Formulasi dan Karakterisasi Mikropartikel Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Metode Semprot Kering (Spray Drying)

(1)

FORMULASI DAN KARAKTERISASI

MIKROPARTIKEL EKSTRAK ETANOL 50% KULIT

BUAH MANGGIS (

Garcinia mangostana

L.) DENGAN

METODE SEMPROT KERING (

SPRAY DRYING )

SKRIPSI

NIRMALA KASIH

1110102000042

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

NOVEMBER 2014


(2)

FORMULASI DAN KARAKTERISASI

MIKROPARTIKEL EKSTRAK ETANOL 50% KULIT

BUAH MANGGIS (

Garcinia mangostana

L.) DENGAN

METODE SEMPROT KERING (

SPRAY DRYING )

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

NIRMALA KASIH

1110102000042

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

NOVEMBER 2014


(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Nama : Nirmala Kasih

Program Studi : Farmasi

Judul : Formulasi dan Karakterisasi Mikropartikel Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Metode Semprot Kering (Spray Drying)

Mikropartikel merupakan teknologi sistem penghantaran obat yang terbukti mampu menjaga stabilitas suatu zat aktif dari lingkungan. Ekstrak kulit buah manggis memiliki efek antioksidan yang tinggi, namun bersifat tidak stabil dan mudah teroksidasi. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat mikropartikel ekstrak kulit buah manggis agar stabilitas antioksidan dari kulit buah manggis dapat terlindungi. Mikropartikel dibuat dengan metode semprot kering menggunakan polimer hidroksi propil metil selulosa (HPMC), dengan perbandingan ekstrak:HPMC untuk formula 1 (FI) 1:2; formula II (FII) 1:3; dan formula III (FIII) 1:4. Mikropartikel yang dihasilkan dikarakterisasi meliputi uji perolehan kembali, rata-rata dan distribusi ukuran partikel, sifat alir, kadar air, efisiensi penjerapan serta uji disolusi dalam medium dapar fosfat pH 6,8. Hasil karakterisasi mikropartikel FI, FII, dan FIII secara berturut-turut yaitu nilai perolehan kembali 24,96 %, 26,75 %, dan 27,02 %, rata-rata ukuran partikel 13,12 µm, 15,10 µm, dan 26,33 µm, sifat alir 0,04 g/det, 0,06 g/det, dan 0,1 g/det, dengan sudut istirahat 46,49⁰, 39,36⁰, dan 37,19⁰, kadar air 5,58 %, 4,49 %, 3,50 %, nilai efisiensi penjerapan 9±0,8 %, 23,87±4,0 %, dan 32,83±0,6 %, serta hasil uji disolusi mikropartikel setelah 6 jam mencapai FI 2,09±0,14 mg, FII 1,85±0,09 mg, dan FIII 1,50±0,11 mg. Sehingga disimpulkan bahwa FIII merupakan formula terbaik berdasarkan hasil karakterisasi.

Kata kunci : mikropartikel, ekstrak kulit buah manggis, antioksidan, alfa mangostin, HPMC, semprot kering (spray drying)


(7)

ABSTRACT

Name : Nirmala Kasih

Major : Pharmacy

Title : Formulation and Characterization of Microparticles Ethanol 50% Extract Peel Mangosteen (Garcinia mangostana L.) Using Spray Drying Method

Microparticles is one of drug delivery system technology that is able to maintain the stability of the active substance from the environment. Mangosteen peel extracts have high antioxidant effect, but it is unstable and easily oxidized. The purpose of this study was to make microparticles mangosteen peel extract so that stability of antioxidants can be protected. Microparticles were prepared by spray-drying method using a polymer hydroxy propyl methyl cellulose (HPMC), with a ratio formula of extract to HPMC for formulation I (FI), formulation II (FII), and formulation III (FIII) are 1:2, 1:3, and 1:4 respectively. Microparticles were characterized with various parameter such us the yield, particle size distribution, flow properties, moisture content, encapsulation efficiency and dissolution test in phosphate buffer medium of pH 6,8. The results of the characterization of microparticles FI, FII, and FIII, respectively: yield were 24,96%, 26,75%, and 27,02%; the average of particle size were 13,1β m, 15,10 m, and β6,γγ m , the flow properties were 0,04 g/s, 0,06 g/s, and 0,1 g/s, with corner break were 46,49⁰, 39,36⁰, and 37,19⁰, moisture content were 5,58%, 4,49%, 3,50%, encapsulation efficiency value were 9 ± 0.8%, 23.87 ± 4.0%, and 32.83 ± 0.6%, and the results of microparticles dissolution test at 6th hour reached FI 2,09±0,14 mg, FII 1,85±0,09 mg and FIII 1,50±0,11 mg. Therefore it concluded that the FIII was the best formula based on the characterization.

Keywords: microparticles, mangosteen peel extract, antioxidant, alpha mangostin, HPMC, spray drying


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil`alamiin, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat serta kita sebagai umatnya. Penulisan skripsi yang berjudul “Formulasi dan Karakterisasi Mikropartikel Ekstrak Etanol 50%

Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Metode Semprot Kering (Spray Drying)” bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt. dan Nelly Suryani, Ph.D., Apt sebagai dosen pembimbing yang dengan sabar telah memberikan banyak masukan, ilmu, bimbingan, waktu, tenaga, dan dukungan kepada penulis.

2. Prof. Dr. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Umar Mansur, M.Sc selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada saya.

5. Kedua orang tua, ayahanda Alimuddin M.Nur dan ibunda tercinta Hasma Basir yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, dan doa yang tidak pernah putus dan dukungan baik moril maupun materil. Sunggu besar jasa beliau, tidak ada apapun di dunia ini yang mampu membalas kebaikan Bapak dan mama. Maafkan anakmu ini yang memiliki banyak kesalahan, semoga Allah senantiasa melindungi Bapak dan mama.

6. Adik-adik saya yang tercinta Nirwana, Nurhalifa, dan Adam yang telah memberikan kasih sayang, doa, semangat, dan dukungan baik moril maupun


(9)

materi sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

7. Dwi Susangka Haryanto, S.T, terima kasih atas kesabaran, pengertian, doa, dukungan, semangat dan selalu sedia di saat senang ataupun susah, tanpa lelah mendengarkan cerita selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi.

8. Seluruh keluarga besar Prodi Farmasi FKIK yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan untuk melakukan penelitian serta dukungan yang amat besar.

9. Laboran-laboran Farmasi FKIK, Pak Rahmadi, Kak Lisna, Kak Liken, Mba Rani, Mba Lilis, Kak Tiwi, dan Kak Eris terima kasih atas dukungan serta kerjasamanya selama kegiatan penelitian.

10.Sahabat-sahabatku tercinta Delvina Ginting, Syarifatul Mufida, Mayta Ravika, Chaya Ning Tyas, Dwikky Sunu P., Hanny Narulita, Liana Puspita C., teman-teman kosan Desi Syifa Nurmila, Farida Kusumaningrum, Dias Prakatindih, Salsabiela Dwiyudrisa, Diah Azizah, Julia Anggraini, Sri wahyuni, dan Annisa Alfira atas kebersaaman, persaudaraan, bantuan, semangat, motivasi dan dukungan sejak awal perkuliahan sampai saat ini. 11.Teman-teman Farmasi 2010 Andalusia atas persaudaraan dan kebersamaan

kita selama di bangku perkuliahan.

12.Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu saran serta kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu saya dalam penelitian ini. Amiin Ya Rabbal’alamiin.

Ciputat, 21 November2014


(10)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nirmala Kasih

NIM : 1110102000042

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul :

FORMULASI DAN KARAKTERISASI MIKROPARTIKEL EKSTRAK ETANOL 50% KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.)

DENGAN METODE SEMPROT KERING (SPRAY DRYING )

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital

Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Ciputat

Pada Tanggal : 21 November 2014 Yang Menyatakan,


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSUTUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Mikroenkapsulasi ... 4

2.1.1 Definisi ... 4

2.1.2 Tujuan dan Fungsi Mikroenkapsulasi ... 5

2.1.3 Keuntungan dan Kerugian Mikroenkapsulasi ... 5

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mikroenkapsulasi ... 5

2.1.5 Bahan-bahan yang Digunakan di dalam Mikroenkapsulasi .. 6

2.2 Metode Pembuatan Mikrokapsul ... 7

2.3 Mekanisme Pelepasan Obat dari Mikrokapsul ... 10

2.4 Evaluasi Mikrokapsul ... 11

2.5 Manggis ... 15

2.5.1 Klasifikasi Tanaman ... 16

2.5.2 Morfologi ... 16

2.5.3 Kandungan Kimia ... 17

2.5.4 Khasiat dan Kegunaan ... 18

2.6 Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC) ... 19

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 21

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

3.2 Alat dan Bahan ... 21

3.2.1 Alat ... 21

3.2.2 Bahan ... 21

3.3 Prosedur Penelitian ... 22

3.3.1 Formula Mikropartikel ... 22

3.3.2 Pembuatan Mikropartikel ... 22

3.3.3 Uji Viskositas Larutan ... 22

3.3.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 23 3.3.4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Alfa Mangostin 23


(12)

3.3.4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 23

3.3.5 Evaluasi Mikropartikel ... 23

3.3.5.1 Uji Penentuan Faktor Perolehan Kembali ... 23

3.3.5.2 Uji Kadar Air ... 24

3.3.5.3 Uji Sifat Alir ... 24

3.3.5.4 Distribusi Ukuran Partikel ... 24

3.3.5.5 Uji Efisiensi Penjerapan ... 25

3.3.5.6 Uji Disolusi In Vitro ... 25

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1 Formula Mikropartikel ... 27

4.2 Kurva Kalibrasi Alfa Mangostin ... 29

4.2.1 Penentuan Panjang Gelombang Alfa Mangostin Standar ... 29

4.2.2 Kurva Kalibrasi Alfa Mangostin Standar ... 29

4.3 Evaluasi dan Karakterisasi Mikropartikel ... 30

4.3.1 Uji Perolehan Kembali (UPK) ... 30

4.3.2 Sifat Alir ... 31

4.3.3 Kadar Air ... 31

4.3.4 Distribusi Ukuran Partikel ... 32

4.3.5 Efisiensi Penjerapan ... 33

4.3.6 Disolusi In Vitro ... 35

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

5.1 Kesimpulan ... 38

5.2 Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Diagram Skematik Ilustrasi Mikrosfer ... 4

Gambar 2.2 Spray Dryer EYELA SD-1000 ... 10

Gambar 2.3 Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) ... 17

Gambar 2.4 Struktur Dasar Xanthon ... 18

Gambar 2.5 Struktur Alfa Mangostin ... 18

Gambar 2.6 Struktur Kimia HPMC ... 19

Gambar 4.1 Distribusi Ukuran Partikel ... 33


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Rentang Ukuran Partikel Mikrokapsul ... 14

