STRATEGI BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK MENTORING HALAQAH DALAM PENGEMBANGAN KONSEP DIRI SISWA : Studi Kuasi Eksperimen Pada Siswa Kelas IX SMP Daarut TauhiidBoarding School Bandung.

(1)

Strategi Bimbingan Kelompok Dengan Teknik

Mentoring Halaqah Dalam Pengembangan Konsep Diri Siswa

(Studi Kuasi Eksperimen Pada Siswa Kelas IX SMP Daarut TauhiidBoarding School Bandung) Oleh : Nur Wulandani (1302223)

ABSTRAK

Penelitian ini menelaah konsep diri siswa kelas IX di SMP Daarut Tauhiid Boarding School Bandung. Penelitian ini dilatarbelakangi dengan adanya temuan di lapangan berupa kecenderungan konsep diri negatif pada siswa remaja di boarding school dalam lingkup pesantren yang diharapkan menjadi salah satu wadah pembentukan akhlak terpuji siswa. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas strategi bimbingan kelompok dengan teknik mentoring halaqah untuk pengembangan konsep diri siswa.Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode kuasi eksperimen dan disain penelitian Nonequivalent Control Group dengan menggunakan teknik sampling jenuh atau sensus dalam memperoleh gambaran umum konsep diri siswa kelas IX berjumlah 48 orang. Fokus penelitian ini adalah implementasi strategi bimbingan kelompok dengan teknik mentoring halaqah, yaitu suatu pola bimbingan kelompok dengan memperhatikan prinsip-prinsip dan tahap-tahap kegiatan halaqah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stategi bimbingan kelompok terbukti efektif dalam pengembangan konsep diri siswa. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi pada tabel (sig.=0,000) > α (0.05) pada analisis varian kovarian dibandingkan dengan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Ini berarti bahwa strategi bimbingan kelompok dengan teknik mentoring halaqah efektif dalam pengembangan konsep diri siswa.


(2)

Group Guidance Strategies With Halaqah Mentoring Technique In Developing Students’Self-Concept

(Quasi Experimental Study In Class IX SMP Daarut Tauhiid Boarding School Bandung) By. Nur Wulandani (1302223)

ABSTRACT

This research analyzed the self-concept of the ninth grade students of Daarut Tauhiid Junior High Boarding School Bandung. It was prompted by the findings on the ground that there was a tendency of negative self-concept among adolescent students in pesantren (Islamic boarding school), whereas the institution is expected to be one of the media to cultivate students’ noble morals. Thus, this research aimed to evaluated the effectiveness of group guidance with halaqah mentoring technique in developing students’ self-concept. The approach adopted in this research was quantitative with quasi-experimental method and non-equivalent control group design with saturated sampling technique or census to obtain the general description of self-concept among 48 ninth grade students. This research focused on the implementation of group guidance strategy with halaqah mentoring technique, namely a group guidance pattern that considers the principles and stages of halaqah activity. The research results showed that the group guidance strategy was proved to be effective in developing students’ self-concept. The effectiveness can be observed from the significant table value (sig. = 0.000) < α (0.05) in the analysis of covariance comparing the experimental and control groups. The value meant that the strategy of group guidance with halaqah mentoring technique was effective in developing students’ self-concept.


(3)

Nur Wulandani, 2015

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dibahas latar belakang penelitian tentang pengembangan konsep diri melalui strategi bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik mentoring halaqah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta struktur organisasi penelitian.

1.1 Latar Belakang Penelitian

Manusia mengatur tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan mafahim-nya terhadap kehidupan. Pemikiran akan membentuk dan memperkuat mafahim (pemahaman) terhadap sesuatu (An-Nabhani, 2001, hlm.7). Allah Swt telah memberi amanah pada manusia untuk menjadi nakhoda atas diri dan kehidupannya. Sebagai nakhoda, seseorang harus memahami apa yang sedang dijalaninya dan mengetahui arah yang dituju.

Kehidupan dan perilaku individu, keberhasilan maupun ketidakberhasilan individu dalam kehidupan, serta kemampuannya menghadapi tantangan dan tekanan kehidupan, sangat dipengaruhi oleh persepsi, konsep, dan evaluasi individu tentang dirinya, termasuk citra yang dirasakannya dari orang lain tentang dirinya, dan tentang akan menjadi apa dirinya, yang muncul dari suatu kepribadian yang dinilai dari pengalaman berinteraksi dengan lingkungan, dengan kata lain, kehidupan, perilaku, dan kemampuan individu tersebut dalam kehidupan sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh apa yang diistilahkan oleh Shavelson & Roger (1982) dengan konsep diri (self concept). Dengan peranannya yang demikian, menjadi pentinglah pembentukan konsep diri positif dalam diri individu sejak dini, termasuk sejak masa remaja awal.

Konsep diri mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku individu, yaitu individu akan bertingkah laku sesuai dengan konsep diri yang dimiliki (Rakhmat, 2003, hlm.13). Sasse (dalam Suyuti, 2010, hlm.72) mengelompokkan konsep diri menjadi dua yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Remaja yang memiliki konsep diri positif akan menerima dirinya apa adanya, tanpa merasa tertekan dan terbebani dengan keadaan dirinya maupun pandangan orang lain terhadapnya. Remaja dengan konsep diri negatif tidak


(4)

memiliki kepercayaan diri, cenderung tidak dapat menerima kelemahan dirinya, sehingga ia menjadi frustrasi, cenderung berpikir negatif dan selalu khawatir. Perasaan tidak puas dengan keadaan diri sendiri, baik fisik ataupun psikis menyebabkan remaja mengalami konflik dan ketegangan.

Menurut Potter (dalam Andayani, 1996, hlm. 25) masa remaja adalah waktu yang kritis ketika banyak hal secara kontiniu mempengaruhi konsep diri. Ketika individu memasuki jenjang keremajaannya, maka remaja mengalami begitu banyak perubahan dalam dirinya. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa konsep diri pada seorang remaja cenderung tidak konsisten dan hal ini disebabkan karena sikap orang lain yang dipersepsikan oleh remaja juga berubah. Tetapi melalui cara ini, remaja mengalami suatu perkembangan konsep diri sampai akhirnya memiliki suatu konsep diri yang konsisten (Gunarsa, 2008, hlm. 236).

Perkembangan konsep diri remaja akan menetap dan stabil pada usia remaja akhir. Pada masa remaja awal, konsep diri masih dapat berubah karena pengaruh dari lingkungan. Namun, konsep diri positif yang telah terbentuk sejak remaja awal akan menjadi bekal bagi perkembangan konsep diri positif selanjutnya pada remaja akhir sehingga konsep mengenai diri yang dibentuk remaja sudah relatif menetap dan lebih stabil (Papalia, 2004).

Kelompok usia remaja memiliki tugas perkembangan untuk melakukan pencarian jati diri. Erikson menyebutkan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi identity versus identity confusion. Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat. Kegagalan remaja menghadapi masa identity versus identity confusion mengakibatkan remaja terjebak pada perilaku menyimpang seperti penyalahgunaan narkoba, pecandu alkohol, terlibat pergaulan bebas, meningkatnya angka aborsi dikalangan remaja sebagai akibat dari free sex, serta masih banyak lagi penyimpangan lainnya.

Perilaku negatif remaja membuat kecemasan dan kekhawatiran yang sangat tinggi bagi para orang tua, sehingga sekolah berasrama (boarding school) yang berada di lingkungan pondok pesantren menjadi pilihan para orang tua sebagai tempat tinggal sekaligus tempat belajar dan bersosialisasi yang tepat bagi anak


(5)

(Ghonimah, 2010). Hal ini karena anak mereka berada dibawah pengawasan para Kyai yang merupakan tokoh agama dan panutan masyarakat, menjadikan para orang tua percaya dan yakin dengan bimbingan para Kyai dan guru, seorang anak akan menjadi muslim yang berilmu dan berakhlak baik, sehingga motif untuk tinggal dipesantren pun sedikit mereka paksakan agar anak mau belajar di pesantren meski jauh dari keluarga demi membentengi anak yang beranjak remaja dari berbagai dampak negatif lingkungan sekolah umum, masyarakat, maupun media sosial, serta dapat mengembangkan konsep diri positif, baik sewaktu berada di lingkungan pesantren dan di lingkungan sosialnya atau bermasyarakat. Namun, pola pendidikan di boarding school bukan jaminan bahwa masalah tidak akan ada, karena pengasuhan berpindah dari orang tua masing-masing kepada pola pengasuhan di pondok pesantren. Keputusan untuk tinggal dipesantren yang didominasioleh campur tangan orang tua,tanpa mengajak anak berdiskusi terlebih dahulu tentang keputusan untuk melanjutkan studi di pondok pesantren/Islamic boarding school, terkadang menjadikan remaja tersebut melakukan perilaku melanggar peraturan dipondok pesantren sebagai bentuk protes atas keinginan orang tua, hal ini dikarenakan sifat dari para remaja yang menginginkan untuk hidup atas pilihan mereka sendiri.

Remaja yang tinggal di sekolah berasrama dihadapkan pada berbagai tuntutan. Kemampuan remaja dalam mengatur perilakunya terhadap tuntutan tersebut didasarkan atas konsep diri yang dimilikinya, dan pada akhirnya akan mempengaruhi keberhasilan remaja selama menempuh pendidikan di sekolah asrama (Asizah& Fabiola Hendrati, 2005, hlm. 95).

