OPTIMASI EKSTRAKSI SENYAWA α-MANGOSTIN DARI KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana Linn.).
OPTIMASI EKSTRAKSI SENYAWA α
-MANGOSTIN DARI
KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana Linn.)
SKRIPSI SARJANA FARMASI
Oleh
OKTOVIANI
No. BP. 07 131 054
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2012
(2)
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Andalas Padang
Disetujui oleh :
Pembimbing I
Dra. Elidahanum Husni, MSi, Apt
Pembimbing II
(3)
iii
ABSTRAK
Telah dilakukan optimasi ekstraksi senyawa α-mangostin dari kulit buah
Garcinia mangostana Linn. dengan metoda maserasi, perkolasi dan sokletasi. Masing-masing metoda menggunakan 100 mg sampel dengan 600 mL n-heksana sebagai pelarut pertama dan 600 mL dikloro metana (DCM) sebagai pelarut kedua . Dari ketiga metoda ini, terlihat bahwa metoda sokletasi menghasilkan nilai rendemen ekstrak tertinggi yaitu sebesar 6,57 %. Selanjutnya dilakukan penentuan kadar senyawa α-mangostin dari masing-masing ekstrak menggunakan TLC scanner. Fase diam yang digunakan adalah plat silika 60 GF254 dan fase geraknya DCM:metanol (49:1). Hasil penentuan kadar yang paling besar terdapat pada ekstrak yang diperoleh dari sokletasi yaitu sebesar 67,76 %.
(4)
iv
ABSTRACT
The Optimization of extraction of α-mangostin compound from the pericarp Garcinia mangostana Linn was performed by applying 3 methods, which were maceration, percolation and sokletasi. Each method used a 100 mg sample with 600 mL of n-hexane as the first solvent and 600 mL of dichloro methane (DCM) as the second solvent. Of the three methods, the method of sokletasi produced the highest yield of extract which was 6.57%. Then the α-mangostin level of each extract were determined by using TLC scanner. The stationary phase used was 60 GF254 silica plate and mobile phase was DCM: methanol (49:1). It was found that the highest level was on the extracts obtained from sokletasi that was 67.76%. methanol (49:1).
(5)
v
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
I. PENDAHULUAN 1
II. TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Tinjauan tentang Garcinia mangostana Linn. 4
2.1.1 Klasifikasi tumbuhan Garcinia mangostana Linn.
2.1.2 Morfologi spesies Garcinia mangostana Linn.
4 4 2.1.3 Bagian-bagian buah Garcinia mangostana Linn. 5
2.1.4 Kegunaan Garcinia mangostana Linn.
2.1.5 Kandungan kimia Garcinia mangostana Linn.
6 6
2.2 Senyawa α-mangostin 7
2.2.1 Khasiat senyawa α-mangostin 8
2.3 Metode ekstraksi
2.3.1 Ekstraksi dengan menggunakan pelarut 2.3.2 Cara ekstraksi lainnya
2.4 Kromatografi lapis tipis (KLT/TLC)
8 8 10 11
(6)
vi 2.4.1 Fasa diam (lapisan penyerap) 2.4.2 Fasa gerak (lapisan pengembang) 2.4.3 Prinsip KLT
11 12 13 2.4.4 Faktor yang mempengaruhi gerakan noda 13
2.4.5 Deteksi senyawa hasil KLT 14
2.4.6 Pengembangan plat KLT 15
2.5 TLC scanner 15
III. PELAKSANAAN PENELITIAN 17
3.1Waktu dan tempat pelaksanaan 17
3.2Metodologi penelitian 3.3Alat dan Bahan
17 17
3.4Prosedur kerja 18
3.4.1 Pengumpulan bahan baku 3.4.2 Identifikasi bahan baku 3.4.3 Pengeringan bahan baku 3.4.4 Penghalusan bahan baku 3.4.5 Proses ekstraksi
3.4.5.1 Ekstraksi metode maserasi 3.4.5.2 Ekstraksi metode perkolasi 3.4.5.3 Ekstraksi metode sokletasi
3.4.6 Penentuan kadar α-mangostin dalam ekstrak 3.4.6.1Pemeriksaan kemurnian α-mangostin 3.4.6.2Pembuatan larutan standar
18 18 18 19 19 19 20 21 22 22 22
(7)
vii 3.4.6.3Pembuatan larutan ekstrak 3.4.6.4Kromatografi lapis tipis (KLT) 3.4.6.5Penentuan kadar
22 23 24
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN 25
4.1 Hasil 25
4.2 Pembahasan 25
V. KESIMPULAN DAN SARAN 33
5.1. Kesimpulan 33
5.2 Saran 33