Tabel 3.1 Formula Mikropartikel ... 22

Tabel 4.1 Viskositas Formula Mikropartikel ... 28

Tabel 4.2 Persamaan Regresi Linier Alfa Mangostin ... 30

Tabel 4.3 Ringkasan Hasil Evaluasi Mikropartikel... 30


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Alur Penelitian ... 45

Lampiran 2. Gambar Alat dan Bahan Penelitian ... 46

Lampiran 3.Scanning Alfa Mangostin Medium Metanol ... 47

Lampiran 4. Data Absorbansi Alfa Mangostin Medium Metanol ... 47

Lampiran 5. Kurva Kalibrasi Alfa Mangostin Medium Metanol... 47

Lampiran 6. Scanning Alfa Mangostin Medium Kloroform ... 48

Lampiran 7. Data Absorbansi Alfa Mangostin Medium Kloroform ... 48

Lampiran 8. Kurva Kalibrasi Alfa Mangostin Medium Kloroform ... 48

Lampiran 9. Scanning Alfa Mangostin Standar Medium Metanol : Dapar Fosfat pH 6,8 (1:1) ... 49

Lampiran 10. Data Absorbansi Alfa Mangostin Medium Metanol: Dapar Fosfat pH 6,8 (1:1) ... 49

Lampiran 11. Kurva Kalibrasi Alfa Mangostin Standar Medium Metanol: Dapar Fosfat pH 6,8 (1:1) ... 49

Lampiran 12. Hasil Mikropartikel Ektrak Etanol 50 % Kulit Buah Manggis 50 Lampiran 13. Hasil Uji Perolehan Kembali (PK) ... 51

Lampiran 14. Hasil Penentuan Sifat Alir Mikropartikel ... 51

Lampiran 15. Hasil Uji Kadar Air Pada Mikroparikel ... 52

Lampiran 16. Distribusi Ukuran Partikel ... 52

Lampiran 17. Hasil Uji Efisiensi Penjerapan pada Mikropartikel ... 53

Lampiran 18. Hasil Uji Statistik Nilai Efisiensi Penjerapan ... 53

Lampiran 19. Hasil Uji Disolusi Mikropartikel ... 56

Lampiran 20. Profil Persentase Disolusi Mikropartikel ... 56

Lampiran 21. Bobot dan Persentase Terdisolusi FI ... 57

Lampiran 22. Bobot dan Persentase Terdisolusi FII ... 57

Lampiran 23. Bobot dan Persentase Terdisolusi FIII ... 58

Lampiran 24. Hasil Uji Statistik Disolusi Mikropartikel ... 58

Lampiran 25. Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol 50 % Kulit Buah Manggis 61 Lampiran 26. Contoh Perhitungan Nilai Efisiensi Penjerapan ... 62

Lampiran 27. Contoh Perhitungan Persentase Disolusi ... 65

Lampiran 28. Sertifikat Analisis Alfa Mangostin ... 68


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Mikropartikel merupakan salah satu tipe penghantaran obat di mana partikelnya berukuran satu sampai beberapa mikron. Mikropartikel terdiri dari dua bagian yaitu inti dan matriks penyalut. Suatu zat aktif akan terjerap atau terdispersi pada lapisan inti dan ditutupi serta dilindungi oleh dinding penyalut. Penyalut yang digunakan dapat bervariasi, namun yang paling banyak digunakan di dalam preparasi mikropartikel adalah polimer baik polimer alami maupun sintetik. Metode yang dapat digunakan dalam membuat mikropartikel dapat disesuaikan dengan tujuan pembuatan dan sifat kelarutan dari zat aktif. Metode tesebut dibagi menjadi dua yaitu metode kimia dan fisika (Kumar, et al., 2011). Tujuan utama dalam pembuatan mikropartikel antara lain menutupi rasa yang tidak enak, meningkatkan kelarutan dari suatu zat aktif, dan melindungi zat aktif dari lingkungan sehingga stabilitasnya dapat terjaga (Xiang, 2011). Mikropartikel sangat bermanfaat untuk suatu zat aktif yang tidak tahan terhadap lingkungan, seperti senyawa yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Yosephine, 2010; Aimen et al., 2011).

Antioksidan merupakan senyawa antiradikal bebas yang dapat menghambat reaksi oksidasi, menetralkan dan menghancurkan radikal bebas yang dapat memicu berbagai penyakit degenerative. Namun, antioksidan bersifat tidak stabil, reaktif, dan mudah teroksidasi (Boots et al., 2008). Salah satu tanaman yang kaya akan antioksidan alami dan banyak tumbuh di daerah Asia adalah buah manggis (Garcinia mangostana L.). Senyawa yang memberikan aktivitas sebagai antioksidan yang terkandung di kulit manggis salah satunya berasal dari senyawa metabolit sekunder xanton. Konstituen utama dari xanton adalah alfa mangostin yang terbukti mampu menghambat pertumbuhan sel kanker prostat dengan dosis 100 mg/kg BB selama 5 kali perminggu (Johnson, 2012). Oleh karena itu, ekstrak kulit buah manggis yang sangat berpotensi ini perlu dibuat menjadi sediaan mikropartikel, karena kemampuan mikropartikel untuk menjerap, menutupi, dan melindungi zat


(17)

aktif sehingga diharapkan mampu menjaga stabilitas antioksidan sehingga tidak kehilangan aktivitasnya. Seperti penelitian Yosephine (2010), alfa tokoferol sebagai antioksidan mampu terjaga stabilitasnya ketika dibuat menjadi mikropartikel dengan polimer hidroksi propil metil selulosa (HPMC).

Di dalam penelitian ini, dibuat mikropartikel ekstrak etanol 50% kulit buah manggis dengan metode semprot kering (spray drying) dan hidroksi propil metil selulosa (HPMC) sebagi bahan penyalutnya. Metode semprot kering (spray drying) dipilih karena penggunaan alatnya yang sederhana dan mudah, ekonomis, membutuhkan waktu yang relatif singkat, dan bisa digunakan dalam skala besar (Xiang, 2011). HPMC dipilih sebagai bahan penyalut karena merupakan polimer hidrofilik semi sintetik yang telah banyak digunakan sebagai pembawa untuk memperbaiki kelarutan, menjaga stabilitas, melindungi komponen yang tidak tahan terhadap lingkungan, dan meningkatkan bioavailabilitas dari suatu zat aktif (Launer dan Jenifer, 2000; Rowe, 2006).

Ruang lingkup penelitian ini adalah memformulasikan ekstrak yang telah terkarakterisasi dengan polimer HPMC lalu dilakukan karakterisasi terhadap mikropartikel tersebut. Karakterisasi yang dilakukan terhadap mikropartikel antara lain efisiensi penjerapan, sifat alir, kadar air, distribusi ukuran partikel, dan perolehan kembali untuk mengetahui keefektifan metode yang digunakan serta uji disolusi mikropartikel. Sehingga diharapkan akan diperoleh formula terbaik berdasarkan hasil karakterisasi tersebut.

1.2Rumusan Masalah

1. Bagaimana karakteristik mikropartikel ekstrak etanol 50% kulit buah manggis dengan polimer HPMC sebagai penyalut menggunakan metode semprot kering (spray drying)?

2. Formulasi manakah yang terbaik berdasarkan hasil karakterisasi mikropartikel.


(18)

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik dari mikropartikel dan formulasi terbaik yang menggunakan polimer HPMC dengan metode semprot kering (spray drying).

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai formulasi mikropartikel ekstrak etanol 50% kulit buah manggis dengan HPMC sebagai polimer dengan metode semprot kering (spray drying).


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikroenkapsulasi 2.1.1Definisi

Mikroenkapsulasi adalah suatu proses penyalutan tipis suatu bahan inti baik berupa padatan, cairan atau gas dengan suatu polimer sebagai dinding pembentuk mikrokapsul. Mikrokapsul yang terbentuk dapat berupa partikel atau bentuk agregat, dan biasanya memiliki rentang ukuran partikel antara 5 –

5000 m. Ukuran tersebut bervariasi tergantung metode dan ukuran partikel

bahan inti yang digunakan (Lachman, 1994).

Istilah kapsul sering digunakan ketika zat aktif terenkapsulasi (inti, agen aktif, bahan yang diisi, fase internal, atau nukleus) dikelilingi oleh material membran (enkapsulan, pembawa, penyalut, membran, cangkang atau dinding) dan istilah sphere digunakan ketika inti terdispersi atau terlarut dalam pembawa (Senatore, 2008)

Gambar 2.1 Diagram skematik ilustrasi mikrosfer. (A) mikrokapsul yang terdiri dari partikel inti yang terenkapsulasi dan (B) mikromatrik yang terdiri dari bahan aktif yang terdispersi homogen dalam pembawa

[Sumber : Swarbick, 2007]

Terdapat dua jenis mikrosfer yaitu mikrokapsul dan mikromatrik (Gambar 2.1). Pada mikrokapsul, bahan inti terperangkap sepenuhnya dan dikelilingi oleh dinding kapsul, sedangkan pada mikrometrik, bahan inti terperangkap dan terdispersi seluruhnya pada matrik mikrosfer (Swarbick, 2007).


(20)

2.1.2Tujuan dan Fungsi Mikroenkapsulasi (Wang, 2006)

Tujuan dari mikroenkapsulasi dapat meliputi : a. Menutupi rasa dan bau yang tidak enak

b. Melindungi bahan inti dari pengaruh lingkungan c. Memperbaiki aliran serbuk

d. Mengubah bentuk cairan menjadi padatan

e. Menyatukan bahan-bahan yang tidak tercampurkan secara kimia f. Mengatur pelepasan inti

g. Menurunkan sifat iritasi bahan inti pada saluran cerna h. Memperbaiki stabilitas bahan inti.

2.1.3Keuntungan dan Kerugian Mikroenkapsulasi (Lachman, 1994)

Adapun keuntungannya yakni sebagai berikut :

a. Dengan adanya lapisan dinding polimer, bahan inti akan terlindung dari pengaruh lingkungan luar

b. Dapat mencegah perubahan warna dan bau serta dapat menjaga stabilitas bahan inti yang dipertahankan dalam jangka waktu yang lama

c. Dapat dicampur dengan komponen lain yang berinteraksi dengan bahan inti

Sedangkan kerugiannya, yakni :

a. Biasanya penyalutan bahan inti oleh polimer kurang sempurna atau tidak merata sehingga akan mempengaruhi pelepasan bahan inti dari mikrokapsul

b. Dibutuhkan teknologi mikroenkapsulasi

c. Harus dilakukan pemilihan polimer penyalut dan pelarut yang sesuai dengan bahan inti agar diperoleh hasil mikrokapsul yang baik.

2.1.4Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Mikroenkapsulasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan mikroenkapsulasi, antara lain sifat fisikokimia bahan inti atau zat aktif, bahan penyalut yang digunakan, tahan proses mikroenkapsulasi (tunggal/bertingkat), sifat dan struktur dinding mikrokapsul serta kondisi pembuatan (Lachman, 1994).