Pada umumnya sekolah berasrama sangat menekankan disiplin dan mandiri terhadap siswa. Seperti halnya di SMP Daarut Tauhiid Boarding School Bandung yang menetapkan berbagai aturan sekolah yang diharapkan dapat membentuk karakter Islam peserta didik yang dirangkum dalam istilah membangun karakter BaKu (baik dan kuat) peserta didik dalam kurikulum sekolah dan kurikulum pengasuhan di pesantren. Pemberlakuan sanksi yang tegas bagi yang melanggar aturan sekolah, baik berupa sanksi fisik, penugasan, atau drop-out. Banyaknya aturan dan jadwal yang harus diikuti di boarding school, ditambah dengan kerinduan pada orang tua di rumah, membuat remaja jenuh dan secara fisik,


(6)

sangat menguras tenaga. Keadaan inilah yang membuat self concept remaja di boarding school bermasalah dan tidak mempunyai motivasi dalam melakukan kegiatan di pesantren bahkan melakukan berbagai pelanggaran di sekolah maupun asrama, seperti membolos, meninggalkan ibadah wajib, menjalin interaksi tidak sehat dengan lawan jenis, berkata kasar terhadap teman-teman, guru, maupun pembina, dan bertindak semaunya tanpa mempertimbangkan norma, serta menganggap bahwa sekolah islamic boarding school ibarat “penjara suci” yang mengekang kebebasan mereka untuk menikmati dunia luar sehingga membuat siswa memendam kemarahan terhadap aturan sekolah maupun orangtua yang telah memasukkan mereka ke pesantren yang menjauhkan mereka dariorang tua dan lingkungan yang mereka senangi di luar pesantren/islamic boarding school.

Berbagai masalah yang muncul tersebut merupakan gambaran tentang konsep diri negatif siswa yang berkembang di lingkungan pesantren. Ini merupakan masalah serius bagi lembaga pesantren ketika masyarakat berharap lembaga pesantren menjadi solusi bagi anak remajanya agar menjadi bibit unggul yang memiliki benteng agama yang kuat dan berakhlak mulia dalam kepribadiannya akan tetapi para remaja tersebut justru mengembangkan konsep diri negatif di Islamic boarding school/pondok pesantren.

Berbagai dampak negatif yang terjadi sebagai akibat dari perkembangan konsep diri negatif siswa di pesantren tentunya perlu mendapatkan perhatian serius dari para pendidik maupun orang tua. Perlu dilakukan upaya-upaya yang intensif untuk membentuk identitas yang positif bagi siswa Bagong (dalam Santrock, 2003, hlm. 358). Upaya untuk mengembangkan konsep diri siswa dapat dilakukan dengan memperhatikan berbagai faktor-faktor pembentuk dan yang mempengaruhi perkembangan konsep diri individu.

Stuart dan Sudeen (dalam Rahmawati, 2010, hlm. 55) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri individu, yaitu: faktor-faktor perkembangan individu, significant other (orang yang terpenting atau yang terdekat), dan self perception (persepsi diri sendiri). Sementara menurut Hurlock (dalam Marina, 2000, hlm.2) menyebutkan faktor yang membentuk konsep diri adalah usia kematangan, penampilan diri, nama dan


(7)

julukan, hubungan keluarga, teman sebaya, kreativitas dan cita-cita, serta pengalaman hidup berinteraksi dengan orang lain.

Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwasanya ada 3 faktor utama yang dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri. Faktor yang paling dominan mempengaruhi konsep diri remaja adalah kehadiran orang yang berpengaruh (significant other). Kehadiran orang yang berpengaruh menjadi begitu penting bagi siswa sebab mereka masih mencari sosok panutan hidupnya. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Papalia (2004, hlm. 253) bahwa kelompok yang paling berpengaruh bagi remaja adalah teman sebaya, terlebih pada siswa yang berada pada sekolah berasrama. Kedekatan fisik yang lebih tinggi pada siswa boarding school memberikan peluang keakraban yang lebih besar dibanding siswa Sekolah Formal.

Pemaparan di atas menunjukkan bahwa kedekatan fisik yang lebih tinggi berkontribusi terhadap kualitas persahabatan yang lebih tinggi. Hal tersebut membuat siswa boarding school akan cenderung memiliki kualitas persahabatan yang lebih tinggi yang mampu memberikan kepuasan hidup yang lebih tinggi (Parker & Asher, 1993, hlm. 611), adjustment yang lebih baik, dan kebermaknaan hidup lebih tinggi (Ling, L.K., & Chan, D.W, 1997). Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa teman sebaya merupakan significant other yang paling berpengaruh pada diri remaja. Dengan demikian, upaya pengembangan konsep diri remaja dapat dilakukan dengan memanfaatkan dinamika kelompok dengan teman sebaya. Salah satu program intervensi yang dapat dilakukan melalui peran teman sebaya adalah melalui layanan bimbingan dan konseling kelompok dalam proses mentoring.

Santrock (2007, hlm. 131) mengatakan bahwa mentoring merupakan program yang cocok dalam pembentukan karakter dan pendidikan bagi para remaja. Mentoring merupakan bimbingan yang diberikan melalui demonstrasi, instruksi, tantangan dan dorongan secara teratur selama periode waktu tertentu. Selain hal tersebut, Agustiani (2006, hlm. 52) menambahkan cara lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan konsep diri pada remaja agar menjadi lebih positif adalah dengan meningkatkan nilai-nilai religiusitas remaja. Oleh karena itu, dengan kombinasi antara mentoring dengan penanaman nilai religiusitas


(8)

diharapkan dapat semakin memperkuat konsep diri remaja menjadi lebih positif, yakni melalui mentoring. Dalam Islam, istilah mentoring lebih dikenal dengan istilah halaqah atau usroh. Sebuah istilah yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran Islam. Mentoring halaqah dilaksanakan pada kelompok kecil individu yang secara rutin mengkaji ajaran Islam. Jumlah peserta dalam kelompok kecil tersebut berkisar antara 3-12 orang (Lubis, 2010, hlm. 48).

Selama proses mentoring berlangsung, pementor dan mentee mengembangkan suatu ikatan komitmen bersama. Di samping itu, relasi dari mentee ke pementor juga melibatkan karakter emosional yang diwarnai oleh sikap hormat, setia, dan identifikasi. Mentoring yang dilakukan secara rutin sepekan sekali akan membentuk hubungan yang baik sesama anggota kelompok mentoring. Pola pendekatan teman sebaya yang diterapkan menjadi program ini lebih menarik, efektif serta memiliki keunggulan tersendiri. Selain penyampaian materi tentang Islam, sasaran dan fokus materi juga harus disesuaikan dengan kondisi siswa agar nilai-nilai dalam mentoring halaqah dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pola teman sebaya yang dibangun dalam proses mentoring halaqah memunculkan sebuah harapan bagi peserta mentoring untuk membentuk persahabatan yang kuat dan berpengaruh dalam hidup.

Mengacu pada penelitian Ridwansyah (2008) yang telah dilakukan sebelumnya untuk melihat pengaruh mentoring pada siswa SMA yang berjudul-Pembinaan Sikap Keberagamaan Siswa Melalui Program Mentoring Ekstrakurikuler Rohani Islam (ROHIS) di SMAN Unggulan 57 Jakarta, didapatkan hasil bahwa : Sebanyak 56% (14 dari 25 orang) para peserta mentoring menyatakan bahwa motivasi beribadah mereka meningkat setelah mengikuti program mentoring ini, 36% respoden menjawab sangat meningkat. Materi mentoring yang diajarkan terdapat hubungan dengan pelajaran di sekolah sebesar 68% (17 orang).

Kresnawati (dalam Kusuma, 2010, hlm. 46) pada penelitiannya terhadap 114 orang pelajar SMA di Jakarta ditemukan adanya hubungan positif antara religiusitas dengan kemampuan pemecahan masalah pada remaja. Dari hasil analisis deskriptif diperoleh hasil bahwa pemahaman tingkat agama berbanding lurus dengan kemampuan individu dalam memecahkan masalah. Sebanyak 76


(9)

orang (66,7%) berkategori baik dalam memecahkan masalah, dan yang berkategori tidak baik sebanyak 38 orang (33,3%).

Cole (dalam Rahayu, 2008, hlm.56 ) menambahkan bahwa agama atau religiusitas dalam diri individu terbukti berperan dalam mengurangi tingkat konflik yang terjadi, terutama konflik yang berkaitan dengan ketidakpuasan terhadap dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Beberapa ahli sepakat bahwa agama sangat potensial untuk mendorong dan mengarahkan hidup manusia pada perubahan ditingkat mikro individual dan makro sosial ke arah yang lebih baik.

Berbagai permasalahan dan fenomena di atas dapat disimpulkan bahwa siswa yang berada dalam kelompok usia remaja sedang berada dalam tugas perkembangan pencarian identitas diri. Dalam proses pencarian jati dirinya, remaja sangat diharapkan dapat membentuk konsep diri yang positif. Salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri adalah significant other yakni teman sebaya. Oleh karena itu, maka diperlukan upaya pembentukan konsep diri remaja yang baik melalui peran significant other.

Mentoring halaqah dapat menjadi sebuah program layanan bimbingan konseling dalam suasana kelompok dengan menggunakan prosedur dalam pelaksanaan halaqah dibangun sebagai wahana interaksi, komunikasi, dan transformasi antara murobbi (pembina/konselor) dengan mutarobbi (binaan/konseli) dengan anggota 5-12 orang.

1.2 Identifikasi dan Rumusan MasalahPenelitian

Berdasarkan analisis data yang telah dikumpulkan dari hasil penyebaran instrumen terhadap sampel penelitian maka diperoleh gambaran mengenai profil konsep diri siswa kelas IX SMP Daarut Tauhiid Boarding School Bandung Tahun ajaran 2014/2015 baik gambaran umum secara keseluruhan, maupun gambaran pada setiap dimensi dan aspek pada setiap kelas. Hasil penelitian diklasifikasikan dalam dua kategori konsep diri, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Hasil pre test menunjukkan bahwa pada umumnya gambaran konsep diri siswa cenderung negatif, hal ini dapat dilihat dari distribusi frekuensi seluruh siswa kelas IX sebanyak 48 siswa, terdapat 26 siswa (54%) memiliki konsep diri positif, dan 22 siswa (46%) memiliki konsep diri negatif. Gambaran yang lebih spesifik


(10)

mengenai konsep diri siswa dijabarkan dalam aspek-aspek konsep diri, yakni aspek fisik, moral-etik, personal, keluarga, dan sosial.

