PENGARUH ETIKA PROFESI TERHADAP PENDETEKSIAN TINDAKAN KORUPSI : Studi pada Auditor Senior dan Junior Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Barat.

(1)

PENGARUH ETIKA PROFESI TERHADAP PENDETEKSIAN

TINDAKAN KORUPSI

(Studi pada Auditor Senior dan Junior Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Barat)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Program Studi Akuntansi

Disusun oleh:

RIA MARIA NURHAYATI NIM. 1005888

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

Pengaruh Etika Profesi Terhadap

Pendeteksian Tindakan Korupsi

(Studi pada Auditor Senior dan Junior Badan Pemeriksa

Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Barat)

Oleh

Ria Maria Nurhayati

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis

© Ria Maria Nurhayati 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

September 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(4)

Ria Maria Nurhayati, 2014

Pengaruh Etika Profesi Terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMAKASIH... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10

1.3.1 Maksud Penelitian ... 10

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian... 11

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 11

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS . 12 2.1 Kajian Pustaka ... 12

2.1.1 Etika ... 12

2.1.2 Kecurangan (Fraud) ... 20

2.1.3 Upaya Mengurangi Terjadinya Tindakan Fraud ... 24

2.1.4 Peran Akuntansi Forensik ... 29

2.1.5 Penelitian Terdahulu ... 33


(5)

2.3 Hipotesis ... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

3.1 Objek Penelitian ... 40

3.2 Metode Penelitian... 41

3.2.1 Desain Penelitian ... 41

3.2.2 Definisi dan Oprasionalisasi Variabel ... 42

3.2.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 44

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.2.5 Instrumen Penelitian... 46

3.2.6 Skala Pengukuran ... 47

3.2.7 Jenis dan Sumber Data ... 49

3.2.8 Uji Instrumen Penelitian ... 49

3.2.9 Teknik Analisis Data dan Rancangan Pengujian Hipotesis ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56

4.1 Hasil Penelitian ... 56

4.1.1 Tinjauan Umum Obyek Penelitian ... 56

4.1.2 Struktur Pelaksana Organisasi BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat59 4.1.3 Data Responden ... 61

4.1.4 Deskripsi dan Data Variabel Penelitian ... 62

4.2 Pembahasan ... 95

4.2.1 Pelaksanaan Konsep Etika Profesi BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat ... 95

4.2.2 Pelaksanaan Pendeteksian Tindakan Korupsi ... 97

4.2.3 Pengaruh Etika Profesi terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi ... 98

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 102

5.1 Simpulan ... 102

5.2 Saran ... 104


(6)

(7)

Ria Maria Nurhayati, 2014

Pengaruh Etika Profesi Terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(Studi pada Auditor Senior dan Junior Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Barat)

Oleh:

Ria Maria Nurhayati 1005888

Dosen Pembimbing:

R. Nelly Nur Apandi, S.E., M.Si.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh etika profesi terhadap pendeteksian tindakan korupsi dengan melakukan studi pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Barat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode asosiatif dengan pendekatan kuantitatif. Sedangkan teknik analisis data menggunakan analisis koefisien korelasi dan analisis koefisien determinasi.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data berasal dari kuesioner yang dibagikan langsung kepada Auditor Senior dan Junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa etika profesi berpengaruh positif terhadap pendeteksian tindakan korupsi pada Auditor Senior dan Junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat.

Kata kunci: etika profesi, pendeteksian, fraud, dan pendeteksian tindakan korupsi


(8)

Ria Maria Nurhayati, 2014

Pengaruh Etika Profesi Terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(Study in Senior and Junior Auditor Supreme Audit Agency of Indonesia Representative West Java Province)

By:

Ria Maria Nurhayati 1005888

Counsellor:

R. Nelly Nur Apandi, S.E., M.Si.

This study aims to determine the influence of professional ethics against corruption detection by conducting a study on Senior and Junior Auditor Supreme Audit Agency of Indonesia Representative West Java Province. The research method used is associative method with a quantitative approach. While the technique of data analysis using correlation coefficient analysis and coefficient of determination.

Data that is used on this research is primary data. The data source from questionnaire that direct distribution to Senior and Junior Auditor Supreme Audit Agency of Indonesia Representative West Java Province.

The results showed that the proffesional ethics has positive influence on the detection of corruption on Senior and Junior Auditor Supreme Audit Agency of Indonesia Representative West Java Province.


(9)

Ria Maria Nurhayati, 2014

Pengaruh Etika Profesi Terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1.1 Latar Belakang

Pembangunan di Pulau Jawa yang terus menerus dilakukan pada masa orde baru menyebabkan ketimpangan pembangunan di daerah-daerah lain di Indonesia. Ini menimbulkan ketidakadilan bagi daerah lainnya, sehingga muncul kecemburuan sosial yang berujung pada timbulnya tuntutan pemerataan pembangunan. Upaya pemerataan pembangunan di era reformasi dilakukan pemerintah dengan memberlakukan UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah atau UU Otonomi Daerah yang kemudian direvisi melalui UU Nomor 32 tahun 2004. Karena masih terdapat beberapa kelemahan terkait aturan tata cara pembentukan daerah baru yang tidak tegas.

Otonomi daerah sebagaimana tercantum di UU Nomor 32 tahun 2004 adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan bagi setiap daerah melalui pemerintah setempat untuk mengeksploitasi kekayaan alamnya sendiri dalam rangka memaksimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, desentralisasi, sebagai kondisi ideal yang diharapkan saat diberlakukannya UU tersebut tidak dapat tercapai. Ini disebabkan oleh ketidakmampuan kepala daerah dalam mengaplikasikan UU tersebut. Ketidakmampuan tersebut berdampak pada tingginya tingkat korupsi yang


(10)

dilakukan oleh pemerintah di Indonesia, seperti tercermin dalam survei Global Corruption Barometer (GCB) sebagai berikut.

(Sumber: Laporan Global Corruption Barometer 2013)

Gambar 1.1

Persentase Corrupt Institution di Indonesia tahun 2013

Terlihat bahwa institusi pemerintah, parlemen dan polisi merupakan pelaku terbesar dalam kasus korupsi di Indonesia. Parlemen yang dipercaya masyarakat dan polisi yang berperan sebagai institusi yang menjamin keamanan masyarakat, justru merugikan masyarakat.

Korupsi merupakan salah satu kategori kecurangan yang dirumuskan oleh Association of Certified Fraud Examinations, sebuah asosiasi asal USA. ACFE membagi korupsi ke dalam beberapa bentuk, yaitu pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion).

Adanya otonomi daerah sebagai perwujudan upaya pemerintah dalam melakukan pemerataan pembangunan, seharusnya diimbangi dengan pengelolaan negara yang baik. Sehingga semangat reformasi yang diusung pemerintah mampu

4,30% 4,50% 4,40% 4%

4,50%

3,30%

2,40% 2,70% 3,40%

3,10%


(11)

mencapai desentralisasi, juga mengurangi kasus korupsi yang marak terjadi di era orde baru. Namun, berbeda dengan yang diharapkan, korupsi semakin marak terjadi, sehingga memperburuk kondisi Indonesia di mata dunia.

Tabel Corruption Perception Index berikut ini menunjukan score dan peringkat Indonesia di dunia bila dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia dan Singapura.