(21)

2.1.5Bahan-Bahan yang Digunakan dalam Mikroenkapsulasi

Mikrokapsul terdiri dari beberapa komponen yaitu : a. Bahan inti

Bahan inti merupakan bahan yang spesifik yang akan disalut, dapat berupa cairan, padatan, bahkan gas. Komposisi bahan inti dapat bervariasi, seperti pada bahan inti cair dapat terdiri dari bahan pendispersi atau bahan terlarut. Sedangkan bahan inti padat dapat berupa zat tunggal atau campuran zat aktif dengan bahan pembawa lain seperti stabilitas, pengencer, pengisi, penghambat, atau pemacu pelepasan bahan aktif, dan sebagainya. Selain itu, bahan inti yang digunakan sebaiknya tidak larut atau tidak bereaksi dengan bahan penyalut yang digunakan.

b. Bahan penyalut

Bahan penyalut adalah bahan yang digunakan untuk melapisi inti dengan tujuan tertentu seperti menutupi rasa dan bau yang tidak enak, perlindungan terhadap pengaruh lingkungan, meningkatkan stabilitas, mencegah penguapan, kesesuaian dengan bahan inti maupun bahan lain yang berhubungan dengan proses penyalutan serta sesuai dengan metode mikroenkapsulasi yang digunakan. Bahan penyalut harus mampu memberikan suatu lapisan tipis yang kohesif dengan bahan inti, dapat bercampur secara kimia, tidak bereaksi dengan inti (bersifat inert), dan mempunyai sifat yang sesuai dengan tujuan penyalutan. Bahan penyalut yang digunakan dapat berupa polimer alam, semi sintetik, maupun sintetik. Jumlah penyalut yang digunakan antara 1 – 70 %, dan pada umumnya digunakan 3 – 30 % dengan ketebalan dinding penyalut 0,1 – 60 µm.

c. Pelarut

Pelarut adalah bahan yang digunakan untuk melarutkan bahan penyalut dan mendispersikan bahan inti. Pemilihan pelarut biasanya berdasarkan sifat kelarutan dari bahan inti atau zat aktif dan bahan penyalut, dimana pelarut yang digunakan tersebut tidak atau hanya sedikit melarutkan bahan inti tetapi dapat melarutkan bahan penyalut. Pelarut polar akan melarutkan pelarut polar dan pelarut non polar akan melarutkan pelarut non polar.


(22)

Untuk melarutkan penyalut juga dapat digunakan pelarut tunggal atau pelarut campuran. Penggunaan pelarut campuran seringkali memberikan kesulitan dalam proses penguapan pelarut, misalnya perbedaan kecepatan penguapan antara dua atau lebih pelarut yang akan mengakibatkan pemisahan komponen pelarut yang terlalu cepat, sehingga penyalut menggumpal. Untuk menghindari hal tersebut biasanya digunakan campuran azeotrop, yaitu campuran pelarut dengan komposisi dan titik didih yang tetap dimana selama proses penguapan komposisi campuran tidak berubah. Jika digunakan campuran azeotrop maka campuran tersebut harus dapat melarutkan penyalut dengan baik.

2.2 Metode Pembuatan Mikrokapsul

Metode mikroenkapsulasi terdiri dari berbagai macam, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Metode kimia

1. Polimerisasi antarpermukaan

Metode ini melibatkan reaksi beberapa monomer pada antarmuka antara dua fase cair yang tidak tercampur satu sama lain untuk membentuk lapisan film yang menyalut fase terdispersi, umumnya digunakan dua monomer yang reaktif yaitu monomer larut dalam air dan monomer larut dalam pelarut organik, di mana satu monomer dilarukan dalam fase air yang mengandung inti terlarut atau terdispersi dan lainnya dilarutkan setelah tahap emulsifikasi dari fase terdispersi tersebut (Benita, 1996).

2. Polimerisasi in situ

Prinsip metode ini hampir sama dengan polimerisasi antarmuka, perbedaannya adalah metode ini hanya menggunakan satu jenis monomer yang berada dalam satu fase yaitu fase inti/fase luar saja. Jika inti berupa zat padat, maka monomer dilarutkan ke dalam fase luar/medium, sedangkan jika inti berupa cairan maka monomer dilarutkan ke dalamnya. Proses polimerisasi terjadi karena penambahan katalis yang dapat dilakukan pada fase luar/fase inti sehingga membentuk suatu lapisan polimer yang menyelimuti seluruh


(23)

permukaan inti (Deasy, 1984). Syarat sistem ini adalah polimer penyalut yang terbentuk harus tidak larut dalam medium yang digunakan.

b. Metode fisikokimia

1. Koaservasi pemisahan fase

Merupakan metode pertama yang digunakan untuk menghasilkan produk

enkapsulasi. Istilah koaversi berasal dari bahasa latin yaitu “acervus” yang

berarti agregasi/penggumpalan dan awalan “co” yang menunjukkan bahwa

partikel koloid yang telah tergabung terlebih dahulu. Metode ini menggambarkan proses pemisahan fase dalam larutan koloid, baik ke arah lapisan kaya koloid disebut koaservat maupun ke arah lapisan miskin koloid. Permisahan terjadi karena perubahan temperatur, perubahan pH, atau pengurangan elektrolit.

2. Metode penguapan pelarut

Pada metode ini bahan penyalut dilarutkan dalam pelarut organik yang mudah menguap dan tidak mudah bercampur dengan fase pembawa, kemudian bahan inti yang akan dimikroenkapsulasi dilarutkan atau didispersikan ke dalam larutan polimer penyalut. Selanjutnya campuran bahan inti dan penyalut didispersikan dalam fase pembawa untuk membentuk emulsi, dan pelarut diuapkan sehingga terbentuk mikrokapsul. Penguapan pelarut dapat dilakukan dengan pemanasan, penurunan tekanan, pengadukan, pendinginan atau pembekuan. Penguapan pelarut organik akan menyebabkan terbentuknya lapisan film di sekeliling inti, sehingga tetesan inti menjadi mikrokapsul.

c. Metode mekanik 1. Suspensi udara

Pada metode ini bahan inti dididspersikan dalam suatu aliran udara yang menyangga, dan penyemprotan penyalut dari partikel yang tersuspensi oleh udara. Inti yang digunakan harus tahan terhadap panas.

2. Metode semprot beku

Proses semprot beku atau spray chilling sama dengan semprot kering meliputi pendispersian bahan inti dalam bahan penyalut yang dicairkan, dan penyemprotan campuran inti – penyalut ke dalam suatu kondisi lingkungan di


(24)

mana pemadatan yang relatif cepat dari penyalutan diganggu. Perbedaan antara kedua metode ini adalah cara dilaksanakannya pemadatan penyalut. Pemadatan pada semprot beku dilaksanakan dengan pembekuan secara termal suatu bahan penyalut yang melebur, atau dengan memadatkan suatu penyalut yang dilarutkan dengan memasukkan bahan inti dan bahan penyalut ke dalam suatu pelarut. Penghilangan bahan bukan pelarut atau pelarut dengan cara teknik peresapan, ekstraksi atau penguapan. Sedangkan semprot kering dipengaruhi oleh penguapan cepat dari pelarut dimana bahan penyalut dilarutkan (Bakan, 1986).

3. Metode semprot kering

Sebagian besar metode mikroenkapsulasi yang umum digunakan dalam industri adalah semprot kering (spray drying) karena metode ini paling mudah diterapkan dan paling ekonomis. Di samping itu, peralatan yang digunakan untuk mikroenkapsulasi dengan metode ini banyak tersedia. Ukuran partikel mikrokapsul yang diperoleh dari semprot kering (spray drying) kisarannya lebih kecil dibandingkan dengan metode lain, sehingga dapat tercapai keseragaman ukuran partikel .

Proses semprot kering (spray drying) meliputi proses pendispersian bahan inti ke dalam bahan penyalut dengan cara menghomogenisasi dan menyemprotkan dispersi bahan penyalut – inti ke dalam suatu lingkungan dengan pemadatan yang relatif cepat dari penyalut. Pemadatan penyalut dalam semprot kering (spray drying) dipengaruhi oleh penguapan cepat dari pelarut bahan penyalut (Masters, 1979).

Menurut Risch (1995), secara praktis semprot kering (spray drying)

dilakukan dengan cara mendispersikan bahan inti ke dalam bahan penyalut, kemudian campuran diatomisasi melalui pipa-pipa ke dalam aliran udara panas yang menyediakan panas laten penguapan. Panas tersebut diperlukan untuk menghilangkan pelarut dari bahan penyalut sehingga menghasilkan partikel-partikel kering sebagai produk mikroenkapsulasi (Onwulata, 1986).


(25)

Gambar 2.2Spray Dryer EYELA SD-1000 [Sumber : Koleksi Pribadi]

4. Metode penyalutan dalam panci

Mikroenkapsulasi dengan menggunakan metode penyalutan dalam panci telah luas digunakan dalam industri farmasi. Pada metode ini penyalut digunakan sebagai satu larutan atau sebagai semprotan halus ke suatu bahan inti padat di dalam panci penyalut untuk memindahkan larutan penyalut, biasanya air hangat digunakan pada bahan-bahan tersalut saat penyalutan ada di dalam panci penyalut. Penghilangan penyalut dilakukan dalam oven pengering (Bakam, 1986).

2.3 Mekanisme Pelepasan Obat dari Mikroskapsul

Pelepasan obat dari mikrokapsul dapat melalui berbagi cara yaitu melalui proses difusi melewati lapisan polimer, erosi dari lapisan polimer atau kombinasi dari erosi dan difusi. Umumnya obat yang dibuat dengan cara ini lebih banyak dilepaskan melalui difusi membran. Cairan dari saluran pencernaan berdifusi melalui membran ke dalam sel, kemudian obat akan melalui difusi pasif dari larutan konsentrasi tinggi di dalam sel kapsul melalui membran ke tempat konsentrasi rendah pada cairan saluran pencernaan. Jadi kecepatan pelepasan ditentukan oleh sifat difusi obat pada membran (Deasy, 1984).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari mikrokapsul antara lain :


(26)

a. Sifat fisik dari mikrokapsul, meliputi bentuk, ukuran, susun inti, dan materi penyalut.

b. Sifat fisikokima dari obat, meliputi kelarutan, dan difusitas. c. Sifat fisikokimia dari penyalut, meliputi ketebalan dan porositas.