Secara keseluruhan konsep diri siswa pada aspek fisik berada pada kategori negatif, yakni sebanyak 28 (58%) siswa yang memiliki konsep diri negatif, dan sebanyak 20 (42%) siswa yang memiliki konsep diri positif. Pada aspek moral-etik menunjukkan sebanyak 20 (42%) siswa berada pada kategori negatif dan sebanyak 28 (58%) siswa yang memiliki konsep diri positif. Pada aspek personal sebanyak 25 (52%) siswa yang memiliki konsep diri negatif, dan sebanyak 23 (48%) siswa berada pada kategori positif. Pada aspek keluarga sebanyak 21 (44%) siswa berada pada kategori negatif dan sebanyak 27 (56%) siswa berada pada kategori positif. Pada aspek sosial sebanyak 11 (23%) siswa berada pada kategori negatif dan sebanyak sebanyak 37 (77%) siswa yang memiliki konsep diri positif.

Persentase menunjukkan bahwa frekuensi siswa yang memiliki konsep diri negatif tergolong cukup besar, sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa kelas IX di asrama putri SMP Daarut Tauhiid Boarding School Bandung tahun ajaran 2014/2015 perlu mendapatkan layanan bimbingan dalam membantu siswa mengembangkan konsep diri positif. Dari data pelanggaran yang dirangkum oleh komisi disiplin sekolah, terlihat bahwa intensitas pelanggaran dan penyimpangan perilaku lebih banyak dilakukan oleh siswa kelas IX dari pada siswa kelas VII dan VIII, padahal siswa kelas XI telah dibina dengan pendidikan pesantren yang umumnya menanamkan nilai-nilai keagamaan selama hampir tiga tahun.

Konsekuensi dari rendahnya konsep diri siswa kelas IX SMP Daarut Tauhid boarding school Bandung jika tidak segera diberi layanan bimbingan konseling adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Damon&Hart (dalam Santrock 2003) bahwa individu yang mengalami konsep diri negatif akan depresi, bunuh diri, anoreksia nervosa, delinkuensi, dan masalah penyesuaian diri lainnya. Beragam upaya pun dilakukan untuk mencegah perilaku menyimpang siswa. Sekolah memberlakukan sistem buku poin dan mengadakan surat perjanjian untukmeningkatkan disiplin siswa agar dapat menaati tata tertib sekolah, dan rutin melaksanakan ibadah berjamaah di pesantren. Namun, hal ini juga tidak memberikan hasil optimal kepada siswa, bahkan membuat siswa semakin resisten terhadap peraturan sekolah sehingga meskipun telah diberikan sanksi yang tegas atas pelanggaran yang dilakukan, siswa tetap saja melakukan berbagai


(11)

pelanggaran. Oleh karena itu, dibutuhkan pola pendekatan lain yang mampu mengembangkan konsep diri siswa.

Rendahnya konsep diri siswa di boarding school sudah selayaknya mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak. Berdasarkan identifikasi masalah konsep diri negatif siswa di boarding school, maka peneliti menganggap bahwa bimbingan dan konseling dalam setting kelompok yang di dalamnya mengintegrasikan pola pengamalan nilai-nilai agama yang tepat dalam aktivitas mentoring halaqah terhadap siswa di Islamic boarding school akan menghasilkan solusi yang lebih efektif dalam mengembangkan konsep diri positif siswa.

Yusuf & Juntika Nurihsan (2009, hlm. 133) mengungkapkan bahwa landasan religius bimbingan dan konseling pada dasarnya ingin menitipkan klien sebagai makhluk Tuhan dengan segenap kemulianya menjadi fokus sentral upaya bimbingan dan konseling. Pola pendekatan yang mengintegrasikan nilai-nilai agama dengan proses bimbingan dalam setting kelompok dengan teknik mentoring halaqah memandang manusia secara holistic sehingga pemberian layanan bimbingan lebih berdimensi dunia akhirat. Santrock (2007, hlm.387) mengungkapkan bahwa remaja yang bergabung dalam kelompok mentoring lebih cenderung memiliki konsep diri yang tinggi dan lebih terdidik.

Menurut McCreath (dalam Vaughan, 2000) mentoring merupakan sebuah pendekatan yang lebih bersifat persahabatan, dimana dalam proses persahabatan tersebut ada visi untuk meningkatkan kualitas diri antara sesama baik secara pemikiran maupun emosional. Melalui dukungan kelompok teman sebaya (peer support) dalam suasana mentoring halaqah, remaja merasakan adanya kesamaan satu dengan yang lainnya seperti di bidang usia, kebutuhan dan tujuan yang dapat memperkuat diri.

Berdasarkan identifikasi masalah dan asumsi maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah konsep diri negatif siswa SMP Daarut Tauhiid Boarding School Bandung dan efektivitas strategi bimbingan kelompok dengan teknik mentoring halaqah dalam mengembangkan konsep diri siswa.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menguji efektivitas strategi bimbingan kelompok dengan teknik mentoring halaqah dalam pengembangan konsep diri siswa kelas IX SMP Daarut Tauhiid Boarding School Bandung.


(12)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat dari segi teoritis dan praktis. Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan teori tentang dasar-dasar dan landasan konseptual suatu program bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik mentoring halaqah dalam pengembangan konsep diri siswa SMP. Secara praktis, penelitian ini memberikan sumbangan sebagai salah satu alternatif untuk mendukung kerja guru pembimbing atau konselor sekolah dalam menjalankan tugas-tugasnya, khususnya dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling kelompok di sekolah madrasah maupun pesantren/islamic boarding school mengembangkan konsep diri siswa. Program yang dihasilkan dari penelitian ini dapat diintegrasikan dalam program-program bimbingan dan konseling secara keseluruhan, sehingga dapat membantu siswa mencapai perkembangan optimal masa remaja di sekolah.

1.5 Struktur Organisasi Penelitian

Sistematika penulisan pada penelitian ini disajikan dalam lima bab. Secara garis besar, masing-masing bab akan disajikan pembahasan sebagai berikut:

Bab I pendahuluan, terdiri dari empat sub bab yang membahas latar belakang penelitian tentang pengembangan konsep diri melalui strategi bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik mentoring halaqah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi.

Bab II pembahasan, memaparkan kajian pustaka, kerangka pikir, dan hipotesis penelitian.

Bab III metodologi penelitian memaparkan desain penelitian, defenisi operasional, lokasi penelitian, poulasi dan sampel, instrumen penelitian, , analisis data, dan analisis efektivitas bimbingan kelompok dengan teknik mentoring halaqah dalam pengembangan konsep diri siswa.

Bab IV pembahasan hasil penelitian, terdiri dari hasil penelitian dan pembahasan penelitian

Bab V simpulan dan rekomendasi, menyajikan penafsiran dan pemaknaan terhadap hasil analisis temuan sebagai kesimpulan dari hasil penelitian serta rekomendasi peneliti bagi konselor, sekolah, maupun peneliti selanjutnya.


(13)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan penelitian dalam rangka penyusunan tesis. Bab ini membahas tentang pendekatan, metode dan desain penelitian, definisi operasional variable, populasi dan sampel penelitian, pengembangan instrument penelitian, dan analisis pengolahan data. 3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuasi eksperimen (quasi-experiment). Penelitian ini tidak menggunakan percobaan murni (true experiment), karena tidak menempatkan subyek penelitian dalam situasi laboratorik murni yang bebas dari pengaruh lingkungan sosial selama diberikan perlakuan eksperimental.Sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan tujuan penelitian yakni untuk menguji efektivitas strategi bimbingan kelompok dengan teknik mentoring halaqah dalam pengembangan konsep diri remaja maka penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif.

Berdasarkan metode dan pendekatan penelitian yang digunakan, maka disain penelitian ini adalah nonequivalent control groups design (disain kelompok kontrol nonekuivalen), sebuah kelompok treatment dan sebuah kelompok pembanding (kontrol) diperbandingkan dengan menggunakan ukuran-ukuran pra-uji (prates) dan pasca pra-uji (pascates). Sehingga dalam menentukan sampel penelitian tidak dilakukan secara acak, melainkan dengan menggunakan peserta didik dalam kelas utuh (natural setting). Disain kelompok kontrol nonekuivalen bisa diikhtisarkan dalam tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1. Desain kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

Kelompok Prates Perlakuan Pascates

Eksperimen O1 X O2

Kontrol O3 - O4

Keterangan :

O1 : Tes awal pada kelompok eksperimen O3 : Tes awal pada kelompok kontrol


(14)

X : Pemberian intervensi berupa strategi bimbingan kelompok melalui teknik mentoring halaqoh

O2 : Tes akhir pada kelompok eksperimen O4 : Tes akhir pada kelompok kontrol 3.2 Definisi Operasional Variabel 3.2.1. Konsep Diri