Tabel 1.1

Corruption Perception Index tahun 2009-2013

NO TAHUN NEGARA IDEAL

SCORE Indonesia Malaysia Singapura

Score Rank Score Rank Score Rank

1 2009 2.8 111 4.5 56 9.2 3 10

2 2010 2.8 110 4.4 56 9.3 1 10

3 2011 3.0 100 4.3 60 9.2 5 10

4 2012 3.2 118 4.9 54 8.7 5 10

5 2013 3.2 114 5.0 53 8.6 5 10

Rata-rata 3.0 4.6 9.0

(Sumber: http//www.tranparency.org yang diolah kembali)

Dari tabel tersebut, diketahui bahwa score rata-rata Indonesia hanya 3.0, berbeda cukup jauh dari Malaysia dan Singapura. Malaysia dan Singapura memiliki score rata-rata 4.6 dan 9.0. Selain itu, ranking yang dicapai Malaysia dan Singapura terpaut sangat jauh dibandingkan Indonesia. Indonesia berada di peringkat 100 ke atas dari 177 negara. Korupsi yang semakin marak dilakukan petinggi negara dan daerah, membuat Indonesia berada pada peringkat yang memprihatinkan dalam Corruption Perception Index.

Salah satu kasus korupsi petinggi daerah yang cukup menyita perhatian masyarakat, yaitu dilakukan oleh Mantan Walikota Bandung, Dada Rosada. Ia dan beberapa bawahannya didakwa telah melakukan tindakan korupsi Dana


(12)

Bantuan Sosial (Bansos) sebesar Rp6M atas tahun anggaran 2009-2010. Dada merupakan Walikota Bandung dalam dua periode sejak 2003, namun kasusnya baru mencuat pada tahun 2012. (www.nasional.kompas.com)

Dalam www.transaktual.com, tim jaksa penuntut umum membacakan uraian dakwaan bahwa pada APBD 2009 dialokasikan anggaran Belanja Bantuan Sosial pada organisasi sosial kemasyarakatan sebesar Rp56.8M. Di mana pada APBD Perubahan, menjadi Rp77.9M. Sementara pada tahun 2010, dana yang dialokasikan sebesar Rp53.3M dan bertambah pada APBD Perubahan, menjadi Rp80.2M. Modus dalam perkara ini, yakni penerima Dana Bansos yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dalam penggunaannya dan fiktif, serta pelanggaran terhadap Peraturan Wali Kota (Perwal) No.107 tahun 2010 tentang Cara Pemberian dan Pertanggungjawaban Hibah dan Bansos.

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Jawa Barat memberikan opini disclaimer atas Laporan Keuangan Kota Bandung tahun 2009 (nasional.news.viva.co.id). BPK menolak memberikan pendapat atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2009 sesuai dengan laporan Auditor Utama KN V BPK RI Acmad Sjakir Amir. Dalam laporan tersebut, tertulis bahwa hal-hal yang membuat BPK memberikan opini disclaimer antara lain karena penyajian atau pengungkapan penyertaan modal pemerintah kepada perusahaan daerah di atas 20% tidak disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Penyajian dan pengungkapan dana bergulir pada masyarakat tidak disajikan sesuai nilai bersih yang dapat direalisasikan. Selain itu, penyajian aset


(13)

tidak didukung rincian daftar aset maupun dokumen berupa daftar inventarisasi dan penilaian aset tersebut.

Sedangkan pada tahun 2010, LKPD Kota Bandung mendapatkan opini WDP (Wajar Dengan Pengecualian), lebih baik dari opini di tahun sebelumnya (bandung.bpk.go.id). Perbaikan opini diberikan karena Kota Bandung bisa memperbaiki 33 dari 41 macam catatan temuan. Namun terdapat catatan yang belum benar-benar tepat, salah satunya adalah Dana Bansos. BPK memberikan catatan mengenai masalah kelengkapan administrasi, bahwa BPK tidak dapat menguji dokumen pertanggungjawaban penggunaan Bantuan Sosial sebesar Rp40M, namun secara aturan normatif dan cara penyalurannya sudah benar.

Namun, penetapan dan penindakan Dada Rosada sebagai terdakwa dinilai terlambat. Dalam audit tahun 2009 tidak disebutkan tentang Dana Bantuan Sosial, sedangkan pada tahun 2010 sudah mulai disinggung namun BPK belum berani mengambil langkah yang tepat terhadap temuan yang ada. Jika hal ini sudah terdeteksi sejak audit atas tahun anggaran, serta BPK dapat lebih tegas dan tepat dalam mengambil keputusan, kasus korupsi akan lebih cepat terungkap. Sehingga peran BPK RI sebagai auditor independen dapat berfungsi dengan selayaknya.

Hal ini memperlihatkan bahwa BPK RI sebagai auditor independen pemerintah belum cukup mampu mengenali gejala-gejala kecurangan dalam proses audit. Padahal kapasitas BPK RI sebagai satu-satunya auditor independen pemerintah, seharusnya mampu mengenali gejala-gejala ketidakwajaran yang berpotensi korupsi saat proses audit dilakukan.


(14)

Selain itu, tujuan umum dari profesi auditor adalah untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari salah saji material, apakah karena kecurangan atau kesalahan, sehingga memungkinkan auditor untuk menyatakan pendapat. Selanjutnya, Standar Umum SPKN (Standar Pemeriksa Keuangan Negara) tentang Kemahiran Profesional, mewajibkan BPK RI untuk menerapkan kemahiran profesional secara cermat dan seksama demi mendapatkan keyakinan yang memadai, bahwa salah saji material atau ketidakakuratan yang signifikan dalam data akan terdeteksi. Sehingga, pendeteksian tindakan fraud dalam proses audit juga merupakan salah satu tanggung jawab auditor BPK RI.

Kurang optimalnya auditor BPK RI dalam mengenali gejala-gejala ketidakwajaran yang berpotensi korupsi saat proses audit tidak mampu membantu KPK dalam menindak dan mengungkap kasus korupsi, sehingga tindak korupsi di Indonesia semakin tinggi. Salah satu penyebab hal ini adalah rendahnya etika auditor di lapangan.

Tahun 2010, dua orang auditor BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat tersangkut dalam kasus suap yang dilakukan pemerintah kota Bekasi. Mereka diminta untuk memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas hasil audit Kota Bekasi (www.hukumonline.com). Keduanya kemudian membantu dengan memberikan arahan pembukuan LKPD Bekasi agar menjadi WTP. Hal ini terbukti melanggar prinsip independensi dalam Nilai-Nilai Dasar BPK RI, sehingga diberhentikan dan divonis dengan hukuman empat tahun penjara serta denda sebesar Rp200.000.000 atau tiga bulan kurungan. Meskipun terlihat hanya


(15)

melanggar prinsip independensi, kedua auditor sebenarnya juga melanggar prinsip-prinsip lainnya yang terkandung dalam kode etik.

Sebagai seorang profesional, auditor harus melaksanakan setiap penugasannya dengan menjunjung tinggi seluruh prinsip etika. Jika tidak memenuhi salah satu dari prinsip tersebut, maka auditor akan diragukan dan tidak berhasil dalam penugasannya. Terdapat enam prinsip etika profesi dalam Kode Etik AICPA (American Institute of Certified Public Accountants), yaitu tanggung jawab, pelayanan kepentingan publik, integritas, objektivitas dan independensi, due care, serta lingkup dan sifat jasa.