DAFTAR PUSTAKA 34
(8)
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
I. Perlakuan tiap-taip track dari plat 46
II. Hasil pemeriksaan spektrum IR senyawa α-mangostin pembanding
47
III. Hasil pemeriksaan spektrum UV senyawa α-mangostin pembanding
48
I V. Kemurnian α-mangostin 49
V. Data nilai rendemen tiap-tiap metoda 50
VI. Keterangan kurva kalibrasi 51
VII. Jumlah α-mangostin dalam tiap track sampel 53 VIII. Data kadar α-mangostin tiap-tiap ekstrak 54
(9)
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Bagian-bagian buah manggis 5
2 Struktur α-mangostin 8
3 Diagram alir prosedur penelitian 39
4 Skema maserasi kulit buah G. mangostana Linn. 40
5 Skema perkolasi kulit buah G. mangostana Linn. 41
6 Skema sokletasi kulit buah G. mangostana Linn. 42
7 Skema kerja penentuan kadar α-mangostin 43 8 Surat identifikasi Garcinia mangostana Linn. 44
9 Pola kromatografi lapis tipis 10X5cm 43
10 Pola kromatografi lapis tipis 20X20 cm 46
11 Spektrum IR senyawa α-mangostin pembanding 47 12 Spektrum UV senyawa α-mangostin pembanding 48
13 Grafik rendemen ekstrak 50
14 Kurva kalibrasi 51
15 Profil kromatogram larutan ekstrak dengan cara sokletasi 52 16
17 18
Profil kromatogram larutan ekstrak dengan cara perkolasi Profil kromatogram larutan ekstrak dengan cara maserasi
Grafik kadar α-mangostin
52 52 54
(10)
1
I. PENDAHULUAN
Alam merupakan sumber utama penemuan obat-obat baru. Melalui bahan alam yang secara tradisional digunakan oleh masyarakat awam sebagai bahan obat, para peneliti melakukan penyempurnaan bahan tersebut hingga menjadi obat. Sebagai contoh bahan alam tersebut adalah buah manggis yang selama ini digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit seperti diare, radang amandel, disentri, wasir dan keputihan (Ruknama, 2008).
Manggis merupakan buah tropis basah yang banyak terdapat di hutan belantara Indonesia. Manggis telah dikembangkan dengan baik di Indonesia, tepatnya di Kabupaten Tasikmalaya (Kastaman, 2006). Selain Tasikmalaya, manggis juga berkembang dengan baik di wilayah Sumatra Barat seperti di kabupaten Padang Panjang, Lima Puluh Kota, Agam dan Sijunjung.
Kandungan kimia kulit buah manggis adalah xanthon, mangostin, garsinon, flavonoid dan tannin (Soedibyo, 1998). Menurut hasil penelitian kulit buah manggis memiliki aktivitas antitumor, anti-inflamasi, antialergi, antibakteri, antifungi, antiviral, antimalaria, dan antioksidan (Chaverri, 2008; Bumrungpert, et
al., 2010).
Salah satu kandungan kimia kulit buah manggis yang juga merupakan senyawa kimia yang mendominasi kulit buah manggis adalah xanton. Xanton merupakan golongan senyawa yang memiliki kaitan biogenesis yang erat dengan flavonoid. Dari kaitannya dengan flavonoid ini, dapat diperkirakan bahwa distribusi xanton pada tumbuhan juga dalam bentuk glikosida, yaitu senyawa yang
(11)
2
berikatan dengan suatu gula. Karena itu, biasanya xanton dalam tumbuhan bersifat polar (Pradipta, Nikodemus & Susilawati, 2007). Tetapi jika dilihat dari struktur kimianya, inti xanton lebih menunjukkan sifat yang semipolar (Chaverri, 2008) karena cincin aromatik trisiklik yang disubstitusi dengan bermacam-macam gugus fenolik, metoksi, dan isopren (Walker, 2007).
Senyawa golongan xanton yang paling banyak terdapat dalam kulit manggis adalah α-mangostin (Wahyuono, Astuti, & Artama, 1999; Pothitirat & Gritsanapan, 2009). Senyawa α-mangostin sendiri memiliki berbagai macam aktivitas seperti sebagai antioksidan, antibakteri, antiinflamasi, dan antikanker (Jung H, 2006; Palakawong, Sophanodora, Pisuchpen & Phongpaichit, 2010). Secara fitokimia, mangostin merupakan senyawa terbanyak yang dikandung kulit buah manggis.