Konsep diri yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu merujuk pada pendapat William H. Fitts yaitu penilaian dan gagasan siswi SMP Daarut Tauhiid Boarding School dalam mengetahui gambaran diri sendiri yang mencakup keyakinan, pandangan dan penilaian terhadap dirinya sendiri, dimana indikator dari variabel konsep diri meliputi dua dimensi, yaitu dimensi eksternal (persepsi individu mengenai dirinya dalam hubungan dunia di luar dirinya) dan dimensi internal (persepsi mengenai dunia dalam dirinya). Dimensi eksternal terdiri dari lima aspek, yaitu (1) Physical self, merujuk pada persepsi dan penerimaan diri individu terhadap keadaan dirinya secara fisik, kesehatan, keterampilan, penampilan diri,dan daya tarik tubuh; (2) Moral-ethical self, merujuk pada persepsi individu tentang dirinya ditinjau dari standar pertimbangan nilai-nilai etis dan moral, serta hubungannya dengan Tuhannya; (3) Personal self, merujuk pada persepsi individu mengenai keadaan pribadinya, kemampuan dan ketidakmampuan diri, kualitas penyesuaian hidup, serta yang menyangkut sifat yang digunakan oleh dirinya dalam berhubungan dengan dunia luar; (4) Family Self, merujuk padapersepsi individu mengenai dirinya dengan interaksinya dengan keluarga, posisi, peran maupun fungsi yang dijalankannya selaku anggota keluarga; dan (5) Social self, merujuk pada penilaian seseorang terhadap dirinya dalam berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan lebih luas. Sedangkan pada dimensi internal terdiri dari tiga aspek yang meliputi: identity self (persepsi individu mengenai siapa dirinya, yang meliputi simbol atau label yang diberikan pada dirinya untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya); behavioral self (persepsi individu mengenai diri yang meliputi pertanyaan mengenai apa yang ia lakukan dan bagaimana ia bertingkah laku), dan judging self (persepsi individu sebagai hasil pengalaman dari evaluasi terhadap diri yang akan menentukan kepuasan dan penerimaan terhadap dirinya),


(15)

3.2.2. Strategi Bimbingan Kelompok dengan Teknik Mentoring Halaqah Strategi bimbingan kelompok melalui teknik mentoring halaqah adalah suatu rencana atau pola kegiatan bimbingan dalam bentuk dinamika kelompok dengan jumlah peserta sekitar 3-12 orang dengan menggunakan tahap-tahap pelaksanaan kegiatan halaqah, yaitu tahap pembukaan (iftitah), lintasan ayat dan tadabbur (tilawah), kultum dari peserta (tausiyah), tujuan pembicaraan hari itu dan agenda pembicaraan (ahdaf), penyampaian materi tarbiyah (talaqqi), evaluasi terhadap segala kondisi (mutaba’ah), pembahasan program kerja dan pengumunan informasi penting (taklimat), serta penutup berupa kesimpulan mentoring.

3.3 Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel

Lokasi penelitian yakni di SMP Daarut Tauhiid Boarding School Bandung. Pemilihan sekolah tersebut karena memiliki kondisi peserta didik yang majemuk, baik dari latar belakang sosial, suku, ekonomi, maupun kemampuan akademis peserta didik. Sehingga, sampel tersebut dianggap mewakili karakteristik peserta didik di boarding school pada umumnya.

Sampel dalam penelitian ini adalah semua peserta didik kelas IX (sembilan) di asrama putri SMP Darut Boarding School Bandung tahun ajaran 2014-2015 sebanyak 48 siswi yang terbagi dalam dua kelas. Pemilihan sampel yakni terkhusus pada peserta didik di asrama putri merujuk pada laporan penelitian yang dipublikasikan oleh Obidigbo (2002) dan Al-Zyoudi (2007), yang menyimpulkan bahwa remaja perempuan memiliki skor konsep diri, perilaku berkeluarga, perilaku moral lebih rendah daripada remaja laki-laki (Al-Zy-oudi, 2007). American Association of UniversityWomen (1992), juga telah menemukan bahwa konsep diri remaja puteri secara signifikan lebih rendah daripada remaja laki-laki. Teknik sampling yang digunakan sesuai dengan penjelasan Arikunto (2006, hlm. 112), menyebutkan bahwa jika subyek penelitian kurang dari 100 orang, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi/sensus. Penelitian sensus adalah memperoleh data dari keseluruhan anggota populasi, artinya semua populasi terlibat dalam kegiatan eksperimen.

Sesuai dengan desain penelitian, maka pada penelitian ini ditentukan dua kelompok, yaitu kelompok yang diberi perlakuan (kelompok eksperimen) dan


(16)

yang tidak mendapat perlakuan (kelompok kontrol). Kedua kelompok tersebut diberikan pra tes dan pasca tes, perbedaan hasil atau variabel dependen pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat menunjukkan efektif atau tidaknya perlakuan (layanan bimbingan kelompok dengan teknik mentoring halaqah) yang diberikan pada kelompok eksperimen.

Partisipan kelompok sebanyak 24 siswi, selanjutnya dibagi dalam dua kelompok mentoring halaqah, yang masing-masing beranggotakan 12 siswi. Penentuan anggota kelompok mentoring halaqah tidak dilakukan secara acak, melainkan dengan menggunakan peserta didik dalam kelas utuh (natural setting). 3.4 Instrumen Penelitian

3.4.1 Teknik Pengumpulan data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu data mengenai konsep diri peserta didik. Teknik pengumpulan data dalam penelitian adalah teknik non-tes dengan menggunakan angket konsep diri yang dikontruksi sendiri oleh peneliti. Angket yang disebarkan berbentuk kuesioner yang merupakan teknik pengumpulan data dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis untuk dijawab oleh reponden (Arikunto, 2006, hlm. 110). Teknik ini dipilih agar orisinalitas jawaban peserta didik tidak dipengaruhi oleh subjektivitas peneliti.

Angket yang digunakan adalah angket berstruktur dengan bentuk jawaban tertutup dengan menggunakan model skala force choice. Responden hanya perlu menjawab pernyataan dengan cara memilih alternatif respon yang telah disediakan. Data yang diperoleh dalam penelitian berupa angka-angka yang diolah dengan pemberian bobot skor padatiap item pernyataan instrumen penelitian.

Instrumen self concept peserta didik dikembangkan dari definisi operasional variabel. Instrumen ini berisi pernyataan-pernyataan tentang self concept pada aspek physical, moral-etic,personal, family, dan social merujuk pada teori konsep diri menurut William H.Fitts.


(17)

3.4.2. Uji Coba Instrumen 3.4.2.1 Uji Kelayakan Instrumen

Sebelum digunakan pada sampel yang telah ditetapkan, terlabih dahulu alat ini ditimbang oleh tiga orang ahli/dosen dari jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia (PPB, FIP, UPI) hal itu dilakukan untuk mengetahui kelayakan alat tersebut. Selanjutnya, masukan dari ketiga pakar dijadikan landasan dalam penyempurnaan alat pengumpulan data tersebut. Instrumen yang telah dinilai dan disetujui dalam segi konstruk, isi, dan bahasa, akan digunakan untuk uji coba.

3.4.2.2 Uji Keterbacaan

Uji keterbacaan dilakukan kepada 30 peserta didik kelas IX SMP Al-Baraqah Boarding School Garut. Uji keterbacaan dilakukan untuk mengukur sejauh mana keterbacaan instrumen dengan tujuan untuk mengetahui kata-kata yang kurang dipahami oleh peserta didik. Pernyataan-pernyataan yang kurang dipahami kemudian direvisi tanpa mengubah makna dari pernyataan tersebut sehingga dapat dimengerti oleh siswi SMP Kelas IX.

Berdasarkan hasil uji keterbacaan, responden dapat memahami dengan baik seluruh item pernyataan yang ada, baik dari segi bahasa maupun makna yang terkandung dalam pernyataan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh item pernyataan dapat digunakan dan mudah dimengerti oleh peserta didik kelas IX SMP Al-Baraqah Boarding School Garut tahun ajaran 2014-2015.

3.4.2.3 Uji Validitas

Uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan tingkat kesahihan instrumen yang akan digunakan dalam mengumpulkan data penelitian. Suatu instrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang digunakan tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji validitas dilakukan terhadap sejumlah peserta didik kelas IX SMP Al-Baraqah Boarding School Garut Tahun ajaran 2014-2015.

Pungujian validitas butir yang dilakukan dalam penelitian adalah pengujian validitas konstruk seluruh item yang terdapat dalam angket konsep diri peserta didik. Penggunaan validitas butir akan menunjukkan sejauh mana butir-butir


(18)

dalam alat ukur mencakup kawasan isi yang hendak diukur oleh alat ukur tersebut (Azwar, 2004, hlm. 51). Pengujian validitas butir yang dilakukan dengan mengkorelasikan skor butir dengan skor uji total. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan bantuan layanan Microsoft Office Excel 2007. Bentuk item pada instrumen penelitian ini bersifat dichotomous (correct/incorrect, true/false) sehingga pengujian validitas alat pengumpul data menggunakan rumus Point Biserial Correlation.

Menurut Friedenberg (1995) biasanya dalam pengembangan dan penyusunan skala-skala psikologi, digunakan harga koefisien korelasi yang minimal sama dengan 0,30. Dengan demikian, semua item yang memiliki korelasi kurang dari 0,30 dapat disisihkan, dan item-item yang akan dimasukkan dalam alat test adalah item-item yang memiliki korelasi diatas 0,30 dengan pengertian semakin tinggi korelasi itu mendekati angka satu (1,00) maka semakin baik pula konsistensinya (validitasnya). Oleh karena itu dalam penelitian ini suatu item dinyatakan valid jika koefisien korelasinya minimal 0.30. Berdasarkan hasil pengolahan data, hasil uji validitas menunjukkan dari 75 butir item pernyataan instrumen konsep diri peserta didik, terdapat 15 butir item yang dinyatakan tidak valid. Item-item pernyataan setelah validasi dapat dilihat pada lampiran penelitian. 3.4.2.4 Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas instrumen berkenaan dengan tingkat keajengan (konsistensi) suatu tes, yaitu sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg/tidak berubah-ubah. Teknik perhitungan koefisien reliabilitas yang digunakan disini adalah dengan menggunakan Koefisien Reliabilitas Kuder-Richardson (KR-20), Guilford (1979) menyebutkan bahwa metode ini merupakan koefisien reliabilitas yang dapat menggambarkan variasi dari item-item untuk jawaban ya/tidak yang diberi skor 1 atau 0.