Penelitian tentang etika profesi yang dilakukan oleh Arleen dan Yulius (2009), mengindikasikan bahwa profesionalisme, pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Penelitian lainnya dilakukan oleh Dinata Putri dan Dharma Suputra (2013) yang menunjukan bahwa independensi, profesionalisme, dan etika profesi berpengaruh terhadap kinerja auditor.

Penelitian tentang pendeteksian kecurangan dilakukan oleh Tri Ramaraya (2008), bahwa pendeteksian kecurangan dalam audit laporan keuangan oleh auditor perlu dilandasi dengan pemahaman atas sifat, frekuensi dan kemampuan pendeteksian oleh auditor. Patokan yang selalu diacu adalah efektivitas dari standar ini dalam mengarahkan keberhasilan pendeteksian kecurangan. Adanya tekanan kompetisi, tekanan waktu dan tekanan hubungan dengan klien demikian juga dapat berdampak pada keberhasilan pendeteksian kecurangan.


(16)

Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian Maghfirah Gusti dan Syahril Ali (2008) menyebutkan bahwa etika tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan ketepatan pemberian opini auditor. Ketepatan pemberian opini auditor merupakan salah satu hasil auditor setelah melakukan pertimbangan atas deteksi kecurangan yang dilakukan. Selain itu, penelitian Indira Januarti dan Faisal (2010) juga menyebutkan moral reasoning tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.

Etika berfungsi sebagai kontrol dalam pelaksanaan suatu aktivitas. Sehingga, auditor sebagai profesi yang bekerja dan bertanggungjawab langsung kepada masyarakat tentunya harus menjunjung tinggi nilai-nilai etika. Pelaksanaan etika dari seorang auditor juga dapat mencerminkan sejauh mana integritasnya. Adanya perbedaan hasil penelitian di antara penelitian terdahulu menjadi dasar bagi penulis untuk melakukan penelitian kembali mengenai etika. Selain itu, belum adanya penelitian tentang pengaruh etika profesi terhadap pendeteksian tindakan korupsi menjadi alasan bagi penulis dalam melakukan penelitian.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu, yaitu tentang objek penelitian yang akan diangkat penulis. Penulis bermaksud untuk melakukan penelitian pada sektor publik dengan auditor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Jawa Barat sebagai objek penelitian.

Selain menindaklanjuti kasus Dada Rosada, Provinsi Jawa Barat juga turut mengalami pembangunan di era orde baru. Letaknya yang berdekatan dengan


(17)

Ibukota sangat menguntungkan dalam kegiatan perekonomian. Diperkirakan Jawa Barat akan terus berkembang dan berkontribusi besar dalam menghasilkan pendapatan bagi negara. Salah satu hal yang mendasari perkiraan tersebut adalah giatnya usaha pemerintah Ibukota Jawa Barat, Bandung dalam memasarkan kotanya sebagai kota wisata. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengawasan dan penelitian untuk memastikan bahwa auditor pemerintah Provinsi Jawa Barat menjunjung tinggi kode etik dan terjamin hasil pekerjaannya, sehingga dapat dipercaya masyarakat.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul

Pengaruh Etika Profesi terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi” (Studi

pada Auditor Senior dan Junior Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Barat).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana pelaksanaan konsep etika yang diterapkan auditor senior dan junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat saat melaksanakan audit? 2. Bagaimana pelaksanaan pendeteksian tindakan korupsi pada sektor publik? 3. Seberapa besar pengaruh etika profesi dalam pendeteksian tindakan korupsi

yang dilakukan oleh auditor senior dan junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat?


(18)

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi dan gambaran tentang pelaksanaan audit yang dilakukan auditor pemerintah dalam mendeteksi kecurangan, khususnya tindakan korupsi. Selain itu, untuk mengetahui interaksi etika profesi berdasarkan prinsip etika dalam kode etik AICPA, yaitu tanggung jawab, pelayanan kepentingan publik, integritas, objektivitas dan independensi, due care, serta lingkup dan sifat jasa terhadap pendeteksian tindakan korupsi oleh auditor senior dan junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.

1. Mengetahui pelaksanaan konsep etika yang diterapkan auditor senior dan junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat saat melaksanakan audit. 2. Mengetahui pelaksanaan pendeteksian tindakan korupsi pada sektor

publik.

3. Mengetahui seberapa besar pengaruh etika profesi dalam pendeteksian tindakan korupsi yang dilakukan oleh auditor senior dan junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat.


(19)

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan di bidang akuntansi khususnya mengenai audit dalam mendeteksi tindakan korupsi di sektor publik. Sehingga dapat menjadi bahan pembelajaran dan acuan bagi mahasiswa/i yang akan melakukan penelitian pada bidang yang sama.

1.4.2 Kegunaan Praktis

a. Bagi Auditor Pemerintah

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan referensi bagi auditor pemerintah dalam mengoptimalkan pekerjaannya. Terutama dalam menjadi profesional yang objektif dalam memenuhi tanggung jawabnya, sehingga mendapat keyakinan dan kepercayaan dari masyarakat. b. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran pelaksanaan audit deteksi tindakan korupsi yang dilakukan auditor BPK RI. Selain itu, juga diharapkan pemerintah lebih akuntabel dan transparan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada masyarakat.

c. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan gambaran dan pertanggungjawaban auditor pemerintah dalam mendeteksi tindakan korupsi, yang saat ini menjadi masalah utama di Indonesia.


(20)

Ria Maria Nurhayati, 2014

Pengaruh Etika Profesi Terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3.1 Objek Penelitian

Salah satu bagian yang menjadi sorotan dalam sebuah penelitian adalah objek penelitian.

Sugiyono (2010:38) menjelaskan bahwa objek penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.

Objek dalam penelitian ini adalah etika profesi dan pendeteksian tindakan korupsi oleh auditor senior dan junior Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Jawa Barat. Etika profesi adalah prinsip etika dalam kode etik AICPA (American Institute of Certified Public Accountants), yaitu tanggung jawab, pelayanan kepentingan publik, integritas, objektivitas dan independensi, due care, serta lingkup dan sifat jasa (Duska, 2011). Peneliti ingin menguji apakah terdapat pengaruh antara etika profesi berdasarkan keenam prinsip kode etik AICPA, terhadap pendeteksian tindakan korupsi yang dilakukan oleh auditor senior dan junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat.


(21)

3.2 Metode Penelitian 3.2.1 Desain Penelitian

Metode yang digunakan untuk menganalisis penelitian tentang “Etika Profesi terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi” adalah metode asosiatif dengan

pendekatan kuantitatif. Metode asosiatif merupakan metode yang bermaksud untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengaruh antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Hubungan kausal menurut Sugiyono (2013:56) adalah hubungan yang bersifat sebab akibat.

Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode survei.

Menurut Sugiyono (2013), metode survei digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah, tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data, misalnya dengan mengedarkan kuesioner, test, wawancara terstruktur dan sebagainya.