2.4 Evaluasi Mikrokapsul

Pembuatan suatu produk obat khususnya mikrokapsul, tidak lepas dari berbagai jenis evaluasi untuk mengontrol kualitas produk dan mengetahui layak atau tidaknya mikrokapsul yang diperoleh tersebut untuk digunakan dan dipasarkan ke masyarakat. Evaluasi yang dilakukan pada mikrokapsul meliputi perolehan kembali, pemeriksaan bentuk dan morfologi mikrokapsul, penetapan kadar air, penentuan kandungan zat aktif pada mikrokapsul dan efisiensi penyerapan, uji pelepasan secara in vitro, serta distribusi ukuran partikel.

a. Perolehan kembali

Faktor perolehan kembali ditentukan dengan membandingkan total mikrokapsul yang diperoleh terhadap total ekstrak kulit buah manggis dengan polimer yang digunakan pada mikrokapsul. Untuk menentukan faktor perolehan kembali digunakan rumus (Kumar et al., 2011):

(2,1)

Keterangan : % PK = faktor perolehan kembali (g), Wm = bobot mikropartikel yang diperoleh (g), Wt = bobot bahan pembentuk mikropartikel (%)

b. Pemeriksaan bentuk dan morfologi mikrokapsul

Pemeriksaan bentuk dan morfologi permukaan mikrokapsul dengan

Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk mengetahui karakteristik

permukaan dan adanya pori-pori pada permukaan mikrokapsul. Mikrokapsul disalut dengan logam emas menggunakan coater di bawah vakum dan sampel diuji dengan SEM (Sutriyo, 2004).

c. Penetapan kadar air

Mikrokapsul diukur kadar airnya menggunakan alat pengukur kadar lembab (moisture balance). Lalu dihitung kadar air konstan (Sugindro, 2008). d. Sifat alir


(27)

Sifat alir serbuk sangat penting untuk pembuatan tablet yang efisien. Aliran serbuk atau granul yang baik unutk dikempa sangat penting untuk memastikan pencampuran yang efisien dan keragaman bobot yang dapat diterima untuk tablet kempa. Sifat aliran serbuk yang baik merupakan hal penting untuk pengisian yang seragam ke dalam lubang cetak mesin tablet dan untuk memudahkan gerakan bahan di sekitar fasilitas produksi (Sing, 1993).

Sifat aliran dipengarahi oleh ukuran dan bentuk partikel, partikel yang bulat dan lebih besar menunjukkan aliran yang lebih baik (Oakland, 1996). Selain itu, kebanyakan sifat aliran sangat dipengaruhi oleh bobot jenis, muatan elektrostatik, dan lembap yang diabsorpsi. Metode untuk mengevaluasi aliran serbuk antara lain metode sudut istirahat dan metode corong :

1. Metode sudut istirahat

Metode sudut istirahat telah digunakan sebagai metode tidak langsung untuk mengukur mampu alir serbuk karena hubunganya dengan kohesi antar partikel. Banyak metode yang berbeda untuk menetapkan sudut istirahat dan salah stunya yang sering digunakan adalah metode corong (Kohli, 1998).

Serbuk seberat 100 gram dilewatkan melalui corong dan jatuh ke aras sehelai kertas grafik. Setelah onggokan serbuk membentuk kerucut stabil,

sudut istirahatnya diukur. Metode ini disebut “uji sudut jatuh”. Untuk

kebanyakan serbuk farmasetik, nilai sudut istirahat berkisar dari 25⁰ sampai 45⁰, dengan nilai yang lebih rendah menunjukkan karakteristik yang lebih baik (Sing, 1993).

Sudut istirahat diperoleh dengan mengukur ketinggian dan diameter sampel serbuk yang mengalir tersebut dengan persamaan berikut :

(2,2)

Keteranganμ α = sudut istirahat, H = tinggi maksimum kerucut, R = jari-jari serbuk 2. Metode Corong (Langsung)

Kecepatan alir diketahui melalui metode corong. Metode ini paling sederhana untuk menetapkan mampu alir serbuk secara langsung, yakni kecepatan alir serbuk dengan bobot tertentu melalui corong diukur dalan detik. Suatu penutup sederhana ditempatkan pada lubang keluar corong lalu diisi dengan serbuk yang telah ditimbang terlebih dahulu, biasanya 100 gram


(28)

serbuk. Ketika penutup dibuka, dicatat waktu yang dibutuhkan serbuk untuk keluar. Dengan membagi serbuk dengan waktu keluar tersebut, kecepatan alir diperoleh sehingga dibandingkan untuk perbandingan kuantitatif berbagai serbuk yang berbeda (Kohli, 1998).

(2,3) Jika kecepatan alir serbuk

dianggap baik (Lieberman, 1990).

e. Evaluasi distribusi ukuran partikel

Karakterisasi ukuran partikel merupakan hal yang penting untuk diketahui apakah ukuran partikel mikrokapsul tersebut berada dalam rentang yang optimal. Ada banyak metode yang digunakan misalnya :

1. Mikroskopi

Menggunakan alat mikroskopi optik untuk pengukuran ukuran partikel yang berkisar 0,2 µm sampai kira-kira 100 µm.

2. Pengayakan

Pada metode ini menggunakan suatu seri ayakan standar yang dikalibrasi oleh The National Standars. Ayakan umumnya digunakan untuk memilih partikel-partikel yang lebih besar, tetapi jika digunakan sangat hati-hati, ayakan-ayakan tersebut dapat digunakan untuk mengayak bahan sampai 44 µm. Untuk menguji kehalusan serbuk suatu sampel tertentu ditaruh suatu ayakan yang cocok dan digoyangkan selama waktu tertentu dan bahan yang melalui suatu ayakan ditahan oleh ayakan berikutnya yang lebih halus kemudian dikumpulkan dan ditimbang.

3. Sedimentasi (Metode Andreason Pipette)

Penggunaan ultrasentrifugasi untuk penentuan berat molekul dari polimer yang tinggi. Sampel ditarik dari bawah menggunakan pipet, dan sejumlah padatan ditentukan dengan pegeringan dan penimbangan.


(29)

Tabel 2.1 Rentang Ukuran Partikel Mikrokapsul pada Beberapa Metode Mikroenkapsulasi

f. Penentuan kandungan zat aktif dalam mikrokapsul dan efisiensi penjerapan

Penentuan kandungan obat mikrokapsul dilakukan untuk mengetahui banyaknya zat aktif yang dapat terkapsulasi dan efiseiensi metode yang digunakan. Mikrokapsul dapat mengandung bahan inti sampai 99% dihitung terhadap berat mikrokapsul. Metode yang digunakan tergantung dari kelarutan bahan penyalut dan bahan inti, salah satu metodenya yaitu dengan spektrofotometri UV-Vis.

Jika bahan inti dan bahan penyalut larut dalam pelarut bukan air, maka penentuan kandungan mikrokapsul dilakukan dengan melarutkan mikrokapsul dalam pelarut organik yang sesuai dan kadar obat kemudian ditentukan dengan metode analisa yang sesuai. Jika hanya bahan inti saja yang larut dalam air, sedangkan bahan penyalutnya tidak larut makan dapat dilakukan pelarutan mikrokapsul dalam air dengan pengadukan kecepatan tinggi, sehingga bahan penyalut akan terlarut atau dapat pula dilakukan penggerusan mikrokapsul sehingga penyalut pecah dan inti dapat terlarut dalam pelarut yang sesuai. Setelah itu dilakukan penyaringan untuk menghilangkan fragmen polimer yang tidak larut. Bahan inti selanjutnya ditentukan kadarnya dengan metode analisa yang sesuai (Lachamn, 1994).

Metode mikroenkapsulasi Bahan inti Rentang ukuran (µm)

Suspensi udara Padat 35 – 5000

Pemisahan fase koaservasi Padat dan cair 1 – 5000

Penyalut dalam panik Padat 600 – 5000

Penguapan pelarut Padat dan cair 1 – 5000

Semprot kering (spray

drying) Padat dan cair 5 – 600


(30)

Kandungan obat (fraksi zat aktif dalam mikropartikel) ditentukan dengan menggunakan rumus (Kumar et al., 2011) :

(2,4)

g. Uji pelepasan secara in vitro

Laju pelepasan in vitro adalah jumlah bahan padat yang terlarut pada setiap waktu tertentu. Proses pelepasan zat aktif ini sangat berpengaruh terhadap kecepatan dan besarnya ketersediaan zat aktif dalam tubuh dan selanjutnya akan mempengaruhi respon klinis yang dihasilkan oleh suatu sediaan. Untuk obat yang kelarutannya sangat kecil, laju pelepasan menentukan proses absorbsi obat pada saluran cerna.

Uji pelepasan in vitro ini dilakukan untuk mengukur laju dan jumlah pelarutan obat dalam suatu medium dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan yang terkandung dalam zat aktif. Noyes dan Whitney menggambarkan proses pelepasan bahwa padat dimulai dengan pelarutan bahan pada permukaan partikel zat aktif, yang membentuk larutan jernih di sekeliling partikel. Obat yang terlarut dalam larutan jernih diasumsikan sebagai stagnan layer atau lapisan tetap yang tipis, yang selanjutnya berdifusi dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.

Adapun persamaan yang menggambarkan persamaan disolusi adalah :

(2,5) Keterangan: dC = Perubahan konsentrasi suatu fungsi obat, k = Konstanta kecepatan disolusi,

Cs = Konstanta jenuh larutan, C = Konstanta larutan pada waktu tertentu.

2.5 Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

Buah manggis (Garcinia mangostana L.) adalah tanaman tropis yang banyak ditemukan di Asia Teggara, termasuk Indonesia. Dari Asia Tenggara, tanaman ini menyebar ke daerah Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Filipina, Papua New Guinea, Kamboja, Thailand, Srilanka, Madagaskar, Honduras, Brazil, dan Australia Utara. Manggis mempunyai berbagai macam nama lokal khususnya di Indonesia seperti manggu (Jawa Barat), manggus (Lampung), manggusto (Sulawesi Utara), manggista


(31)

(Sumatera Barat). Pusat penanaman pohon manggis adalah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Jawa Barat (Jasinga, Ciamis, Wanayasa), Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jawa Timur dan Sulawesi Utara (Prihatman, 2000).

2.5.1Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Guttiferanales

Family : Guttiferae

Genus : Garcinia

Spesies : Garcinia mangostana L. (Hutapea, 1994)

2.5.2Morfologi

Buah manggis memiliki tinggi sekitar 15 meter. Berbatang kayu bulat, tegak, memiliki percabangan simodial dan berwarna hijau kotor. Berdaun tunggal dengan bentuk lonjong, ujung meruncing, pangkal yang tumpul dan tepi rata, pertulangan menyirip, panjang daun sekitar 20 sampai 25 cm dengan lebar 6 hingga 9 cm, tebal dan tangkai berbentuk silinder berwarna hijau. Manggis berbunga tunggal dan berkelamin dua berada di ketiak daun dengan panjang sekitar 1 sampai 2 cm. Buahnya berbentuk bulat dengan diameter 6 sampai 8 cm dan berwarna cokelat keunguan. Bijinya bulat berwarna kuning dengan diameter 2 cm dan dalam satu buah terdapat 5 sampai 7 biji. Berakar tunggang dengan warna putih kecokelatan (Hutapea, 1994).


(32)

Gambar 2.3 Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) [Sumber: Koleksi Pribadi]

2.5.3Kandungan Kimia

Kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) mengandung flavonoid, xanton dan derivatnya, dan tannin (Heyne, 1997; Soedibyo, 1998). Senyawa metabolit sekunder yang bersifat bioaktif terbesar adalah senyawa xanton dan turunannya. Alfa-mangostin (α-mangostin) dan gamma-mangostin ( -mangostin) merupakan senyawa bioaktif xanton yang utama (Jung et al.,

β006). Senyawa xanton lain yang terdapat dalam kulit buah manggis adalah -mangostin, gartanin, 8-deoxygartanin, garcinone A, B, C, D dan E, mangostinon, dan isomangostin (Obolskiy et al., 2009; Ji et al., 2007; Walker, 2007).

