographic French, DC. (1990). "Heterogeneity of Peer-Rejected Girl". Child Development Fritz, RH. (1999). Multicultural Peer Counseling: Counseling the. Multicultural

Student. Journal of Adolence 1999.22.515-526. (Online). Tersedia: http://www.ideatibrary.com. Akses 12 September 2006.

Hopkins, David. (1993). A Teacher's Guide to Classroom Research. Philadelphia: Open University Press.

Hurlock, Elizabeth, alih bahasa. (1978). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga. Hurlock, Elizabeth, alih bahasa. (1980). Psikologi Perkembangan (Sualu

Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan). Jakarta: Erlangga.

Hurlock, Elizabeth B, (1999). Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan). Jakarta: Erlangga.

Moro and Kottman. (1995) Guidance and Counceling in The Elementary and Middle Schools. Lowa : Brown & Benchark Publiser

Nasution. (1992) Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito Natawidjaya, Rochman. (1987) Pendekatan-pendekatan dalam penyuluhan

Kelompok I. Bandung : CV. Diponegoro

Nurihsan, 1, dkk. (2005). Manajemen Bimbingan dan Konseling_ di SMP. Jakarta: PT. Gramedia.

Nurihsan, 1, dkk. (2005). Manajemen Bimbingan dan Konseling_ di SMP. Jakarta: PT. Gramedia.

Prayitno. (1996). Berbagai Upaya Peningkatan Kualitas Guru Pembimbing dan Kontribusinya terhadap Kualitas Pendidikan. Makalah, Disajikan pada temu ilmiah down-down Jurusan/Program studi Bimbingan dan Konseling se Jawa Tengah.


(6)

Rahman, S. Hibana. (2003). Bimbingan dan Konseling Pola 17. Yogyakarta: UCY IV Press.

Rini, Jacinta F. 2002. Konsep Diri. http://e-psikologi.com/dewasa/160502.htm CX4. (;~ ) '7?ZSantoso:

Rivka, Rebecca Mary. (1996). Tumbuh Bersama Sahabat I (Konseling Sebuah Gaya Hidup). Yogyakarta: Canisius.

Russell, Tytler, and Angwin, Jennifer. Artikel: Action Research: A Deakin (JP/ . University Persperctive. The First International Handbook of Action Research for Indonesian Educators.

Santoso, Slamet. 2004. Dinamika Kelompok. Jakarta : Bumi Aksara

Santrock, John W. (1997). Life-Span Development. Dubuque USA: Brown and Benchmark.

Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York. Rinehart and Winston Steinberg, Laurance. (1993). Adolescence. New York: Mc. Grave-Hill, Inc.

Sugiyono. 2005. Statistika . Untuk Penelitian. Bandung : CV. Alfabeta. Cyt) ibowo,M.E. 2005.

Syaodih, Nana, S. (2006). Bimbingan Konseling dalam Praktik, Bandung: Maestro

Thompson, C.L., Rudolph, L.B., and Henderson, D.A. (2004). Counseling Children Canada: Thomson Brooks/Cole.

Wibowo, ME 2005. Konseling Kelompok Perkembangan.Sematang : UNNES Press.

Winkel,W5. 1991. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta : PT. Grasindo

Yusuf & Nurihsan. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Yusuf.' Syamsu, (2007). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Cyt) Zndng: Rosdakarya.

Zuraidah. (2000) Ringkasan Program Bimbingan Rekan Sebaya. Malaysia: Institut Aminuddin Baki.


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN PERCAYA DIRI MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS XI SMK PENERBANGAN BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2015/2016

0 6 83

Upaya Meningkatkan Kepercayaan Diri Melalui Layanan Bimbingan Kelompok pada Siswa Kelas X SMK NEGERI 1 Jambu

4 20 241

EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK MELALUI TEKNIK PROBLEM-SOLVING UNTUK MENGEMBANGKAN KONSEP DIRI SISWA SMP.

0 1 25

STRATEGI BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK MENTORING HALAQAH DALAM PENGEMBANGAN KONSEP DIRI SISWA : Studi Kuasi Eksperimen Pada Siswa Kelas IX SMP Daarut TauhiidBoarding School Bandung.

6 29 31

EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK MELALUI TEKNIK MODELING UNTUK MENINGKATKAN HARGA DIRI PESERTA DIDIK : Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Peserta Didik Kelas X SMK Negeri 3 Cimahi Tahun Ajaran 2013/2014.

0 1 5

EFEKTIVITAS PROGRAM BIMBINGAN KELOMPOK DALAM MENGEMBANGKAN KONSEP DIRI SISWA :Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa SMP Terbuka Kota Serang.

0 0 56

EFEKTIVITAS LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK PERMAINAN UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA :Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 24 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

0 0 53

BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN ANALISIS TRANSAKSIONAL UNTUK MENGEMBANGKAN KONSEP DIRI SISWA : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012.

0 1 49

KEEFEKTIFAN TEKNIK ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI SISWA KELAS X AKUNTANSI SMK NEGERI 4 KLATEN.

0 1 17

Efektivitas Teknik Diskusi Dalam Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa

0 0 27