Data yang diperoleh kemudian diolah, dianalisis, dan diproses lebih lanjut dengan dasar-dasar teori yang telah dipelajari. Sedangkan analisis dilakukan melalui pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode statistik yang relevan untuk menguji hipotesis. Tahap-tahap perencanaan dalam penelitian ini adalah:

1. Operasionalisasi variabel.

2. Penentuan populasi dan sampel penelitian. 3. Mendesain dan menguji instrumen penelitian. 4. Pengumpulan data.

5. Analisa data dan pengujian hipotesis. 6. Penarikan kesimpulan.


(22)

3.2.2 Definisi dan Oprasionalisasi Variabel 3.2.2.1 Definisi Variabel

Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh etika profesi terhadap pendeteksian tindakan korupsi. Berikut uraian tentang variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Variabel Bebas (Variabel Independen)

Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor, atau antecedent, merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2013:59). Etika profesi merupakan variabel bebas dalam penelitian ini. Webster’s Collegiate Dictionary dalam Duska (2011:26) merumuskan empat pengertian dasar etika. Pertama, etika diartikan sebagai suatu disiplin ilmu tentang apa yang baik dan buruk, serta tentang kewajiban moral dan pekerjaan. Kedua, etika merupakan sebuah set prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai. Ketiga, etika merupakan sebuah teori atau sistem atau nilai-nilai moral. Terakhir, etika merupakan prinsip-prinsip yang mengatur perilaku individu atau kelompok. Etika profesi dalam penelitian ini berdasarkan prinsip etika dalam kode etik AICPA (American Institute of Certified Public Accountants). Sehingga dimensi dari etika profesi berdasarkan prinsip kode etik AICPA adalah tanggung jawab, pelayanan kepentingan publik, integritas, objektivitas dan independensi, due care, serta lingkup dan sifat jasa (Duska, 2011).


(23)

2. Variabel Terikat (Variabel Dependen)

Variabel ini sering disebut sebagai variabel output, kriteria, dan konsekuen, merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2013:59). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pendeteksian tindakan korupsi. Pendeteksian tindakan fraud menurut Albrecht (2012:112) adalah belajar untuk mengenali gejala dan menindaklanjutinya hingga terbukti, bahwa fraud telah atau belum dilakukan. Fraud akan terdeteksi lebih dini jika gejala secara rutin diselidiki. Sedangkan korupsi, menurut Singleton, (2010:63) didasarkan pada transaksi pihak terkait dan hubungan ini biasanya tidak diketahui. Sehingga dimensi dari varibel ini adalah metode pendeteksian gejala-gejala fraud (Albrecht, 2012:149) dan jenis-jenis tindakan korupsi (Singleton, 2010:83).

3.2.2.2 Operasionalisasi Variabel

Sesuai dengan judul penelitian, yaitu “Pengaruh Etika Profesi terhadap

Pendeteksian Tindakan Korupsi”, berikut tabel operasionalisasi variabel penelitian

ini.

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel

Pengaruh Etika Profesi terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi

No Variabel Dimensi Indikator Skala No.

Item

1 Etika Profesi

(Duska, 2011:77)

1. Tanggung Jawab

2. Pelayanan Kepentingan Publik 3. Integritas 4. Objektivitas dan

Independensi

1. Penilaian Profesional 2. Sensitivitas Moral 1. Kewajiban Bertindak

2. Kepercayaan Publik

3. Komitmen Profesionalisme

Pelaksanaan setiap tanggung jawab. 1. Objektif dan bebas dari konflik

kepentingan.

Ordinal 1,2

3 4,5 6 7 8,9 10,11


(24)

5. Due Care

6. Lingkup dan Sifat Jasa

2. Independen dalam fakta dan penampilan.

1. Kepatuhan terhadap standar teknis dan etika profesi.

2. Kompetensi dan Kualitas Layanan

Prinsip-Prinsip Kode Perilaku Profesional

12,13,14

15 16,17 18,19

2 Pendeteksian

Tindakan Korupsi

1. Detection Fraud

(Albrecht, 2012)

2. Corruption Scheme

(Singleton, 2010:83)

1. Memahami proses bisnis atau operasi untuk dipelajari.

2. Memahami jenis-jenis fraud yang bisa terjadi (fraud eksposur) dalam operasi.

3. Menentukan gejala fraud yang paling mungkin akan terjadi.

4. Menggunakan database dan sistem

informasi untuk mencari gejala-gejala.

5. Menindaklanjuti gejala untuk menentukan apakah fraud aktual atau faktor-faktor lain yang menyebabkan gejala tersebut. 1. Pertentangan Kepentingan 2. Suap

3. Pemberian Ilegal

4. Pemerasan Ekonomi

Ordinal 20,21

22,23,24 25,26 27,28 29,30 31,32 33,34 35,36 37,38

Sumber: data yang diolah

3.2.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.3.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakterisitik yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013:115). Populasi dalam penelitian ini adalah Auditor Senior dan Junior Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Jawa Barat.

3.2.3.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2013:116). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah convenient/judgement sampling, salah satu


(25)

teknik pengambilan sampling nonprobability sampling. Menurut Sugiyono (2010:78), convenient/judgement sampling adalah teknik penentuan sampel dengan kemauan peneliti, tidak ditentukan ataupun diacak tetapi menentukan sampel secara tidak sengaja.

Responden dalam penelitian ini adalah auditor senior dan junior Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Jawa Barat. Ukuran sampel dari suatu populasi dapat menggunakan bermacam-macam cara, salah satunya adalah dengan menggunakan teknik Slovin, sebagai berikut:

Keterangan:

n = jumlah sampel N = jumlah populasi e2 = batas toleransi kesalahan (error tolerance) (5%)

Sehingga berdasarkan rumus tersebut, besarnya sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh jumlah sampel minimal sebanyak 28 orang.

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh dari penelitian lapangan dengan metode survei, yaitu merupakan suatu metode pengumpulan data primer yang memerlukan adanya komunikasi antara peneliti dan responden. Adapun salah satu cara pengumpulan data dalam metode survei, yaitu teknik kuesioner. Kuesioner disusun secara


(26)

terstuktur dengan sejumlah pertanyaan tertulis disampaikan kepada responden untuk ditanggapi sesuai dengan kondisi yang dialami oleh responden.

Pertanyaan dalam kuesioner berkaitan dengan data demografi responden dan opini serta tanggapan terhadap etika profesi dan pendeteksian tindakan korupsi oleh auditor pemerintah. Penyebaran dan pengumpulan kuesioner dilakukan secara langsung oleh peneliti dengan cara mengantarkan kuesioner ke kantor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Jawa Barat.

3.2.5 Instrumen Penelitian

Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas hasil penelitian yaitu, kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Menurut Sugiyono (2013:146), instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena disebut variabel penelitian.

Jenis instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner yang disebarkan secara langsung kepada responden. Data yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner selanjutnya akan dianalisis dengan menghitung masing-masing skor dari setiap pertanyaan. Selanjutnya, kesimpulan akan diperoleh mengenai kondisi setiap item pertanyaan pada objek yang diteliti.