Senyawa xanton yang terkandung di dalam kulit buah manggis ini merupakan senyawa fenolik yang tergolong dalam kelas polifenol, yang memiliki aktivitas antioksidan dan manfaat lainnya dalam bidang kesehatan (Ji et al., 2007; Walker, 2007). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Chaverri

et al. (2008) disebutkan bahwa alfa-mangostin memiliki berbagai macam

bioaktivitas dan merupakan mayor compound dalam ekstrak kulit manggis, alfa mangostin memiliki aktivitas sebagai antioksidan, inflamasi, anti-malaria, antitumor, anti-alergi, anti-bakteri dan antifungi (Pothitirat et al., 2009). Penelitian lain menyebutkan bahwa alfa-mangostin memiliki aktivitas anti-inflamasi sebaik aktivitasnya sebagai antikanker (Wang et al., 2012).


(33)

Gambar 2.4 Struktur Dasar Xanton [Sumber: Chaverri et al., 2008]

Gambar 2.5 Struktur Alfa-Mangostin [Sumber: Sukatta et al., 2013]

Alfa mangostin merupakan serbuk amorfus berwarna kuning yang mempunya titik leleh 180 – 182⁰C dan dapat dilihat menggunakan spektorofotometer Uv-Vis dengan panjang gelombang maksimum 243,4, 254, 316,4, dan 352 nm ( Aisha et al., 2013; Ahmad et al., 2013). Alfa mangostin memiliki nama IUPAC (1,3,6-trihidroksi-7-metoksi-2,8-bis (3metil-2-butenil)-9H xanten-9on). Rumus molekul : C24H26O6 dengan berat molekul 410,46 dan kemurnian : ≥λ8,45% menggunakan HPLC (Biopurify). Kestabilan antioksidan pada xanton akan menurun jika dilakukan pemanasan pada suhu lebih dari 75⁰C (Suvarnakuta, 2010).

2.5.4Khasiat dan Kegunaan

Kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) memiliki aktivitas antioksidan (Yu, Zhao M., Yang, & Zhao Q., Jiang, 2006), antibakteri kariogenik (Torrungruang, Piraporn, & Suchada, 2007), antiinflamasi dan antialergi (Nakatani et al., 2002), antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al., 2003), serta aktivitas antikanker; diantaranya kanker hepatoseluler, kanker


(34)

payudara (Moongkarndi, Kosem, Lurantana, Jogsonboonkusol, Pongpan, & Neungton, 2004), dan leukemia (Matsumoto et al., 2004).

Menurut Obolskiy et al. (2009) xanton merupakan kelas utama fenol dalam tanaman. Xanton memiliki kandungan senyawa yang meliputi mangostin, mangostenol, mangostinon A, mangostenon B, trapezifolixanton, tovophyllin B, α-mangostin, -mangostin, -mangosteen, garcinon B, mangostanol, flavonoid epicatechin, dan gartanin. Turunan xanton yang paling banyak terdapat dalam kulit manggis (mayor compound) adalah α-mangostin.

Selain komposisinya yang paling banyak, α-mangostin juga memiliki aktivitas biologi yang paling baik (Parveen et al., 1991).

Xanton yang telah diisolasi dari kulit, buah, kulit kayu, dan daun manggis (Garcinia mangostana L.) dalam beberapa studi menunjukkan bahwa xanton yang terkandung tersebut memiliki aktivitas farmaologi (Suksamram et al., 2006). Antioksidan, antitumoral, anti inflamasi, antialergi, antifungi, dan antivirus adalah beberapa aktivitas farmakologi yang telah dilaporkan terdapat dalam xanton yang diisolasi dari manggis (Chaverri et al., 2008).

2.6 Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC)

Gambar 2.6 Struktur Kimia HPMC [Sumber : Rowe, 2009]

Hidroksi propel metal selulosa (HPMC) merupakan polimer semi sintetik turunan selulosa yang bersifat hidrofilik. Nama lain HPMC adalah

benecel MPHCE464, hydroxypropyl methylcellulose, methocel,

methycelullulose propylene glycol ether, methyl hydroxypropylcellulose,


(35)

methyl ether (Rowe, 2009). Struktur kimia HPMC ditunjukkan pada gambar 2.6.

HPMC merupakan campuran eter selulosa yang terdiri dari 16,5 – 30% gugus hidroksi yang termetilasi dan 4 – 32% hidroksipropil, tergantung dari tipe subtitusinya masing-masing. Tipe subtitusi tersebut akan berpengaruh pada kecepatan hidrasi dari partikel-partikel HPMC serta kekuatan gelnya yang akhirnya akan memperngaruhi profil disolusinya (Leuner dan Jennifer, 2000).

HPMC memiliki pemerian berupa serbuk granul berwarna putih, praktis tidak berbau dan tidak berasa. HPMC mempunyai berat molekul dengan rentang 10.000 – 15.000. HPMC larut dalam air, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol, dan eter tetapi larut dalam campuran etanol dengan diklorometan, dan campuran methanol dengan diklorometan. HPMC telah banyak digunakan sebagai sistem pembawa untuk memperbaiki laju pelepasan dan bioavabilitas obat yang sukar larut dalam air. Selain itu, HPMC juga dapat digunakan untuk menghambat rekristalisasi obat (Rowe, 2006; Leuner dan Jennifer, 2000). Penelitian Alazi (2007) menunjukkan HPMC dapat membantu meningkatkan kelarutan obat yang sukar larut dalam air.


(36)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sediaan Padat, Laboratorium Penelitian 1, Laboratorium Penelitian 2 Program Studi Farmasi dan Laboratorium Multiguna Program Studi Pendidikan Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah, Laboratorium Kesehatan Lingkungan Program Studi Kesehatan Masyarakat, Pusat Laboratorium Terpadu (PLT), penelitian berlangsung 3 bulan, dari bulan Agustus sampai dengan Oktober 2014.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat yang digunakan meliputi spray dryer (EYELA SD-1000), spektrofotometer UV-Vis (Hitachi U-2910), optical microscopy (Olympus 1x71), homogenizer (ACE), rotary evaporator (EYELA SB-1000), dissolution tester (Erweka DT626HH), alat uji sifat alir (Pyrex), moisture balance

(WIGGEN), pengaduk magnetik (Advantec SRS710HA), timbangan analitik (AND GH-120), kertas saring, membran filter 22 µm, spuit, vial, dan alat-alat gelas lainnya yang sering digunakan di laboratorium.

3.2.2 Bahan

Ekstrak etanol 50% kulit buah manggis yang telah terkarakterisasi, hidroksi propil metil selulosa VK10058 (DOW Europa GMBH), standar baku alfa mangostin (Biopurify), kloroform pro analisa (Merck), metanol pro analisa (Merck), silica blue (PT. Brataco), natrium hidroksida (Merck), kalium dihidrogen fosfat (Merck), aquadest, dan minyak zaitun (Wardah)


(37)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Formula Mikropartikel

Rancangan formula mikropartikel ekstrak etanol 50 % kulit buah manggis dengan perbandingan ekstrak: HPMC formula 1 (FI) 1:2, formula 2 (FII) 1:3, dan formula 3 (FIII) 1:4. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Formula Mikropartikel Ekstrak Etanol 50 % Kulit Buah Manggis

3.3.2 Pembuatan Mikropartikel

HPMC dan ekstrak kulit buah manggis ditimbang secara akurat. Dibuat larutan HPMC 2% dengan cara melarutkannya ke dalam sejumlah aquadest dan diaduk dengan pengaduk magnetik. Di gelas beker yang berbeda ekstrak juga didispersikan ke dalam sejumlah aquadest kemudian diaduk dengan pengaduk magnetik. Selanjutnya dispersi ekstrak kulit buah manggis dituang ke dalam larutan HPMC lalu dihomogenkan dengan homogenizer pada kecepatan ±1000 rpm selama 30 menit. Larutan yang telah homogen diukur viskositasnya setelah itu dimasukkan ke dalam alat semprot kering (spray drying) dengan suhu inlet 165 – 170⁰C dan suhu outlet 75 – 80⁰C, blower 0,35

– 0,42, dan atomizing 6 kPa. Mikropartikel yang terbentuk dikumpulkan dalam sebuah wadah untuk selanjutnya dilakukan karakterisasi.

3.3.3 Uji Viskositas Larutan

Larutan yang berisi HPMC dan ekstrak kulit buah manggis yang telah dihomogenkan, selanjutnya dilakukan uji viskositas menggunakan viscometer

Brookfield dengan spindle nomor 2.

BAHAN FORMULA

FI FII FIII

Ekstrak kulit buah manggis (g) 10,041 10,064 10,091


(38)

3.3.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi

3.3.4.1Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Alfa Mangostin

Penentuan panjang gelombang maksimum alfa mangostin diukur pada medium metanol pro analisis, kloroform pro analisis dan metanol:dapar fosfat pH 6,8 (1:1). Ditimbang secara akurat 5 mg alfa mangostin standar kemudian dilarutkan ke dalam 25 mL medium (200 µg/ml), diencerkan menjadi konsentrasi 8 ppm, kemudian discanning menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 200 – 400 nm (Aisha et al., 2013, dengan modifikasi).

3.3.4.2Pembuatan Kurva Kalibrasi

Kurva kalibrasi dibuat dalam medium metanol, kloroform dan dapar fosfat pH 6,8. Standar alfa mangostin ditimbang secara akurat 5 mg kemudian dilarutkan ke dalam 25 mL masing-masing medium, sehingga diperoleh larutan induk 200 µg/ml. Dari larutan induk diambil sebanyak 12,5, 50, 100, 200, 250, 300, 350, dan 400 µl kemudian dicukupkan hingga 5 mL, sehingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 0,5; 2; 4; 8; 10; 12; 14; dan 16 ppm. Masing- masing larutan alfa mangostin standar diukur absorbansinya dengan panjang gelombang yang telah diperoleh sebelumnya (Aisha et al., 2013, dengan modifikasi).

3.3.5 Evaluasi Mikropartikel

3.3.5.1Uji Perolehan Kembali (%PK)

Faktor perolehan kembali ditentukan dengan membandingkan bobot total mikropartikel yang diperoleh terhadap bobot tbahan pembentuk mikropartikel. Ditimbang dan dicatat dengan seksama ekstrak dan HPMC sebagai bobot bahan pembentuk mikropartikel. Selanjutnya partikel hasil semprot kering (spray drying), ditimbang dan dicatat sebagai bobot total mikropartikel yang diperoleh. Kemudian, dimasukkan ke dalam persamaan (Kumar et al.,2011) :


(39)

Keterangan : % PK = faktor perolehan kembali (g), Wm = bobot mikropartikel yang diperoleh (g), Wt = bobot bahan pembentuk mikropartikel (%).

3.3.5.2Uji Kadar Air

Mikropartikel diukur kadar airnya menggunakan alat pengukur kadar air

(moisture balance). Mikropartikel ditimbang di atas cawan aluminium

sebanyak 1 g, lalu dihitung kadar airnya pada suhu 105⁰ (Sugindro, 2008, dengan modifikasi).