Koefisien Reliabilitas Kuder-Richardson (KR-20) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

dimana : n = jumlah item St2 = Varians total

                

2

2 1 20 t t S pq S n n KR


(19)

p = Proporsi dari orang yang menjawab benar pada item ke-i. 1- p = Proporsi dari orang yang menjawab salah pada item ke-i = q

Nilai-nilai untuk pengujian reliabilitas berasal dari skor-skor item angket yang valid, yaitu berjumlah 60 Item. Item yang tidak valid tidak dilibatkan dalam pengujian reliabilitas. Sebagai kriteria untuk mengetahui tingkat reliabilitas, Walpole & Myers (dalam Azwar, 2004, hlm. 165) mengemukakan dan menggunakan klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.5. Kriteria Keterandalan (Reliabilitas) Instrumen 0.80 – 1.000 Derajat keterandalan sangat tinggi 0.60 – 0.799 Derajat keterandalan tinggi 0.40 – 0.599 Derajat keterandalan sedang 0.20 – 0.399 Derajat keterandalan rendah

0.00 – 0.199 Derajat keterandalan sangat rendah

Hasil perhitungan reliabilitas dengan bantuan program Microsoft Office Excel 2007 menunjukkan nilai KR 0,911, hal ini berarti instrumen berada pada kategori derajat keterandalan sangat tinggi,artinya instrumen mampu menghasilkan skor-skor pada setiap item dengan sangat konsisten. Berdasarkan uji coba instrumen ini dinyatakan valid dan reliabel seluruh butirnya, maka instrumen dapat digunakan untuk pengukuran dalam rangka pengumpulan data. 3.5 Analisis Data

3.5.1 Verifikasi data

Tujuan utama melakukan analisis data adalah menetapkan apakah data yang diperoleh pada sebuah penelitian mendukung klaim perilaku. Verifikasi data merupakan suatu langkah pemeriksaan terhadap data yang diperoleh dalam rangka pengumpulan data, sehingga verifikasi data memiliki tujuan untuk menyeleksi data yang dianggap layak untuk diolah sehingga dapat mengungkapkan apa yang ingin diketahui dari penelitian ini, yaitu mengetahui keefektifan strategi bimbingan kelompok dengan teknik mentoring halaqah dalam pengembangan konsep diri peserta didik SMP di asrama putri Daarut Tauhiid Bandung. Adapun perhitungan analisis datanya menggunakan Microsoft Excel 2007.


(20)

Tahapan verifikasi data yang dilakukan meliputi:

a. Mengecek jumlah angket yang terkumpul harus sesuai dengan jumlah angket yang disebar

b. Memberikan nomor urut pada setiap angket agar tidak terjadi kesalahan dalam proses rekapitulasi data

c. Melakukan tabulasi data, yaitu merekap data yang diperoleh dari peserta didik dengan melakukan penyekoran sesuai dengan tahapan penyekoran yang telah ditetapkan. Tabulasi data dilakukan dengan cara:

1. Memberi skor pada setiap item

2. Menentukan skor maksimal ideal yang diperoleh sampel 3. Menentukan skor minimal ideal yang diperoleh sampel 4. Menentukan interval skor ideal

5. Menghitung frekuensi jawaban seluruh responden

6. Menghitung persentase frekuensi jawaban seluruh responden, dengan rumus : � =

�X %

Keterangan :

P : Persentase f : frekuensi N : Jumlah Subjek

100% : Bilangan Tetap (Arikunto dan Suharsimi, 2006, hlm. 104) 3.5.2 Pengolahan Data

Item pernyataan self concept siswa diukur dengan menggunakan pernyataan angket dalam bentuk Skala Guttman. Angket berbentuk pertanyaan yang bersifat positif dan negatif dengan pilihan “Ya” atau “Tidak” (forced choice). Peserta didik diminta untuk memberikan jawaban “Ya” bila sesuai dengan keadaan dirinya,dan jawaban “Tidak” bila sebaliknya. Pemberian skor bergantung sesuai dengan jawaban yang dipilih peserta didik dan sifat dari setiap pernyataan pada angket. Bila pernyataan bersifat positif maka skor jawaban “Ya” adalah satu dan skor jawaban “Tidak” adalah nol. Sebaliknya, jika pernyataan bersifat negatif, maka skor jawaban “Ya” adalah nol dan skor jawaban “Tidak” adalah satu. Secara jelas skor penilaian setiap item pernyataan dapat dilihat pada tabel 3.6 Berikut:


(21)

Tabel 3.6. Pedoman Skoring

Kriteria Pernyataan Ya Tidak

Positif 1 0

Negatif 0 1

Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran konsep diri siswa yang diperoleh berdasarkan angket yang telah disebar kepada peserta didik di asrama putri kelas IX SMP Daarut Tauhiid Boarding School Bandung tahun ajaran 2014-2015. Penentuan pengelompokan dan penafsiran data konsep diri siswa digunakan sebagai standardisasi dalam menafsirkan skor yang ditujukan untuk mengetahui makna skor yang dicapai peserta didik dalam pendistribusian respon terhadap instrumen. Konsep diri diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Untuk mengetahui dua kategori konsep diri pengelompokan data menggunakan proses perhitungan dengan rumus sebagai berikut:

p = ��−� � Keterangan :

p = Panjang kelas

� = Skor tertinggi

� = Skor terendah

K= Banyaknya kelas/kategori

Instrumen konsep diri terdiri dari 60 item. Setiap item memiliki dua alternatif jawaban yang diberi nilai 0 sampai 1. Nilai minimal adalah 0 dan nilai maksimal adalah 60. Dari perhitungan dengan menggunakan rumus didapatkan panjang kelas sebesar 30. Setelah rata-rata ideal didapatkan maka data dapat digolongkan berdasarkan kriteria pengelompokannya. Kriteria pengelompokan skor dapat dilihat pada tabel 3.7 berikut:

Tabel 3.7. Kriteria Pengelompokan Data

Rentang Kategori

X ˃ x.id ≤ 60 31-60 Positif 0 ≤ X ≤ x.id 0-30 Negatif


(22)

Teknik analisa data yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah analisa univariat yaitu bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel dalam suatu penelitian. (Azwar,2004, hlm. 85) . Hasil pengolahan data konsep diri siswa yang dijadikan landasan dalam penyusunan intervensi berupa strategi bimbingan kelompok dalam pengembangan konsep diri peserta didik di asrama putri Daarut Tauhiid dikelompokkan dalam dua kategori yaitu positif dan negatif. Hasil pengelompokan data berdasarkan kategori dan interpretasi dijelaskan pada tabel 3.8 berikut:

Tabel 3.8. Interpretasi Kategori Konsep Diri

Rentang Kategori Interpretasi

31-60 Positif Menerima dirinya apa adanya, tanpa merasa tertekan dan terbebani dengan keadaan dirinya maupun pandangan orang lain terhadap dirinya, percaya diri, menghargai dan merasa puas terhadap dirinya secara fisik, moral, personal, keluarga, dan interaksi sosialnya; mengenali kelebihan dan kelemahan diri, serta tidak terpaku pada kelemahannya.

0-30 Negatif Tidak puas pada diri sendiri dan cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal yang negatif dalam dirinya pada aspek fisik, moral, personal, keluarga, dan sosial sehingga sulit menemukan hal-hal positif dan pantas dihargai dalam dirinya; mudah mengecam dan menyalahkan diri sendiri karena merasa kurang cantik

atau kurang berbakat; serta tidak memiliki

kepercayaan diri, cenderung tidak dapat menerima kelemahan-kelemahan dirinya, sehingga mengakibatkan frustrasi, cenderung berpikir negatif dan selalu khawatir.


(23)

Setelah pengkategorisasian konsep diri peserta didik, selanjutnya menyusun rumusan strategi bimbingan kelompok. Perhitungan tingkat ketercapaian setiap dimensi dituangkan dalam bentuk persentase dengan terlebih dahulu menentukan skor ideal/kriterium.

Arikunto (2006, hlm. 246) menjelaskan skor ideal adalah skor yang ditetapkan dengan asumsi bahwa setiap responden pada setiap pernyataan memberi jawaban dengan skor tertinggi, kemudian dilakukan cara membagi jumlah skor hasil penelitian dengan skor ideal. Adapun perhitungan tingkat ketercapaian digunakan rumus sebagai berikut:

Persentase ketercapaian indikator= ̅ ∑ �� � ℎ � � � � � �

� � � � � � � � x100 %

Hasil perhitungan sesuai rumus di atas, dijadikan dasar kebutuhan peserta didik akan layanan yang diasumsikan bahwa pencapaian indikator terendah adalah prioritas utama untuk dikembangkan.

3.6 Analisis Efektivitas Bimbingan Kelompok dengan Teknik Mentoring Halaqah dalam Pengembangan Konsep Diri Siswa

Perhitungan keefktivitasan bimbingan kelompok mentoring halaqah dalam pengembangan konsep diri peserta didik dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini:

a. Menghitung skor pre-test kelompok eksperimen dan kontrol baik skor konsep diri secara umum, dimensi, dan aspek untuk mengetahui perbedaan dua kelompok

b. Setelah dilaksanakan post-test pada kelompok eksperimen dan kontrol, dihitung skor konsep diri secara umum, dimensi dan aspek.