(27)

3.2.6 Skala Pengukuran

Skala yang digunakan untuk mengukur kedua variabel yang akan diteliti adalah skala ordinal atau skala urutan. Jonathan dan Ely (2010:26) menyatakan bahwa skala ordinal akan memberikan informasi tentang jumlah relatif karakteristik berbeda yang dimiliki oleh objek atau individu tertentu. Tingkat pengukuran ini mempunyai informasi skala nominal ditambah dengan sarana peringkat relatif tertentu yang memberikan informasi apakah suatu objek memiliki karakteristik yang lebih atau kurang, tetapi bukan berapa banyak kekurangan dan kelebihannya.

Sedangkan kuesioner pada penelitian ini menggunakan skala likert.

Skala likert digunakan untuk mengukur hubungan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung yang mengekspresikan sikap, opini atau pandangan, dan sejenisnya dari subjek yang diteliti dalam memberikan penilaian atau tanggapan terhadap masalah (Jonathan dan Ely 2010:80).

Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif yang dapat berupa kata atau frasa sebagai ekspresi sikap. Berikut tabel penilaian jawaban yang akan digunakan oleh peneliti.

Tabel 3.2 Skor Jawaban

Jawaban Nilai

Selalu 5

Sering 4

Kadang-Kadang 3

Jarang 2

Tidak Pernah 1


(28)

Menurut Sugiyono (2013:141), kriteria intepretasi skor berdasarkan jawaban responden dapat ditentukan sebagai berikut, “skor maksimum setiap kuesioner adalah 5 dan skor minimum adalah 1, atau berkisar antara 20% sampai 100% maka jarak antara skor yang berdekatan adalah 16% ((100% - 20%)/5).” Sehingga dapat diperoleh kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.3

Interpretasi Skor Hasil Kategori

Presentase Interpretasi

20% - 35,99% Tidak Baik / Tidak Efektif 36% - 51,99% Kurang Baik / Kurang Efektif 52% - 67,99 % Cukup Baik / Cukup Efektif

68% - 83,99% Baik / Efektif

84% - 100% Sangat Baik / Sangat Efektif Sumber: data yang diolah

Interpretasi skor diperoleh dengan cara membandingkan skor item yang diperoleh berdasarkan jawaban responden dengan skor tertinggi jawaban kemudian dikalikan 100%.

Skor item diperoleh dari hasil perkalian antara nilai skala pertanyaan dengan jumlah responden yang menjawab pada nilai tersebut. Sementara skor tertinggi diperoleh dari jumlah nilai skala pertanyaan paling tinggi dikalikan dengan jumlah responden secara keseluruhan.


(29)

3.2.7 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer yang digunakan, berupa data subjek (self report data) berupa identitas responden dan jawaban atas kuesioner dari responden. Data primer dalam penelitian ini berupa:

1. Identitas responden yaitu jenis kelamin, posisi di BPK RI, jenjang pendidikan, jumlah penugasan, serta sertifikasi auditor.

2. Jawaban atas kuesioner dari responden atas pengaruh etika profesi terhadap pendeteksian tindakan korupsi pada sektor publik.

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data yang relevan, dapat dipercaya, dan dipertanggungjawabkan. Sumber data yang diperoleh peneliti adalah kuesioner yang telah dibagikan kepada auditor senior dan junior Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Jawa Barat.

3.2.8 Uji Instrumen Penelitian

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan statistik inferensial nonparametris. Statistik inferensial adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi (Sugiyono, 2013:207). Statistik nonparametris hanya menguji distribusi dan tidak menuntut terpenuhinya banyak asumsi. Karena pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner, maka kualitas kuesioner dan kesanggupan responden dalam menjawab pertanyaan merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian


(30)

ini. Apabila alat yang digunakan dalam proses pengumpulan data tidak valid, maka hasil penelitian yang diperoleh tidak mampu menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas atas instrumen yang digunakan dalam penelitian.

3.2.8.1 Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu data dapat dipercaya kebenarannya sesuai dengan kenyataan. Menurut Sugiyono (2013:172) bahwa valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas menunjukan derajat ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada objek dengan data dikumpulkan oleh peneliti.

Uji validitas berguna untuk mengetahui apakah ada pertanyaan-pertanyaan pada kuisioner yang harus dibuang/diganti karena dianggap tidak relevan. Peneliti menggunakan analisis korelasi Rank Spearman. Menurut Sugiyono (2010), korelasi Rank Spearman digunakan untuk mencari hubungan atau untuk menguji signifikasi hipotesis asosiatif bila masing – masing variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal, dan sumber data antar variabel tidak harus sama.

Kriteria keputusan uji validitas sebagai berikut:

a. Jika ≥ 0,30, maka item-item pertanyaan dari kuesioner adalah valid. b. Jika < 0,30, maka item-item pertanyaan dari kuesioner adalah tidak valid.

Pengujian dilakukan dengan cara mengkorelasikan antara skor item setiap butir pernyataan dengan skor total, selanjutnya interpretasi dari koefisien korelasi yang dihasilkan, bila korelasi tiap faktor tersebut positif dan besarnya lebih dari


(31)

sama dengan 0,3 maka dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut memiliki validitas konstruksi yang baik. (Sugiyono, 2010:178).

3.2.8.2 Uji Reliabilitas Instrumen

Uji realibilitas digunakan untuk mengetahui apakah alat pengumpul data menunjukkan tingkat ketepatan, tingkat keakuratan, kestabilan atau konsistensi dalam mengungkapkan gejala tertentu (Sugiyono 2010:172). Reliabilitas berkenaan dengan derajat konsistensi data. Penggunaan pengujian reliabilitas oleh peneliti adalah untuk menilai konsistensi pada objek dan data, apakah instrumen yang digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Peneliti menggunakan metode koefisien

Cronbach’s Alpha, yaitu sebagai berikut.

[ ∑ ]

Keterangan:

= Reliabilitas Instrumen = Jumlah Pertanyaan ∑ = Jumlah Varians Butir

Kriteria keputusan uji reliabilitas sebagai berikut:

Jika > 0,60, maka instrumen tersebut bersifat reliabel. Jika < 0,60, maka instrumen tersebut bersifat tidak reliabel.


(32)

3.2.9 Teknik Analisis Data dan Rancangan Pengujian Hipotesis 3.2.9.1 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan penyederhanaan data ke dalam bentuk yang mudah dipahami, dibaca dan diinterpretasikan. Data yang dianalisis merupakan data yang terhimpun dari hasil penelitian lapangan untuk menarik kesimpulan.

1. Metode Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dengan menggunakan statistik nonparametris sesuai dengan data-data ilmu sosial dan dapat digunakan bukan untuk skor eksak dalam pengertian keangkaan, melainkan semata-mata merupakan tingkatan atau rank serta sesuai dengan sampel yang kecil. Metode analisis data statistik nonparametris dalam penelitian ini adalah metode korelasi Rank Spearman. Jonathan dan Ely (2010:26) menyatakan bahwa korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan atau pengaruh antara dua variabel berskala ordinal, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung. Ukuran asosiasi yang menuntut seluruh variabel diukur sekurang-kurangnya dalam skala ordinal, membuat obyek atau individu-individu yang dipelajari dapat di rangking dalam banyak rangkaian berturut-turut. Skala ordinal atau skala urutan, yaitu skala yang digunakan jika terdapat hubungan, biasanya berbeda di antara kelas-kelas dan ditandai dengan “>” yang berarti “lebih

besar daripada”. Koefisien yang berdasarkan ranking ini dapat menggunakan

koefisien korelasi Rank Spearman. Berikut rumus analisis korelasi tersebut. (Sugiyono 2013:357)


(33)

Keterangan:

= Koefisien Korelasi Rank Spearman = Rangking Data Variabel n = Jumlah Responden

Setelah melalui perhitungan persamaan analisis korelasi Rank Spearman, kemudian dilakukan pengujian dengan menggunakan kriteria yang

ditetapkan, yaitu dengan membandingkan nilai ρ hitung dengan ρ tabel yang

dirumuskan sebagai berikut.