3.3.5.3Uji Sifat Alir

Sifat alir dari mikropartikel ditentukan dari laju alir dan sudut istirahat. Laju alir dihitung dengan menggunakan metode corong. Mikropartikel dimasukkan ke dalam corong yang lubang bawahnya ditutup dengan alat yang sederhana. Ketika penutup dibuka, dicatat waktu yang dibutuhkan oleh mikropartikel untuk keluar dengan persamaan berikut :

Sudut istirahat diperoleh dengan mengukur ketinggian dan diameter sampel yang mengalir tersebut dengan persamaan berikut (Sing, 1993; Lieberman, 1990; Goldbreg, 1991) :

Keteranganμ α = sudut istirahat, H = tinggi maksimum kerucut, R = jari-jari serbuk

3.3.5.4Distribusi Ukuran Partikel

Distribusi ukuran mikropartikel ekstrak kulit buah manggis diukur menggunakan mikroskop optik (optical microscopy). Sejumlah mikropartikel didispersikan ke dalam minyak zaitun, kemudian diletakkan di kaca objek dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 kali (Weekarody, 2008, dilakukan modifikasi).


(40)

3.3.5.5Uji Efisiensi Penjerapan

Jumlah alfa mangostin yang terjerap di dalam mikropartikel ditentukan dengan cara menghitung selisih kadar total terhadap kadar bebas alfa mangostin. Kadar total alfa mangostin dihitung dengan cara menimbang secara akurat 50 mg mikropartikel lalu dilarutkan ke dalam 10 mL metanol pro analisis. Larutan tersebut kemudian disonikasi selama 5 – 10 menit untuk memecah mikropartikel. Hasilnya dihitung absorbansinya pada panjang gelombang 316 nm dan kadarnya dihitung menggunakan persamaan kurva kalibrasi alfa mangostin standar dalam metanol. Sedangkan kadar bebas alfa mangostin dihitung dengan cara menimbang secara akurat 50 mg mikropartikel lalu dilarutkan ke dalam 10 mL kloroforom pro analisis kemudian disaring. Hasil filtratnya diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 311,5 nm dan kadar alfa mangostin ditentukan menggunakan persamaan kurva kalibrasi alfa mangostin standar dalam kloroform.

Kandungan alfa mangostin yang terjerap pada mikropartikel kemudian dihitung dengan menggunakan rumus :

Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 29. (Kumar et al., 2011, dilakukan modifikasi dan triplo).

3.3.5.6Uji Disolusi In Vitro

A. Cara pembuatan larutan dapar fosfat pH 6,8

Larutan fosfat dibuat dengan cara melarutkan 50,0 mL kalium dihidrogenfosfat 0,2 M dengan 22,4 mL natrium hidroksida 0,2 N dan diencerkan dengan aquadest hingga 200 mL. Kemudian diaduk dan diatur pH hingga 6,8 (Aulton; Depkes RI, 1995).

B. Uji disolusi mikropartikel

Sejumlah mikropartikel yang mengandung setara dengan 5 mg alfa mangostindilakukan uji disolusi menggunakan medium dapar fosfat 500 mL pada suhu 37⁰±0,5⁰C dengan kecepatan pengadukan 100 rpm dan metode


(41)

dayung (tipe 2). Pengambilan cuplikan 3 ml dilakukan dengan interval 5, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, dan 360 menit. Setelah pengambilan sampel selesai dilakukan analisa menggunakan spektorofotmeter UV-Vis pada panjang gelombang 355 nm(Aimen et al., 2013; Yosephine, 2008, dilakukan modifikasi dan triplo).


(42)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Formula Mikropartikel

Pada penelitian ini dibuat mikropartikel ekstrak etanol 50 % kulit buah manggis yang telah terkarakaterisasi (Narulita, 2014) dengan polimer hidroksi propil metil selulosa (HPMC). Hasil karakterisasi ekstrak kulit buah manggis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 25. Berdasarkan hasil karakterisasi diketahui bahwa di dalam ekstrak etanol 50% kulit buah manggis mengandung alfa mangostin sebanyak 4%. Alfa mangostin merupakan senyawa terbesar di dalam buah manggis yang berfungsi sebagai antioksidan, namun antioksidan bersifat tidak stabil terhadap lingkungan. Oleh karena itu, ekstrak kulit buah manggis dibuat menjadi sediaan mikropartikel dengan tujuan zat aktif akan terenkapsulasi di dalam penyalut polimer sehingga stabilitas antioksidan dapat terlindungi. HPMC digunakan sebagai polimer penyalut karena telah banyak digunakan sebagai pembawa yang terbukti mampu untuk menjaga stabilitas suatu zat aktif dan melindungi komponen yang tidak tahan terhadap lingkungan (Yosephin,2008). HPMC diharapkan mampu membentuk cangkang yang melindungi antioksidan ekstrak kulit buah manggis. Pada proses pembuatan mikropartikel dibuat dalam 3 formula dengan perbandingan ekstrak terhadap HPMC yaitu 1:2 (FI), 1:3 (FII), dan 1:4 (FIII), dengan konsentrasi HPMC 2% b/v.

Mikropartikel dibuat menggunakan metode semprot kering (spray

drying) karena metode ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu ekonomis,

menghasilkan mikropartikel dalam waktu yang relatif singkat, menghasilkan randemen yang tinggi, dan operasi alatnya juga sederhana, serta dapat digunakan untuk produksi mikropartikel dalam skala besar. Selama proses semprot kering (spray drying) zat aktif akan didispersikan ke dalam pelarut yang sesuai dan mengandung polimer, kemudian larutan diubah menjadi serbuk dengan menyemprotkan ke medium pengering panas (Nina et al., 2011).


(43)

Ekstrak didispersikan ke dalam aquadest dibantu dengan pengadukan magnetik, dan HPMC dilarutkan ke dalam aquadest dibantu dengan pengadukan magnetik. Alasan pemilihan pelarut aquadest didasarkan pada sifat air yang netral, tidak toksik, kelarutan polimer yang digunakan serta kemampuan alat semprot kering (spray drying) yang tidak memungkinkan menggunakan pelarut organik. Setelah homogen kedua larutan lalu dicampurkan dan diaduk dengan homogenizer dengan kecepatan pengadukan ±1000 rpm selama 30 menit sehingga membentuk suatu dispersi yang homogen. Setelah itu dispersi ekstrak dalam larutan HPMC diukur viskositasnya menggunakan viscometer Brookfield menggunakan spindle

nomor 2 pada variasi kecepatan yang berbeda. Evaluasi viskositas dilakukan untuk mengetahui kekentalan sehingga dapat mengetahui respon aliran formula ketika akan disemprotkan ke dalam alat semprot kering. Hasil viskositas dari tiap formula menunjukkan nilai viskositas <100cPs. Hal ini sesuai dengan uji pendahuluan yang dilakukan bahwa dengan viskositas <100 cPs dapat mengalirkan larutan di dalam selang alat semprot kering (spray drying).

Tabel 4.1 Viskositas Formula Mikropartikel Ekstrak Kulit Buah Manggis

Larutan yang masuk ke dalam alat semprot kering (spray drying) akan disemprotkan ke dalam tabung dengan suhu panas untuk menguapkan pelarut yang digunakan, selanjutnya akan melewati tabung vakum dengan suhu rendah sehingga terbentuk mikropartikel. Spesifikasi yang digunakan berdasarkan hasil optimasi yang dilakukan terhadap alat semprot kering (spray drying) yaitu suhu inlet/outlet adalah 165 – 170⁰/ 75 – 80⁰C, blower 0,35 – 0,42, dan atomizing 6 kPa. Berdasarkan penelitian Rosidah (2010), suhu yang

Formula Viskostas (cps)

FI 29 – 52

FII 21 – 55


(44)

dipakai untuk pengeringan dipilih melalui optimasi untuk menghasilkan mikropartikel yang kering dan tidak lembab, karena jika mikropartikel yang dihasilkan lembab maka serbuk mikropartikel akan melekat dan membentuk agregat.

4.2Kurva Kalibrasi Alfa Mangostin

4.2.1 Penentuan Panjang Gelombang Alfa Mangostin Standar

Penentuan panjang gelombang maksimum alfa mangostin standar dibuat dalam larutan dengan konsentrasi 20 ppm pada medium metanol, kloroform, dan metanol:dapar fosfat pH 6,8 (1:1). Berdasarkan literatur alfa mangostin memiliki beberapa panjang gelombang yang spesifik yaitu 243,4, 254, 316,4, dan 352 nm (Aisha et al., 2013; Ahmad et al., 2013). Alfa mangostin mempunyai gugus kromofor berupa ikatan rangkap terkonjugasi yang menyebabkan terjadinya serapan di daerah ultraviolet (190 – 400 nm). Dari hasil analisa menunjukkan panjang gelombang yang berbeda dari tiap medium. Pada medium metanol panjang gelombang maksimum 243 dan 316 nm, medium kloroform yaitu 311,5 nm dan medium metanol:dapar fosfat pH 6,8 (1:1) yaitu 355,5 nm. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3, 6, dan 9.

Adanya perbedaan panjang gelombang maksimum alfa mangostin standar yang dihasilkan disebabkan karena berbedanya medium yang digunakan. Nilai polaritas yang berbeda dari tiap medium menyebabkan posisi, intensitas dan bentuk dari spektrum absorbansi berbeda. Pergeseraan spektrum biasanya dipengaruhi oleh interaksi ikatan hidrogen pada pelarut dan zat terlarut atau antarzat terlarut tersebut serta adanya bulk di dalam pelarut. Pergeseran juga dipengaruhi sifat asam basa dan interaksi antar muatan (Homocianu et al., 2011).

4.2.2 Kurva Kalibrasi Alfa Mangostin Standar

Kurva kalibrasi alfa magsotin dibuat di dalam medium metanol, kloroform, dan metanol:dapar fosfat pH 6,8 (1:1). Kurva kalibrasi di dalam medium metanol dilakukan untuk menentukan nilai efisiensi penjerapan total


(45)

pada mikropartikel. Kurva kalibrasi pada medium kloroform juga digunakan untuk menentukan nilai efisiensi penjerapan khususnya kadar bebas alfa mangostin yang tidak terjerap. Dan kurva kalibrasi dalam medium metanol:dapar fosfat pH 6,8 (1:1) dilakukan untuk uji pelepasan zat aktif secara in vitro. Data hasil regresi linier yang diperoleh adalah seperti pada Tabel 4.2. Hasil kurva kalibrasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3, 4, dan 5.