Sampai saat ini, manggis telah banyak menarik perhatian para peneliti. Namun kebanyakan diantara penelitian ini terkendala pada upaya mendapatkan bahan aktif dari kulit buah manggis itu sendiri. Bahan aktif yang terdapat dalam kulit buah manggis sangatlah sedikit. Hal ini terbukti dari penelitian yang sudah pernah dilakukan, nilai rendemen dari fraksi kental kulit buah manggis menggunakan pelarut n- heksana hanya sebesar 1,2%, nilai rendemen dari fraksi kental kulit buah manggis menggunakan pelarut diklorometan hanya sebesar 0,4%, nilai rendemen dari fraksi kental kulit buah manggis menggunakan pelarut butanol hanya sebesar 0,5% ( Putra, 2011). Belajar dari penelitian sebelumnya, peneliti terus berusaha mencari metoda ekstraksi terbaik dari kulit buah manggis. Sehingga dari sejumlah kulit buah, dapat diperoleh bahan aktif yang optimal.
(12)
3
Penelitian ini menggunakan 3 macam metoda ekstraksi yaitu maserasi, perkolasi dan sokletasi. Ketiga metoda ini dipilih karena dapat mengekstraksi senyawa-senyawa menggunakan pelarut anorganik seperti dkloro metana dan n-heksana. Masing-masing metoda memiliki kelebihan dan kekurangan. Jika dibandingkan antara ketiganya, maka maserasi merupakan metoda yang paling sederhana dan murah. Namun, pada metoda maserasi ini sangat rentan terjadi penyarian yang tidak sempurna. Sementara perkolasi merupakan metoda yang sudah cukup baik dalam mengatasi masalah penyarian yang tidak sempurna. Tetapi, metoda perkolasi membutuhkan pelarut dalam jumlah banyak. Yang terakhir adalah sokletasi. Sokletasi merupakan metoda yang dinilai paling sempurna dari ketiga metoda tersebut. Karena sokletasi hanya memerlukan pelarut dalam jumlah yang lebih kecil dan terhindar dari proses penyarian yang tidak sempurna karena penyarian dilakukan berulang-ulang dengan cara pemanasan (Depkes RI, 1995).
Berdasarkan teori diatas, maka dilakukan penelitian optimasi ekstraksi dari kulit buah manggis. Dari ketiga metoda ini, akan terlihat metoda yang menghasilkan rendemen ekstrak paling optimal dan metoda yang menghasilkan kadar α-mangostin paling banyak.
(1)
vii 3.4.6.3Pembuatan larutan ekstrak 3.4.6.4Kromatografi lapis tipis (KLT) 3.4.6.5Penentuan kadar
22 23 24
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN 25
4.1 Hasil 25
4.2 Pembahasan 25
V. KESIMPULAN DAN SARAN 33
5.1. Kesimpulan 33
5.2 Saran 33
DAFTAR PUSTAKA 34
(2)
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
I. Perlakuan tiap-taip track dari plat 46 II. Hasil pemeriksaan spektrum IR senyawa α-mangostin
pembanding
47
III. Hasil pemeriksaan spektrum UV senyawa α-mangostin pembanding
48
I V. Kemurnian α-mangostin 49
V. Data nilai rendemen tiap-tiap metoda 50
VI. Keterangan kurva kalibrasi 51
VII. Jumlah α-mangostin dalam tiap track sampel 53 VIII. Data kadar α-mangostin tiap-tiap ekstrak 54
(3)
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Bagian-bagian buah manggis 5
2 Struktur α-mangostin 8
3 Diagram alir prosedur penelitian 39
4 Skema maserasi kulit buah G. mangostana Linn. 40 5 Skema perkolasi kulit buah G. mangostana Linn. 41 6 Skema sokletasi kulit buah G. mangostana Linn. 42 7 Skema kerja penentuan kadar α-mangostin 43 8 Surat identifikasi Garcinia mangostana Linn. 44
9 Pola kromatografi lapis tipis 10X5cm 43
10 Pola kromatografi lapis tipis 20X20 cm 46
11 Spektrum IR senyawa α-mangostin pembanding 47 12 Spektrum UV senyawa α-mangostin pembanding 48
13 Grafik rendemen ekstrak 50
14 Kurva kalibrasi 51
15 Profil kromatogram larutan ekstrak dengan cara sokletasi 52 16
17 18
Profil kromatogram larutan ekstrak dengan cara perkolasi Profil kromatogram larutan ekstrak dengan cara maserasi Grafik kadar α-mangostin
52 52 54
(4)
1
I. PENDAHULUAN
Alam merupakan sumber utama penemuan obat-obat baru. Melalui bahan alam yang secara tradisional digunakan oleh masyarakat awam sebagai bahan obat, para peneliti melakukan penyempurnaan bahan tersebut hingga menjadi obat. Sebagai contoh bahan alam tersebut adalah buah manggis yang selama ini digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit seperti diare, radang amandel, disentri, wasir dan keputihan (Ruknama, 2008).