Jika, ρ hitung 0, berarti diterima dan ditolak.

Jika, ρ hitung 0, berarti ditolak dan diterima.

2. Koefisien Determinasi

Untuk menilai seberapa besar pengaruh variabel X terhadap Y maka digunakan koefisien diterminasi (KD) yang merupakan koefisien korelasi yang biasanya dinyatakan dengan persentase %. Berikut adalah rumus koefisien determinasi:

KD = x 100% Keterangan :

KD = Koefisien Diterminasi = Koefisien Rank Spearman

Hasil perhitungan koefisien dapat diinterpretasikan berdasarkan tabel di bawah ini untuk melihat seberapa kuat tingkat hubungan yang dimiliki antar variabel. Untuk memberikan impretasi koefisien korelasinya, maka penulis


(34)

menggunakan pedoman yang mengacu pada Sugiyono (2010:250) sebagai berikut.

Tabel 3.4 Interpretasi nilai

Interpretasi

0,00 - 0, 199 Sangat Rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,00 Sangat Kuat Sumber: data yang diolah

3.2.9.2 Rancangan Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui korelasi dari kedua variabel yang akan diteliti dengan menggunakan perhitungan statistik. Pengujian hipotesis dilakukan dengan merancang Hipotesis Nol ( ) dan Hipotesis Alternatif ( ). Penetapan Hipotesis Nol ( ) dan Hipotesis Alternatif ( ) digunakan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antar variabel yang diteliti. Hipotesis penelitian yang diajukan adalah Hipotesis Alternatif ( ). Sedangkan untuk keperluan analisis statistik, hipotesisnya berpasangan dengan Hipotesis Nol ( ). Untuk menguji hipotesis dilakukan dengan melalui hipotesis statistik berikut.

Uji Hipotesis: Terdapat hubungan positif diantara etika profesi dengan

pendeteksian tindakan korupsi oleh Auditor Senior dan Junior Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Jawa Barat.


(35)

Berdasarkan uji hipotesis tersebut, maka hipotesis statistik yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Ho : ρ ≤ 0 , Tidak terdapat hubungan positif diantara etika profesi dengan pendeteksian tindakan korupsi oleh Auditor Senior dan Junior Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Jawa Barat.

Ha : ρ > 0 , Terdapat hubungan positif diantara etika profesi dengan

pendeteksian tindakan korupsi oleh Auditor Senior dan Junior Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Jawa Barat.


(36)

Ria Maria Nurhayati, 2014

Pengaruh Etika Profesi Terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai “pengaruh etika

profesi terhadap pendeteksian tindakan korupsi yang dilakukan auditor BPK RI

Perwakilan Provinsi Jawa Barat”, maka dalam bab ini dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut.

1. Berdasarkan data yang diperoleh terlihat bahwa konsep etika auditor senior dan junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat dalam melaksanakan setiap penugasan telah diterapkan dengan sangat baik. Dimensi tanggung jawab dengan indikatornya penilaian profesional, dan dimensi integritas dengan indikatornya pelaksanaan setiap tanggung jawab mendapatkan skor tertinggi. Hal ini membuktikan bahwa penilaian profesional telah dilaksanakan, dan dengan melaksanakan setiap tanggung jawabnya, auditor senior dan junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat juga telah menjunjung tinggi integritas. Sedangkan skor terendah diperoleh dari dimensi lingkup dan sifat jasa audit dengan indikator prinsip-prinsip kode perilaku profesional. Hal ini membuktikan bahwa prinsip-prinsip kode perilaku profesional tidak selalu atau kurang menjadi kebiasaan untuk diperhatikan


(37)

auditor senior dan junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat dalam melaksanakan tugasnya.

2. Pendeteksian Tindakan Korupsi yang dilakukan auditor senior dan junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat telah dilaksanakan dengan baik. Dimensi detection fraud dengan skor tertinggi adalah indikator pemahaman proses bisnis atau operasi. Sedangkan dimensi corruption scheme dengan skor tertinggi adalah indikator pertentangan kepentingan. Hal ini membuktikan bahwa memahami proses bisnis atau operasi pihak yang akan diaudit sudah biasa dilakukan auditor dalam melaksanakan proses pemeriksaan. Selain itu, bentuk kecurangan korupsi yang biasanya ditemukan auditor saat melakukan pendeteksian kecurangan adalah pertentangan kepentingan dalam lingkup internal klien. Terkadang, hal tersebut kemudian menjadi bakal terjadinya fraud dalam internal klien. Skor terendah dimensi detection fraud berasal dari indikator penentuan gejala fraud yang paling mungkin akan terjadi. Sedangkan skor terendah dimensi corruption scheme berasal dari indikator pemerasan ekonomi. Hal ini membuktikan bahwa auditor kurang terampil dalam memprediksi gejala-gejala fraud yang mungkin terjadi. Sementara sebagian besar auditor senior dan junior tidak pernah menemukan bentuk korupsi berupa pemerasan ekonomi yang berasal dari pihak eksternal terhadap pihak yang diaudit.

3. Pengujian Etika Profesi terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi pada auditor senior dan junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat menunjukan


(38)

hubungan yang positif. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pengaruh Etika Profesi terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi termasuk dalam kategori rendah. Sehingga semakin efektif penerapan etika profesi oleh auditor senior dan junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat, maka pendeteksian tindakan korupsi yang dilakukan dalam setiap penugasan akan semakin baik.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia sebagai auditor independen pemerintah harus memiliki keyakinan yang memadai dari masyarakat. Demi memperolehnya, auditor senior dan junior BPK RI harus melaksanakan setiap tanggung jawabnya berdasarkan nilai-nilai etika yang berlaku dalam masyarakat. Etika profesi BPK RI yang tertuang dalam Nilai-Nilai Dasar BPK RI sebagai refleksi dari Kode Etik AICPA harus diterapkan dengan benar dan merata dalam setiap pelaksanaannya. Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang menyeluruh dan mendalam terhadap komponen-komponen etika profesi yang ada dalam standar etika tersebut. Jika tidak memperoleh pemahaman yang memadai, pelaksanaan audit yang baik tidak akan tercapai. Selain itu, diperlukan pelatihan khusus untuk menjadikan pemahaman tersebut sebagai kebiasaan auditor BPK RI dalam setiap penugasannya.