Tabel 4.2 Persamaan Regresi Linier Alfa Mangostin

4.3 Evaluasi dan Karakterisasi Mikropartikel

Ringkasan hasil dari evaluasi dan karakterisasi mikropartikel ekstrak etanol 50% kulit buah manggis dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4. 3 Ringkasan Hasil Evaluasi Mikropartikel Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis

Keterangan : PK = % Perolehan Kembali

4.3.1 Faktor Perolehan Kembali (PK)

Setelah mikropartikel ekstrak etanol 50% kulit buah manggis terbentuk, selanjutnya dihitung randemen atau nilai perolehan kembali (PK). Nilai PK merupakan faktor yang penting untuk mengetahui metode yang digunakan sudah baik atau tidak (Rosidah, 2010). Dari perhitungan nilai PK diperoleh

Medium Persamaan Regresi Linier Nilai r

Metanol y = 0,0572x - 0,003 0,999

Kloroform y = 0, 0602x - 0,030 0,999

Metanol:dapar fosfat pH 6,8 (1:1) y = 0,06x - 0,001 0,999

Formula PK

Sifat alir

Kadar Air (%)

Diameter rata –

rata (µm) Nilai efisiensi penjerapan (%) Laju alir

(g/detik)

Sudut istirahat

(⁰)

FI 24,96 0,04 46,49 5,58 13,12 9±0,8

FII 26,75 0,06 39,36 4,49 15,10 23,87±4,0


(46)

persentase yang cukup rendah yaitu berkisar dari 24,96 - 27,02%. Dengan rincian untuk tiap formula dapat dilihat pada Tabel 4.3. Nilai PK dari formulasi mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya perbandingan penyalut HPMC yang digunakan, dimana nilai PK pada FIII lebih besar dari FII dan FI, dan FII lebih besar dari FI. Adanya perbedaan ini dipengaruhi oleh volume yang berbeda dari tiap formula partikel (FIII > FII > FI) namun yang tertinggal pada alat kurang lebih akan sama.

Hasil persentase nilai PK yang sangat rendah ini mungkin disebabkan di dalam proses pembuatan banyak mikropartikel yang menempel pada permukaan tabung. Selain itu, juga disebabkan karena viskositas larutan yang sangat rendah sehingga membutuhkan energi dan tekanan yang lebih kecil dan droplet dapat lolos dan terbuang melalui blower alat semprot kering (spray drying) (Rosidah, 2010).

4.3.2 Sifat Alir

Hasil penentuan sifat alir dari serbuk mikropartikel dari masing-masing formula dapat dilihat pada Tabel 4.3. Sifat alir yang diperoleh dari hasil mikropartikel kurang baik disebabkan karena ukuran serbuk yang sangat kecil sehingga sudut kontak serbukpun semakin kecil yang menyebabkan kohesivitas semakin besar dan adhesivitas terhadap alat pengukur sifat alir juga semakin besar. Namun, sifat alir membaik seiring dengan bertambahnya bahan penyalut yang digunakan. Hal ini disebabkan karena dengan seiring bertambahnya bahan penyalut maka ukuran mikropartikel semakin besar dan semakin sferis (bulat) bentuknya sehingga serbuk makin mudah mengalir. Ditambah lagi gaya kohesivitas dan adhesivitasnya semakin rendah karena semakin besarnya sudut kontak serbuk (Nugraharani, 2005).

4.3.3 Kadar Air

Pemeriksaan kadar air pada mikropartikel ekstrak etanol 50% kulit buah manggis dilakukan dengan alat moisture balance. Mikropartikel ditimbang di atas cawan aluminium sebanyak 1 g, lalu dihitung kadar airnya pada suhu


(47)

105⁰. Hasil analisa kadar air mikropartikel berkisar antara 3,50 – 5,58%. Selengkapnya dapat dilihat pada ringkasan Tabel 4.3.

Kadar air mikropartikel yang dihasilkan dari proses semprot kering penting untuk diketahui karena kadar air yang tinggi dapat mempengaruhi stabilitas dari sediaan. Syarat kadar air pada suatu matriks adalah 3 – 5% (Voight, 1994). Dan hasil uji kadar air menunjukkan bahwa dari ketiga formulasi masih berada dalam rentang standar. Kecuali FIII yang memiliki kadar air di atas rentang yaitu 5,58%, hal ini dapat dipertimbangkan untuk dikeringkan lebih lanjut setelah di semprot kering menggunakan oven.

4.3.4 Distribusi Ukuran Partikel

Ditribusi ukuran partikel merupakan evaluasi fisik pada mikropartikel yang ditujukan untuk mengetahui diameter rata-rata pada partikel. Metode yang digunakan adalah mikroskop optik dengan medium minyak zaitun. Pemilihan medium berdasarkan dari ketidakmampuan zat aktif dan polimer untuk terlarut atau mengembang sehingga diharapkan mikropartikel dapat terdistribusi secara baik. Pada pengukuran diameter partikel dibantu dengan vortex untuk mencegah timbulnya agregat yang sangat berpengaruh pada hasil diameter partikel (Hinrics et al.,2006). Distribusi ukuran partikel dari tiap formula dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Profil distribusi ukuran partikel menunjukkan bahwa FIII yang mengandung perbandingan polimer yang lebih tinggi memiliki nilai diameter rata-rata partikel yang lebih besar dibanding formula yang lain yaitu 26,33µm sedangkan untuk FII 15,10µm dan FI memiliki diameter rata-rata 13,12 µm. Adanya perbedaan diameter rata-rata partikel yang dihasilkan dipengaruhi oleh perbandingan jumlah polimer yang digunakan. Polimer yang digunakan semakin banyak maka ukuran partikel akan semakin besar (Rosida,2010).

Ukuran mikropartikel yang dihasilkan masih memenuhi persyaratan yaitu 5 – 600 µm (Emsap, 2002).


(48)

0 20 40 60 80

3,5 8 13 18 23 28 33 38 43 45

Ju m lah P ar tik el

Ukuran Partikel (µm)

FII 0 10 20 30 40

3,5 8 13 18 23 28 33 38 43 45

Ju m lah P ar ti k el

Ukuran Partikel (µm)

FIII

Gambar 4.1 Distribusi Ukuran Partikel FI, FII, dan FIII

4.3.5 Efisiensi Penjerapan

Nilai efisiensi penjerapan dari tiap formula FI, FII, dan FIII masing-masing adalah 9±0,8%, 23,87±4,0%, dan 32,83±0,6%. Tujuan dilakukannya evaluasi efisiensi penjerapan zat aktif di dalam mikropartikel yaitu untuk mengetahui kemampuan polimer dalam menjerap zat aktif dan mengetahui efisiensi dari metode yang digunakan. Hasilnya menunjukkan nilai efisiensi penjerapan dari FIII yang lebih besar dari FII dan FI, dan FII lebih besar dari FI. 0 20 40 60 80

3,5 8 13 18 23 28 33 38 43 45

Ju m alh P ar tik el

Ukuran Partikel (µm)


(49)

Kadar alfa mangostin total pada mikropartikel ditentukan dengan melarutkan mikropartikel dengan metanol. Alasan pemilihan pelarut metanol disebabkan karena zat aktif dan polimer HPMC mampu terlarut dengan baik di dalam metanol. Sehingga cangkang polimer dapat pecah dan diharapkan alfa mangostin yang terjerap di dalam polimer dapat terlarut dengan baik. Sedangkan untuk alfa mangostin yang bebas atau tidak terjerap ditentukan dengan menggunakan pelarut kloroform, dengan alasan kloroform tidak mampu melarutkan polimer HPMC tetapi mampu melarutkan alfa mangostin. Dari selisih kadar total terhadap kadar bebas alfa mangostin, maka diperoleh kadar alfa mangostin yang terjerap. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 29.

Dari hasil evaluasi ini menunjukkan bahwa semakin tinggi perbandingan polimer HPMC yang digunakan maka semakin tinggi pula nilai efisiensi penjerapannya. Jumlah polimer yang tinggi dapat membentuk lapisan penyalut yang lebih kuat sehingga ekstrak kulit buah manggis yang terjerap juga semakin tinggi (Rosidah,2010). Hal lain yang dapat menyebabkan terjadi perbedaan pada nilai efisiensi penjerapan dari tiap formula adalah nilai perolehan kembali (PK) dari tiap formula, dimana PK FI lebih kecil dibandingkan FII dan FIII. Semakin kecil mikropartikel yang diperoleh maka kemungkinan terbuangnya zat aktif semakin besar sehingga FI dengan PK yang lebih kecil memiliki nilai efisiensi penjerapan yang juga kecil.

Hasil nilai efisiensi penjerapan yang diperoleh cukup kecil. Hal ini disebabkan karena zat aktif alfa mangostin akan terdegrasi dengan adanya proses pemanasan yang berlebih (Suvarnakuta et al.,2011). Pemilihan suhu

inlet/oulet yang tinggi pada alat semprot kering disebabkan karena pelarut yang digunakan adalah aquadest, dimana air membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk menguap. Penelitian lain yang dilakukan oleh Aimen et al (2013) juga berhasil memikroenkapsulasi alfa mangostin dengan metode penguapan pelarut dengan hasil nilai efisiensi penjerapan sebesar 37,81%. Hal ini menunjukkan dengan metode tanpa menggunakan pemasananpun alfa mangostin yang terenkapsulasi juga tidak jauh berbeda, tetapi juga dipengaruhi oleh kadar alfa mangostin di dalam ekstrak.


(50)

Berdasarkan data statistik SPSS 20 diketahui bahwa nilai efisiensi penjerapan dari tiap formula berbeda secara siginifakan. Hal ini terlihat dari hasil Uji Kruskal-Wallis, nilai signifikansi <0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai efisiensi penjerapan dari tiap formulasi berbeda secara bermakna.

4.3.6 Disolusi In Vitro

Uji disolusi merupakan proses di mana suatu zat padat akan masuk ke dalam pelarut menghasilkan suatu larutan. Laju pelarutan obat dalam carian saluran cerna merupakan satu tahapan penentu (rate limiting step) absorpsi sistemik obat (Sutriyo,2005). Uji disolusi secara in vitro pada penelitian ini ditujukan untuk melihat profil disolusi alfa mangostin dari mikropartikel yang menggunakan polimer HPMC sebagai bahan penyalutnya. Uji disolusi dilakukan pada medium dapar fosfat pH 6,8 sebanyak 500 mL yang diasumsikan sama dengan kondisi usus, menggunakan alat uji disolusi tipe dayung (tipe 2) dengan suhu 37±0,5⁰C, kecepatan pengadukan 100 rpm. Cuplikan diambil pada tempat yang sama pada menit ke-5, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, dan 360. Profil disolusi alfa mangostin dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan Tabel 4.4.

Dari hasil disolusi alfa mangostin selama 6 jam pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa bobot zat aktif yang terdisolusi untuk FI 2,09±0,14mg, FII 1,85±0,09mg, dan FIII 1,50±0,11mg. Mikropartikel yang mengandung HPMC terbanyak memiliki waktu disolusi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan mikropartikel yang mengandung HPMC paling sedikit. Hal ini membuktikan bahwa jumlah polimer yang terkandung dalam suatu mikropartikel merupakan salah satu parameter yang sangat berpengaruh terhadap kecepatan disolusi suatu sediaan. Selain itu, kecepatan disolusi juga dipengaruhi oleh bentuk partikel yang dihasilkan. Pada FI distribusi ukuran partikel yang dihasilkan lebih kecil jika dibandingkan dengan FII dan FIII. Sehingga luas permukaan untuk berinteraksi dengan medium lebih luas dan mempercepat proses disolusi.