Untuk mengetahui efektivitas layanan menggunakan statistik nonparametrik dengan Uji Mann-Whitney atau U-tes untuk menguji sampel eksperimen dan kontrol melalui analisis data konsep diri siswa sebelum dan sesudah diberi perlakuan bimbingan kelompok dengan mentoring halaqah, dengan rumus sebagai berikut:


(24)

Keterangan:

R = jumlah rangking dengan ukuran sampel n

R = jumlah rangking dengan ukuran sampel n S = simpangan baku

Harga U dipilih yang terkecil dari hasil perhitungan pada setiap kelompok 1 dan 2. Kriteria uji-u tersebut berpandangan pada hipotesis statistik dalam penelitian yang menyatakan bahwa: H = strategi bimbingan kelompok dengan teknik mentoring halaqah tidak efektif dalam pengembangam konsep diri siswa kelas IX SMP Daarut Tauhiid Boarding School Bandung, H = stategi bimbingan kelompok dengan teknik mentoring halaqah efektif dalam pengembangan konsep diri siswa kelas IX SMP Daarut Tauhiid Boarding School Bandung. Taraf keyakinan (α) yang digunakan sebagai kriteria dasar pengambilan keputusan hipotesis adalah pada taraf signifikansi 5 % atau α=0,05. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah H : µ = µ ; H : µ ≠ µ . Sehingga, pengambilan keputusannya adalah: (1) Jika U n < U el, maka H ditolak dan

H tidak ditolak; dan (2) U n > U el, maka H tidak ditolak dan H ditolak.


(25)

DAFTAR PUSTAKA Al Qur’anul Karim

Abdullah, Somaya. (2007). Islam and counseling: Model of practice in Muslim

communal life. [Online]. Diakses dari

http://www.iona.edu/academic/artsscience/orgs/pastoral/issues/2007v42/so mayaabdullah.pdf .

Ade Hidayat. (2012). Program bimbingan kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah dalam meningkatkan kecerdasan moral (studi kasus kuasi eksperimen terhadap siswa kelasx di sman 6 garut. (Tesis) Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

Afif Aminullah. (2013). Kecemasan antara siswa smp dan santri pondok pesantren. Jurnal Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang. ISSN: 2301-8267. 1 (2), hlm. 165-168.

Agustiani, H. (2006). Psikologi perkembangan: Pendekatan ekologi kaitannya dengan konsep diri. Bandung: PT. Refika Aditama.

Albanna, H. (2005). Risalah pergerakan Ikhwanul Muslimin 1. Jakarta: Era Intermedia

Alwi, Hasan. (1997). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Alwisol. (2007). Psikologi kepribadian. Edisi Revisi. Malang: UMM Press.

Al-Zyoudi, M., (2007). Gender differences in self-concept among adolescents with low vision. International Journal of Special Education,22 (1), hlm. 132-136.

American Association of University Women. (1992). How schools shortchange girls: A study of majorfindings on girls and education. Washington D.C: Authors.

Amiruddin. (2011). Peningkatan keterampilan menulis argumentatif melalui model halaqah (studi pengembangan model pembelajaran dan kepribadian menulis pada siswa kelas x SMA Kartika Kendari. (Tesis) Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

Andayani, B & Afiatin, T. (1996). Konsep diri, harga diri, dan kepercayaan diri remaja. Jurnal Psikologi. 23 (2), hlm. 23-30.

An-Nabhani, T. (2001). Peraturan hidup dalam islam.Jakarta Selatan. HTI Press Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

Asrohah, Hanun. (1999). Sejarah pendidikan Islam. Jakarta: Logos.

Asizah& Fabiola Hendrati. (2005). Intensitas komunikasi antara anak dengan orang tua dan self regulation pada remaja pesantren. Persona, Jurnal Psikologi Indonesia. 2 (2), hlm. 90 – 98


(26)

Aviatun Khusna. (2014). Peran mentoring agama islam terhadap peningkatan pendidikan nilai dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. (Skripsi) Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Azwar. (2004). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Azra,Azyumardi. (1995). Jaringan ulama timur tengah dan kepulauan nusantara. Bandung: Mizan.

Az-Zahidda, Wida. (2009). Mentoring fun. Surakarta: Afra Publishing

Barbara H. L., Robert C. Z., & Edmund H. H. (1986). Developmental changes inthe self-concept during adolescence. Journal of School Review, 76(2), hlm. 210-230.

Bastaman, H.D. (1995). Integrasi psikologi dengan Islam, menuju psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Belle & Rose. (2007). The roots and meaning of mentoring. Journal of Mentoring, 9 (3), hlm. 210-221.

Burke, R.J. & McKeen, C.A. (1989). Developing formal mentoring programs inorganizations. Journal of Business Quarterly, 53 (3), 76-99.

Calhoun, J.F. & Acocella, J.R. (1995). Psychology of adjusment and human relationship. New York: Mcgraw-Hill Publishing Co.

Carroll, Marguerite (2003). Developmental groups in school counseling. [Online]. Tersedia;http://proquest.umi.com/pqdweb?index=22&sid=24&srchmode=1& vinst=PROD&fmt=4&startpag

Corey, Gerald. (2008). Theory and practice of group counseling. Belmont: Thomson Brooks/Cole.

Dariyo, A. & Ling, Y. (2002). Skripsi: Interaksi sosial di sekolah dan harga diri sekolah menengah umum. Phronesis Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 4 (7)

Demo, D.H. & Seven-Williams, R.C. (2004). Devolopment changing and stability in adolescent self concept. Journal of Devolopment Psychology, 2 (6), hlm. 1100-1110

Dunn, J. (2006). Handbook of moral development, moral development in early childhood and social interaction in the family. London: Lawrence Erlabaum Associates.

Gay, B. (1994). What is mentoring?. Journal of Education+Training, 36 (5), hlm 4-7.

Gopee. (2011) Effective mentoring. Journal of Mentoring, 1 (8) hlm. 5-10

Gordon dan Vos, Jeannete. (2000). Revolusi cara belajar: Keajaiban pikiran. Bandung: Penerbit Kaifa.


(27)

Fatimah, Siti.(2014). Pengaruh keaktifan mengikuti mentoring terhadap kedisiplinan beribadah mahasiswa lembaga dakwah kampus (ldk) Darul Amal STAIN Salatiga. (Skripsi). Sekolah Tinggi Agama Islam, Salatiga Fitts, W.H. (1971). The self concept and self actualization. (1st ed) Los Angeles:

Western. Psychological Service.

Friedenberg, Lisa. (1995). Psychological testing, design, analysis and use, Boston: Allyn and Bacon.

Garliah, L., &Wulandari, B. (2003). Hubungan antara religiusitas dengan altruisme pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara beragama Islam, Jurnal Intelektual, 1 (3), hlm. 12-25

Ghonimah, Lailatul. (2010). Kualitas kelekatan (attachment) santri berdasarkan figure lekat santri pondok pesantren Tebuireng Jombang. (Skripsi). Universitas Islam Negeri Malang, Malang.

Gunarsa, Singgih D. (2008). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta : Gunung Mulia.

Hawwa, Sa’id. (2005). Membina angkatan mujahid: Studi analitis atas konsep dakwah Hasan Al-Banna dalam risalah ta’alim. Surakarta: Intermedia. Ingrid, Ed. D. (2005). Mentoring : A role to facilitate academic change, Journal of

Allied Health Sciences And Practice, 3 (2), hlm. 24-25.

Juwariyah. (2005). Model pendidikan di pesantren. [Online]. Diakses dari: http://uin.suka.info/ejurnal

Kim, Uichol, et. al. (2010). Indigenous and cultural psychology: Memahami orang dalam konteksnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kusuma, A. A. (2010). Hubungan antara pengetahuan, sumber informasi, dan pemahaman agama dengan perilaku mahasiswa terhadap hiv/aids. (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat, UMS, Surakarta.

La Vonne dan Steve. (2002). Mentoring the successful graduate student of tomorrow. Research in Higher Education Journal, 1 (2), hlm. 1-7

Ling, L.K., & Chan, D.W. 1997. Family relationship, self-concept, and delinquent behavior among chinese adolescents in Hong Kong. Journal Education. Vol 25, No. 1. The Chinese University Of Hong Kong

Lubis, S.H. (2006). Rahasia kesuksesan halaqah (usroh). Tanggerang, FBA Press. Lubis, S.H. (2010). Menggairahkan perjalanan halaqah. Yogyakarta: Pro you

media.

Mahmud, Ali A. H. (2008). Perangkat-perangkat tarbiyah Ikhwanul Muslimin. Surakarta: Era Intermedia.

Maksum. (1999). Madrasah: Sejarah dan perkembangannya. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.


(28)

Marina. (2000). Hubungan antara tipe kepribadian introvert-ekstrovert dan tingkah laku penyalahgunaan heroin pada remaja. Jurnal Psikologi. 5 (2), hlm. 1-3.

Marsh, H.W., & Craven. (2008). The centrality of the self-concept construct for psychological wellbeing and unlocking human potential: implications for child and educational psychologists. Journal Educational Psychology, 25 (5), hlm.25-40

Maryadi, dkk. (2012). Risalah menejemen mentoring kampus. Semarang: TIM Kurikulum BK Menas.

Maslihah, S. (2011). Studi tentang hubungan dukungan sosial, penyesuaian sosial di nlingkungan sekolah dan prestasi akademik siswa SMPIT ASSYFA boarding school Subang Jawa Barat. Jurnal Psikologi Undip, 10 (2) hlm. 9-14

Megawati, Christofora T. (2004). Cara mengembangkan konsep diri. Journal: Character Building, Jakarta : Universitas Bina Nusantara.

Munawwir, Ahmad W. (2002). Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka.

Muskinul, Fuad. (2013). Halaqah sebagai model bimbingan kelompok untuk mengembangkan kepribadian Muslim. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Nurdin. (2009). Pengaruh kecerdasan emosional terhadap penyesuaian sosial siswa di sekolah. Jurnal Administrasi Pendidikan, 1 (2)

Nashori, F. dan Muslim. (2007). Religiusitas dan kebahagiaan tentik (authentic happiness) mahasiswa. Jurnal Psikologi Proyeksi, 2 (2)

Natawidjaja, Rochman. (2009). Konseling kelompok: Konsep dasar dan pendekatan, Bandung: Rizqi.

Obidigbo, G.C. (2002). The relationship between self concept and academic performances of nigeria students. African Journal: IFE Psychologia, 10 (2), hlm. 20 – 27.