Manggis merupakan buah tropis basah yang banyak terdapat di hutan belantara Indonesia. Manggis telah dikembangkan dengan baik di Indonesia, tepatnya di Kabupaten Tasikmalaya (Kastaman, 2006). Selain Tasikmalaya, manggis juga berkembang dengan baik di wilayah Sumatra Barat seperti di kabupaten Padang Panjang, Lima Puluh Kota, Agam dan Sijunjung.
Kandungan kimia kulit buah manggis adalah xanthon, mangostin, garsinon, flavonoid dan tannin (Soedibyo, 1998). Menurut hasil penelitian kulit buah manggis memiliki aktivitas antitumor, anti-inflamasi, antialergi, antibakteri, antifungi, antiviral, antimalaria, dan antioksidan (Chaverri, 2008; Bumrungpert, et al., 2010).
Salah satu kandungan kimia kulit buah manggis yang juga merupakan senyawa kimia yang mendominasi kulit buah manggis adalah xanton. Xanton merupakan golongan senyawa yang memiliki kaitan biogenesis yang erat dengan flavonoid. Dari kaitannya dengan flavonoid ini, dapat diperkirakan bahwa distribusi xanton pada tumbuhan juga dalam bentuk glikosida, yaitu senyawa yang
(5)
2
berikatan dengan suatu gula. Karena itu, biasanya xanton dalam tumbuhan bersifat polar (Pradipta, Nikodemus & Susilawati, 2007). Tetapi jika dilihat dari struktur kimianya, inti xanton lebih menunjukkan sifat yang semipolar (Chaverri, 2008) karena cincin aromatik trisiklik yang disubstitusi dengan bermacam-macam gugus fenolik, metoksi, dan isopren (Walker, 2007).
Senyawa golongan xanton yang paling banyak terdapat dalam kulit manggis adalah α-mangostin (Wahyuono, Astuti, & Artama, 1999; Pothitirat & Gritsanapan, 2009). Senyawa α-mangostin sendiri memiliki berbagai macam aktivitas seperti sebagai antioksidan, antibakteri, antiinflamasi, dan antikanker (Jung H, 2006; Palakawong, Sophanodora, Pisuchpen & Phongpaichit, 2010). Secara fitokimia, mangostin merupakan senyawa terbanyak yang dikandung kulit buah manggis.
Sampai saat ini, manggis telah banyak menarik perhatian para peneliti. Namun kebanyakan diantara penelitian ini terkendala pada upaya mendapatkan bahan aktif dari kulit buah manggis itu sendiri. Bahan aktif yang terdapat dalam kulit buah manggis sangatlah sedikit. Hal ini terbukti dari penelitian yang sudah pernah dilakukan, nilai rendemen dari fraksi kental kulit buah manggis menggunakan pelarut n- heksana hanya sebesar 1,2%, nilai rendemen dari fraksi kental kulit buah manggis menggunakan pelarut diklorometan hanya sebesar 0,4%, nilai rendemen dari fraksi kental kulit buah manggis menggunakan pelarut butanol hanya sebesar 0,5% ( Putra, 2011). Belajar dari penelitian sebelumnya, peneliti terus berusaha mencari metoda ekstraksi terbaik dari kulit buah manggis. Sehingga dari sejumlah kulit buah, dapat diperoleh bahan aktif yang optimal.
(6)
3
Penelitian ini menggunakan 3 macam metoda ekstraksi yaitu maserasi, perkolasi dan sokletasi. Ketiga metoda ini dipilih karena dapat mengekstraksi senyawa-senyawa menggunakan pelarut anorganik seperti dkloro metana dan n-heksana. Masing-masing metoda memiliki kelebihan dan kekurangan. Jika dibandingkan antara ketiganya, maka maserasi merupakan metoda yang paling sederhana dan murah. Namun, pada metoda maserasi ini sangat rentan terjadi penyarian yang tidak sempurna. Sementara perkolasi merupakan metoda yang sudah cukup baik dalam mengatasi masalah penyarian yang tidak sempurna. Tetapi, metoda perkolasi membutuhkan pelarut dalam jumlah banyak. Yang terakhir adalah sokletasi. Sokletasi merupakan metoda yang dinilai paling sempurna dari ketiga metoda tersebut. Karena sokletasi hanya memerlukan pelarut dalam jumlah yang lebih kecil dan terhindar dari proses penyarian yang tidak sempurna karena penyarian dilakukan berulang-ulang dengan cara pemanasan (Depkes RI, 1995).
Berdasarkan teori diatas, maka dilakukan penelitian optimasi ekstraksi dari kulit buah manggis. Dari ketiga metoda ini, akan terlihat metoda yang menghasilkan rendemen ekstrak paling optimal dan metoda yang menghasilkan kadar α-mangostin paling banyak.