(39)

2. Salah satu tanggung jawab auditor BPK RI dalam SPKN (Standar Pemeriksa Keuangan Negara) adalah memberikan keyakinan yang memadai bahwa salah saji material atau ketidakakuratan yang signifikan dalam data akan terdeteksi. Sehingga pendeteksian kecurangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam proses pemeriksaan/audit. Pendeteksian tindakan korupsi sebagai salah satu pendeteksian kecurangan harus dilakukan auditor BPK RI dengan penuh kesungguhan, karena korupsi merupakan masalah yang cukup menyita perhatian masyarakat dan pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, pemahaman auditor atas gejala-gejala fraud yang mungkin akan terjadi sangatlah penting. Pemahaman yang baik akan memberikan pertimbangan yang maksimal bagi auditor, sehingga prediksi yang dihasilkan akan mendekati atau sesuai dengan yang terjadi di lapangan. Semakin tinggi pemahaman auditor akan gejala-gejala fraud yang mungkin terjadi, maka semakin baik kemampuannya dalam memberikan prediksi. Selain itu, semakin sering auditor melatih pemahamannya, maka semakin tepat prediksi yang dihasilkan auditor.

3. Bagi peneliti selanjutnya, peneliti menyarankan agar menambah populasi penelitian. Dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti auditor auditor BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat, sehingga tidak dapat digeneralisir sebagai gambaran keseluruhan yang terjadi di BPK RI seluruh Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan pendeteksian fraud dengan pendekatan audit khusus atau audit investigatif dengan studi pada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).


(40)

Ria Maria Nurhayati, 2014

Pengaruh Etika Profesi Terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Learning. E-Book

Arens, Alvin A., Randal J. Elder and Mark S. Beasley. (2012). Auditing and Assurance Service. 14th Edition. Prentice Hall. E-Book

Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto. (2009). Pengaruh Profesionalisme, Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan, dan Etika Profesi terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Akuntan Publik. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 11 No. 1, p. 13-20. Mei 2009.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. (2008). Etika Dalam Fraud Audit Edisi Kelima. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (Pusdiklatwas BPKP).

Duska, Ronald F and Brenda Shay Duska. (2011). Accounting Ethics. United Kingdom: Blackwell Publishing. E-Book

Indira Januarti dan Faisal. (2010). Pengaruh Moral Reasoning dan Skeptisisme Profesional Auditor Pemerintah terhadap Kualitas Audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Simposium Nasional Akuntansi XIII. Purwokerto.

Jonathan Sarwono dan Ely Suhayati. (2010). Riset Akuntansi Menggunakan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kayrak, Musa. (2008). Evolving challenges for supreme audit institutions in struggling with corruption. Journal of Financial Crime. Vol. 15 No. 1, pp. 60-70. www.emeraldinsight.com/1359-0790.htm

Kompiang Martina Dinata Putri dan I.D.G Dharma Suputra. (2013). Pengaruh Independensi, Profesionalisme, dan Etika Profesi terhadap Kinerja Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Bali. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. Vol. 4 No. 1, p. 39-53.

Maghfirah Gusti dan Syahril Ali. (2008). Hubungan Skeptisisme Profesional Auditor dan Situasi Audit, Etika, Pengalaman, Serta Keahlian Audit dengan Ketepatan Pemberian Opini Auditor oleh Akuntan Publik. Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak.

Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara


(41)

xii

Singleton, Tommie and Aaron J. (2010). Fraud Auditing and Forensic Accounting. Fourth Edition. New Jersey: Wiley & Sons, Inc.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Transparency International. (2009). Corruption Perception Index 2009-2013.

www.transparency.org [6 Februari 2014]

Transparency International. (2013). Global Corruption Barometer 2013.

www.transparency.org [12 Maret 2014]

Tri Ramaraya Koroy. (2008). Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan oleh Auditor Eksternal. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 10, No. 1, Mei 2008: 22-33.

Tuanakotta, Theodorus M. (2012). Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif Ed.2. Jakarta: Salemba Empat.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Unti Ludigdo. (2007). Paradoks Etika Akuntan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cd784ca11ac3/dua-auditor-bpk-jabar-divonis-empat-tahun-penjara [2 April 2014]

http://nasional.kompas.com/read/2013/08/19/1708200/KPK.Tahan.Wali.Kota.Ban

dung.Dada.Rosada [6 Mei 2014]

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/170989-laporan-keuangan-kota-bandung-disclaimer [3 Juni 2014]

http://www.transaktual.com/fullpost/politik-hukum/1334844236/kronologis-penyaluran-dana-bansos-kota-bandung-versi-bpk-jabar.html [3 Juni 2014]


(1)

Ria Maria Nurhayati, 2014

Pengaruh Etika Profesi Terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai “pengaruh etika profesi terhadap pendeteksian tindakan korupsi yang dilakukan auditor BPK RI

Perwakilan Provinsi Jawa Barat”, maka dalam bab ini dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut.

1. Berdasarkan data yang diperoleh terlihat bahwa konsep etika auditor senior dan junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat dalam melaksanakan setiap penugasan telah diterapkan dengan sangat baik. Dimensi tanggung jawab dengan indikatornya penilaian profesional, dan dimensi integritas dengan indikatornya pelaksanaan setiap tanggung jawab mendapatkan skor tertinggi. Hal ini membuktikan bahwa penilaian profesional telah dilaksanakan, dan dengan melaksanakan setiap tanggung jawabnya, auditor senior dan junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat juga telah menjunjung tinggi integritas. Sedangkan skor terendah diperoleh dari dimensi lingkup dan sifat jasa audit dengan indikator prinsip-prinsip kode perilaku profesional. Hal ini membuktikan bahwa prinsip-prinsip kode perilaku profesional tidak selalu atau kurang menjadi kebiasaan untuk diperhatikan


(2)

103

auditor senior dan junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat dalam melaksanakan tugasnya.

2. Pendeteksian Tindakan Korupsi yang dilakukan auditor senior dan junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat telah dilaksanakan dengan baik. Dimensi detection fraud dengan skor tertinggi adalah indikator pemahaman proses bisnis atau operasi. Sedangkan dimensi corruption scheme dengan skor tertinggi adalah indikator pertentangan kepentingan. Hal ini membuktikan bahwa memahami proses bisnis atau operasi pihak yang akan diaudit sudah biasa dilakukan auditor dalam melaksanakan proses pemeriksaan. Selain itu, bentuk kecurangan korupsi yang biasanya ditemukan auditor saat melakukan pendeteksian kecurangan adalah pertentangan kepentingan dalam lingkup internal klien. Terkadang, hal tersebut kemudian menjadi bakal terjadinya fraud dalam internal klien. Skor terendah dimensi detection fraud berasal dari indikator penentuan gejala fraud yang paling mungkin akan terjadi. Sedangkan skor terendah dimensi corruption scheme berasal dari indikator pemerasan ekonomi. Hal ini membuktikan bahwa auditor kurang terampil dalam memprediksi gejala-gejala fraud yang mungkin terjadi. Sementara sebagian besar auditor senior dan junior tidak pernah menemukan bentuk korupsi berupa pemerasan ekonomi yang berasal dari pihak eksternal terhadap pihak yang diaudit.