Permana, B. E. (2010). Program bimbingan kelompok dengan pendekatan halaqah untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri remaja. (Tesis) Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

Papalia, D. E. (2004). Human Development (9th ed). New York: Mc Graw Hill. Parker, J. G. & Asher, S. R. (1993). Frienship and friendship quality in middle

childhood: Links with peer group acceptance and feelings of loneliness and social dissatisfaction. Journal Of Developmental Psychology. 29 (4). hlm. 611-621.

Prasetyo, B. W. (2006). Reliabilitas dan validitas konstruk skala konsep diri untuk mahasiswa Indonesia, Jurnal: Psikologi, Universitas Diponegoro, 3 (1), hlm 45-47


(29)

Prayitno. (2004). Layanan bimbingan kelompok dan konseling. Padang: Universitas Negeri Padang

Probowati, Eni (2013) “Studi komparasi antara akhlak siswa yang mengikuti program mentoring dengan yang tidak mengikuti program mentoring sie.kerohanian Islam (rohis) di SMA Negeri 3 Semarang”. (Skripsi), Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang

Purkey, W. (1988). An Overview of self-concept theory for counselors. [Online] Diakses dari www.ericdigests.org/pre-9211/self.htm.

Pudjijogyanti, C. R. (1985). Konsep diri dalam proses belajar mengajar. Jakarta: Pusat Penelitian Unika Atmajaya.

Purwadi. (2004). Proses pembentukan identitas diri remaja. Humanitas : Indonesian Psychologycal Journal, 1 (3), hlm. 78-80

Qodiri, A. B. A. (1992). Adab halaqah. Jakarta: Asaduddin Press.

Rahayu, S. (2008). Hubungan antara religiusitas dengan kematangan emosi pada siswa Smu Institute Indonesia I Yogyakarta. (Skripsi). Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Rahmawati, Indriana. (2010). Hubungan antara konsep diri dengan penyesuaian diri siswa-siswi Madrasah Aliyah Nnegeri Wlingi Blitar. (Skripsi). Psikologi Universitas Indonesia, Malang.

Rakhmat, Jalaluddin. (2003). Psikologi agama sebuah pengantar. Bandung: P.T. Mizan Pustaka.

Ridwansyah. (2008). Pembinaan sikap keberagamaan siswa melalui program mentoring ekstrakurikuler rohani Islam (Rohis) Di SMAN Unggulan 57 Jakarta. (Skripsi). Universitas Islam Negeri, Jakarta.

Rola, F. (2006) Hubungan konsep diri dengan motivasi berprestasi pada remaja, Jurnal USU Respository, September 2006.

Romli, M. (2007). Pelaksanaan mentoring agama Islam di SMP Negeri 1 Galur Kulon Progo Yogyakarta. (Skrips). Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Rumiani. (2006). Prokrastinasi akademik ditinjau dari motivasi berprestasi dan stres mahasiswa. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, 3 (2), 37-48 Rusmana, Nandang (2009). Bimbingan dan konseling kelompok di sekolah:

metode,teknik, dan aplikasi. Bandung: Rizqi.

Rusmiyati. (2003). Panduan mentoring agama Islam. Jakarta: Iqro’club.

Santrock, W.J. (2007). Adolesecence eleventh edition (terjemahan jilid 2), New York: The Mc-Graw Hill.

Shavelson, B.J. & Roger, B. (1982). Self-Concept: The interplay of theory methods. Journal of Educational Psychology, 72 (1), hlm. 3-17


(30)

Shiffer, N., Layhch-Sanner, J & Nadelmen, L. (1977.) Relationship between self- concept and classroom behavior in two informal elemantary classroom. Journal of Educational Psychology, 72 (1), hlm. 349-359.

Suyuti, Nira Roswita. (2010). Hubungan antara konsep diri dengan kemandirian remaja panti asuhan Nurul Abyadh Malang. (Skripsi). Jurusan Bimbingan Konseling danPsikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang.

Stuart& Sundeen. (1998). Keperawatan jiwa (edisi ketiga). Alih bahasa Achir Yani S Hamid, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Tim L-Mai. (2012). Modul mentoring, LDK UKMI Addakwah USU, Medan Ubaydillah, AN. (2007). Membangun konsep diri positif pada anak-anak.

[Online] Diakses dari http://www.epsikologi.com/epsi/anak_detail. asp?id=414

Vaughan, F. (2002). What is spiritual intelligence?. Journal of HumanisticPsychology, 42, (2), 16-23.

Whiston, S. C., & Quinby, R. F. (2009). Review of school counseling outcome research. Psychology In The Schools, 46 (3), hlm. 267 – 272.

Yuniar, M., Abidin, Z. & Astuti, T.P. (2005). Penyesuaian diri santri putri terhadap kehidupan pesantren: Studi kualitatif pada madrasah takhasusiah pondok pesantren modern Islam Assalam Surakarta. Jurnal Psikologi Undip. 2 (1), hlm. 10-17

Yusuf, Syamsu., dan Nurihsan, Juntika., (2005). Landasan bimbingan dan konseling. Bandung: Penerbit Rosdakarya.

Zabidin Muhammad. (2013). Halaqah dalam menanamkan nilai dan sikap anti korupsi pada kader partai keadilan sejahtera di kabupaten Pekalongan”.Universitas Negeri Semarang, Semarang

Zayiroh. (2007). Keefektivan layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan perilaku komunikasi antarpribadi siswa kelas X SMA Negeri 1Unggaran. (Online). Tersedia : http:///digilib. unnes.ac.id/ gsdl/collect/skripsi/ archives/ HASH77cf.dir/doc.pdf (diakses 20 Oktober 2009


(31)

(1)

Aviatun Khusna. (2014). Peran mentoring agama islam terhadap peningkatan pendidikan nilai dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. (Skripsi) Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Azwar. (2004). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Azra,Azyumardi. (1995). Jaringan ulama timur tengah dan kepulauan nusantara. Bandung: Mizan.

Az-Zahidda, Wida. (2009). Mentoring fun. Surakarta: Afra Publishing

Barbara H. L., Robert C. Z., & Edmund H. H. (1986). Developmental changes inthe self-concept during adolescence. Journal of School Review, 76(2), hlm. 210-230.

Bastaman, H.D. (1995). Integrasi psikologi dengan Islam, menuju psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Belle & Rose. (2007). The roots and meaning of mentoring. Journal of Mentoring, 9 (3), hlm. 210-221.

Burke, R.J. & McKeen, C.A. (1989). Developing formal mentoring programs inorganizations. Journal of Business Quarterly, 53 (3), 76-99.

Calhoun, J.F. & Acocella, J.R. (1995). Psychology of adjusment and human relationship. New York: Mcgraw-Hill Publishing Co.

Carroll, Marguerite (2003). Developmental groups in school counseling. [Online]. Tersedia;http://proquest.umi.com/pqdweb?index=22&sid=24&srchmode=1& vinst=PROD&fmt=4&startpag

Corey, Gerald. (2008). Theory and practice of group counseling. Belmont: Thomson Brooks/Cole.

Dariyo, A. & Ling, Y. (2002). Skripsi: Interaksi sosial di sekolah dan harga diri sekolah menengah umum. Phronesis Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 4 (7)

Demo, D.H. & Seven-Williams, R.C. (2004). Devolopment changing and stability in adolescent self concept. Journal of Devolopment Psychology, 2 (6), hlm. 1100-1110

Dunn, J. (2006). Handbook of moral development, moral development in early childhood and social interaction in the family. London: Lawrence Erlabaum Associates.

Gay, B. (1994). What is mentoring?. Journal of Education+Training, 36 (5), hlm 4-7.

Gopee. (2011) Effective mentoring. Journal of Mentoring, 1 (8) hlm. 5-10

Gordon dan Vos, Jeannete. (2000). Revolusi cara belajar: Keajaiban pikiran. Bandung: Penerbit Kaifa.


(2)

Fatimah, Siti.(2014). Pengaruh keaktifan mengikuti mentoring terhadap kedisiplinan beribadah mahasiswa lembaga dakwah kampus (ldk) Darul Amal STAIN Salatiga. (Skripsi). Sekolah Tinggi Agama Islam, Salatiga Fitts, W.H. (1971). The self concept and self actualization. (1st ed) Los Angeles:

Western. Psychological Service.

Friedenberg, Lisa. (1995). Psychological testing, design, analysis and use, Boston: Allyn and Bacon.

Garliah, L., &Wulandari, B. (2003). Hubungan antara religiusitas dengan altruisme pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara beragama Islam, Jurnal Intelektual, 1 (3), hlm. 12-25

Ghonimah, Lailatul. (2010). Kualitas kelekatan (attachment) santri berdasarkan figure lekat santri pondok pesantren Tebuireng Jombang. (Skripsi). Universitas Islam Negeri Malang, Malang.

Gunarsa, Singgih D. (2008). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta : Gunung Mulia.

Hawwa, Sa’id. (2005). Membina angkatan mujahid: Studi analitis atas konsep

dakwah Hasan Al-Banna dalam risalah ta’alim. Surakarta: Intermedia.

Ingrid, Ed. D. (2005). Mentoring : A role to facilitate academic change, Journal of Allied Health Sciences And Practice, 3 (2), hlm. 24-25.

Juwariyah. (2005). Model pendidikan di pesantren. [Online]. Diakses dari: http://uin.suka.info/ejurnal

Kim, Uichol, et. al. (2010). Indigenous and cultural psychology: Memahami orang dalam konteksnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kusuma, A. A. (2010). Hubungan antara pengetahuan, sumber informasi, dan pemahaman agama dengan perilaku mahasiswa terhadap hiv/aids. (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat, UMS, Surakarta.