Bobot disolusi FI yang tinggi sangat dipengaruhi oleh nilai efisiensi penjerapan, karena berdasarkan hasil uji efisiensi penjerapan diketahui kadar


(51)

bebas alfa mangostin pada FI memiliki jumlah paling besar jika dibandingkan dengan FII dan FIII. Sehingga diasumsikan bahwa alfa mangostin yang terlarut lebih dahulu di dalam medium dapar fosfat pH 6,8 adalah alfa mangostin yang tidak terjerap atau bebas tersebut. Sedangkan untuk FIII kadar alfa mangostin yang terjerap lebih besar dibandingkan kadar bebasnya sehingga bobot terdisolusinya lebih kecil dibandingkan FI dan FII.

Dari hasil pengolahan data menggunakan statistik SPSS 20 menunjukkan bahwa persentase disolusi alfa mangostin pada setiap formula terdapat perbedaan yang signifikan, hal ini terlihat dengan hasil uji Kruskal-Wallis dengan nilai signifikansi <0,05. Persentase disolusi alfa mangostin antara FI, FII, dan FIII menunjukkan perbedaan yang bermakna.

Tabel 4.4 Bobot Disolusi Mikropartikel Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis

Menit ke Bobot terdisolusi (mg)

FI FII FIII

0 0 0 0

5 0,71±0,03 0,41±0,06 0,49±0,09

15 0,84±0,12 0,46±0,10 0,57±0,11

30 1,36±0,04 0,65±0,18 0,68±0,10

45 1,43±0,06 0,76±0,19 0,79±0,15

60 1,50±0,09 1,01±0,33 0,92±0,11

90 1,56±0,13 1,11±0,26 1,09±0,10

120 1,61±0,14 1,30±0,24 1,15±0,14

180 1,83±0,11 1,60±0,16 1,24±0,12

240 1,94±0,10 1,72±0,10 1,31±0,12

300 2,01±0,12 1,81±0,06 1,38±0,07


(52)

Gambar 4.2 Profil Bobot Terdisolusi Mikropartikel 0

0,5 1 1,5 2 2,5

0 50 100 150 200 250 300 350 400

B

o

bo

t

T

er

dis

o

lus

i

(m

g

)

Waktu (Menit)


(53)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

1. Hasil karakterisasi mikropartikel dari tiap formula secara berturut-turut adalah sebagai berikut nilai PK yaitu FI 24,96 %, FII 26,75 %, dan FII 27,02 %. Sifat Alir FI 0,04 g/s, FII 0,06 g/s dan FIII 0,1g/s. Sedangkan sudut istirahat FI 43,38⁰, FII 39,31⁰, dan FIII 38,27. Kadar air FI 5,58 %, FII 4,49 %, dan FIII 3,50 %.Diameter rata-rata dari partikel FI 13,12 µm, FII 15,10 µm, dan FIII 26,33 µm. Nilai efisiensi penjerapan FI 9±0,8 %, FII 23,87±4,0 %, dan FIII 32,83±0,6 %. Hasil dari disolusi mikropartikel selama 6 jam, bobot terdisolusi untuk FI 2,09±0,14mg, FII 1,85±0,09mg, dan FIII 1,50±0,11mg.

2. Berdasarkan hasil karakterisasi maka disimpulkan bahwa FIII adalah formula terbaik.

5.2Saran

1. Pembuatan mikropartikel dengan metode lain, misalnya dengan metode penguapan pelarut atau gelasi ionik.

2. Dapat digunakan pelarut organik dengan alat semprot kering (spray drying) yang sesuai.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, B., Yamin, M.B., dan Lazim, A.M. (2013). A Study on Dispersion and

Characterisation of α-mangostin Loades pH Sensitive Microgel Systems. Malaysia : Chemistry Central Journal, (7):85.

Aisha, A. F.,et al. (2013). Determintaion Of Total Xanthones In Garcinia Mangostana Fruit Rind Extracts By Ultraviolet (UV) Spectrophotometry. Malaysia : Journal of medicinal plants research vol. 7 (1),pp. 29-35. Aimen, A.E., Taher, Muh., Mohamed, dan Farahidah. (2013). Microencapsulation

of Alpha Mangostin Into PLGA Microspheres and Optimization Using Response Surface Methodology Intended for Pulmonary Delivery. Malaysia : Departement of Pharmaucetical Technology.

Bakam, J.A. (1986) . Microencapsulation dalam Lachman, L., et al. The Theory and Practice of Industrial Pharmacy (3rd.ed). Philadelphia : Lea & Febiger. 861-889.

Banu, P.S., dan Malay, K.D. (2013). Preparation and In Vitro/In Vivo Evaluation of Felodipine Nanosuspension. France : Springer.

Benita, S. (1996). Microencapsulation : Methods and Industrial Application. New York : Marcel Dekker, inc. : 1-139.

Chivapat, Songpol, et al. (2011). Chronic Toxicity Study of Garcinia mangostana Linn. Pericarp Extract. Thailand : Medical Plant Research Institute Vet Med. 2011, 41 (1) : 45-53.

Deasy, P.B. (1984). Microencapsulation an Drelated Drug Processes. New York : Marcel Dekker, Inc.:1-6-,85,119,145,161,181.

Deasy, P.B. (1984). Microencapsulation and Related Drug Process. New York : Marcel Dekker Inc. 21-37


(55)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Materia Medika Indonesia Jilid III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 20-27.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : 976.

Departemen Kesehatan RI. (1998). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Dhakar, C., R., et al. (2012). Review Article. From Formulation Variables to Drug

Entrapment Efficiency of Microspheres. India : Journal of Drug Delivey & Theraupetitc, 2 (6), 128-133.

Fahmi, A., dan Deddy K.W., (2012). Formulasi Mikroenkapsulasi Oleoresin Kayumanis (Cinnamin burmanni) dan Cengkeh ( Caryophyllus aromaticus

L.). Semarang : Universitas Diponegoro : 30-35.

Fernando, G.H., Juana, C., Josefa, E., Fransisco, G.C., dan Mercedes, J.A. ( 2013).Encapsulation of the Most Potent Antioxidant Betalains in Idible Matrixes as Powders of Diffetent Colour. Spain : Journal of Agriculture

and Food Chemistry : 4294-4302.

Freiberg, S., dan Zhu, X.X. (2004). Polymer Micropsheres For Controlled Drug Release. Canada : Departement De Chimie.

Gardfield, E.M. (1994). Quality Assurance for the Analytical Labororatories.

AOAC International. pp. 17, 64-85.

Goldbreg, F. (1991). Pharmaucetical Manufacturing Quality Management in the Industry. EBUR.

Gopalakrishnan, G., Banumathi, B., dan Suresh, G. (1997). Evaluation of The Antifungal Activity of Natural Xanthones From Garcinia Mangostana and Their Synthetic Derivatives. J. Nat. Prod., 60, 519-524.

Hinrichs, W.L.J., et al. (2006). The Choice of a Suitable Oligosaacharide to Prevent Aggregation of PEGylated Nanoparticles during Freeze Thawing and Freeze Drying.Internationa Journal of Phamaucetics, 311, 237-244. Homocianu, M.,Airinei, A., dan Dorohoi,D.O. (2011). Solvents Effect on the

Electronic Absorption and Flourescence Spectra. Journal of Advanced Research in Physics 2 (1), 011105.


(56)

Jinsart, W., Tenai, B., Buddhasukh, D., dan Polya, G.M. (1992). Inhibition of Wheat Embryo Calcium-Dependent Protein Kinase and Other Kinases By Mangostin and Gamma Mangostin. Phytochemystry, 31 (11):3711-3713. Kohli, D.P.S dan Shah D.H. (1998). Drug Formulation Manual. India : Eastern

Publishers.

Kumar, B.Pavan., Chandiran, L. Sarath., Bhavya, L., dan Sindhuri, M., (2011). Microparticulate Drug Delivery System A Riview. India : Departement of Pharmaucetical.

Lachman,L., Herbert, L., dan Joseph, L.K. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi 1 dan 2.Terj. dari The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, oleh Siti Suyatmi. Jakarta : Penerbit UI Press. : 429 dan 860-892.

Launer, C. dan Jennifer, D. (2000). Review Article. Improving Drug Solubility for Oral Delivery Using Dispersions. European Journal of Pharmaucetics and

Biopharmaucetics, 50, 47-60.

Lestari, Sopianita. (2011). Studi aktivitas antioksidan dan identifikasi senyawa xanthon dari ektrak kulit buah manggis. Depok : Universitas Indonesia. Leuner,C., dan Jennifer, D. (2000). Review Article. Improving Drug Solubility for

Oral Delivery Using Solid Dispersions. European Journal of

Pharmaucetics and Biopharmaceutics. 50. 47-60.

Liebermen, H. A. et al. (1990). Pharmaucetical Dosage Forms : Tablets, Second Edition, Revised and Expanded. Volume 3. Marcel Dekker, Inc.

Moongkarndi, P., Kosem, N., Kaslungka, S., Luanratana, O., Pongpan, N., dan Neungton, N. (2004). Antiproliferation, Antioxidation and Induction Of Apoptosit By Garcinia Mangostana (Mangosteen) on SKBR3 Human Breast Cancer Cell Line. J. Ethonopharmacol. 90(1): 161-166.

Narulita, Hanny. (2014). Studi Praformulasi Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Jakarta : Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah.

Nilar, Nguyen, L.H.D., Venkatraman, G., Sim, K.Y., Harrison, L. J. (2005). Xanthones and Benzophenones From Garcinia Griffithiia and Garcinia mangostana. Phytochemistry, 66, 1718-1723.


(1)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

= 0,74 mg

% disolusi =

= 83,10 %

f. Jumlah zat aktif yang terdisolusi pada menit ke-15 : Faktor koreksi t5 = C5 x

= 1,67

x

= 0,01

Bobot terdisolusi = (C0 + FK0 + FK5) x Volume (L) x Faktor

Pengenceran

= (1,67

+ 0,000 + 0,01) x 0,5 L x 1

= 0,84mg

% disolusi =


(2)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(3)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia X Mangostana L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson Dan Oktil Metoksisinamat

4 100 106

Daya Hambat Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Bakteri Enterococcus faecalis Sebagai Alternatif Bahan Medikamen Saluran Akar (In Vitro)

3 289 97

Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana Linn.) pada bakteri Streptococcus mutans sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar dengan Metode Dilusi In Vitro

6 111 48

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang Dipapari Kebisingan

2 103 56

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan

0 58 58

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Enterococcus faecalis sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar (Secara In Vitro)

2 96 63

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana.L) Terhadap Perubahan Makroskopis, Mikroskopis dan Tampilan Immunohistokimia Antioksidan Copper Zinc Superoxide Dismutase (Cu Zn SOD) Pada Ginjal Mencit Jantan (Mus Musculus.L) Stra

3 48 107

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Fungsi Hati, Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin Tikus (Rattus norvegicus) yang Dipapari dengan Karbon Tetraklorida (CCl4)

3 53 59

Perbandingan Stabilitas Antioksidan antara Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Bentuk Mikropartikelnya Menggunakan Meode DPPH

5 70 79

Formulasi dan karakterisasi mikropartikel ekstrak etanol 50% kulit buah manggis : garcinia mangostana l. dengan metode semprot kering : spray drying

3 28 87