3. Pengujian Etika Profesi terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi pada auditor senior dan junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat menunjukan


(3)

hubungan yang positif. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pengaruh Etika Profesi terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi termasuk dalam kategori rendah. Sehingga semakin efektif penerapan etika profesi oleh auditor senior dan junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat, maka pendeteksian tindakan korupsi yang dilakukan dalam setiap penugasan akan semakin baik.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia sebagai auditor independen pemerintah harus memiliki keyakinan yang memadai dari masyarakat. Demi memperolehnya, auditor senior dan junior BPK RI harus melaksanakan setiap tanggung jawabnya berdasarkan nilai-nilai etika yang berlaku dalam masyarakat. Etika profesi BPK RI yang tertuang dalam Nilai-Nilai Dasar BPK RI sebagai refleksi dari Kode Etik AICPA harus diterapkan dengan benar dan merata dalam setiap pelaksanaannya. Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang menyeluruh dan mendalam terhadap komponen-komponen etika profesi yang ada dalam standar etika tersebut. Jika tidak memperoleh pemahaman yang memadai, pelaksanaan audit yang baik tidak akan tercapai. Selain itu, diperlukan pelatihan khusus untuk menjadikan pemahaman tersebut sebagai kebiasaan auditor BPK RI dalam setiap penugasannya.


(4)

105

2. Salah satu tanggung jawab auditor BPK RI dalam SPKN (Standar Pemeriksa Keuangan Negara) adalah memberikan keyakinan yang memadai bahwa salah saji material atau ketidakakuratan yang signifikan dalam data akan terdeteksi. Sehingga pendeteksian kecurangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam proses pemeriksaan/audit. Pendeteksian tindakan korupsi sebagai salah satu pendeteksian kecurangan harus dilakukan auditor BPK RI dengan penuh kesungguhan, karena korupsi merupakan masalah yang cukup menyita perhatian masyarakat dan pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, pemahaman auditor atas gejala-gejala fraud yang mungkin akan terjadi sangatlah penting. Pemahaman yang baik akan memberikan pertimbangan yang maksimal bagi auditor, sehingga prediksi yang dihasilkan akan mendekati atau sesuai dengan yang terjadi di lapangan. Semakin tinggi pemahaman auditor akan gejala-gejala fraud yang mungkin terjadi, maka semakin baik kemampuannya dalam memberikan prediksi. Selain itu, semakin sering auditor melatih pemahamannya, maka semakin tepat prediksi yang dihasilkan auditor.

3. Bagi peneliti selanjutnya, peneliti menyarankan agar menambah populasi penelitian. Dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti auditor auditor BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat, sehingga tidak dapat digeneralisir sebagai gambaran keseluruhan yang terjadi di BPK RI seluruh Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan pendeteksian fraud dengan pendekatan audit khusus atau audit investigatif dengan studi pada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).


(5)

Ria Maria Nurhayati, 2014

Pengaruh Etika Profesi Terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Learning. E-Book

Arens, Alvin A., Randal J. Elder and Mark S. Beasley. (2012). Auditing and Assurance Service. 14th Edition. Prentice Hall. E-Book

Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto. (2009). Pengaruh Profesionalisme, Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan, dan Etika Profesi terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Akuntan Publik. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 11 No. 1, p. 13-20. Mei 2009.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. (2008). Etika Dalam Fraud Audit Edisi Kelima. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (Pusdiklatwas BPKP).

Duska, Ronald F and Brenda Shay Duska. (2011). Accounting Ethics. United Kingdom: Blackwell Publishing. E-Book

Indira Januarti dan Faisal. (2010). Pengaruh Moral Reasoning dan Skeptisisme Profesional Auditor Pemerintah terhadap Kualitas Audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Simposium Nasional Akuntansi XIII. Purwokerto.

Jonathan Sarwono dan Ely Suhayati. (2010). Riset Akuntansi Menggunakan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kayrak, Musa. (2008). Evolving challenges for supreme audit institutions in struggling with corruption. Journal of Financial Crime. Vol. 15 No. 1, pp. 60-70. www.emeraldinsight.com/1359-0790.htm

Kompiang Martina Dinata Putri dan I.D.G Dharma Suputra. (2013). Pengaruh Independensi, Profesionalisme, dan Etika Profesi terhadap Kinerja Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Bali. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. Vol. 4 No. 1, p. 39-53.

Maghfirah Gusti dan Syahril Ali. (2008). Hubungan Skeptisisme Profesional Auditor dan Situasi Audit, Etika, Pengalaman, Serta Keahlian Audit dengan Ketepatan Pemberian Opini Auditor oleh Akuntan Publik. Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak.

Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara


(6)

xii

xii

Singleton, Tommie and Aaron J. (2010). Fraud Auditing and Forensic Accounting. Fourth Edition. New Jersey: Wiley & Sons, Inc.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Transparency International. (2009). Corruption Perception Index 2009-2013.

www.transparency.org [6 Februari 2014]

Transparency International. (2013). Global Corruption Barometer 2013.

www.transparency.org [12 Maret 2014]

Tri Ramaraya Koroy. (2008). Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan oleh Auditor Eksternal. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 10, No. 1, Mei 2008: 22-33.

Tuanakotta, Theodorus M. (2012). Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif Ed.2. Jakarta: Salemba Empat.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Unti Ludigdo. (2007). Paradoks Etika Akuntan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cd784ca11ac3/dua-auditor-bpk-jabar-divonis-empat-tahun-penjara [2 April 2014]

http://nasional.kompas.com/read/2013/08/19/1708200/KPK.Tahan.Wali.Kota.Ban

dung.Dada.Rosada [6 Mei 2014]

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/170989-laporan-keuangan-kota-bandung-disclaimer [3 Juni 2014]

http://www.transaktual.com/fullpost/politik-hukum/1334844236/kronologis-penyaluran-dana-bansos-kota-bandung-versi-bpk-jabar.html [3 Juni 2014]


Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Profesionalisme Dan Etika Profesi Terhadap Kinerja Auditor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Di Jakarta

6 72 136

Pengaruh Pemeriksaan Interim Dan Audit Judgement Terhadap Pertimbangan Pemberian Opini Auditor (Studi Kasus Pada Kantor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Barat)

8 51 57

Pengaruh Integritas Dan Objectivitas Auditor Terhadap Kualitas Audit (studi Kasus Pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Barat)

3 38 86

Pengaruh Skeptisme Profesional Auditor Dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit (Studi Kasus Pada Kantor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Barat)

0 8 40

PENGARUH PROFESIONALISME DAN PENGALAMAN AUDITOR TERHADAP PENYELESAIAN DILEMA ETIK PADA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KANTOR PERWAKILAN JAWA BARAT.

1 4 85

PENGARUH PROFESIONALISME DAN PENGALAMAN AUDITOR TERHADAP PENYELESAIAN DILEMA ETIK PADA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KANTOR PERWAKILAN JAWA BARAT.

0 1 40

PENGARUH PROFESIONALISME DAN PENGALAMAN AUDITOR TERHADAP PENYELESAIAN DILEMA ETIK PADA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KANTOR PERWAKILAN JAWA BARAT.

0 0 40

Pengaruh Fee Audit terhadap Kualitas Audit (Studi Kasus pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Barat).

2 7 28

Pengaruh Penerapan Standar Auditing, Kode Etik, Kualitas Auditor Terhadap Pelaksanaan Audit Dan Implikasinya Pada Pendeteksian Fraud (Penelitian Pada Auditor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Barat) The Effect Of Auditin

0 1 2

PENGARUH CORE SELF EVALUATIONS PADA KINERJA AUDITOR BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROVINSI BALI.

0 0 20