La Vonne dan Steve. (2002). Mentoring the successful graduate student of tomorrow. Research in Higher Education Journal, 1 (2), hlm. 1-7

Ling, L.K., & Chan, D.W. 1997. Family relationship, self-concept, and delinquent behavior among chinese adolescents in Hong Kong. Journal Education. Vol 25, No. 1. The Chinese University Of Hong Kong

Lubis, S.H. (2006). Rahasia kesuksesan halaqah (usroh). Tanggerang, FBA Press. Lubis, S.H. (2010). Menggairahkan perjalanan halaqah. Yogyakarta: Pro you

media.

Mahmud, Ali A. H. (2008). Perangkat-perangkat tarbiyah Ikhwanul Muslimin. Surakarta: Era Intermedia.

Maksum. (1999). Madrasah: Sejarah dan perkembangannya. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.


(3)

Marina. (2000). Hubungan antara tipe kepribadian introvert-ekstrovert dan tingkah laku penyalahgunaan heroin pada remaja. Jurnal Psikologi. 5 (2), hlm. 1-3.

Marsh, H.W., & Craven. (2008). The centrality of the self-concept construct for psychological wellbeing and unlocking human potential: implications for child and educational psychologists. Journal Educational Psychology, 25 (5), hlm.25-40

Maryadi, dkk. (2012). Risalah menejemen mentoring kampus. Semarang: TIM Kurikulum BK Menas.

Maslihah, S. (2011). Studi tentang hubungan dukungan sosial, penyesuaian sosial di nlingkungan sekolah dan prestasi akademik siswa SMPIT ASSYFA boarding school Subang Jawa Barat. Jurnal Psikologi Undip, 10 (2) hlm. 9-14

Megawati, Christofora T. (2004). Cara mengembangkan konsep diri. Journal: Character Building, Jakarta : Universitas Bina Nusantara.

Munawwir, Ahmad W. (2002). Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka.

Muskinul, Fuad. (2013). Halaqah sebagai model bimbingan kelompok untuk mengembangkan kepribadian Muslim. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Nurdin. (2009). Pengaruh kecerdasan emosional terhadap penyesuaian sosial siswa di sekolah. Jurnal Administrasi Pendidikan, 1 (2)

Nashori, F. dan Muslim. (2007). Religiusitas dan kebahagiaan tentik (authentic happiness) mahasiswa. Jurnal Psikologi Proyeksi, 2 (2)

Natawidjaja, Rochman. (2009). Konseling kelompok: Konsep dasar dan pendekatan, Bandung: Rizqi.

Obidigbo, G.C. (2002). The relationship between self concept and academic performances of nigeria students. African Journal: IFE Psychologia, 10 (2), hlm. 20 – 27.

Permana, B. E. (2010). Program bimbingan kelompok dengan pendekatan halaqah untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri remaja. (Tesis) Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

Papalia, D. E. (2004). Human Development (9th ed). New York: Mc Graw Hill. Parker, J. G. & Asher, S. R. (1993). Frienship and friendship quality in middle

childhood: Links with peer group acceptance and feelings of loneliness and social dissatisfaction. Journal Of Developmental Psychology. 29 (4). hlm. 611-621.

Prasetyo, B. W. (2006). Reliabilitas dan validitas konstruk skala konsep diri untuk mahasiswa Indonesia, Jurnal: Psikologi, Universitas Diponegoro, 3 (1), hlm 45-47


(4)

Prayitno. (2004). Layanan bimbingan kelompok dan konseling. Padang: Universitas Negeri Padang

Probowati, Eni (2013) “Studi komparasi antara akhlak siswa yang mengikuti program mentoring dengan yang tidak mengikuti program mentoring

sie.kerohanian Islam (rohis) di SMA Negeri 3 Semarang”. (Skripsi), Institut

Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang

Purkey, W. (1988). An Overview of self-concept theory for counselors. [Online] Diakses dari www.ericdigests.org/pre-9211/self.htm.

Pudjijogyanti, C. R. (1985). Konsep diri dalam proses belajar mengajar. Jakarta: Pusat Penelitian Unika Atmajaya.

Purwadi. (2004). Proses pembentukan identitas diri remaja. Humanitas : Indonesian Psychologycal Journal, 1 (3), hlm. 78-80

Qodiri, A. B. A. (1992). Adab halaqah. Jakarta: Asaduddin Press.

Rahayu, S. (2008). Hubungan antara religiusitas dengan kematangan emosi pada siswa Smu Institute Indonesia I Yogyakarta. (Skripsi). Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Rahmawati, Indriana. (2010). Hubungan antara konsep diri dengan penyesuaian diri siswa-siswi Madrasah Aliyah Nnegeri Wlingi Blitar. (Skripsi). Psikologi Universitas Indonesia, Malang.

Rakhmat, Jalaluddin. (2003). Psikologi agama sebuah pengantar. Bandung: P.T. Mizan Pustaka.

Ridwansyah. (2008). Pembinaan sikap keberagamaan siswa melalui program mentoring ekstrakurikuler rohani Islam (Rohis) Di SMAN Unggulan 57 Jakarta. (Skripsi). Universitas Islam Negeri, Jakarta.

Rola, F. (2006) Hubungan konsep diri dengan motivasi berprestasi pada remaja, Jurnal USU Respository, September 2006.

Romli, M. (2007). Pelaksanaan mentoring agama Islam di SMP Negeri 1 Galur Kulon Progo Yogyakarta. (Skrips). Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Rumiani. (2006). Prokrastinasi akademik ditinjau dari motivasi berprestasi dan stres mahasiswa. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, 3 (2), 37-48 Rusmana, Nandang (2009). Bimbingan dan konseling kelompok di sekolah:

metode,teknik, dan aplikasi. Bandung: Rizqi.

Rusmiyati. (2003). Panduan mentoring agama Islam. Jakarta: Iqro’club.

Santrock, W.J. (2007). Adolesecence eleventh edition (terjemahan jilid 2), New York: The Mc-Graw Hill.

Shavelson, B.J. & Roger, B. (1982). Self-Concept: The interplay of theory methods. Journal of Educational Psychology, 72 (1), hlm. 3-17


(5)

Shiffer, N., Layhch-Sanner, J & Nadelmen, L. (1977.) Relationship between self- concept and classroom behavior in two informal elemantary classroom. Journal of Educational Psychology, 72 (1), hlm. 349-359.

Suyuti, Nira Roswita. (2010). Hubungan antara konsep diri dengan kemandirian remaja panti asuhan Nurul Abyadh Malang. (Skripsi). Jurusan Bimbingan Konseling danPsikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang.

Stuart& Sundeen. (1998). Keperawatan jiwa (edisi ketiga). Alih bahasa Achir Yani S Hamid, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Tim L-Mai. (2012). Modul mentoring, LDK UKMI Addakwah USU, Medan Ubaydillah, AN. (2007). Membangun konsep diri positif pada anak-anak.

[Online] Diakses dari http://www.epsikologi.com/epsi/anak_detail. asp?id=414

Vaughan, F. (2002). What is spiritual intelligence?. Journal of HumanisticPsychology, 42, (2), 16-23.

Whiston, S. C., & Quinby, R. F. (2009). Review of school counseling outcome research. Psychology In The Schools, 46 (3), hlm. 267 – 272.

Yuniar, M., Abidin, Z. & Astuti, T.P. (2005). Penyesuaian diri santri putri terhadap kehidupan pesantren: Studi kualitatif pada madrasah takhasusiah pondok pesantren modern Islam Assalam Surakarta. Jurnal Psikologi Undip. 2 (1), hlm. 10-17

Yusuf, Syamsu., dan Nurihsan, Juntika., (2005). Landasan bimbingan dan konseling. Bandung: Penerbit Rosdakarya.

Zabidin Muhammad. (2013). Halaqah dalam menanamkan nilai dan sikap anti

korupsi pada kader partai keadilan sejahtera di kabupaten

Pekalongan”.Universitas Negeri Semarang, Semarang

Zayiroh. (2007). Keefektivan layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan perilaku komunikasi antarpribadi siswa kelas X SMA Negeri 1Unggaran. (Online). Tersedia : http:///digilib. unnes.ac.id/ gsdl/collect/skripsi/ archives/ HASH77cf.dir/doc.pdf (diakses 20 Oktober 2009


(6)

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK MELALUI TEKNIK PROBLEM-SOLVING UNTUK MENGEMBANGKAN KONSEP DIRI SISWA SMP.

0 1 25

EFEKTIVITAS STRATEGI PEMBELAJARAN KURIOSITAS BERBASIS KECERDASAN LINGUISTIK DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN: Penelitian Eksperimen Kuasi Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 26 Bandung Tahun Ajaran 2014-2015.

0 10 137

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN STRATEGI REACT : Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 35 Bandung.

0 17 30

EFEKTIVITAS TEKNIK MANAJEMEN DIRI UNTUK MENGURANGI KECANDUAN ONLINE GAME : Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Siswa Kelas IX SMPN 40 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

14 51 67

EFEKTIVITAS PROGRAM BIMBINGAN KELOMPOK DALAM MENGEMBANGKAN KONSEP DIRI SISWA :Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa SMP Terbuka Kota Serang.

0 0 56

EFEKTIVITAS LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK PERMAINAN UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA :Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 24 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

0 0 53

EFEKTIVITAS TEKNIK PERMAINAN DALAM BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN DIRI SISWA : Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

0 1 43

PROGRAM BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN MENTURING HALAQAH DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN MORAL: Studi Kasus Eksperimen terhapad Siswa Kelas X di SMAN 6 Garut.

0 3 51

EVEKTIVITAS TEKNIK BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENIGKATKAN KONSEP DIRI REMAJA : Studi Pre-Eksperimen Pada Siswa Kelas X SMK Yapema Gadingrejo Lampung.

0 1 51

PROGRAM BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN HALAQAH (MENTORING) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI REMAJA :Studi Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas XI Ilmu Sosial Di SMA Negeri 1 Kota Sukabumi.

1 4 46